bahan proposal enos

Upload: arum-agatha

Post on 19-Jul-2015

111 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI DALAM PERTANIANPosted on Mei 1, 2011 by Nurafni

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam melakukan usaha pertanian, seorang pengusaha atau katakanlah seorang petani akan selalu berpikir bagaimana ia mengalokasikan input seefisien mungkin untuk dapat memperoleh produksi yang maksimal. Cara pemikiran yang demikian adalah wajar mengingat petani melakukan konsep bagaimana memaksimumkan keuntungan. Dalam ilmu ekonomi cara berpikir demikian sering disebut dengan pendekatan memaksimumkan keuntungan atau profit maximization. Di lain pihak, manakala petani dihadapkan pada keterbatasan biaya dalam melaksanakan usahataninya, maka mereka juga tetap mencoba bagaimana meningkatkan keuntungan tersebut dengan kendala biaya usaha tani yang terbatas. Suatu tindakan yang dapat dilakukan adalah bagaimana memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan menekan biaya produksi sekecil-kecilnya. Pendekatan seperti ini dikenal dengan istilah meminimumkan biaya atau cost minimization Prinsip kedua pendekatan tersebut, yaitu profit maximization dan cost minimization adalah sama saja, yaitu bagaimana memaksimumkan keuntungan yang diterima petani atau seorang produsen atau seorang pengusaha pertanian. Kedua pendekatan tersebut mungkin dapat pula dikatakan sebagai pendekatan serupa tapi tak sama. Ketidaksamaan ini tentu saja kalau dilihat dari segi sifat atau behavior petani yang bersangkutan. Petani besar atau pengusaha besar selalu atau seringkali berprinsip bagaimana memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya melalui pendekatan profit maximization karena mereka tidak dihadapkan pada keterbatasan pembiayaan. Sebaliknya untuk petani kecil atau petani subsisten sering bertindak sebaliknya, yaitu bagaimana memperoleh keuntungan dengan keterbatasan yang mereka miliki. 1.2. Tujuan 1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami prinsip-prinsip ekonomi dalam pertanian 2. Mahasiswa bisa mengerti bagaimana cara memanfaatkan faktor produksi seefisien mungkin dan menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya 1.3. Permasalahan Permasalahan yang ada yaitu tentang :

A. Fungsi Produksi B. Hasil Produksi dan Biaya Produksi C. Intensifikasi Pertanian dan Hukum Kenaikan yang semakin menurun D. Kombinasi Penggunaan Hsil-hasil Pertanian E. Ekonomi dan Kaitannya dengan Besarnya Usahatani BAB II PEMBAHASAN Definisi Usaha Tani Usaha Tani (farm) adalah suatu bahagian atau tempat dimuka bumi dimana kegiatan pertanian dilaksanakan oleh petani, baik dia sebagai petani pemilik, petani penggarap (bagi hasil) maupun sebagai manajer yang digaji dengan menggunakan segala potensi (sumberdaya) yang ada seperti tanah, tumbuh-tumbuhan, hewan, air dll. Bahagian dari ilmu pertanian yang mempelajari bagaimana cara melakukan pengelolaan usaha tani dinamakan dengan manajemen usaha tani (farm managemet). Tujuan dari manajemen usaha tani / pengelolaan usaha tani yang baik adalah agar mendatangkan produksi dan keuntungan yang tinggi atau dengan kata lain suatu manajemen usaha tani yang baik adalah mampu menghasilkan produktivitas dan efisiensi yang tinggi. A. Fungsi Produksi Di dalam ekonomi fungsi produksi yaitu suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input). Dalam bentuk matematika sederhana fungsi produksi ini dituliskan sebagai: Y = f ( X , X Xn ) Di mana Y = adalah hasil produksi fisik X Xn = faktor-faktor produksi Dalam produksi pertanian misalnya produksi padi maka produksi fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus yaitu tanah, modal dan tenaga kerja. Untuk dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan menganalisa peranan masing-masing faktor produksi maka dari sejumlah faktor-faktor produksi itu salah satu faktor produksi kita anggap variable (berubah-ubah) sedangkan faktor-faktor produksi lainnya dianggap konstan.

Misalnya untuk menganalisa hubungan antara produksi padi dengan tanah harus kita anggap modal dan tenaga kerja sebagai faktor produksi yang tetap (konstan). Dalam bentuk grafik fungsi produksi merupakan kurva melengkung dari kiri bawah kekanan atas yang setelah sampai titik tertentu kemudian berubah arah sampai titik maksimum dan kemudian berbalik turun kembali. Hubungan fungsional seperti digambarkan di atas berlaku untuk semua faktor produksi yang telah disebut yaitu tanah, tenaga kerja dan modal, disamping faktor produksi keempat yaitu manajemen (koordinasi atau entrepreneurship) yang berfungsi mengkoordinasikan ketiga faktor produksi yang lain sehingga benar-benar mengeluarkan hasil produksi (output). Pembagian faktor-faktor produksi kedalam tanah, tenaga kerja dan modal adalah konvensional. Sumbangan tanah adalah berupa unsure-unsur tanah yang asli dan sifat-sifat tanah yang tak dapat di rusakkan (original and indestructible properties of the soil) dengan mana hasil pertanian dapat di peroleh. Tetapi untuk memungkinkan di perolehnya produksi di perlukan tangan manusia yaitu tenaga kerja petani (labor). Modal adalah sumber-sumber ekonomi di luar tenaga kerja yang di buat oleh manusia. Kadang-kadang modal dilihat dalam arti uang atau dalam arti keseluruhan nilai sumber-sumber ekonomi on-manusiawi termasuk tanah. Itulah sebabnya bila kita menunjuk pada modal dalam arti luas dan umum (misalnya jumlah modal petani secara keseluruhan) kita akan memasukkan semua sumber ekonomi termasuk tanah tetapi diluar tenaga kerja. Pengertian umum dan luas yang demikian dipakai pula oleh petani-petani kita bila mereka mengatakan bahwa modal utama atau modal satu-satunya yang mereka miliki adalah tanah. Hal ini nampaknya cukup beralasan karena bagaimanapun juga petani sudah memasukkan berbagai unsur modal kedalam tanah misalnya pupuk (buatan dan kompos) dan air yang sudah menyumbang pada kesuburan tranahnya. B. Hasil Produksi dan Biaya Produksi

1. Efisiensi Usahatani Efisiensi produksi yaitu banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input). Kalau efisiensi fisik ini kemudian kita nilai dengan uang maka kita sampai pada efisiensi ekonomi. Pada setiap akhir panen petani akan menghitung berapa hasil bruto produksinya yaitu luas tanah di kali hasil perkesatuan luas. Dan ini semua kemudian di nilai dalam uang. Tetapi tidak semua hasil ini diterima oleh petani. Hasil itu harus dikurangi dengan biaya-biaya yang harus di keluarkannya yaitu harga pupuk dan bibit, biaya pengolahan tanah, upah menanam, upah membersihkan rumput dan biaya panenan yang biasanya berupa bagi hasil (in-natura). Disamping itu bagi petani penyakap maka bagian hasil panen yang harus diberikan kepada pemilik tanah (yaitu kira-kira 50% dari hasil netto tergantung dari perjanjian) harus pula dikurangkan dan dimasukkan sebagai biaya. Setelah semua biaya-biaya tersebut dikurangi barulah petani memperoleh apa yang di sebut hasil bersih (hasil netto). Apabila hasil bersih usahatani besar maka ini mencerminkan rasio yang baik dsari nilai hasil dan biaya. Makin tinggi rasio ini berarti usaha tani makin efisien. Tentu saja efisien ini berbeda antara usaha tani yang satu dengan lain. Dan disinilah peranan manajemen mulai penting. 2. Biaya Uang dan Biaya In-natura Biaya produksi dapat dibagi menjadi dua yaitu biaya-biaya yang berupa uang tunia misalnya upah kerja untuk biaya persiapan atau panggarapan tanah, termasuk upah untuk ternak, biaya untuk membeli pupuk dan pestisida dan lain-lain. Biaya-biaya panen , bagi hasil, sumbangan dan mungkin juga pajak-pajak (ipeda) dibayarkan dalam bentuk in-natura. Besar kecilnya bagian biaya produksi yang berupa uang tunai ini sangat mempengaruhi pengembangan usahatani. Terbatasnya jumlah uang tunai yang dimiliki petani lebih-lebih pasilitas perkreditan tidak ada, sangat menentukan berhasil tidaknya pembangunan pertanian. Pemakaian bibit-bibit unggul seperti bibit-bibit unggul nasional, lebih-lebih bibit PB dan Pelita memerlukan biaya uang yang jauh lebih besar daripada bibit local, terutama karena bibit-bibit unggul ini hanya tinggi hasilnya dan menguntungkan petani bila diberi pupuk buatan yang jumlahnya lebih banyak. 3. Biaya tetap dan Biaya Variable Selain penggolongan diatas, jenis-jenis biaya produksi dapat pula dibagi dalam biaya tetap dan biaya variabel (biaya tidak tetap). Yang dimaksud dengan biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi. Misalnya sewa atau bunga tanah atau yang berupa uang. Biaya lain-lainnya pada umumnya masuk biaya variable karena besar kecilnya berhubungan langsung dengan besarnay produksi. Pajak dapat merupakan biaya tetap kalau besarnya ditentukan berdasarkan luas tanah (pajak tanah). Tetapi pajak itu berupa iuran pembangunman daerah (ipeda) yang besarnya misalnya ditentukan 5% dari hasil produksi netto, maka biaya itu termnasuk biaya variabel. Tetapi pengertian biaya tetap dan variable ini hanya pengertian jangka pendek, sebab dalam jangka panjang biaya tetap[ dapat menjadi biaya variabel.

4. Biaya Rata-rata dan Biaya Marginal Bagi para perencana ekonomi yang bertugas merumuskan kebijaksanaan harga, misanya untuk menentukan harga minimum yang harus dijamin untuk petani, maka sering di tanyakan biaya produksi rata-rata kelapa atau padi kering perkuintal, yaitu biaya produksi total dibagi dengan jumlah produksi. Angka biaya produksi rata-rata yang demikian sangat sukar disusun karena antara daerah yang satu dengan yang lain tidak sama bahkan antara petani yang satu dengan yang lain dalam satu daerah pun bisa berbeda. Karena variasi yang besar ini maka apa yang disebut biaya produksi rata-rata menjadi kehilangan arti bila akan digunakan sebagai bahan kebijaksanaan yang benar-benar realistis bagi seluruh Negara. Selain itu apa yang disebut biaya produksi total sering belum termasuk nilai tenaga kerja keluarga petani dan biaya lain-lain yang berasal dari dalam keluarga sendiri dan yang sukar ditaksir nilai uangnya. Yang lebih penting bagi petani adalah biaya batas yaitu tambahan biaya yang harus dikeluarkan petani untuk menghasilkan satu kesatuan tambahan hasil produksi. Atau dari sudut lain dapat dikatakan pendapatan marginal yaitu tambahan pendapatan yang didapat dengan penambahan satu kesatuan biaya. Pengertian marginal selalu mengandung arti tambahan. Tambahan biaya produksi disini tidak meliputi semua faktor tetapi salah satu faktor produksi saja sedangkan faktor-faktor produksi yang lain tidak berubah. Penambahan semua faktor produksi secara serentak akan dibicarakan tersendiri di belakang. Supaya menjadi agak jelas, dibawah ini diberikan suatu contoh hipotesis dari biaya total, biaya rata-rata dan biaya marginal. Dari contoh table 5.2 dapat dilihat bahwa walaupun harga jual padi kering perkuintal Rp. 6400, masih lebih tinggi daripada biaya produksi rata-rata Rp. 1.783, pada tingkat produksi 41,5 kuintal, tetapi tambahan biaya yang harus dikeluarkan untuk pupuk sebesar Rp. 4.000,- sudah jauh melebihi hasil tambahan sebesar Rp. 3.200,- lebih menguntungkan bagi petani untuk menghentikan penambahan pemakaian pupuk pada tingkat 250 kg dimana produksi padi kering 41 kuintal dengan pendapatan marginal Rp. 6.400,- sama dengan jual harga padi kering perkuintal. Dalam grafik yang disederhanakan , secara umum biaya-biaya dan hasil itu dapat dilihat lebih jelas. Disini Nampak tiga buah kurva yaitu kurva biaya marginal (BM), biaya rata-rata (BR) dan biaya variable rata-rata (BVR). Kurva biaya marginal memotong kedua kurva yang lain pada titik yang paling rendah. Hal ini mudah dimengerti kalau diingat bahwa biaya rata-rata tidak lain adalah pembagian seluruh biaya dengan jumlah produksi. Biaya rata-rata akan selalu turun kalau biayabiaya marginal nilainya melebihi biaya rata-rata maka biaya rata-rata itu sendiri mulai ikut naik, walaupaun tidak secepat naiknya kurva biaya marginal. 5. Biaya Marginal dan Pendapatan Marginal Kalau kita berbicara dengan petani maka kita akan segera dapat mengambil kesimpulan bahwa ia lebih biasa mengukur efisinsi usaha-taninya dari sudut besarnya hasil produksi dan tidak pada rendahnya biaya untuk memproduksikan hasil itu. Hal ini mudah dimengerti kalau diingat bahwa tujuan utama produksinya adalah pendapatan keluarga terbesar agar kebutuhan makan keluarga

dapat dicukupi sepanjang tahun.sebaliknya segala jerih payah atau biaya untuk memproduksikan hasil pertaniannya (pada mulanya) berupa tenaga kerja dari seluruh anggota keluarga petani tidak dinilai dalam uang. Bekerja disawah adalah kewajiban keluarga dan tidak dinilai dalam uang sehingga juga tidak dianggap sebagai biaya. Tetapi keadaannya sangat berbeda pada pertanian yang bersifat komersial atau pada perkebunanperkebunan besar. Tujuan produksi dalam hal ini adalah pasar dan keuntungan. Dalam pada itu setiap hasil yang dijual kepasar selalu menemui saingan yang mungkin lebih baik. kalau mutu kedua hasil di anggap sama maka pembeli akan memilih barang yang harganya murah. Dengan demikian nyatalah bahwa petani yang sudah komersial akan sangat berkepentingan. Untuk memproduksikan hasil pertanian semurah-murahnya bila ia tidak ingin menderita rugi. Dalam kenyataannya tidak ada petani kita yang 100% komersial tetapi juga tidak ada yang 100% subsisten. Mereka pada umumnya didalam transisi dari pertanian yang subsisten ke pertanian komersial. Bagi petani-petani yang demikian maka unsure biaya produksi sudah mulai masuk perhitungannya. Namun begitu yang ada didalam pikiran petani tidaklah supaya padi dapat di produksi semurah-murahnya tetapi bagaimana cara ia dapat mencapai hasil produksi yang sebesar-besarnya dedngan sekaligus berusaha agar biaya yang harus di keluarkan terutama biayabiaya yang berupa uang dapat ditekan serendah mungkin. 6. Kombinasi Faktor-faktor Produksi Pertanyaan ekonomi yang kita hadapi kini adalah bagaimana petani dapat mengkombinasikan faktor-faktor produksi tersebut agar tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya baik secara fisik maupun secara ekonomis. Apabila ada persaingan sempurna di pasar faktor-faktor produksi dan hasil produksi, maka petani akan berbuat rasional dan mencapai efisiensi tertinggi bila faktorfaktor produksi itu sudah di kombinasikan sedemikian rupa sehingga rasio dari tambahan hasil fisik (marginal physical product) dari faktor produksi dengan harga faktor produksi sama untuk setiap faktor produksi yang digunakan. Apabila pada suatu ketika pemerintah memutuskan menambah subsidi terhadap pupuk atau menurunkan tingkat bunga kredit pertanian maka petani akan harus menyesuaikan penggunaan faktor-faktor produksi yang sudah dipakainya supaya tingkat efisiensi produksinya dapat dipertahankan. C. Intensifikasi Pertanian dan Hukum Kenaikan Hasil yang Makin Berkurang (law of diminishing return) Intensifikasi dimaksudkan penggunaan lebih banyak faktor produksi tenaga kerja dan modal atas sebidang tanah tertentu untuk mencapai hasil produksi yang lebih besar. Sebaliknya ekstensifikasi pada umumnya diartikan sebagai perluasan tanah pertanian dengan cara mengadakan pembukaan tanah-tanah pertanian baru. Pengertian ekstensifikasi yang demikian sebenarnya tidak tepat karena ditekankan pada akibat atau konsekuensi dari pengerjaan tanah yang tidak intensif. Kalau dalam pengerjaan tanah yang makin intensif petani terus menerus

menambah tenaga modal atas tanah yang sudah ada maka dalam pengerjaan tanah yang ekstensif penggunaan tanah dan modal dikurangi untuk dipindahkan ketanah pertanian lainnya. Di Negaranegara yang kurang padat penduduknya sepeti di Eropa pada saat hukum kenaikan hasil yang makin berkurang itu di rumuskan maka faktor tenaga kerja mempunyai harga paling tinggi dan produktivitasnya selalu di ukur terutama dari segi produktifitas tewnaga kerja. Di Indonesia keadaannya sangat berbeda, di antara semua faktor produksi, justru tenaga kerja merupakan faktor produksi yang paling murah. Dalam keadaan yang demikian jumlah tenaga kerja dapat dikatakan tak terbatas dan faktor produksi yang paling mahal adalah modal. Jadi kalau orang mempertimbangkan mana yang lebih menguntungkan intensifikasi atau ekstensifikasi maka masalahnya tidak saja merupakan masalah hukum alam mengenai terbatasnya tanah tetapi lebih-lebih lagi merupakan masalah ekonomi yang penting. Tetapi bagaimanapun memang lama kelamaan berlakunya hukum alam tersebut tak dapat di elakkan lagi dan pada hakikatnya memang hukum kenaikkan hasil yang makin berkurang itu berlaku pula bagi semua faktor produksi. Itulah sebabnya hukum ini di nyatakan pula di dalam hukum faktor proporsionil (law of variable proportion), yaitu hukum yang menerangkan perilaku kenaikkan hasil produksi tambahan, bila salah satu faktor produksi variabel dinaikturunkan dengan membiarkan faktor produksi lainnya, sehingga perbandingan jumlah (proporsi) faktor-faktor produksi berubah. D. Kombinasi Hasil-hasil Produksi Dalam kehidupan nyata petani tidak saja menanam padi tetapi dalam satu tahun dapat menanam jagung, ketela dan kacang-kacangan. Disamping bertani, seorang petani dapat menggunakan modal dan tenaganya untuk bidang-bidang kegiatan ekonomi lainnya seperti berdagang atau memelihara ternak ayam dan kambing. Bagi petani yang mengusahakan tanaman tumpang sari di Gunung Kidul tujuan utamanya adalah mendapatkan hasil produksi yang optimal dari sawah atau ladangnya yang sangat sempit. Selain itu karena umur tanaman-tanaman yang bersangkutan tidak sama, maka ini berarti menjamin tersedianya bahan makanan sepanjang tahun. Juga dengan cara ini resiko dikurangi. Kalau satu macam tanaman tidak berhasil maka di harapkan tanaman lainnya akan memberikan hasil. Alasan untuk mengurangi resiko kerugian dengan mengadakan semacam diversifikasi ini merupakan praktek yang biasa bagi petani yang memang biasanya tidak berdaya menghadapi kekuatan-kekuatan alam yang tidak dapat dikontrolnya. Selain alasan-alasan di atas, kenyataan bahwa pekerjaan pertanian bersifat musiman, mendorong petani untuk mengisi waktu-waktu dimana terdapat kekosongan pekerjaan. Banyak desa-desa yang terkenal dengan hasil-hasil kerajinan pangan yang di produksi oleh petani-petani pada saat senggang (slack season). Hubungan fisik antarkomoditi Berbagai komoditi yang di produksikan oleh petani dapat mempunyai hubungan fisik yang berbeda. Komoditi-komoditi itu dapat merupakan:

1. Komoditi gabungan (joint product) 2. Komoditi yang bebas bersaing (competitive independent products substitutes) 3. Komoditi komplementer, atau 4. Komoditi suplementer (tambahan) Komoditi gabungan Kalau dua atau lebih komoditi merupakan komoditi gabungan berarti komoditi-komoditi tersebut bersama-sama keluar dari satu proses produksi. Misalnya dedak atau katul dari penggilingan padi yang keluar bersama beras. Komoditi yang bebas bersaing (substitute) Dalam hal ini maka komoditi-komoditi yang bersangkutan berdiri sendiri dan bahkan saling bersaing. Ini berartri bahwa kalau sudah di putuskan menghasilkan komoditi yang pertama maka komoditi yang kedua tidak dapat lagi di hasilkan, atau dapat pula dikatakan bahwa kenaikan jumlah produksi barang yang satu berarti penurunan jumlah produksi barang kedua. Kalu petani sudah memutuskan menyewakan tanahnya kepada pabrik gula untuk di Tanami tebu maka ia tidak lagi dapat menanaminya dengan padi. Disamping ada faktor-faktor non-ekonomi yang menyebabkan petani memutuskan salah satu tanaman misalnya karena peraturan rayoneering atau peraturan lain yang tidak dapat dielakkan petani, tetapi pada umumnya faktor-faktor ekonomi memegang peranan yang penting. Komoditi komplementer Bentuk hubungan yang ketiga antar komoditi adalah hubungan komplementer. Dalam hal yang demikian maka kenaikan produksi satu komoditi tidak menurunkan melainkan menaikan produksi lainnya. Dalam pertanian hal demikian biasanya terjadi tidak sekaligus dalam waktu yang sama tetapi dalam beberapa waktu (musim) dalam satu tahun. Komoditi suplementer Sifat hubungan yangh suplementer berada di antara sifat hubungan yang bersaingan dan komplementer. Ini berarti bahwa produksi satu komoditib dapat di tambah tanpa mempunyai pengaruh mengurangi atau menambah produksi komoditi lainnya. Juga dalam hal ini kejadiannya biasanya dalam beberapa waktu yang berbeda. Dua istilah teknis yang menggambarkan hubungan antara beberapa komoditi tersebut diatas yaituopportunity cost dan elasticity of substitution. Opportunity cost adalah biaya yang harus di tanggung petani karena telah tidak menggunakan kesempatan terbaik (opportunity) yang dapat di pilih baik untuk menanam maupun untuk mengerjakan sesuatu. Penertian elasticity of substitution yaitu persentase

perubahan produksi barang yang satu di bagi dengan persentase perubahan produksi barang lainnya. E. Ekonomi dan Besarnya Usahatani Dalam usaha meningkatkan hasil produksi total tidak hanya salah satu faktor produksi saja yang di tambah tetapi sekaligus semua faktor prduksi di naikan dalam perbandingan yang sama dua kali, tiga kali atau di tambah dengan masing-masing 50%. Dalam keadaan yang demikian maka kita tidak berbicara mengenai hubungan-hubungan proporsi melainkan hubungan-hubungan skala (scale relationship) yang berarti bahwa kini luas atau besarnya usaha tani di perbesar dengan suatu pengali tertentu. Efisiensi skala produksi Kalau semua faktor produksi di tambah sekaligus maka hasil produksi akan naik. Ilmu ekonomi produksi berminat untuk mempelajari apakah kenaikan hasil prduksi itu dengan laju yang menaik, konstan atau menurun. Jika laju kenaikan itu menaik maka peristiwa itu di sebut efisiensi skala produksi yang menaik (inereasing return t scale) dan kalau efisiensi skala kenaikan hasil prduksi hanya sebanding atau tetap sama dengan hasil sebelumnya maka ini berarti efisiensi skala prduksi adalah tetap (konstant return t scale), sedangkan kalau kenaikan hasil prduksi menurun disebut efisiensi skala prduksi yang menurun (decreasing return to scale). Dalam perusahaan-perusahaan pertanian besar ini kita sering menemukan istilah tidak efisien karena terlalu kecil dan untuk mencapai break-even-point (dimana biaya-biaya dapat di tutup leh penghasilan-penghasilan) di katakana harus di produksi sejumlah hasil minimum tertentu dengan faktor-faktor produksi minimum tertentu pula. Di dalam usaha tani kecil prinsip demikian dapat di terapkan pada keperluan adanya koperasi atau kerja sama di antara beberapa petani dalam menggunakan atau membeli alat-alat produksi tertentu. Efisiensi skala produksi ini tidak saja penting bagi petani perseorangan atau kelompok petani dalam sebuah desa tetapi penting pula bagi bangsa secara keseluruhan yang berkepentingan agar penggunaan sumber-sumber ekonomi yang dimiliki seluruh bangsa dapat di atur seefisien mungkin. Berhubungan erat dengan masalah ini dalam pertanian adalah mengenai perbandingan efisiensi usaha tani besar dan usaha tani kecil. Keuntungan dan kerugian masing-masing sebenarnya tidak dapat di tentukan secara umum. Faktor terpenting yang sangat menentukan adalah macam tanaman dan hasil pertanian atau peternakan yang bersangkutan BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan

1. fungsi produksi yaitu suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi input). 2. efisiensi produksi yaitu banyaknya hasil produksi fisik yang dapat di peroleh dari satu kesatuan paktor produksi (input). Pada setiap akhir panen petani akan menghitung berapa hasil bruto produksinya yaitu luas tanah di kalikan hasil per kesatuan luas. Hasil itu harus di kurangi dengan biaya-biaya yang harus di keluarkan. Setelah biaya-biaya tersebut di kurangi barulah petani memperoleh hasil bersih (hasil netto). 3. intensifikasi adalah penggunaan lebih banyak faktor produksi tenaga kerja dan modal atas sebidang tanah tertentu untuk mencapai hasil produyksi yang lebih besar. Ekstensifikaasi adalah perluasan tanah pertanian dengan cara mengadakan pembukaan tanah-tanah pertanian baru. 4. penyebab ekonomi usaha tani memproduksi lebih dari satu komoditi saja , yaitu untuk mendapatkan hasil produksi yang optimal dari sawah atau ladangnya yang sangat sempit. Selain itu karena umur tanaman-tanaman yang bersangkutan tidak sama, maka ini berarti menjamin tersedianya bahan makanan sepanjang tahun. 3.2. Saran Seorang petani harus memegang prinsip-prinsip ekonomi dalam pertanian agar dalam usaha tani dapat menguntungkan. Dalam usaha tani, seorang petani sebaiknya mengalokasikan input seefisienmungkin dan memperoleh produksi yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Mubyarto. 1987. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3S

Soekartawi. 2002 . Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

THE LAW OF DIMINISHING RETURN (HUKUM HASIL YANG MENURUN)24AGUDalam ekonomi, hasil yang semakin menurun ( juga disebut sebagai hasil tambahan yang semakin menurun ) merujuk pada bagaimana nilai penambahan produksi dari sebuah factor produksi mulai mengalami penurunan, saat factor produksi tersebut meningkat, berlawanan terhadap peningkatan yang seharusnya normal diharapkan. Berdasarkan hubungan ini, dalam sebuah system produksi dengan inputinput tetap dan variabel, ( seperti ukuran pabrik dan jumah tenaga kerja ), setiap tambahan unit faktor produksi variabel (yaitu, orang-jam) menghasilkan peningkatan yang semakin mengecil pada output, yang berarti juga mengurangi produktivitas setiap pekerja. Sebaliknya, memproduksi satu unit output membutuhkan biaya yang lebih besar (karena jumlah input variabel utama yang digunakan, pengaruhnya sangat kecil). Konsep ini juga dikenal sebagai Hukum Hasil Tambahan Yang Semakin Menurun atau Hukum Peningkatan Biaya Relatif. Pernyataan Hukum Hukum hasil yang semakin menurun di deskripsikan sebagai salah satu hukum terkenal dalam bidang ekonomi. Pada kenyataannya, hukum ini berpusat pada teori produksi, salah satu dari dua bidang utama dalam teori mikro ekonomi neo klasik. Hukum ini menyatakan Bahwa kita akan semakin mengalami penurunan ekstra output/hasil saat kita terus menambahkan satu input produksi, sementara factor produksi yang lain tetap. Dengan kata lain, tambahan / marginal produksi untuk setiap unit input akan menurun seiring dengan peningkatan jumlah input tertentu sementara input ( factor produksi ) lain tetap. Penjelasan ini menjelaskan dengan gamblang mengapa hukum ini terbukti benar terhadap beberapa masalah. Hasil yang semakin menurun dan hasil tambahan yang semakin menurun bukanlah hal yang sama. Hasil tambahan yang semakin menurun ditunjukkan pada kurva MPL yang menurun. Output/hasil nya bisa negative ataupun positif. Hasil yang semakin menurun adalah tenaga kerja tambahan menyebabkan penurunan output/hasil yang berarti bahwa MPL bernilai negative. Dengan kata lain, perubahan dalam input tenaga kerja per unit adalah negatif dan menyebabkan total ouput menjadi menurun.

SejarahKonsep hasil yang semakin menurun ini dapat ditelusuri dari kekhawatiran dari para ekonomis terdahulu, seperti Johann Heinrich Von Thunen, Turgot, Thomas Mathus dan David Ricardo. Namun, para ekonom klasik seperti Malthus dan Ricardo dikaitkan terhadap penurunan berturut-turut terhadap output terhadap penurunan kualitas input produksi. Ekonom Neo klasik berpendapat bahwa setiap unit dari tenaga kerja adalah identik = homogeny sempurna. Hasil yang semakin berkurang berhubungan dengan gangguan

dari keseluruhan proses produktif sebagai tambahan unit tenaga kerja yang ditambahkan ke jumlah modal tetap. Karl Marx mengembangkan versi hasil yang semakin berkurang dalam teorinya Kecenderungan Penurunan Laba yang dijabarkan dalamVolume III Capital.

ContohMisalkan 1 kg bibit ditebarkan pada sebuah lahan yang memproduksi tetap 1 ton panenan. Anda mungkin berharap bahwa tambahan 1 kg bibit akan menambah hasil panenan. Namun, jika telah terjadi nilai tambah yang semakin menurun, maka tambahan 1 kg bibit tadi akan menghasilkan kurang dari 1 ton tambahan panenan ( cateris paribus ). Sebagai contoh, tambahan 1 kg bibit yang kedua, mungkin hanya akan menghasilkan ton tambahan output/panenan. Nilai tambah yang semakin berkurang juga berlaku pada tambahan 1 kg bibit yang ketiga, yang bahkan hanya akan menghasilkan kurang dari ton tambahan panenan, anggaplah ton. Dalam ilmu ekonomi, istilah marginal digunakan untuk menjelaskan batas produktivitas dalam sebuah system produksi. Perbedaan dalam penambahan bibit dalam 3 skenario diatas adalah 1 kg tambahan marginal bibit adalah 1 kg. Dan perbedaan hasil panenannya, adalah 1 ton untuk 1 kg bibit yang pertama, ton panenan untuk 1 kg bibit yang kedua, dan ton panenan untuk 1 kg bibit yang ketiga. Dengan demikian, produk fisik marginal (MPP) benih akan jatuh seiring dengan meningkatnya jumlah bibit yang ditanam. Dalam contoh ini, produk marjinal (atau penurunan) sama dengan jumlah tambahan panenan yang dihasilkan dibagi dengan jumlah tambahan benih yang ditanam. Sebagai akibat dari hasil tambahan yang semakin berkurang adalah bahwa saat total penambahan bibit meningkat, maka total pengembalian investasi/penambahan yang merupakan proporsi dari total investasi ( rata-rata produk atau hasil ) menurun. Hasil dari penambahan 1 kg yg pertama adalah 1 ton/1 kg. Total hasil saat 1 kg bibit yang ke dua ditambahkan adalah 1.5 ton/2 kg = 0.75 ton/kg, sedangkan total hasil saat 1 kg bibit yang ketiga ditambahkan adalah 1.75 ton/3 kg = 0.58 ton/kg. Contoh lainnya adalah sebuah pabrik yang memiliki jumlah modal yang tetap, atau peralatan dan mesin, dan penawaran variable tenaga kerja. Saat perusahaan meningkatkan jumlah pekerja, hasil total perusahaan meningkat namun, jumlah peningkatannya selalu menurun. Hal ini disebabkan, setelah titik tertentu, pabrk menjadi terlalu sesak dan pekerja mulai mengantri untuk menggunakan mesin-mesin. Solusi jangka panjang bagi masalah ini adalah meningkatkan modal tetap perusahaan, seperti membeli mesin-mesin baru dan membangun lebih banyak pabrik.

Hasil dan BiayaTerdapat hubungan terbalik antara tingkat pengembalian input dan biaya produksi. Misalkan bahwa 1 kg bibit berharga 1 dollar, dan harga ini tidak berubah ; meskipun ada biaya-biaya lain, anggaplah bahwa biaya2 ini tidak mempengaruhi jumlah ouput/hasil dan merupakan biaya tetap. 1 kg bibit menghasilkan 1

ton panenan, sehingga 1 ton pertama berbiaya 1 dollar untuk memproduksinya. Karena itu, untuk 1 ton panenan pertama, biaya marginal ( MC) nya adalah $1 /ton. Jika tidak perubahan dalam factor produksi lain, maka 1 kg bibit yang kedua yang ditambahkan ke lahan hanya menghasilkan dari hasil yang pertama, maka MC = $1 per ton hasil, atau $2 per 1 ton. Hal yang sama terjadi, jika 1 kg yang ketiga ditambahkan, hanya mengahasilkan tambahan ton, maka MC = $1 per ton atau $4 per ton. Dengan demikian, hasil marginal yang semakin menurun mengakibatkan peningkatan biaya marginal. Hal ini juga mengakibatkan pada meningkatkan biaya rata-rata. Dalam contoh angka-angka, biaya rata2 naik dari $1 per ton, menjadi $2 per 1.5, dan kemudian menjadi $3 untuk 1.75 ton, atau sekitar 1 hingga 1.3 hingga 1.7 dolar per ton. Dalam contoh ini, biaya marginal sama dengan tambahan jumlah uang yang dibelanjakan untuk bibit dibagi dengan tambahan jumlah hasil panenan, sementara biaya rata-rata adalag jumlah total uang yang dibelanjakan untuk bibit dibagi dengan jumlah total hasil panenan. Biaya juga dapat disebutkan dengan istilah biaya kesempatan. Dalam hal ini, hukum juga berlaku terhadap masyarakat ; biaya kesempatan untuk memproduksi satu unit baraang secara umum bertambah saat masyarakat mengusahakan untuk memproduksi lebih banyak barang. Hal ini menjelaskan penyimpangan dari batas kemungkinan produksi.

Pengukuran HasilHasil marginal dibahas dengan melihat pada kasus ketika hanya satu dari banyak input mengalami peningkatan ( sebagai contoh, jumlah bibit yang meningkat, namun jumlah lahan tetap ). Jika semua input / factor produksi meningkat, maka peningkatan hasilnya akan tetap. Saat sebuah perusahaan dalam jangka panjang meningkatkan jumlah semua factor produksi, maka semuanya akan menjadi seimbang, awalnya laju peningkatan output mungkin lebih cepat daripada laju peningkatan input, lalu kemudian output dapat meningkat dalam proporsi yang sama sebagai input, maka akhirnya, output akan meningkat kurang proporsional dari input.

STRUKTUR PENERIMAAN USAHATANI Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut: (1) TRi = Yi . Pyi Yaitu: TR = Total Penerimaan Y = Produksi yang diperoleh dalah usahatani i Py = Harga Y Bila macam tanaman ang diusahakan adalah lebih dari satu, maka rumus (1) menjadi n (2) TR = Y.Py i=1 yaitu n = jumlah macam tanaman yang diusahakan oleh karena itu dalam menghitung total penerimaan usahatani perlu dipisahkan: (a) Analisis parsial usahatani, dan (b) Analisis keseluruhan usaha tani. Jadi kalau sebidang lahan ditanami 3 tanaman secara monokultur (misalnya tanaman padi, jagung, dan ketela pohon), dan bila tamanan yang akan diteliti adalah satu macam tanaman saja, maka analisis seperti ini disebut analisis parsial. Sebaliknya kalau ketiga-tiganya seperti ini disebut analisis keseluruhan usahatani (wholefarm analysis) Dalam menghitung penerimaan usaha tani, beberapa hal perlu diperhatikan: - Pertama, hati-hati dalam menghitung produksi pertanian, karena tidak semua produksi pertanian itu dapat dipanen secara serentak, contoh: Menghitug produksi padi per ha sangat mudah karena proses panennya serentak Menghitung produksi asparagus relative sulit karena selama proses produksi, asparagus tersebur dipanen beberapa kali - Kedua, hati-hati dalam menghitung penerimaan karena: Produksi mungkin dijual beberapa kali, sehingga diperlukan data frekuensi penjualan Produksi mungkin dijual beberapa kali pada harga jual berbeda-beda - Ketiga, bila penelitian usahatani ini menggunakan responden petani, maka diperlukan teknik wawancara yang baik untuk membantu petani mengingat kembali produksi dan hasil penjualan yang diperolehnya selama setahun terakhir. Pemilihan waktu setahun terakhir biasanya sering dipakai oleh para peneliti untuk memudahkan perhitungan. 1. STURKTUR BIAYA USAHATANI Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (a) biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relative tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya tetap ini beragam, dan kadang-kadang tergantung dati peneliti apakah mau memberlakukan variable itu sebagai biaya tetao antara lain sewa tanah, pajak, alat pertanian, dan iuran irigasi. Di sisi lain biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengarhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya untuk sarana produksi. Kalau menginginkan produksi yang tinggi, maka tenaga kerja perlu ditambah, pupuk juga perlu ditambah dan sebagainya, sehingga biaya ini sifatnya berubahubah tergantung dari besar-kecilnya produksi yang diinginkan. Cara menghitung biaya tetap adalah: n (3) FC = XiPxi i=1 keterangan: FC = biaya tetap Xi = jumlah fisik dari input yang embentuk biaya tetap PXi = harga input; dan n = macam input

bila besarnya biaya tetap ini tidak dapat dihitung dengan rumus (3) maka sekaligus ditetpkan nilainya saja. Misalnya pajak irigasi yang harus dibayar. Karena tidak diketahui beraoa liter air yang dipakai untuk girigasi, maka untuk mengitung biaya tetap, diperhitungkan langsung berapa rupiah yang dibayarkan untuk biaya irigasi tersebut. Kadangkadang biaya tetap ini berubah atau diperlakukan sebagai biaya variabel bila angka penyusutan (alat-alat pertanian misalnya) dihitung. Rumus (3) juga dapat dipakai untuk menghitung biaya variabel. Karena total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya Tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC), maka: (4) TC = FC + VC Kesulitan dalam menghitung biaya usaha tani biasanya timbul bila tanaman yang diusahakan itu lebih dari satu macam tanaman.dalam analisis usaha tani, sering dilakukan dengan dua cara, yaitu : (a) analisis financial, (b) analisis ekonomi. Dalam analisis finansial, data biaya yang diapakai adalah data riil yang sebenarnya dikeluarkan. Misalnya umlah tenaga kerja yang dipakai 100 HKSP (Hari Kerja Setara Pria) dengan upah Rp. 3.000/hari, maka biaya tenaga kerja adalah 100 x Rp. 3.000 = Rp. 300.000. bila diantara 100 HKSP tersebut, 25 HKSP diantaranya adalah tenaga kerja dalam keluarga, maka nilai upah yang dihitung hanya upah tenaga kerja yang menyewa sebesar 75 HKSP tersebut. Dalam analisis ekonomi, data upah yang dipakai adalah upah menurut ukuran harga bayangan (shadow price). 2. STRUKTUR PENDAPATAN USAHA TANI Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan biaya, jadi: (5) Pd = TR TC Keterangan : Pd = Pendapatan Usahatani TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya Dalam banyak hal jumlah TC ini selalu lebih besar bila analisis ekonomi yang dipakai, dan selalu lebih kecil bila analisis finansial yang dipakai. Oleh karena itu, setiap kali melakukan analisis, perlu disebutkan analisis apa yang digunakan. Untuk menggali data yang dipergunakan untuk keperluan analisis cash-flow, maka seperangkat pertanyaan diajukan dan disusun, meliputi 5 komponen yaitu: (1) Pengenalan Tempat (2) Keterangan Pencacahan (3) Produksi (4) Biaya atau pengeluaran usahatani, dan (5) Keterangan Umum

Sumber: http://id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-agriculture/2167264-struktur-penerimaan-usahatani/#ixzz1tDEoyflR

aplikasi dari prinsip ekonomi pada usaha tani di Indonesia

a.

Prinsip keunggulan komparatif

Untuk mewujudkan efisiensi dalam usaha tani, maka dibutuhkan ketepatan waktu dan tempat dalam memproduksi produk yang diusahakannya. Sebagai contoh, dalam usaha tani stawberi di Indonesia banyak ditanam di daerah dataran tinggi karena memang keadaan fisik pada lokasi inilah yang tepat untuk tanaman tersebut, sehingga dapat menghasilkan outcome yang maksimal.b. Prinsip kenaikan hasil yang berkurang/The law of deminishing return

Prinsip ini sangat tepat untuk menentukan tingkat produksi terbaik yang dihadapkan dengan terbatasnya sumber daya yang tersedia. Salah satu contohnya yaitu dalam menentukan jumlah tenaga kerja pada suatu kegiatan usaha tani, seorang manajer usaha tani akan terus menambah jumlah tenaga kerja sampai pada titik rasional dengan keuntungan yang paling tinggi. Manajer usaha tani tersebut akan berhenti menambah tenaga kerja, jika penambahan tersebut justru menimbulkan penurunan keuntungan.c. Prinsip substitusi /The principle of Substitution

Prinsip subtistusi ini memberikan penjelasan mengenai metode berproduksi yang dapat memberikan manfaat besar dengan biaya sekecil kecilnya. Contoh yang terjadi pada usaha tani di Indonesia, misalnya peternak itik yang biasanya menggunakan ikan sebagai makanan ternaknya, kemudian diganti dengan keong mas yang ternyata memiliki kandungan protein setara dengan ikan, dan tentunya dapat menekan biaya produksi, di mana harga keong mas jauh lebih murah dibandingkan harga ikan.d. Prinsip analisis biaya/Farm expenditure (Pengeluaran Biaya Pertanian)

Prinsip analisis biaya merupakan prinsip menentukan harga sesudah menghitung biaya produksi. Sesuai dengan tujuan perusahaan, yaitu memperoleh keuntungan, maka prinsip inilah yang digunakan para pelaku usaha tani. Contoh pada usaha ternak itik petelur, pelaku usaha tani di bidang peternakan itik tersebut menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan, seperti bibit, makanan ternak, vitamin, tenaga kerja, dan biaya lainnya. Kemudian output, berupa telur itik, dijual dengan harga yang disesuai dengan biaya produksinya. Selain itu, untuk menentukan harga dapat dengan menjumlahkan biaya produksi dengan keuntungan yang diinginkan, atau juga menentukan harga yang disesuaikan dengan memperhatikan harga yang ditawarkan pesaing.e. Prinsip biaya yang diluangkan/ The principle of Opportunity cost

Merupakan prinsip memilih cabang usaha dengan mengorbankan cabang usaha lain. Misalnya peternak itik petelur yang benar benar focus dalam mengusahakan pemaksimalan

output berupa telur itik akan kehilangan kesempatan untuk menjadi pengusaha ternak telur itik tetas.f. Pemilihan cabang usaha

Prinsip pemilihan cabang ini merupakan keleluasaan bagi pelaku usaha tani untuk memilih cabang usahanya. Dengan indicator keberhasilan dapat memperoleh penghasilan yang tinggi dengan biaya yang rendah. Misalnya, seorang petani padi tidak hanya menanam padi beras putih, tetapi memperluas cabang usahanya dengan menanam beras ketan dan beras merah, dengan catatan asalkan penambahan cabang usahanya itu dapat meningkatkan penghasilan dari petani tersebut.g. Baku timbang tujuan (Goal Trade-off)

Di era globalisasi dengan persaingan yang semakin ketat, prinsip baku timbang tujuan ini sangatlah tepat untuk mewujudkan efisiensi usaha tani. Contoh yang terjadi di Indonesia, ketika para petani di suatu wilayah beramai ramai menanam padi, ternyata ada petani yang beralih menanam ubi. Petani ubi tersebut sudah barang tentu menghasilkan pendapatan lebih tinggi karena sedikitnya pesaing yang mengusahakan produk serupa dengan petani ubi tersebut.