bab2 sifat fisikokimia roti dengan penambahan serat pangan

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Roti Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu, air, dan ragi yang pembuatannya melalui tahap pengulenan, fermentasi (pengembangan), dan pemanggangan dalam oven (Sivam et al., 2010). Bahan dan proses yang dilaluinya membuat roti memiliki tekstur yang khas (Figoni, 2008). 2.1.1 Bahan Pembuatan Roti Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan roti digolongkan menjadi bahan baku utama dan bahan pembantu. Bahan baku utama antara lain: tepung terigu, yeast, dan air. Sedangkan untuk bahan pembantunya antara lain: gula, garam, dan lemak. 2.1.1.1 Bahan Baku Utama Bahan baku merupakan dasar utama yang diperlukan dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk. Bahan baku yang digunakan akan mempengaruhi kualitas roti yang dihasilkan. Bahan 3

Upload: helenaclaudia

Post on 11-Aug-2015

35 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

roti dengan penambahan serat alami seperti buah-buahan akan mempengaruhi sifat fisikokimianya

TRANSCRIPT

Page 1: bab2 sifat fisikokimia roti dengan penambahan serat pangan

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Roti

Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu, air, dan

ragi yang pembuatannya melalui tahap pengulenan, fermentasi

(pengembangan), dan pemanggangan dalam oven (Sivam et al., 2010).

Bahan dan proses yang dilaluinya membuat roti memiliki tekstur yang

khas (Figoni, 2008).

2.1.1 Bahan Pembuatan Roti

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan roti digolongkan

menjadi bahan baku utama dan bahan pembantu. Bahan baku utama

antara lain: tepung terigu, yeast, dan air. Sedangkan untuk bahan

pembantunya antara lain: gula, garam, dan lemak.

2.1.1.1 Bahan Baku Utama

Bahan baku merupakan dasar utama yang diperlukan dalam

suatu proses untuk menghasilkan suatu produk. Bahan baku yang

digunakan akan mempengaruhi kualitas roti yang dihasilkan. Bahan baku

yang digunakan untuk pembuatan roti adalah sebagai berikut:

1. Tepung Terigu

Tepung terigu diperoleh dari pengolahan biji gandum yang sehat

dan telah dibersihkan. Tepung terigu yang kualitasnya baik adalah kering,

tidak mudah menggumpal jika ditekan, berwarna putih, bebas dari kulit,

tidak berbau asing, dan bebas dari benda-benda asing lainnya (Hui, 2006).

Menurut Owens (2001), hasil penggilingan dari tepung terigu dapat

digolongkan menjadi tiga macam berdasarkan jenisnya, yakni:

3

Page 2: bab2 sifat fisikokimia roti dengan penambahan serat pangan

4

a) Tepung terigu lunak (soft wheat flour), kandungan protein 8-9%.

Digunakan untuk pembuatan biskuit dan kue-kue yang tidak

memerlukan pengembangan.

b) Tepung terigu medium, memiliki kadar protein 10-11%.

Merupakan campuran antara tepung terigu jenis soft dan hard.

Biasanya digunakan untuk membuat cake dan kue-kue lainnya.

c) Tepung terigu hard, memiliki kadar protein 11-13%. Diperoleh

dari hasil penggilingan 100% gandum jenis hard. Tepung terigu

jenis hard biasanya digunakan untuk membuat roti yang

memerlukan pengembangan.

Protein berupa gluten yang terkandung dalam tepung terigu

berperan penting dalam pembuatan roti. Gluten inilah yang dapat

membuat roti mengambang selama proses pembuatan. Gluten harus

cukup kuat untuk mempertahankan karbon dioksida yang dihasilkan

selama fermentasi, sehingga pengembangan roti maksimal (Owens 2001;

Hui 2006; Figoni 2008).

2. Air

Air berperan dalam membantu pembentukan gluten di dalam

tepung, pengontrol kepadatan dan suhu adonan, membantu melarutkan

gula dan garam-garam, dan membantu kerja aktivitas enzimatis (Figoni,

2008; Edward 2007).

Air yang digunakan sebaiknya memiliki kisaran pH 5-6 karena

merupakan pH ideal untuk pembentukan gluten yang maksimum. Kisaran

pH tersebut dapat dipertahankan dengan menambahkan krim tartar, buah,

dan baking soda (Figoni, 2008).

3. Ragi (Yeast)

Fungsi utama dari yeast (Saccharomyces cerevisiae) adalah

untuk memproduksi gas karbon dioksida (CO2) yang dapat

mengembangkan adonan, khususnya pada tahap pengembangan adonan

Page 3: bab2 sifat fisikokimia roti dengan penambahan serat pangan

5

(proofing) dan tahap awal pemanggangan (Hui 2006; Figoni 2008; Owens

2001; Edward 2007; Coultate 1984). Menurut Edward (2007), aktivitas

yeast pada adonan roti adalah sebagai berikut:

Simple sugar → Ethyl alcohol + Carbon dioxide

C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2

Suhu yang optimal untuk kerja yeast sekitar 34-38°C pada pH

4,0-5,2 (Garver dkk 1966 dalam Hui, 2006). Aktivitas yeast sangat rendah

pada suhu 4°C, dan akan mati pada suhu sekitar 45-50°C (Hui 2006;

Figoni 2008).

2.1.1.2 Bahan Pembantu

Bahan pembantu adalah bahan yang sengaja ditambahkan pada

proses pengolahan dan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap mutu

produk yang dihasilkan sehingga menjadi lebih dari sebelumnya. Bahan

pembantu yang sering digunakan dalam pembuatan roti adalah sebagai

berikut:

1. Garam

Peranan garam dalam pembuatan roti sangat penting tidak hanya

sekedar memberikan kontribusi rasa dan aroma pada roti. Peranan penting

garam adalah memperkuat struktur gluten dan menghambat pertumbuhan

ragi untuk mengendalikan fermentasi dalam adonan roti (Hui 2006;

Figoni 2008; Owens 2001; Coultate 1984). Penambahan garam pada

formula roti penting untuk diperhatikan. Apabila terlalu banyak garam

yang digunakan laju fermentasi lambat, jika tidak cukup garam laju

fermentasi terlalu cepat (Hui 2006; Owens 2001; Figoni 2008). Garam

yang ditambahkan pada adonan roti sekitar 1,5-2% dari berat tepung

terigu (Figoni 2008; Edwards 2007).

2. Gula

Menurut Figoni (2008), fungsi gula dalam pembuatan roti adalah:

Page 4: bab2 sifat fisikokimia roti dengan penambahan serat pangan

6

1. Memberikan rasa dan aroma yang menarik pada produk akhir

hasil pemanggangan,

2. Memperbaiki warna pada kulit roti (crust) karena adanya reaksi

Maillard dan karamelisasi,

3. Menambah keempukan roti karena gula dapat mengurangi

kecepatan penyerapan air dalam tepung sehingga pembentukan

gluten dapat sempurna dan tekstur roti menjadi halus,

4. Membantu mempertahankan kelembaban dan memperpanjang

kesegaran karena gula dapat mengikat air,

5. Media yang baik untuk pertumbuhan yeast (sebagai sumber

karbon),

6. Memproduksi CO2 karena pada umumnya golongan

monosakarida dapat langsung dihidrolisa oleh enzim menjadi

CO2 dan alkohol,

7. Menambah nilai gizi produk.

3. Lemak

Menurut Ketaren (1986), lemak merupakan salah satu bahan

yang sangat diperlukan dalam pembuatan roti. Pencampuran lemak harus

sebaik mungkin, sehingga distribusi lemak dalam adonan merata dan

ruang udara yang terbentuk dalam adonan juga merata. Lemak digunakan

untuk mempertahankan aroma dan membantu menahan gas yang

dihasilkan selama proses fermentasi (Hui 2006; Figoni 2008; Edwards

2007).

Menurut Figoni (2008) dan Owens (2001), penambahan lemak

dalam pembuatan roti mempunyai fungsi antara lain:

1. Memberikan kenampakan yang baik yaitu warna kuning

keemasan pada crust,

2. Memberikan kerenyahan dan kelunakan pada produk roti yang

dihasilkan,

Page 5: bab2 sifat fisikokimia roti dengan penambahan serat pangan

7

3. Bertindak sebagai emulsifier,

4. Sebagai pelumas gluten pada adonan, dan

5. Memberikan flavor yang spesifik.

Lemak yang ditambahkan dalam pembuatan roti dapat berupa

butter, margarin, shortening, dan minyak.

1. Mentega (Butter)

Mentega adalah massa yang kompak, berasal dari lemak susu yang

dibuat dengan proses churning. Komponen terbanyak dalam mentega

adalah lemak, air, dan garam. Mentega memberikan fungsi yang penting

dalam produk akhir roti yaitu memberikan moistness, tenderness, dan

flakiness (Hui 2006 dan Figoni 2008).

Mentega memiliki banyak kekurangan, yaitu harganya yang

terlalu mahal. Mentega dapat beberapa kali lebih mahal dari margarin,

selain itu mentega adalah lemak yang tidak diinginkan dari sudut pandang

kesehatan (Figoni, 2008).

2. Margarin

Margarin merupakan mentega tiruan dengan rupa bau,

konsistensi, rasa, nilai gizi, serta fungsi yang hampir sama dengan

mentega. Meskipun hampir memiliki kesamaan pada sifat mentega,

margarin belum bisa menggantikan rasa dan mouthfeel yang dimiliki oleh

mentega. Margarin memiliki beberapa keunggulan dibandingkan mentega

yaitu harganya yang relatif lebih murah dan margarin tidak mengandung

lebih rendah lemak jenuh (Figoni, 2008)

3. Shortening

Perbedaan utama antara shortening dan margarine adalah

shortening merupakan 100% lemak, tidak mengandung air dan rasa

hambar. Tidak berbeda jauh dengan margarin, bahan baku shortening

juga dari minyak kedelai, tetapi bisa juga dibuat dari minyak sayur atau

lemak hewan (Figoni, 2008).

Page 6: bab2 sifat fisikokimia roti dengan penambahan serat pangan

8

2.1.2 Proses Pembuatan Roti

Proses pembuatan roti seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1

adalah sebagai berikut:

1. Pencampuran (Mixing)

Mixing mempunyai 3 tujuan utama yaitu mencampur semua

bahan penyusun menjadi adonan yang homogen, mendistribusikan ragi ke

seluruh adonan, dan untuk mengembangkan gluten. Tahap pertama dalam

pembuatan roti adalah pencampuran bahan-bahan yang sudah ditimbang

dengan komposisi yang tepat. Penimbangan harus dilakukan dengan

tepat, tidak boleh lebih atau kurang karena akan mempengaruhi produk

akhir yang dihasilkan (Hui 2006; Figoni 2008; Edwards 2007; Owens

2001).

2. Fermentasi (Pengembangan)

Proses fermentasi akan mengubah karbohidrat (gula) yang ada

menjadi gas karbon dioksida (CO2) yang mengakibatkan ekspansi volume

adonan. Gula yang ada akan dirombak oleh yeast menghasilkan CO2,

alkohol, dan kalori. Kondisi yang sesuai untuk fermentasi adalah 26-28°C

pada kelembaban 75% dengan waktu fermentasi 1,5 dan 3 jam (Owens

2001 dan Edwards 2007).

3. Pemanggangan

Pemanggangan secara umum didefinisikan sebagai proses di

mana produk dipanggang dalam oven dengan periode waktu, suhu, dan

kelembaban yang terkontrol. Kondisi pemanggangan yang tepat adalah

pada suhu 210°F (99°C) selama 30 menit (Hui 2006 dan Edwards 2007).

Menurut Figoni (2008), selama pemanggangan berlangsung akan

terjadi hal-hal sebagai berikut:

1. Penambahan volume adonan pada 5-6 menit pertama,

2. Aktivitas yeast akan berhenti pada saat suhu adonan mencapai

63°C, dan

Page 7: bab2 sifat fisikokimia roti dengan penambahan serat pangan

9

3. Denaturasi protein dan gelatinisasi pati menjadi remah atau

daging roti.

Tepung + air + ragi + garam + lemak + gula

Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Pembuatan RotiSumber : Figoni (2008)

2.1.3 Perubahan Kualitas Roti selama Penyimpanan

Roti merupakan produk olahan yang merupakan hasil proses

pemanggangan adonan yang telah difermentasi. Selama proses

pemanggangan terjadi berbagai perubahan pada produk roti baik secara

mikrobiologis, mekanis maupun kimia. Perubahan kimia pada produk roti

bisa berupa terjadinya ketengikan pada produk roti karena kandungan

lemaknya (Helmi, 2012).

Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa

tengik yang disebut proses ketengikan. Proses ketengikan sangat

dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan

mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan antioksidan akan

menghambatnya (Winarno, 1992).

Oksidasi adalah proses alami yang menjadi perantara

bertemunya molekul oksigen dan asam lemak tak jenuh. Proses ini dapat

terjadi dengan bantuan cahaya, suhu, metal, metaloprotein, pigmen, dan

polutan dari air yang berasal dari mikroorganisme (Robinson, 2001).

Mekanisme oksidasi dapat dilihat pada Gambar 2.2

Mixing

Pengembangan

Pemanggangan

Page 8: bab2 sifat fisikokimia roti dengan penambahan serat pangan

10

Gambar 2.2. Mekanisme Oksidasi Asam Lemak Tak JenuhSumber: Robinson, 2001

Mekanisme radikal bebas oleh oksidasi lemak melalui tiga tahap

yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi yang akan dipaparkan dalam

reaksi berikut:

Inisiasi RH → R• + H• (1)

Propagasi R• +O2 → ROO• (2)

ROO• + RH → R• +ROOH (3)

Terminasi R• + R•

R• + ROO• → produk non-radikal (4)

ROO• + ROO•

Proses inisiasi dimulai dari atom hidrogen yang berdekatan

dengan ikatan rangkap dari asam lemak bebas. Katalisator yang

mengkatalasi terbentuknya radikal bebas adalah cahaya, panas, atau ion-

ion metal. Radikal bebas (R•) bereaksi dengan oksigen udara untuk

membentuk peroksida radikal bebas. Peroksida radikal bebas bereaksi

dengan hidrogen yang ada pada asam lemak jenuh lain membentuk

hidroperoksidase (ROOH) dan radikal bebas alkil yang baru. Radikal

Page 9: bab2 sifat fisikokimia roti dengan penambahan serat pangan

11

bebas alkil yang terbentuk menjadi media untuk melanjutkan reaksi

autooksidasi (Robinson, 2001).

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas roti adalah

staling. Staling merupakan suatu kondisi dimana terjadi perubahan pada

roti yang dihasilkan. Perubahan tersebut meliputi crumb menjadi keras,

crust menjadi lembek, dan perubahan cita rasa. Staling tidak disebabkan

oleh mikroorganisme. Terjadinya staling terkait dengan pemerangkapan

air oleh pati yang terdapat dalam tepung terigu. Seiring dengan

berjalannya waktu penyimpanan pati akan mengalami retrogradasi

sehingga kemampuan memerangkap air menurun dan air menuju ke crust

sehingga mengakibatkan crumb menjadi keras dan beremah (Purhagen et

al., 2011).

2.2 Serat Pangan

Serat adalah bagian dari tanaman yang terdiri atas polisakarida

selulosa, hemiselulosa, pektin, gum, dan mucilages, termasuk juga

nonpolisakarida lignin yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan.

Serat pangan adalah sisa dari hidrolisis enzim pencernaan manusia setelah

melewati usus halus dan masuk ke kolon untuk difermentasi bakteri

(Devi, 2010)

Hampir semua fungsi metabolisme serat makanan berkaitan

dengan kolon. Flora bakteri bekerja aktif di dalam kolon, setelah

mencapai kolon serat relatif tidak ada perubahan saat di lambung dan

usus halus.

Serat makanan tidak dicerna di dalam usus, maka tidak

berkepentingan dengan pembentukan energi. Serat dimetabolisme oleh

bakteri yang berada dan melalui saluran pencernaan (Parilla et al., 2010).

Metabolisme bakteri ini menyebabkan pemecahan serat makanan di

dalam kolon. Lebih kurang separuh dari serat makanan akan diurai oleh

kerja enzim dan bakteri usus (Parilla et al., 2010).

Page 10: bab2 sifat fisikokimia roti dengan penambahan serat pangan

12

Serat diklasifikasikan menurut karakteristik yang terdiri atas

kelarutan dalam air, struktur kimia, dan termasuk polisakarida atau tidak

yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Klasifikasi SeratLarut dalam Air Tidak Larut dalam Air

Polisakarida GumHemiselulosa* SelulosaMucilages Hemiselulosa*

PektinNon-polisakarida - LigninSumber Buah-buahan Sayuran

Oats GandumBarley Biji-bijianLegum

Keterangan *: Hemiselulosa ada yang larut dalam air ada pula yang tidakSumber: Devi, (2010)

Serat larut air adalah serat yang larut dalam air kemudian

membentuk gel dalam saluran pencernaan dengan cara menyerap air.

Serat tidak larut air adalah serat yang tidak larut dalam air, tetapi

memiliki kemampuan menyerap air dan meningkatkan tekstur dan

volume tinja (Devi, 2010).

Menurut Parilla et al (2010), metabolisme serat makanan tidak

sama dengan makronutrien lainnya. Beberapa serat makanan dapat

difermentasi oleh mikroorganisme dalam usus besar. Jenis dan jumlah

serat yang dapat difermentasi sangat bervariasi. Selulosa tahan terhadap

fermentasi, sedangkan β-glukan sangat mudah difermentasi dan sempurna

didegradasi dalam kolon.

Serat pangan memiliki banyak fungsi untuk mendukung

kesehatan manusia. Makanan dengan kandungan serat relatif tinggi

biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak rendah yang

dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas dan penyakit jantung.

Singkatnya waktu transit makanan dengan kandungan serat yang relative

Page 11: bab2 sifat fisikokimia roti dengan penambahan serat pangan

13

tinggi juga dilaporkan mencegah penyakit divertikulosis karena

berkurangnya tekanan pada dinding saluran pencernaan. Serat pangan

tidak larut sangat penting peranannya dalam pencegahan disfungsi alat

pencernaan seperti konstipasi (susah buang air besar), ambeien, kanker

usus besar dan infeksi usus buntu. Secara fisiologis, serat pangan larut

lebih efektif dalam mereduksi plasma kholesterol yaitu low density

lipoprotein (LDL), serta meningkatkan kadar high density lipoprotein

(HDL) (Prosky dan De Vries, 1992).

FDA mengeluarkan dua macam klaim untuk serat pangan. Klaim

pertama adalah menurunkan konsumsi lemak dan meningkatkan

konsumsi serat pangan dari buah, sayuran, dan biji-bijian akan

menurunkan beberapa tipe kanker. Klaim kedua menyatakan diet asam

lemak jenuh dan kolestrol dengan meningkatkan konsumsi buah, sayur,

biji-bijian akan menurunkan resiko jantung koroner.

2.2.1. Serat Buah

Buah dan sayuran adalah sumber utama serat pangan dalam

makanan. Serat pada buah dapat diperoleh dari kulit hingga daging buah.

Tabel 2.2. menunjukkan komposisi serat pada buah dan sayuran. Buah

dan sayur umumnya mengandung banyak air dan rendah lemak, juga

mengandung serat larut dan serat tidak larut dengan perbandingan yang

tinggi. Komponen lain yang keberadaannya juga sangat krusial adalah

adanya mineral dan vitamin juga senyawa fitokimia yang berperan besar

dalam reaksi biologis yang meliputi aktivitas antioksidan (Parilla et al.,

2010).

Page 12: bab2 sifat fisikokimia roti dengan penambahan serat pangan

14

Tabel 2.2. Komposisi Serat dalam Buah

FruitMoisture

(%)

Soluble Dietary Fiber

Insoluble Dietary Fiber

Total Dietary Fiber

Apple 85.2 0.70 1.86 2.56Avocado 64.6 2.03 3.51 5.53Banana 77.2 0.64 1.16 1.80Carrot 88.0 0.49 2.39 2.88Cherry 92.2 0.6 0.9 1.50Grape 81.9 0.24 1.08 1.32Guava 80.3 1.47 9.45 10.61Kiwifruit 83.3 1.01 2.27 3.28Mango 81.8 0.85 1.04 1.93Melon 91.4 0.20 0.91 1.11Orange 87.2 0.95 0.9 1.85Papaya 84.4 0.95 1.80 3.04Peach 85.8 1.24 1.13 1.80Pear 83.3 0.67 3.02 3.77Pineapple 85.7 0.27 1.86 2.13Plum 86.9 0.79 1.28 2.07Pomegranate 81.3 0.50 2.30 2.80Strawberry 92.9 0.70 1.60 2.30Tomato 94.4 0.15 1.19 1.34Watermelon 91.4 0.17 0.27 0.44

Sumber: Rosa et al, 2010

Menurut Rosa (2010), dalam buah dan sayur memiliki

kandungan polifenol yang cukup dan dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Adanya senyawa polifenol dapat berperan dalam aktivitas biologis yang

meliputi aktivitas antioksidan.

Table 2.3. Komponen Serat Pangan dan Polifenol dari Buah (g/liter)Soluble Dietary Fiber Associated Polyphenols

Orange juice 0.79 0.16Apple juice 1.67 0.05Red wine 1.40 0.89Cider 0.17 0.13

Sumber: Rosa et al, 2010

Page 13: bab2 sifat fisikokimia roti dengan penambahan serat pangan

15

Komposisi polifenol dalam buah juga dianggap unsur yang

penting, mengingat kesamaan sifat dengan serat dalam hal resistensi

terhadap enzim pencernaan dan fermentabilitas kolon (Rosa et al, 2010).

2.3. Tinjauan Umum Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memperlambat

oksidasi di dalam bahan. Penggunaannya meliputi bahan, antara lain

lemak hewani, minyak nabati, produk pangan dengan kadar lemak tinggi,

produk pangan berkadar lemak rendah, produk daging, produk ikan, dan

produk-produk lain (Cahyadi, 2006). Antioksidan dinyatakan sebagai

senyawa yang secara nyata dapat memperlambat oksidasi, walaupun

dengan konsentrasi yang lebih rendah sekalipun dibandingkan dengan

substrat yang dioksidasi

Antioksidan dibedakan menjadi dua yaitu antioksidan alami dan

antioksidan sintetik. Skema senyawa antioksidan dan turunannya dapat

dilihat pada gambar 2.1. Diantara contoh antioksidan sintetik yang

diijinkan untuk makanan adalah Butil Hidrosi Anisol (BHA), Butil

Hidrosi Toluen (BHT), propil galat, Tert-Butil Hidroksi Quinon (TBHQ),

dan Tokoferol. Antioksidan tersebut merupakan antiosidan alami yang

telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial (Buck, 1991).

BHA dan BHT merupakan senyawa fenol tersubstitusi pada posisi para

dan kedua posisi ortonya (Desrosier, 1998). Antioksidan sintetik seperti

contoh di atas saat ini sudah jarang digunakan untuk bahan tambahan

dalam makanan, bahkan sebagian dari antioksidan tersbut dilarang

pemakaiannya karena beberapa penelitian yang mengatakan tidak aman

untuk dikonsumsi. Permasalahan inilah yang kemudian para ahli

teknologi pangan menggunakan serat alami, salah satunya dengan

menngunakan serat alami yang terdapat dalam buah maupun sayur.

Page 14: bab2 sifat fisikokimia roti dengan penambahan serat pangan

16

Gambar 2.3. Senyawa Antioksidan dan TurunannyaSumber: Sivam et al, 2010

Page 15: bab2 sifat fisikokimia roti dengan penambahan serat pangan

17

Antioksidan alami dalam produk pangan dapat berasal dari (a)

senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen

makanan (b) senyawa antioksidan terbentuk dari reaksi-reaksi selama

proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber

alami dapat ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan.

Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat

dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat dimakan. Antioksidan

alami juga tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada akar, daun,

buah, bunga, dan biji (Pratt, 1992).

Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa

fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan

asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional.

Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon,

flavonol, dan klakon. Turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam

furulat, asam klorogenat, dan lain-lain. Senyawa antioksidan alami

polifenolik ini adalah multifungsional dan dapat bereaksi sebagai

pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkelat logam, perendam

terbentuknya single oksigen (Hudson, 1990).

Menurut fungsinya, antioksidan dibedakan menjadi antioksidan

primer, antioksidan sekunder atau antioksidan preventif, dan antioksidan

tersier.

1. Antioksidan primer

Antioksidan primer adalah antioksidan yang berperan untuk

mencegah pembentukan radikal bebas baru dengan memutus

reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk yang lebih

stabil. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara

cepat ke radikal lipida (R•, ROO•) atau mengubahnya ke bentuk

lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A•) tersebut

memiliki keadaan lebih stabil dibandingkan radikal lipida.

Page 16: bab2 sifat fisikokimia roti dengan penambahan serat pangan

18

Contoh antioksidan primer adalah enzim superoksida dimutase

(SOD) katalase, dan glutation dimustase.

2. Antioksidan sekunder

Merupakan antioksidan yang berfungsi memperlambat laju

autooksidasi dengan berbagai mekanisme di luar mekanisme

pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida

ke bentuk lebih stabil. Antioksidan sekunder ini bekerja dengan

cara memberikan suasana asam pada medium, meregenerasi

antioksidan utama, mengkelat atau mendeaktifkan kontaminan

logam pro-oksidan, menangkap oksigen, dan mengikat singlet

oksigen dan mengubahnya ke bentuk triplet oksigen. Contoh

antioksidan sekunder diantaranya yaitu vitamin C, vitamin E,

dan β-karoten.

3. Antioksidan tersier

Antioksidan tersier adalah antioksidan yang berfungsi

memperbaiki kerusakan sel dan jaringan yang disebabkan oleh

radikal bebas. Contohnya yaitu enzim metionin sulfoksida

reduktase yang memperbaiki DNA pada inti sel.

2.3.1. Fenolik sebagai Antioksidan

Antioksidan fenolik merupakan antioksidan primer yang

berperan sebagai radikal terminator. Fenolik dapat menghambat oksidasi

lemak dengan menyumbangkan atom hidrogen. Antioksidan fenolik

merupakan donor elektron hidrogen yang sangat baik karena sifatnya

yang relatif stabil (Robinson, 2001).

Fenol terdiri atas cincin benzena dan gugus hidroksil alkohol.

Meskipun fenol adalah alkohol, fenol tidak bersifat sama seperti sifat

alkohol. Kemampuan senyawa fenolik untuk mencegah radikal bebas

muncul karena kemampuannya untuk mentransfer elektron sampai tetap

relatif stabil (Shahidi, 2004).

Page 17: bab2 sifat fisikokimia roti dengan penambahan serat pangan

19

2.3.2. Antioksidan dalam Buah

Istilah senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang

berasal dari tumbuhan, yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik

yang mengandung satu atau dua hidroksil. Senyawa fenol cenderung

mudah larut dalam air karena umumnya berikatan dengan gula sebagai

glikosida dan terdapat di dalam vakuola sel. Peranan beberapa senyawa

fenol dalam tumbuhan sebagian besar telah diketahui, seperti lignin

sebagai bahan pembangun dinding sel, antosianin sebagai pigmen

tumbuhan. Dalam buah terdapat vitamin yang bekerja sebagai

antioksidan. Antioksidan dalam buah bekerja dengan cara mengikat lalu

menghancurkan radikal bebas dan mampu melindungi tubuh dari reaksi

oksidatif yang menghasilkan racun (Harborne, 1987). Sebagian dari

flavonoid memiliki rasa yang pahit sehingga dapat menolak serangga-

serangga yang menempel (Sastroamidjoyo, 1996).