babii-131024190305-phpapp01

26
SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG 1 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengukuran Poligon Poligon merupakan serangkaian garis berurutan yang panjang dan arahnya telah ditentukan dari pengukuran di lapangan. Sedangkan metode poligon adalah salah satu cara penentuan posisi horizontal banyak titik dimana titik satu dengan lainnya dihubungkan satu sama lain dengan pengukuran sudut dan jarak sehingga membentuk rangkaian titik-titik. (Rahayuningsih, Titi : 2012) Dengan demikian pengukuran poligon ini dapat digunakan sebagai kerangka kontrol peta pengukuran sudut dan jarak antar titik-titik poligon. Pengukuran poligon merupakan salah satu cara penentuan posisi horizontal banyak titik dimana titik satu dengan yang lainnya dihubungkan satu sama lain dengan pengukuran sudut dan jarak sehingga membentuk rangkaian titik-titik. (Hamdani, Adi) Penentuan titik dengan cara poligon ini sangat fleksibel karena prosedur pengukurannya dapat dipilih menurut kehendak kita yang disesuaikan dengan daerah atau lokasi pengukuran untuk mempermudah pelaksanaan pengukuran. Ada dua bentuk dasar polygon (PDF, Bahan Ajar Jadi) : 1. Poligon tertutup merupakan poligon yang titik awal dan akhirnya menjadi satu, poligon semacam ini merupakan poligon yang paling disukai dilapangan karena tidak membutuhkan titik ikat yang banyak yang memang sulit didapatkan dilapangan, namun hasil ukurannya cukup terkontrol. Karena bentuknya yang tertutup maka akan membentuk segi banyak atau segi n (n adalah banyaknya titik poligon). Oleh karena itu syarat syarat geometris dari poligon tertutup adalah : Gambar Poligon Tertutup

Upload: muhammad-izza-fuadi

Post on 28-Dec-2015

25 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengukuran Poligon

Poligon merupakan serangkaian garis berurutan yang panjang dan arahnya

telah ditentukan dari pengukuran di lapangan. Sedangkan metode poligon adalah

salah satu cara penentuan posisi horizontal banyak titik dimana titik satu dengan

lainnya dihubungkan satu sama lain dengan pengukuran sudut dan jarak sehingga

membentuk rangkaian titik-titik. (Rahayuningsih, Titi : 2012)

Dengan demikian pengukuran poligon ini dapat digunakan sebagai kerangka kontrol

peta pengukuran sudut dan jarak antar titik-titik poligon.

Pengukuran poligon merupakan salah satu cara penentuan posisi horizontal

banyak titik dimana titik satu dengan yang lainnya dihubungkan satu sama lain

dengan pengukuran sudut dan jarak sehingga membentuk rangkaian titik-titik.

(Hamdani, Adi)

Penentuan titik dengan cara poligon ini sangat fleksibel karena prosedur

pengukurannya dapat dipilih menurut kehendak kita yang disesuaikan dengan daerah

atau lokasi pengukuran untuk mempermudah pelaksanaan pengukuran.

Ada dua bentuk dasar polygon (PDF, Bahan Ajar Jadi) :

1. Poligon tertutup merupakan poligon yang titik awal dan akhirnya menjadi satu,

poligon semacam ini merupakan poligon yang paling disukai dilapangan karena

tidak membutuhkan titik ikat yang banyak yang memang sulit didapatkan

dilapangan, namun hasil ukurannya cukup terkontrol. Karena bentuknya yang

tertutup maka akan membentuk segi banyak atau segi –n (n adalah banyaknya titik

poligon). Oleh karena itu syarat – syarat geometris dari poligon tertutup adalah :

Gambar Poligon Tertutup

Page 2: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

1. Syarat sudut

∑β = (n-2)*180, apabila sudut dalam,

∑β = (n+2)*180, apabila sudut luar.

2. Syarat absis

∑ d sin α = 0

∑ d cos α = 0

Adapun prosedur perhitungannya sama dengan prosedur perhitungan

pada poligon terikat sempurna.

2. Poligon terbuka merupakan poligon dengan titik awal dan titik akhir tidak

berhimpit pada titik yang sama.

Poligon ini dibedakan lagi menjadi :

Poligon terbuka terikat sempurna

Poligon terbuka terikat sempurna, adalah dimana kedua ujung poligon

diawali dan diakhiri pada titik tetap serta azimuth awal dan azimuth akhir telah

diketahui secara pasti. Poligon terbuka terikat sempurna merupakan poligon

terbaik karena adanya kontrol koordinat.

Gambar Poligon Terbuka Terikat Sempurna

Page 3: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

Poligon terbuka terikat sepihak

Poligon terbuka terikat sepihak adalah poligon yang satu ujungnya (

awal atau akhir ) terikat pada koordinata titik tetap atau terikat pada sudut

jurusan ( azimut ).

Gambar Poligon Terbuka Terikat Sepihak

Keterangan gambar :

α12 : azimut awal sisi poligon

β1, β2, β3,.. : sudut-sudut poligon yang diukur

d12, d23, d34,.. : panjang sisi poligon yang diukur

A : titik tetap yang diketahui koordinatnya

Poligon tersebut sering dipakai pada pengukuran dengan cabang atau

“rasi” yang terikat pada poligon utama. Poligon tersebut dihitung dengan

orientasi lokal, tidak ada koreksi sudut dan koreksi koordinat.

Perhitungan koordinat titik poligon :

X2 = X1 + d12 Sin α12

Y2 = Y1 + d12 Cos α12

Demikian pula untuk perhitungan koordinat titik-titik yang lain,

dengan cara dan prinsip yang sama seperti di atas.

Page 4: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

Poligon terbuka lepas

Poligon terbuka tanpa ikatan adalah poligon yang diukur dengan tidak

diketahui koordinat titik tetap dan tidak diketahui pula azimut pada salah satu

sisi poligon tersebut.

Gambar Poligon Terbuka Lepas

Keterangan gambar :

d1, d2, d3,.. : panjang sisi-sisi poligon yang diukur

β1, β2, β3,.. : sudut-sudut poligon yang diukur

Poligon tersebut dihitung dengan orientasi sembarang dan koordinat

lokal ( sembarang ). Tidak ada koreksi sudut dan koordinat.

Perhitungan koordinat titik poligon :

X2 = X1 + d12 Sin α12

Y2 = Y1 + d12 Cos α12

2.2 Pengukuran Waterpass

2.2.1 Pengukuran Waterpass Memanjang

Pengukuran sipat datar/waterpass memanjang adalah suatu metode

pengukuran untuk menentukan beda tinggi antara dua buah titik di permukaan bumi

yang letaknya berjauhan, atau dengan kata lain untuk mendapatkan ketinggian titik-

titik utama yang telah diorientasikan di permukaan bumi dengan membagi jarak

antara titik secara berantai atau menjadi slag-slag yang kecil secara memanjang yang

ditempuh dalam satu hari pergi-pulang.

Page 5: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran sipat datar/waterpass

memanjang, antara lain:

1. Menghilangkan kesalahan nol skala rambu yaitu dengan menentukan slag genap

dalam satu seksi pengukuran beda tinggi (pengukuran pergi-pulang).

2. Kalibrasi alat sebelum melakukan pengukuran.

3. Usahakan jarak dari alat ke rambu belakang sama dengan dari alat ke rambu

muka, untuk mengantisipasi adanya garis bidik tidak sejajar garis arah nivo.

4. Gunakan nivo rambu agar rambu ukur benar-benar tegak.

Gambar Sipat Datar

Keterangan gambar :

B : Bacaan benang tengah rambu belakang

M : Bacaan benang tengah rambu muka

A,1,2,B : Titik tempat rambu didirikan

1 slag : 1 kali berdiri alat

Rumus perhitungan yang berlaku pada pengukuran waterpass memanjang adalah:

Beda tinggi (h) = bt (belakang) – bt (muka)

Elevasi (H ) = H awal + hn

Keterangan rumus :

h : beda tinggi antara dua titik

bt (belakang) : bacaan benang tengah rambu belakang

bt (muka) : bacaan benang tengah rambu muka

Hn : elevasi titik n

H awal : elevasi awal

Page 6: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

2.2.2 Pengukuran Waterpass Profil

Pengukuran sipat datar/waterpass profil ini merupakan pengukuran beda tinggi

untuk menggambarkan irisan vertikal dan elevasi pada jalur pengukuran.

Tujuan dari pengukuran ini dalam aplikasinya yaitu untuk mengukur titik yang

menandai perubahan arah, seperti kemiringan permukaan tanah, titik-titik genting

seperti jalan, jembatan, dan gorong-gorong. Berdasarkan metode pengukurannya sipat

datar/waterpass profil dibedakan menjadi 2,

yaitu :

1. Pengukuran Waterpass Profil Memanjang

Tujuan pengukuran dengan menggunakan metode sipat datar/waterpass profil

memanjang adalah untuk mendapatkan detail dari suatu penampang/irisan tegak

pada arah memanjang sesuai dengan sumbu proyek.

Dalam pengukuran waterpass profil memanjang ini, data-data yang diukur adalah

bacaan rambu muka, rambu tengah dan rambu belakang.

Gambar Pengukuran Sipat Datar

Keterangan gambar :

A, A1, A2,… : Titik-titik patok sepanjang jalur polygon (center line)

I, II : Tempat berdiri alat di luar jalur pengukuran

rb : Rambu belakang

rt : Rambu tengah

rm : Rambu muka

Page 7: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

Rumus perhitungan yang berlaku untuk pengukuran sipat datar profil memanjang

adalah :

Beda tinggi (h) = bt (belakang) – bt (muka)

Elevasi ( H ) = H (awal) + h

Jarak ( d ) = ( ba – bb ) * 100

Keterangan rumus :

h : beda tinggi

H : elevasi

d : jarak

bt : bacaan benang tengah

ba : bacaan benang atas

bb : bacaan benang bawah

2. Pengukuran Waterpass Profil Melintang

Tujuan dari pengukuran sipat datar profil melintang adalah untuk menentukan

elevasi titik-titik dengan bantuan tinggi garis bidik yang diketahui dari keadaan

beda tinggi tanah yang tegak lurus di suatu titik tertentu terhadap garis rencana

(sumbu proyek) yang didapat dari hasil pengukuran sipat datar profil memanjang.

Profil melintang dibuat tegak lurus dengan sumbu proyek dan pada tempat-tempat

penting. Jarak antara profil melintang pada garis proyek melengkung atau

belokan, maka jaraknya dibuat lebih rapat daripada jarak terhadap garis proyek

yang lurus. Profil melintang harus dibuat di titik awal dan akhir garis proyek

melengkung, dan untuk profil ke kiri dan ke kanannya dibuat lebih panjang dari

profil yang lain.

Gambar Pengukuran Sipat Datar Profil Melintang

Page 8: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

Keterangan gambar :

A : Titik-titikpatok pada jalur poligon

1, 2, 3,. : Titik-titik profil melintang di sebelah kiri sumbu proyek

a, b, c,.. : Titik-titik profil melintang di sebelah kanan sumbu proyek

Rumus perhitungan yang berlaku untuk pengukuran waterpass profil melintang

adalah:

Beda tinggi (hn) = TI - btn

Elevasi (Hn) = Hawal + hn

Keterangan rumus :

hn : beda tinggi titik ke-n

Hn : elevasi titik ke-n

TI : tinggi instrumen

btn : bacaan benang tengah rambu ukur

Hawal : elevasi awal

Page 9: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

2.3 Lengkungan (Kurva)

Pemanfatan garis lengkung (kurva) di lapangan sering kali dijumpai pada

proyek-proyek pembangunan jalan raya, jalan baja (rel kereta api), saluran irigasi,

perencanaan jalur pipa dan lain-lain.

Garis tersebut digunakan untuk menghubungkan dua arah atau dua garis lurus

yang saling berpotongan agar perpindahan dari arah yang satu ke arah yang lainnya

diharapkan sama. Untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi ini terdapat dua jenis

lengkungan yang memiliki dasar penyelesaian dan penyelenggaraan yang berbeda

yaitu : kurva vertikal dan kurva horizontal.

Kurva horizontal berkaitan dengan belokan maupun saluran yang memakai

bidang lengkung sebagai basis penyelenggaraan, sedangkan untuk kurva vertikal

berkaitan dengan daerah yang menanjak ataupun menurun.

2.3.1 Kurva Horizontal

Alinyemen horizontal pada dasarnya merupakan proyeksi sumbu jalan pada

bidang horizontal atau dapat disebut juga dengan “SITUASI JALAN” atau “TRASE

JALAN”. Alinemen horizontal terdiri dari garis lurus yang dihubungkan dengan garis

lengkung. Garis lengkung tersebut dapat terdiri dari busur lingkaran ditambah busur

peralihan, busur peralihan atau busur lingkaran saja. Yang dimaksud dengan lengkung

/ busur peralihan disini adalah lengkung yang digunakan untuk mengadakan peralihan

dari badan jalan yang lurus kebagian jalan yang mempunyai jari-jari lengkung dengan

miring tikungan tertentu.

Page 10: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

Ada 3 macam kurva alinemen horizontal yaitu:

1. Lengkung Full Circle ( FC )

Jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian satu lingkaran.

Digunakan untuk R yang terbesar agar tidak terjadi patahan.

Gambar Lengkung FC

Keterangan Gambar ;

TC : Titik peralihan dari bentuk tangen ( bagian lurus dari jalan ) ke

bentuk busur lingkaran

TS : Titik peralihan dari bentuk lingkaran ( Circle ) ke tangen

T : Jarak tangen

R : Jari – Jari lengkung Circle

∆ : Sudut tikungan

L : Panjang Busur

PI : Titik perpotongan TC dan CT

Penggunaan Rumus

Rmin merupakan jari jari lengkung ( Tikungan ) yang di dapat dari perhitungan

berikut :

Rmin=

Page 11: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

Rmin dapat juga di tentukan dengan menggunakan tabel berikut ;

Kecepatan rencana

(km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Rmin (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60

Tabel Panjang jari jari minimum

Rumus Perhitungan Panjang Busur ( L )

L =

180

.2. R

2. Lengkung SPIRAL-CIRCLE-SPIRAL ( S-C-S )

Lengkung ini digunakan bila persyaratan / batasan untuk Full Circle tidak

dapat dipenuhi. Persyaratan untuk S-C-S adalah R rencana < R min (yang terdapat

pada tabel 1)

Gambar Lengkung S-C-S

Ls ditentukan dari 3 rumus dibawah ini dan diambil nilai yang terbesar:

1. Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung peralihan

Ls = TVR

6.3

Dimana:

T = Waktu tempuh pada lengkung peralihan, ditetapkan 3 detik

VR = Kecepatan rencana (km/jam)

Page 12: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

2. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal

Ls = C

eR

V

R

RV

C

727.2022.0

3

Dimana:

e = Superelevasi

C = Perubahan percepatan, diambil 1-3 m/det2,

British Standard C = 0.3 - 0.6 m/det3. Untuk peralihan ralia /

road yaitu C = 1 m/det3

Ls = (0.0702V3)/(R.C)

3. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian

Ls =

C

Rnm

R

Vee

6.3

.

Dimana:

VR = Kecepatan rencana (km/jam)

VR ≤ 70 km/jam, re max = 0.035 m/m/detik

VR ≥ 80 km/jam, re max = 0.025 m/m/detik

em = Superelevasi maksimium

en = Superelevasi normal

re = Tingkat perubahan kemiringan melintang

jalan (m/m/detik)

4. Berdasarkan perbedaan slope memanjang ≤ 1/20 (antara TS – SC untuk 2

lajur lalu lintas)

LS ≥ 200 D . e

Dimana:

D = Lebar lalu lintas (m)

e = Superelevasi

Page 13: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

Rumus-rumus lain yang digunakan adalah:

Nilai p* dan k* didapat dari tabel JOSEP BARNETT

1. s = Rc

Ls

90

2. c = s2

3. Lc =

180

Rc; Lc ≥20 m

4. L = Lc + 2 Ls

5. Xc = Ls

2

2

401

Rc

Ls; Yc =

Rc

Ls

6

2

6. p = )cos1( sRcYc ; p < 1 m

7. k = sRcxc sin

p dan k bias dicari dengan Tabel J. Barnett

untuk setiap s akan diperoleh nilai p* dan k*

8. p = p * Ls

9. k = k * Ls

10. Es = RcpRc

)2/(cos

)(

11. Ts = ktgpRc

2

)(

Station ( Sta ) titik kritis :

Sta. TS = Sta. PI – Ts

Sta. SC = Sta. TS – Ls

Sta. CS = Sta. SC – Lc

Sta. ST = Sta. CS – Ls

Page 14: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

Dimana :

TS =Titik perubahan dari jalan lurus ke lengkung peralihan (spiral)

SC = Titik perubahan dari lengkung peralihan (spiral) ke circle

CS = Titik perubahan dari circle ke lengkung peralihan

ST = Titik perubahan dari lengkung peralihan ke jalan lurus

L = Panjang lintasan dari TS ke ST

Ls = Panjang spiral dari TS ke SC atau dari CS ke ST

Lc = Panjang busur lintasan dari SC ke CS

R = Jari-jari lengkung lingkaran

s = Sudut antara garis singgung dititik SC dan garis singgung di

Titik P’G’

= Total sudut tikungan dari PC ke PT

c = Sudut tikungan untuk bagian circle saja

Tt = Panjang tangen total dari TS ke PI

Es = Jarak dari PI ke lengkung lingkaran

x = Absis setiap titik pada spiral terhadap TS dan tangen

y = Ordinat setiap titik pada spiral terhadap TS dan tangen

p = Pergeseran busur lingkaran terhadap tangen

k = Jarak antara Ts dan titik dari busur lingkaran yang tergeser

TPc = Short Tangen dari spiral

Tpa = Long tangen dari spiral

Tbs = jarak lurus dari CS ke ST

Page 15: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

3. Lengkung Spiral – Spiral ( S – S )

Gambar Lengkung S-S

Pada lengkung ini titik SC berhimpit dengan titik CS, jadi Lc = 0 dan

rumus yang dipakai sama dengan pada S-C-S.

Syarat : R rencana < R min

Rumus :

- s = 2

1

- P = )cos1( sRcTc

P < 1 m

- k = sRcXc sin

- Ls = 90

)( Rc

Kontrol Ls > Ls min

- Es = RpRc

2

1cos

)(

- L = 2 * Ls

- Xc = )40

1(2

2

Rc

LsLs

- Yc = Rc

Ls

6

2

Ts = ktgpRc 2

1)(

Page 16: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

Kriteria Pemilihan Lengkung.

Pemilihan lengkung / tikungan di dasari pada nilai Rmin , nilai Rmin yang

digunakan pada penyelesain tugas ini adalah ketetapan dari standar perencanaan

Bina Marga.

Rmin > 500 m, Perencanaan Lengkung FC ( Full Circle ) bisa digunakan

Rmin < 500 m, Perencanaan Lengkung bisa menggunakan SCS atau SS

Digunakan SCS jika,

LS > 20 m

Digunakan SS bila

LS < 20 m

Bagan Alir Pemilihan Lengkung / Tikungan

Bagan Alir Pemilihan Lengkung

Page 17: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

Dasar dari lengkung horizontal ini adalah perpotongan pada lingkaran.

Di beberapa tempat desain sebuah lengkungan dinyatakan oleh Panjang Tangen.

Namun lengkungan juga dapat di desain melalui derajat kelengkungan yang

dinyatakan, sehingga jumlah derajat yang berada di pusat lingkaran sesuai dengan

panjang busur yang bersangkutan.

Kurva horizontal tersebut dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu :

1) Kurva Sederhana

2) Kurva Majemuk

3) Kurva Bertolak Belakang

4) Kurva Spiral

Gambar Kurva Horizontal

Keterangan gambar :

I : titik perpotongan ( intersection )

: sudut defleksi ( sudut perpotongan )

R : jari-jari kurva

T : titik tangen awal kurva

T1 : titik tangen akhir kurva

IT dan IT1 : panjang tangen antara titik T terhadap titik I dan antara titik T1

terhadap titik I

TT1 : panjang kurva / lengkungan ( melalui titik V )

TT1 : panjang tali busur ( melalui titik C )

AI dan IB : jarak rantai antara titik A terhadap titik I dan antara titik B terhadap

titik I

Page 18: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

Rumus yang digunakan untuk perhitungan pada kurva / lengkungan horizontal

(Sumber: Carl F. Meyer dan David W. Gibson, 1984, Survey dan Perencanaan Lintas

Jalur Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta) adalah :

Panjang tangen IT dan IT1 :

( dengan memperhatikan segitiga ITO ! )

[ IT / R ] = [ tan / 2 ] IT = R * tan [ / 2 ]

( panjang tangen IT1 sama dengan panjang tangen IT )

Panjang kurva TT1 :

TT1 = R * radian TT1 = 2 R * [ / 360 ]o

Panjang tali busur TT1 :

[ TC / R ] = sin [ / 2 ] TC = R * sin [ / 2 ]

( karena jarak TC sama dengan jarak CT1 , maka panjang TT1 = 2 [ TC ] )

TT1 = 2 R * sin [ / 2 ]

Panjang tembereng CV ( major offset CV ) :

( dengan memperhatikan segitiga TCO ! )

[ CO / R ] = cos [ / 2 ] CO = R * cos [ / 2 ]

CV = R – OC

CV = R - R * cos [ / 2 ]

CV = R – ( 1 - cos [ / 2 ] )

Jarak eksternal VI ( external distance VI ) :

( dengan memperhatikan segitiga ITO ! )

[ IO / R ] = sec [ / 2 ] IO = R * sec [ / 2 ]

VI = IO – R

VI = R * sec [ / 2 ] – R

VI = R ( sec [ / 2 ] – 1 )

Page 19: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

Teori Diagram Superelevasi

Diagram superelevasi menggambarkan pencapaian superelevasi dari lereng

normal ke superelevasi penuh, sehingga dengan mempergunakan diagram

superelevasi dapat ditentukan bentuk penampang melintang pada setiap titik

disuatu lengkung horizontal yang direncanakan.

Diagram superelevasi digambar berdasarkan elevasi sumbu jalan sebagai

garis nol. Elevasi tepi perkerasan diberi tanda positif atau negatif ditinjau dari

sumbu jalan. Tanda positif untuk elevasi tepi perkerasan yang terletak lebih tinggi

dari sumbu jalan dan tanda negatif untuk elevasi tepi perkerasan yang terletak

lebih rendah dari sumbu jalan. Untuk jalan raya dengan medium (jalan raya

terpisah) cara pencapaian kemiringan tergantung dari lebar serta bentuk

penampang melintang median yang bersangkutan dan dapat dilakukan dengan

salah satu dari ketiga cara berikut :

1. Masing-masing perkerasan diputar sendiri-sendiri dengan sumbu masing-

masing jalur jalan sebagai sumbu putar.

2. Kedua perkerasan masing-masing diputar sendiri-sendiri dengan sisi-sisi

median dengan sumbu putar, sedang median dibuat dengan sumbu tetap dalam

keadaan datar.

Seluruh jalan termasuk median diputar dalam satu bidang yang sama,

sumbu putar adalah sumbu median.

Pencapaian superelevasi :

1) Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan normal pada bagian

jalan yang lurus sampai lemiringan yang penuh (superelevasi) pada bagian

lengkung.

2) Pada tikungan S-C-S, pencapaian superelevasi dilakukan secara linier (diawali

dari bentuk normal ke awal lengkung peralihan pada bagian lurus jalan dan

dilanjutkan sampai lengkung penuh pada akhir lengkung peralihan).

3) Pada tikungan FC pencapaian superelevasi dilakukan secara linier (diawali

dari bagian lurus sepanjang Ls3

2 sampai dengan bagian lingkaran penuh

sepanjang Ls3

1)

Page 20: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

2.3.2 Kurva Vertikal

Pada dasarnya kurva vertikal digunakan untuk menentukan ketinggian /

kemiringan baik ke atas maupun ke bawah dari permukaan tanah. Fungsi lengkungan

vertikal ini adalah untuk menghubungkan dua arah vertikal atau garis gradien agar

diperoleh perubahan yang smooth (tidak terlalu drastis). Bila kedua gradien

membentuk bukit, maka dinamakan lengkungan puncak (lengkungan/kurva cembung),

sedangkan bila gradien membentuk lembah maka dihasilkan lengkungan lembah

(lengkungan/kurva cekung).

Karena perubahan gradien dari lereng ke lengkungan diharuskan mulus dan

berangsur-angsur, maka dipilihlah kurva parabola sebagai bentuk geometri dari

lengkung vertikal ini. Bentuk kurva ini datar di dekat titik-titik singgung. Busur

parabola dapat menyesuaikan perubahan yang bertahap dalam jurusan dan elevasi

sepanjang busur kurva. Kurva vertikal merupakan kurva parabolik pada suatu bidang

vertikal yang digunakan untuk menghubungkan dua garis gradien yang berbeda secara

numerik.

Bentuk persamaan kurva parabola ini adalah y = ax2 + bx + c dengan y adalah

tinggi kurva di atas atau di bawah titik singgung pertama dan pada jarak x darinya,

sedangkan x merupakan jarak yang bervariasi dan menyatakan jarak mendatar dari

kedua titik singgung.

Gambar Kurva Vertikal

Page 21: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

1

Keterangan gambar :

T : Titik tangen awal

T1 : Titik tangen akhir

I : Titik perpotongan antara jarak titik T dengan titik T1

VC : Ketinggian lengkungan

IV : Koreksi kemiringan

q1,q2 : Gradien / kemiringan

L : Jarak

Gradien atau kemiringan dari permukaan tanah dapat dinyatakan dalam bentuk

persentase (%) maupun dalam bentuk perbandingan (1 : n).

Untuk tanjakan umumnya dinyatakan dengan perbandingan dalam prosentase

kemiringan, misalnya suatu tanjakan 1 : 50 adalah tanjakan dengan kenaikan 2 %.

Artinya tanjakan itu naik atau turun 2 satuan untuk setiap 100 satuan, tanda (+)

menyatakan naik dan tanda (-) menyatakan turun.

Rumus yang digunakan untuk perhitungan pada kurva vertikal (Carl F. Meyer dan

David W. Gibson : 1984) adalah:

Harga kemiringan / gradien antara dua titik (%)

q1 = %100*

21 L

HH awaltengah

q2 = %100*

21 L

HH awalakhir

x = L

qq

*2

12

Keterangan rumus :

q1,q2 : harga kemiringan

Htengah : elevasi tengah

Hawal : elevasi awal

L : jarak

Elevasi titik perencanaan

Hn = Hawal + (q1*n) + (x*n2)

Keterangan rumus :

Hn : elevasi ke-n

Hawal : elevasi awal

q1 : harga kemiringan

Page 22: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

24

2.4 Staking Out

Staking out adalah suatu cara yag digunakan untuk menentukan route dari

sebuah perencanaan jalan, atau untuk menentukan kembali rencana gambar di

lapangan. Yang dimaksud dengan route umumnya adalah suatu lintasan-lintasan

seperti lintaesan jalan raya dan kereta api. Bangunan-bangunan linier seperti sungai,

saluran untuk pengairan, saluran pembuangan. Termasuk pula lintasan jalur transmisi

listrik.

Staking out dilaksanakan dengan pemasangan patok-patok di lapangan yang

telah ditentukan rencana jalan ataupun posisi daripada rencana bangunan dari titik-

titik poligon yang telah diukur pada saat pengukuran. Pelaksanaan staking out poligon

untuk menentukan titik-titik planimetris yaitu posisi x dan y.

Adapun metode-metode yang digunakan untuk penentuan staking out adalah

sebagai berikut:

2.4.1 Metode Panjang Busur

Gambar Sraking Out Dengan Panjang Busur Yang Sama

Dari gambar di atas dapat disusun persamaan sebagai berikut :

- Titik 1 : X1 = R.Sin

Y1 = 2R.Sin2

½

- Titik 2 : X2 = 2 Sin

Y2 = 2R.Sin2

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan cara ini

banyak hitungan yang harus diselesaikan. Namun keuntungannya adalah bahwa titik-

titik detail teratur rapi di atas busur lingkaran.

Page 23: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

25

2.4.2 Metode Koordinat Polar

Pada cara ini digunakan theodolite yang dipasang dengan sumbu kesatunya

tegak lurus di atas titik satu (T1). Untuk menentukan titik-titik detail di atas busur

lingkaran, sehingga jarak antara titik detail tersebut yang merupakan tali busur tetap =

k, maka dihitung terlebih dahulu besarnya ½ (sudut antar garis T0 dan T1. Sudut

antara garis T0 dan T3 menjadi 1½ dan seterusnya, sehingga besar sudut antara T0

dan Tn bertambah tiap ½ .

Gambar Sraking Out Dengan Metode Koordinat Polar

Rumus perhitungan sudut defleksi :

½ = ( /R ) x (

360/2 )

Koordinat titik ditentukan dengan menghitung jarak dan sudut :

Sudut (Sn) = n x

Jarak (Dn) = 2R.Sin n ( /2 )

Page 24: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

26

2.4.3 Metode Panjang Tali busur

Pada cara ini metode titik detail diproyeksikan pada perpanjangan tali busur

yang melalui titik detail belakangnya.Misalkan semua tali busur dibuat sepanjang k

meter maka sudut antara tali busur pertama (T11) dan garis singgung di titik T ada ½

, sedang sin ½ = (½ k)

/R = (k)

/(2R) , sehingga ½ dapat dicari dan sudut 1PT = .

Gambar Staking Out Metode Perpanjangan Tali Busur

Maka dengan adanya sudut ½ , didapat :

T11` = k.Cos ½ dan 1`1 = k.Sin ½

Dengan dua jarak maka dapat ditentukan titik 1.

Untuk menentukan tempat titik 2 diperlukan :

12` = k.Cos dan 2`2 = k.Sin

Selanjutnya untuk menentukan titik 3 diperukan :

23` = k.Cos dan 3`3 = k.Sin

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah hitungan adalah sedikit

sekali, ialah titik 1 : T11` = k.Cos ½ dan 1`1 = k.Sin ½ . Titik 2 dan

selanjutnya : jarak k.Cos ½ yang dibuat pada perpanjangan semua tali busur dan

jarak k.Sin tangen dibuat tegak lurus pada perpanjangan semua tali busur.

Page 25: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

27

2.4.4 Metode Panjang Tangen

Metode ini mempunyai jumlah hitungan lebih kecil dari jumlah hitungan yang

harus dilakukan pada metode selisih busur yang sama panjangnya, tetapi sayangnya

letak titik tidak beraturan di atas busur lingkaran.

Gambar Staking Out Metode Perpanjangan Tali Busur

Maka koordinat titik detail didapat dengan cara :

- Titik 1 : X1 = a

: Y1 = R – [ (R)2

– (X1)2 ] = R – [ (R)

2 – ( a )

2 ]

- Titik 2 : X2 = 2a

: Y2 = R – [ (R)2

– (X2)2 ] = R – [ (R)

2 – ( 2a )

2 ]

2.5 Program AutoCAD

Program ini merupakan suatu kelengkapan dari sistem pengolahan ini karena

secara umum pengukuran dilapangan pada akhirnya akan ditampilkan dalam bentuk

gambar ataupun peta. Sehingga diperlukan suatu program berupa program

CAD/CAM.

Adapun perintah-perintah yang sering dipakai dan digunakan dalam praktikum

ini antara lain :

LINE adalah Perintah ini merupakan perintah dasar dalam program AutoCAD

yakni perintah untuk membuat garis lurus.

ERASE adalah perintah untuk menghapus sebagian maupun keseluruhan dari

gambar yang dibuat.

ZOOM adalah perintah untuk menampilkan gambar dalam skala tertentu

TRIM adalah perintah memotong dan menghapus suatu objek dengan terlebih

dahulu menentukan batasan daerah yang akan dihapus.

Page 26: babii-131024190305-phpapp01

SURVEY REKAYASA JALAN DAN GEDUNG

28

EXTEND adalah kebalikan dari perintah TRIM, yakni untuk memanjangkan

suatu objek gambar sehingga suatu batasan tertentu

BLOCK adalah perintah untuk membuat suatu grup dari sekumpulan objek

yang akan dipakai dalam proses selanjutnya seperti penghapusan ataupun

pengkopian.

INSERT adalah perintah untuk memanggil dan menempatkan suatu BLOCK

yang sudah ditentukan.

ROTATE adalah perintah untuk memutar suatu objek dalam besaran tertentu

terhadap suatu titik acuan( BASE POINT ).

TEXT adalah perintah untuk menampilkan dan menyisipkan suatu deretan

huruf atau angka dalam gambar

COLOR adalah perintah untuk memberikan warna terhadap objek.

SCALE adalah perintah untuk merubah tampilan dalam skala tertentu.

SCRIPT adalah perintah yang digunakan untuk memanggil suatu file

berextensi SCR yang berisi kumpulan perintah-perintah tunggal dalam suatu

proses penggambaran.

Dan lain-lain.

DIAGRAM PROSES PENGGAMBARAN

AUTOCAD

PEMANGGILAN FILE SCR

DENGAN RUN SCRIPT PENGGAMBARAN DILAYAR

MONITOR

KARTOGRAFI GAMBAR DIGITAL