bahan semen

10

Upload: didik-rahmad

Post on 30-Dec-2015

40 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Tentang hubungan antara penambahan Lime Stone terhadap % residu pada material

semen PCC (Portland Composite Cement) maka perlu diadakan penelitian lanjutan

terhadap adanya pengaruh perbedaan karakteristik type semen Ordinary Portland Cement

dengan type Portland Composite Cement terhadap kuat tekan pada mortar dengan adanya

optimasi penambahan zat aditif Fly Ash dan Trass pada mutu semen PCC (Portland

Composite Cement). Untuk percobaan mortar, penulis membuat benda uji berbentuk

kubus dengan ukuran 5 cm x 5cm x 5cm sebanyak 5 variasi penambahan aditif dengan 3

benda uji pada setiap umur morta dan umur yang dipakai untuk perencanaan adalah 3, 7,

14, 21dan 28 hari.

Semen berasal dari bahasa latin “ CAEMENTUM ” yang berarti bahan perekat.

Semen merupakan senyawa/zat pengikat hidrolis yang terdiri dari senyawa C-S-H (

Kalsium Silikat Hidrat ) yang apabila bereaksi dengan air akan dapat mengikat bahan-

bahan padat lainnya, membentuk satu kesatuan massa yang kompak, padat dan keras.

Sejarah penggunaan semen sebenarnya telah dimulai berabad-abad yang lalu,

terbukti dengan banyaknya bangunan atau peninggalan sejarah yang menggunakan semen

yang masih berdiri sampai sekarang, misalnya Piramida dan Sphinx di mesir, Colloseum

dan jaringan – jaringan Aquaduct (pengairan) di romawi, serta penggunaan tanah liat

untuk bangunan oleh orang-orang Assyria dan Babilonia di Timur Tengah.

Meskipun penggunaan mineral semen telah dilakukan berabad-abad lamanya,

hanya sedikit yang diketahui tentang susunan kimiawinya. Baru pada akhir abad 17

setelah Revolusi Industri yang bermula dari daratan Eropa, banyak peneliti dan ilmuwan

berusaha mengembangkan proses pembuatan semen dengan metode yang lebih baik. Dari

peneliti-peneliti tersebut, tercatat antara lain John Smeaton (Inggris,1956) yang

ditugaskan untuk membangun sebuah mercu suar di Selat Inggris, menemukan suatu

campuran kapur dan tanah liat yang akan mengeras dibakar ( Hydroulic Lime ) ; Big

Bryan (Inggris,1780) ; james Parker (1797) yang meneliti Roman Cement yang berasal

dari batu kapur dan batu silica LJ Vicat (Perancis,1824), serta David O. Saylor (

Amerika Serikat,1850 ). Joseph Aspdin memperoleh hak paten dengan penemuannya

mengenai sejenis semen yang didapatkan dari kalsinasi campuran batu kapur dengan

tanah liat dan menggiling hasilnya menjadi bubuk halus yang kemudian dikenal dengan

nama

“ Portland Cement ”.

Dua puluh tahun setelah hak paten dari Joseph Aspdin, barulah semen mulai

diproduksi dengan kualitas yang dapat diandalkan (Tahun 1850, 4 buah pabrik semen

tanur tegak berdiri di Inggris). Selain itu tercatat nama seorang ilmuwan I.C Johnson

yang berjasa meletakkan dasar-dasar proses kimia pada pembuatan semen.

Sifat – Sifat Semen

Sifat fisika dan kimia masing-masing jenis semen memiliki karakteristik yang

berbeda-beda yang harus memenuhi syarat kimia dan fisika. Untuk menjaga tetap

terjaminnya mutu semen Portland maka syarat kimia dan fisika harus terus

diperhatikan.

Syarat mutu tersebut antara lain kandungan senyawa dalam semen Portland,

kehalusan semen, residu, hilang pijar dan lain-lain. Syarat utama kimia dan fisika

2.4.1 Sifat Fisika

a) Pengikatan dan Pengerasan ( Setting Time dan Hardening ).

Mekanisme terjadinya setting dan hardening yaitu ketika terjadi

pencampuran dengan air, maka akan terjadi air dengan C3 A membentuk

3CaO.Al2O3. 3H2 O yang bersifat kaku dan berbentuk gel. Maka untuk

mengatur pengikatan perlu ditambahkan gypsum dan bereaksi dengan

3CaO.Al2O3. 3H2 O, membentuk lapisan etteringete yang akan

membungkus permukaan senyawa tersebut.

Namun karena ada peristiwa osmosis lapisan etteringete akan pecah dan

reaksi hidarsi C3A akan terjadi lagi, namun akan segera terbentuk lapisan

etteringete kembali yang akan membungkus 3CaO.Al2O3. 3H2 O kembali

sampai gypsum habis. Proses ini akhirnya menghasilkan perpanjangan

setting time. Peristiwa diatas mengakibatkan reaksi hidarsi tertahan,

periode ini disebut Dormant Periode yang terjadi selama 1-2 jam, dan

selama itu pasta masih dalam keadaan plastis dan mudah dibentuk,

periode ini berakhir dengan pecahnya coating dan reaksi hidrasi terjadi

kembali dan initial set mulai terjadi.

Selama periode ini beberapa jam, reaksi dari 3CaO.SiO2 terjadi dan

menghasilkan C–S–H (3CaO.SiO2 ) semen dan akan mengisi rongga dan

membentuk titik-titik kontak yang menghasilkan kekakuan. Pada tahap

berikutnya terjadi pengikatan konsentrasi

C–S–H yang akan menghalangi mobilitas partikel – partikel semen yang

akhirnya pasta menjadi kaku dan final setting tercapai, lalu proses

pengerasan mulai terjadi.

b) Ketahanan Terhadap Sulfat dan asam

Beton atau mortar dari Portland semen dapat mengalami kerusakan oleh

pengaruh asam dari sekitarnya, yang umumnya serangan asam tersebut

yaitu dengan merubah kontruksi-kontruksi yang tidak larut dalam air.

Misalnya, HCl merubah C4AF menjadi FeCl2

Serangan asam tersebut terjadi karena CO2 bereaksi dengan Ca(OH)2 dari

semen yang terhidrasi membentuk kalsium karbonat yang tidak larut

dalam air .pembentukan kalsium karbonat, sebenarnya tidak menimbulkan

kerusakan pada beton tetapi proses berikutnya yaitu CO2 dalam air akan

bereaksi dengan kalsium karbonat yang larut dalam air.

Reaksi :

Ca(OH)2 + CO2 � CaCO3 + H2O

CaCO3 + CO2 + H2O � Ca (HCO3)2

Berbagai macam sulfat umumnya dapat menyerang beton ataupun mortar.

Sulfat bereaksi dengan (Ca(OH)2 dan kalsium aluminat hidrat, dan reaksi

yang terjadi dapat mengahsilkan pengembangan volume sehingga akan

terjadi keretakan pada beton.

Reaksi yang terjadi :

2(CaO.SiO2) + 6 H2O � 3CaO.2SiO2.3 H2O + Ca(OH) 2

2(CaO.SiO2) + 4 H2O � 3CaO.2SiO2.3 H2O + Ca(OH) 2

Ca(OH) 2 + MgSO4 + 2 H2O � Ca SO4. 2H2O + Mg(OH) 2

3CaO.Al2 O3.6H2 O + 3(Ca SO4. 2H2O) + 2H2O � 3CaO.Al2 O3.3Ca

SO4. 2H2O

c) Kehalusan

Kehalusan dapat mewakili sifat-sifat fisika lainnya terutama terhadap

kekuatan, bertambahnya kehalusan pada umumnya akan bertambah pula

kekuatan, mempercepat reaksi hidarsi begitu pula waktu pengikatannya

semakin singkat.

d) Kuat Tekan ( Compressive Strength )

Kuat tekan merupakan sifat yang paling penting bagi mortar ataupun

beton. Kuat tekan dimaksud sebagai kemampuan suatu material untuk

menahan suatu beban tekan. Kuat tekan dipengaruhi oleh komposisi

mineral utama. C2S memberikan kontribusi yang besar pada

perkembangan kuat tekan awal, sedangkan C2S memberikan kekuatan

semen pada umur yang lebih lama. C3A mempengaruhi kuat tekan sampai

pada umur 28 hari dan selanjutnya pada umur berikutnya pengaruh ini

semakin kecil.

e). Panas Hidrasi

Panas hidrasi yaitu panas yang dihasilkan selama semen mengalami

reaksi hidarsi. Reaksi hidarsi atau reaksi hidrolisis sendiri adalah reaksi

yang terjadi ketika mineral-mineral yang terkandung didalam

temperature, jumlah air yang digunakan dan bahan-bahan lain yang

ditambahkan. Hasil reaksi hidrasi, tobermorite gel merupakan jumlah

yang terbesar, sekitar 50% Dari jumlah senyawa yang dihasilkan. Reaksi

tersebut dapat dikemukakan secara sederhana, sebagai berikut :

2(CaO.SiO2) + 4H2O � 3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2

2(3CaO.SiO2) + 6H2O � 3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2

Tobermorite

3CaO.Al2 O3 + 6H2O � 3CaO.Al2 O3 .6H2O

Kalsium aluminat hidrat

3CaO.Al2 O3 + 6H2O + 3CaSO4.2H2O �

3CaO.Al2 O3.3CaSO4 32H2O ( Trikalsium sulfoaluminat)

4CaO.Al2 O3 .Fe2 O3 + XH2O � 3CaO.Al2 O3 6H2O + 3CaO. Fe2 O3

6H2O Kalsium Aluminoferrite hidrat

Untuk semen yang lebih banyak mengandung C3S dan C3 A akan bersifat

mempunyai panas hidrasi yang lebih tinggi.

2.4.2 Sifat Kimia

a) Lime saturated Factor (LSF)

Batasan agar semen yang dihasilkan tidak tercampur dengan bahan-bahan

alami lainnya.

b) Magnesium oksida (MgO)

Pada umumnya semua standard semen membatasi kandungan MgO dalam

semen Portland, karena MgO akan menimbulkan magnesia expansion

pada semen setelah jangka waktu lebih daripada setahun, berdasarkan

persamaan reaksi sbb :

Mg O + H2O � Mg (OH) 2

Reaksi tersebut diakibatkan karena MgO bereaksi dengan H2O

Menjadi magnesium hidroksida yang mempunyai volume yang lebih

besar.

c) SO3

Kandungan SO3 dalam semen adalah untuk mengatur/memperbaiki sifat

setting time (pengikatan) dari mortar (sebagai retarder) dan juga untuk

kuat tekan. Karena kalau pemberian retarder terlalu banyak akan

menimbulkan kerugian pada sifat expansive dan dapat menurunkan

kekuatan tekan. Sebagai sumber utama SO3 yang sering banyak digunakan

adalah gypsum.

d) Hilang Pijar (Loss On Ignition)

Persyaratan hilang pijar dicantumkan dalam standard adalah untuk

mencegah adanya mineral-mineral yang dapat diurai dalam pemijaran.

Kristal mineral-mineral tersebut pada umumnya dapat mengalami

metamorfosa dalam waktu beberapa tahun, dimana metamorfosa tersebut

dapat menimbulkan kerusakan.

e) Residu tak larut

Bagian tak larut dibatasi dalam standard semen. Hal ini dimaksudkan

untuk mencegah dicampurnya semen dengan bahan-bahan alami lain yang

tidak dapat dibatasi dari persyaratan fisika mortar.

f) Alkali (Na2O dan K2O)

Kandungan alkali pada semen akan menimbulkan keretakan pada beton

maupun pada mortar, apabila dipakai agregat yang mengandung silkat

reaktif terhadap alkali. Apabila agregatnya tidak mengandung silikat yang

reaktif terhadap alkali, maka kandungan alkali dalam semen tidak

menimbulkan kerugian apapun. Oleh karena itu tidak semua standard

mensyaratkannya.

g) Mineral compound (C3S, C2S, C3A , C4AF)

Pada umumnya standard yang ada tidak membatasi besarnya mineral

compound tersebut, karena pengukurannya membutuhkan peralatan

mikroskopik yang mahal. Mineral compound tersebut dapat di estimasi

melalui perhitungan dngan rumus, meskipun perhitungan tidak teliti.

Tetapi ada standard yang mensyaratkan mineral compound ini untuk jenis-

jenis semen tertentu. misalnya ASTM untuk standard semen type IV dan

type V.

Salah satu mineral yang penting yaitu C3A, adanya kandungan C3A dalam

semen pada dasarnya adalah untuk mengontrol sifat plastisitas adonan

semen dan beton. Tetapi karena C3A bereaksi terhadap sulfat, maka untuk

pemakaian di daerah yang mengandung sulfat dibatasi. Karena reaksi

antara C3A dengan sulfat dapat menimbulkan korosi pada beton.

2.5 SEMEN PCC ( Portland Composite Cement)

Semen komposit Portland (PCC) merupakan semen produk terbaru yang

dikeluarkan oleh PT.ITP Tbk. Semen PCC merupakan turunan oleh semen OPC

(Ordinary Portland Cement) yang bahan baku pembuatannya sama dengan bahan baku

OPC (Ordinary Portland Cement) tetapi pada Type semen PCC ditambahkan pula aditif

selain Gypsum ada Zat Aditif lain yang ditambahkan yang tidak terdapat pada semen

OPC yaitu : Lime stone, Fly Ash dan Trass. Ketiga Aditif tersebut mempunyai kontribusi

yang sangat-sangat penting sehingga semen type PCC (Portland Composite Cement)

mempunyai kualitas yang dihasilkan lebih baik dari semen type OPC (Ordinary Portland

Cement). Kuat tekan merupakan kemampuan semen untuk menahan beban yang

diberikan. Besar kecilnya kuat tekan yang diberikan oleh semen merupakan parameter

terhadap kualitas semen. Ada beberapa factor yang mempengaruhi terhadap kuat tekan

semen yaitu kehalusan, residu, dan senyawa kimia didalam semen.

Analisis terhadap kuat tekan semen dilakukan dengan cara memberikan tekanan

terhadap mortar yang telah dilakukan perendaman sebelumnya dengan air kapur selama 3,

7, 14, 21 dan 28 hari. Pengaruh perendaman adalah untuk mengkondisikan mortar agar

senyawa yang terdapat didalam semen stabil.

Pengaruh kuat tekan dari masing-masing type jenis semen pada tiap-tiap umur

rencana dapat dilihat pada table 5.1 – 5.5 dibawah ini, secara umum dapat dilihat adanya

perbedaan hasil kuat tekan pada tiap-tiap umur rencana dari masing-masing type jenis

semen dan ini membuktikan bahwa type jenis semen mempunyai karakteristik yang

berbeda dan sudah barang tentu akan berpengaruh terhadap kualitas, workability, umur

rencana, daya dukung atau kuat tekan dari beton yang dihasilkan dan yang terpenting

adalah aplikasi atau penggunaan dari type jenis semen tersebut yang terkadang konsumen

hanya tinggal menggunakannya saja tanpa memperhatikan type jenis semen tersebut dan

pengaplikasikannya.

Dari hasil table quality Character type semen OPC dan PCC dibawah ini dapat

diketahui data kuantitatif melalui beberapa macam percobaan dengan menggunakan

metode-metode yang sesuai dengan beberapa buku pedoman, sehingga dari kedua semen

diatas ada kelebihan atau keunggulan masing-masing semen tersebut seperti yang terlihat

pada table dibawah.

Kuat tekan kedua semen tersebut memiliki perbedaan dari bahan yang

digunakan seperti air. Air digunakan sebagai mencari data Flow table yang sudah

ditentukan. Flow table berfungsi untuk mencari kelecakan atau penyebaran semen yang

telah dicampur dengan pasir, sehingga flow table sangat penting dalam mencari kuat

tekan pada semen. Kekuatan semen tergantung pada kekuatan mekanik dalam keadaan

kaku (set) dan keras. Kekuatan ini disebabkan oleh kohesi partikel-partikel semen dan

adhesi terhadap pasir atau agregat lain yang dicampur sebagai adukan. Berikut table

Quality character type jenis OPC dan PCC.

Selain kuat tekan juga ada factor lain yang mempengaruhi kuat tekan pada

mortar yaitu setting time. Pengukuran waktu pengikatan (setting time) dibagi menjadi 2

yaitu : waktu pengikatan awal (initial set) dan waktu pengikatan terakhir (final set).

Penambahan gypsum pada semen akan menghambat waktu pengikatan pada proses

pengerasan semen karena gypsum dapat mengatur reaksi antara 3 Cao Al2O3 (C3A)

dengan air agar tidak terlalu cepat mengeras. Jadi waktu pengikatan pada semen type

PCC yaitu pada waktu pengikatan awal (initial set) sebesar 167 menit lebih lama jika

dibandingkan dengan semen OPC yaitu sebesar 145 menit. Tetapi pada waktu pengikatan

terakhir (final set) pada type semen PCC waktu pengikatannya lebih cepat bila

dibandingkan dengan semen type OPC sebesar 285 menit dan 345 menit. Dengan

kebutuhan air setiap sample semen untuk membuat pasat standard (Normal Consistensi /

NC) pada percobaan ini yaitu pada type semen PCC sebesar 25,63 % dan semen Type

OPC sebesar 25,45 dalam hal ini waktu pengikatan awal dan final masih sesuai dengan

syarat yang sudah ditentukan yaitu untuk pengikatan awal minimum selama 45 menit dan

pengikatan awal maksimum selama 375 menit.

Dari hasil analisa data pengujian dalam penelitian ini dan memperhatikan

perkembangan nilai kuat tekan serta pengamatan terhadap karakteristik suatu mortar

dengan penggunaan type jenis semen yang berbeda-beda dalam suatu campuran mortar,

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa dengan penambahan Zat Aditif seperti

yang terjadi pada type semen PCC (Portland Composite Cement) yang menggunakan

Zat Aditif Fly Ash dan Trass dapat meningkatkan kuat tekan pada semen. Nilai kuat

tekan dari perbandingan Zat Aditif Fly Ash dan Trass (1 : 1) lebih besar nilainya

dibandingkan Zat Aditif Fly Ash dan Trass ( 0:1 ) dan Penambahan Zat Aditif Fly

Ash dan Trass pada semen PCC (Portland Composite Cement) bisa menggantikan

peranannya sebagai klinker dan penambahan klinker pada semen menjadi lebih

sedikit / irit bahan baku. Pada type semen PCC (Portland Composite Cement) untuk

memperlambat terjadinya proses pembekuan semen maka kedalam semen

ditambahkan gypsum sebagai bahan yang akan memperlambat proses pembekuan

awal semen (Initial Set) yang terjadi pada umur 3 hari. Kuat tekan semen juga

dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain kehalusan (Blaine), kadar SO3, hilang

pijar (LOI), residu 45 μm dan lain-lain.

2. Penambahan Zat Aditif Limestone dapat berfungsi meningkatkan kuat tekan , hal ini

terjadi karena Limestone mempunyai bentuk fisik yang mudah halus, sehingga

dengan nilai kehalusan tersebut Limestone dapat menutup rongga-rongga yang

terdapat didalam semen adapun Semen dengan mutu bagus memiliki residu yang

kecil, artinya partikel tersebut kecil dan nantinya akan berpengaruh terhadap setting.

Jika dalam semen mengandung residu yang tinggi maka ekspansi (pemuaian semen)

dan keretakan akan mudah terjadi.