bahan hs

28
Subsidi Dicabut Demi Rakyat: Kebohongan Yang Nyata Di tengah hiruk-pikuk kampanye Pilpres, Bank Dunia kembali menekan Pemerintah Indonesia dan presiden terpilih agar bisa mengurangi subsidi energi, khususnya subsidi BBM, bahkan menghapuskannya. Bank Dunia meminta presiden baru nanti bisa menaikkan harga BBM subsidi menjadi Rp 8.500/liter. Menurut Direktur Kemiskinan Bank Dunia untuk Asia Pasifik Timur, Sudhir Shetty, menyatakan kesejahteraan bisa dirasakan semua orang asalkan subsidi BBM dikurangi, bahkan dihilangkan, kemudian dialihkan ke program masyarakat miskin yang membutuhkan. “Ini perlu dipikirkan oleh pengambil keputusan,” tegasnya dalam Seminar Bank Dunia, Indonesia: Avoiding The Trap, Senin 23/6) di Hotel Mandarin, Jakarta. Demi Rakyat, Subsidi Dihapus? Kenaikan BBM selalu diikuti dengan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok dan naiknya tarif angkutan umum. Akibtanya, daya beli masyarakat berkurang atau terjadi inflasi. Kenaikan BBM juga akan membangkrutkan industri kecil dan menengah. Dampaknya adalah terjadinya PHK. Bisa dipastikan, kenaikan BBM justru meningkatkan jumlah rakyat miskin. Karena itulah setiap rencana kenaikan BBM selalu diikuti dengan janji Pemerintah untuk memberikan kompensasi bagi rakyat miskin yang terkena dampak kenaikan BBM. Kompensasi bisa dalam bentuk bantuan tunai langsung atau janji mengalihkan anggaran subsidi untuk peningkatan belanja infrastruktur yang diklaim bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, itu semua sebenarnya hanya kebohongan yang selalu di ulang-ulang. Faktanya sebenarnya, setiap kenaikan BBM berdampak pada peningkatan jumlah orang miskin dan pengangguran. Pada awal tahun 2006 (setahun setelah kenaikan harga BBM 30% pada tahun 2005), misalnya, jumlah orang miskin melonjak menjadi 39,05 juta (17,75%). Artinya, program BLT yang digelontorkan saat itu tidak berhasil menekan dampak kenaikan harga BBM. Begitu juga tahun 2013. Menurut Menteri Perencaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, akibat kenaikan harga BBM

Upload: surahmanahmad

Post on 14-Sep-2015

8 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

bahan hs

TRANSCRIPT

Subsidi Dicabut Demi Rakyat: Kebohongan Yang NyataDi tengah hiruk-pikuk kampanye Pilpres, Bank Dunia kembali menekan Pemerintah Indonesia dan presiden terpilih agar bisa mengurangi subsidi energi, khususnya subsidi BBM, bahkan menghapuskannya. Bank Dunia meminta presiden baru nanti bisa menaikkan harga BBM subsidi menjadi Rp 8.500/liter. Menurut Direktur Kemiskinan Bank Dunia untuk Asia Pasifik Timur, Sudhir Shetty, menyatakan kesejahteraan bisa dirasakan semua orang asalkan subsidi BBM dikurangi, bahkan dihilangkan, kemudian dialihkan ke program masyarakat miskin yang membutuhkan. Ini perlu dipikirkan oleh pengambil keputusan, tegasnya dalam Seminar Bank Dunia, Indonesia: Avoiding The Trap, Senin 23/6) di Hotel Mandarin, Jakarta.Demi Rakyat, Subsidi Dihapus?Kenaikan BBM selalu diikuti dengan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok dan naiknya tarif angkutan umum. Akibtanya, daya beli masyarakat berkurang atau terjadi inflasi. Kenaikan BBM juga akan membangkrutkan industri kecil dan menengah. Dampaknya adalah terjadinya PHK. Bisa dipastikan, kenaikan BBM justru meningkatkan jumlah rakyat miskin.Karena itulah setiap rencana kenaikan BBM selalu diikuti dengan janji Pemerintah untuk memberikan kompensasi bagi rakyat miskin yang terkena dampak kenaikan BBM. Kompensasi bisa dalam bentuk bantuan tunai langsung atau janji mengalihkan anggaran subsidi untuk peningkatan belanja infrastruktur yang diklaim bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat.Namun, itu semua sebenarnya hanya kebohongan yang selalu di ulang-ulang. Faktanya sebenarnya, setiap kenaikan BBM berdampak pada peningkatan jumlah orang miskin dan pengangguran. Pada awal tahun 2006 (setahun setelah kenaikan harga BBM 30% pada tahun 2005), misalnya, jumlah orang miskin melonjak menjadi 39,05 juta (17,75%). Artinya, program BLT yang digelontorkan saat itu tidak berhasil menekan dampak kenaikan harga BBM. Begitu juga tahun 2013. Menurut Menteri Perencaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, jumlah orang miskin baru mencapai 4 juta jiwa. (Kompas.com, 27/5/2013)..Di Balik Pesan Berulang Bank DuniaBank Dunia dan para ekonom kapitalis tak pernah kenal lelah. Mereka terus-menerus menyerang kebijakan subsidi BBM. Berbagai dalih mereka kemukakan. Tujuannya agar kenaikan BBM diterima oleh rakyat. Mereka bahkan selalu mengatakan demi kepentingan rakyat atau untuk kesejahteraan rakyat saat akan menaikkan BBM.Sungguh ironis, penghapusan subsidi atau kenaikan harga BBM terus dilakukan ini meski merugikan dan menyengsarakan sebagian besar rakyat. Lalu sebenarnya untuk kepentingan siapa penghapusan subsidi BBM tersebut?Sejak masa pemerintahan Orde Baru hingga pemerintahan SBY, IMF dan World Bank terus memberikan utang baik dalam bentuk utang proyek maupun dana segar. Utang proyek adalah utang dalam bentuk fasilitas berbelanja barang dan jasa secara kredit. Adapun utang yang berupa dana segar dari World Bank hanya diberikan dengan skema SAP (Struktural Adjustment Project). Pencairan SAP ini mensyaratkan Pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang mengarah pada kebijakan untuk:1. Mengurangi peran Pemerintah dalam menyediakan barang publik seperti listrik maupun pelayanan umum seperti pendidikan dan kesehatan.2. Memberikan keleluasaan pada pemilik modal untuk mengelola barang publik dan pelayanan umum sebagaimana mengelola perusahaan yang bertujuan mengejar dan menumpuk keuntungan.Karena itu dapat dimengerti jika arah kebijakan Pemerintah akan condong ke pasar, yakni pada kepentingan para pemilik modal, bukan condong ke rakyat.Lalu muncullah Undang-undang Migas. Sejak UU No. 22/2001 tentang migas diundangkan, perlahan-perlahan migas akan diliberalisasi. Mulai 2005 harga beberapa jenis bahan bakar minyak (BBM) sudah bisa dinaikkan secara bertahap sesuai mekanisme pasar. Karena itu kenaikan BBM merupakan salah satu amanat UU Migas No. 22/2001. UU ini menyerahkan harga migas pada mekanisme pasar seperti yang disebutkan dalam pasal 2: Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha Pengola-han, Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.Pasal ini dikuatkan dengan Perpres No. 5/ 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional Pasal 3c: Penetapan kebijakan harga energi ke arah harga keekonomian, dengan tetap mempertim-bangkan bantuan bagi rumah tangga miskin dalam jangka waktu tertentu.Ketentuan ini diimplementasikan dalam blue print Pengembangan Energi Nasional 2006-2025 Kementerian ESDM: Program utama: (1) Rasionalisasi harga BBM (dengan alternatif) melakukan penyesuaian harga BBM dengan harga internasional. Karena itulah sejak Tahun 2008, Organisasi Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) sudah mengejar-ngejar Pemerintah Indonesia agar memastikan penghapusan subsidi BBM. Pada 1 November 2010, Sekjend OECD, Angel Gurria, menemui sejumlah pejabat tinggi Indonesia, termasuk Wapres Boediono dan Menkeu waktu itu, Agus Martowardoyo. OECD menyakinkan Pemerin-tah Indonesia agar segera menghapus subsidi BBM dan listrik hingga 2014.Forum G-20 di Pittsburgh (2009) dan Gyeongju (2010) juga mendesak penghapusan subdisi BBM. Di Gyeongju, Korea Selatan, Pemerintah Indonesia menjanjikan akan melaksanakan penghapusan subdisi energi, khususnya BBM dan TDL, mulai pada tahun 2011. Maka dari itu, kenaikan BBM sebenarnya tidak ada kaitannya dengan defisit anggaran, fiskal yang tidak sehat maupun naiknya harga minyak mentah dunia. Semua itu hanya dijadikan alat atau momentum untuk menutupi alasan sebenarnya, yaitu liberalisasi secara menyeluruh di bidang migas dan energi.Kesejahteraan Rakyat dalam Persfektif Islam.Sistem kapitalis telah gagal memberikan kesejahteraan kepada umat manusia baik secara materi maupun non materi. Dalam indikator ekonomi, rasio gini Indonesia tahun 2013 menyentuh angka 0,41. Artinya, 1% penduduk menikmati 41% pendapatan, kekayaan atau sumberdaya. Kondisi ini menggambarkan ketimpangan yang luar biasa antara penduduk kaya dan penduduk miskin. Jadi, walaupun Indonesia negara kaya, jumlah penduduk miskinnya saat itu melebihi 100 juta orang. Adapun mereka yang secara ekonomi tergolong menengah dan kaya, walaupun secara materi kebutuhan pokoknya terpenuhi bahkan sampai kebutuhan sekunder dan tersiernya bisa mereka nikmati, ternyata banyak yang tidak merasakan kebahagian dan kesejahteraan sehingga hidupnya penuh dengan tekanan alias stres.Karena itulah kesejahteraan dalam pandangan Islam bukan hanya dinilai dengan ukuran material saja. Kesejahteraan juga dinilai dengan ukuran non-material seperti kebutuhan spiritual yang terpenuhi, nilai-nilai moral yang terpelihara dan keharmonisan sosial yang tercipta.Dalam pandangan Islam, masyarakat dikatakan sejahtera bila terpenuhi dua kriteria. Pertama: kebutuhan pokok setiap individu rakyat terpenuhi; baik pangan, sandang, papan, pendidikan maupun kesehatannya. Kedua: agama, harta, jiwa, akal dan kehormatan manusia terjaga dan terlindungi.Dalam pandangan syariah Islam kewajiban mewujudkan kesejahteraan merupakan tugas bersama individu, masyarakat dan negara.Secara individual, setiap Muslim didorong untuk mengoptimalkan potensi yang ada pada dirinyatubuh, akal, waktu dan usiayangmerupakan anugerah Allah SWT. Setiap individu didorong agar menggunakan kaidah kausalitas untuk mewujudkan kesejahteraan-nya. Agar tercukupi kebutuhannya, setiap lelaki dewasa wajib bekerja. Setiaporang wajib memperhatikan siapa saja keluarga dan kerabatnya yang menjadi tanggungannya. Negara dapat melakukan intervensi ketika ada seseorang yang malas bekerja atau terlantar. Padahal ada anggota keluarganya yang berada.Negara memiliki peran yang sangat besar dalam mewujudkan kesejahteraan, yaitu melalui kebijakan politik ekonomi Islam. Semua ini diwujudkan dalam bentuk politik anggaran, politik pertanian, politik industri dan lain-lain.Adapun masyarakat memiliki fungsi utama, yakni kontrol sosial. Mereka harus bisa ikut memastikan individu bisa terus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Mereka juga berperan dalam mengawasi dan mengoreksi pemerintahan agar istiqamah dalam menerapkan syariah Islam yang menjamin pemenuhan kesejahteraan di masyarakat.Dengan demikian kesejahteraan tidak hanya buah sistem ekonomi semata. Kesejahteraan juga buah dari sistem hukum, sistem politik, sistem budaya, dan sistem sosial. Allah SWT telah menjadikan agama ini sebagaidnul kmil, agama yang sempurna. Syariahnya mengatur seluruh aspek kehidupan baik politik, ekonomi, hukum, sosial maupun budaya. Bila syariah diterapkan secara kaffah oleh Daulah Khilafah, niscaya kesejahteraan hakiki akan terwujud dalam kehidupan ini. Demikianlah sebagaimana firman Allah SWT: Jika penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan membukakan pintu keberkahan dari langit dan bumi untuk mereka. Akan tetapi, mereka mendustakan ayat-ayat Kami. Karena itu Kami menyiksa mereka atas apa yang mereka lakukan (QS al-Araf [7]: 96).

Menipu Rakyat Lewat Wacana Subsidi BBM

Sebuah drama bernama Sidang Paripurna DPR tanggal 31 Maret 2011 telah berakhir, DPR telah berhasil memainkan drama untuk meloloskan keinginan para kapitalis asing/lokal dan menyenangkan sementara waktu rakyat karena kenaikan harga BBM ditunda, tidak jadi tanggal 1 April 2012. DPR mengesahkan Pasal 7 ayat 6a APBN-P yang berbunyi: memperbolehkan pemerintah mengubah harga BBM jika harga minyak mentah (Indonesia Crude Price/ICP) mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata 15% dalam waktu 6 bulan.Pengesahaan Pasal 7 ayat 6a ini esensinya adalah pengokohan dan penyempurnaan liberalisasi migas. Padahal sengkarut pengelolan migas di Indonesia sumbernya adalah UU Migas No. 22 Tahun 2001 yang draft-nya dibuat oleh para kapitalis asing melalui USAID, Ini sesuai dengan pengakuannya: USAID telah membantu pembuatan draft UU Migas yang diajukan ke DPR pada Oktober 2000. UU tersebut akan meningkatkan kompetisi dan efisiensi denganmengurangi peran BUMN dalam melakukan eksplorasi dan produksi).Sebagian pasalnya, yaitu Pasal 28 ayat 2 berbunyi, Harga Bahan Bakar Minyak dan harga Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan, telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Namun, ia disahkan kembali oleh Pemerintah melaluiPerpres No. 5 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional, yang dalam Pasal 3c disebutkan: Penetapan kebijakan harga energi ke arah harga keekonomianDengan demikian, keberadaan Pasal 7 ayat 6a yang disahkan dalam Sidang Paripurna DPR beberapa waktu lalu adalah untuk memperkuat kebijakan Pemerintah dalam menyempurnakan liberalisasi migas baik di sektor hulu yang sudah berhasil dikuasai asing dan swasta dengan hasil 87% maupun sektor hilir dengan menyerahkan harga ke mekanisme pasar. Keputusan ini semakin mengokohkan keberadaan DPR yang selalu membuat UU yang yang pro asing dan khianat terhadap rakyat. Berdasarkan Pasal 7 ayat 6a Pemerintah mendapat kewenangan untuk menaikkan harga mendekati harga pasar. Agar kenaikan harga BBM tersebut seolah-olah pro rakyat dibuatlah alasan-alasan untuk meyakinkan bahwa kenaikan BBM untuk kepentingan rakyat. Alasan-alasan di bawah ini yang sering dikemukan oleh Pemerintah untuk menaikkan BBM.1. Subsidi membuat APBN jebol.Subsidi baik BBM maupun subsidi lainnya sering dirasakan memberatkan Pemerintah dan menjadi beban APBN karena menyedot alokasi APBN. Padahal istilah subsidi BBM itu masih dipertanyakan. Benarkah Pemerintah selama ini memberikan subsidi atau sebaliknya justru rakyat yang memberikan subsidi untuk Pemerintah dan kepentingan para kapitalis? Menurut Pemerintah, kenaikan harga minyak dunia saat ini mengakibatkan anggaran subsidi BBM naik sekitar Rp 47 triliun, yaitu dari Rp 123 T menjadi Rp.170 T. Namun, pemasukan Pemerintah juga naik sekitar Rp 39 T dari Rp 231 T menjadi Rp 270 T. Artinya, beban subsidi itu hanya meningkat sekitar Rp 8 T. Menurut versi lain, yang terjadi sebenarnya bukan subsidi yang meningkat bahkan sebenarnya susbsidi itu tidak ada. Yang terjadi adalah berkurangnya pemasukan Pemerintah karena kenaikan harga minyak dunia. Berdasarkan perhitungan versi ini Pemerintah masih menerima kelebihan uang tunai sebesar Rp 97,9 T, yaitu dari hasil Penjualan BBM yang dilakukan oleh Pemerintah sebesar Rp 224,5 T dikurangi alokasi subsidi sebesar Rp 126,6 T. Karena itu, alasan menaikkan harga BBM karena subsidi membengkak atau membuat APBN jebol adalah bohong. Sebab, dalam konsep ekonomi kapitalis masalahnya bukan besar-kecilnya subsidi, tetapi secara konsep sistem ekonomi kapitalis memang mengharamkan keberadaan subsidi, berapapun besarnya. Kebijakan ini tertuang dalam Blue Print Pengembangan Energi Nasional 2006-2025 Kementerian ESDM, yang salah satu program utamanya adalah rasionalisasi harga BBM (dengan alternatif) melakukan penyesuaian harga BBM dengan harga internasional. Program kerja ini sesuai dengan Konsesus Washington yang disepakati oleh Pemerintah terkait dengan penghapusan subsidi, khususnya di sektor energi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Pemerintah melalui Wakil Presiden Boediono yang menargetkan dalam 2 sampai 3 tahun ke depan, Indonesia akan terbebas dari dikotomi harga BBM bersubsidi dan harga keekonomian. Pernyataan ini berarti dalam jangka waktu 2 sampai 3 tahun ke depan harga BBM akan sama dengan harga pasar atau internasional. Namun ingat, subsidi itu haram hanya untuk kepentingan rakyat seperti subsidi BBM, listrik dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Sebaliknya, untuk menyelamatkan para kapitalis dari kebangkrutan hukumnya menjadi wajib. Kebijakan subsidi untuk para kapitalis ini bukan hanya dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sebagai penganut neoliberal, tetapi juga dilakukan oleh Pemerintahan AS sebagai Mbahnya Kapitalisme. Misalnya, untuk menyelamatkan perbankan dari kebangkrutan, Pemerintahan AS di bawah Presiden Obama telah mengeluarkan bantuan atau bailout atau subsidi mencapai total 700 miliar dolar. Padahal bank-bank tersebut kebanyakan milik swasta. Pemerintah Indonesia juga melakukan hal yang sama; memberikan subsidi untuk orang kaya atau perusahaan asing dari mulai subsidi pajak atau yang disebut dengan Tax Holiday, Subsidi BLBI yang besarnya Rp 144 triliun, Dana Rekapitulasi Perbankan yang hampir Rp 500 triliun, penyelamatan Bank Century yang menghabiskan dana Rp 6,7 triliun. Kasus yang paling akhir adalah Bantuan Dana dari APBN-P Tahun 2012 sebanyak 1,3 T untuk korban Lumpur Lapindo yang seharusnya menjadi tanggung jawab perusahaan tetapi diambil alih atau disubsidi oleh Pemerintah. Padahal Pemilik Grup Lapindo adalah salah satu dari 40 orang terkaya di Indonesia. Namun, dia dengan enaknya mendapat bantuan atau subsidi dari negara melalui APBN yang digelontorkan untuk kasus Lapindo sejak tahun 2007 sampai saat ini sudah mencapai Rp 7, 2 T.

2. Subsidi tidak tepat sasaran.Agar kebijakan pengurangan subsidi ini kelihatan pro rakyat miskin, Pemerintah menggunakan alas an: subsidi BBM tidak tepat sasaran karena sebagian besar subsidi dinikmati oleh orang-orang kaya. Alasan ini sebenarnya alasan yang disarankan oleh World Bank ketika memaksa Pemerintah untuk menghapus subsidi. Ini terungkap dalam dokumen World Bank: Utang-utang untuk reformasi kebijakan memang merekomendasi-kan sejumlah langkah seperti privatisasi dan pengurangan subsidi yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi belanja publikBanyak subsidi khususnya pada BBM cenderung regresif dan merugikan orang miskin ketika subsidi tersebut jatuh ke tangan orang kaya (Indonesia Country Assistance Strategy/World Bank, 2001). Padahal faktanya, berdasarkan data Susenas 2010 yang dilakukan Badan Pusat Statistik, 65 persen BBM bersubsidi dikonsumsi oleh kalangan menengah bawah dengan pengeluaran perkapita di bawah 4 dolar AS dan kalangan miskin dengan pengeluaran perkapita di bawah 2 dolar AS. Lalu 27 persen digunakan kalangan menengah, 6 persen kalangan menengah atas dan hanya 2 persen kalangan kaya. Data Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas menyebutkan, kuota BBM bersubsidi tahun 2010 sekitar 36,51 juta kiloliter (KL), dengan rincian premium 21,46 juta KL, solar 11,25 juta KL dan minyak tanah 3,8 juta KL. Konsumsi Premium, 40% untuk sepeda motor, 53% untuk mobil pribadi plat hitam dan 7% untuk angkutan umum. Seandainya 50% dari mobil pribadi digunakan untuk kegiatan usaha UMKM maka sebesar 74% premium bersubsidi dinikmati oleh rakyat menengah bawah. Kasus orang kaya seperti pemilik Toyota Alphard yang menggunakan premium mungkin dianggap mengusik rasa keadilan. Namun, perlu diingat mereka juga memiliki kontribusi dalam membayar pajak karena kita ketahui dengan sistem ekonomi kapitalis pendapatan negara terbesar adalah pajak. Dalam APBN-P 2012 total penerimaan negara dari pajak sebesar Rp 1.101 T atau sekitar 82% dari total penerimaan APBN. Yang terbesar dari pajak tersebut adalah PPh (pajak penghasilan) non-migas sebesar Rp 445,7 T dan PPN sebesar Rp. 355,2 T. Orang kaya jelas memiliki kontribusi dalam membayar pajak tersebut. Karena itu, alasan subsidi hanya dinikmati oleh orang kaya saja sebenarnya hanya untuk menarik simpati masyarakat seolah-olah Pemerintah itu pro rakyat. Padahal kalau benar Pemerintah pro rakyat, terutama rakyat miskin, mengapa dalam kasus Lumpur Lapindo yang seharusya menjadi tanggung jawab perusahaan, Pemerintah dengan ikhlasnya mensubsisdi Rp 1,3 T tahun ini atau total menjadi 7,2 T. Padahal penerima bantuan/subsidi tersebut adalah pemilik perusahaan yang masuk dalam kategori 40 orang terkaya di Indonesia. Ironisnya, grup perusahaan tersebut sempat menunggak atau menggelapkan pajak.

3. Pengurangan subsidi untuk kesehatan APBN dan fiskal. Sebenarnya alasan ini sama seperti alasan sebelumnya, bahwa subsidi membebani APBN sehingga akan mengganggu kesehatan fiskal dalam bentuk peningkatan defisit APBN. Cuma, yang harus juga dipahami, penyehatan fiskal bisa dilakukan bukan hanya dari aspek pengeluaran subsidi. Penyehatan fiskal bisa dilakukan dengan memperbaiki atau meningkatkan pendapatan Negara, atau melakukan efesiensi dan efektivitas pengeluaran APBN baik untuk belanja rutin maupun belanja modal. Dari sisi penerimaan banyak potensi negara yang hilang karena kebijakan Pemerintah yang tidak serius. Misal, menurut anggota BPH Migas, A. Qoyum Tjandranegara, potensi kerugian negara tahun 2006-2009 mencapai 410,4 T karena harga jual gas yang dijual ke Cina sangat murah sekali. Belum lagi ditambah kerugian tak langsung akibat PLN tidak bisa mendapat gas karena dijual ke luar negeri. PLN harus memakai BBM yang harganya mahal sehingga PLN harus melakukan pemborosan biaya sekitar Rp 37 triliun dalam jangka waktu 2 tahun yang lalu. Padahal salah satu yang membuat APBN Indonesia tidak sehat adalah utang, baik SUN maupun utang luar negeri. Hampir 25% setiap tahun anggaran negara digunakan untuk membayar bunga uatng maupun pokoknya. Walaupun dari sisi total rasio utang Indonesia terhadap Gross Domestic Product (GDP) sekitar 30 persen relatif lebih rendah dibandingkan negara lain, Indonesia sudah masuk perangkap debt trap (jeratan utang). Misalnya, dalam APBN-P sudah ditetapkan defisit sekitar Rp 190,1 triliun atau 2,23% dengan rencana akan ditutupi dari pembiayaan (utang) dalam negeri sebesar Rp 194,5 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar minus Rp 4,4 triliun (artinya total pinjaman LN berkurang Rp 4,4 triliun). Ternyata jumlah itu habis dan tidak cukup untuk membayar cicilan utang. Pada tahun 2012 besarnya cicilan utang mencapai Rp 261,1 triliun (cician pokok Rp 139 triliun dan cicilan bunga Rp 122,13 triliun). Jadi seluruh utang yang ditarik di tahun 2012 sebenarnya bukan untuk membiayai pembangunan tetapi untuk membayar cicilan utang. Itu pun belum cukup dan harus mengurangi alokasi APBN yang seharusnya bisa untuk membiayai pembangunan.

4. Subsidi akan dialihkan untuk pendidikan dan kesehatan.Salah satu alasan yang juga sering muncul ketika Pemerintah akan menaikkan BBM adalah pernyataan bahwa subsidi akan dialihkan untuk pendidikan dan kesehatan. Padahal sejak masa Pemerintahan SBY saja sudah tiga kali terjadi kenaikan BBM, yakni dimulai waktu harga BBM bersubsidi Rp 2100 naik menjadi Rp 2500, lalu dari Rp 2500 menjadi Rp 4500 pada tahun 2005, kemudian puncaknya pada tahun 2007 harga BBM bersubsidi bersubsidi menjadi Rp 6000. Ironisnya, biaya pendidikan dan kesehatan tetap mahal. Sedih dan miris sekali rasanya ketika ada seorang nenek tua renta yang sedang mengemis bersama kedua cucunya. Saat ditanya mengapa nenek tersebut mengemis, beliau menjawab karena terpaksa; terpaksa demi menyokong biaya sekolah bagi kedua cucunya yang masih SD itu. Beliau menuturkan walau sudah dibantu dana BOS, tetap saja ditarik biaya lain-lain oleh sekolah, semisal biaya LKS, uang perpisahan dan lain-lain.Begitu juga biaya pendidikan tingkat SMA. Seperti di salah satu SMA Negeri di pinggiran Jakarta Timur, siswa baru harus membayar uang pangkal yang disebut IPDB (iuran peserta didik baru) hingga Rp 3,6 juta dan iuran bulanan yang dulu disebut SPP (Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan) Rp 200 ribu. Apalagi untuk sekolah yang kategori SMA Negeri favorit; biaya yang harus dibayar lebih tinggi: IPDB Rp 12,5 juta dan iuran bulanan Rp 400 ribu. Biaya kesehatan juga tetap mahal. Wakil Presiden (Wapres) Boediono mengakui jika biaya kesehatan di Indonesia kian hari kian mahal. Pernyataan ini diungkapkan saat memberi sambutan dalam peringatan Hari Lanjut Usia (Lansia) Internasional. [Dr. Arim Nasim, M.Si., Ak.]

Tuntut Kenaikan BBM, Buktikan Rezim Baru Jokowi Tunduk Kepada Barat!Pernyataan Megawati, yang mendukung rencana menaikkan harga BBM dengan alasan untuk menekan defisit APBN, menunjukkan sikap inkonsistensi dan pragmatisme ketua Parpol yang mengklaim partai wong cilik. Dukungan terhadap kenaikan harga BMM sekaligus membuktikan rezim baru Jokowi tunduk kepada Barat.Bank Dunia sendiri sudah mewanti-wanti pemenang pemilu harus menaikkan BBM. Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A. Chaves mengatakan, Bank Dunia ingin agar pemerintahan yang baru bisa mengurangi subsidi BBM yang nilainya sekitar Rp 246 triliun.Seperti yang diberitakan detikfinance (21/7/2014), Direktur Bank Dunia untuk Indonesia ini mengatakan, subsidi BBM yang besar ini telah membuat anggaran negara tertekan, dan defisit makin tinggi.Tidak terlalu penting siapa yang menang, yang diperhatikan adalah bagaimana mereka yang terpilih menerapkan kebijakan. Salah satunya, siapa nantinya yang berani mengurangi subsidi BBM, ujar Chaves di Energy Building, Jakarta, Senin (21/7/2014).Disamping itu, alasan yang dikemukakan bahwa kenaikan BBM merupakan solusi untuk menyelamatkan APBN dan mengurangi defisit APBN jelas tidak tepat. Sekaligus menunjukkan tidak berpihak kepada wong cilik. Pasalnya kebijakan tersebut dapat dipastikan akan mengakibatkan penderitaan masyarakat semakin berat.Apalagi saat ini pemerintah sudah menaikkan tarif dasar listrik dan juga berencana menaikkan harga LPG 12 kg.Di sisi lain, masih sangat banyak opsi lain yang dapat ditempuh pemerintah,tanpa harus mengurangi apa yang disebut pemerintah sebagai belanja subsidi BBM.Dari sisi pengeluaran, misalnya, APBN saat ini menanggung beban pembayaran bunga utang dan cicilannya yang mencapai Rp 221 triliun, terdiri dari pembayaran bunga utang sebesar Rp 154 triliun untuk cicilan pokok sebesar Rp 66,9 triliun. Utang Pemerintah yang kini mencapai Rp 2.500 triliun per Juni 2014 tersebut, merupakan dampak dari kebijakan Pemerintah yang menjadikan utang ribawi sebagai cara untuk menambal defisit.Celakanya sebagian pembayaran utang-utang pemerintah digunakan untuk membayar bunga obligasi rekap yang dimiliki oleh sejumlah bank-bank rekapitalisasi, pasca krisis 1998. Dalam Pandangan Islam, utang-utang tersebut jelas haram sebab mengandung riba.Dari sisi pendapatan, jika dikelola berdasarkan syariah, potensi pendapatan negara ini sebenarnya sangat besar sehingga tidak hanya dapat menutupi anggaran belanja pemerintah, namun juga berpotensi menghasilkan surplus yang berlimpah.Sebagai contoh, jika pengelolaan Sumber Daya Alam negeri ini dikelola oleh BUMN secara maksimal, maka tanpa harus menarik pajak nilai pendapatannya sudah sangat besar. Apalagi hanya sekedar menambal apa yang disebut pemerintah sebagai belanja subsidi BBM yang nilainya hanya Rp 291 triliun.Sekedar contoh, untuk batu bara, produksi tahun 2013 mencapai 421 juta ton. Jika harga produksi rata-rata per ton sebesar US$ 20 dan harga pasar tahun 2014 US$ 74 per ton maka potensi pendapatannya mencapai Rp. 250 triliun.Contoh lainnya adalah tembaga. Menurut Data BPS, tahun 2012 terdapat2.385.121metrik ton produksi tembaga di Indonesia. Jika mengacu pada rata-rata biaya produksi dan harga jual tembaga PT Freeport tahun 2012, sebesar US$ 1,24 dan US$3.6 per pound, maka potensi pendapatannya sebesar Rp 124 triliun.Dari dua komoditas ini saja potensi pendapatannya sudah mencapai Rp 374 triliun.Padahal komoditas tambang di negeri ini amat melimpah, seperti minyak mentah, gas, emas, nikel yang bernilai ribuan triliun. Namun sayang, pendapatan dari penjualan komoditas tersebut, tidak dapat masuk ke dalam APBN saat ini, melainkan hanya sedikit saja dalam bentuk pajak danroyalty. Bandingkan dengan besar pendapatan SDA migas dan non migas pada RAPBN 2015 yang masing-masing hanya sebesar Rp 207 triliun dan Rp30 triliun.Pangkal masalah tersebut adalah, sebagaian besar barang-barang tambang tersebut dikelola oleh swasta. Di sisi lain peran BUMN amat minim. Pada industri batu bara misalnya pangsa produksi PT Bukit Asam hanya lima persen dari total produksi batu bara nasional.Demikian pula dengan minyak mentah dan gas yang dikelola oleh Pertamina yang kurang yang dari20 persen. Ini merupakan akiabat dari paradigma kapitalisme yang diterapkan Negara ini dalam pengelolaan sektor pertambangan yang menurut Islam seharusnya dikelola oleh negara.Walhasil, kebijakan menaikkan harga BBM dengan maksud untuk menyehatkan APBN dan mengurangi defisit APBN, jelas sangatabsurd. Kebijakan tersebut selain akan mendzalimi rakyat, juga menunjukkan kemalasan Pemerintah dalam menjalan banyak alternatif lain yang justru menguntungkan pemerintah dan rakyat.Lebih dari itu, upaya tersebut merupakan bagian dari strategi pemerintah, yang didukung dan selalu diingatkan oleh Bank Dunia,IMF, dan berbagai lembaga lainnya, serta tentu saja para investor asing, untuk menyempurnakan liberalisasi di sektor migas di negeri ini khususnya di sektor hilir.Rencana kebijakankenaikan BBM, merupakan implikasi penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang digunakan dalam mengelola ekonomi negara ini termasuk dalam penyusunan APBN. Jadi, siapapun rezimnya selama masih tunduk kepada Kapitalisme, akan bersikap sama, termasuk rezim Jokowi yang mengklaim merakyat.Untuk itu satu-satu jalan untuk membebaskan diri penjajahan ini adalah dengan menegakkan Khilafah yang akan menerapkan syariah Islam. Berdasarkan syariah Islam, barang-barang tambang yang jumlahnya melimpah adalah milik umum (rakyat) yang tidak boleh diserahkan kepada swasta apalagi asing.Negara seharusnya mengelolanya dengan baik dan hasilnya digunakan untuk kepentingan rakyat. Walhasil, penegakan Khilafah seharusnya menjadi agenda utama bangsa ini untuk membebaskan diri dari penjajahan Kapitalisme. (Muhammad Ishaq, Lajnah Mashlahiyah DPP Hizbut Tahrir )Kenaikan Harga BBM: Atasnamakan rakyat, Menzalimi RakyatAl-Islam edisi 663] Itu sama saja pemerintah membunuh kami, ungkap Muhammad Nasir seorang nelayan di Pelabuhan Ulee Lheue, Kota Banda Aceh, menanggapi rencana kenaikan BBM (shnews.co, 19/6). Keluhan itu mewakili keluhan rakyat banyak. Meski jelas akan menzalimi rakyat, Pemerintah tetap menaikkan harga BBM. Akhirnya himpitan ekonomi pun kian mencekik rakyat banyak.Rakyat Tambah SusahPemerintah berharap, dampak naiknya harga BBM bisa diredam dengan BLSM, Raskin, Bantuan Siswa Miskin, Program Keluarga Harapan dan program infrastruktur dasar khususnya di pedesaan.Program BLSM sudah mulai dicairkan. Celakanya, selama penyaluran BLSM tahap I ini, terungkap banyak kesalahan data; penerimanya sudah meninggal, tidak dikenal atau pindah alamat; banyak warga miskin yang seharusnya dapat BLSM justru terlewat, dan masalah lainnya. Maka alih-alih meredam masalah, penyaluran BLSM justru berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat meski skalanya terbatas. Wajar saja sejumlah kepala desa di Sukabumi menolak menyalurkan BLSM untuk saat ini.Sudahlah begitu, besaran BLSM pun minim dibandingkan naiknya biaya yang harus ditanggung. Begitu harga BBM naik rata-rata 33,3 % (premium naik 44,4 % dan solar naik 22,3 %), ongkos transportasi pun naik rata-rata 20 35 persen. Naiknya ongkos transportasi dibarengi oleh lonjakan harga-harga kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-hari. Bahkan, lonjakan harga-harga ini sudah menghantam rakyat sebelum harga BBM dinaikkan, yakni sejak wacana kenaikan harga BBM bergulir. Begitu harga BBM naik saat ini, harga yang sudah naik itu pun naik lagi. Lonjakan itu makin terasa dan boleh jadi akan berlanjut dengan makin dekatnya bulan Ramadhan dan lebaran, serta berbarengan tahun ajaran baru.Kenaikan biaya itu jelas tidak bisa diimbangi oleh BLSM. Banyak warga penerima BLSM tahap I yang mengaku bahwa uang Rp 300 ribu yang dialokasikan untuk meringankan dampak selama dua bulan itu nyatanya hanya cukup untuk menambah uang belanja seminggu hingga sepuluh hari. Ada juga yang langsung habis untuk membayar utang. Bagi yang bukan penerima BLSM, atau bukan sasaran program kompensasi, tentu dampak atau beban yang harus dipikul lebih besar lagi.Semua itu masih ditambah dampak berantai naiknya biaya dan harga, yang akan menyebabkan harga-harga semua barang dan jasa naik. Dampak berantai ini bisa jadi akan mulai terasa tiga bulan lagi atau bisa saja lebih cepat. Pada saat yang sama, justru penyaluran BLSM sudah selesai. Sederet dampak ikutannya pun turut mengintai.Kondisi itu masih ditambah dengan naiknya tarif listrik. Sesuai Peraturan Menteri ESDM No. 30 Tahun 2012 Tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan PT PLN (Persero), selama tahun ini tarif listrik dinaikkan secara bertahap sebanyak empat kali. Dua kali sudah dilakukan pada 1 Januari dan 1 April 2013, dan akan naik lagi pada 1 Juli dan 1 Oktober nanti.Karenanya, kebijakan kenaikan harga BBM menjelang bulan puasa dan lebaran ini, yang dikatakan demi rakyat itu, sungguh kebijakan yang zalim, tidak berpihak pada rakyat, dan penuh dengan kebohongan kepada publik.Pemerintah Tak Mau RepotMenaikkan harga BBM adalah cara paling mudah bagi pemerintah untuk menyelamatkan APBN. Tak peduli bahwa cara termudah itu menyengsarakan rakyat. Padahal masih ada cara lain, semisal meningkatkan efisiensi anggaran di setiap kementrian dan badan atau lembaga negara, mengurangi pemborosan, menutup kebocoran anggaran, menyikat habis mafia minyak, dan menghentikan pengalokasian subsidi bunga obligasi rekap yang mencapai Rp 60 triliun per tahun sampai tahun 2033, dsb.Selama ini banyak anggaran yang boros. Sekedar cotoh, biaya rapat kabinet pemerintahan SBY sangat mahal. Menurut Deputi Sekretaris Kabinet Djatmiko, biaya untuk setiap rapat kabinet bisa mencapai Rp 20 juta, bahkan ada rapat yang bisa menelan biaya hingga Rp 1 miliar. Sehingga total anggaran yang dihabiskan pemerintahan SBY untuk rapat saja sepanjang tahun 2012 mencapai Rp 20 miliar.Jika subsidi untuk rakyat dianggap salah sasaran, nyatanya banyak subsidi diberikan kepada para pemilik modal tapi tidak pernah dipermasalahkan. Contoh kecil, dana sebesar Rp 7,355 triliun sudah dikucurkan sejak tahun 2007 untuk penanggulangan lumpur Lapindo. Di APBN-P 2013 (pasal 9) dianggarkan tambahan subsidi sebesar Rp 155 miliar untuk penanggulangan lumpur Lapindo. Bahkan untuk tahun anggaran 2014, Komisi V DPR RI sudah menyetujui anggaran untuk Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) sebesar Rp 845,1 miliar, seperti ajuan dalam pagu Rencana Kerja Pemerintah (RKP) (kompas.com, 20/6). Memang semua itu untuk menolong korban bencana lumpur di Sidoarjo. Semestinya perusahaan dan pemiliknya yang harus menanggungnya. Namun, perusahaan dan pemiliknya lolos begitu saja dari jerat hukum dan tanggung jawab, apalagi sejak Mahkamah Konstitusi memutuskan musibah lumpur itu sebagai bencana alam pada tahun 2012.Atasnamakan Rakyat, Menzalimi RakyatKebijakan naiknya harga BBM ditetapkan pemerintah setelah APBN-P 2013 disetujui oleh DPR dengan suara terbanyak melalui voting. Maka lengkaplah klaim pemerintah bahwa kenaikan harga BBM itu adalah demi rakyat, sebab disetujui oleh para wakil rakyat. Klaim itu penting sebab dalam doktrin demokrasi aspirasi rakyat adalah yang utama.Namun doktrin tinggal doktrin. Nyatanya, kenaikan harga BBM itu bertentangan dengan aspirasi mayoritas masyarakat yang tidak ingin harga BBM dinaikkan. Hal itu terungkap dalam hasil survey Lingkaran Survei Indonesia (LSI) terhadap 1200 responden yang dilakukan pada 18 Juni, selepas rapat paripurna pengesahan RAPBN-P 2013 di DPR. Hasil survey itu menunjukkan, 79,21 persen tak setuju kenaikan harga BBM. Sebanyak 19,1 persen tidak tahu dan hanya 1,69 persen yang setuju kenaikan harga BBM (Republika, 24/6).Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, ternyata juga tak disetujui mayoritas pemilih Partai Demokrat, parpol yang paling ngotot menuntut pengurangan subsidi BBM. Mayoritas pemilih partai koalisi lainnya juga tak setuju harga BBM naik. Pemilih Partai Demokrat yang tak setuju sebanyak 77,56 persen; pemilih Partai Golkar 80,81 %; PPP 82,06 %; PAN 66,21 %; PKB 85,65 %; Gerindra 89,33 %; PKS 82,56 %; Hanura 85,88 % dan PDIP 88,69 % (lihat, Kompas, 24/6).Fakta itu menunjukkan bahwa jargon demokrasi mengusung aspirasi mayoritas rakyat jelas hanya omong kosong. Juga jelas, doktrin kedaulatan rakyat nyatanya hanya kedustaan belaka.Bahkan kebijakan kenaikan harga BBM ini juga mengabaikan aspirasi para politisi kader partai penguasa dan pendukungnya maupun oposisi. Hal itu sesuai hasil survey LSI kepada politisi kader partai koalisi maupun oposisi pemerintah yang menunjukkan mayoritas tak setuju kenaikan harga BBM. Berdasar hasil survei, yang mengejutkan, 70,56 persen politisi Partai Demokrat tak setuju kenaikan harga BBM. Politisi partai lainnya yang tak setuju harga BBM naik antara lain: politisi PKB 85,65 %, politisi PPP 82,56 %, politisi Partai Golkar 80,81 %, politisi PAN 66,21 %, politisi PKS 82,56 %, politisi PDIP 88.69 %, politisi Hanura 85.88 %, politisi Gerindra 80.33 %.Ini menunjukkan bahwa, jangankan memperhatikan aspirasi rakyat, kebijakan kenaikan harga BBM itu nyatanya juga bukan aspirasi politisi kader partai yang mengusung dan mendukungnya. Ini adalah gambaran bahwa politisi dalam sistem demokrasi ini sejatinya tidak mewakili aspirasi rakyat, melainkan hanya mengusung dan mengutamakan aspirasi partai dan elit partai dan di belakang itu adalah kepentingan kapitalis.Sempurnakan Liberalisasi Migas Demi AsingAmat nyata bahwa keputusan kenaikan harga BBM selain tak sesuai aspirasi para politisi partai pengusungnya, juga jelas tidak demi rakyat. Lantas demi siapa?Yang jelas kenaikan harga BBM sekarang ini adalah untuk menjalankan skenario Memorandum of Economic dan Financial Policies atau LoI dengan IMF tahun 2000. Juga untuk memenuhi apa yang disyaratkan bagi pemberian utang Bank Dunia seperti tercantum dalam Indonesia Country Assistance Strategy tahun 2001.Semua itu agar sempurna liberalisasi migas untuk kepentingan bisnis asing. Hal itu ditegaskan oleh Purnomo Yusgiantoro, menteri ESDM kala itu, Liberalisasi sektor hilir migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas. Namun, liberalisasi ini berdampak mendongkrak harga BBM yang disubsidi pemerintah. Sebab kalau harga BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan masuk. (Kompas, 14 Mei 2003).Wahai Kaum Muslimin, Sistem demokrasi dan kapitalisme melahirkan kebijakan penguasa dan politisi tidak demi rakyat dan mengabaikan aspirasi rakyat. Kebijakan lebih demi kepentingan elit, pemilik modal, dan kapitalis asing.Sungguh beda dengan sistem Islam dengan syariahnya dalam bingkai sistem khilafah islamiyah. Negara dan penguasa berkewajiban memelihara kepentingan rakyat dan menjamin kehidupan rakyat tanpa diskriminasi apapun. Seluruh rakyat berhak dapat pelayanan negara. Sementara kekayaan umum seperti migas, akan tetap jadi milik umum. Negara mengelolanya mewakili rakyat dan seluruh hasilnya dikembalikan kepada rakyat untuk kesejahteraan mereka.Karena itu, sistem demokrasi dan kapitalisme harus segera dicampakkan. Sebaliknya sistem Islam dengan syariahnya harus segera diterapkan dalam bingkai sistem khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Hal itu untuk memenuhi seruan Allah dalam firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (TQS al-Anfal [8]: 24).

Kwik Kian Gie Membongkar Akal-Akalan Kenaikan BBMPencerahan dari Prof Kwik Kian Gie & Data Anggito Abimanyu Seputar Kontroversi Kenaikan Harga BBM

Dalam paparan ini saya memberlakukan penyederhanaan atau simplifikasi dengan maksud untuk memperoleh gambaran yang sangat jelas tentang esensinya saja. Maka saya mengasumsikan bahwa semua minyak mentah Indonesia dijadikan satu jenis BBM saja, yaitu bensin Premium. Metode ini sering digunakan untuk memperoleh gambaran tentang esensi atau inti permasalahannya. Metode ini dikenal dengan istilah method of decreasing abstraction, terutama kalau dilanjutkan dengan penyempurnaan dengan cara memasukkan semua detil dari data dan kenyataan, yang dikenal dengan istilah putting the flesh on the bones.Cara perhitungan yang saya lakukan dan dijadikan dasar untuk paparan hari ini ternyata 99% sama dengan perhitungan oleh Pemerintah yang tentunya sangat mendetil dan akurat. Dengan data dan asumsi yang sama, Pemerintah mencantumkan kelebihan uang tunai sebesar Rp. 96,8 trilyun, dan saya tiba pada kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun.PERMASALAHANKepada masyarakat diberikan gambaran bahwa setiap kali harga minyak mentah di pasar internasional meningkat, dengan sendirinya pemerintah harus mengeluarkan uang ekstra, dengan istilah untuk membayar subsidi BBM yang membengkak.Harga minyak mentah di pasar internasional selalu meningkat. Sebabnya karena minyak mentah adalah fosil yang tidak terbarui (not renewable). Setiap kali minyak mentah diangkat ke permukaan bumi, persediaan minyak di dalam perut bumi berkurang. Pemakaian (konsumsi) minyak bumi sebagai bahan baku BBM meningkat terus, sehingga permintaan yang meningkat terus berlangsung bersamaan dengan berkurangnya cadangan minyak di dalam perut bumi. Hal ini membuat bahwa permintaan senantiasa meningkat sedangkan berbarengan dengan itu, penawarannya senantiasa menyusut.Sejak lama para pemimpin dan cendekiawan Indonesia berhasil di-brainwash dengan sebuah doktrin yang mengatakan : Semua minyak mentah yang dibutuhkan oleh penduduk Indonesia harus dinilai dengan harga internasional, walaupun kita mempunyai minyak mentah sendiri. Dengan kata lain, bangsa Indonesia yang mempunyai minyak harus membayar minyak ini dengan harga internasional.Harga BBM yang dikenakan pada rakyat Indonesia tidak selalu sama dengan ekuivalen harga minyak mentahnya. Bilamana harga BBM lebih rendah dibandingkan dengan ekuivalen harga minyak mentahnya di pasar internasional, dikatakan bahwa pemerintah merugi, memberi subsidi untuk perbedaan harga ini. Lantas dikatakan bahwa subsidi sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan oleh pemerintah, sedangkan pemerintah tidak memilikinya. Maka APBN akan jebol, dan untuk menghindarinya, harga BBM harus dinaikkan.Pikiran tersebut adalah pikiran yang sesat, ditinjau dari sudut teori kalkulasi harga pokok dengan metode apapun juga. Penyesatannya dapat dituangkan dalam angka-angka yang sebagai berikut.Harga bensin premium yang Rp. 4.500 per liter sekarang ini ekuivalen dengan harga minyak mentah sebesar US$ 69,50 per barrel. Harga yang berlaku US$ 105 per barrel. Lantas dikatakan bahwa pemerintah merugi US$ 35,50 per barrel. Dalam rupiah, pemerintah merugi sebesar US$ 35,50 x Rp. 9.000 = Rp. 319.500 per barrel. Ini sama dengan Rp. 2009, 43 per liter (Rp. 319.500 : 159). Karena konsumsi BBM Indonesia sebanyak 63 milyar liter per tahun, dikatakan bahwa kerugiannya 63 milyar x Rp. 2009,43 = Rp. 126,59 trilyun per tahun. Maka kalau harga bensin premium dipertahankan sebesar Rp. 4.500 per liter, pemerintah merugi atau memberi subsidi sebesar Rp. 126,59 trilyun. Uang ini tidak dimiliki, sehingga APBN akan jebol.Pikiran yang didasarkan atas perhitungan di atas sangat menyesatkan, karena sama sekali tidak memperhitunkan kenyataan bahwa bangsa Indonesia memiliki minyak mentah sendiri di dalam perut buminya.Pengadaan BBM oleh Pertamina berlangsung atas perintah dari Pemerintah. Pertamina diperintahkan untuk mengadakan 63 milyar liter bensin premium setiap tahunnya, yang harus dijual dengan harga Rp. 4.500 per liter. Maka perolehan Pertamina atas hasil penjualan bensin premium sebesar 63.000.000.000 liter x Rp. 4.500 = Rp. 283,5 trilyun.Pertamina disuruh membeli dari:

Tabel di atas menunjukkan bahwa setelah menurut dengan patuh apa saja yang diperintahkan oleh Pemerintah, Pertamina kekurangan uang tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun.Pemerintah menambal defisit tersebut dengan membayar tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun yang katanya membuat jebolnya APBN, karena uang ini tidak dimiliki oleh Pemerintah.Ini jelas bohong di siang hari bolong. Kita lihat baris paling atas dari Tabel denga huruf tebal (bold), bahwa Pemerintah menerima hasil penjualan minyak mentah kepada Pertamina sebesar Rp. 224,569 trilyun. Jumlah penerimaan oleh Pemerintah ini tidak pernah disebut-sebut. Yang ditonjol-tonjolkan hanya tekornya Pertamina sebesar Rp. 126,63 trilyun yang harus ditomboki oleh Pemerintah.Kalau jumlah penerimaan Pemerintah dari Pertamina ini tidak disembunyikan, maka hasilnya adalah: Pemerintah menerima dari Pertamina sejumlah Rp. 224,569 trilyun Pemerintah menomboki tekornya Pertamina sejumlah (Rp. 126,63 trilyun) Per saldo Pemerintah kelebihan uang tunai sejumlah Rp. 97,939 trilyun.

TEMPATNYA DALAM APBNKalau memang ada kelebihan uang tunai dalam Kas Pemerintah, di mana dapat kita temukan dalam APBN 2012 ?Di halaman 1 yang saya lampirkan, yaitu yang dirinci ke dalam :

Sumber : Perhitungan Bapak Anggito Abimanyu

Perbedaan sejumlah Rp. 1,1 trilyun disebabkan karena Pemerintah menghitungnya dengan data lengkap yang mendetil.Saya menghitungngya dengan penyederhanaan/simplifikasi guna memperoleh esensi perhitungan bahwa Pemerintah melakukan kehohongan publik. Bedanya toh ternyata sama sekali tidak signifikan, yaitu sebesar Rp. 1,1 trilyun atau 1,14 % saja.SUBSIDI BUKAN PENGELUARAN UANG TUNAIDalam pembicaraan tentang BBM, kata subsidi BBM yang paling banyak dipakai. Kebanyakan dari elit bangsa kita, baik yang ada di dalam pemerintahan maupun yang di luar mempunyai pengertian yang sama ketika mereka mengucapkan kata subsidi BBM.Ketika mulut mengucapkan dua kata subsidi BBM, otaknya mengatakan perbedaan antara harga minyak mentah internasional dengan harga yang dikenakan kepada bangsa Indonesia. Ketika mulut mengucapkan Subsidi bensin premium sebesar Rp. 2.009 per liter, otaknya berpikir : Harga minyak mentah USD 105 per barrel setara dengan dengan Rp. 6.509 per liter bensin premium, sedangkan harga bensin premium hanya Rp. 4.500 per liter.Mengapa para elit itu berpikir bahwa harga minyak mentah yang milik kita sendiri harus ditentukan oleh mekanisme pasar yang dikoordinasikan oleh NYMEX di New York ?Karena mereka sudah di-brain wash bahwa harga adalah yang berlaku di pasar internasional pada saat mengucapkan harga yang bersangkutan. Maka karena sekarang ini harga minyak mentah yang ditentukan dan diumumkan oleh NYMEX sebesar USD 105 per barrel atau setara dengan bensin premium seharga Rp. 6.509 per liter, dan harga yang diberlakukan untuk bangsa Indonesia sebesar Rp. 4.500 per liter, mereka teriak : Pemerintah merugi sebesar Rp. 2.009 per liter. Karena konsumsi bangsa Indonesia sebanyak 63 milyar liter per tahun, maka Pertamina merugi Rp. 126,567 trilyun per tahun.Selisih ini disebut subsidi, dan lebih konyol lagi, karena lantas mengatakan bahwa subsidi ini sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan.UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMIPikiran hasil brain washing tersebut berakar dalam UU nomor 22 tahun 2001. Pasal 28 ayat 2 berbunyi : Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Ini berarti bahwa rakyat harus membayar minyak yang miliknya sendiri dengan harga yang ditentukan oleh NYMEX di New York. Kalau harganya lebih rendah dikatakan merugi, harus mengeluarkan tunai yang tidak dimiliki dan membuat APBN jebol.Seperti yang baru saya katakan tadi pikiran seperti itu tidak benar. Yang benar ialah pengeluaran uang tunai untuk pemompaan minyak sampai ke atas muka bumi (lifting) ditambah dengan pengilangan sampai menjadi BBM (refining) ditambah dengan pengangkutan sampai ke pompa-pompa bensin (transporting), seluruhnya sebesar USD 10 per barrel. Dengan kurs yang 1 USD = Rp. 9.000, uang tunai yang dikeluarkan untuk menghasilkan 1 liter premium sebesar Rp. 566.BAGAIMANA UUD HARUS DITAFSIRKAN TENTANG KEBIJAKAN MINYAK?Menurut UUD kita harga BBM tidak boleh ditentukan oleh siapapun juga kecuali oleh hikmah kebijaksanaan yang sesuai dengan kepatutan, daya beli masyarakat dan nilai strategisnya bagi sektor-sektor kehidupan ekonomi lainnya. Mengapa ? Karena BBM termasuk dalam Barang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSIItulah sebabnya Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal 28 ayat (2) dari UU nomor 22 tahun 2001 tentang Migas bertentangan dengan UUD RI. Putusannya bernomor 002/PUU-I/2003 yang berbunyi : Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada persaingan usaha yang sehat dan wajar dari Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang dasar Republik Indonesia.Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2004 pasal 72 ayat (1)Brain washing begitu berhasilnya , sehingga Putusan MK ini disikapi dengan Peraturan Pemerintah nomor 36 Tahun 2004. Pasal 72 ayat (1) berbunyi : Harga bahan bakar minyak dan gas bumi, kecuali gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, diserahkan pada persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan. Ini benar-benar keterlaluan. UUD, MK dilecehkan dengan PP. Jelas Pemerintah telah berpikir, berucap dan bertinak yang bertentangan dengan UUD kita dalam kebijakannya tentang BBM. Toh tidak ada konsekuensinya apa-apa. Toh Pemerintah akan memberlakukannya dengan merujuk pada Undang-Undang yang telah dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi.APA MAKSUD DAN DAMPAK DARI MEMPERTAHANKAN BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 2001 ?Maksudnya jelas, yaitu supaya mendarah daging pada rakyat Indonesia bahwa mereka harus membayar harga BBM (bensin) dengan harga yang ditentukan oleh NYMEX. Bahkan setiap hari harga BBM harus bergejolak sesuai dengan fluktuasi harga minyak mentah yang diumumkan oleh NYMEX setiap beberapa menit sekali.Harian Kompas tanggal 17 Mei 2008 memuat pernyataan Menko Boediono (yang sekarang menjabat Wakil Presiden) yang berbunyi : Pemerintah akan menyamakan harga bahan bakar minyak atau BBM untuk umum di dalam negeri dengan harga minyak di pasar internasional secara bertahap mulai tahun 2008..dan Pemerintah ingin mengarahkan kebijakan harga BBM pada mekanisme penyesuaian otomatis dengan harga dunia.Harian Indopos tanggal 3 Juli 2008 mengutip Presiden SBY yang mengatakan :Jika harga minyak USD 150 per barrel, subsidi BBM dan listrik yang harus ditanggung APBN Rp. 320 trilyun. Kalau (harga minyak) USD 160, gila lagi. Kita akan keluarkan (subsidi) Rp. 254 trilyun hanya untuk BBM.Jelas bahwa Presiden SBY sudah teryakinkan bahwa yang dikatakan dengan subsidi memang sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan. Hal yang sama sekali tidak benar, seperti yang diuraikan di atas tadi.SHELL SUDAH MENJALANKAN HARGA BBM NAIK TURUN OTOMATIS DENGAN NAIK TURUNNYA HARGA MINYAK DI PASAR INTERNASIONALBarang siapa membeli bensin dari pompa Shell akan mengalami bahwa harga naik turun. Kemarin, tanggal 18 Maret 2012 harga bensin super Shell Rp. 9.550 per liter.Harga Rp. 9.550 dikurangi dengan biaya LTR sebesar Rp. 566 = Rp. 8.984 per liter. Dengan kurs 1 USD = Rp. 9.000, harga ini setara dengan harga minyak mentah USD 0,9982 per liter atau USD 159 minyak mentah per barrel. Harga minyak mentah di pasar internasional USD 105 per barrel. Shell mengambil untung dari rakyat Indonesia sebesar USD 54 per barrel atau USD 0,34 per liter, yang sama dengan Rp. 3.057 per liternya. Ini kalau minyak mentahnya dibeli dari pasar internasional dengan harga USD 105 per barrel. Tetapi kalau minyak mentahnya berasal dari bagiannya dari kontrak bagi hasil, bayangkan berapa untungnya !!PEMERINTAH BERANGGAPAN BAHWA PENENTUAN HARGA BBM KEPADA RAKYATNYA SENDIRI HARUS SAMA DENGAN YANG DILAKUKAN OLEH SHELLSekarang menjadi lebih jelas lagi bahwa Pemerintah merasa dan berpendapat (sadar atau tidak sadar) bahwa Pemerintah harus mengambil untung yang sama besarnya dengan keuntungan yang diraih oleh Shell dari rakyat Indonesia, bukan menutup defisit BBM dalam APBN, karena defisitnya tidak ada. Sebaliknya, yang ada surplus atau kelebihan uang tunai.BENSIN PERTAMAX DARI PERTAMINA SUDAH MEMBERI UNTUNG SANGAT BESAR KEPADA PERTAMINAHarga bensin Pertamax Rp. 9.650 per liter. Dikurangi dengan biaya LTR sebesar Rp. 566 menjadi setara dengan harga minyak mentah sebesar Rp. 9.084/liter. Dengan kurs 1 USD = Rp. 9.000, per liternya menjadi USD 1,0093, dan per barrel (x 159) menjadi USD 160,48. Untuk bensin Pertamax, Pertamina sudah mengambil untung sebesar USD 55,48 per barrelnya.Nampaknya Pemerintah tidak rela kalau untuk bensin premium keuntungannya tidak sebesar ini juga.MENGAPA RAKYAT MARAH ?Kita saksikan mulai maraknya demonstrasi menolak kenaikan harga bensin premium. Bukan hanya karena kenaikan yang akan diberlakukan oleh Pemerintah memang sangat memberatkan, tetapi juga karena rakyat dengan cara pikir dan bahasanya sendiri mengerti bahwa yang dikatakan oleh Pemerintah tidak benar.Banyak yang menanyakan kepada saya : Kita punya minyak di bawah perut bumi kita. Kenapa kok menjadi sedih kalau harganya meningkat ? Orang punya barang yang harganya naik kan seharusnya lebih senang ?Dalam hal minyak dan bensin, dengan kenaikan harga di pasar internasional bukankah kita harus berkata : Untunglah kita punyak minyak sendiri, sehingga harus mengimpor sedikit saja.ADAKAH NEGARA YANG MENJUAL BENSINNYA ATAS DASAR KEBIJAKANNYA SENDIRI, TIDAK OLEH NYMEX ?Ada. Fuad Bawazir mengirimkan sms kepada saya dengan data tentang negara-negara yang menjual bensinnya dengan harga yang ditetapkannya sendiri, yaitu :

1. Venezuela : Rp. 585/liter 2. Turkmenistan : Rp. 936/liter 3. Nigeria : Rp. 1.170/liter 4. Iran : Rp. 1.287/liter 5. Arab Saudi : Rp. 1.404/liter 6. Lybia : Rp. 1.636/liter 7. Kuwait : Rp. 2.457/liter 8. Quatar : Rp. 2.575/liter 9. Bahrain : Rp. 3.159/liter 10. Uni Emirat Arab : Rp. 4.300/liter KESIMPULANKesimpulan dari paparan kami ialah :Pemerintah telah melanggar UUD RIPemerintah telah mengatakan hal yang tidak benar kepada rakyatnya, karena mengatakan mengeluarkan uang tunai sebesar Rp. 126 tr, sedangkan kenyataannya kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun.Dengan menaikkan premium menjadi Rp. 6.000 per liter, Pemerintah ingin memperoleh kelebihan yang lebih besar lagi, yaitu sebesar Rp. 192,455 trilyun, bukan sekedar menutup bolongnya APBN.Pertamina sudah mengambil keuntungan besar dari rakyat Indonesia dalam hal bensin Pertamax dan Pertamax Plus. Nampaknya tidak rela hanya memperoleh kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun dari rakyatnya. Maunya sebesar Rp. 192,455 trilyun dengan cara menaikkan harga bensin premium menjadi Rp. 6.000 per liter.Pemerintah menuruti (comply) dengan aspirasi UU no. 22 tahun 2001 yang menghendaki supaya rakyat Indonesia merasa dan berpikir bahwa dengan sendirinya kita harus membayar bensin dengan harga dunia, agar dengan demikian semua perusahaan minyak asing bisa memperoleh laba dengan menjual bensin di Indonesia, yang notabene minyak mentahnya dari Indonesia sendiri.Bukankah Shell, Petronas, Chevron sudah mempunyai pompa-pompa bensin ? () Sumber:kwikkiangie.com

" Sebarkan artikel ini ke seluruh keluarga anda, kolega, tetangga, pimpinan, orang yang anda pimpin, murid atau siswa anda, kenalan dan seluruh masyarakat agar mereka tahu fakta sesungguhnya tentang BBM sehingga mereka tidak mudah dibohongi oleh para pendusta pendukung kenaikan BBM".

Baca Juga: Kwik Kian Gie: Bensin Premium Memberi Keuntungan Negara 107 Trilyun

Wajib Anda Baca Juga: Kwik Kian Gie Bongkar Selubung Penjajahan Asing di Bidang Ekonomi Indonesia

Kenaikan Harga BBM: Mengorbankan Rakyat, Menguntungkan Pihak Asing[Al-Islam edisi 720, 10 Dzulqadah 1435 H-5 September 2014 M]Belakangan ini usulan kenaikan harga BBM mulai ramai didesakkan. Pemerintah SBY didesak untuk menaikkan harga BBM. Desakan di antaranya datang dari calon presiden terpilih Jokowi dan partai pengusungnya, PDIP. Desakan ini diamini oleh parpol pendukung lainnya: Hanura, Nasdem dan PKB.Demi Rakyat?Semua pihak, baik yang mendesak agar harga BBM dinaikkan maupun Pemerintah yang kali ini menolak, sama-sama mengatasnamakan rakyat.Menko perekonomian Chaerul Tanjung mengungkapkan, pada akhir masa jabatannya, kenaikan harga BBM tidak akan dilakukan Pemerintah SBY. Apalagi dalam dua tahun belakangan Pemerintah sudah menaikkan beberapa komoditas.Di antaranya: harga BBM naik 33 persen pada 2012; tarif dasar listrik (TDL) naik pertiga bulan sejak tahun lalu; dan dalam waktu dekat ada rencana menaikan harga gas elpiji 12 kilogram. Pemerintah tidak ingin membebani masyarakat, katanya(Republika, 27/8).Sebaliknya, dari tim Jokowi-JK di bidang Ekonomi, Arif Budimanta, mengungkapkan alasan PDIP sepakat menaikkan harga BBM subsidi tahun ini. Menurut dia, jika subsidi BBM ini tetap diteruskan, pendidikan sampai 12 tahun tidak berjalan; pembangunan rumah sakit dan penjaminan kesehatan juga tidak akan bertambah.Kalau mau meningkatkan kemakmuran rakyat, tinggal pilih: kita mau meningkatkan di sektor produktivitas, pendidikan, kesehatan, infrastruktur atau hanya sekadar memikirkan kepentingan subsidi kendaraan, kata Arif (Tribunnews.com, 1/9).Tentu kita semua masih ingat, Pemerintah SBY tahun 2012 menaikkan harga BBM 33% dengan alasan demi rakyat. Alasannya, besaran subsidi BBM telah membebani APBN. Anggaran pembangunan pun jadi minim. Karena itu dijanjikan, pengurangan subsidi BBM akan dialihkan untuk pembangunan. Alasan dan dalih yang sama sekarang digunakan oleh mereka yang mendesak agar harga BBM dinaikkan.Harus diingat, PDIP yang saat ini mendesak kenaikan harga BBM, tahun 2012 sangat getol menolak kenaikan harga BBM, bahkan dengan mengerahkan massa. Alasannya, kenaikan harga BBM akan menyusahkan rakyat. Sekarang, alasan yang sama dipakai oleh Pemerintah SBY untuk menolak desakan kenaikan harga BBM.Semua itu membuktikan bahwa alasan atas nama rakyat dan demi kepentingan rakyat itu hanya dijadikan bahan jualan saja.Sama-Sama Rezim NeolibSalah satu ciri rezim neo-liberal (neolib) adalah terus mempermasalahkan (besaran) subsidi. Kebijakan rezim ini adalah mengurangi bahkan menghapus subsidi. Jika ciri ini diterapkan pada pemerintah lama dan pemerintah baru mendatang, jelaslah keduanya sama-sama rezim neolib.Pemerintah SBY telah membuktikan diri sebagai rezim neolib. Besaran subsidi terus dikurangi. Beberapa jenis subsidi bahkan sudah dihilangkan. Kenaikan harga BBM rata-rata 33% pada 2012 lalu menegaskan sifat neolib itu.Pemerintah baru, Pemerintah Jokowi, sejak awal telah menegaskan diri sebagai rezim neolib. Belum memerintah, Jokowi dan parpol pendukungnya telah menegaskan sifat neolib itu dengan menyetujui bahkan mendesak Pemerintah SBY agar menaikkan harga BBM tahun ini. Ketika desakan itu tidak dituruti, Jokowi menegaskan bahwa pemerintahannya akan menaikkan harga BBM.Jokowi mengatakan bahwa menaikkan harga BBM merupakan jalan satu-satunya untuk menekan defisit anggaran. Sudah bolak-balik saya sampaikan bahwa untuk menekan defisit anggaran pada tahun 2015 itu memang jalan satu-satunya di situ. Kamu harus mengerti dong, subsidi BBM itu gede banget, 400 triliun, bahkan 433 triliun untuk tahun depan, ujar Jokowi (Tribunnews.com, 30/8).Jika opsi (pilihan) ini diambil, itu akan dilakukan pada November 2014 atau setelah Januari 2015. Opsi kenaikannya antara 500-3000 rupiah perliter (Kontan.co.id, 1/9). Boleh jadi, kenaikan harga BBM akan menjadi kado pertama dari Jokowi-JK untuk rakyat.Subsidi untuk Pihak AsingDalam pandangan Pemerintah, yang disebut subsidi BBM adalah saat BBM dijual di bawah harga pasar internasional. Jika demikian maknanya, maka selama ini Pemerintah terus mensubsidi pihak asing seperti Cina, Korea, Jepang, AS dan lainnya. Mengapa? Karena Pemerintah menjual gas tersebut jauh di bawah harga pasar internasional. Gas Blok Tangguh sejak masa Megawati dijual ke Cina melalui kontrak 25 tahun dengan harga jauh di bawah harga internasional. Saat itu harganya hanya US$ 2,7 per MMBTU. Lalu naik menjadi US$ 3,5 per MMBTU. Harga internasionalnya saat itu adalah US$ 15-18 per MMBTU. Kerugian negara atas penjualan gas murah ke Cina itu diperkirakan sekitar Rp 500 triliun pertahun (Tribunnews.com, 12/3). Artinya, Pemerintah Indonesia mensubsidi Cina sekitar US$ 12 per MMBTU gas. Awal Juli lalu, Pemerintah mengklaim sukses merenegosiasi harga gas ke Cina menjadi US$ 8 per MMBTU (Detik.finance, 30/6). Meski naik, subsidi ke Cina masih besar sekitar US$ 10 per MMBTU. Begitu juga subsidi ke Korea. Harga jual gas Tangguh ke Korea hanya US$ 4,1 per MMBTU. Hal ini juga terjadi pada harga jual gas ke Jepang dan AS.Alasan Dusta!Menaikkan harga BBM diklaim sebagai satu-satunya jalan karena tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan APBN. Alasan itu dipakai Pemerintahan SBY kala itu dan ditolak oleh PDIP. Sekarang, alasan yang sama dipakai Jokowi dan PDIP. Namun, alasan dulu atau sekarang sama saja: sama-sama dusta! Masih banyak jalan lain.Sebelum Pilpres, menurut tim ekonomi Jokowi-JK, Darmawan Prasodjo, untuk mengatasai masalah subsidi BBM, di antara langkah pertama Jokowi adalah janji bahwa pemerintahannya akan fokus mengurangi kebocoran-kebocoran akibat penyelundupan BBM ke luar negeri. Ada kebocoran penggunaan BBM karena adanya penyelundupan sebesar 15% atau sekitar Rp 42 triliun. Jika pengawasan kepada aparat daerah diperkuat, setidaknya Rp 42 triliun itu bisa dihemat. Lalu pada tahun pertama akan dimulai konversi BBM yang mahal ke gas yang murah. Selain itu, pemborosan 20% BBM bersubsidi juga akan ditekan dengan memperbanyak transportasi publik (Kontan.co.id, 12/6/14).Jokowi juga berjanji akan memotong subsidi energi secara bertahap. Contohnya adalah penggunaan bahan bakar untuk pembangkit listrik milik PLN yang mesti diganti dari BBM ke gas atau batubara. Itu sudah menghemat sekitar Rp 70 triliun, katanya (Kompas.com, 16/8).Pemerintahan Jokowi juga berjanji akan: memberantas mafia minyak yang disoal banyak pihak; membeli minyak mentah dan olahan langsung dari produsen, tidak melalui broker seperti selama ini; membangun kilang di dalam negeri; mengurangi anggaran perjalanan yang di RAPBN 2015 sebesar 32 triliun; mengganti BBM dengan gas untuk pembankit PLN yang selama ini memang sudah siap memakai gas; mengalihkan pembayaran bunga utang termasuk bunga utang obligasi rekap BLBI; mengefisienkan belanja pegawai termasuk dengan merampingkan lembaga dan jabatan yang tumpang-tindih; dan jalan lainnya.Pertanyaannya: seriuskah janji-janji itu akan diwujudkan?Demi Para Kapitalis dan Pihak AsingYang jelas, kenaikan harga BBM pasti membuat rakyat susah. Jika harga BBM naik, harga transportasi pasti naik; harga bahan baku naik; harga semua kebutuhan pasti akan naik dan inflasi akan naik. Akibatnya, daya beli rakyat turun. Yang paling terdampak adalah rakyat dengan pendapatan pas-pasan. Kenaikan harga BBM akan menambah jutaan jumlah orang miskin.Jika pun benar pengurangan subsidi dialihkan untuk pembangunan infrastruktur, yang pertama-tama untung adalah para kapitalis dan pihak asing. Pasalnya, Jokowi senang menyerahkan pembangunan infrastruktur kepada pihak asing. Pembangunan MRT, misalnya, diserahkan ke Jepang; pengadaan Bus Transjakarta dan kereta monorel diserahkan ke Cina.Pengurangan subsidi juga diklaim untuk menciptakan pertumbuhan. Ini pun akan lebih banyak dinikmati oleh orang kaya dan para kapitalis. Pasalnya, rasio gini terus meningkat. Pada 2012 saja rasio gini sebesar 0,41. Artinya, 1% penduduk menikmati 41% pendapatan, kekayaan atau sumberdaya.Jika harga BBM naik, yang langsung untung adalah pihak asing pelaku bisnis eceran BBM. Jika harga BBM naik, orang akan belanja BBM ke SPBU asing seperti Shell dan Total. Pembeli BBM di SPBU Pertamina yang BUMN pasti berkurang.Sebenarnya, pengurangan subsidi termasuk kenaikan harga BBM adalah amanat liberalisasi dalam LoI IMF, Januari 2000. Pengurangan subsidi sekaligus merupakan perintah Bank Dunia dan syarat pemberian utang (Indonesia Country Assistance Strategy, World Bank, 2001).Bank Dunia bahkan sudah mewanti-wanti: pemenang Pemilu harus menaikkan BBM. Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A. Chaves mengatakan, Bank Dunia ingin agar pemerintahan yang baru bisa mengurangi subsidi BBM. Tidak terlalu penting siapa yang menang. Yang diperhatikan adalah bagaimana mereka yang terpilih menerapkan kebijakan. Salah satunya, siapa nantinya yang berani mengurangi subsidi BBM, ujar Chaves (Detikfinance, 21/7/2014).Alhasil, demi para kapitalis dan pihak asinglah sesungguhnya kenaikan harga BBM itu dilakukan meski harus dengan mengorbankan rakyat banyak.Harus Dikelola Sesuai Syariah Minyak dan gas (migas) serta sumberdaya alam (SDA) lainnya yang melimpah dalam pandangan Islam merupakan milik umum. Pengelolaannya harus diserahkan kepada negara untuk kesejahteraan rakyat. Tambang migas itu tidak boleh dikuasai swasta apalagi pihak asing. Rasul saw. bersabda: Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).Karena itu, kebijakan kapitalistik, yakni liberalisasi migas baik di sektor hilir (termasuk kebijakan harganya) maupun di sektor hulu yang sangat menentukan jumlah produksi migas, juga kebijakan zalim dan khianat serupa harus segera dihentikan. Sebagai gantinya, migas dan SDA lainnya harus dikelola sesuai syariah. Jalannya hanya satu, melalui penerapan syariah Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah ar-Rasyidah ala minhaj an-nubuwah. Saat itulah SDA dan migas akan menjadi berkah yang menyejahterakan seluruh rakyat. WalLh alam bi ash-shawb. []