bahan dan metode - repository.ipb.ac.id · sebuah bangunan berbentuk panggung seluas 150 m. 2 ....
TRANSCRIPT
31
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dan analisis laboratorium dilaksanakan pada bulan Juni 2010-
Maret 2011 di Balai Penelitian Ternak Ciawi dan Laboratorium Terpadu Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Bahan Penelitian
Ternak
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah domba betina barbados
cross (BC) atau persilangan barbados 4-5 bulan dengan jumlah 16 ekor dan
domba betina komposit sumatera (KS) 4-5 bulan jumlah 16 ekor.
Kandang dan Perlengkapan
Kandang yang digunakan adalah kandang individu yang terdapat dalam
sebuah bangunan berbentuk panggung seluas 150 m2
dengan tinggi 7 m. Kandang
individu berukuran 1.5 x 0.7 x 1 m. Kandang terbuat dari besi dan lantainya
terbuat dari kayu dengan atap dari asbes yang dilapisi isolasi penyerap panas.
Tempat pakan menempel di depan yang terbuat dari kayu dengan ukuran 50 x 30
x 40 cm. Untuk tempat konsentrat digunakan ember plastik yang dimasukkan ke
dalam tempat pakan. Air minum disediakan melalui pipa air otomatis.
Ransum
Ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah: (A) Pennisetum
purpureum dan konsentrat komersial sebagai kontrol, (B) Pennisetum purpureum
dan campuran 5% onggok pada konsentrat komersial, (C) Pennisetum purpureum
dan campuran 2% CRM pada konsentrat komersial, (D) Pennisetum purpureum
dan campuran 5% cassapon (60% onggok dan 40% CRM) pada konsentrat
komersial. Sediaan bakteri asetogenik (Acetanoanaerobium noterae) diberikan
secara probiotik pada domba KS dan BC untuk perlakuan CRM dan cassapon
dengan frekuensi pemberian tiap 4 minggu sebanyak 100 ml/ekor.
32
Pemberian Pakan dan Air Minum
Pemberian pakan dilakukan sekali sehari secara bertahap, pertama diberikan
konsentrat (05.00 WIB) dengan jumlah kurang lebih 2% dari rataan bobot badan,
kemudian rumput gajah (07.00 WIB) sejumlah 2.5 kg. Penimbangan sisa rumput
gajah dilakukan sebelum pemberian konsentrat. Air minum diberikan secara ad-
libitum melalui keran pipa air otomatis pada masing-masing kandang. Pemberian
obat-obatan dan antibiotik diberikan pada domba yang sakit.
Metode
Rancangan Percobaan dan Tahapan Penelitian
I. Uji Efektivitas Cassapon
1. Pengamatan fisik intensitas penggumpalan CRM dengan onggok dengan
perbandingan massa (gram) sebagai berikut CRM : onggok (0:100, 10:90,
20:80, 30:70, 40:60, 45:55, 50:50, 55:45, 60:40, 65:35, 70:30).
Pengamatan dilakukan dengan melihat penggumpalan yang terjadi selama
delapan hari dengan tiga kali pengambilan sampel setiap 4 hari.
2. Pengamatan jumlah protozoa pada cassapon secara in vitro. Cassapon
yang diuji adalah cassapon 0 , 10, 20, 30, 40, 50, 60, dan 70 dengan
perbandingan CRM : onggok masing-masing (0:100), (10:90), (20:80),
(30:70), (40:60), (50:50), (60:40), dan (70:30). Prosedur In vitro yang telah
dilaksanakan adalah sebagai berikut (Thalib et al. 2000):
a. Penimbangan substrat dengan perbandingan rumput giling kering :
cassapon = 0.25 : 0.25 gram. Substrat kemudian dimasukan ke dalam
botol in vitro.
b. Substrat, larutan basal (campuran mikro mineral, buffer/penyangga,
makro mineral, resazurine dan aquadest sebanyak 43 ml yang telah
dialiri CO2 selama satu jam dan larutan reducing agent 2 ml) dialiri
CO2 kemudian disimpan di refrigerator selama satu hari.
c. Cairan rumen domba vistula atau inokulan segar 5 ml dicampur ke
dalam botol in vitro dan dikondisikan anaerob dengan menambah gas
CO2 kemudian ditempatkan di penangas air bersuhu 39°C.
33
d. Pengambilan sampel dilakukan dengan waktu 0, 10, 12, 24, 36, dan 48
jam dengan menggunakan syringe. Jumlah protozoa total dihitung
dengan menggunakan haemositometer secara triplo (Ogimoto & Imai
1981).
Yij = µ + αi + ε ij
Keterangan :
i = Cassapon 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60 dan 70.
Yij = Nilai intensitas kuantitas protozoa dan bakteri pada taraf cassapon
ke-i dan ulangan ke-j
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh taraf cassapon yang diberikan ke-i
ε ij = Galat percobaan pada taraf cassapon ke-i dan ulangan ke-j.
II. Pengaruh Cassapon dan CRM pada Domba KS dan BC
A. In Vitro Pengaruh Cassapon dan CRM
Percobaan in vitro dilakukan terhadap ransum A,B,C, dan D. Prosedur in
vitro dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut (berdasarkan
Theodorou dan Brooks (1990) dan Thalib et al. (2000):
1. Membuat larutan basal yang terdiri atas larutan penyangga (buffer),
makromineral, mikromineral, resazurine dan reducing agent
(komposisi bahan di lampirkan di lampiran 1). Larutan basal non
reducing agent dialirkan gas CO2 selama satu jam untuk kondisi
anaerob.
2. Menimbang substrat konsentrat dan rumput gajah giling dengan
komposisi masing-masing 0.5 gram. Kemudian substrat dituang ke
botol in vitro.
3. Larutan resazurine yang telah dialiri gas CO2 kemudian dituang ke
botol in vitro sebanyak 86 ml dan mikromineral sebanyak 4 ml.
Kemudian botol in vitro dialiri gas CO2. Botol ditutup dan dikocok
untuk kemudian disimpan di refrigerator dengan suhu 5°C selama satu
hari.
34
4. Cairan inokulan atau cairan domba fistula segar 10 ml dituang ke botol
in vitro kemudian dialiri gas CO2 supaya terjaga dalam kondisi
anaerob. Botol in vitro kemudian diletakkan di penangas air dengan
suhu 39°C sesuai dengan suhu tubuh domba.
5. Pengukuran produksi gas metana dilakukan dengan waktu 3, 6, 12, 24,
dan 48 jam. Prosedur pengukuran gas metana disajikan pada
subpeubah.
6. Pengukuran kecernaan bahan kering in vitro (IVDMD) dan kecernaan
bahan organik in vitro (IVOMD) mulai dilakukan setelah pengambilan
gas metana selesai (hari ketiga). Prosedur disajikan pada subpeubah.
7. Pengukuran pH dan dilakukan langsung setelah pengukuran gas
metana selesai.
8. Pengukuran bakteri, protozoa dan N-NH3 dilakukan pada hari keempat.
Prosedur pengukuran disajikan pada subpeubah.
9. Pengukuran VFA dilakukan setelah pengukuran gas metana selesai
dengan contoh inokulan beku.
Yij = µ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + ε ijk
Keterangan :
Yij = Respons yang diamati sebagai akibat faktor A taraf ke-i, faktor B
taraf ke-j dan kelompok ke-k
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh utama faktor A (bangsa domba) taraf ke-i
βj = Pengaruh utama faktor B (perlakuan pakan) taraf ke-j
(αβ)ij = Pengaruh interaksi faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j
ρk = Pengaruh kelompok ke-k
ε ijk = Galat percobaan atau pengaruh acak yang menyebar normal
B. In Vivo Pengaruh Cassapon dan CRM
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan acak
kelompok (RAK) pola faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah
faktor ransum yang terdiri atas 4 perlakuan, yaitu: kontrol (A), campuran
onggok (B), campuran CRM (C) dan campuran cassapon (D). Faktor
kedua adalah faktor bangsa domba yang terdiri dari dua perlakuan, yaitu:
domba komposit sumatera (KS) dan domba persilangan barbados (BC).
35
Model matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Yij = µ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + ε ijk
Keterangan :
Yij = Respons yang diamati sebagai akibat faktor A taraf ke-i, faktor B
taraf ke-j dan kelompok ke-k
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh utama faktor A (perlakuan ransum) taraf ke-i
βj = Pengaruh utama faktor B (bangsa domba) taraf ke-j
(αβ)ij = Pengaruh interaksi faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j
ρk = Pengaruh kelompok ke-k
ε ijk = Galat percobaan atau pengaruh acak yang menyebar normal
Peubah yang diamati
1. Pertambahan Bobot Badan
Data bobot badan dihitung setiap dua minggu sekali dengan menggunakan
timbangan dengan kapasitas 112 kg dan skala 200 gram merk Patterson®.
Penghitungan bobot badan dilakukan hingga akhir percobaan yang
dilakukan di kandang metabolis untuk dihitung pertambahan bobot badan
harian. Penghitungan bobot badan harian adalah sebagai berikut :
PBBH =
1
14( (BB2- BB1)+ (BB3- BB2) + …. +(BBi- BB(𝑖−1))
i
Keterangan: i adalah frekuensi penimbangan, jumlah penimbangan yang
dilakukan adalah 15 selama penelitian berlangsung.
2. Respons Fisiologis Ternak
Respons fisiologis yang diamati adalah laju denyut jantung, laju respirasi,
suhu rektal, dan suhu permukaan kulit.
a. Denyut Jantung
Pengukuran denyut jantung dilakukan dengan mengukur jumlah
detakan di bagian dada kiri atas (dekat lengan) dekat tulang axilla
sebelah kiri dengan menggunakan stetoskop. Penghitungan denyut
jantung dengan cara menghitung jumlah denyutan jantung selama satu
menit. Hitungan diulang sebanyak tiga kali dalam setiap pengambilan
data denyut jantung. Data denyut jantung adalah rata-rata dari ketiga
penghitungan (Schmidt-Nielsen 1997).
36
b. Laju Respirasi
Penghitungan proses respirasi dilakukan dengan menghitung aliran
napas pada rongga dada dengan stetoskop. Penghitungan laju respirasi
dilakukan dengan cara menghitung frekuensi napas selama satu menit.
Penghitungan diulang sebanyak tiga kali dalam setiap pengambilan
data frekuensi respirasi. Data frekuensi respirasi adalah rata-rata dari
ketiga penghitungan (Schmidt-Nielsen 1997).
c. Suhu Rektal
Suhu rektal diukur dengan memasukkan termometer klinis ke rektal
domba ± 1 menit. Kemudian dihitung suhu tubuhnya berdasarkan
rumus St = 0.86 Sr + 0.14 Sk (St = suhu tubuh, sk = suhu permukaan
kulit) (Schmidt-Nielsen 1997).
d. Suhu Permukaan Kulit
Panas tubuh dihitung dengan menembakan sinar uv dari alat
penghitung panas tubuh empat titik lokasi pengukuran, yaitu di bagian
punggung tepat di belakang pundak (A), bagian dada tepat di belakang
ketiak (B), tungkai kaki depan bagian atas (C), dan tungkai kaki depan
bagian bawah (metacarpus) (D). Rataan suhu permukaan kulit dihitung
berdasarkan rumus Sk = 0.25 (A + B) + 0.32 C + 0.18 D (Schmidt-
Nielsen 1997).
3. Kondisi lingkungan
Temperature Humidity Index (THI) dihitung menggunakan rumus Marrai
et al. (2007) dan LPHSI (1990):
THI = Tbk − (0.55 − 0.55 RH)( Tbk – 55.8)
Keterangan: Tbk = Suhu termometer bola kering (°F)
Tbb = Suhu termometer bola basah (°F)
Nilai THI < 82 = Tidak terdapat cekaman panas
Nilai THI 82-84 = Cekaman panas normal
Nilai THI 84-86 = Mulai terjadi cekaman panas
Nilai THI >86 = Cekaman panas berlebih
37
4. Nilai Dugaan Komposisi Tubuh
Nilai dugaan komposisi tubuh dihitung dengan metode urea space.
Prosedur urea space adalah dengan cara mengambil sampel darah pada
bagian vena jungularis, penyuntikan urea ke tubuh domba dan diambil
kembali sampel darah yang telah terdapat kandungan urea tubuh. Selisih
antara pengambilan sampel sebelum dan sesudah penyuntikan urea adalah
kandungan protein yang terabsorbsi. Secara rinci dijelaskan sebagai
berikut (Warsiti 2004; Astuti & Sudarman 2009):
a. Pengambilan sampel darah domba sebanyak 5 ml melalui vena
jugularis menggunakan syringe sebelum diinjeksi dengan larutan urea
(menit ke-0).
b. Injeksi larutan urea (20% w/v) sebanyak 0.65 ml untuk setiap kilogram
bobot badan metabolis melalui vena jugularis selama 2 menit secara
perlahan.
c. Injeksi cairan saline (0.9% NaCI) sebanyak 3 ml melalui vena jugularis
dengan tujuan untuk mendorong larutan urea. Penentuan waktu nol
untuk injeksi larutan urea dilakukan dengan menghitung titik tengah
antara waktu mulai injeksi urea sampai dengan waktu selesai injeksi
saline.
d. Mengambil sampel darah sebanyak 5 ml melalui vena jugularis dengan
syringe pada saat menit ke-12 setelah urea diinjeksikan, selanjutnya
sampel darah tersebut langsung dimasukkan ke dalam tabung evendorf
yang mengandung bubuk EDTA.
e. Sampel darah yang telah diambil kemudian langsung disentrifus
dengan kecepatan 10.000 x g dan suhu 5°C selama 10 menit, setelah
itu diambil plasma darahnya untuk dianalisis kadar ureanya dengan
menggunakan kit (Human Gaselchaft-Germany). Apabila tidak dapat
dianalisis pada hari itu juga, sampel plasma darah disimpan di dalam
freezer.
f. Urea space atau ruang urea dihitung dengan menggunakan rumus
Astuti dan Sudarman (2009); Panaretto dan Till (1963):
38
Urea Space (%) = Konsentrasi urea yang disuntikan
10 x BB x Selisih konsentrasi urea x 100%
Setelah itu dihitung kandungan protein, lemak, dan air tubuh domba dengan
menggunakan rumus Astuti dan Sudarman (2009); Panaretto dan Till (1963):
Air Tubuh (%) = 59.1 + (0.22 US) – 0.04 BB
Protein tubuh (%) = (0.265 Air Tubuh) – 0.47
Lemak tubuh (%) = 98 – (1.32 Air tubuh)
5. Konsumsi Nutrien Ransum (BK, BO, NDF, GE, SK, PK)
Konsumsi ransum, diukur dengan menghitung selisih antara pakan yang
diberikan dengan sisa pakan yang tidak dimakan. Perhitungannya adalah
dengan mengalikan hasil analisis proksimat bahan dengan pemberian
ransum kemudian dikurangi dengan sisa ransum yang telah dikalikan
dengan hasil analisis proksimat (AOAC 1995).
Konsumsi nutrien = Pemberian nutrien ransum – Sisa nutrien ransum
6. Kecernaan Nutrien Ransum (BK, BO, NDF, GE, SK, PK)
Penghitungan kecernaan nutrien ditentukan dengan metode koleksi total
pada kandang metabolis. Masa adaptasi kandang dilakukan selama tiga
hari dan pengumpulan data selama tujuh hari. Pencatatan jumlah ransum
yang diberikan dan sisanya dicatat, demikian juga feses dan urin yang
dikeluarkan. Setiap pemberian ransum diambil contoh untuk dianalisis.
Seusai penelitian semua contoh ransum dikomposit dan diambil 10%
untuk dianalisis komposisi zat-zat makanannya. Feses yang keluar
dikumpulkan dan ditimbang bobotnya, kemudian dioven 60oC selama 2
hari. Setelah kering, feses ditimbang dan disimpan dalam kantong plastik
yang tertutup rapat. Selesai penelitian, semua sampel dikomposit dan
diambil 10% untuk dianalisis komposisi kimianya. Hal yang sama juga
dilakukan terhadap urine, tetapi pada urine ditambahkan H2SO4 10%
sebanyak 100 ml per hari ke dalam ember penampungan agar nitrogen
dalam urine tidak menguap. Selanjutnya, dianalisis kandungan N totalnya.
39
Kecernaan nutrien dapat dihitung dengan rumus (AOAC 1995; Pond et al.
1995), yaitu :
Kecernaan nutrien = Nutrien yang dikonsumsi (g) – Nutrien dalam feses (g)
Nutrien yang dikonsumsi (g) x 100%
Keterangan :
Nutrien yang dikonsumsi = ∑ konsumsi BK x kandungan nutrien ransum
Konsumsi BK = jumlah konsumsi ransum (As fed) x kadar BK ransum
Nutrien dalam feses = % nutrien dalam feses x BK feses x ∑ produksi
feses
Penghitungan Uji Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik In vitro
a. Substrat rumput gajah giling dan konsentrat ditimbang berturut–turut
sebanyak 0.5g : 0.5 g. Substrat dimasukkan ke dalam cawan porslen
kemudian dioven 105°C selama 24 jam.
b. Cawan porselen didinginkan di dalam deksikator ± 2 jam.
Penimbangan cawan porslen.
c. Cawan porslen tersebut ditanur dengan suhu 500°C selama 8 jam.
Selanjutnya cawan porslen didinginkan ke dalam desikator ± 3 jam
untuk ditimbang data. Data ini sebagai blanko DMD dan OMD.
BK (DM) = Bobot kering
Bobot sampel dan BO (OM) =
Bobot kering − Bobot abu
Bobot kering
d. Penyaringan cairan rumen + substrat hasil inkubasi untuk mendapatkan
substrat dengan metode vakum menggunakan cynter glass. Setelah itu
mengikuti prosedur yang sama dengan urutan a, b dan c sebelumnya.
Hasil yang didapat dihitung sebagai kecernaan bahan kering (KCBK
atau IVDMD) dan bahan organik (KCBO atau IVOMD).
IVDMD = DM .Bobot Sampel –(Bobot Kering −Blanko )
(DM .Bobot Sampel ) x 100%
IVOMD = DM .OM . Bobot Sampel − ( Bobot kering −blanko − Abu −Blanko )
(DM .OM . Bobot Sampel ) x 100%
40
7. Rasio Konversi Pakan (FCR)
Rasio konversi pakan adalah perbandingan antara konsumsi pakan dengan
pertambahan bobot badan harian.
8. Kadar Metabolit Rumen
Pengambilan cairan rumen dilakukan setelah koleksi total selesai dengan
menggunakan pompa vacum yang dimasukkan dari mulut. Cairan rumen
ditampung dengan botol film dan selanjutnya dianalisis di laboratorium.
Pengamatan dilakukan terhadap :
a. Tingkat keasaman (pH) cairan rumen.
Tingkat keasaman (pH) cairan rumen diukur dengan menggunakan pH
meter yang telah dikalibrasi dengan larutan pH 4 dan pH 7.
b. Kadar VFA total dan Parsial
VFA total dan parsial diukur dengan teknik gas kromatografi (GC
Chrompack CP 9002) yang dilengkapi dengan komputer. Cairan
rumen dimasukkan ke dalam tabung eppendorf sebanyak 1 ml
ditambah 0.003g asam sulfo-5-salisilat dihidrat, kemudian disentrifuge
dengan kecepatan 12.000 rpm selama sepuluh menit. Sebanyak 0.4 µl
cairan jernih diinjeksi ke kromatografi dan hasilnya dapat dilihat pada
layar monitor. Sebelum injeksi sampel, terlebih dahulu diinjeksi
dengan larutan VFA standar. Perhitungan konsentrasi dalam sampel
dilakukan dengan menggunakan rumus :
VFA parsial (mM) = Area VFA contoh x Konsentrasi standar x 1000
Area standar x BM
Keterangan:
BM = bobot molekul VFA parsial
VFA Total = jumlah dari semua VFA parsial dalam sampel
c. Kadar N-amonia (N-NH3) cairan rumen
Kadar N-amonia akan ditentukan dengan teknik mikro difusi Conway
(AOAC 1995). Sebanyak 1 ml supernatan diletakkan di alur sebelah
kiri sekat cawan conway dan 1 ml larutan NaOH ditempatkan di alur
sebelah kanan. Pada cawan kecil di bagian tengah diisi asam borat
41
berindikator merah metil 3 ml. Kemudian cawan conway ditutup rapat
dengan tutup bervaselin lalu digoyang-goyang sehingga supernatan
bercampur dengan NaOH. Larutan dibiarkan selama 24 jam pada suhu
kamar. Amonia yang terikat dengan asam borat dititrasi dengan HCl
0.0114 N sampai warna kemerah-merahan. Kadar NH3 dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
N-NH3 (mg/ml) = (ml HCl x 17 x N HCl x 1000)
N-NH3 (mM) = (ml HCl x N HCl x 1000) mM
d. Konsentrasi Gas Metana
Produksi gas metana ditentukan dengan cara perhitungan stoikiometri
VFA dengan menggunakan cairan rumen dari masing-masing domba
percobaan in vivo berdasarkan rumus Owen dan Goetsch (1988);
Widiawati dan Thalib (2009):
Gas CH4 (mol) = 0.5(mol Asetat)+0.5(mol Butirat)-0.5(mol propionat)
Prosedur pengamatan produksi gas metana secara in vitro dengan
menggunakan inokulum atau cairan rumen domba fistula. Waktu
inkubasi dilakukan dengan interval 3, 6, 12, 24, dan 48 jam. Prosedur
penyiapan bahan telah dijelaskan sebelumnya pada halaman 33. Gas
metana diukur dengan cara menampung gas hasil fermentasi dengan
syringe pengukur volume. Dengan sistem konektor T, gas dalam siring
tersebut diinjeksikan ke dalam dua tabung yang dihubungkan secara
serial dan keduanya berisi larutan NaOH 5 N, dan selanjutnya gas CH4
lepas dan ditampung oleh syringe pengukur volume yang kedua
(Thalib et al. 2000 dan Tjandraatmaja 1981).
Gas CH4 (% v/v) =
Gas CH 4
Gas Total
Laju gas fermentasi (CH4, CO2, dan Gas Total) dihitung dengan rumus
(McDonald 1981) menggunakan perangkat lunak NEWAY®
:
Y = a+b(1-e-ct
)
42
Keterangan:
a = Jumlah cairan fermentasi yang hilang (bila digunakan) atau
measured washing loss
B = potensi rumen terdegradasi atau potential degradation for non-
water soluble material dihitung (a+b)-A
c = laju produksi gas (ml/jam)
t = waktu inkubasi atau fermentasi (jam)
e = bilangan natural (2,718)
e. Jumlah koloni bakteri
Jumlah koloni bakteri dihitung dengan metode anaerob (Ogimoto &
Imai 1981). Cairan rumen 0.5 ml dimasukkan ke dalam tabung
pengencer yang berisi 4.5 ml larutan pengencer (10 kali pengenceran),
pengenceran diulang sampai tujuh kali. Untuk tabung yang ke-7
diambil 0.5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi
media, kemudian diputar dengan roller hingga kering (agar diam tidak
berubah). Selanjutnya diinkubasi selama 14 hari, tetapi pada hari ke-5
mulai dihitung koloni bakterinya dan diulang pada hari ke-14.
Jumlah koloni bakteri (TPC) = 2 x (Jumlah koloni hari ke−5 + hari ke−14
2) x 10
7 koloni
f. Jumlah protozoa
Jumlah protozoa total dihitung dengan menggunakan haemositometer
(Ogimoto & Imai 1981). Sebanyak 0.5 ml cairan rumen dimasukkan ke
dalam larutan MFS (Methylgreen Formal-Salin), kemudian di teteskan
pada haemositometer dan jumlah protozoa dapat dilihat di bawah
mikroskop dengan pembesaran 400 kali.
Cara penghitungan :
Digunakan 25 kotak besar haemositometer dengan ukuran masing-
masing 1/250 mm3, sehingga 25 kotak = 1/10 mm
3 atau 10
-4 ml. Jika
dalam 25 kotak terdapat protozoa sebanyak B, artinya dalam 10-4
ml
cairan rumen terdapat protozoa sebanyak B x 101. Maka dalam 1 ml
cairan rumen akan terdapat protozoa sebanyak B x 101 x 10
4 = B x 10
5
43
Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila terdapat hasil
berbeda nyata (P≤0.05) analisis dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal (Mattjik
& Sumertajaya 2006). Semua data dianalisis dengan SAS V.9.1 dan Minitab
V.15.1.