bahan teknik.docx

22
BAB I 1. PEMBAHASAN 1.1 Latar Belakang Hardenability adalah kemampuan baja untuk dapat dikeraskan dengan membentuk martensit hingga keseluruhan bagiannya. Pengerasan baja itu sendirit ergantung pada banyaknya martensit yang terjadi dan kekerasan martensitnya sendiri. Banyaknya martensit tergantung pada kadar karbon dalam martensit dan kadar karbondalam martensit ini bergantung pada kadar karbon yang larut dalam austenit. Hardenability menggambarkan dalamnya pengerasan yang diperoleh dengan perlakuan pengerasan, biasanya dinyatakan dengan jarak suatu titik di bawah permukaandimana strukturnya terdiri dari 50 % martensit. Suatu baja dinyatakan mempunyai Hardenability tinggi bila baja itu memperlihatkan tebal pengerasan (depth of hardening) yang besar atau dapat mengeras pada seluruh penampang dari suatu benda yang cukup besar. Hardenability pada dasarnya tergantung pada diagram transformasi, karena ituakan tergantung pada 2 faktor utama yaitu komposisi kimia austenit dan grain sizeaustenit. Untuk mengukur Hardenability suatu baja ada dua cara yaitu dengan Grossman dan dengan Jominy.

Upload: kang-bayu-argas

Post on 23-Jan-2016

248 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: bahan teknik.docx

BAB I

1. PEMBAHASAN

1.1 Latar Belakang

Hardenability adalah kemampuan baja untuk dapat dikeraskan dengan

membentuk martensit hingga keseluruhan bagiannya. Pengerasan baja itu sendirit

ergantung pada banyaknya martensit yang terjadi dan kekerasan martensitnya

sendiri. Banyaknya martensit tergantung pada kadar karbon dalam martensit dan

kadar karbondalam martensit ini bergantung pada kadar karbon yang larut dalam

austenit.

Hardenability menggambarkan dalamnya pengerasan yang diperoleh

dengan perlakuan pengerasan, biasanya dinyatakan dengan jarak suatu titik di

bawah permukaandimana strukturnya terdiri dari 50 % martensit. Suatu baja

dinyatakan mempunyai Hardenability tinggi bila baja itu memperlihatkan tebal

pengerasan (depth of hardening) yang besar atau dapat mengeras pada seluruh

penampang dari suatu benda yang cukup besar.

Hardenability pada dasarnya tergantung pada diagram transformasi,

karena ituakan tergantung pada 2 faktor utama yaitu komposisi kimia austenit dan

grain sizeaustenit. Untuk mengukur Hardenability suatu baja ada dua cara yaitu

dengan Grossman dan dengan Jominy. Pada makalah ini saya akan membahas

tentang Uji Jominy, yang akan di jelaskan pada Bab dan SubBab selanjutnya.

1.2 Rumusan Masalah

Makalah ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut:

1. Mengapa makalah ini di susun.

2. Bagaimana proses pengujian Jominy.

3. Apa saja perlakuan setelah Uji Jominy.

1.3 Tujuan

Makalah ini memeliliki tujuan sebagai berikut:

1. Sebagai bahan belajar dan mengajar tentang Pengujian JOMINY.

Page 2: bahan teknik.docx

2. Membahas teori tentang Uji Jominy.

3. Membahas tentang hubungan Hardenability dengan Uji Jominy.

BAB II

2. PEMBAHASAN

2.1 Uji Jominy

Kekerasan adalah kemampuan material untuk menahan deformasi plastis

lokal akibat penetrasi dipermukaan. Peningkatan kekerasan bergantung pada sifat

mampu keras dari baja itu sendiri. Sifat mampu keras merupakan kemampuan

material untuk ditingkatkan kekerasannya dengan serangkaian perlakuan panas.

Sifat mampu keras dari baja tergantung pada komposisi kimia dan kecepatan

pendinginan.

Tidak semua baja dapat dinaikkan kekerasannya. Baja karbon menengah

dan baja karbon tinggi dapat dikeraskan, sedangkan baja karbon rendah tidak

dapat dikeraskan. Kandungan karbon yang tinggi mempercepat terbentuknya fasa

martensit yang menjadi sumber dari kekerasan dari baja. Kekerasan maksimum

hanya dapat dicapai bila terbentuknya martensit 100%. Baja dapat bertransformasi

dari austenit ke ferrit dan karbida. Transformasi terjadi pada suhu tinggi sehingga

kemampuan kekerasannya rendah.

Percobaan Jominy, bertujuan untuk mengetahui Hardenability suatu

logam. Cara untuk mengetahuinya adalah:

1. Bila laju pendinginan dapat diketahui, kekerasan dapat lansung dibaca dari

kurva kemampuan keras.

2. Bila kekerasan dapat diukur, laju pendinginan dari titik tersebut dapat

diperoleh.

Pada uji Jominy ini, material dipanaskan dalam tungku dipanaskan sampai

suhu transformasi ( austenit ) dan terbentuk sedemikian rupa sehingga dapat

dipasangkan pada aparatus Jominy kemudian air disemprotkan dari bawah,

sehingga menyentuh permukaan bawah spesimen. Dengan ini didapatkan

kecepatan pendinginan ditiap bagian spesimen berbeda-beda. Pada bagian yang

terkena air mengalami pendinginan yang lebih cepat dan semakin menurun

Page 3: bahan teknik.docx

kebagian yang tidak terkena air. Dari hasil pengukuran kekerasan tiap-tiap bagian

dari spesimen akan didapatkan kurva Hardenability Band.

2.2 Kurva Hardenability dan Hardenability Band

Gambar 2.1 Kurva Hardenability

Dari kurva diatas dapat diketahui bahwa fasa pearlit didapatkan pada suhu

antara 5000 C dengan 7000 C jika dipanaskan pada suhu austenite.

Sifat mampu keras dapat digambarkan dalam bentuk kurva yaitu kurva

Hardenability Band. Kurva Hardenability Band menggambarkan range-range

sifat mampu keras suatu logam. Jadi, kekerasan suatu material akan berada dalam

range tersebut jika dilakukan proses pemanasan. Kurva diatas menyatakan fasa

yang terjadi pada specimen sampai temperature austenite yang diuji jominy.

Dimana pada bagian yang terkena semprotan air mengalami pendinginan cepat,

dapat dilihat pada grafik dengan nilai HRC paling tinggi dengan fasa martensit.

Kemudian dengan seiringnya peningkatan jarak dari ujung menuju pangkal

specimen memiliki penurunan angka kekerasan. Hal ini disebabkan pada bagian

Page 4: bahan teknik.docx

tersebut tidak mengalami quenching / pendinginan nya lambat. Hal tersebut dapat

dilihat dari perubahan fasa pada grafik yang ditunjukkan, yaitu dari fasa martensit,

fasa martensit dan perlit, fine perlit dan perlit.

Gambar 2.2 Hardenability band

2.3 Perubahan Microstruktur pada saat Pengerasan

Tujuan proses austenisasi adalah untuk mendapatkan struktur austenit yang

homogen. Kesetimbangan kadar karbon austenit akan bertambah dengan naiknya

suhu austenisasi, ini mempengaruhi karakteristik isothermal. Semakin

meningktanya suhu pada waktu pemanasan, kadar karbon pada suatu baja juga

akan ikut meningkat.

pada karakterisktik isothermal kadar karbon hanya mampu bertahan

sampai pada garis A3 (pada diagram fasa). yaitu suhu maksimal berkisar sampai

760 derajat celsius. Pada waktu pemanasan sebelum uji jominy, baja harus di

panaskan pada suhu austenite yaitu diatas garis A3, suhu diatas 760 derajat

selsius. Oleh karena itulah karakteristik isothermal menjadi berubah, karena pada

suhu tersebut sudah melebihi batas maksimal kadar karbon yang mampu bertahan

pada suhu ishotermal, oleh sebab itulah pemanasan diatas suhu 760, akan

berpengaruh pada karakteristik ishotermal.

Page 5: bahan teknik.docx

Bila kandungan karbon meningkat maka temperatur Ms menjadi rendah,

selain itu kandungan karbon akan meningkat pula jumlah grafit akan membentuk

senyawa karbida yang semakin banyak. Proses perlakuan panas selalu diawali

dengan transformasi dekomposisi austenit menjadi struktur mikro yang lain.

Struktur mikro yang dihasilkan lewat transformasi tergantung pada parameter

proses perlakuan panas yang diterapkan dan jenis proses proses perlakuan panas.

Struktur mikro yang berubah melalui transformasi dekomposisi austenit

menjadi struktur mikro yang lain, dimaksudkan untuk memperoleh sifat mekanik

dan fisik yang diperlukan untuk suatu aplikasi proses pengerjaan logam. Proses

selanjutnya setelah fasa tunggal austenit terbentuk adalah pendinginan, dimana

mekanismenya dipengaruhi oleh temperatur, waktu, serta media yang digunakan.

Pada pendinginan secara perlahan-lahan perubahan fasa berdasarkan

mekanisme difusi, dimana kehalusan dan kekasaran struktur yang dihasilkan

tergantung pada kecepatan difusi Bila pendinginan dilakukan secara cepat, maka

perubahan fasanya berdasarkan mekanisme geser menghasilkan struktur mikro

dengan sifat mekanik yang keras dan getas.

Perubahan struktur mikro selama proses pendinginan dapat merupakan

paduan dari mekanisme difusi dan mekanisme geser.  Variasi dari pembentukan

struktur mikro yang merupakan fungsi dari kecepatan pendinginan pada baja dari

temperatur eutektoid.

Gambar 2.3 perpindahan struktur ketika di panaskan

Kekerasan tinggi terjadi di mana fraksi volume tinggi martensit

berkembang. Kekerasan yang lebih rendah menunjukkan transformasi mikro

bainit atau ferit / perlit.

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sifat Mampu Keras

Hal-hal yang mempengaruhi sifat mampu keras suatu material adalah:

Page 6: bahan teknik.docx

1. Kecepatan pendinginan

Setelah logam dipanaskan, lalu dilakukan pendinginan cepat, maka logam

akan menjadi semakin keras. Proses pendinginan material dapat dilakukan

dengan beberapa cara yaitu:

a. Annealing

Pemanasan material sampai suhu austenit ( 7270 C ) lalu diholding

kemudian dibiarkan dingin didalam tungku. Proses ini menghasilkan

material yang lebih lunak dari semula.

b. Normalizing

Pemanasan material sampai suhu austenit ( 7270 C ) lalu diholding

kemudian didinginkan di udara.

c. Quenching

Pemanasan material sampai suhu austenit ( 7270 C ) lalu diholding

kemudian dilakukan pendinginan cepat, yaitu dicelupkan kedalam media.

Medianya adalah air, air garam dan oli. Proses ini yang menghasilkan

material yang lebih keras dari semula.

2. Komposisi kimia

Komposisi kimia menentukan Hardenability Band. Karena

komposisi material menentukan struktur dan sifat material. Semakin banyak

unsur kimia yang menyusun suatu logam, maka makin keras logam tersebut

3. Kandungan karbon

Semakin banyak kandungan karbon dalam suatu material maka

makin keras material tersebut. Hal inilah yang menyebabkan baja karbon

tinggi memiliki kekerasan yang tinggi setelah proses pengerasan kerena akan

membentuk martensit yang memiliki kekerasan yang sangat tinggi.

Untuk meningkatkan kadar karbon dari beberapa material dapat dilakukan

dengan beberapa perlakuan, yaitu:

a. Carborizing

Yaitu proses penambahan karbon pada baja, dengan menyemprotkan

karbon pada permukaan baja.

b. Nitriding

Page 7: bahan teknik.docx

Yaitu proses penambahan nitrogen untuk meningkatkan kekerasan

material.

c. Carbonitriding

Yaitu proses penambahan karbon dan nitrogen secara sekaligus untuk

meningkatkan kekerasan material.

2.4 Kurva CCT dan TTT baja pada Uji Jominy

Page 8: bahan teknik.docx

Gambar 2.4 Kurva CTT dan TTT

Keterangan : M = Martensite

P = Perlite

B = Bainite

Dari kurva CCT di atas dapat kita lihat beberapa perbedaan. Pada baja

Hypoeutektoid ada dua fasa yang terbentuk matertensit dan perlit. Terbentuk fasa

Martensite + perlit setelelah melewati garis perlit start dan martensite finish.

Perlite 100% Terbentuk karena pada saat pendinginan spesimen tidak melewati

fasa martensite awal dan martensite finish.

Pada baja eutektoid tebentuk tiga fasa setelah dilakukan pendinginan. Fasa

pertama yang terbentuk yaitu martensite 100%, pendinginan dengan membiarkan

baja di udara mengasilkan fasa martensite + perlite. Sedangkan pendinginan

didalam tungku atau secara lambat menghasilkan perlite 100%. Pada baja hyper

eutektoid juga terbentuk tiga, sama seperti pada baja eutektoid. Tetapi pada baja

hyper eutektoid waktu yang dibutuhkan agak lama.

Kurva TTT (Time Temperature Transformation) adalah suatu diagram

yang menghubungkan transformasi austenit terhadap waktu dan temperatur.

Kurva ini menggambarkan proses pendinginan dengan melakukan holding.

Setelah spesimen mencapai suhu austenit (727 oC) dilakukan holding terlebih

Page 9: bahan teknik.docx

dahulu gunanya agar semua bagian spesimen benar-benar mendapat panas yang

sama.

Proses perlakuan panas bertujuan untuk memperoleh struktur baja yang

diinginkan agar cocok dengan penggunaan yang direncanakan. Struktur yang

diperoleh merupakan hasil dari proses transformasi dari kondisi awal. Proses

transformasi ini dapat dibaca dengan menggunakan diagram fasa namun untuk

kondisi tidak setimbang diagram fasa tidak dapat digunakan, untuk kondisi seperti

ini maka digunakan kurva TTT.

Melalui kurva ini dapat dipelajari kelakuan baja pada setiap tahap

perlakuan panas, diagram ini juga dapat digunakan untuk memperkirakan struktur

dan sifat mekanik dari baja yang di-quench dari temperatur austenite. Kurva ini

menunjukan dekomposisi austenit dan berlaku untuk macam baja tertentu. Baja

yang mempunyai komposisi berlainan akan mempunyai diagram yang berlainan,

selain itu besar butir austenit, adanya inclusi atau elemen lain yang terkandung

juga mempunyai pengaruh yang sama.

Pada kurva TTT untuk baja hypoeutectoid terbentuk 2 fasa martensit dan

perlit, Fasa M + P terbentuk setelah melewati garis P start dan M finish. P 100%

terbentuk setelah melewati P finish dan tidak melewati Mstart dan Mfinish.

Pada baja eutectoid terbentuk fasa 100% M, M + B dan 100% P, 100%M

terbentuk setelah melewati M start dan M finish, M +B terbentuk setelah

melewati garis M finish dan B finish, 100% P terbentuk setelah melewati P finish.

Pada baja hypereutectoid terbentuk 3 fasa 100% M , M + B dan 100% P.

100%M terbentuk setelah melewati M start and M finish. M + B terbentuk setelah

melewati B start dan M finish. 100% P terbentuk setelah melewati P finish.

Page 10: bahan teknik.docx

2.5 Metode Uji Jominy

2.5.1 Alat Uji Jominy

Gambar 2.5 Alat uji Jominy

2.5.2 Lngkah Kerja Uji Jominy

1) Untuk melaksanakan pengujian, suatu batang uji dengan panjang 100 mm dan

diameter 25 mm, salah satu ujungnya diperlebar untuk memudahkan batang

uji tersebut digantungkan pada peralatan quench. Salah satu ujung yang lain

dari batang uji yang akan disemprot air, permukaannya harus dihaluskan

Gambar 2.6 Spesimen Uji Jominy

2) Batang uji tersebut dipanaskan pada tempratur austenisasi selama 30 - 35

menit dengan suhu melebihi 760˚C . Atmosfir tungku harus dijaga netral agar

tidak terjadi pembentukan terak dan karburasi.

Page 11: bahan teknik.docx

Gambar 2.7 Tabel diagram Fasa

3) Atur pancaran air dengan dengan menyeting kran pada alat, terdapat 2 kran

yang terdapat pada alat, kran yang 1 untuk menseting ketinggian pancaran air,

dan keran yang ke 2 untuk membuka pada saat pendinginan. Diameter dari

berkas air yang dipancarkan kira-kira 12 mm dan harus memancar ± 64 mm

dari ujung pipa air.

Gambar 2.8 Setting ketinggian Pancaran air

4) Setelah pemanasan selesai, ambil besi dari Dapur pemanas, kemudian

letakkan/masukkan besi kedalam tempat besi yang akan di uji pada lubang

yang di gunakan untuk menggantung besi. (sejak batang uji dikeluarkan dari

Page 12: bahan teknik.docx

tungku sampai diletakkan pada peralatan quench tidak boleh lebih dari 5

detik) karena suhu dapat berkurang, sehingga dapat mempengaruhi

karakteristik baja sebelum di uji.

Gambar 2.9 Peletakan spesimen Uji pada alat

5) Setelah spesimen sudah terpasang pada tempatnya, Buka pemancar keran Air

sampai semprotan air dengan suhu 25˚C mengenai ujung Benda kerja yang di

gantung, Kurang lebih 10 menit. Berdasarkanhal ini ujung batang uji akan

mengalami pendinginan yang sangat cepat. Laju pendinginan akan menurun

kearah salah satu ujungnya yang lain. Dengan demikian sepanjang batang uji

akan terjadi variasi laju pendinginan. Sepanjang batang uji diukur

kekerasannya dengan menggunakan alat uji kekerasan.

Gambar 2.10 Penyemprotan ujung spesimen

2.6 Alat-alat Uji Kekerasan Logam

Setelah uji jominy dilakukan, tahap selanjutnya adalah mencari hasil

kekerasan spesimen yang selesai di uji jominy tadi. Ada beberapa macam alat

Page 13: bahan teknik.docx

penguji kekerasan, diantaranya adalah Uji Micro struktur, Brinell, Vickers, dan

yang terakhir adalah Rockwell.

1) Uji Microstruktur

Pada pengujian ini identor nya menggunakan intan kasar yang di bentuk

menjadi piramid. Pengujian ini untuk menguji suatu material adalah dengan

menggunakan beban statis. Bentuk identor yang khusus berupa knoop meberikan

kemungkinan membuat kekuatan yang lebih rapat di bandingkan dengan lekukan

Vickers. Hal ini sangat berguna khususnya bila mengukur kekerasan lapisan tipis

atau mengukur kekerasan bahan getas dimana kecenderungan menjadi patah

sebanding dengan volume bahan yang ditegangkan.

2) Metode Brinell (Ball Indentor)

Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan

kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja

(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment).

3) Metode Vickers (Pyramid Indentor)

Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan

kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan

berbentuk piramida dengan sudut puncak 136º yang ditekankan pada permukaan

material uji tersebut.

4) Metode Rockwell (Cone Indentation Test)

Rockwell merupakan metode yang paling umum digunakan karena simple

dan tidak menghendaki keahlian khusus. Pengujian kekerasan dengan metode

Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya

tahan material terhadap benda uji (speciment) yang berupa bola baja ataupun

kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Berikut

adalah hasil dari Rockwell test pada spesimen setelah Uji Jominy.

Page 14: bahan teknik.docx

Gambar 2.11 Setelah pengujian Rockwell

3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Makalah ini memiliki kesimpulan sebagai berikut.

1) Uji Jominy merupakan alat/pengujian yang bertujuan untuk mengetahui

kekerasan/Hardenability suatu Baja.

2) Karena pendinginan yang terus berlangsung secara continue, struktur micro

dari spesimen akan berubah. Dari yang awalnya bersuhu 760˚C sampai basi

tersebut dalam keadaan/bersuhu dingin.

3) Untuk mengetahui kekerasan spesimen Uji Jominy, lebih baik menggunakan

Uji Rockwell. karena lebih mudah di mengerti dan akurat.

3.2 Saran

Makalah ini memiliki saran sebagai berikut.

1 ) Kepada para pembaca makalah ini, diharapkan mencari sumber yang lain

sebagai bahan pertimbangan.

2) Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca memberikan kritik yang

membangun untuk menyempurnakan makalah ini.

Page 15: bahan teknik.docx

Daftar Rujukan

ASTM A255. Standard Test Methods for Determining Hardenability of Steel American Society for Testing and Materials, (1999).

ASTM E18. Standard Test Methods for Rockwell Hardness and RockwellSuperficial Hardness of Metallic Materials. American Society for Testing and Materials, (2000).

Steels: Microstructure and Properties, R.W.K Honeycombe and H.K.D.H.Bhadeshia. Edward Arnold, (1995).

Page 16: bahan teknik.docx

UJI JOMINY (JOMINY TEST)

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas belajar dan pembelajaran Pengujian Bahan

yang di bina oleh Ibu Avita

OLEH

BAYU SETIAWAN (140512505259)DIMAS SATRIO N (ERWIN IRSYANDI (INSAN KURNIAWAN (RISKY M. ALFIAN (

UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS TEKNIK

PRODI D3 TEKNIK MESIN

April 2015