bab8

20
P P E E M M B B I I A A Y Y A A A A N N D D A A E E R R A A H H Kegiatan Pembiayaan merupakan kegiatan yang berbeda dengan pendapatan maupun dengan belanja.“ Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya” Karena jumlah pendapatan daerah tidak dapat menutupi semua belanja daerah maka terjadilah defisit anggaran. Kemudian pemda harus mengupayakan penerimaan dari sumber-sumber pembiayaan maupun strategi-strategi tertentu guna menutup defisit dan pengeluaran pembiayaan yang telah dianggarkan. Untuk itu, dibutuhkan keseriusan pemda dalam mengatasi kesulitan ini.” Bab ini membahas tentang pembiayaan daerah. Setelah mempelajari bab ini Saudara diharapkan mampu untuk menjelaskan hal-hal yang terkait dengan: § Pembiayaan Anggaran, berupa: o Pembiayaan Neto o Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran o Dana Cadangan o Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan o Pinjaman dan Obligasi Daerah serta Pengelolaannya § Isu-isu Pembiayaan di Sektor Publik, seperti: o Kerja Sama Operasi o Obligasi o Privatisasi o Investasi Publik Selisih antara jumlah pendapatan dan jumlah belanja dalam anggaran disebut surplus atau defisit anggaran. Surplus anggaran terjadi apabila pendapatan daerah lebih besar dari belanja daerah. Keadaan yang sebaliknya disebut defisit anggaran. 8

Upload: fery

Post on 02-Oct-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pembiayaan daerah

TRANSCRIPT

  • PPEEMMBBIIAAYYAAAANN DDAAEERRAAHH

    Kegiatan Pembiayaan merupakan kegiatan yang berbeda dengan pendapatan maupun dengan belanja.

    Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau

    pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya

    Karena jumlah pendapatan daerah tidak dapat menutupi semua belanja

    daerah maka terjadilah defisit anggaran. Kemudian pemda harus mengupayakan penerimaan dari sumber-sumber pembiayaan maupun

    strategi-strategi tertentu guna menutup defisit dan pengeluaran pembiayaan yang telah dianggarkan. Untuk itu, dibutuhkan keseriusan pemda dalam

    mengatasi kesulitan ini.

    Bab ini membahas tentang pembiayaan daerah. Setelah mempelajari bab ini Saudara diharapkan mampu untuk menjelaskan hal-hal yang terkait dengan: Pembiayaan Anggaran, berupa:

    o Pembiayaan Neto o Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran o Dana Cadangan o Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan o Pinjaman dan Obligasi Daerah serta Pengelolaannya

    Isu-isu Pembiayaan di Sektor Publik, seperti: o Kerja Sama Operasi o Obligasi o Privatisasi o Investasi Publik

    SSelisih antara jumlah pendapatan dan jumlah belanja dalam anggaran disebut surplus atau defisit anggaran. Surplus anggaran terjadi apabila pendapatan daerah lebih besar dari belanja daerah. Keadaan yang sebaliknya disebut defisit anggaran.

    8

  • 180 Keuangan Daerah: Perspektif Desentralisasi Fiskal dan Pengelolaan APBD di Indonesia

    Dengan kata lain, surplus adalah selisih lebih jumlah pendapatan terhadap jumlah belanja; dan defisit adalah selisih kurang jumlah pendapatan terhadap jumlah belanja. Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, maka surplus tersebut dapat dimanfaatkan untuk pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo, pembelian kembali obligasi daerah, penyertaan modal (investasi) daerah, pemberian pinjaman daerah, transfer ke rekening dana cadangan, yang dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan. Sebaliknya, dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit meliputi sisa lebih pembiayaan (perhitungan) anggaran tahun lalu, transfer dari rekening dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah dan obligasi daerah, penerimaan piutang daerah, yang dianggarkan pada penerimaan pembiayaan.

    Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD. Jumlah kumulatif defisit sebagaimana dimaksud tidak melebihi 3% (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan. Menteri Keuangan menetapkan kriteria defisit APBD dan batas maksimal defisit APBD masing-masing Daerah setiap tahun anggaran. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dapat dikenakan sanksi berupa penundaan atas penyaluran Dana Perimbangan.

    Tabel 8.1

    Contoh: Ringkasan Format APBD - surplus (defisit) anggaran dan pembiayaan No

    URAIAN

    ANGGARAN

    (Rp)

    REALISASI

    (Rp)

    1 JUMLAH PENDAPATAN

    xxx

    xxx

    2 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER xxx xxx 3 SURPLUS/DEFISIT (1 - 2) xxx xxx 4 5 6 7 8 9

    10

    PEMBIAYAAN PENERIMAAN PEMBIAYAAN Penggunaan SiLPA Pencairan Dana Cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Pinjaman Dalam Negeri Penerimaan Kembali Pinjaman

    xxx xxx xxx xxx xxx

    xxx xxx xxx xxx xxx

    11 Jumlah Penerimaan ( 6 s/d 10 ) xxx xxx 12 13 14 15 16

    PENGELUARAN PEMBIAYAAN Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah Pembayaran Pokok Pinjaman Pemberian Pinjaman

    xxx xxx xxx xxx

    xxx xxx xxx xxx

    17 Jumlah Pengeluaran ( 13 s/d 16 ) xxx xxx 18 PEMBIAYAAN NETO ( 11 - 17 ) xxx xxx 19 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (3 + 18) xxx xxx

    Pembiayaan Anggaran Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang

  • Pembiayaan Daerah 181

    bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah adalah transaksi keuangan pemerintah daerah yang dimaksudkan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus APBD.

    Dengan demikian, pembiayaan berbeda dengan pendapatan daerah maupun

    dengan belanja daerah. Pendapatan daerah adalah hak pemda yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih (ekuitas dana) dalam periode tahun bersangkutan, dimana pemda tidak perlu membayarnya kembali di masa yang akan datang seperti lazimnya suatu pinjaman atau obligasi. Sedangkan belanja daerah adalah semua kewajiban pemda yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan, dimana pengeluaran belanja tersebut tidak akan diterima kembali di masa yang akan datang seperti lazimnya suatu piutang atau penyertaan modal. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat elemen-elemen dari pendapatan, belanja dan pembiayaan pada contoh format laporan realisasi APBD.

    Transaksi pembiayaan pada dasarnya dapat digolongkan ke dalam dua

    kelompok, yaitu penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan dapat bersumber dari: Sisa lebih pembiayaan (perhitungan) anggaran tahun lalu; Transfer dari rekening dana cadangan; Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; Penerimaan pinjaman daerah dan obligasi daerah; dan Penerimaan piutang daerah Pengeluaran pembiayaan dapat digunakan untuk: Pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo; Pembelian kembali obligasi daerah; Penyertaan modal (investasi) daerah; Pemberian pinjaman daerah; dan Transfer ke rekening dana cadangan. Pembiayaan Neto Selisih antara penerimaan pembiayaan dengan pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran berkenaan disebut pembiayaan neto. Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, maka jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit tersebut. Dengan kata lain, untuk menutup defisit, jumlah penerimaan pembiayaan harus diupayakan lebih besar dari pada jumlah pengeluaran pembiayaan sehingga jumlah pembiayaan neto sekurang-kurangnya sama dengan jumlah defisit anggaran. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) Jumlah (selisih) antara surplus (defisit) dengan pembiayaan neto dalam tahun anggaran berkenaan disebut sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan. SiLPA pada suatu tahun anggaran dapat menjadi sumber penerimaan pembiayaan untuk tahun anggaran berikutnya (SiLPA tahun lalu). Cara lain untuk mencari jumlah SiLPA adalah dengan mengurangkan total pengeluaran daerah terhadap total penerimaan daerah. Total penerimaan daerah berarti total pendapatan ditambah total

  • 182 Keuangan Daerah: Perspektif Desentralisasi Fiskal dan Pengelolaan APBD di Indonesia

    penerimaan pembiayaan. Demikian halnya, total pengeluaran daerah berarti total belanja dan transfer ditambah total pengeluaran pembiayaan. Dana Cadangan Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai kebutuhan yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran. Dana cadangan tersebut bersumber dari penerimaan daerah, kecuali dari dana alokasi khusus, dana darurat, dan pinjaman daerah serta obligasi daerah. Pembentukan dana cadangan ditetapkan dengan peraturan daerah; dan pembentukannya dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran yang berkenaan. Sementara penggunaan dana cadangan dianggarkan pada: a. Transfer dari rekening dana cadangan dalam penerimaan pembiayaan; b. Belanja satuan kerja perangkat daerah selaku pengguna dana cadangan.

    Dana cadangan ditempatkan pada rekening yang terpisah dari rekening kas daerah. Dalam hal dana cadangan belum digunakan sesuai dengan peruntukannya, dana tersebut dapat ditempatkan dalam portofolio yang memberikan hasil tetap dengan risiko rendah. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan Salah satu upaya pendanaan yang dapat ditempuh oleh pemda adalah penjualan atau privatisasi aset daerah yang dipisahkan. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dapat berupa hasil penjualan perusahaan milik daerah (BUMD) dan penjualan aset milik pemerintah daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dianggarkan pada penerimaan pembiayaan. Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah Pinjaman daerah merupakan semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat yang bernilai uang, sehingga daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan.

    Terdapat beberapa batasan dalam pinjaman daerah, seperti dinyatakan dalam

    UU Nomor 33/2004 (pasal 49 dan 50), antara lain: Batas maksimal kumulatif pinjaman tidak melebihi 60% (enam puluh persen) dari

    Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan. Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah

    Daerah secara keseluruhan selambat-lambatnya bulan Agustus untuk tahun anggaran berikutnya.

    Pengendalian batas maksimal kumulatif pinjaman daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dikenakan sanksi

    administratif berupa penundaan dan/atau pemotongan atas penyaluran Dana Perimbangan oleh Menteri Keuangan.

    Pinjaman daerah bersumber dari:

  • Pembiayaan Daerah 183

    a. Pemerintah. Pinjaman daerah yang bersumber dari pemerintah berasal dari penerusan pinjaman utang luar negeri. Perjanjian penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud dapat dinyatakan dalam mata uang Rupiah atau mata uang asing.

    b. Pemerintah daerah lain Pinjaman daerah yang bersumber dari pemerintah daerah lain dapat berasal dari pemda dalam wilayah provinsi dan/atau diluar wilayah provinsi yang bersangkutan.

    c. Lembaga keuangan bank Pinjaman daerah yang bersumber dari lembaga keuangan bank berasal dari lembaga perbankan.

    d. Lembaga keuangan bukan bank; dan Pinjaman daerah yang bersumber dari lembaga keuangan bukan bank dapat berasal dari lembaga asuransi pemerintah dan lembaga pegadaian pemerintah.

    e. Masyarakat Pinjaman daerah yang bersumber dari masyarakat dapat berasal dari orang pribadi dan/atau badan yang melakukan investasi di pasar modal.

    Jenis dan jangka waktu pinjaman daerah terdiri dari: a. Pinjaman jangka pendek

    Pinjaman jangka pendek merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

    b. Pinjaman jangka menengah Pinjaman jangka menengah merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu di atas satu tahun anggaran atau paling tinggi sampai dengan sisa masa jabatan kepala daerah dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga dan biaya lainnya harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan;

    c. Pinjaman jangka panjang Pinjaman jangka panjang merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga dan biaya lainnya harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.

    Penggunaan Pinjaman Pinjaman jangka pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas. Pinjaman jangka menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang menghasilkan atau tidak menghasilkan penerimaan. Pinjaman Jangka Panjang dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan. Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD. Persyaratan Pinjaman

  • 184 Keuangan Daerah: Perspektif Desentralisasi Fiskal dan Pengelolaan APBD di Indonesia

    Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 (pasal 54 dan 55) dinyatakan bahwa dalam melakukan pinjaman, pemerintah daerah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak

    melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;

    b. Rasio kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan pinjaman ditetapkan oleh Pemerintah;

    c. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah.

    d. Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain. e. Pendapatan Daerah dan/atau barang milik Daerah tidak boleh dijadikan jaminan

    Pinjaman Daerah. f. Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik Daerah yang

    melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah. Prosedur Pengajuan Pinjaman Daerah Menteri Dalam Negeri menetapkan batas maksimal pinjaman untuk setiap daerah berdasarkan batas maksimal kumulatif pinjaman pemerintah daerah yang ditetapkan Menteri Keuangan. Pemerintah daerah melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman utang luar negeri dari Menteri Keuangan atas nama pemerintah setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri.

    Untuk pertimbangan tersebut pemerintah daerah menyampaikan kepada Menteri

    Dalam Negeri surat permohonan memperoleh penerusan pinjaman yang dilampiri dengan: a. Persetujuan DPRD; b. Penjelasan mengenai jumlah sisa pinjaman daerah ditambah dengan jumlah

    pinjaman yang diusulkan tidak boleh melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;

    c. Penjelasan mengenai penghitungan rasio kemampuan daerah untuk mengembalikan pinjaman sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan; dan

    d. Penjelasan mengenai jumlah pinjaman yang diusulkan tidak melampaui batas maksimal pinjaman daerah yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

    Penerimaan umum yang dimaksud yaitu seluruh penerimaan APBD tidak

    termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman dan penerimaan daerah lainnya yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan telah dibatasi penggunaannya untuk mendanai pengeluaran tertentu. Rasio kemampuan yang dimaksud adalah dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah PAD, dana bagi hasil, dan dana alokasi umum setelah dikurangi belanja wajib dibagi dengan penjumlah angsuran pokok, bunga dan biaya lainnya pada saat jatuh tempo. Belanja wajib yang dimaksud adalah belanja pimpinan dan anggota DPRD, belanja kepala daerah dan wakil kepala daerah, serta belanja pegawai negeri sipil daerah.

    Pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi

    daerah untuk membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan daerah.

  • Pembiayaan Daerah 185

    Penerbitan obligasi daerah yang dimaksud dapat dilaksanakan setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri. Persetujuan DPRD yang dimaksud mencakup jumlah dan nilai bersih maksimal obligasi daerah yang akan diterbitkan pada saat penetapan APBD. Dan wajib memenuhi ketentuan dalam Pasal 54 dan Pasal 55 serta mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

    Nilai bersih maksimal yang dimaksud adalah tambahan nilai nominal obligasi

    daerah yang beredar. Tambahan nilai nominal obligasi daerah merupakan selisih antara nilai nominal obligasi daerah yang diterbitkan dengan nilai nominal obligasi daerah yang ditarik kembali dan dilunasi sebelum jatuh tempo serta obligasi daerah yang dilunasi pada saat jatuh tempo selama satu tahun anggaran. Penerbitan obligasi daerah dinyatakan dalam uang rupiah. Penerimaan hasil penjualan obligasi daerah dianggarkan pada penerimaan pembiayaan. Ketentuan mengenai pinjaman daerah dan obligasi daerah diatur dalam perda berpedoman pada peraturan pemerintah.

    Setiap Obligasi Daerah sekurang-kurangnya mencantumkan: Nilai nominal; Tanggal jatuh tempo; Tanggal pembayaran bunga; Tingkat bunga (kupon); Frekuensi pembayaran bunga; Cara perhitungan pembayaran bunga; Ketentuan tentang hak untuk membeli kembali Obligasi Daerah sebelum jatuh

    tempo; dan Ketentuan tentang pengalihan kepemilikan.

    Pengelolaan Obligasi Daerah diselenggarakan oleh Kepala Daerah. Pengelolaan Obligasi Daerah dimaksud sekurang-kurangnya meliputi: a. Penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan Obligasi Daerah termasuk

    kebijakan pengendalian risiko; b. Perencanaan dan penetapan struktur portofolio Pinjaman Daerah; c. Penerbitan Obligasi Daerah; d. Penjualan Obligasi Daerah melalui lelang; e. Pembelian kembali Obligasi Daerah sebelum jatuh tempo; f. Pelunasan pada saat jatuh tempo; dan g. Pertanggungjawaban. Pengelolaan Pembayaran Pinjaman Daerah dan Obligasi Seluruh kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo menjadi prioritas utama untuk dianggarkan dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan sebelum menganggarkan kebutuhan belanja dan pengeluaran daerah lainnya. Penerimaan pinjaman daerah dianggarkan pada penerimaan pembiayaan. Pembayaran kewajiban cicilan pokok utang yang jatuh tempo dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan. Sedangkan pembayaran bunga atas pinjaman daerah dianggarkan pada belanja bunga dalam anggaran belanja daerah. Demikian pula pembayaran kewajiban pokok obligasi daerah yang jatuh tempo dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan.

  • 186 Keuangan Daerah: Perspektif Desentralisasi Fiskal dan Pengelolaan APBD di Indonesia

    Pembayaran bunga atas obligasi daerah dianggarkan pada belanja bunga dalam anggaran belanja daerah. Pelaporan Pinjaman Pemerintah Daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada Pemerintah setiap semester dalam tahun anggaran berjalan. Dalam hal Daerah tidak menyampaikan laporan, Pemerintah dapat menunda penyaluran Dana Perimbangan. Seluruh kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo wajib dianggarkan dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan. Dalam hal daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjamannya kepada Pemerintah, kewajiban membayar pinjaman tersebut diperhitungkan dengan DAU dan/atau Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara yang menjadi hak Daerah tersebut. Ketentuan lebih lanjut mengenai pinjaman daerah termasuk obligasi daerah diatur dengan peraturan pemerintah. Penyertaan Modal (Investasi) Daerah Pemda dapat melakukan investasi dalam bentuk deposito, penyertaan modal, atau bentuk investasi lainnya sepanjang hal tersebut memberi manfaat bagi peningkatan pendapatan daerah dan/atau peningkatan pelayanan masyarakat yang tidak mengganggu likuiditas keuangan daerah. Penyertaan modal dapat dilakukan pada suatu badan usaha milik pemda dan/atau milik swasta. Penyertaan modal dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/atau dialihkan kepada badan usaha milik daerah lainnya. Penyertaan modal pemda ditetapkan dengan perda berpedoman pada peraturan pemerintah. Penyertaan modal yang berupa penempatan modal awal atau pemenuhan modal yang akan ditempatkan dan/atau penambahan modal, dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan. Pengurangan, penjualan, dan/atau pengalihan modal dianggarkan pada penerimaan pembiayaan. Penerimaan hasil atas penyertaan modal daerah dianggarkan dalam pendapatan asli daerah pada hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Penempatan penyertaan modal (investasi) daerah jangka pendek dalam bentuk deposito pada bank umum dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan. Pendapatan bunga atas deposito tersebut dianggarkan dalam PAD pada lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

    Isu-Isu Pembiayaan di Sektor Publik Masalah dana merupakan masalah penting kedua setelah masalah SDM yang dibutuhkan guna menjamin terlaksananya kegiatan operasi dan pembangunan daerah dalam rangka pemberian pelayanan umum dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan tugas-tugasnya tersebut, pemerintah daerah seringkali dihadapkan pada kesulitan pendanaan. Masalah ini antara lain dapat disebabkan oleh ketidak-efisienan, ketidak-tepatan perencanaan, rendahnya pendapatan asli daerah.

  • Pembiayaan Daerah 187

    Karena jumlah pendapatan daerah tidak dapat menutupi semua belanja daerah

    maka terjadilah defisit anggaran. Kemudian pemda harus mengupayakan penerimaan dari sumber-sumber pembiayaan maupun strategi-strategi tertentu guna menutup defisit dan pengeluaran pembiayaan yang telah dianggarkan. Untuk itu, dibutuhkan keseriusan pemda dalam mengatasi kesulitan ini. Di satu sisi, pemda dituntut agar dapat mencari sumber dan strategi pembiayaan yang aman secara fiskal dan tidak membebani generasi berikutnya. Dan di sisi lain, pemda harus mampu mengevaluasi biaya-manfaat dari setiap pilihan yang ada, sehingga didapat satu pilihan yang paling menguntungkan dan bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

    Pada bagian berikut ini akan dijabarkan bentuk-bentuk strategi pembiayaan yang

    dapat ditempuh oleh pemda baik untuk mengatasi kesulitan pendanaannya (misalnya, kerja sama operasi, penerbitan obligasi, dan privatisasi) maupun untuk memanfaatkan keuangannya guna meningkatkan pendapatan daerah (misalnya, investasi publik). Kerja Sama Operasi (KSO) Bentuk-bentuk kerja sama operasi secara umum dapat dikelompokkan menurut kategori berikut ini (Bastian, 2001): a. Joint Operation

    Bentuk-bentuk kerja sama yang termasuk dalam kategori ini, antara lain, sebagai berikut: Built, Operate and Transfer (BOT). Dalam kerja sama ini, pihak

    penyelenggara proyek (swasta) melaksanakan kegiatan konstruksi di atas tanah milik pemerintah termasuk proses pengoperasian serta pemeliharaannya, dimana seluruh biayanya ditanggung pihak penyelenggara. Sebagai kompensasinya, pihak penyelenggara mengoperasikan proyek tersebut untuk tujuan komersial dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perijinan yang diberikan pihak yang berwenang (pemerintah). Setelah jangka waktu tertentu yang disepakati dalam perjanjian, seluruh fasilitas yang dibangun diserahkan kepada pemerintah.

    Built and Transfer (BT). Dalam kerja sama ini, pihak penyelenggara proyek melaksanakan konstruksi dan menanggung pembiayaannya hingga proyek tersebut selesai. Setelah konstruksi proyek selesai, pihak penyelenggara proyek menyerahkannya kepada pemerintah. Selanjutnya, pemerintah diwajibkan membayar pihak penyelenggara proyek sebesar nilai investasi yang dikeluarkan ditambah nilai pengembalian yang wajar. Proses pembayarannya dapat diangsur selama jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan.

    Konsesi. Dalam kerja sama ini, pihak yang berwenang (pemerintah) memberikan ijin kepada pihak swasta untuk melakukan suatu kegiatan eksploitasi tertentu, dengan menanggung risiko komersial yang mungkin terjadi. Sebagai kompensasi atas ijin yang diberikan, pihak swasta dibebani kewajiban untuk membayar fee atau retribusi kepada pihak pemerintah.

  • 188 Keuangan Daerah: Perspektif Desentralisasi Fiskal dan Pengelolaan APBD di Indonesia

    Kontrak Bagi Hasil. Dalam kerja sama ini, pemerintah memberikan ijin kepada swasta untuk mengekploitasi dan/atau mengelola aset pemerintah untuk tujuan komersial. Selanjutnya, keuntungan dari kegiatan tersebut dibagi antar kedua belah pihak berdasarkan kesepakatan bersama dalam perjanjian.

    Kontrak Jasa/Manajemen. Bentuk kerja sama ini adalah mengalihkan kegiatan operasional dan pemeliharaan suatu bidang tertentu dari pemerintah kepada pihak swasta. Sebagai konsekuensinya, pihak pemerintah harus membayar biaya tertentu kepada pihak swasta sebagai pemberi jasa. Bentuk kerjasama ini akan dipilih bila pihak swasta dapat melakukan suatu kegiatan tersebut dengan lebih efisien dan profesional dibanding bila dilakukan oleh pemerintah sendiri.

    b. Joint Ventura

    Suatu daerah mungkin memiliki banyak aset potensial yang dapat mendatangkan pendapatan untuk mengisi kebutuhan kas daerah dan sekaligus untuk membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat. Sementara pihak pemda sendiri mungkin terkendala dengan kemampuan dana dan keterbatasan SDM untuk menggali dan mengelola aset-aset tersebut. Di pihak lain, swasta memiliki dana, kemampuan SDM dan teknologi. Berdasarkan kenyataan ini, salah satu strategi untuk menyiasati masalah ini adalah pemerintah melakukan kerja sama usaha patungan dengan swasta, misalnya dengan mendirikan perseroan terbatas yang mengacu pada UU Nomor 1 tahun 1995 (Bastian, 2001). Faktor biaya, manfaat dan risiko penting untuk dipertimbangkan karena segala sesuatu yang diupayakan pemerintah pada dasarnya harus mengutamakan kesejahteraan masyarakat dan mengamankan kesinambungan fiskal.

    Obligasi Upaya lain untuk mendapatkan dana adalah dengan menerbitkan obligasi (surat utang). Pembiayaan dengan obligasi tidak terbatas pada pemerintah pusat tetapi juga dapat dikeluarkan oleh pemerintah daerah dan badan-badan usaha publik seperti BUMN dan BUMD. Yang diharapkan dari penerbitan obligasi adalah suntikan dana segar untuk menambah dana investasi (pembangunan), menutup defisit dan membayar cicilan pokok utang. Pilihan obligasi mempunyai kelebihan dan risiko sebagai berikut: Kelebihan: Pemerintah sebagai emiten dapat memperoleh dana segar dalam jumlah yang

    relatif besar dan dalam waktu yang segera. Sementara jangka waktu pembayaran utangnya dapat ditentukan sesuai dengan kemampuan keuangan pemerintah.

    Investor akan mendapat keuntungan berupa pendapatan bunga secara konstan tanpa dipengaruhi oleh defisit atau surplus anggaran yang terjadi pada pemerintah sebagai emiten.

    Investor akan mendapatkan kembali dana yang ia investasikan (pokok pinjaman) secara aman pada tanggal jatuh tempo obligasi, sehingga ia dapat berinvestasi kembali.

  • Pembiayaan Daerah 189

    Risiko: Jika suatu institusi pemeringkat (misalnya, Standard & Poors) menurunkan

    peringkat obligasi yang dikeluarkan oleh suatu pemda, maka hal ini akan memberikan persepsi yang kurang menguntungkan bagi pemda yang bersangkutan sebagai emiten.

    Jika suku bunga bank naik terus sampai melebihi suku bunga obligasi tersebut, maka investor mungkin mengalami kerugian potensial, karena jika uangnya didepositokan di bank akan memberikan return yang lebih besar dengan tingkat risiko yang relatif sama dengan obligasi tersebut.

    Jika tingkat inflasi meningkat terus, maka nilai riil uang yang diterima investor akan berangsur-angsur berkurang. Semakin lama jatuh tempo obligasi, semakin besar risiko akibat inflasi yang harus ditanggung investor.

    Penilaian obligasi Apa yang menentukan harga sebuah sekuritas? Jawabannya adalah nilai estimasian! Nilai estimasian dari suatu sekuritas menentukan harga yang diperkirakan akan dibayar oleh investor di pasar terbuka (Jones, 2004). Nilai estimasian adalah nilai sekarang dari arus kas harapan yang akan diterima dimasa datang. Arus kas harapan dari sebuah sekuritas biasanya diterima secara periodik, dapat berupa bunga (dari obligasi), dividen (dari saham) dan/atau nilai pelunasan sekuritas.

    Dengan demikian, harga obligasi estimasian adalah sama dengan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan dimasa yang akan datang, yaitu berupa bunga kupon dan pembayaran kembali nilai nominal obligasi. Untuk menghitung harga obligasi dapat digunakan rumus berikut ini.

    n P = Ct + FV t=1 (1 + r) t (1 + r)n

    Keterangan: P (Price) = Nilai sekarang atau harga obligasi saat ini (periode waktu 0) C (Coupon) = Bunga kupon per semester FV (Face value) = Nilai nominal obligasi n = Jumlah semester sampai dengan tanggal jatuh tempo r = Bunga pasar per semester

    Proses penghitungan nilai sekarang obligasi berdasarkan rumus di atas meliputi tiga langkah: 1. Menggunakan table nilai sekarang anuitas, untuk menentukan nilai sekarang dari

    pembayaran bunga kupon semesteran. 2. Menggunakan table nilai sekarang, untuk menentukan nilai sekarang dari nilai

    (nominal) pada tanggal jatuh tempo obligasi (maturiy or par value). 3. Menambahkan nilai sekarang dari pembayaran bunga kupon (yang dihitung

    dalam langkah 1) dengan nilai sekarang dari nilai jatuh tempo obligasi (yang dihitung dalam langkah 2)

  • 190 Keuangan Daerah: Perspektif Desentralisasi Fiskal dan Pengelolaan APBD di Indonesia

    Privatisasi Perusahaan publik tidak luput dari tudingan sebagai sarang KKN, inefisiensi dan sumber pemborosan uang negara. Tudingan ini ditujukan untuk mengkritik buruknya kinerja perusahaan-perusahaan publik. Rendahnya kinerja perusahaan publik diperkuat dengan bukti ambruknya sektor bisnis pemerintah di banyak negara sehingga menimbulkan pertanyaan publik mengenai kemampuan pemerintah dalam menjalankan perusahaan publik secara ekonomis dan efisien (Nicholls, 1991). Di Indonesia sendiri masih banyak perusahaan publik (BUMN dan BUMD) yang dijalankan secara tidak efisien. Inefisiensi yang dialami oleh BUMN dan BUMD tsb. antara lain disebabkan adanya intervensi politik, sentralisasi, rent seeking behaviour, dan manajemen yang buruk (Mardiasmo, 2004).

    BUMN dan BUMD dalam era globalisasi akan menghadapi beberapa tekanan

    dan tuntutan, yaitu: Regulation & political pressure, BUMN/BUMD dituntut untuk memberikan bagian

    laba perusahaan kepada pemerintah. Tuntutan tsb. diperkuat misalnya dengan adanya perda yang mewajibkan BUMD untuk menyetorkan bagian laba perusahaan kepada pemda untuk menambah PAD.

    Social pressure. BUMN/BUMD akan menghadapi tekanan yang semakin besar dari masyarakat (konsumen) untuk menghasilkan produk yang murah dan berkualitas tinggi. Untuk itu, mekanisme penetapan harga dan subsidi sangat penting.

    Rent seeking behaviour, BUMN/BUMD akan berhadapan dengan orang-orang ataupun oknum yang mencoba melakukan rent seeking, KKN.

    Economic dan Efficiency. BUMN/BUMD dituntut untuk ekonomis dan efisien agar menjadi entitas bisnis yang profesional (Mardiasmo, 2004).

    BUMN/BUMD harus melakukan berbagai pembenahan. Mereka harus melakukan

    strategi efisiensi, peningkatan kompetensi SDM atau rekrutmen sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki integritas yang tinggi, restrukturisasi organisasi, dan privatisasi, agar bisa menjadi entitas bisnis yang tangguh dan profesional sehingga memiliki daya saing.

    Privatisasi merupakan salah satu upaya pembenahan perusahaan publik untuk

    meningkatkan efisiensi dan efektivitasnya. Di samping itu, upaya privatisasi diharapkan dapat mengurangi belanja publik, menaikkan penerimaaan pembiayaan Negara dan sekaligus mendorong peran sektor swasta. Makna privatisasi itu sendiri berarti transaksi penjualan aset publik dan proses transfer kepemilikan. Di Indonesia topik privatisasi baru menjadi isu besar dalam beberapa tahun belakangan ini. Kemunculannya pun sebenarnya merupakan pergolakan bentuk politik ekonomi dalam sebuah negara (Bastian, 2001).

    Menurut Bastian (2001) tujuan privatisasi, sebagaimana diartikulasi pemerintah

    dan pendukungnya, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Harapan di bidang keuangan:

  • Pembiayaan Daerah 191

    Meningkatkan pendapatan pemerintah, dan berakibat pada tingkat pajak dan pengeluaran publik.

    Mendorong pembiayaan swasta dalam investasi publik pada alur infrastruktur mayor.

    Melepaskan pelayanan dan pengendalian keuangan sektor publik. 2. Harapan dari segi pelayanan dan organisasi:

    Meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Mengurangi aturan Negara dalam pembuatan keputusan. Mendorong penetapan harga komersial, organisasi berorientasi profit dan

    perilaku bisnis. Meningkatkan pilihan konsumen.

    3. Harapan di bidang ekonomi:

    Memperluas cakupan kekuatan pasar dan meningkatkan kompetisi dalam perekonomian.

    Mengurangi ukuran sektor publik dan membuka pasar baru untuk modal privat

    4. Harapan di bidang politik: Mengekang kekuatan serikat dagang dan mencapai pasar tenaga kerja yang

    lebih fleksibel. Mendorong kepemilikan saham individual dan pekerja serta memperluas

    kepemilikan property. Menghasilkan dukungan politis melalui pertemuan permintaan industri dan

    membuat lebih banyak kesempatan untuk spekulasi akumulasi kapital. Membantu memajukan diri, individualisme, dan mengurangi urusan kolektif

    dan pertanggungjawaban. Investasi Publik Dalam mengelola sumber daya keuangan, pemerintah daerah juga dihadapkan pada masalah pengambilan keputusan investasi publik. Investasi publik dimaksudkan sebagai salah satu langkah konkrit pemda untuk membangun dan mengembangkan daerahnya. Investasi tidak selalu berkaitan dengan sebuah proyek yang dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan bagi daerah (investasi komersial), tetapi juga terdapat investasi yang tidak dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan daerah, melainkan untuk pelayanan publik dan tugas-tugas pemerintahan pada umumnya (investasi non komersial). Pengeluaran investasi nonkomersial ini dianggarkan dalam belanja modal; sebagai contoh: pembangunan sekolah, museum, taman, jalan, jembatan, irigasi., Aset yang diperoleh melalui belanja modal ini merupakan aset yang dikelola langsung oleh pemda.

    Investasi dalam pembahasan ini lebih ditekankan pada investasi komersial yang

    berkaitan dengan penanaman modal pada sebuah proyek (aset) atau perusahaan untuk menghasilkan pendapatan daerah dan pengembangan ekonomi daerah pada umumnya. Sebagai contoh, penanaman modal oleh pemda untuk ekspansi perusahaan milik daerah atau membuka perusahaan daerah baru. Investasi seperti

  • 192 Keuangan Daerah: Perspektif Desentralisasi Fiskal dan Pengelolaan APBD di Indonesia

    ini tentu saja tidak sekedar untuk mendatangkan pemasukan bagi kas daerah, tetapi juga mempunyai implikasi pada penambahan lapangan kerja; peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan daya saing ekonomi daerah baik di tingkat regional, nasional maupun global.

    Oleh karena itu, pengeluaran investasi publik harus mendapat perhatian lebih

    besar dibandingkan dengan pengeluaran operasional/rutin. Sebab, di samping menyangkut dana yang jumlahnya relatif besar, investasi juga memiliki efek jangka panjang. Sedangkan pengeluaran operasional/rutin lebih berdampak jangka pendek. Sehingga, kesalahan dalam pengambilan keputusan investasi tidak saja akan berdampak pada anggaran tahun berjalan, tetapi juga akan membebani anggaran tahun-tahun berikutnya.

    Investasi komersial umumnya dianggarkan dalam pengeluaran pembiayaan.

    Proses penganggaran investasi ini meliputi analisis dan studi kelayakan proyek-proyek yang diusulkan dan memutuskan proyek-proyek mana yang layak diterima dan dianggarkan dalam anggaran investasi. Analisis investasi biasanya berhubungan erat dengan praktik menajemen keuangan di sektor publik, tentunya yang berkaitan dengan masalah alokasi sumber daya untuk investasi.

    Analisis yang mendalam sangat penting dilakukan sebelum keputusan investasi

    diambil, karena investasi publik mempunyai implikasi jangka panjang dan berkaitan erat dengan masalah transparansi dan kewajaran anggaran. Beberapa aspek yang perlu ditinjau dan dipelajari dalam mempertimbangkan investasi yang diusulkan adalah sebagai berikut (Mardiasmo, 2004): a) Aspek Teknis

    Aspek teknis merupakan bagian penting yang harus dipertimbangkan dalam analisis investasi. Jika suatu usulan investasi sudah tidak layak dilihat dari aspek teknisnya, maka usulan tersebut menduduki prioritas pertama untuk ditolak.

    b) Aspek sosial dan budaya Untuk melaksanakan suatu proyek perlu mempertimbangkan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan. Aspek sosial budaya ini menyangkut pertimbangan pendistribusian pelayanan secara adil dan merata, sehingga mampu memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Aspek sosial budaya mencakup juga aspek legal dan lingkungan.

    c) Aspek ekonomi dan finansial Pertimbangan aspek ini meliputi kegiatan menganalisis apakah suatu proyek yang diusulkan akan memberikan kontribusi yang nyata terhadap pembangunan perekonomian secara keseluruhan dan apakah kontribusinya cukup besar dalam menentukan penggunaan sumber-sumber daya yang digunakan. Aspek finansial menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan, misalnya mengenai efisiensi proyek, likuiditas dan solvabilitas perlu dipertimbangkan.

    d) Aspek distribusi Keputusan investasi merupakan keputusan yang perlu dikaitkan dengan masalah distribusi pelayanan publik secara adil dan merata. Untuk itu perlu diketahui siapa yang akan menerima manfaat atau keuntungan yang dihasilkan dari proyek investasi; dari mana mendapatkan modal untuk melaksanakan

  • Pembiayaan Daerah 193

    proyek, apakah dari pendapatan publik atau dari invidu; apakah terdapat pajak penghasilan atau tidak; apakah proyek dijalankan oleh agen publik atau individu. Aspek distribusi terkait dengan keadilan dan persamaan kesempatan untuk mendapatkan pelayanan publik.

    Secara umum, fokus utama untuk menilai kelayakan investasi adalah evaluasi

    atas biaya manfaat. Pada dasarnya, suatu proyek dapat dikatakan layak bila besarnya manfaat (hasil) melebihi biayanya. Penilaian biaya dan manfaat dilakukan dengan memperhatikan perbedaan waktu antara terjadinya biaya dan manfaat dari suatu proyek, yang kemudian direfleksi dalam diskon. Hal ini dilakukan karena keputusan investasi pada dasarnya dibuat dengan memperhitungkan perbandingan diskon biaya dan manfaat. Diskon yang dimaksud adalah suatu tingkat bunga atau return yang digunakan untuk menghitung nilai sekarang dari biaya dan manfaat (hasil) yang akan terjadi di masa datang. Secara sederhana, analisis biaya manfaat dapat digambarkan sebagai berikut:

    Rasio manfaat/biaya = Nilai sekarang dari Manfaat / Nilai sekarang dari Biaya Bila rasio manfaat/biaya > 1, maka usulan proyek secara finansial dianggap layak atau dapat diterima karena dinilai menguntungkan.

    Proses penilaian ini dipengaruhi oleh kemampuan untuk membuat estimasi yang

    wajar dan realistis berkenaan dengan jumlah dan waktu untuk biaya dan manfaat di masa yang akan datang dan juga kemampuan untuk menentukan tingkat diskon yang tepat. Mengadopsi teknik diskon yang biasa digunakan di sektor privat dalam penilaian investasi di sektor publik sangat mungkin dilakukan untuk menghitung biaya manfaat dari suatu proyek. Sebab bila terdapat keluaran yang bersifat komersial, pada dasarnya biaya dan manfaat dapat secara langsung ditransformasikan ke dalam unit moneter. Oleh karena itu, penilaian investasi di sektor publik pun penting untuk mempertimbangkan aliran kas bersih.

    Di sektor privat, pemilihan tingkat diskon harus mencerminkan biaya modal

    organisasi. Sedangkan di sektor publik, pilihan tingkat diskon kurang jelas. Ketidakjelasan tersebut terjadi karena biaya dan manfaat yang diukur tidak sekedar dari aspek ekonomi tetapi juga aspek sosial (Bastian, 2001). Sebagai contoh, ketika membangun suatu jalan tol, akan ada biaya moneter dalam bentuk pembangunan jalan tol, biaya pemeliharaan; dan juga biaya sosial dalam bentuk kerusakan kontur tanah, timbulnya polusi, kebisingan lalu lintas, penggusuran, dan sebagainya. Manfaat sosial akan dihasilkan dari pengurangan kemacetan lalu lintas, pengurangan waktu perjalanan, pengurangan tingkat stes di perjalanan, dan sebagainya.

    Ini berarti pertimbangan biaya dan manfaat sosial amat penting. Nilai moneter

    diperlukan dalam proses evaluasi dan perhitungan biaya dan manfaat tersebut. Namun demikian, biasanya sulit untuk mengukur biaya dan manfaat sosial dalam nilai moneter. Untuk mengatasi masalah ini, dapat dilakukan perhitungan biaya dan manfaat proyek secara tidak langsung dengan suatu metode yang disebut analisis efektivitas biaya (cost-effectiveness analysis).

  • 194 Keuangan Daerah: Perspektif Desentralisasi Fiskal dan Pengelolaan APBD di Indonesia

    Analisis efektivitas biaya merupakan penilaian atas biaya dan manfaat suatu proyek yang dapak dikuantifikasi, baik sekarang maupun di masa datang atas suatu proyek yang mempunyai dampak yang tidak dapat dikuantifikasi, tetapi tidak dinilai. Jadi, analisis efektivitas biaya memfokuskan pada pengukuran sesuatu yang dapat diukur. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis ini adalah sebagai berikut: 1) Menghitung jumlah dan waktu atas semua biaya modal. Hal tersebut meliputi

    pula penentuan biaya bangunan, peralatan, dan tanah. Hal ini penting karena sumber daya yang diperlukan oleh sebuah proyek harus dinilai pada opportunity cost secara penuh. Dengan demikian, jika organisasi menggunakan tanahnya sendiri dimana sebuah bangunan akan didirikan di atasnya, maka biaya yang dipakai harus dinilai berdasarkan harga pasar pada saat itu (current market value).

    2) Melakukan estimasi atas biaya yang akan terjadi (running cost) selama umur yang diharapkan dari suatu proyek.

    3) Melakukan estimasi keluaran (output) terukur selama umur yang diharapkan dari suatu proyek.

    4) Melakukan estimasi pengaruh biaya dan pendapatan atas aktivitas yang dilakukan.

    5) Mendiskontokan biaya dan manfaat yang dapat diukur untuk memungkinkan melakukan perbandingan. Prosedur yang biasa dipakai adalah menghitung nilai sekarang (present value) tetapi proyek-proyek memiliki umur yang berbeda mungkin lebih tepat dibandingkan dengan menggunakan biaya tahunan ekuivalen.

    6) Mengidentifikasi dan menjelaskan secara realistis mengenai kemungkinan adanya biaya dan manfaat yang tidak dapat dikuantifikasi yang akan muncul sebagai dampak dari proyek yang akan dijalankan.

    Teknik-teknik penilaian investasi lainnya yang biasa digunakan di sektor privat,

    dapat juga digunakan oleh manajer sektor publik, misalnya Net Present Value (NPV), payback period (PP), Internal Rate of Return (IRR), dan sebagainya. Metode NPV bertujuan untuk mengetahui nilai sekarang dari aliran kas bersih. NPV dihitung dengan mengurangkan pengeluran investasi terhadap nilai sekarang dari aliran kas masuk di masa datang. Jika NPV hasilnya positif, maka proyek yang diusulkan tersebut secara finansial dapat diterima karena dinilai menguntungkan. NPV = (CF x pvf) I Keterangan: CF = cash flow (arus kas) pvf = present value factor (faktor nilai sekarang) I = Investment amount (jumlah investasi)

    Metode PP bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan oleh

    suatu proyek untuk dapat mengembalikan modal investasi yang telah dikeluarkan. PP dihitung dengan membagi nilai investasi dengan manfaat (hasil) tahunan. Bila PP yang diperoleh lebih kecil dari umur ekonomis proyek, maka proyek yang diusulkan

  • Pembiayaan Daerah 195

    tersebut secara finansial dapat diterima karena dinilai menguntungkan (memberikan surplus).

    PP = Jumlah Investasi / Manfaat tahunan PP merupakan metode paling sederhana, tetapi mempunyai kelemahan, antara lain, yaitu tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi dan harus dipertimbangkan dalam analisis investasi publik antara lain adalah: 1. Tingkat diskonto yang digunakan 2. Tingkat inflasi 3. Risiko dan ketidakpatian 4. Capital rationing Tingkat diskonto. Tingkat diskonto merefleksikan tingkat keuntungan (rate of return) yang diperoleh dari suatu proyek dengan tingkat risiko tertentu. Jika suatu proyek tidak memberikan keuntungan yang disyaratkan (required rate of return), maka proyek tsb harus ditolak. Penghitungan tingkat diskonto merupakan bagian yang cukup kompleks dalam analisis investasi. Jika masalah biaya dan manfaat suatu proyek telah dinilai cukup, masalah berikutnya adalah tingkat diskonto yang cocok untuk digunakan. Antara biaya dan manfaat terjadi pada titik waktu yang berbeda, sehingga nilai tersebut perlu didiskontokan untuk beberapa periode waktu sebelum berbagai alternatif investasi diperbandingkan untuk ditentukan investasi mana yang akan dilakukan. Untuk tujuan analisis biaya manfaat, maka perlu digunakan tingkat diskonto sosial (social discount rate).

    Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah menggunakan tingkat

    diskonto sosial yang merefleksikan preferensi masyarakat terhadap manfaat saat ini atas manfaat yang akan diterima di masa yang akan dating, atau disebut social time preference rate (STPR). Masalah yang muncul adalah bahwa alasan memilih manfaat sekarang mungkin dipengaruhi oleh penilaian individu yang menilai terlalu rendah atau terlalu tinggi manfaat yang akan diperoleh di masa depan. Asumsi dengan pendekatan ini adalah generasi mendatang akan lebih sejahtera daripada generasi sekarang.

    Tingkat Inflasi. Inflasi sering diartikan sebagai terjadinya kenaikan harga-harga barang/jasa dalam kurun waktu tertentu yang disebabkan oleh hal-hal tertentu. Dalam teori ekonomi, penyebab terjadinya inflasi antara lain adalah besarnya permintaan masyarakat (demand pull inflation) dan besarnya biaya produksi suatu barang/jasa (cost push inflation). Kenaikan harga-harga barang/jasa publik umumnya mempengaruhi pula nilai investasi. Oleh karenanya, pengambil keputusan harus mampu memperkirakan besaran tingkat inflasi yang akan terjadi ketika ia akan melakukan investasi. Di samping itu, ia juga perlu memperkirakan dampak laju inflasi tersebut terhadap investasi yang dilakukannya. Apakah akan memberikan efek positif ataukah sebaliknya.

    Pada negara-negara yang sedang berkembang, kemungkinan terjadinya inflasi dalam suatu perekonomian merupakan hal yang lumrah. Hal ini tidak terlepas dari

  • 196 Keuangan Daerah: Perspektif Desentralisasi Fiskal dan Pengelolaan APBD di Indonesia

    geliat roda ekonomi dalam melaksanakan pembangunan negara. Pemerintah pusat maupun daerah sebagai pengambil keputusan investasi perlu selalu memantau pergerakan laju inflasi secara berkala, misalnya perbulan. Mereka pun dituntut untuk mampu memperkirakan kemungkinan terjadinya hiperinflasi sebagai dampak dari sesuatu yang luar biasa (force majeur). Laju inflasi yang cenderung stabil, paling tidak, memberikan kemudahan bagi pengambil keputusan untuk menentukan langkah-langkah investasinya. Risiko dan Ketidakpastian. Pada dasarnya kita hidup dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian dan risiko. Oleh karenanya, setiap pengambil keputusan disarankan untuk selalu mempertimbangkan aspek risiko dan ketidakpastian dalam setiap analisis yang akan dibuatnya. Risiko biasa diartikan sebagai prospek terjadinya sesuatu yang tidak menyenangkan atau tidak diharapkan. Umumnya, sesuatu tersebut berkonotasi negatif bagi si penerima risiko. Misalnya, ketika kita akan melakukan kegiatan investasi maka kita perlu mempertimbangkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi terhadap investasi yang kita lakukan tersebut, yaitu kerugian.

    Namun demikian, dalam teori-teori tentang analisis investasi/keuangan, risiko

    bukanlah sesuatu yang perlu dihindari. Justru sebaliknya, risiko harus bisa dikelola dengan baik. Dibutuhkan suatu ketajaman analisis dan kedalaman pengalaman untuk mampu mengelola risiko dengan baik. Risiko yang perlu dipertimbangkan tersebut termasuk didalamnya adalah risiko usaha (business risk) dan risiko keuangan (financial risk).

    Capital Rationing. Besarnya anggaran modal yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu kegiatan ditentukan oleh banyaknya proposal investasi yang dibuat. Hal inilah yang biasa disebut dengan istilah capital rationing. Melalui capital rationing ini, pengambil keputusan akan mengetahui kondisi nyata yang dihadapinya. Bila ia menggunakan analisis NPV dan IRR maka ia akan mengetahui bahwa metode NPV lebih unggul dibandingkan dengan metode IRR. Demikian pula dalam analisis investasi publik, pemerintah daerah harus peduli dan mengkajinya secara bijak terhadap seluruh proposal yang masuk yang akan berdampak pada besaran nilai anggaraan modalnya. Kehatian-hatian dalam menentukan proposal yang akan diterima perlu dilakukan.

  • Pembiayaan Daerah 197

    Ikhtisar Surplus adalah selisih lebih jumlah pendapatan terhadap jumlah belanja; dan defisit merupakan keadaan yang sebaliknya. Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, maka surplus tersebut dapat dimanfaatkan untuk pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo, pembelian kembali obligasi daerah, penyertaan modal (investasi) daerah, pemberian pinjaman daerah, transfer ke rekening dana cadangan, yang dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan. Sebaliknya, dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit meliputi sisa lebih pembiayaan (perhitungan) anggaran tahun lalu, transfer dari rekening dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah dan obligasi daerah, penerimaan piutang daerah, yang dianggarkan pada penerimaan pembiayaan.

    Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau

    pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah adalah transaksi keuangan pemerintah daerah yang dimaksudkan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus APBD.

    Selisih antara penerimaan pembiayaan dengan pengeluaran pembiayaan dalam

    tahun anggaran berkenaan disebut pembiayaan neto. Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, maka jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit tersebut. Dengan kata lain, untuk menutup defisit, jumlah penerimaan pembiayaan harus diupayakan lebih besar dari pada jumlah pengeluaran pembiayaan sehingga jumlah pembiayaan neto sekurang-kurangnya sama dengan jumlah defisit anggaran.

    Jumlah (selisih) antara surplus (defisit) dengan pembiayaan neto dalam tahun

    anggaran berkenaan disebut sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan (SiLPA). SiLPA pada suatu tahun anggaran dapat menjadi sumber penerimaan pembiayaan untuk tahun anggaran berikutnya (SiLPA tahun lalu). Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai kebutuhan yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran.

    Dana cadangan tersebut bersumber dari penerimaan daerah, kecuali dari dana

    alokasi khusus, dana darurat, dan pinjaman daerah serta obligasi daerah. Pembentukan dana cadangan ditetapkan dengan peraturan daerah; dan pembentukannya dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran yang berkenaan.

    Salah satu upaya pendanaan yang dapat ditempuh oleh pemda adalah penjualan

    atau privatisasi aset daerah yang dipisahkan. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dapat berupa hasil penjualan perusahaan milik daerah (BUMD) dan penjualan aset milik pemerintah daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga.

    Pinjaman daerah merupakan semua transaksi yang mengakibatkan daerah

    menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat yang bernilai uang, sehingga

  • 198 Keuangan Daerah: Perspektif Desentralisasi Fiskal dan Pengelolaan APBD di Indonesia

    daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan.

    Pemda dapat melakukan investasi dalam bentuk deposito, penyertaan modal,

    atau bentuk investasi lainnya sepanjang hal tersebut memberi manfaat bagi peningkatan pendapatan daerah dan/atau peningkatan pelayanan masyarakat yang tidak mengganggu likuiditas keuangan daerah. Penyertaan modal dapat dilakukan pada suatu badan usaha milik pemda dan/atau milik swasta. Penyertaan modal dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/atau dialihkan kepada badan usaha milik daerah lainnya. Penyertaan modal pemda ditetapkan dengan perda berpedoman pada peraturan pemerintah.

    Pertanyaan

    Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. 1. Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, maka surplus tersebut dapat

    dimanfaatkan untuk apa saja ? 2. Jelaskan pengertian dari istilah pembiayaan, pembiayaan neto, dan SiLPA ! 3. Bagaimanakah cara menganggarkan pembentukan dan penggunaan dana

    cadangan ? 4. Sebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemda yang ingin

    melakukan pinjaman berdasarkan UU 33/2004 ! 5. Jelaskan bagaimana cara menghitung rasio kemampuan daerah untuk

    mengembalikan utang !