babi pendahuluan a. latarbelakangscholar.unand.ac.id/35243/2/2. bab i pendahuluan.pdf ·...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang wajib di hormati, dipenuhi,
dijaga dan dilindungi dalam upaya mencapai kesejahteraan. Kesehatan juga
merupakan hak dasar untuk diakuinya derajat kemanusian, tanpa kesehatan yang
memadai, sebuah keniscayaan seseorang dapat memperoleh hak-hak lainnya
seperti haknya atas hidup, menjalani pekerjaan yang layak, hak untuk
memperoleh pendidikan, haknya untuk berserikat dan berkumpul serta
mengeluarkan pendapat. Negara pun menjamin atas pemenuhan hak tersebut.
Dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa “setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Bidang kesehatan merupakan bagian utama dalam rangka pembentukan
sumber daya manusia Indonesia berkualitas yang akan menjadi penopang yang
kuat dalam peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa. Upaya peningkatan
derajat kesehatan masyarakat adalah investasi jangka panjang bagi kemajuan
pembangunan di masa saat ini dan masa yang akan datang, begitu sebaliknya.
Setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat,
akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi bangsa.
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dapat terwujud
dengan meningkatkan pemberian upaya kesehatan. Pemberian upaya kesehatan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial budaya, termasuk ekonomi, lingkungan
2
fisik dan biologis yang bersifat dinamis dan kompleks. Menyadari betapa luasnya
hal tersebut, pemerintah melalui sistem kesehatan nasional, berupaya
menyelenggarakan kesehatan yang bersifat menyeluruh terpadu, merata, dan
dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Upaya tersebut
diselenggarakan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal pada pelayanan
kesehatan.1
Kehadiran Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (selanjutnya disebut Undang-undang Sistem Jaminan Sosial
Nasonal) telah memberikan landasan hukum yang kuat terhadap kepastian
perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tak ada
diskriminasi apakah mereka berasal dari keluarga mampu atau bukan, kaya atau
miskin, pegawai negeri atau bukan semua wajib mendaftarkan diri sebagai
peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Bagi masyarakat kurang
mampu, fakir miskin pembayaran iurannya dibayarkan oleh pemerintah. Hal ini
merupakan amanat dari UUD 1945 yang berbunyi bahwa “Negara bertanggung
jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan
umum yang layak”. Sejalan dengan ketentuan tersebut, pada penjelasan umum
Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional ditegaskan bahwa Majelis
Permusyawaratan Rakyat dalam TAP Nomor X/MPR/2001 menugaskan Presiden
untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan
perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu.
Dalam ketentuan Pasal 19 ayat (2) Undang-undang Sistem Jaminan Sosial
Nasonal ditegaskan bahwa “jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan
1 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Rineka Cipta, Jakarta,2005, hlm. 1.
3
menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan”. Yang dimaksud
manfaat disini adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau
anggota keluarganya. Tujuan Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasonal ini
sejalan dengan tujuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang kesehatan yang menyebutkan “pembangunan kesehatan bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomis”. Oleh karenanya negara berkewajiban memberikan jaminan
kesehatan yang memadai kepada setiap individu agar mendapat akses pelayanan
kesehatan dengan kualitas yang terjamin dan sarana yang memadai.
Sebagai penjabaran dari tanggungjawab negara atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Maka pemerintah
mencanangkan program jaminan kesehatan yang bertujuan memberikan
perlindungan, menjamin agar seluruh masyarakat dapat memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan yang layak baik melalui pelayanan kesehatan yang bersifat
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk bahan medis habis pakai.
Program jaminan kesehatan ini mempunyai multi manfaat, mulai dari pelayanan
pada fasilitas kesehatan tingkat pertama sampai pada fasilitas kesehatan rujukan
tingkat lanjutan. Tidak hanya konsultasi, pemberian layanan obat bahkan sampai
kepada penyedian alat kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis masing-masing
peserta.
4
Selain melakukan upaya kuratif dan rehabilitatif, program jaminan kesehatan
juga menekankan pada upaya promotif dan preventif untuk kesehatan perorangan.
Adapun manfaat pelayanan promotif dan preventif yang didapatkan peserta
meliputi pemberian pelayanan penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi rutin,
keluarga berencana, dan juga skrining kesehatan yang diberikan secara selektif
untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko
penyakit tertentu.2
Tujuan pemerintah dalam pelaksanaan pemeliharaan kesehatan adalah untuk
mencapai derajat kesehatan baik individu maupun masyarakat secara optimal.
Selain memberikan perlindungan kepada pasien yang sedang menderita sakit,
juga kepada tenaga kesehatan yang dalam melakukan pekerjaan yang selalu
berhubungan dengan nyawa manusia dan berikhtiar menyembuhkan pasien baik
badan, jiwa maupun sosial.3
Besarnya manfaat yang diperoleh, maka tidak heran banyak masyarakat
datang ke kantor BPJS Kesehatan mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai
peserta, tidak terkecuali masyarakat miskin. Untuk masyarakat miskin ini
memang ada program pembiayaan dari pemerintah dimana iuran wajib
bulanannya dibayar oleh pemerintah maupun pemerintah daerah sebagaimana
yang di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang
Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan. Namun hanya sebagian saja yang
terdata oleh Badan Pusat Statistik (BPS), disebabkan pendataannya berpedoman
kepada data BPS tahun 2011, sementara masyarakat miskin dari tahun ke tahun
terus bertambah. Penambahan jumlah masyarakat miskin ini salah satu sebabnya
2 Media Internal BPJS Kesehatan, Edisi 34 Tahun 2016, Jakarta, hlm. 3.3 Wila Chandrawila, Hukum Kedokteran,Mandar Maju, Bandung, 2007, hlm. 20.
5
harga-harga kebutuhan dasar meningkat, tarif dasar listrik yang dari waktu ke
waktu terus naik bahkan kenaikannya dalam kurun beberapa tahun terakhir sangat
signifikan hampir 2 kali lipat, bahan bakar minyak naik, dan lain sebagainya.
Yang kemudian diikuti dengan naiknya barang-barang kebutuhan pokok.
Sehingga penghasilannya yang tadinya cukup membiayai kebutuhan hidup
sehari-hari, sekarang tidak mencukupi lagi.
Bagi masyarakat miskin yang tidak terdata oleh BPS, mendaftarkan diri
secara mandiri membayar iuran bulanan untuk dapat memperoleh manfaat dari
program jaminan kesehatan. Banyak diantara mereka adalah masyarakat yang
kurang mampu, berpenghasilan namun tidak mencukupi kebutuhan dasar yang
layak. Entah bagaimana cara mereka bisa membayar iuran tagihan setiap bulan,
tahunnya. Bekerja serabutan dengan upah seadanya, atau dengan upah yang tetap
namun tidak cukup membiayai kehidupan kesehariannya. Mungkin diantara
mereka ada yang mengurangi jatah makannya, demi harapan adanya jaminan
ketika dirundung situasi sulit berupa sakitnya salah satu atau lebih anggota
keluarga, dimana ketika mereka menggabungkan diri ikut sebagai peserta BPJS
Kesehatan kekwatiran, rasa was-was akan biaya kesehatan yang tinggi bisa
teratasi. Begitu juga masyarakat umum yang tidak termasuk sebagai peserta
Penerima Bantuan Iuran (PBI), mendaftarkan diri secara mandiri dan
membayarkan iuran iuran setiap bulannya.
Untuk memberikan sokongan biaya penyelenggaraan jaminan kesehatan
nasional. Pada tahun 2016, pemerintah mengucurkan dana sebesar Rp. 25 triliun
untuk membiayai jaminan kesehatan bagi 40 % penduduk kurang mampu dari
6
total 257 juta penduduk Indonesia4. sehingga total dana yang dikelola oleh BPJS
Kesehatan secara keseluruhan nilainya mencapai Rp. 67,4 triliun pada tahun 2016.
Adapun realisasi biaya manfaat jaminan kesehatan sebesar Rp. 67,2 triliun.5
Realisasi manfaat ini dibayarkan kepada penyedia jasa layanan kesehatan baik
fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan rujukan.
Jumlah peserta Program JKN dari tahun ketahun ini terus meningkat. Secara
keseluruhan baik dari ASN, TNI, POLRI, Peserta PBI6, swasta dan mandiri
bahwa sampai dengan 1 Desember 2017, jumlah peserta Program JKN telah
mencapai 186.6 juta jiwa, atau sekitar 72 % dari total populasi penduduk
Indonesia. Pada periode ini BPJS Kesehatan telah menjalin kerjasama dengan
fasilitas kesehatan sebanyak 21.897 yang terdiri dari fasilitas kesehatan tingkat
pertama (FKTP) baik puskesmas maupun klinik, praktek dokter perorangan,
rumah sakit, dan fasilitas kesehatan penunjang lainnya seperti apotek, optik,
laboratorium dan lain-lain.7 Peningkatan jumlah peserta JKN ini cukup
signifikan dimana pada tahun 2014 pada saat baru mulai beroperasi jumlah
pesertanya hanya sebanyak 121.6 juta jiwa atau sekitar 49 % dari total populasi
penduduk indonesia pada tahun tersebut.8
Di wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Padang jumlah masyarakat yang
terdaftar sebagai peserta mencapai 1.463.097 jiwa atau sekitar 70,53 persen dari
jumlah masyarakat wilayah kerja BPJS Cabang Padang yakni Kota Padang,
4 Media eksternal BPJS Kesehatan Edisi 42 Tahun 2016, hlm. 4.5Sepanjang 2016, Pendapatan Iuran BPJS Kesehatan Rp. 67,4 Triliun,http://ekonomi.kompas.com/read/2017/05/23/132759326/sepanjang.2016.pendapatan.iuran.bpjs.kesehatan.rp.67.4.triliun. (terakhir kali dikunjungi pada 14 Desember 2017 pukul 09.00 WIB)6 Peserta PBI adalah peserta penerima bantuan iuran baik yang ditanggung oleh APBN maupunyang ditanggung oleh APBD. Jumlahnya per 1 Desember 2017 yang menjadi tanggungjawabABPN sebanyak 92.315.867 jiwa dan menjadi tanggungjawab ABPD sebanyak 20.241.763 jiwa.7 Data Statistik Peserta, https://www.bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/jumlahPeserta, terakhirkali dikunjungi pada 14 Desember 2017 pukul 09.00 WIB8 Ibid
7
Pariaman, Kabupaten Padangpariaman, Pesisir Selatan dan Kepulauan Mentawai.
Di Kota Padang sudah mencapai persentase 83,85 persen dari jumlah penduduk
secara keseluruhan.9 Dalam upaya meningkatkan mutu layanan kepada peserta,
BPJS Kesehatan terus memperluas jalinan kerjasama dengan berbagai fasilitas
kesehatan, baik milik pemerintah maupun swasta. Karena pelaksanaan program
jaminan kesehatan tidak bisa dilaksanakan tanpa dukungan dari fasilitas
kesehatan. Dukungan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) meliputi
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), klinik, praktek dokter/ dokter gigi
mandiri dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).
BPJS Kesehatan Cabang Padang per 30 November 2017 sudah bekerja sama
dengan 198 fasilitas kesehatan tingkat pertama yang terdiri atas 82 Puskesmas, 30
dokter praktik perorangan, 10 dokter praktik gigi perorangan, 61 klinik pratama
dan 15 klinik TNI/Polri. Secara keseluruhan di wiliyah kerja BPJS Kesehatan
Cabang Padang yang meliputi Kota Padang, Pariaman, Kabupaten
Padangpariaman, Pesisir Selatan dan Kepulauan Mentawai juga telah bekerja
sama dengan 31 rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan,
25 apotek dan 14 optik.10 Kerjasama dengan fasilitas kesehatan rujukan tingkat
lanjutan yang terbanyak berada di Kota Padang yakni 22 fasilitas kesehatan.11
Kerjasama dengan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan/ rumah sakit
ini dimaksudkan untuk memberikan manfaat yang maksimal kepada peserta dan
memudahkan peserta untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
komprehensif. Perjanjian kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan fasilitas
9 Peserta JKN-KIS BPJS Padang Capai 1,46 juta,https://sumbar.antaranews.com/berita/217504/peserta-jkn-kis-bpjs-padang-capai-146-juta.html,(terakhir kali dikunjungi pada 14 Desember 2017 pukul 09.00 WIB)10 Ibid11 Data Rumah Sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan Cabang Padang
8
kesehatan rujukan tingkat lanjutan, tunduk pada ketentuan-ketentuan umum dari
KUHPerdata Buku III. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, berbunyi “Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya”. Hal ini lazimnya dikenal dengan asas kebebasan berkontrak
yang artinya suatu asas yang memberikan kepada para pihak untuk12 : a)
Membuat atau tidak membuat perjanjian; b) Mengadakan perjanjian dengan siapa
pun; c) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya; d)
Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. Kebebasan yang
diberikan tersebut tidak bersifat mutlak, melainkan ada pembatasan yang diatur
dalam Pasal 1337 KUHPerdata, yaitu bahwa perjanjian yang dibuat tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
Subjek dalam perjanjian kerjasama ini adalah BPJS Kesehatan sebagai
penanggung atau badan asuransi yang bertanggung jawab mengumpulkan,
mengelola iuran serta membayar biaya kesehatan yang dibutuhkan peserta dan
Rumah Sakit sebagai pemberi pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab
menyediakan pelayanan kesehatan bagi peserta dan keluarganya dengan
menerima imbalan jasa dari badan asuransi. Perjanjian kerja sama ini adalah
suatu hubungan hukum yang resmi dan sah, yang mencakup hak dan kewajiban
para pihak dituangkan secara tertulis dan harus dipatuhi selama masa perjanjian.
Pelaksanaan perjanjian kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan rumah
sakit tidak selamanya berjalan dengan baik. Dalam pelaksanaan kerjasama
tersebut terdapat keluhan atau kendala baik dari pihak rumah sakit, BPJS
Kesehatan maupun dari peserta. Di Yogyakarta misalnya, rumah sakit mengeluh
12 Salim HS, Hukum Kontrak; Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2011,hlm. 9
9
akan keterlambatan pencairan klaim oleh BPJS Kesehatan. Disebabkan
pembayaran klaim jaminan kesehatan sering terlambat, Asosiasi Rumah Sakit
Swasta Indonesia (ARSSI) DIY melakukan audensi dengan BPJS Kesehatan
Cabang Jogja dan Dinas Kesehatan DIY.13 Keterlambatan pencairan klaim ini
tidak hanya mengganggu operasional rumah sakit swasta. Rumah sakit milik
pemerintah pun mengeluhkan akan keterlambatan pencairan klaim BPJS. Di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Embung Fatimah Batam, sejumlah pasien
cuci darah di Poli Hemodialisa tidak bisa dilayani disebabkan selang tranfusi
darah tidak ada, dimana persoalan sebenarnya ada pada anggaran. Selama ini
banyak pasien cuci darah di rumah sakit daerah tersebut yang ditanggung oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Namun pihak BPJS
Kesehatan tidak membayar klaim secara penuh. Akibatnya, pihak rumah sakit
kesulitan memenuhi sejumlah peralatan dan perlengkapan untuk layanan cuci
darah, seperti selang transfusi darah.14
Keluhan terhadap pelaksanaan perjanjian kerjasama antara BPJS Kesehatan
dengan rumah sakit, juga terjadi di Kota Padang. Di Rumah Sakit Umum Citra
Bunda Medical Center (RSU C-BMC) Padang misalnya, pada tanggal 15
Desember 2017 ada keluhan dari peserta mengenai iur biaya pada layanan
kesehatan, yang dalam hal ini peserta tersebut adalah peserta jaminan kesehatan
kelas rawat 2 dan berobat di RSU C-BMC Padang untuk operasi laparaskopi
(Cholesistiasis). Terhadap pasien tersebut setelah menjalani perawatan di rumah
13 Rumah Sakit Swasta Mengeluh tindakan Pembayaran Klaim BPJS Kesehatan Sering Terlambat,diakses dari https://keuangan.co/isi/judul/, terakhir kali dikunjungi pada 2 Maret 2018 pukul 09.00WIB14 Pasien cuci darah tak dilayani RSUD Batam sebut klaim BPJS Kesehatan belum dibayar penuh,diakses dari https://batampos.co.id/2017/12/06/, terakhir kali dikunjungi pada 2 Maret 2018 pukul09.00 WIB
10
sakit, ketika hendak pulang bagian administrasi rumah sakit menagih biaya
perawatan sebesar Rp. 7.200.00,- (tujuh juta dua ratus ribu rupiah). Saat itu
pasien baru membayar sebesar Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah). Beberapa hari
kemudian pihak rumah sakit menagih sisa pembayaran sebesar Rp. 1.200.000,-
(satu juta dua ratus ribu rupiah) kepada pasien.15 Tidak terima dengan kejadian
tersebut, pada tanggal 09 Januari 2018 pasien melapor ke BPJS Kesehatan
Cabang Padang terkait adanya iur biaya. Sebagai pasien yang menjadi peserta
BPJS Kesehatan untuk tindakan operasi yang sesuai dengan indikasi medis,
dalam ketentuan Pasal 36 A ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016
tentang perubahan kedua Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan menegaskan bahwa Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan dilarang menarik biaya pelayanan kesehatan kepada
Peserta selama Peserta mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan sesuai dengan
haknya.
Rumah sakit lain yang menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan Padang
adalah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Rasidin Padang. Di RSUD dr.
Rasidin Padang bagi peserta yang membutuhkan pemeriksaan laboratorium
penunjang yang tidak dimiliki RSUD. Mekanisme yang harus ditempuh adalah
peserta yang atas indikasi medis dan perintah dari dokter penanggungjawab
datang ke laboratorium rumah sakit yang ditunjuk. Setelah melakukan
pemeriksaan laboratorium peserta membayar biaya pemeriksaan. RSUD dr.
Rasidin membayar biaya pemeriksaan laboratorium sebesar kwitansi yang dibawa
15 Keluhan Iur Biaya Pada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan, di akses dariHttps://Lapor.go.id/Pengaduan/, terakhir kali dikunjungi pada 20 Februari 2018 pukul 10.00 WIB
11
oleh peserta.16 Mekanime seperti ini, akan menjadi masalah jika peserta tidak
memiliki uang yang cukup dan/atau biaya pemeriksaan laboratorium yang besar.
Misalnya peserta PBI yang anggotanya adalah masyarakat yang tergolong fakir
dan miskin. Untuk bisa melanjutkan pemeriksaan laboratorium tentu harus
mencari uang terlebih dahulu atau bahkan menunda perawatan sampai
mendapatkan biaya untuk membiayai pemeriksaan labor. Dalam proses mencari
dan mengumpulkan uang tersebut jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
misalnya penyakitnya bertambah parah karena tidak mendapatkan pengobatan
segera atau meninggal dunia. Siapa yang bertanggungjawab, apakah pihak rumah
sakit.
Bertitik tolak dari uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh
bagaimana pengaturan dan pelaksanaan perjanjian kerjasama pelayanan
kesehatan antara BPJS Kesehatan dengan fasilitas kesehatan rujukan tingkat
lanjutan di Kota Padang. Dalam hal ini penulis melakukan penelitian pada Rumah
Sakit Umum Citra Bunda Medical Center (RSU C-BMC) dan Padang dan Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Rasidin Padang.
Pemilihan objek penelitian ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana
pemenuhan prestasi dalam perjanjian kerjasama, dilihat dari segi status
kepemilikan rumah sakit dengan tipe yang sama (tipe C) yakni rumah sakit milik
swasta dan rumah sakit milik Pemerintah. Apakah kedua rumah sakit ini mampu
memberikan pelayanan yang baik kepada peserta dan memenuhi kewajiban
sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian kerjasama dengan sumber
pembiayaan operasional rumah sakit yang berbeda. Pendapatan rumah sakit
16 Hasil wawancara pendahuluan dengan Sri Kurnia Yati (Kepala Bidang Pelayanan danPenunjang Medis RSUD dr. Rasidin Padang) pada tanggal 9 April 2018 pukul 11.00 WIB diPadang.
12
swasta hanya bersumber dari jasa pelayanan kesehatan yang sepenuhnya
digunakan untuk membiayai operasional rumah sakit mulai dari gaji pegawai,
jasa medis, pembelian/pemeliharaan alat kesehatan dan pembelian obat-obatan.
Sedangkan rumah sakit milik Pemerintah, disamping sebagian besar pegawai dan
dokter sudah berstatus pegawai negeri sipil yang gajinya sudah ditanggung oleh
Pemerintah juga mendapatkan dana operasional, biaya pengadaan, biaya
pemeliharaan alat kesehatan yang bersumber dari anggaran negara dan/atau
daerah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan perjanjian kerjasama pelayanan kesehatan antara
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dengan fasilitas
kesehatan rujukan tingkat lanjutan?
2. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kerjasama pelayanan kesehatan
antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dengan fasilitas
kesehatan rujukan tingkat lanjutan di Kota Padang?
3. Apa saja kendala yang timbul dalam perjanjian kerjasama pelayanan
kesehatan antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
dengan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan di Kota Padang dan
upaya penyelesaiannya?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaturan perjanjian kerjasama pelayanan kesehatan
antara BPJS Kesehatan dengan fasilitas kesehatan rujukan tingkat
13
lanjutan
2. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian kerjasama pelayanan
kesehatan antara BPJS Kesehatan dengan fasilitas kesehatan rujukan
tingkat lanjutan di Kota Padang.
3. Untuk mengetahui kendala apa saja yang timbul dalam perjanjian
kerjasama pelayanan kesehatan antara BPJS Kesehatan dengan fasilitas
kesehatan rujukan tingkat lanjutan di Kota Padang dan upaya
penyelesaiannya.
D. Manfaat Penelitian
Dengan penelitian mengenai perjanjian kerjasama pelayanan kesehatan
antara BPJS Kesehatan dengan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan di
Kota Padang sebagaimana disinggung di muka, diharapkan hasil penelitian
ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
wawasan dan pengetahuan dalam ilmu hukum umumnya, sumbangan ke
arah yang lebih baik kepada seluruh masyarakat di Indonesia khususnya
masyarakat yang berada di kota Padang sehubungan dengan pengaturan,
pelaksanaan perjanjian kerjasama pelayanan kesehatan tingkat lanjutan
antara BPJS Kesehatan dengan fasilitas kesehatan rujukan tingkat
lanjutan.
2. Manfaat Praktis
14
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi para praktisi, pemerintah, tenaga kesehatan, masyarakat yang pada
gilirannya berguna dalam peningkatan pemahaman akan program
jaminan kesehatan nasional, perbaikan pelayanan kesehatan dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran informasi tentang keaslian penelitian yang
dilakukan terhadap judul tesis baik yang ada pada Program Magister Ilmu
Hukum Universitas Andalas Padang maupun penelusuran di internet. Bahwa
pernah ada penelitian dengan topik yang relatif sama dengan yang ingin
penulis teliti. Adapun yang penulis temukan terkait dengan tulisan yang
berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian kerjasama pelayanan kesehatan
antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dengan fasilitas
kesehatan rujukan tingkat lanjutan di Kota Padang adalah sebagai berikut :
1. Penelitian oleh Deddy Roemansyah dari Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada dengan judul Implementasi Sistem Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) terhadap Pelayanan Kesehatan dan
Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Peserta Jamkesmas (Puskesmas
Kepil II Wonosobo). Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian
Deddy Roemansyah adalah bagaimana implementasi sistem jaminan
kesehatan masyarakat (jamkesmas) terhadap pelayanan kesehatan dan
perlindungan hukum bagi masyarakat peserta jamkesmas. Hasil
penelitian Deddy terlihat adanya ketidakakuratan data penduduk miskin
15
yang berhak menerima Jamkesmas, ketidakjelasan jenis pelayanan
kesehatan dan dana kesehatan yang ditanggung pemerintah, perbedaan
pelayanan RS atau Puskesmas terhadap pasien Jamkesmas, ketidak
mengertian proses administrasi Jamkesmas. Selanjutnya perlindungan
hukum bagi masyarakat peserta jamkesmas dilakukan dengan
menerbitkan Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Dan Kesejahteraan
Sosial Kabupaten Wonosobo Nomor 440/643/VII/2008 Tentang
Realokasi Dana dan Jumlah Masyarakat miskin PerPuskesmas dan
Petunjuk Operasional Pengelolaan Dana Program Jaminan Kesehatan
Masyarakat di Puskesmas dan Jaringannya Se-Kabupaten Wonosobo
Tahun 2008.
Berbeda dengan Deddy, pada penelitian ini yang menjadi rumusan
masalah adalah bagaimana pengaturan, pelaksanaan perjanjian
kerjasama pelayanan kesehatan antara BPJS Kesehatan dengan fasilitas
kesehatan rujukan tingkat lanjutan di Kota Padang dan apa saja kendala
yang timbul dalam perjanjian tersebut serta upaya penyelesaiannya.
2. Penelitian oleh Fitri Ratna Wulan dari Fakultas Hukum Universitas
Lampung dengan judul Implementasi Jaminan Sosial Kesehatan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Adapun yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian Fitri Ratna Wulan adalah hubungan hukum para pihak
dalam pelaksanaan jaminan kesehatan melalui program BPJS Kesehatan
dan perlindungan hukum peserta program JKN BPJS Kesehatan untuk
mendapat jaminan kesehatan. Bahwa pada prinsipnya, hubungan hukum
16
para pihak dalam pelaksanakan jaminan kesehatan terdiri dari hubungan
hukum rumah sakit dan BPJS Kesehatan, BPJS kesehatan dan Peserta,
kemudian Peserta dan rumah sakit. Hubungan Tersebut didasarkan atas
hukum keperdataan yaitu perikatan. Terhadap perlindungan hukum
peserta JKN, BPJS Kesehatan berupaya membuka layanan informasi dan
keluhan, penyampaian pengaduan kepada Majelis Kode Etik Kedokteran,
pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan
terhadap pihak yang terkait.
Berbeda dengan Fitri pada penelitian ini, dimana penelitian ini
dimaksudkan untuk mengkaji dan mengetahui lebih jauh bagaimana
pengaturan, pelaksanaan perjanjian kerjasama pelayanan kesehatan
antara BPJS Kesehatan dengan fasilitas kesehatan rujukan tingkat
lanjutan di Kota Padang dan apa saja kendala yang timbul dalam
perjanjian tersebut serta upaya penyelesaiannya.
F. Kerangka Teoritis Dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Teori merupakan tujuan akhir dari ilmu pengetahuan.17 Rumusan
tersebut mengandung tiga hal, pertama, teori merupakan seperangkat
proposisi yang terdiri atas variabel-variabel yang terdefinisikan dan
saling berhubungan. Kedua, teori menyusun antar hubungan seperangkat
variable dan dengan demikian merupakan suatu pandangan sistematis
mengenai fenomena-fenomena yang dideskripsikan oleh varibel-variabel
17 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2012, hlm.14.
17
itu. Akhirnya, suatu teori menjelaskan fenomena. Penjelasan itu diajukan
dengan cara menunjuk secara rinci variabel-variabel tertentu lainnya.18
Bagi suatu penelitian, teori atau kerangka teoritis mempunyai beberapa
kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai
berikut :19
a. Teori tersebut berguna untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan
fakta yang hendak diselidiki atau di uji kebenarannya.
b. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan sistem klasifikasi
fakta, membina struktur konsep-konsep serta mengeembangkan
defenisi-defenisi.
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah
diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang
diteliti.
d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh
karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan
mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masamasa
mendatang.
e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-
kekurangan pada pengetahuan peneliti.
Dalam penelitian ini landasan teori yang penulis gunakan adalah sebagai
berikut :
1) Teori Penegakan Hukum
18 Ibid19 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia UI Press, Jakarta,2008, hlm. 121.
18
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku
dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum merupakan usaha untuk
mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep hukum yang diharapakan rakyat
menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang
melibatkan banyak hal.20
Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif
dalam praktik sebagaimana seharusnya patut dipatuhi. Oleh karena itu,
memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan hukum in
concreto dalam mempertahankan dan menjamin di taatinya hukum
materiil dengan menggunakan cara procedural yang ditetapkan oleh
hukum formal.21
Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam
kaidah-kaidah/pandangan nilai yang mantap dan mengejewantah dan
sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk
menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan
hidup.22 Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat
20 Dellyana,Shant, Konsep Penegakan Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm. 32.21 Ibid, hlm. 33.22 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo,Jakarta, 2007, hlm. 8.
19
dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya
penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit.23
Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua
subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang
menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum
yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum.
Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya
diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk
menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan
sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu,
apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk
menggunakan daya paksa.24
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah
sebagai berikut :25
a. Faktor Hukum
Praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan
oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak,
sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah
ditentukan secara normatif.
23 Jimly Asshidiqie, Penegakan_Hukum diakses darihttp://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf, terakhir kali dikunjungi pada14 Desember 2017 pukul 09.00 WIB24 Ibid25 Soerjono Soekanto, Op. Cit. hlm. 8.
20
Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya
berdasar hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang
kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Maka
pada hakikatnya penyelenggaraan hukum bukan hanya mencakup law
enforcement, namun juga peace maintenance, karena penyelenggaraan
hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasian antara nilai
kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai
kedamaian.
b. Faktor Penegakan Hukum
Fungsi hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum
memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi
kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu
kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau
kepribadian penegak hukum
c. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung
Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan
perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan.
Pendidikan yang diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung pada
hal-hal yang praktis konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi
mengalami hambatan di dalam tujuannya, diantaranya adalah
pengetahuan tentang kejahatan computer, dalam tindak pidana khusus
yang selama ini masih diberikan wewenang kepada jaksa, hal tersebut
karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu dan belum
21
siap. Walaupun disadari pula bahwa tugas yang harus diemban oleh
polisi begitu luas dan banyak.
d. Faktor Masyarakat
Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk
mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat
atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum,
persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan
hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan
hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator
berfungsinya hukum yang bersangkutan.
e. Faktor Kebudayaan
Berdasarkan konsep kebudayaan sehari-hari, orang begitu sering
membicarakan soal kebudayaan. Kebudayaan menurut Soerjono
Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan
masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana
seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya.
Kelima faktor diatas mempunyai pengaruh yang cukup signifikan
dalam upaya tegaknya hukum, jika kelima faktor tersebut baik maka
akan memberikan pengaruh positif, namun jika salah satu atau kelima
faktor tersebut buruk maka pengaruh yang terhadap penegakan hukum
pun akan buruk. Dengan kata lain bahwa penegakan hukum merupakan
proses perwujudan ide-ide dalam rangka mencapai keadilan, kepastian
hukum dan kemanfaatan yang luas dan setingginya untuk kesejahteraan
masyarakat. Jika upaya penegakan hukum ini terlaksana sebagaimana
22
harapannya, maka ketertiban dan kedamaian akan dengan mudah
terwujud dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Oleh karenya tujuan hukum yang sesungguhnya untuk menggapai
keadilan dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Mengenai tujuan
hukum, terdapat beberapa teori, yaitu : teori etis, teori utilistis dan teori
pengayoman.26 Menurut teori etis bahwa tujuan hukum semata-mata
untuk mewujudkan keadilan. Aristoteles mengajarkan dua macam
keadilan, yaitu keadilan distributif dan keadilan komutatif. Keadilan
distributif ialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang jatah
menurut jasanya. Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan
jatah kepada setiap orang sama banyaknya tanpa harus mengingat
jasa-jasa perseorangan.
Teori Utilitas, menurut Bentham bahwa hukum bertujuan untuk
mewujudkan apa yang berfaedah atau yang sesuai dengan daya guna
(efektif). Adagiumnya yang terkenal adalah The greatest happiness for
the greatest number artinya, kebahagiaan yang terbesar untuk jumlah
yang terbanyak. Yang dimaksud faedah/ manfaat disini adalah
menghindarkan keburukan dan mendapatkan kebaikan. Kebaikan
tersebut identik dengan kesenangan dan keburukan itu identik dengan
penderitaan sebagai pengganti dari adil dan tidak adil, susila dan asusila,
baik dan jahat.27 Pada teori pengayoman, mengemukakan tujuan hukum
adalah untuk mengayomi manusia, baik secara aktif maupun secara pasif.
26 Dudu Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum, sebuah Sketsa, Refika Aditama, Bandung,2003, hlm. 24-28.27 Agus Santoso, Hukum, Moral dan Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum, Kencana PrenadaMedia Group, Jakarta, 2014, hlm. 281.
23
Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan suatu
kondisi kemasyarakatan yang manusiawi dalam proses yang berlangsung
secara wajar. Sedangkan yang dimaksud secara pasif adalah
mengupayakan pencegahan atas tindakan yang sewenang-wenang dan
penyalahgunaan hak.
Jadi tujuan hukum diartikan upaya untuk mewujudkan kebenaran,
keadilan, ketertiban serta melindungi kepentingan masyarakat melalui
segenap perangkat peraturan perundang-undangan yang baik,
peningkatan kesadaran dan ketaatan masyarakat akan hukum, kualitas
penegak hukum yang profesional dan berintegritas. Profesional sesuai
dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki, berintegritas dengan
memiliki kualitas iman dan takwa yang mumpuni, tahan akan tantangan,
cobaan maupun godaan.
2) Teori Pelayanan Kesehatan
Menurut Levey dan Loomba, Pelayanan Kesehatan adalah setiap
upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam
suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah, dan mencembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat28. Pelayanan
kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang
Undang Dasar 1945 untuk melakukan upaya peningkatkan derajat
28 Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara Publisher, 2010, hlm. 42.
24
kesehatan baik perseorangan, maupun kelompok atau masyarakat secara
keseluruhan.29
Dengan demikian pelayanan kesehatan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara promotif, prefentif, kuratif dan rehabilitatif
berdasarkan standar profesional oleh pemberi pelayanan kesehatan baik
puskesmas, klinik maupun rumah sakit terhadap penerima pelayanan
kesehatan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Hodgetts dan Casio mengemukakan bahwa secara umum jenis
pelayanan kesehatan dapat dibedakan atas :30
a. Pelayanan kedokteran
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan
kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian
yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama
dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk menyembuhkan
penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk
perseorangan dan keluarga.
b.Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan
masyarakat (public health service) ditandai dengan cara
pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu
organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok
dan masyarakat.
29 Veronika komalawati. Op. Cit. hlm. 77.30 Azrul Azwar, Op. Cit. hlm. 43.
25
Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik tidak hanya
cukup dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saja,
namun juga harus didukung dengan perencanaan, pelaksanaan,
pembinaan dan pengawasan yang tepat. Syarat pokok pelayanan
kesehatan yang baik menurut Azrul Azwar adalah sebagai berikut :31
a. Tersedia dan berkesinambungan
Pelayanan kesehatan harus tersedia dimasyarakat (available) dan
memiliki sifat berkesinambungan (continius). Artinya semua jenis
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit
ditemukan dan keberadaannya dapat ditemukan pada setiap saat
dibutuhkan.
b. Dapat diterima dan wajar
Pelayanan kesehatan yang baik dapat diterima (acceptable) oleh
masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan
kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan
kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan
dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan
masyarakat serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan
kesehatan yang baik.
c. Mudah dicapai
Ketercapain yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Untuk
dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, pengaturan
distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan
31 Ibid, hlm. 45-46.
26
kesehatan yang selalu terkonsentrasi didaerah perkotaan saja, dan
sementara itu tidak ditemukan didaerah pedesaan, bukan pelayanan
kesehatan yang baik.
d.Mudah dijangkau
Keterjangkauan pelayanan kesehatan utamanya dari aspek biaya.
Untuk dapat mewujudkan keadaan seperti ini dapat diupayakan biaya
pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan ekonomi masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang mahal dan karen itu hanya dapat dinikmati
oleh sebagian kecil masyarakat saja, bukan pelayanan kesehatan yang
baik.
e. Bermutu
Pelayanan kesehatan yang bermutu menunjukkan kepada tingkat
kesempurnaan penyelenggaraan, di satu pihak dapat memuaskan para
pemakai jasa pelayanan dan di pihak lain tata cara pelayanannya
sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.
Strata pelayanan kesehatan yang dianut tiap negara tidaklah sama,
namun secara umum berbagai strata ini dapat dikelompokkan menjadi
tiga macam, yakni :32
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama
Yang dimaksud pelayanan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan
yang bersifat pokok, yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar
masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan
32 Ibid, hlm. 48-49.
27
derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan kesehatan
tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan.
b.Pelayanan kesehatan tingkat kedua
Yang dimaksud pelayanan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan
lebih lanjut, telah bersifat rawat inap dan untuk menyelenggarakannya
dibutuhkan tenaga-tenaga spesialis.
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga
Yang dimaksud pelayanan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan
yang bersifat lebih kompleks dan umumnya diselenggarakan oleh
enaga-tenaga subspesialis.
2. KERANGKAKONSEPTUAL
a. Perjanjian Kerjasama
Yang dimaksud dengan perjanjian kerjasama adalah dokumen
tertulis yang disepakati oleh para pihak dalam rangka penyelenggaran
program jaminan kesehatan nasional.
b.Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah upaya pelayanan kesehatan
perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang
meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan
rawat inap di ruang perawatan khusus.
c. BPJS Kesehatan
Pasal 1 angka 2 Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang
perubahan kedua Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang
28
Jaminan Kesehatan menyebutkan bahwa BPJS Kesehatan adalah
badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
jaminan kesehatan.
d.Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut yang dimaksud disini
adalah Rumah Sakit sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit,
menyebutkan bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Sifat Penelitian
Metode pendekatan masalah yang dipakai dalam penelitian ini adalah
metode yang bersifat yuridis empiris. Penelitian dengan pendekatan
yuridis empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan
ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum
tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Pemberlakuan secara in action
tersebut merupakan fakta empiris dan berguna untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan oleh negara, pemberlakuan secara in action ini
29
diharapkan akan berlangsung secara sempurna apabila rumusan
ketentuan hukum normatif jelas dan tegas serta lengkap .33
Penelitian ini bersifat deskriptif, maksudnya menggambarkan secara
lengkap suatu keadaan sehingga akan dapat dihasilkan suatu pembahasan.
Keadaan yang digambarkan dalam penelitian ini adalah Bagaimana
pelaksanaan perjanjian kerjasama pelayanan kesehatan antara BPJS
Kesehatan dengan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan di Kota
Padang dan apa saja kendala yang timbul dalam perjanjian kerjasama
tersebut serta upaya penyelesaiannya.
2. Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam peneliti ini dapat digolongkan
menjadi dua antara lain :
a. Data primer, berupa data yang langsung didapatkan dalam penelitian
di lapangan. Data yang diperoleh dari wawancara secara mendalam
(depth interview) terhadap pihak-pihak terkait yang menjadi objek
penelitian.
b.Data sekunder, data yang diperlukan untuk melengkapi data primer.
Adapun data sekunder tersebut antara lain :
1) Bahan hukum primer, yang merupakan bahan-bahan hukum yang
mempunyai kekuatan mengikat, yaitu :
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
- Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional
33 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),Rajawali Press, Jakarta. 2003, hlm.13.
30
- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial
- Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan
kedua Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan.
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional
2) Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, seperti hasil penelitian, buku-buku ilmiah,
makalah dan wawancara dengan pihak-pihak terkait
3. Alat Pengumpulan Data
Menurut Amiruddin dan Zainal Asikin dalam penelitian lazimnya
dikenal jenis alat pengumpul data, yaitu :
a. Studi dokumen atau bahan pustaka
b. Pengamatan atau observasi
c. Wawancara atau interview
d. Kuisioner
e. Alat-alat pengumpul data lainnyai.34
Alat pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penulisan tesis
ini hanya menggunakan 2 (dua) macam teknik pengumpulan data, yaitu :
a. Studi dokumen atau bahan pustaka
34 Amiruddin dan Zainal Asikin, Op. Cit. hlm. 67.
31
Studi dokumen meliputi studi bahan-bahan hukum yang terdiri
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tersier. Setiap bahan hukum ini akan diperiksa validitas dan
reliabilitasnya, sebab hal ini sangat menentukan hasil suatu
penelitian.
b. Wawancara
Wawancara adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka
(face to face) ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh
jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada
seseorang responden.35
Wawancara dilakukan dengan Kepala Bidang Penjaminan
Manfaat Rujukan BPJS Kesehatan Padang yang lingkup tugasnya
mengelola hubungan kemitraan, pencairan dan pemeriksaan klaim,
pengaduan yang berkaitan dengan fasilitas kesehatan rujukan.
Wawancara dengan Direktur Rumah Sakit Umum Citra Bunda
Medical Center (RSU-C-BMC) Padang adalah pihak yang sangat
berkompeten untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini dan
Kepala Bidang Pelayanan dan Penunjang Medis RSUD dr. Rasidin
Padang yang lingkup tugasnya menyusun, melaksanakan kebijakan
program pelayanan medis pada semua instansi pelayanan rumah
sakit serta pengawasan, pengendalian, penerimaan, pelayanan
rujukan.
35 Ibid, hlm. 82.
32
4. Pengolahan danAnalisis Data
a. Pengolahan data
Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil
pengumpulan data di lapangan sehingga siap di pakai untuk di
analisis.36 Dalam penelitian ini, setelah berhasil memperoleh data
yang diperlukan, selanjutnya peneliti melakukan pengolahan
terhadap data tersebut dengan cara editing, yaitu meneliti kembali
terhadap catatan-catatan, berkas-berkas dan informasi yang
dikumpulkan, yang mana diharpkan agar dapat meningkatkan mutu
reliabilitas data yang akan di analisa.37
b. Analisa data
Analisa data sebagai tindak lanjut dari proses pengolahan data,
untuk dapat memecahkan dan menguraikan masalah yang akan
diteliti berdasarkan bahan hukum yang diperoleh, maka diperlukan
adanya teknik analisa bahan hukum. Setelah mendapatkan data-data
yang diperlukan, maka peneliti melakukan analisis kualitatif,38
yakni dengan melakukan penilaian terhadap data-data yang
didapatkan di lapangan dengan bantuan literatur-literatur atau
bahan-bahan terkait dengan penelitian, kemudian di tarik
kesimpulan yang dijabarkan dalam bentuk penulisan deskriptif.
36 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm. 72.37 Amiruddin dan Zainal Asikin, Op. Cit. hlm. 168-169.38 Bambang Waluyo, Op. Cit. hlm. 77.
33
H. Sistematika Penulisan
Dalam tesis ini dibagi menjadi enam bab yang terdiri dari:
- Bab I Pendahuluan, yang berisikan latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian,
kerangka teoritis dan konseptual, metode penelitian dan sistematika
penelitian.
- Bab II Perjanjian Kerjasama Program Jaminan Kesehatan, yang berisikan
uraian tentang perjanjian, Jaminan Kesehatan Nasional, Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan.
- Bab III Pengaturan perjanjian kerjasama pelayanan kesehatan antara BPJS
Kesehatan dengan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
- Bab IV Pelaksanaan perjanjian kerjasama pelayanan kesehatan antara
BPJS Kesehatan dengan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan di
Kota Padang.
- Bab V Kendala yang timbul dalam perjanjian kerjasama pelayanan
kesehatan Antara BPJS Kesehatan dengan Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan di Kota Padang serta upaya penyelesaiannya.
- Bab VI Penutup menguraikan mengenai kesimpulan dan saran