bacillus subtilis penghasil enzim lipase

5
Prosiding Kimia FMIPA SK-091304 Pengaruh Suhu pada Lipase dari Bakteri Bacillus subtilis Rena Yuneta*, Prof. Dr. Surya Rosa Putra, M.S 1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Abstrak Bacillus subtilis telah lama dikenal sebagai bakteri penghasil enzim. Berdasarkan pengaruh suhu habitatnya, bakteri ini bersifat fakultatif termofilik. Sifat ini mempengaruhi juga terhadap enzim yang dihasilkan dimana salah satunya adalah enzim lipase. Penelitian ini memfokuskan pada pengaruh suhu terhadap lipase yang dihasilkan Bacillus subtilis dengan menggunakan substrat minyak zaitun. Aktivitas lipase diuji dengan metode dari Kwon menggunakan spektrofotometer dan metode Bradford digunakan untuk menguji kandungan proteinnya. Kandungan protein yang diperoleh sebesar 4,002 mg protein tiap 1 mg sel kering. Aktivitas spesifik lipase tertinggi adalah 0,120 U/mg pada suhu 45 o C. Kata kunci : fakultatif termofilik, metode Bradford, lipase Abstract Bacillus subtilis have been known as enzyme producing bacteria. Based on temperature effect of its habitat, Bacillus subtilis cathegorized as facultative thermophilic bacteria. This characteristic influenced for its enzyme which lipase is one of them. This research was focused on temperature effect of lipase from Bacillus subtilis with olive oil as a substrate. Lipase activity was evaluated by Kwon method with spectrophotometer and Bradford method used for evaluating protein content. Protein content was 4,002 mg each mg of dry cell weight. The highest lipase specific activity was 0,120 U/mg at 45 o C. Keywords: facultative thermophilic, Bradford method, lipase 1. Pendahuluan Dewasa ini industri enzim telah berkembang pesat dan menempati posisi penting dalam bidang industri. Kesadaran masyarakat terhadap masalah lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta lingkungan menjadikan teknologi enzim sebagai salah satu alternatif untuk menggantikan berbagai proses kimiawi dalam bidang industri (Falch, 1991). Enzim merupakan katalisator pilihan yang diharapkan dapat mengurangi dampak pencemaran dan pemborosan energi karena reaksinya tidak membutuhkan energi tinggi, bersifat spesifik, dan tidak beracun (Aunstrup, 1979). Produksi enzim untuk jumlah besar dan mempunyai aktivitas yang tinggi perlu diperhatikan faktor-faktor penting seperti kondisi pertumbuhan, cara isolasi, serta jenis substrat yang digunakan. Kondisi pertumbuhan yang menunjang produksi enzim secara maksimal adalah pH, suhu inkubasi, waktu inkubasi, dan komposisi media pertumbuhan harus mengandung sumber energi, sumber karbon, sumber nitrogen dan mineral (Wang, 1979). Penggunaan enzim dalam bioteknologi modern semakin berkembang secara cepat. Banyak industri- industri yang telah memanfaatkan kerja enzim, meliputi industri pangan dan non pangan. Salah satu jenis enzim yang mempunyai peran penting dan tidak ada bandingan dalam pertumbuhan bioteknologi adalah enzim lipase (Sumarsih, 2004). Enzim lipase sangat berperan dalam pemisahan asam lemak dan pelarutan noda minyak pada alat industri agar minyak dapat dilarutkan dalam air (Dosanjh, 2002). Lipase yang berasal dari mikroorganisme termofilik (dapat tumbuh pada suhu 45 o C-70 o C) memainkan peran yang penting dalam proses industri karena sifatnya yang stabil, sangat cocok dengan kondisi proses di industri yang membutuhkan kondisi khusus, seperti suhu tinggi, tahan terhadap denaturasi dan proteolisis. Bacillus substilis menunjukkan sifat ini, karena memiliki T maks 45-55°C (Friedman, 1992). Penggunaan suhu tinggi dalam proses industri akan meningkatkan kecepatan reaksi sehingga mengurangi jumlah enzim yang dibutuhkan. Kemungkinan adanya kontaminasi mikrobial oleh mikroba mesofilik yang mengganggu dapat dikurangi, kelarutan substrat dan senyawa-senyawa kimia lainnya meningkat (Haki, 2003). Pada penelitian ini dilakukan isolasi lipase yang berasal dari salah satu bakteri termofilik yaitu Bacillus subtilis. Produksi lipase menggunakan minyak zaitun sebagai substrat. Lipase yang diperoleh diuji kandungan protein dan aktivitasnya, dimana sebelumnya dilakukan liofilisasi terhadap ekstrak kasarnya. Optimasi lipase dilakukan terhadap faktor suhu inkubasi dimana dilakukan uji aktivitas lipase pada variasi suhu tertentu. 2. Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan 2.1.1 Alat Alat - alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer, tabung reaksi, gelas kimia, gelas ukur, corong, pipet tetes, mikropipet, kuvet, botol semprot, jarum ose, labu ukur, pengaduk, inkubator, Prosiding Skripsi Semester Genap 2009/2010 * Corresponding author Phone : +6285649421521, e-mail: [email protected] Alamat sekarang : Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. 1 email: [email protected]

Upload: rahmad-dwi-haryadi

Post on 20-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

microbiologi

TRANSCRIPT

Page 1: Bacillus Subtilis Penghasil Enzim Lipase

Prosiding Kimia FMIPA

SK-091304

Pengaruh Suhu pada Lipase dari Bakteri Bacillus subtilis

Rena Yuneta*, Prof. Dr. Surya Rosa Putra, M.S1

Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Abstrak

Bacillus subtilis telah lama dikenal sebagai bakteri penghasil enzim. Berdasarkan pengaruh suhu habitatnya, bakteri ini

bersifat fakultatif termofilik. Sifat ini mempengaruhi juga terhadap enzim yang dihasilkan dimana salah satunya adalah

enzim lipase. Penelitian ini memfokuskan pada pengaruh suhu terhadap lipase yang dihasilkan Bacillus subtilis dengan

menggunakan substrat minyak zaitun. Aktivitas lipase diuji dengan metode dari Kwon menggunakan spektrofotometer dan

metode Bradford digunakan untuk menguji kandungan proteinnya. Kandungan protein yang diperoleh sebesar 4,002 mg

protein tiap 1 mg sel kering. Aktivitas spesifik lipase tertinggi adalah 0,120 U/mg pada suhu 45oC.

Kata kunci : fakultatif termofilik, metode Bradford, lipase

Abstract

Bacillus subtilis have been known as enzyme producing bacteria. Based on temperature effect of its habitat, Bacillus subtilis

cathegorized as facultative thermophilic bacteria. This characteristic influenced for its enzyme which lipase is one of them.

This research was focused on temperature effect of lipase from Bacillus subtilis with olive oil as a substrate. Lipase activity

was evaluated by Kwon method with spectrophotometer and Bradford method used for evaluating protein content. Protein

content was 4,002 mg each mg of dry cell weight. The highest lipase specific activity was 0,120 U/mg at 45oC.

Keywords: facultative thermophilic, Bradford method, lipase

1. Pendahuluan

Dewasa ini industri enzim telah berkembang pesat

dan menempati posisi penting dalam bidang industri.

Kesadaran masyarakat terhadap masalah lingkungan

yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli

dan pecinta lingkungan menjadikan teknologi enzim

sebagai salah satu alternatif untuk menggantikan

berbagai proses kimiawi dalam bidang industri (Falch,

1991). Enzim merupakan katalisator pilihan yang

diharapkan dapat mengurangi dampak pencemaran dan

pemborosan energi karena reaksinya tidak

membutuhkan energi tinggi, bersifat spesifik, dan tidak

beracun (Aunstrup, 1979).

Produksi enzim untuk jumlah besar dan

mempunyai aktivitas yang tinggi perlu diperhatikan

faktor-faktor penting seperti kondisi pertumbuhan, cara

isolasi, serta jenis substrat yang digunakan. Kondisi

pertumbuhan yang menunjang produksi enzim secara

maksimal adalah pH, suhu inkubasi, waktu inkubasi,

dan komposisi media pertumbuhan harus mengandung

sumber energi, sumber karbon, sumber nitrogen dan

mineral (Wang, 1979).

Penggunaan enzim dalam bioteknologi modern

semakin berkembang secara cepat. Banyak industri-

industri yang telah memanfaatkan kerja enzim, meliputi

industri pangan dan non pangan. Salah satu jenis enzim

yang mempunyai peran penting dan tidak ada

bandingan dalam pertumbuhan bioteknologi adalah

enzim lipase (Sumarsih, 2004). Enzim lipase sangat

berperan dalam pemisahan asam lemak dan pelarutan

noda minyak pada alat industri agar minyak dapat

dilarutkan dalam air (Dosanjh, 2002).

Lipase yang berasal dari mikroorganisme

termofilik (dapat tumbuh pada suhu 45oC-70oC)

memainkan peran yang penting dalam proses industri

karena sifatnya yang stabil, sangat cocok dengan

kondisi proses di industri yang membutuhkan kondisi

khusus, seperti suhu tinggi, tahan terhadap denaturasi

dan proteolisis. Bacillus substilis menunjukkan sifat

ini, karena memiliki T maks 45-55°C (Friedman,

1992). Penggunaan suhu tinggi dalam proses industri

akan meningkatkan kecepatan reaksi sehingga

mengurangi jumlah enzim yang dibutuhkan.

Kemungkinan adanya kontaminasi mikrobial oleh

mikroba mesofilik yang mengganggu dapat dikurangi,

kelarutan substrat dan senyawa-senyawa kimia lainnya

meningkat (Haki, 2003).

Pada penelitian ini dilakukan isolasi lipase yang

berasal dari salah satu bakteri termofilik yaitu Bacillus

subtilis. Produksi lipase menggunakan minyak zaitun

sebagai substrat. Lipase yang diperoleh diuji

kandungan protein dan aktivitasnya, dimana

sebelumnya dilakukan liofilisasi terhadap ekstrak

kasarnya. Optimasi lipase dilakukan terhadap faktor

suhu inkubasi dimana dilakukan uji aktivitas lipase

pada variasi suhu tertentu.

2. Metode Penelitian

2.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Alat

Alat - alat yang digunakan dalam penelitian ini

adalah erlenmeyer, tabung reaksi, gelas kimia, gelas

ukur, corong, pipet tetes, mikropipet, kuvet, botol

semprot, jarum ose, labu ukur, pengaduk, inkubator,

Prosiding Skripsi Semester Genap 2009/2010

* Corresponding author Phone : +6285649421521,

e-mail: [email protected] Alamat sekarang : Jurusan Kimia, Fakultas

MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,

Surabaya. 1 email: [email protected]

Page 2: Bacillus Subtilis Penghasil Enzim Lipase

Prosiding Kimia FMIPA

laminary flow Hotpack 524042, inkubator bergoyang

Gerhardt Thermoshake, Sentrifuga Beckman TJ-6,

spektrofotometer spektronik Genesys 20, neraca

analitik Mettler AE 200, autoclave Tomy ES-315,

freeze dryer Sneijders 2040, dan pH meter 510.

2.1.2 Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah bakteri Bacillus subtilis, agar nutrisi, cairan

nutrisi, KH2PO4, MgSO4.7H2O, minyak zaitun,

aquades, gum arab, NaOH, buffer fosfat, HCl, heksana,

asam oleat, reagen tembaga (II) asetat, reagen

Bradford, Bovine Serum Albumine (BSA), aluminium

foil, kasa, kapas steril dan isolasi.

2.2 Prosedur Kerja

2.2.1 Pembuatan Media Media padat yang digunakan adalah agar nutrisi

dengan takaran 40 g/L. Larutan dimasukkan dalam

gelas kimia dan dipanaskan hingga larut. Larutan

ditutup dengan aluminium foil lalu disterilisasi selama

15 menit pada 121oC. Larutan steril dituangkan ke

dalam tabung reaksi yang telah disterilkan terlebih

dahulu dan ditutup dengan kapas berlemak. Media

dalam tabung reaksi kemudian dimiringkan untuk

mendapatkan agar miring dalam inkubator selama 24

jam.

Media cair dibuat dengan komposisi sebagai

berikut: cairan nutrisi 15 g/L, KH2PO4 1 g/L,

MgSO4.7H2O 0,5 g/L dilarutkan dengan aquades dalam

volume 10 mL dan 100 mL serta media produksi dibuat

dari media cair yang sama namun dengan penambahan

minyak zaitun 10% dan gum arab 5% kemudian

dilarutkan dengan aquades dalam volume 20 mL dan

1L. pH diatur hingga 7 dengan penambahan NaOH dan

diukur menggunakan pH-meter. Semua bahan

disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit. Media

yang telah dibuat disimpan dalam erlenmeyer yang

ditutup kapas berlemak yang sudah steril kemudian

disimpan dalam refrigerator.

2.2.2 Uji Sterilisasi Bacillus subtilis Bacillus subtilis diperoleh dari Laboratorium

Mikrobiologi Unair Surabaya. Uji sterilisasi dilakukan

dengan menambahkan 1 ose Bacillus subtilis dari

media padat ke dalam 10 mL media cair. Biakan

diinkubasi pada suhu 45oC selama 3 jam. Sebanyak

100 μL bakteri dari media cair ini diteteskan pada kaca

preparat dan dilihat di bawah mikroskop dengan

perbesaran 100x. Selanjutnya biakan yang tumbuh

diamati morfologinya.

2.2.3 Regenerasi Bacillus subtilis

Biakan murni Bacillus subtilis diremajakan pada

agar miring yang telah disterilisasi pada suhu 121oC

dan tekanan 1 atm selama 15 menit, selanjutnya biakan

diinkubasi pada suhu 30oC selama 24 jam. Bacillus

subtilis pada agar miring ini menjadi stok kultur yang

diregenerasi pada media agar miring yang baru

sebelum digunakan.

2.2.4 Penentuan Kurva Pertumbuhan Bacillus

subtilis

Bacillus subtilis dari media agar miring diambil

sebanyak 2 ose dan dimasukkan dalam 20 mL media

cair. Selanjutnya campuran diinkubasi selama 3 jam

dengan inkubator bergoyang pada 120 rpm dan suhu

45oC. Biakan ini selanjutnya dipindahkan ke dalam 80

mL media cair lain dan diinkubasi dengan inkubator

bergoyang pada 120 rpm dan 45oC. Kekeruhan

biomassa diukur menggunakan metoda turbidimetri

dengan Spektrofotometer pada panjang gelombang 600

nm setiap 1 jam sekali selama 20 jam.

2.2.5 Produksi dan Isolasi Lipase

Produksi enzim lipase dilakukan dengan cara

yaitu 2 ose biakan media padat dimasukkan ke dalam

20 mL media produksi. Selanjutnya campuran

diinkubasi pada inkubator bergoyang selama 8 jam

pada suhu 45oC. Biakan ini selanjutnya diinokulasi

kembali pada 1L media produksi dan diinkubasi pada

inkubator bergoyang selama 8 jam pada 120rpm, 45oC.

Setelah itu campuran disentrifugasi dan diambil

supernatan sebagai ekstrak kasar lipase. Ekstrak kasar

yang didapat diukur volumenya kemudian diliofilisasi

hingga mengalami pemekatan ± 10 kali.

2.2.6 Penentuan Kandungan Protein Lipase

2.2.6.1Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Bradford

Penentuan panjang gelombang maksimum (λmaks)

dilakukan dengan menggunakan larutan standar Bovine

Serum Albumine (BSA) dan ditambah dengan reagen

Bradford kemudian ditentukan absorbansinya

menggunakan spektrofotometer. Dalam penelitian ini

digunakan larutan stok BSA 2 mg/mL. Larutan stok

BSA kemudian diambil sebanyak 7 mL dan

ditambahkan reagen Bradford sebanyak 3 mL. Larutan

diaduk dan diinkubasi selama 5 menit pada suhu 30°C.

Larutan standar BSA diukur absorbansinya

menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 560-620 nm dengan interval 5 nm sebanyak

tiga kali untuk masing-masing panjang gelombang,

sehingga diperoleh λmaks yang digunakan untuk

pengukuran selanjutnya. Kurva dibuat antara panjang

gelombang (λ) sebagai sumbu x terhadap absorbansi

(A) sebagai sumbu y.

2.2.6.2 Pembuatan Kurva Standar BSA

Kurva standar BSA dibuat dengan menggunakan

larutan BSA. Konsentrasi yang dibutuhkan adalah

antara 0,1 mg/mL, 0,3 mg/mL, 0,5 mg/mL, 0,7 mg/mL,

0,9 mg/mL, 1,1 mg/mL, 1,3 mg/mL, dan 1,5 mg/mL.

Variasi konsentrasi larutan tersebut dibuat dengan

menggunakan larutan standar BSA 2 mg/mL, larutan

tersebut diambil sebanyak 0,5; 1,5; 2,5; 3,5; 4,5; 5,5;

6,5; 7,5 mL lalu diencerkan dengan aquades sampai 10

mL. Selanjutnya, larutan yang telah diencerkan diambil

sebanyak 7 mL dan ditambahkan reagen Bradford

sebanyak 3 mL. Sebelum dilakukan pengukuran

absorbansi, larutan BSA yang telah ditambah dengan

reagen Bradford tersebut terlebih dahulu diinkubasi

selama 5 menit pada suhu ruang. Pengukuran

absorbansi dilakukan dengan menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum

yang telah ditentukan sebelumnya. Blanko yang

digunakan adalah aquades sebanyak 7 mL yang

ditambah dengan reagen Bradford sebanyak 3 mL.

2.2.6.3 Penentuan Kandungan Protein

Penentuan kandungan protein pada enzim lipase

dilakukan dengan metode Bradford (1976). Sampel

diambil 7 mL dan ditambahkan reagen Bradford

sebanyak 3 mL, lalu campuran diinkubasi selama 5

Page 3: Bacillus Subtilis Penghasil Enzim Lipase

Prosiding Kimia FMIPA

menit. Campuran tersebut diukur absorbansinya pada

panjang gelombang maksimum sebanyak dua kali.

Hasil absorbansi yang diperoleh dikonversikan pada

persamaan garis dari kurva standar BSA yang telah

dibuat sehingga diperoleh konsentrasi enzim lipase.

2.2.7 Uji Aktivitas Lipase

2.2.7.1 Pembuatan Kurva Standar Asam Oleat

Kurva standar asam oleat dibuat dengan beberapa

variasi konsentrasi asam oleat. Konsentrasi yang

dibutuhkan adalah antara 3,5; 7; 10,5; 14 dan 17,5 (x

10-4 M). Variasi konsentrasi larutan tersebut dibuat

dengan menggunakan larutan standar asam oleat 0,007

M, larutan tersebut diambil sebanyak 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5

mL lalu diencerkan dengan heksana sampai 10 mL.

Selanjutnya campuran diambil 4 mL dan ditambahkan

reagen tembaga (II) asetat sebanyak 1 mL lalu diaduk 1

menit Pengukuran absorbansi dilakukan dengan

menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 715 nm.

2.2.7.2 Penentuan Aktivitas Lipase

Penentuan aktivitas lipase dilakukan dengan

menggunakan metode Kwon dan Rhee (Kwon, 1986).

Substrat yang digunakan dalam metode ini adalah

minyak zaitun. Minyak zaitun sebanyak 1,5 mL,

ditambahkan dengan 1 mL buffer fosfat pH 7 dan 1 mL

larutan enzim. Campuran ini selanjutnya diinkubasi

pada inkubator bergoyang 120 rpm selama 30 menit.

Selanjutnya campuran ditambahkan larutan 1 mL HCl

6N dan 5 mL heksana. Campuran selanjutnya dikocok

kuat dan lapisan atas diambil sebanyak 4 mL,

kemudian ditambahkan 1 mL reagen tembaga (II)

asetat dan diaduk 1 menit. Campuran diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 715 nm.

Aktivitas lipase diukur pada suhu inkubasi

yang bervariasi yaitu 30o, 35o, 40o, 45o, dan 50oC.

Masing-masing variasi diperlakukan sama seperti

penentuan aktivitas yang sebelumnya.

3. Hasil dan Diskusi

3.1 Uji Sterilisasi Bacillus subtilis

Uji sterilisasi dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui apakah bakteri tersebut hanya terdiri dari

spesies Bacillus subtilis atau tidak. Uji ini hanya

dilakukan dengan mengamati bentuk morfologi bakteri,

dimana Bacillus subtilis berbentuk basil atau batang

(Noirot, 2007).

Gambar 4.1 Morfologi Bacillus subtilis

perbesaran 100x

Morfologi yang diperoleh dari biakan yang

difoto mikroskopik dengan perbesaran 100x seperti

yang terlihat pada gambar 4.1 hanya menunjukkan

morfologi suatu bakteri yang berbentuk batang. Dengan

demikian maka biakan yang ada bersifat steril dan

hanya terdiri atas bakteri Bacillus subtilis.

3.2 Kurva Pertumbuhan Bacillus subtilis

Saat Bacillus subtilis dipindahkan dalam media

cair, mula – mula akan mengalami fasa adaptasi atau

fasa lag untuk menyesuaikan dengan substrat dan

lingkungannya. Jumlah sel pada fasa ini relatif tetap.

Lamanya fasa ini tergantung pada kecepatan

penyesuaian dengan lingkungan (Hendrianie,2001).

Berdasarkan kurva pertumbuhan Bacillus subtilis

mengalami fasa adaptasi selama ±4 jam (Gambar 4.2).

Waktu tersebut tergolong singkat dikarenakan Bacillus

subtilis telah diinkubasi dalam media yang sama

sebelumnya untuk menghomologkan umur, sehingga

tidak perlu waktu yang lama untuk beradaptasi lagi.

Gambar 4.2 Kurva pertumbuhan Bacillus subtilis

Fasa selanjutnya adalah fasa log. Karena

pembelahan sel merupakan persamaan eksponensial

maka fasa ini disebut juga fasa eksponensial. Pada fasa

ini perbanyakan jumlah sel meningkat sampai pada

batas tertentu. Pada fasa ini terjadi sel membutuhkan

energi lebih banyak dibandingkan fasa lainnya, selain

itu sel menjadi sangat sensitif terhadap lingkungannya.

Kurva pertumbuhan menunjukkan bahwa fase log

bakteri terjadi pada jam ke-5 hingga jam ke-13. Oleh

karena itu, isolasi lipase dilakukan pada pertengahan

fase log yaitu pada saat jam ke-8.

Pertumbuhan kemudian menjadi diperlambat, hal

ini dikarenakan zat nutrisi dalam media sudah sangat

berkurang. Pertumbuhan terus diperlambat sampai pada

batas tertentu. Selanjutnya Bacillus subtilis mengalami

fasa stasioner, yaitu keadaan sel yang membelah sama

dengan sel yang mati. Pada fasa ini sel menjadi tahan

pada kondisi ekstrim seperti panas, dingin, radiasi dan

bahan kimia (Hendrianie,2001).

Setelah fasa stasioner berakhir profil

pertumbuhan bakteri memasuki fasa kematian (death).

Pada fasa ini jumlah sel yang mati lebih banyak

sehingga mengalami penurunan jumlah sel secara

eksponensial, hal ini dikarenakan telah habisnya

nutrisi. Pada metoda turbidimetri ini yang terukur

hanya kekeruhannya, sedangkan jumlah bakteri

sebenarnya tidak dapat ditentukan.

Penelitian terhadap bakteri yang sama yang telah

dilakukan oleh Ardiansyah dkk (Ardiansyah, 2009)

menunjukkan Bacillus subtilis dengan fase lognya

dimulai pada jam keempat hingga jam keempat belas,

seperti yang terlihat pada gambar 4.3.

Page 4: Bacillus Subtilis Penghasil Enzim Lipase

Prosiding Kimia FMIPA

Gambar 4.3 Kurva Pertumbuhan Bacillus subtilis

(Ardiansyah, 2009).

Data densitas optik dari kedua kurva

menunjukkan perbedaan dimana pada penelitian

Ardiansyah densitas optiknya berada pada rentang 0-

0,4 sedangkan pada penelitian ini memiliki rentang

densitas optik yang lebih tinggi yaitu 0-0,7. Perbedaan

ini dikarenakan pada penelitian Ardiansyah suhu

inkubasi pengukuran kurva pertumbuhan Bacillus

subtilis hanya 40oC, dimana suhunya lebih rendah dari

penelitian ini, yaitu 45oC. Hal ini sesuai dengan

penelitian Friedman (1992) bahwa suhu optimum

pertumbuhan Bacillus subtilis berada pada rentang 45-

55oC.

3.3 Produksi dan Karakterisasi Lipase

Media produksi yang telah diinkubasi selama 8 jam

selanjutnya disentrifugasi pada 8000 rpm. Supernatan

yang diperoleh selanjutnya dipisahkan sebagai ekstrak

kasar lipase. Ekstrak kasar yang diperoleh selanjutnya

diliofilisasi hingga larutan enzim mengalami

pemekatan ± 10 kali..

Karakterisasi lipase yang telah diproduksi

dilakukan dengan metode Bradford untuk penentuan

kandungan proteinnya, dan aktivitas lipase dilakukan

secara spektrofotometri dengan metode Kwon dan

Rhee. Larutan enzim pekat (yang telah diliofilisasi)

dianalisa kandungan protein dan aktivitasnya seperti

yang ditampilkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakterisasi Lipase

Setelah waktu inkubasi, absorbansi larutan

enzim lipase bebas ditentukan pada panjang gelombang

maksimum (λ maks = 595 nm). Pengukuran untuk larutan

enzim yang telah diliofilisasi dilakukan sebanyak dua

kali dan didapatkan nilai absorbansi yaitu 0,419 dan

0,421 dengan nilai rata-rata 0,420.

Hasil absorbansi yang diperoleh

dikonversikan pada persamaan garis dari kurva standar

BSA yang telah dibuat sehingga diperoleh konsentrasi

enzim lipase yang terukur sebesar 1,135 mg/mL. Untuk

mengetahui konsentrasi sebenarnya maka

konsentrasi terukur dikalikan dengan faktor kali 10/7

akibat penambahan reagen Bradford sehingga

didapatkan konsentrasi enzim lipase sebenarnya adalah

1,621 mg/mL. Merujuk pada penelitian yang dilakukan

oleh Mardhiah (2009), diperoleh sel kering sebesar

0,405 mg/mL setelah inkubasi selama 8 jam. Bila

dibandingkan dengan kandungan protein maka

dihasilkan 4,002 mg protein tiap 1 mg sel kering.

Kandungan protein yang diperoleh sebesar

1,621 mg/mL lebih kecil bila dibandingkan dengan

kandungan protein yang diperoleh dari penelitian

Nurhasanah (2008) sebesar 3,55 mg/mL. Perbedaan ini

disebabkan karena mikroorganisme yang digunakan

berbeda, selain itu waktu produksi yang berbeda juga

menyebabkan terjadinya perbedaan jumlah enzim yang

dihasilkan. Protein yang tinggi diduga menunjukkan

enzim yang tinggi pula, namun enzim yang terbentuk

belum dapat dipastikan merupakan lipase. Untuk

mengetahui protein tersebut adalah lipase maka perlu

diketahui aktivitasnya. Hubungan antara aktivitas

lipase dan protein yang dihasilkan dinyatakan dengan

aktivitas spesifik, semakin tinggi aktivitas spesifik

suatu enzim maka semakin tinggi kemurnian enzim

tersebut. Hal ini menunjukkan terjadinya pemisahan

protein lain yang bukan enzim.

Penentuan aktivitas enzim lipase dilakukan

dengan menggunakan metode Kwon dan Rhee (Kwon,

1986). Metode ini menggunakan minyak zaitun sebagai

substrat. Blanko yang digunakan adalah larutan yang

sama namun berbeda dalam urutan penambahannya.

Hasil pengukuran aktivitas lipase ini selanjutnya

dikalibrasikan dengan kurva standar asam oleat.

Penggunaan asam oleat sebagai standar didasarkan

pada komposisi asam lemak tertinggi dari minyak

zaitun adalah asam oleat. Aktivitas enzim lipase

dinyatakan dalam unit. Satu unit didefinisikan sebagai

banyaknya mL enzim yang dibutuhkan untuk

menghasilkan 1 μmol asam oleat tiap menit dengan

minyak zaitun sebagai substrat.

Penentuan aktivitas lipase juga dilakukan dengan

variasi suhu pada ekstrak pekat lipase untuk

memperoleh suhu optimum. Variasi suhu dilakukan

saat inkubasi enzim lipase. Suhu inkubasinya adalah

30oC, 35oC, 40oC, 45oC, dan 50oC.

Tabel 4.2 Aktivitas Lipase Pada Variasi Suhu

Hasil perhitungan yang ditampilkan pada

tabel 4.2 menunjukkan bahwa aktivitas optimum enzim

lipase yang dihasilkan dari Bacillus subtilis tercapai

saat suhu inkubasi 45oC. Suhu optimum ini juga sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhasanah

(Nurhasanah, 2008), dimana penelitian yang dilakukan

adalah enzim lipase dari bakteri lokal yang diisolasi

dari air laut Pelabuhan Panjang seperti yang ada pada

gambar 4.4. Meskipun aktivitas optimum dicapai pada

suhu yang sama, namun besarnya aktivitas optimum

mengalami sedikit perberbedaan. Hal ini dikarenakan

lipase pada penelitian Nurhasanah telah mengalami

Sel Kering (mg/mL)

Kandungan Protein

(mg/mL)

Aktivitas Lipase

Aktivitas (U/mL)

Aktivitas Spesifik (U/mg)

0,405 1,621 0,195 0,120

Suhu

Inkubasi

Aktivitas Lipase

Aktivitas

(U/mL enzim)

Aktivitas Spesifik

(U/mg protein)

30oC 0,054 0,033

35oC 0,103 0,063

40oC 0,145 0,089

45oC 0,195 0,120

50oC 0,078 0,048

Page 5: Bacillus Subtilis Penghasil Enzim Lipase

Prosiding Kimia FMIPA

pengendapan dengan amonium sulfat sehingga

aktivitasnya lebih besar. Perbedaan lain dikarenakan

sumber mikroorganisme penghasil lipase yang berbeda

pula.

Gambar 4.4 Variasi suhu pada aktivitas lipase

(Nurhasanah, 2008)

Pada penentuan suhu optimum, suhu yang

digunakan adalah 30°C, 35°C, 40°C, 45°C, dan 50°C.

Dari hasil pengujian yang dilakukan suhu optimum

lipase adalah 45°C seperti yang tertera pada Gambar 2.

Pada suhu kurang dari 45°C enzim cukup stabil, tetapi

hidrolisis substrat minyak zaitun oleh enzim tidak

berjalan secara maksimal.

Dengan meningkatnya suhu, energi kinetik

molekul-molekul yang bereaksi bertambah sehingga

molekul yang bereaksi semakin banyak dan produk

yang dihasilkan semakin besar. Diatas suhu optimum,

aktivitas enzim menurun tajam hal ini terjadi karena

enzim mengalami denaturasi protein yang dapat

merubah konformasi struktur molekul sehingga enzim

kehilangan sifat alamiahnya.

Gambar 4.7 Aktivitas lipase pada variasi suhu

4. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil

penelitian ini adalah bakteri Bacillus subtilis dapat

menghasilkan lipase. Pada penentuan kurva

pertumbuhan Bacillus subtilis diperoleh fase log dari

jam ke-5 sampai jam ke-13. Oleh karena itu, isolasi

lipase dilakukan pada pertengahan fase log, yaitu jam

ke-8. Lipase yang diperoleh dipekatkan dengan

liofilisasi dan diperoleh kandungan protein sebesar

4,002 mg protein tiap 1 mg sel kering. Penentuan

aktivitas lipase dilakukan dengan melihat pengaruh

suhu inkubasi, dimana suhu yang digunakan 30oC,

35oC, 40oC, 45oC, dan 50oC. Aktivitas spesifik

tertinggi diperoleh sebesar 0,120 U/mg dan dicapai

pada suhu inkubasi 45oC.

Ucapan terimakasih

1. Prof. Dr. Surya Rosa Putra, M.S atas dukungan,

bimbingan dan motivasi yang diberikan

2. Ibu dan Ayahanda atas dukungannnya dan

doanya

3. Semua pihak yang mendukung yang tidak dapat

saya sebutkan satu persatu hingga terselesainya

penelitian ini

Daftar Pustaka

Ardiansyah, Y.T., 2009, Isolasi dan Karakterisasi

Enzim Xilanase dari Bacillus subtilis pada

Media Nutrien Broth dengan Penambahan

Xilan Hasil Isolasi Jerami Padi, Jurusan

Kimia, Fakultas MIPA, Universitas

Diponegoro Semarang

Aunstrup, K.O., Andressen, Falch, and Nielsen, (1979),

Production of Microbial Enzymes, Microbial

Technology, Vol. 1, Academic Press Inc., New

York

Dosanjh,N.S., dan Kaur, (2002), Immobilization,

Stability and Esterification Studies of A

Lipase From Bacillus sp., Journal

Biotechnology and Applied Biochemistr, Vol.

36. Hlm 7-12. Punjab University. Chandigarh

Falch, E.A., (1991), Industrial Enzymes

Developments in Production and

Application, Biotech Adv, 9:643-658

Friedman, S. M., (1992), Thermophilic

Microorganism, Encyclo Microbiol, 4, 217-

229

Haki, G.D., Rakshit, S.K., (2003), Developments in

Industrially Important Thermostable

Enzymes, Bioresource Tech., 89, 17–34

Hendrianie, N., (2001), Mikrobiologi Industri, Teknik

Kimia, FTI ITS, Surabaya

Kwon Y.D, Rhee J.S., (1986), A Simple and Rapid

Colorimetric Method for Determination of

Free Fatty Acids for Lipase Assay, JAOCS,

63: 89-92

Noirot, P., (2007), Replication of the Bacillus subtilis

Chromosome, Bacillus: Cellular and

Molecular Biology, Graumann P, ed., Caister

Academic Press

Nurhasanah, (2008), Pemurnian Enzim Lipase dari

Bakteri Lokal dan Aplikasinya dalam

Reaksi Esterifikasi, Prosiding Seminar

Nasional Sains dan Teknologi-II, Universitas

Lampung

Sumarsih, S., (2004), Uji Aktivitas Lipolitik

Beberapa Bakteri Hasil Isolasi dari

Pelabuhan Tanjung Perak dan Produksi

Lipase dari Strain Terpilih, JIPTUNAIR,

Surabaya

Wang, I.C., (1979), Fermentation and Enzymes

Technology, John Wiley and Sons, New York