badan layanan umum

25
Tika Tety Pratiwi 100810301113 Akun. Pemerintahan kelas

Upload: tika-tety-pratiwi

Post on 13-Dec-2015

10 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pelaporan korporat

TRANSCRIPT

Page 1: Badan Layanan Umum

Tika Tety Pratiwi

100810301113

Akun. Pemerintahan kelas E

Page 2: Badan Layanan Umum

A. Badan Layanan Umum

Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

1. Adapun alasan mengapa BLU diperlukan adalah:

Dapat dilakukan peningkatan pelayanan instansi pemerintah kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;

Instansi pemerintah dapat memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan praktik bisnis yang sehat;

Dapat dilakukan pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh instansi terkait.

2. Pengertiana. Dasar Hukum

BLU diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengaturnya, yaitu:1. Pasal 1 angka 23, Pasal 68 dan Pasal 69 UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara;2. PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;3. PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar

Pelayanan Minimal;4. Peraturan Menteri Keuangan No. 07/PMK.02/2006 tentang Persyaratan Administratif

Dalam Rangka Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;

5. Peraturan Menteri Keuangan No. 08/PMK.02/2006 tentang Kewenangan Pengadaan Barang/Jasa Pada Badan Layanan Umum;

6. Peraturan Menteri Keuangan No. 09/PMK.02/2006 tentang Pembentukan Dewan Pengawas Pada Badan Layanan Umum;

7. Peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.02/2006 jo. PMK No. 73/PMK.05/2007 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Pegawai Badan Layanan Umum;

8. Peraturan Menteri Keuangan No. 66/PMK.02/2006 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengajuan, Penetapan, Dan Perubahan Rencana Bisnis Dan Anggaran serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum;

9. Peraturan Menteri Keuangan No. 109/PMK.05/2007 tentang Dewan Pengawas Badan Layanan Umum;

10. Peraturan Menteri Keuangan No. 119/PMK.05/2007 tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;

11. Peraturan Menteri Keuangan No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum;

12. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah;

Page 3: Badan Layanan Umum

13. Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. Per-50/PB/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Oleh Satuan Kerja Instansi Pemerintah Yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU);

14. Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. Per-62/PB/2007 tentang Pedoman Penilaian Usulan Penerapan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;

Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. Per-67/PB/2007 tentang Tata Cara Pengintegrasian Laporan Keuangan Badan Layanan Umum Ke Dalam Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga

b. Karakteristik

1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah (bukan kekayaan negara yang dipisahkan);

2. Menghasilkan barang/jasa yang seluruhnya/sebagian dijual kepada publik; 3. Tidak bertujuan mencari keuntungan; 4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisien dan produktivitas ala korporasi; 5. Rencana kerja/anggaran dan pertanggungjawaban dikonsolidasikan pada instansi

induk; 6. Pendapatan dan sumbangan dapat digunakan langsung; 7. Pegawai dapat terdiri dari PNS dan non-PNS; 8. Bukan sebagai subjek pajak.

c. Tujuan

BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktik bisnis yang sehat.

d. Asas

Asas BLU adalah sebagai berikut:

1. BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan;

2. BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk.

3. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.

4. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota.

5. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan. 6. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja dan BLU disusun dan

disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.

Page 4: Badan Layanan Umum

7. BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktik bisnis yang sehat.

e. Pola Pengelolaan Keuangan BLUPola pengelolaan keuangan pada BLU merupakan pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.

3. Persyaratana. Persyaratan Substantif

Menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi yang berhubungan dengan: a. Penyediaan barang atau jasa layanan umum, seperti pelayanan di bidang kesehatan,

penyelenggaraan pendidikan, serta pelayanan jasa penelitian dan pengembangan (litbang);

b. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum seperti otorita dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet); atau

c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi atau pelayanan kepada masyarakat, seperti pengelola dana bergulir untuk usaha kecil dan menengah.

2. Bidang layanan umum yang diselenggarakan bersifat operasional yang menghasilkan semi barang/jasa publik (quasi public goods)

3. Dalam kegiatannya tidak mengutamakan keuntungan.

b. Persyaratan Teknis

1. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan

2. Kinerja keuangan satker instansi yang bersangkutan sehat sebagaimana ditunjukan dalam dokumen usulan penetapan BLU.

c. Persyaratan Administratif

1. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat.Pernyataan tersebut disusun sesuai dengan format yang tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.05/2007 dan bermaterai, ditandatangani oleh pimpinan satker Instansi Pemerintah yang mengajukan usulan untuk menerapkan PPK-BLU dan disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga terkait.

2. Pola tata kelola.Merupakan peraturan internal satuan kerja Instansi Pemerintah yang menetapkan:

1. organisasi dan tata laksana, yang memuat antara lain struktur organisasi, prosedur kerja, pengelompokan fungsi yang logis, ketersediaan dan pengembangan sumber daya manusia;

2. akuntabilitas, yaitu mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada satuan kerja Instansi Pemerintah bersangkutan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik, meliputi akuntabilitas program, kegiatan, dan keuangan;

Page 5: Badan Layanan Umum

3. transparansi, yaitu adanya kejelasan tugas dan kewenangan, dan ketersediaan informasi kepada publik.

3. Rencana strategis bisnis, mencakup: 1. visi, yaitu suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang

berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan; 2. misi, yaitu sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi yang

ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik; 3. program strategis, yaitu program yang berisi proses kegiatan yang berorientasi

pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul; dan

4. kesesuaian visi, misi, program, kegiatan, dan pengukuran pencapaian kinerja; 5. indikator kinerja lima tahunan berupa indikator pelayanan, keuangan,

administrasi, dan SDM; 6. pengukuran pencapaian kinerja, yaitu pengukuran yang dilakukan dengan

menggambarkan apakah hasil kegiatan tahun berjalan dapat tercapai dengan disertai analisis atas faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi tercapainya kinerja tahun berjalan.

4. Laporan keuangan pokok, terdiri atas: 1. Kelengkapan laporan:

1. Laporan Realisasi Anggaran/Laporan Operasional Keuangan, yaitu laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola, serta menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam suatu periode pelaporan yang terdiri atas unsur pendapatan dan belanja;

2. Neraca/Prognosa Neraca, yaitu dokumen yang menggambarkan posisi keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu;

3. Laporan Arus Kas, yaitu dokumen yang menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi, dan transaksi nonanggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas selama periode tertentu;

4. Catatan atas Laporan Keuangan, yaitu dokumen yang berisi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca/Prognosa Neraca, dan Laporan Arus Kas, disertai laporan mengenai kinerja keuangan.

2. Kesesuaian dengan standar akuntansi; 3. Hubungan antarlaporan keuangan. 4. Kesesuaian antara keuangan dan indikator kinerja yang ada di rencana strategis; 5. Analisis laporan keuangan.

5. Standar Pelayanan Minimum (SPM) merupakan ukuran pelayanan yang harus dipenuhi oleh satuan kerja instansi pemerintah untuk menerapkan PK BLU.SPM sekurang-kurangnya mengandung unsur:

1. Jenis kegiatan atau pelayanan yang diberikan oleh satker. Jenis kegiatan merupakan pelayanan yang diberikan oleh satker baik pelayanan ke dalam (satker itu sendiri) maupun pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Jenis kegiatan ini merupakan tugas dan fungsi dari satker yang bersangkutan.

2. Rencana Pencapaian SPM. Satuan kerja menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan peraturan yang ada.

Page 6: Badan Layanan Umum

3. Indikator pelayanan. SPM menetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan batas waktu pencapaian SPM.

4. Adanya tanda tangan pimpinan satuan kerja yang bersangkutan dan menteri/pimpinan lembaga.

6. Laporan audit terakhir, merupakan laporan auditor tahun terakhir sebelum satuan kerja instansi pemerintah yang bersangkutan diusulkan untuk menerapkan PK BLU. Dalam hal satuan kerja instansi pemerintah tersebut belum pernah diaudit, satuan kerja instansi pemerintah dimaksud harus membuat pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen yang disusun dengan mengacu pada formulir yang telah ditetapkan.

4. Tata Kelolaa. Kelembagaan

Pengelolaan Keuangan BLU dapat diterapkan oleh setiap instansi pemerintah yang secara fungsional menyelenggarakan kegiatan yang bersifat operasional. Instansi dimaksud dapat berasal dari dan berkedudukan pada berbagai jenjang eselon atau non eselon pada kementerian/lembaga. Sehubungan dengan itu, apabila instansi pemerintah yang menerapkan PK-BLU memerlukan perubahan status ataupun struktur kelembagaan, maka perubahan tersebut berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.

b. Pejabat Pengelola

BLU dikelola oleh Pejabat Pengelola BLU yang terdiri atas:

1. Pemimpin BLUPemimpin berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU yang berkewajiban:

1. menyiapkan rencana strategis bisnis BLU; 2. menyiapkan RBA tahunan; 3. mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai dengan

ketentuan yang berlaku; dan 4. menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan BLU.

2. Pejabat Keuangan BLUPejabat keuangan BLU berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan yang berkewajiban :

1. mengkoordinasikan penyusunan RBA; 2. menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU; 3. melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja; 4. menyelenggarakan pengelolaan kas; 5. melakukan pengelolaan utang-piutang; 6. menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi BLU; 7. menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan 8. menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.

3. Pejabat Teknis BLUPejabat teknis BLU berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing yang berkewajiban:

1. menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya; 2. melaksanakan kegiatan teknis sesuai menurut RBA; dan

Page 7: Badan Layanan Umum

3. mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya.

c. Kepegawaian

Pejabat pengelola dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) dan/atau tenaga profesional non-PNS sesuai dengan kebutuhan BLU. Syarat pengangkatan dan pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLU yang berasal dari PNS dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PNS. Pejabat pengelola dan pegawai BLU yang berasal dari tenaga profesional non-PNS dapat dipekerjakan secara tetap atau berdasarkan kontrak.

d. Dewan Pengawas

Dewan Pengawas untuk BLU di lingkungan pemerintah pusat dibentuk dengan keputusan menteri/pimpinan lembaga atas persetujuan Menteri Keuangan.

Anggota dewan pengawas terdiri dari unsur-unsur pejabat dari kementerian negara/lembaga teknis yang bersangkutan, Kementerian Keuangan, dan tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan BLU.

5. Penilaian dan Penetapana. Penilaian

Menteri/pimpinan lembaga mengusulkan instansi pemerintah yang memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif untuk menerapkan PK-BLU kepada Menteri Keuangan. Menteri Keuangan melakukan penilaian atas usulan tersebut dan apabila telah memenuhi semua persyaratan di atas, maka Menteri Keuangan menetapkan instansi pemerintah bersangkutan untuk menerapkan PK-BLU berupa pemberian status BLU secara penuh atau bertahap.

Tugas Tim Penilai

Tugas dari Tim Penilai adalah:

1. Merumuskan kriteria yang akan digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penilaian.

2. Melakukan identifikasi dan klarifikasi terhadap usulan penerapan PK-BLU; 3. Melakukan koordinasi dengan unit/instansi terkait. 4. Melakukan penilaian atas usulan penerapan PK-BLU yang disampaikan oleh

menteri/pimpinan lembaga. 5. Menyampaikan rekomendasi hasil penilaian atas usulan penetapan Satuan Kerja

Instansi Pemerintah untuk menerapkan PK-BLU kepada Menteri Keuangan. 6. Melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan penilaian usulan penetapan

instansi PK-BLU.

Page 8: Badan Layanan Umum

Tim Penilai dalam melaksanakan prosedur penilaian sesuai dengan prosedur operasi standar Penilaian dan Penetapan BLU.

b. Penetapan

Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Tim Penilai, usulan penetapan BLU dapat ditolak atau ditetapkan dengan status BLU penuh maupun BLU bertahap.

1. Status BLU PenuhSatker yang berstatus BLU Penuh diberikan seluruh fleksibilitas pengelolaan keuangan BLU, yaitu:

1. Pengelolaan Pendapatan 2. Pengelolaan Belanja 3. Pengadaan Barang/Jasa 4. Pengelolaan Barang 5. Pengelolaan Kas 6. Pengelolaan Utang dan Piutang 7. Pengelolaan Investasi 8. Perumusan Kebijakan, Sistem, dan Prosedur Pengelolaan Keuangan.

2. Status BLU BertahapStatus BLU Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif, teknis, dan administratif telah terpenuhi, namun persyaratan administratif kurang memuaskan sesuai dengan kriteria SOP penilaian. Status BLU Bertahap berlaku paling lama tiga tahun dan apabila persyaratan terpenuhi secara memuaskan dapat diusulkan untuk menjadi BLU Penuh.

Fleksibilitas yang diberikan kepada satker berstatus BLU bertahap dibatasi:

1. Penggunaan langsung pendapatan dibatasi jumlahnya, sisanya harus disetorkan ke kas negara sesuai prosedur PNBP.

2. Tidak diperbolehkan mengelola investasi; 3. Tidak diperbolehkan mengelola utang; 4. Pengadaan barang/jasa mengikuti ketentuan umum pengadaan barang/jasa pemerintah

yang berlaku. 5. Tidak diterapkan flexible budget.

6. Perubahan dan Pencabutan Status

Pencabutan status BLU menjadi satker biasa apabila:

1. Dicabut oleh Menteri Keuangan berdasarkan rekomendasi atau masukan dari tim pembinaan, monitoring, dan evaluasi kinerja BLU ;

2. Dicabut oleh Menteri Keuangan atas usulan menteri teknis/pimpinan lembaga; 3. Berubah status menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan.

7. Tarif dan Biaya Satuan

Page 9: Badan Layanan Umum

a. Tarif

Satker berstatus BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana yang dapat bertujuan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya per unit layanan. Tarif layanan tersebut dapat berupa besaran tarif atau pola tarif sesuai jenis layanan BLU yang bersangkutan. Apabila BLU memiliki jenis layanan yang tidak terlalu banyak, maka cukup memiliki tarif berupa angka mutlak ataupun kisaran tarif. Apabila BLU memiliki jenis layanan yang banyak dan bersifat kompleks, seperti rumah sakit, maka tarifnya berupa pola tarif untuk kelompok layanan.

Hal-hal yang wajib dipertimbangkan dalam menyusun tarif adalah sebagai berikut:

1. Kontinuitas dan pengembangan layanan; 2. Daya beli masyarakat; 3. Asas keadilan dan kepatutan; 4. Kompetisi yang sehat.

b. Biaya Satuan

Dalam rangka penyusunan biaya satuan per unit layanan, maka perlu diperhitungkan biaya-biaya yang timbul, yaitu:

1. Biaya langsung; adalah biaya-biaya yang secara khusus dapat ditelusuri atau diidentifikasi sebagai komponen langsung dari biaya produk. Total biaya langsung ini dalam beberapa literatur juga sering disebut dengan istilah biaya utama (prime cost).

2. Biaya tidak langsung adalah semua biaya yang tidak dapat diidentifikasi secara khusus terhadap suatu produk dan dibebankan kepada seluruh jenis produk secara bersamaan. Biaya tidak langsung ini sering disebut juga dengan istilah biaya overhead (overhead cost).

3. Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara total seiring dengan berubahnya volume produk yang dibuat. Sehingga hubungan antara total biaya variabel dengan total unit barang yang diperoduksi adalah linier (garis lurus). Sedangkan biaya per unit-nya adalah tetap. Contoh: Biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung.

4. Biaya tetap (fixed cost), seperti biaya penyusutan dan biaya sewa akan selalu tetap (constant) dalam suatu rentang waktu/periode tertentu. Perlu dicatat bahwa biaya tetap akan selalu konstan pada semua tingkat produksi (volume), sedangkan biaya tetap per unit akan menurun seiring dengan meningkatnya volume produksi.

Langkah-langkah perhitungan biaya satuan adalah sebagai berikut:

1. Menentukan kegiatan berdasarkan program yang telah ditetapkan; 2. Menentukan indikator kinerja berupa keluaran (output), tolok ukur kinerja, dan target

kinerja; 3. Untuk satu jenis keluaran, tentukan jenis biaya dan besaran biaya per unit output.

Jenis biaya dapat berupa: biaya langsung variabel, biaya langsung tetap, biaya tidak langsung variabel, dan biaya tidak langsung tetap.

Page 10: Badan Layanan Umum

4. Menghitung biaya per jenis kegiatan dengan mengalikan rincian biaya dengan satuan biaya.

5. Menjumlahkan seluruh komponen biaya untuk mendapatkan satuan biaya per kegiatan.

8. Perencanaan dan Penganggarana. Rencana Strategis Bisnis

BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L). Rencana strategis bisnis merupakan istilah yang pengertiannya sama dengan Renstra bagi instansi pemerintah. Oleh karena itu penyusunan rencana strategis bisnis berpedoman pada Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Sesuai dengan Inpres tersebut, rencana strategis mengandung visi, misi, tujuan/sasaran, dan program yang realistis dan mengantisipasi masa depan yang diinginkan dan dapat dicapai.

b. Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran

Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU memuat antara lain:

1. Kondisi kinerja BLU tahun berjalan; 2. Asumsi makro dan mikro; 3. Target kinerja (output yang terukur); 4. Analisis dan perkiraan biaya per output dan agregat; 5. Perkiraan harga dan anggaran; 6. Prognosa laporan keuangan.

Perencanaan dan penganggaran BLU pada prinsipnya tidak berbeda dengan perencanaan dan penganggaran pada kementerian/lembaga.

c. Pengintegrasian Rencana Bisnis dan Anggaran dalam RKA-K/L

RKA-K/L sebagai dokumen usulan anggaran (budget request) memuat sasaran terukur yang penyusunannya dilakukan secara berjenjang dari tingkat kantor/satuan kerja ke tingkat yang lebih tinggi (bottom-up) untuk melaksanakan penugasan dari menteri/pimpinan lembaga (top down). Dengan demikian dalam menyusun suatu Rencana Kerja dan Anggaran BLU harus menerapkan anggaran berbasis kinerja. BLU sebagai satuan kerja merupakan bagian dari kementerian negara/lembaga. Oleh karena itu pengintegrasian RBA BLU ke dalam RKA-K/L dilakukan oleh kementerian negara/lembaga bersangkutan. Tata cara pengintegrasian RBA kedalam RKA-K/L berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

9. Pelaksanaan Anggarana. Dokumen Pelaksanaan Anggaran

Setelah RKA-KL dan Undang-undang APBN disahkan, pimpinan BLU menyesuaikan usulan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) menjadi RBA Definitif. RBA definitif digunakan

Page 11: Badan Layanan Umum

sebagai acuan dalam menyusun DIPA BLU untuk diajukan dan mendapat pengesahan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.

DIPA BLU sekurang-kurangnya memuat:

1. seluruh pendapatan dan belanja BLU; 2. proyeksi arus kas; 3. jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa yang dihasilkan; 4. rencana penarikan dana yang bersumber dari APBN; 5. besaran persentase ambang batas sebagaimana ditetapkan dalam RBA definitif.

Dalam hal DIPA BLU belum disahkan oleh Menteri Keuangan, BLU dapat melakukan pengeluaran paling tinggi sebesar angka dokumen pelaksanaan anggaran tahun lalu.

DIPA BLU yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan menjadi lampiran dari contractual performance agreement yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan lembaga dengan pimpinan BLU yang bersangkutan dan sekaligus menjadi dasar penarikan dana.

b. Pengelolaan PNBP

Pengelolaan PNBP pada BLU mengikuti pedoman sebagai berikut.

1. Penggunaan PNBP 1. Pada BLU Penuh

Satuan kerja berstatus BLU Penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan, antara lain dapat langsung menggunakan seluruh PNBP dari pendapatan operasional dan nonopersaional, di luar dana yang yang bersumber dari APBN, sesuai RBA tanpa terlebih dahulu disetorkan ke Rekening Kas Negara. Apabila PNBP melebihi target yang ditetapkan dalam RBA tetapi masih dalam ambang batas fleksibilitas, kelebihan tersebut dapat digunakan langsung mendahului pengesahan revisi DIPA. Terhadap kelebihan PNBP yang melampaui ambang batas fleksibilitas, dapat digunakan dalam tahun berjalan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perbendaharaan atau menjadi saldo awal tahun berikutnya.

2. Pada BLU BertahapSatker berstatus BLU Bertahap dapat menggunakan PNBP sebesar persentase yang telah ditetapkan. Sedangkan PNBP yang dapat digunakan langsung adalah sebesar persentase yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang penetapan satker yang menerapkan PK-BLU yang bersangkutan.Satker berstatus BLU Bertahap menyetor penerimaan PNBP yang tidak digunakan langsung ke Rekening Kas Negara secepatnya. PNBP yang telah disetor dapat dipergunakan kembali sebesar selisih antara PNBP yang dapat digunakan dengan PNBP yang telah digunakan langsung.

2. Pertanggungjawaban Pengunaan PNBP oleh BLUSatker BLU mempertanggungjawabkan pengggunaan PNBP secara langsung dengan menyampaikan SPM Pengesahan kepada KPPN setiap triwulan selambat-lambatnya tanggal 10 setelah akhir triwulan yang bersangkutan dengan dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) yang ditandatangani oleh pimpinan BLU. Berdasarkan SPM pengesahan tersebut, KPPN menerbitkan SP2D sebagai pengesahan penggunaan dana PNBP.

Page 12: Badan Layanan Umum

Pertanggungjawaban penggunaan dana PNBP selain yang digunakan langsung oleh satker yang berstatus BLU Bertahap menggunakan mekanisme pertanggungjawaban PNBP sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan yang berlaku (mengakomodasi perubahan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005).

c. Revisi Anggaran

DIPA BLU ataupun RBA Definitif apabila diperlukan dapat direvisi. Perubahan/revisi terhadap DIPA BLU atau RBA Definitif dapat dilakukan jika:

1. Terdapat perubahan/pergeseran program atau kegiatan BLU; 2. Terdapat penambahan atau pengurangan pagu anggaran yang berasal dari APBN; 3. Belanja BLU melampaui ambang batas fleksibilitas; 4. Belanja BLU sampai dengan ambang batas fleksibilitas.

Tata cara perubahan/revisi yang berhubungan dengan penganggaran dan perubahan program dan/atau kegiatan BLU berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 atau Peraturan Menteri Keuangan (Nomor ?) tentang Mekanisme Revisi DIPA Kementerian Negara/Lembaga dan RBA serta pelaksanaan anggaran BLU. Perubahan/revisi sebagaimana dimaksud pada angka 4 dapat dilakukan setelah belanja dilaksanakan. Perubahan tersebut dapat dilaksanakan sebelum akhir tahun anggaran dalam bentuk pengesahan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

d. Surplus dan Defisit BLU

Surplus anggaran BLU adalah selisih lebih antara pendapatan dengan belanja BLU yang dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode anggaran. Estimasi surplus dalam tahun anggaran berjalan diperhitungkan dalam RBA tahun anggaran berikut untuk disetujui penggunaannya. Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah Menteri Keuangan, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke rekening kas umum negara dengan mempertimbangkan posisi likuiditas BLU. Defisit anggaran BLU adalah selisih kurang antara pendapatan dengan belanja BLU yang dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode anggaran.Defisit anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran berikutnya kepada Menteri Keuangan melalui Menteri/Pimpinan Lembaga. Menteri Keuangan dapat mengajukan anggaran untuk menutup defisit pelaksanaan anggaran BLU dalam APBN tahun anggaran berikutnya.

10. Pengelolaan Keuangan dan Baranga. Pengelolaan Kasb. Pengelolaan Piutangc. Pengelolaan Utangd. Pengelolaan Investasie. Pengelolaan barangf. Penyelesaian Kerugian

11. Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawabana. Akuntansi

Page 13: Badan Layanan Umum

BLU menyelenggarakan akuntansi sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntan Indonesia, jika tidak ada standar akuntansi BLU yang bersangkutan dapat menerapkan standar akuntansi industri yang spesifik setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan mengacu pada standar akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga.

b. PelaporanBLU menyampaikan laporan keuangan setiap triwulan kepada menteri/pimpinan lembaga berupa Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan dan Laporan keuangan yang lengkap (termasuk neraca dan ikhtisar laporan keuangan) pada setiap semester dan tahunan. Laporan-laporan tersebut disampaikan paling lambat satu bulan setelah periode pelaporan berakhir. Laporan keuangan unit-unit usaha yang diselenggarakan dikonsolidasikan oleh BLU dan menjadi lampiran laporan keuangan BLU. .

c. PertanggungjawabanMenteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab atas keberhasilan pencapaian sasaran program berupa hasil (political accountability), sedangkan pimpinan BLU bertanggung jawab atas keberhasilan pencapaian sasaran kegiatan berupa keluaran (operational accountability) dan terhadap kinerja BLU sesuai dengan tolok ukur yang ditetapkan dalam RBA.

12. Pembinaan, Pengawasan dan Pemeriksaana. Pembinaan :Pembinaan teknis BLU dilakukan oleh menteri/pimpinan lembaga,

sedangkan pembinaan di bidang keuangan dilakukan oleh Menteri Keuangan. b. Pengawasanc. Pemeriksaan :Pemeriksaan intern BLU dilaksanakan oleh satuan pemeriksaan intern

(SPI) yang merupakan unit kerja dan berkedudukan langsung di bawah pemimpin BLU, sedangkan pemeriksaan ekstern dilaksanakan oleh lembaga pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

B. RUMAH SAKIT SEBAGAI BLU1. Standar Pelayanan dan Tarif Layanan Rumah Sakit

Pelanggan baik eksternal maupun internal mempunyai keinginan- keinginan ataupun harapan terhadap jasa yang disediakan oleh rumah sakit. Mereka mempunyai persyaratan-persyaratan yang diharapkan dapat dipenuhi oleh rumah sakit. Namun demikian pelanggan eksternal sebagai pengguna jasa pelayanan mengharapkan apa yang diinginkan dapat dipuaskan (customer satisfaction), sedangkan tenaga profesi mengajukan persyaratan agar pelayanan yang disediakan memenuhi standar profesi, sedangkan pihak manajemen menghendaki pelayanan yang efektif dan efisien. Jadi mutu dapat dipandang dari berbagai sudut pandang.Tarif layanan diusulkan oleh rumah sakit kepada menteri keuangan/menteri kesehatan/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya, dan kemudian ditetapkan oleh menteri keuangan/kepala daerah dengan peraturan menteri keuangan/peraturan kepala daerah. Tarif layanan yang diusulkan dan ditetapkan tersebut harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:1. kontinuitas dan pengembangan layanan;2. daya beli masyarakat;3. asas keadilan dan kepatutan; dan4. kompetisi yang sehat.

2. Pengelolaan Keuangan

Page 14: Badan Layanan Umum

Dengan terbitnya PP No. 23 Tahun 2005, rumah sakit pemerintah daerah mengalami perubahan menjadi BLU. Perubahan ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan tidak lagi kepada Departemen Kesehatan tetapi kepada Departemen Keuangan, sehingga harus mengikuti standar akuntansi keuangan yang pengelolaannya mengacu pada prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi dan efisiensi. Anggaran yang akan disusun pun harus berbasis kinerja (sesuai dengan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002).

Adapun Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU yang disusun harus menyediakan informasi untuk:1. Mengukur jasa atau manfaat bagi entitas yang bersangkutan2. Pertanggungjawaban manajemen rumah sakit (disajikan dalam bentuk laporan

aktivitas dan laporan arus kas);3. Mengetahui kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan posisi

keuangan);4. mengetahui perubahan aktiva bersih (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas).Sehingga, laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah mencakup sebagai berikut:

1. Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca). Klasifikasi aktiva dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya. Sedangkan aktiva bersih diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer dan terikat permanen. Yang dimaksud pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya yang ditetapkan oleh penyumbang. Sedangkan pembatasan temporer adalah pembatasan penggunaan sumber daya oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut dipertahankan sampai pada periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan tertentu;

2. Laporan aktivitas (yaitu penghasilan, beban dan kerugian dan perubahan dalan aktiva bersih);

3. Laporan arus kas yang mencakup arus kas dari aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan;

4. Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan permanen atau temporer, dan perubahan klasifikasi aktiva bersih.

3. RUMAH SAKIT SEBAGAI BLU: TINJAUAN ASPEK PELAPORAN KEUANGAN

Organisasi BLU cenderung sebagai organisasi nirlaba kepemerintahan Sesuai dengan PP No:23 tahun 2005 pasal 26 menyebutkan bahwa akuntansi dan laporan keuangan diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia. Ketentuan ini mengakibatkan ketidakkonsistensian yaitu bahwa organisasi BLU yang cenderung sebagai organisasi kepemerintahan tetapi pelaporan akuntansi menggunakan PSAK (standar akuntansi keuangan ) dari IAI, bukan menggunakan PSAP  Standar akuntansi pemerintahan). Standar akuntansi pemerintah disusun oleh komite standar akuntansi pemerintah (KSAP). Standar ini digunakan untuk organisasi kepemerintahan dan merupakan pedoman dalam penyususnan dan penyajian laporan keuangan. SAP dinyatakan dalam PSAP.Organisasi pemerintahan sebagai organisasi yang nirlaba semestinya menggunakan SAP bukan SAK. Oleh karena itu jika rumah sakit pemerintah sebagai badan layanan umum semestinya juga menggunakan SAP bukan SAK, namun dalam PP disebutkan badan layanan umum sebagai institusi yang nirlaba menggunakan SAK. Dalam hal

Page 15: Badan Layanan Umum

ini SAK yang tepat adalah PSAK no 45 yaitu standar akuntansi keuangan utuk organisasi nirlaba.

4. RUMAH SAKIT SEBAGAI BLU: TINJAUAN DARI ASPEK TEKNIS KEUANGAN

Implementasi aspek teknis keuangan bagi rumah sakit ini akan menjadi nilai plus dalam upayanya untuk peningkatan kualitas jasa layanan dan praktik tata kelola yang transparan. Perhitungan dan penelusuran terhadap unit cost memerlukan persyaratan sbb:

1.      Menuntut adanya dukungan dari para stakeholder,2.      Memiliki keinginan yang kuat dari rumah sakit untuk berbenah, tanpa meninggalkan misi

layanan sosial tetapi harus tetap mengunggulkan rumah sakit sebagai alat bargaining position,

3.      Kesanggupan untuk mewujudkan desakan akuntabilitas dari publik kepada rumah sakit, khususnya mengenai pola penentuan tariff,

4.      Dukungan dari seluruh tim ahli, baik ahli medis, komite medis, sistem informasi rumah sakit, akuntansi dan costing.

Dengan implementasi perubahan kelembagaan menjadi badan layanan umum, dalam aspek teknis keuangan diharapkan rumah sakit akan memberi kepastian mutu dan kepastian biaya menuju pada pelayanan kesehatan yang lebih baik.

5. RUMAH SAKIT SEBAGAI BLU: TINJAUAN DARI ASPEK PERPAJAKANUndang-undang pajak penghasilan terdapat empat kriteria yang harus dipenuhi rumah sakit yaitu:

1.      Dibentuk berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku,2.      Dibiayai dengan dana yang bersumber APBN dan APBD,3.      Penerimaan lembaga tersebut dmasukkan dalam anggaran,4.      Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara

Ketentuan khusus bagi organisasi sejenis Yayasan yang bergerak di bidang rumah sakit berdasar SE-34/PJ.4/1995) adalah:

1.    Obyek Pajak, yang mmenjadi obyek pajak adalah semua penghasilan yang diterima atau diperoleh sesuai dengan ketentuan dalam UU no 17 tahun 2000, antara lain:

a.       Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, pekerjaan, kegiatan atau jasa,b.      Bunga deposito, bunga obligasi, diskontto SBI dan bunga lainnya,c.       Sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta,d.      Keuntungan pengalihan harta,e.       Pembagian keuntungan dari kerjasama usaha,2.    Jenis-jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan usaha/kegiatan

yang dilakukan yayasan atau organisasi sejenis yang bergerak di bidang pelayanan rumah sakit meliputi:

a.       Uang pendaftaran untuk pelayanan kesehatan,b.      Sewa kamar/ruangan di rumah sakit, poliklinik, pusat pelayanan kesehatan,c.       Penghasilan dari perawatan kesehatan seperti uang pemeriksaan dokter, operasi, rontgen,

scanning, pemeriksaan laboratorium, dlld.      Uang pemeriksaan kesehatan termasuk general check up,e.       Penghasilan dari penyewaan alat kesehatan,f.       Penghasilan dari penjualan obat,g.      Penghasilan lainnya sehubungan dengan pelayanan kesehatan,

Berkaitan dengan transaksi yang berhubungan dengan Pph 21 di rumah sakit, terdapat ketentuan khusus bagi rumah sakit, yaitu:

Page 16: Badan Layanan Umum

1.      Tenaga dokter berdasar status hubungan kerja digolongkan menjadi:a.       Dokter yang menjabat sebagai pimpinan rumah sakit,b.      Doker sebagai pegawai tetap atau honorer rumah sakit,c.       Dokter tetap yaitu dokter yang mempunyai jadwal praktek tetap tetap bukan sebagai pegawai

tetap rumah sakit,d.      Dokter tamu yaitu dokter yang merawat atau menitipkan pasiennya untuk dirawat di rumah

sakit,e.       Dokter yang menyewa ruangan di rumah sakit untuk praktek,

Sedangkan untuk penghasilan dokter dapat dibedakan menjadi:a.       Penghasilan yang bersumber dari keuangan rumah sakit atau dari imbalan lain yang diterima

oleh para dokter,b.      Penghasilan yang berasal dari pasien yang diterima oleh para dokter,

6. Pelaporan dan PertanggungjawabanBLU sebagai instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan merupakan organisasi pemerintahan yang bersifat nirlaba. Sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) PP No. 23 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa “Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia”. Ketentuan ini menimbulkan inkonsistensi, karena BLU merupakan badan/unit atau organisasi pemerintahan yang seharusnya menggunakan PSAP atau Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana diatur menurut PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, namun dalam PP No. 23 Tahun 2005 menggunakan PSAK (Standar Akuntansi Keuangan) yang berasal dari IAI. Sebagai organisasi kepemerintahan yang bersifat nirlaba, maka rumah sakit pemerintah daerah semestinya juga menggunakan SAP bukan SAK.

C. UNIVERSITAS SEBAGAI BLU1. Perguruan Tinggi Negeri Berstatus BLU

Sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) terkemuka, yaitu Universitas Indonesia (UI); Universitas Gadjah Mada (UGM); Institut Teknologi Bandung (ITB); Institut Pertanian Bogor (IPB); Universitas Sumatera Utara (USU); Universitas Pendidikan Indonesia (UPI); dan Universitas Airlangga (Unair) yang telah berubah status menjadi milik negara kini resmi berstatus menjadi Badan Layanan Umum (BLU) secara penuh, dan akan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan (PPK) BLU.

2. Penetapan Tarif atau BiayaDengan status BLU, ketujuh PTN tersebut dimungkinkan untuk memungut biaya

kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan. Namun tarif/biaya dimaksud harus mempertimbangkan aspek-aspek: 1). Kontinuitas dan pengembangan layanan; 2). Daya beli masyarakat; 3). Asas keadilan dan kepatutan; dan 4). Kompetisi yang sehat.

3. Tantangan Tantangan bagi para pimpinan perguruan tinggi (rektorat dan dekanat) adalah:

Bagaimana merencanakan dan menjalankan tranformasi tanpa tersandera oleh berbagai masalah, atau ketidak tahuan mengenai tata kelola dan sistem manajemen pendidikan tinggi, atau terbebani hutang budi ke pihak-pihak yang membantu dalam

Page 17: Badan Layanan Umum

pemilihan rektor atau dekan yang menggunakan model pemilihan politik. Perubahan mind-set ini berat karena mempunyai implikasi memotong tradisi atau sejarah yang buruk dalam mengelola lembaga pendidikan tinggi.

Pengalaman dalam diskusi selama 3 bulan terakhir dan pengamatan adalah adanya resistensi dari sebagian dosen untuk perubahan. Bahkan ada yang pejabat perguruan tinggi bahwa perubahan seperti ke arah pendidikan tinggi di luar negeri yang maju bukan hal yang cocok untuk Indonesia. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa usulan ke pengelola perubahan tinggi berupa perubahan mind-set , bukanlah hal mudah.

4. Persiapan dan Perubahan menjadi BLUa. Reformasi dan Birokrasi InternalUntuk menuju konsep BLU, perlu melakukan penataan sistem dari segi Efisien,Transparan dan akuntabel. Begitupula dengan manajemen di dalam birokrasi dimana pola pikir, pola sikap dan pola tindakan harus berubah. Konsep BLU memberikan pelayanan, dari dua perubahan yang mendasar ini sehingga terjadi penguatan organisasi, pembenahan ketatalaksanaan dan penguatan SDM.b. Otonomi KepegawaianDalam konsep BLU, fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan dalam upaya menciptakan praktek bisnis yang sehat dan peningkatan kualitas layanan merupakan suatu jaminan. Untuk mendukung hal tersebut, dibutuhkan SDM yang handal. Dalam kaitan dengan itu, PTN harus memiliki provider (dosen dan pegawai) dan costumer (mahasiswa S0, S1, S2, dan S3) yang akan menerima pelayanan secara profesional ala bisnis sehingga menghasilkan lulusan yang siap berkompetisi dalam dunia kerja. c. Otonomi keuanganAlasan utama penetapan BLU adalah peningkatan efektivitas dan pelayanan publik dengan dua paradigm baru yakni memberi kewenangan kepada rektor (manajer) untuk menggunakan anggaran dengan cara yang paling efisien dan memastikan bahwa manajer menghasilkan kinerja. Pengaturan BLU, merupakan wadah implementasi enterprising the government dan penganggaran berbasis kinerja. Dengan BLU, pemerintah berupaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa melalui fleksibilitas pengelolaan keuangan berdasar prinsip ekonomi dan produktivitas serta praktek bisnis yang sehat. d. Otonomi AkademikUntuk meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan tinggi, Kemdiknas melakukan reformasi kurikulum pendidikan tinggi. Reformasi kurikulum ditetapkan dengan terbitnya SK Mendiknas 232/U/2000 dan 045/U/2002, yang merubah paradigma orientasi pembelajaran dari basis konten menuju ke basis kompetensi serta pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa sebagai subyek belajar.