bab vi_2007asu-6.pdf

44
75 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Profil Lokasi Penelitian 5.1.1 Profil Kabupaten Cilacap Kabupaten Cilacap terletak di bagian selatan propinsi Jawa Tengah dengan luas 225 360.4 m 2 , berhadapan langsung dengan Samudera Hindia sehingga memiliki potensi yang cukup baik untuk pengembangan usaha perikanan, baik perikanan pelagis (besar dan kecil) maupun perikanan demersal. Secara geografis Kabupaten Cilacap berada pada 108 0 4’30”–109 0 45’30” BT dan 7 0 30’–75 0 45’20” LS, dengan batas wilayah sebagai berikut: - sebelah utara : Kabupaten Banyumas - sebelah selatan : Samudera Hindia - sebelah timur : Kabupaten Kebumen - sebelah barat : Kabupaten Ciamis ( Jawa Barat ) Berdasarkan topografinya, Kabupaten Cilacap terletak pada ketinggian antara 6–198 m di atas permukaan laut, terdiri dari daerah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi. Keadaan letak wilayah Kabupaten Cilacap juga didukung dengan dekatnya jarak Pulau Nusakambangan yang dapat meredam besarnya gelombang Samudera Hindia. Wilayah pantai Cilacap merupakan dataran rendah dengan perairan laut yang berbentuk teluk dengan dasar perairan lumpur, lumpur berpasir dan sebagian berbatu karang. Perairan Kabupaten Cilacap merupakan perairan yang mengalami pasang surut harian ganda (DPK Cilacap 2002). Kabupaten Cilacap merupakan salah satu kabupaten terbesar di propinsi Jawa Tengah yang memiliki jumlah penduduk sampai dengan tahun 2004 sebanyak 1 674 210 jiwa dengan pertumbuhan penduduk 0.31% per tahun. Berdasarkan mata pencaharian utamanya, penduduk Kabupaten Cilacap terdiri dari petani, buruh tani, nelayan, pengusaha, pengrajin, buruh industri, buruh bangunan, perkebunan, perdagangan, angkutan, PNS atau TNI POLRI dan pensiunan (BPS 2006). 5.1.2 Profil Perikanan Tangkap Cilacap Berdasarkan hasil penelitian Giyatmi (2005) kawasan pengembangan Jawa Tengah terbagi atas tiga kawasan pengembangan. Kabupaten Cilacap terpilih sebagai kawasan pengembangan tiga (kawasan pengembangan selatan

Upload: lamnhi

Post on 13-Jan-2017

272 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB VI_2007asu-6.pdf

75

5 HASIL PENELITIAN

5.1 Profil Lokasi Penelitian

5.1.1 Profil Kabupaten Cilacap

Kabupaten Cilacap terletak di bagian selatan propinsi Jawa Tengah

dengan luas 225 360.4 m2, berhadapan langsung dengan Samudera Hindia

sehingga memiliki potensi yang cukup baik untuk pengembangan usaha

perikanan, baik perikanan pelagis (besar dan kecil) maupun perikanan demersal.

Secara geografis Kabupaten Cilacap berada pada 1080 4’30”–1090 45’30” BT dan

70 30’–750 45’20” LS, dengan batas wilayah sebagai berikut:

- sebelah utara : Kabupaten Banyumas

- sebelah selatan : Samudera Hindia

- sebelah timur : Kabupaten Kebumen

- sebelah barat : Kabupaten Ciamis ( Jawa Barat )

Berdasarkan topografinya, Kabupaten Cilacap terletak pada ketinggian

antara 6–198 m di atas permukaan laut, terdiri dari daerah pantai, dataran

rendah dan dataran tinggi. Keadaan letak wilayah Kabupaten Cilacap juga

didukung dengan dekatnya jarak Pulau Nusakambangan yang dapat meredam

besarnya gelombang Samudera Hindia. Wilayah pantai Cilacap merupakan

dataran rendah dengan perairan laut yang berbentuk teluk dengan dasar

perairan lumpur, lumpur berpasir dan sebagian berbatu karang. Perairan

Kabupaten Cilacap merupakan perairan yang mengalami pasang surut harian

ganda (DPK Cilacap 2002).

Kabupaten Cilacap merupakan salah satu kabupaten terbesar di propinsi

Jawa Tengah yang memiliki jumlah penduduk sampai dengan tahun 2004

sebanyak 1 674 210 jiwa dengan pertumbuhan penduduk 0.31% per tahun.

Berdasarkan mata pencaharian utamanya, penduduk Kabupaten Cilacap terdiri

dari petani, buruh tani, nelayan, pengusaha, pengrajin, buruh industri, buruh

bangunan, perkebunan, perdagangan, angkutan, PNS atau TNI POLRI dan

pensiunan (BPS 2006).

5.1.2 Profil Perikanan Tangkap Cilacap

Berdasarkan hasil penelitian Giyatmi (2005) kawasan pengembangan

Jawa Tengah terbagi atas tiga kawasan pengembangan. Kabupaten Cilacap

terpilih sebagai kawasan pengembangan tiga (kawasan pengembangan selatan

Page 2: BAB VI_2007asu-6.pdf

76

Jawa Tengah). Kabupaten Cilacap merupakan daerah terluas diantara 35

kabupaten dan kota di propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Cilacap terbagi dalam

24 kecamatan dan 11 kecamatan diantaranya memiliki wilayah pantai.

Kabupaten Cilacap mempunyai potensi industri besar seperti kilang bahan bakar

minyak Pertamina, pabrik semen, industri pupuk kantong, biji coklat, bahan karet,

tepung terigu, benang tenun, penggergajian kayu dan pasir besi serta sentra

industri jamu tradisional terbesar di Jawa Tengah. Potensi lain adalah pertanian,

perkebunan rakyat dan pariwisata. Giyatmi (2005) menyebutkan bahwa Cilacap

dikategorikan sebagai wilayah potensial. Hal ini didasarkan pada pertimbangan

bahwa Kabupaten Cilacap memiliki potensi produksi perikanan laut yang cukup

besar di wilayah pantai selatan Pulau Jawa.

Sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Cilacap memegang peranan

penting dalam perekonomian regional dan nasional terutama dalam penyediaan

lapangan kerja, sumber pendapatan bagi nelayan dan sumber devisa yang

sangat potensial. Potensi kelautan di Kabupaten Cilacap sangat besar, dengan

garis pantai 201.9 km dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia

sepanjang 80 km. Potensi perikanan pantai Cilacap dan lepas pantai Kabupaten

Cilacap sebesar 60 560 ton (DPK Cilacap 2002). Daerah penangkapan meliputi

perairan Teluk Penyu, Teluk Penunjang (Pangandaran) dan selatan Yogyakarta

sampai Pacitan. Jumlah nelayan di Kabupaten Cilacap 21 348 orang.

Operasi penangkapan yang dilakukan oleh nelayan Cilacap pada

umumnya telah menjangkau daerah perairan di jalur I, II, III, ZEE serta perairan

internasional. Hasil tangkapan yang mendominasi adalah udang, sehingga

Kabupaten Cilacap terkenal sebagai penghasil udang terbesar di selatan Pulau

Jawa. Selain itu hasil tangkapan yang lain adalah ikan tuna, cakalang, ubur-ubur

dan cumi-cumi. Dalam meningkatkan pelayanan proses pemasaran dan tempat

untuk pendaratan hasil tangkapan para nelayan, Kabupaten Cilacap memiliki 11

tempat pelelangan ikan (6 TPI propinsi dan 5 TPI kabupaten), yaitu TPI

Sentolokawat, Padanarang, Lengkong, Tegalkatilayu, Sidakaya, Begawan

Donari, Kawunganten, Tambakreja, Nusawungu dan PPSC, serta sarana dan

prasarana lain yang menunjang kegiatan perikanan dan kelautan di Kabupaten

Cilacap (Tabel 7).

Sarana dan prasarana dalam pengembangan perikanan dan kelautan

yang cukup penting perannya di Kabupaten Cilacap adalah PPSC dengan

kapasitas 250 kapal, pabrik es kapasitas 236 ton sebanyak 5 unit, cold storage

Page 3: BAB VI_2007asu-6.pdf

77

kapasitas 75 ton sebanyak 5 unit, serta kawasan industri dan zona

pengembangan seluas 16.81 Ha. Armada penangkapan sebanyak 1 988 buah

yang terdiri 1 141 unit trammel net, 745 unit gillnet dan kapal longline 102 unit

(DPK Cilacap 2002).

Tabel 7 Sarana penunjang usaha perikanan dan kelautan di Kabupaten Cilacap

Jenis sarana Lokasi dan jenis sarana Transportasi • Angkutan umum

• Jalan aspal sampai ke lokasi tempat pendaratan atau pelelangan ikan

Pasar Pasar Gede, Pasar Sariwangi, Pasar Sidodadi, Pasar Tanjung, Pasar Limbangan

Tempat penjualan BBM Damalang, Gumilir, Sentolokawat, Lomanis, Kompleks PPSC

Pabrik es CV. Sari Petojo, PT. Sumber Asrep, PT. Andalan Pelabuhan • Pelabuhan udara Tunggul Wulung

• Pelabuhan laut Tanjung Intan

Sumber : DPK Cilacap (2002)

Pengelolaan pasca panen produksi hasil perikanan di Kabupaten Cilacap

dengan menggunakan teknologi modern dan tradisional. Daerah pemasaran

produk yang dihasilkan adalah pasar lokal sampai ekspor. Jumlah pengolah yang

menggunakan teknologi modern sebanyak 11 perusahaan, sedangkan secara

tradisional yang dikelola oleh kelompok tani wanita nelayan dan perorangan

sebanyak 28 buah. Tahun 2002 perusahaan eksportir yang mendapat sertifikat

kelayakan mutu dari lembaga pengujian mutu hasil perikanan (LPMHP) Cilacap

sebanyak 7 perusahaan.

Hasil pengolahan perikanan secara modern yang umumnya merupakan

produk ekspor, diantaranya produk beku seperti tuna, udang, keong, dan layur;

produk kering atau asin berupa ubur-ubur, teri dan ebi; serta produk kaleng dari

ikan cakalang dan tuna. Negara tujuan utama ekspor produk perikanan Cilacap

adalah Amerika Serikat, Jepang, dan China. Pada jenis ikan dan udang tertentu

untuk komoditas ekspor, tidak diolah di Cilacap, tetapi diolah di luar daerah

seperti Jakarta, sehingga mengurangi nilai jual dari produk tersebut.

5.1.3 Profil PPSC

PPSC terletak di Kelurahan Tegal Kamulyan, Kecamatan Cilacap

Selatan, Kabupaten Cilacap yang terletak pada posisi geografis 1090 01’18.4” BT

dan 070 43’31.2” LS, serta luasnya hingga ± 33 ha, yang statusnya terdiri dari

hak pakai dan hak pengelolaan (HPL). Lahan yang berstatus hak pakai

Page 4: BAB VI_2007asu-6.pdf

78

merupakan kawasan untuk digunakan membangun fasilitas-fasilitas yang

terdapat di pelabuhan baik fasilitas dasar, fungsional maupun penunjang.

Sedangkan status Hak Pengelolaan adalah kawasan yang digunakan sebagai

kawasan industri perikanan seperti pabrik es dan tempat pengolahan ikan.

PPSC berawal dari peralihan PPI Sentolokawat yang rencananya akan

dikembangkan menjadi PP pada tahun 1978, namun pihak Pertamina UP IV

Cilacap merasa keberatan akan adanya bahaya kebakaran, sehingga

dipindahkan ke Kelurahan Tegal Kamulyan. Fasilitas yang pertama dibangun dari

biaya Pertamina yaitu fasilitas pokok berupa break water, groin, alur pelayaran,

kolam pelabuhan dan dermaga. Fasilitas fungsional berupa TPI, kantor, dock dan

rambu suar, sedangkan untuk fasilitas penunjang masih dalam tahap

pembebasan tanah untuk kawasan industri.

PPSC mulai dioperasikan pada tanggal 20 Mei 1994 dan pengesahan

status kelembagaannya disahkan sebagai UPT Direktorat Jenderal Perikanan

tanggal 18 Desember 1995, berdasarkan Surat Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara No. B. 964/J/95 tanggal 16 Agustus 1995 termasuk PPN atau

tipe B. Pada tanggal 1 Mei 2001, melalui Keputusan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor : Kep. 261/MEN/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja PP

yang berisi bahwa PP di Cilacap termasuk ke dalam PPS yang belum

diusahakan atau masih berupa UPT.

Dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsinya PPSC

mempunyai visi yaitu terwujudnya PP sebagai pusat pertumbuhan dan

pengembangan ekonomi terpadu. Sedangkan misi yang akan dijalankan adalah

sebagai berikut :

(1) Menciptakan lapangan kerja dan iklim usaha.

(2) Pemberdayaan masyarakat perikanan.

(3) Meningkatkan mutu, keamanan pangan dan nilai tambah.

(4) Menyediakan sumber data dan informasi perikanan.

(5) Meningkatkan pengawasan dan pengendalian sumber daya perikanan.

Peranan PPSC bagi perkembangan perikanan di daerah Cilacap cukup

besar (Tabel 8) serta tercapainya sasaran dari penjabaran visi dan misi,

sebagaimana jumlah nelayan yang melakukan aktivitas di PPSC pada tahun

2005 sebanyak 22 516 orang dan jumlah kapal 1 988 buah. Sedangkan untuk

program peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Cilacap, telah

terserap tenaga kerja sebanyak 9 884 orang sehingga dapat mengurangi

Page 5: BAB VI_2007asu-6.pdf

79

pengangguran di daerah sekitar. Rata-rata kunjungan kapal lebih dari 30 GT tiap

hari berkisar 10 kapal dan hal tersebut tidak sepadan dengan potensi ZEEI yang

melimpah serta masih jauh dari yang disyaratkan pada Keputusan Menteri

Nomor: KEP.16/MEN/2006, yaitu untuk PPSC digolongkan dalam tipe A, dengan

kriteria yang telah sesuai yaitu PPSC telah melayani kapal-kapal yang

operasional penangkapannya hingga ZEEI, memiliki fasilitas tambat labuh

minimal 60 GT dan kedalaman kolam pelabuhan 3 m LWS, hasil tangkapan yang

didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor, luas lahan ± 33 Ha dan mempunyai

kawasan industri perikanan.

Tabel 8 Keadaan umum di PPSC pada tahun 2005

No Keadaan Umum Jumlah 1 Jumlah kapal di PPSC 1 988 buah 2 Rata-rata produksi 18 ton/hari 3 Jumlah tenaga kerja yang diserap 9 884 orang 4 Rata-rata kunjungan kapal > 30 GT 10 buah/hari 5 Jumlah unit usaha perikanan 56 buah 6 Jumlah bakul di TPI PPSC 861 orang

Sumber : PPSC (2006)

Kawasan PPSC merupakan tempat konsentrasi nelayan yang terbesar di

Kabupaten Cilacap bahkan di pantai selatan Jawa Tengah. Hal ini disebabkan

potensi penangkapan ikan di laut dan perkembangan aktifitas perikanan baik

penangkapan dan produksi hasil tangkapan, pemasaran, logistik hingga

tersedianya fasilitas yang lengkap dan cukup memadai.

5.2 Verifikasi dan Validasi Model

Pengembangan PPSC yang direkayasa melalui model SISBANGPEL

ditujukan untuk membantu para pengambil keputusan yang terlibat dalam

pengembangan PPSC. Penggunaan model SISBANGPEL dapat mengikuti

langkah-langkah pada Lampiran 18. Informasi yang dapat diperoleh dari keluaran

model SISBANGPEL antara lain:

(1) Potensi SDI

Sub model analisis potensi SDI. Sub model analisis potensi SDI

menggunakan metode surplus produksi model Schaefer dan Fox, dengan

menganalisis data hasil tangkapan (catch) utama dan upaya penangkapan

(effort). Keluaran sub model analisis potensi SDI adalah informasi tentang

status pemanfaatan SDI di suatu wilayah, yaitu: tingkat pemanfaatan, tingkat

pengupayaan, trend catch per unit effort (CPUE), MSY dan FMSY.

Page 6: BAB VI_2007asu-6.pdf

80

Berdasarkan informasi potensi SDI, maka pengembangan suatu PP akan

diarahkan untuk melayani kapal-kapal yang sesuai dengan potensi SDI.

Informasi SDI juga akan membantu pengambil kebijakan dalam

mengembangkan suatu PP yang sesuai dengan jenis SDI yang potensial,

sehingga penyediaan fasilitas untuk pendaratan, pengolahan serta

pemasaran ikan akan diarahkan untuk jenis-jenis ikan yang potensial dengan

kata lain outcomes dari sub model analisis potensi SDI adalah rancangan

pengembangan PP berupa rencana pengembangan fasilitas dasar,

fungsional dan penunjang serta kebutuhan pelayanan operasional di PP yang

perhitungannya didasarkan dari nilai MSY dan FMSY yang merupakan output

sub model analisis potensi SDI.

(2) Prakiraan tingkat kegiatan perikanan

Sub model analisis prakiraan aktivitas di PP. Sub model analisis prakiraan

aktivitas di PP dirancang dengan metode prakiraan (forecasting), yaitu suatu

teknik yang menduga atau memperkirakan apa yang terjadi pada masa yang

akan datang. Keluaran sub model prakiraan aktivitas PP adalah informasi

tingkat kegiatan perikanan di PP yang meliputi tingkat produksi, jumlah kapal

dan nelayan, serta proyeksi tingkat kebutuhan pelayanan. Outcomes dari sub

model analisis prakiraan aktivitas di PP adalah rancangan pengembangan

terhadap kebutuhan pelayanan dan manajemen di PP berupa prakiraan

terhadap jumlah dan jenis kapal yang melakukan aktivitas di PP, kebutuhan

logistik dan jumlah nelayan.

(3) Aspek biaya dan manfaat

Sub model analisis biaya dan manfaat. Sub model analisis biaya dan

manfaat mengintegrasikan berbagai operasi dalam penentuan kriteria

kelayakan seperti NPV, EIRR dan Net B/C. Selain itu, sub model ini juga

telah dilengkapi dengan operasi untuk prakiraan arus uang, analisis

sensitivitas, optimasi peubah kritis dan perencanaan produksi, sehingga

operasi-operasi yang cukup rumit untuk mengantisipasi resiko-resiko

kelayakan dapat dilakukan dengan cepat.

(4) Tingkat pemanfaatan fasilitas PP

Sub model analisis tingkat pemanfaatan fasilitas. Sub model analisis

tingkat pemanfaatan fasilitas digunakan untuk mengetahui optimalisasi

pemanfaatan fasilitas di PPSC. Untuk fasilitas yang tingkat pemanfaatannya

sudah mencapai 100% perlu dilakukan pengembangan. Outcomes sub model

Page 7: BAB VI_2007asu-6.pdf

81

analisis tingkat pemanfaatan fasilitas adalah rancangan pengembangan

fasilitas yang pemanfaatannya sudah melebihi 100% serta rancangan upaya

untuk optimalisasi pemanfaatan fasilitas yang belum mencapai 100%.

(5) Prioritas pengembangan fasilitas

Sub model analisis prioritas pengembangan fasilitas. Sub model analisis

prioritas pengembangan fasilitas dirancang dengan pendekatan Fuzzy-AHP.

Pengguna dapat melakukan input hirarki. Hirarki yang terlalu panjang atau

elemen yang terlalu banyak dapat menimbulkan kejenuhan dalam proses

penilaian. Untuk itu, diperlukan seleksi awal terhadap elemen-elemen penting

di masing-masing hirarki yang dapat dilakukan melalui grup diskusi dan

pendapat pakar. Outcomes sub model prioritas pengembangan fasilitas

adalah rancangan prioritas pengembangan PP berupa urutan alternatif

pengembangan PP.

(6) Aspek kelembagaan

Sub model analisis kelembagaan dalam pengembangan suatu PP. Sub

model analisis kelembagaan dalam pengembangan suatu PP dirancang

dengan metode ISM dan digunakan untuk melakukan identifikasi struktur

elemen (unsur) dalam sistem. Penetapan elemen yang mengacu pada

rumusan Saxena diacu dalam Eriyatno (2003) dan Marimin (2004) meliputi 9

elemen, yaitu pelaku atau lembaga yang terlibat dalam pengembangan,

kebutuhan dari program, kendala, tolok ukur untuk menilai pencapaian tujuan

dan aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan. Hal ini didasarkan

pada pertimbangan rasional dan kemudahan operasional dalam pengelolaan

kelembagaan yang terkait dengan pengembangan PP terutama pelaku usaha

atau investor dan pemerintah daerah dalam proses pengambilan keputusan

berusaha dan pengembangan wilayah.

(7) Strategi pengembangan

Sub model analisis strategi pengembangan suatu PP. Sub model analisis

strategi pengembangan suatu PP dirancang dengan menggunakan

pendekatan SWOT. Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat

memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity) namun secara

bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman

(threats). Outcomes dari sub model analisis strategi pengembangan suatu PP

adalah rancangan strategi pengembangan PP.

Page 8: BAB VI_2007asu-6.pdf

82

5.2.1 Verifikasi Model SISBANGPEL

Verifikasi dilakukan untuk dapat menjawab apakah model sudah

melakukan apa yang diinginkan oleh perancang model tersebut. Verifikasi pada

penelitian ini dilakukan pada saat penyusunan model. Verifikasi model dilakukan

dengan memasukkan data dan informasi tentang variabel-variabel ataupun

peubah-peubah yang terkait dengan rencana pengembangan PPSC.

5.2.1.1 Sistem Manajemen Basis Data

Pengguna paket model SISBANGPEL dapat mengisi, mengedit,

menghapus, menampilkan, meng-update dan menyimpan data melalui sistem

manajemen basis data sesuai dengan kebutuhan.

(1) Sub Model Analisis Potensi SDI

Sub model analisis potensi SDI merupakan sub model yang dirancang

untuk menganalisis hasil tangkapan (catch) utama dan upaya penangkapan

(effort) dengan menggunakan model surplus produksi yang dikembangkan oleh

Schaefer dan Fox (Sparre dan Venema 1999; Imron 2000; Supardan et al. 2006;

Murdiyanto 2004b; Tinungki 2005). Tujuan pendekatan ini adalah untuk

mengetahui potensi lestari ikan yang terdapat di wilayah perairan. Potensi lestari

dapat diduga melalui MSY dan CPUE.

Pada sub model analisis SDI menyimpan data series produksi dan jumlah

trip alat tangkapnya (effort). Data series produksi dapat terdiri dari masing-

masing jenis ikan ataupun per kelompok ikan, tergantung kebutuhan pengguna.

Masukan data dimulai dari data produksi dan effort. Rincian masukan data sub

model analisis potensi SDI dijelaskan berikut ini:

Potensi SDI Pelagis Besar di Cilacap

Potensi SDI pelagis yang ditangkap di perairan Cilacap dibagi menjadi

dua, yaitu kelompok ikan pelagis besar dan kelompok ikan pelagis kecil. Jenis

ikan pelagis besar yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya adalah

tuna, cakalang, tengiri, tongkol dan cucut. Masukan data untuk sub model

analisis potensi SDI pelagis besar yang tertangkap di perairan Cilacap

ditunjukkan pada Tabel 9.

Jenis teknologi penangkapan ikan pelagis besar yang beroperasi di

perairan Cilacap adalah rawai tuna, rawai hanyut, rawai tetap, jaring insang

tetap, jaring insang hanyut dan payang. Kemampuan dari keenam jenis teknologi

Page 9: BAB VI_2007asu-6.pdf

83

penangkapan tersebut berbeda-beda. Oleh karena itu sebelum dilakukan

penjumlahan upaya penangkapan (effort) dilakukan standarisasi terlebih dahulu.

Upaya penangkapan standar didasarkan atas alat tangkap yang mempunyai

CPUE terbesar.

Tabel 9 Masukan data jumlah produksi dan effort ikan pelagis besar di Cilacap pada sub model analisis SDI

Tahun Produksi (Ton) Effort (Trip) 1998 10 870.10 192.31 1999 4 967.90 6 595.61 2000 7 022.80 3 088.66 2001 6 383.60 2 999.66 2002 4 811.30 1 272.77 2003 4 782.20 3 623.36

Potensi SDI Pelagis Kecil di Cilacap

Jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap di perairan Cilacap dan

sekitarnya adalah lemuru dan layaran. Masukan data untuk sub model analisis

potensi SDI pelagis kecil yang tertangkap di perairan Cilacap disajikan dalam

Tabel 10.

Tabel 10 Masukan data jumlah produksi dan effort ikan pelagis kecil di Cilacap pada sub model analisis SDI

Tahun Produksi (Ton) Effort (Trip) 1998 1 820.70 28 556.65 1999 425.72 57 917.74 2000 0.61 119 381.63 2001 15.58 82 739.57 2002 358.00 98 742.78 2003 228.53 83.48 2004 108.42 2 871.76 2005 121.59 2 117.84

Jenis teknologi penangkapan ikan pelagis kecil yang beroperasi di

perairan Cilacap adalah rawai tuna, rawai hanyut, rawai tetap, pancing lain, jaring

insang tetap, jaring insang hanyut dan payang. Sama halnya dengan analisis

potensi SDI pelagis besar sebelum dilakukan penjumlahan upaya penangkapan

(effort) dilakukan standarisasi terlebih dahulu. Upaya penangkapan standar

didasarkan atas alat tangkap yang mempunyai nilai CPUE terbesar.

Potensi SDI Demersal di Cilacap

Jenis ikan demersal yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya

adalah layur, manyung, bawal putih, bawal hitam, pari dan gulamah. Masukan

Page 10: BAB VI_2007asu-6.pdf

84

data untuk sub model analisis potensi SDI demersal yang tertangkap di perairan

Cilacap dan sekitarnya disajikan dalam Tabel 11.

Tabel 11 Masukan data jumlah produksi dan effort ikan demersal di Cilacap pada sub model analisis SDI

Tahun Produksi (Ton) Effort (Trip) 1990 3 512.80 28 106.71 1991 2 888.20 15 595.62 1992 2 365.20 19 543.43 1993 3 482.50 26 938.57 1994 5 984.80 88 344.45 1995 3 246.60 168 014.66 1996 3 395.90 93 161.06 1997 4 045.10 277 737.75 1998 4 913.80 67 037.38 1999 6 204.80 272 193.47 2000 3 338.10 150 670.97 2001 3 237.10 198 323.27 2002 2 369.80 8 542.46 2003 2 249.70 3 216.47

Jenis teknologi penangkapan ikan demersal yang beroperasi di perairan

Cilacap adalah jaring insang tetap, rawai tetap, trammel net dan dogol. Sebelum

dilakukan penjumlahan upaya penangkapan (effort) dilakukan standarisasi

terlebih dahulu. Hal tersebut dikarenakan kemampuan dari keempat jenis

teknologi penangkapan tersebut berbeda-beda. Upaya penangkapan standar

didasarkan atas alat tangkap yang mempunyai nilai CPUE terbesar.

Potensi Udang di Cilacap

Udang merupakan andalan sektor perikanan kabupaten Cilacap, karena

merupakan jenis komoditas penting untuk ekspor. Masukan data untuk sub

model analisis potensi SDI untuk kelompok udang yang tertangkap di perairan

Cilacap dan sekitarnya disajikan dalam Tabel 12.

Jenis teknologi penangkapan udang yang beroperasi di perairan Cilacap

adalah trammel net dan dogol. Kemampuan dari kedua jenis teknologi

penangkapan tersebut berbeda. Oleh karena itu sebelum dilakukan penjumlahan

upaya penangkapan (effort) dilakukan standarisasi terlebih dahulu. Upaya

penangkapan standar didasarkan atas alat tangkap yang mempunyai CPUE

terbesar.

Page 11: BAB VI_2007asu-6.pdf

85

Tabel 12 Masukan data produksi dan upaya penangkapan (effort) udang di Cilacap pada sub model analisis SDI

Tahun Produksi (Ton) Effort (Trip) 1990 1 591.00 16 326.57 1991 1 653.60 10 608.95 1992 982.60 15 440.53 1993 2 518.40 22 522.47 1994 3 509.30 52 434.14 1995 2 007.10 120 265.04 1996 2 197.30 73 533.90 1997 2 598.30 176 119.45 1998 2 316.60 30 821.20 1999 3 731.70 116 052.42 2000 2 498.50 88 537.01 2001 2 279.20 119 117.72 2002 2 115.50 4 891.18 2003 1 739.00 1 587.00

(2) Sub Model Analisis Prakiraan Aktivitas PP

Pada sub model prakiraan aktivitas di PP menyimpan data series

operasionalisasi suatu PP. Pengertian tentang operasionalisasi PP dan PPI

adalah tindakan atau gerakan sebagai pelaksanaan rencana yang telah

dikembangkan untuk memanfaatkan fasilitas pada PP atau PPI agar berdaya

guna dan bernilai guna (efektif dan efisien) secara optimal bagi “fasilitas itu

sendiri” atau “fasilitas lainnya yang terkait”. Sebagai prasarana dan sarana

perikanan tangkap, PP atau PPI mempunyai fungsi dan fasilitas yang telah

ditetapkan sesuai dengan perencanaan yang dibuat.

Operasionalisasi adalah implementasi dari segala kegiatan dan pekerjaan

yang dilakukan di PP atau PPI dalam melayani kebutuhan masyarakat pengguna

yang memerlukannya. Kegiatan operasional PP atau PPI yang dilakukan

hendaknya berorientasi pada kepentingan masyarakat pengguna jasa PP atau

PPI, yang dikenal sebagai pelayanan prima (Murdiyanto 2004). Menurut DJPT

(2003), operasional PP merupakan indikator utama yang dapat dijadikan

parameter keberhasilan pembangunan PP yang diindikasikan dengan:

(1) Jumlah kapal yang keluar-masuk PP.

(2) Jumlah ikan yang didaratkan di PP.

(3) Jumlah nelayan yang memanfaatkan PP.

(4) Jumlah penyaluran bahan bakar, air tawar dan es.

(5) Harga ikan di PP.

(6) Jumlah tenaga kerja yang diserap.

Page 12: BAB VI_2007asu-6.pdf

86

(7) Jumlah pendapatan dan penerimaan PP.

(8) Jumlah perusahaan dan swasta di PP.

Uraian masukan data series dan keluaran dari sub model analisis prakiraan

aktivitas diuraikan sebagai berikut:

Pendaratan Ikan

Semua jenis ikan yang didaratkan di PPSC, sebelum dipasarkan akan

melalui proses pelelangan terlebih dahulu. Jenis ikan yang didaratkan terdiri dari

5 kelompok antara lain ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal,

udang dan cumi-cumi. Hasil tangkapan tersebut didaratkan di TPI PPSC

kemudian dilakukan pelelangan dan pencatatan.

Pencatatan data dilakukan saat kapal bongkar ikan di dermaga bongkar

kemudian dihitung jumlahnya dengan cara yaitu jika menggunakan keranjang

maka dihitung jumlah keranjangnya, jika menggunakan blong maka dihitung

jumlah blongnya, jika ikan berukuran > 70 cm misalnya ikan tuna maka dihitung

jumlah ekor. Setelah melalui perhitungan tersebut kemudian diproses melalui

pelelangan atau penimbangan dan sekaligus pencatatan di TPI PPSC. Masukan

data volume dan nilai produksi di PPSC dalam bentuk tahunan tampak seperti

pada Tabel 13 dan 14. Untuk masukan volume produksi di PPSC dalam bentuk

bulanan disajikan pada Lampiran 2.

Tabel 13 Masukan data produksi di PPSC tahun 1996-2005

Produksi per Kelompok Ikan (Ton)

Tahun Pelagis Besar

Pelagis Kecil

Demersal Cumi-Cumi

Udang

1996 6 594.45 497.37 2 560.66 0.00 488.12 1997 12 067.07 506.61 2 145.30 363.89 395.61 1998 5 619.86 437.57 1 331.14 392.16 464.74 1999 4 189.06 384.87 594.43 133.72 346.23 2000 3 532.22 323.06 393.21 60.35 397.70 2001 3 549.70 242.66 203.55 35.68 270.77 2002 4 441.73 288.46 185.98 62.82 236.22 2003 3 157.29 210.15 150.17 54.44 128.04 2004 1 267.13 298.35 154.53 98.89 126.58 2005 1 348.84 300.89 103.60 99.10 116.48

Sumber: PPSC (2006)

Page 13: BAB VI_2007asu-6.pdf

87

Tabel 14 Masukan data nilai produksi ikan dan udang di PPSC tahun 1996-2005

Tahun Ikan ( Juta Rp ) Udang ( Juta Rp ) 1996 9 500.00 6 470.00 1997 16 450.00 7 350.00 1998 16 720.00 29 670.00 1999 16 610.00 17 250.00 2000 18 960.00 25 410.00 2001 21 560.00 14 700.00 2002 22 210.00 10 920.00 2003 12 040.00 5 830.00 2004 55 760.00 56 710.00 2005 68 370.00 57 060.00

Sumber : PPSC (2006)

Armada Perikanan

Kapal-kapal yang beroperasi di PPSC terdiri dari kapal yang berukuran

<10 GT, 10-20 GT, 20-30 GT dan >30 GT. Kapal ikan yang dominan di PPSC

tahun 1999-2005 adalah jenis kapal gill net, trammel net, compreng dan long line,

walaupun ada jenis kapal ikan dengan alat tangkap yang lainnya. Masukan data

series armada perikanan di suatu PP bisa dalam bentuk bulanan yang secara

langsung diproses oleh software untuk dijumlahkan dalam bentuk tahunan. Jika

suatu PP hanya tersedia data tahunan, maka data juga bisa dimasukkan dalam

bentuk tahunan. Masukan data series jumlah armada perikanan di PPSC dalam

bentuk tahunan tampak seperti pada Tabel 15, 16 dan 17. Rincian data kapal

masuk di PPSC dalam bentuk bulanan dapat dilihat pada Lampiran 3, kapal

keluar dalam bentuk bulanan pada Lampiran 4.

Tabel 15 Masukan data jumlah armada perikanan di PPSC berdasarkan alat tangkap tahun 1999-2005

Tahun Kapal Gill net

Kapal Trammel net

Kapal Long line

Kapal jenis lain Total

1999 258 158 72 65 488 2000 231 188 199 60 678 2001 231 188 199 60 678 2002 245 178 203 53 679 2003 223 243 213 49 728 2004 71 130 64 55 320 2005 147 443 161 60 811

Sumber : PPSC (2006)

Setiap satu unit kapal yang masuk ke PPSC belum tentu melakukan

bongkar hanya sekali setiap harinya, namun terkadang melakukan bongkar lebih

dari satu kali, tergantung berapa banyak operasi penangkapan yang dilakukan

Page 14: BAB VI_2007asu-6.pdf

88

setiap harinya. Berdasarkan wawancara pada saat penelitian dijelaskan bahwa

kapal yang masuk PPSC belum tentu melakukan kegiatan bongkar. Kapal-kapal

tidak melakukan bongkar disebabkan faktor harga ikan yang rendah dan adanya

retribusi yang terlalu tinggi. Selain itu alasan kenapa nelayan tidak melakukan

bongkar adalah bahwa ikan yang seharusnya dibongkar ternyata hanya titipan

dari nelayan lain sehingga kapal tersebut tidak mau melakukan kegiatan

bongkar.

Tabel 16 Masukan data jumlah kunjungan kapal masuk di PPSC tahun 1996-2005

Ukuran Kapal Masuk Tahun

< 10 10 -20 20 - 30 > 30 Jumlah

1996 263 3 394 2 279 1 430 7 366 1997 287 3 565 2 346 1 632 7 830 1998 570 4 591 2 570 1 690 9 421 1999 383 3 821 2 448 1 543 8 195 2000 324 3 451 2 153 1 361 7 289 2001 208 2 877 1 981 1 474 6 540 2002 81 1 881 1 679 560 4 201 2003 36 1 163 1 222 329 2 750 2004 253 1 096 948 352 2 649 2005 387 802 1 049 354 2 592

Sumber : PPSC (2006)

Tabel 17 Masukan data jumlah kapal keluar dari PPSC tahun 1996-2005

Ukuran Kapal Keluar Tahun

< 10 10 -20 20 - 30 > 30 Jumlah

1996 285 3 288 2 198 1 456 7 227 1997 280 3 305 2 092 1 466 7 143 1998 513 4 182 2 243 1 536 8 474 1999 358 3 666 2 308 1 409 7 741 2000 306 3 434 2 138 1 348 7 226 2001 192 2 831 1 981 1 468 6 472 2002 72 1 415 1 479 759 3 725 2003 39 1 021 1 244 302 2 606 2004 423 878 401 72 1 774 2005 387 802 1 129 94 2 412

Sumber : PPSC (2006)

Page 15: BAB VI_2007asu-6.pdf

89

Alat tangkap yang mempunyai prospek bagus dan digunakan nelayan di

PPSC ada tiga jenis alat tangkap, nilai jual dari hasil tangkapannya sangat tinggi

dan berkomoditas ekspor yaitu alat tangkap kelompok gill net, trammel net dan

long line. Masukan data series jumlah armada perikanan di PPSC dalam bentuk

tahunan tampak seperti pada Tabel 18. Rincian data kapal yang melakukan

aktivitas bongkar dalam bentuk bulanan di PPSC dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 18 Masukan data series armada perikanan yang melakukan aktivitas bongkar berdasarkan alat tangkap di PPSC tahun 1996-2005

Jenis Kapal Penangkapan Tahun

Trammel net Gill net Long line Jumlah

1996 4 178 3 371 0 7 549 1997 3 641 7 549 0 11 190 1998 5 470 2 430 252 8 152 1999 4 160 1 858 597 6 615 2000 5 304 1 290 2 494 9 088 2001 4 188 2 742 3 653 10 583 2002 2 734 1 761 429 4 924 2003 1 477 1 354 127 2 958 2004 1 087 704 116 1 907 2005 1 141 745 102 1 988

Sumber : PPSC (2006)

Penyaluran Perbekalan Kapal

Distribusi logistik atau perbekalan di PPSC dilakukan di dermaga tambat

maupun dermaga pendaratan. Kebutuhan logistik yang disediakan oleh

pengelola PPSC adalah solar, es dan air tawar. Perbekalan makanan untuk

awak kapal, ada yang telah disediakan oleh pemilik kapal dan ada juga yang

membeli dari warung serba ada (WASERDA) KUD Mino Saroyo yang terletak

dekat dengan dermaga tambat atau pasar di sekitar TPI B, sedangkan untuk

perbekalan logistik didistribusikan oleh pengelola PPSC yang bekerja sama

dengan pihak-pihak swasta serta KUD Mino Saroyo adalah solar, air tawar yang

diproduksi oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Cilacap dan

es. Masukan data series distribusi logistik bisa dalam bentuk bulanan maupun

tahunan tergantung ketersediaan data tersebut di suatu PP. Rincian masukan

data series distribusi logistik dalam bentuk tahunan tampak seperti pada Tabel

19. Sedangkan rincian masukan kebutuhan logistik bulanan dapat dilihat pada

Lampiran 6.

Page 16: BAB VI_2007asu-6.pdf

90

Tabel 19 Masukan data distribusi logistik per tahun di PPSC tahun 1996-2005

Penyaluran

Es BBM Air Tahun

(Balok) (Ton) (m3) 1996 454 260.00 5 984.00 10 913.10 1997 282 835.00 5 853.00 6 823.40 1998 222 384.00 8 272.00 8 497.10 1999 262 572.00 9 562.00 7 420.80 2000 259 288.00 14 294.00 6 673.53 2001 370 397.00 15 056.00 6 601.60 2002 332 842.00 13 341.00 5 208.10 2003 50 198.00 11 194.00 4 524.87 2004 126 299.00 13 787.00 2 455.00 2005 159 518.00 12 428.00 3 676.28

Sumber : PPSC (2006)

Pemasaran atau Pelelangan Ikan

Hampir seluruh ikan yang didaratkan di PPSC dipasarkan melalui lelang

murni berdasarkan Perda No. 10 tahun 2003. Perda tersebut mengatur tentang

pungutan retribusi. Masukan data retribusi lelang di PPSC tertera pada Tabel 20.

Tabel 20 Masukan data perkembangan retribusi lelang di TPI PPSC dari tahun 1996-2005

Tahun Retribusi lelang (x Rp 1 000.00) 1996 1 276 955 1997 1 566 597 1998 2 313 739 1999 1 693 049 2000 2 216 787 2001 1 813 296 2002 1 650 000 2003 880 000 2004 1 656 810 2005 1 813 290

Sumber : PPSC (2006)

Docking

Docking di PPSC dikelola oleh swasta dengan sistem kerja sama

operasional (KSO) yaitu PT. Tegal Shipyard Utama. Masukan data jumlah kapal

yang menggunakan jasa docking di PPSC ditunjukkan pada Tabel 21. Rincian

kapal yang melakukan docking dalam bentuk bulanan dapat dilihat pada

Lampiran 7.

Page 17: BAB VI_2007asu-6.pdf

91

Tabel 21 Masukan data jumlah kapal yang menggunakan jasa docking di PPSC tahun 1996-2005

Tahun Jumlah kapal 1996 289 1997 321 1998 282 1999 326 2000 311 2001 286 2002 209 2003 178 2004 208 2005 252

Sumber : PPSC (2006)

Nelayan yang Beraktivitas di PPSC

Masyarakat di sekitar PP merupakan masyarakat pesisir yang

menyandarkan hidupnya dari usaha perikanan laut baik aktivitas penangkapan,

pengawetan, maupun pengolahan. Nelayan sebagai pelaku utama dalam usaha

perikanan tangkap mempunyai peran dalam pengembangan PPSC. Dari 13 TPI

di Cilacap, sebagian besar nelayan berpusat di PPSC, disebabkan pelayanan

dan penyediaan logistik hingga penyediaan fasilitas cukup lengkap dan

memadai. Pedagang atau bakul ikan yang aktif di PPSC diklasifikasikan menjadi

tiga yaitu pedagang besar, sedang dan kecil. Masukan data untuk jumlah

nelayan tertera pada Tabel 22.

Tabel 22 Masukan data series jumlah nelayan yang melakukan aktivitas di PPSC pada tahun 1996-2005

Tahun Jumlah Nelayan 1996 82 236 1997 81 264 1998 93 828 1999 86 293 2000 80 828 2001 74 870 2002 43 530 2003 28 360 2004 16 163 2005 22 516

Sumber : PPSC (2006)

Selain nelayan ABK di PPSC juga terdapat pedagang atau bakul ikan.

Jumlah pedagang atau bakul ikan periode tahun 1999-2001 adalah tetap

Page 18: BAB VI_2007asu-6.pdf

92

sebanyak 861 orang. Pedagang atau bakul yang masih aktif di PPSC tersebut

rata-rata berasal dari daerah yang masih termasuk dalam kawasan Kabupaten

Cilacap antara lain Tegal Kamulyan, Menganti, Kampung Laut, Kebon Baru,

Tambak Reja dan Sentolokawat.

(3) Sub Model Analisis Kondisi dan Tingkat Pemanfaatan Fasilitas

Sub model analisis tingkat pemanfaatan fasilitas menyimpan data jenis

fasilitas dan kapasitas serta pemakaian fasilitas di suatu PP. Keluaran dari sub

model ini adalah tingkat pemanfaatan fasilitas di suatu PP. Rincian masukan data

jenis dan tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC ditunjukkan pada Tabel 23-24.

Tabel 23 Masukan data jenis fasilitas yang tersedia di PPSC

No. Jenis Fasilitas Luas (m2) A. Fasilitas pokok

1. Kolam pelabuhan 77 400.002. Breakwater

• Utara 1 395.00 • Selatan 563.36

3. Dermaga • Pendaratan 35.60 • Tambat 315.20 • Lapor 240.00

4. Groin 436.005. Revetmen 32 823.006. Jalan

• Komplek 10 500.00 • Menuju balai pertemuan nelayan 684.00 • Kantor 241.00

B. Fasilitas fungsional 1. Slipway 3 120.002. TPI di depan kolam pelabuhan 1 264.003. TPI di depan kali Yasa 420.004. Shelter nelayan 120.005. MCK umum 66.006. Tangki air atas dan bawah 36.007. Rumah pompa 7.008. Rambu suar 43.009. Kantor syahbandar 36.00

10. Kantor pelabuhan 544.0011. Pagar kompleks 2 465.0012. Tempat parkir 168.0013. Balai pertemuan nelayan 400.0014. Tempat perbaikan dan penjemuran jaring 1 000.00

C. Fasilitas penunjang 1. Mess operator 540.002. Kawasan industri 18 500.003. Zona pengembangan 149 800.00

Page 19: BAB VI_2007asu-6.pdf

93

Tabel 24 Masukan data tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC tahun 2004

No. Jenis Fasilitas Kapasitas Pemakaian/Kebutuhan saat ini

1. Dermaga bongkar 85.60 m 59.28 m2. Dermaga tambat 313.60 m 195.84 m3. Kolam pelabuhan 77 400.00 m2 10 990.00 m2

4. TPI Pertama * 1 264.00 m2 89.83 m2

5. TPI Kedua ** 42.00 m2 15.64 m2

6. Area Parkir 168.00 m2 100 m2

7. Tempat perbaikan dan penjemuran jaring 1 000.00 m2 500 m2

8. Dock/Slipway 2 unit 1 unit9. Rumah/Mess 14 unit 14 unit

* : TPI yang menghadap ke kolam pelabuhan ** : TPI yang menghadap ke kolam Kali Yasa

Jenis-jenis fasilitas seperti balai pertemuan nelayan, kantor pelabuhan,

kantor syahbandar, MCK umum dan lain sebagainya ditentukan secara subyektif

atau deskrifit dilihat dari tingkat kepadatan aktivitas yang ada di PP.

(4) Sub Model Analisis Manfaat dan Biaya Pengembangan PP

Sub model analisis manfaat dan biaya pengembangan PP menyimpan

data jenis-jenis manfaat dan biaya suatu PP. Rincian masukan data manfaat dan

biaya pengembangan PP dijelaskan berikut ini.

Manfaat langsung (direct benefit)

Dalam pembangunan PPSC penggunaan fasilitas yang dikenakan biaya

pemakaian merupakan manfaat yang diterima secara langsung dalam bentuk

nilai manfaat. Seluruh penerimaan yang dikenakan dalam penggunaan maupun

penerimaan dana modal investasi merupakan arus kas masuk. Fasilitas yang

memberikan manfaat berupa penerimaan antara lain tambat labuh kapal, TPI,

sewa tanah dan gedung, slipway atau docking, pas masuk, listrik, air bersih,

solar, keranjang ikan dan penggunaan jasa dari fasilitas fungsional. Masukan

data manfaat langsung dan asumsi dasar penilaian jenis manfaat langsung

(direct benefit) ditunjukkan pada Tabel 25. Masukan data manfaat yang diterima

dari fasilitas yang ada di PPSC berdasarkan Indeks Harga Konsumen Gabungan

(IHKG) dapat dilihat pada Tabel 26.

Manfaat tidak langsung (indirect benefit)

Keberadaan PPSC dirasa sangat penting, terutama bagi masyarakat,

PPSC merupakan sumber pendapatan yang merupakan manfaat tidak langsung

Page 20: BAB VI_2007asu-6.pdf

94

bagi PPSC. Pendugaan nilai manfaat tidak langsung perlu dilakukan agar semua

pihak mengetahui betapa besarnya manfaat ekonomi yang dapat dihasilkan

dengan adanya PPSC. Masukan data asumsi dasar penilaian jenis manfaat tidak

langsung (indirect benefit) dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 25 Masukan data asumsi dasar penilaian jenis manfaat langsung

Fasilitas PPSC No Jenis Manfaat

Asumsi Dasar Penilaian Manfaat Aktual 1. Jasa tambat labuh Penerimaan dari tambat labuh

Rp. 20 071 563.00. 2. Penerimaan dari sewa

tanah Luas tanah 32 911 m2 (3.3 ha), tarif sewa tanah Rp 1 500/m2/tahun, penerimaan dari sewa tanah Rp. 76 706 800.00.

3. Penerimaan dari jasa pas masuk

Tarif pas masuk pelabuhan (mobil Rp. 500.00, bus atau truk Rp. 1 000.00, truk gandeng Rp. 1 500.00, penerimaan dari jasa pas masuk sebesar Rp. 6 251 100.00.

4. Penerimaan dari retribusi pelelangan

Luas bangunan 1 666 m2; volume lelang 3 700.09

ton; penerimaan dari retribusi pelelangan ikan sebesar Rp. 562 Milyar.

5. Penerimaan dari SHU dock

Jumlah 1 unit, penerimaan SHU dock kapal sebesar Rp. 6 411 365.00.

6. Penerimaan dari jasa listrik

Jumlah 1 unit, kapasitas 64 kwh, penerimaan dari jasa listrik Rp. 305 250.00.

7. Penerimaan dari jasa penggunaan air tawar dan es

Kapasitas air tawar 190 m2, kapasitas es 20 ton/hari; tarif Rp. 2.2/liter, pendapatan dari air tawar Rp. 1 255 157.00.

8. Penerimaan dari sewa bangunan

Tarif bangunan permanen Rp. 8 000/m2/tahun; penerimaan sewa bangunan Rp. 1 152 000.00.

9. Penerimaan jasa penggunaan keranjang ikan

Tarif Rp. 150/jam, jumlah 50 buah keranjang dan penerimaan dari jasa penggunaan keranjang ikan Rp. 281 900.00.

Sumber : PPSC (2006)

Tabel 26 Masukan data manfaat proyek fasilitas PPSC

Tahun Total Manfaat Riil (Rp) Indeks *) Harga Konstan (Rp) 1994 942 454 598.00 163.17 942 454 598.00 1995 1 365 383 620.00 177.83 1 252 823 738.00 1996 1 327 110 098.00 101.38 1 327 110 098.00 1997 1 618 233 408.00 111.79 1 467 541 845.00 1998 2 381 220 005.00 198.47 1 216 345 463.00 1999 1 746 906 515.00 202.45 874 790 726.00 2000 2 264 545 200.00 259.53 884 597 512.00 2001 1 851 539 400.00 290.74 645 625 178.00 2002 1 683 304 420.00 317.29 537 846 771.00 2003 958 279 130.00 313.92 309 474 828.00

Sumber : PPSC (2006) *) IHKG dengan tahun dasar 1996 =100

Page 21: BAB VI_2007asu-6.pdf

95

Tabel 27 Masukan data asumsi dasar penilaian jenis manfaat tidak langsung

Fasilitas PPSC No Jenis Manfaat

Asumsi Dasar Penilaian Manfaat Aktual 1. Pemasaran hasil

perikanan oleh nelayan dan sebagai sarana dalam mempertahankan mutu ikan

- peningkatan harga ikan (adanya pelelangan) - pembeli (bakul ikan) banyak - lokasi dermaga bongkar dan TPI dekat (±10 m) - akses ke pasar ikan dan ke industri pengolahan

dekat - produksi ikan segar meningkat - penanganan ikan yang baik seperti cara

pengangkutan dengan memperhatikan kualitas ikan yang akan dipasarkan

- tersedianya sarana dan prasarana transportasi agar distribusi ikan secara cepat sampai ke konsumen

2. Memudahkan dalam memenuhi kebutuhan operasional nelayan

- ketersediaan kebutuhan operasional nelayan (es, solar, air tawar, serta perbekalan melaut lainnya)

- harga kebutuhan operasional terjangkau - dekat dengan kapal nelayan (adanya dermaga

muat) 3. Adanya multiplier effect

seperti peningkatan pendapatan pada sektor lain

- bertambahnya usaha di luar kawasan PPSC (warung makan dan minum 27 buah), tingkat kebutuhan nelayan yang berhubungan dengan kegiatan penangkapan ikan

4. Adanya economic of scale seperti peningkatanskala usaha

- peningkatan usaha dari skala kecil menjadi besar sebanyak 56 jenis usaha (6 pembekuan, 1 pengalengan, 8 pengolahan ikan tradisional, 1 pengepakan, 7 pergudangan, 4 perbengkelan, 27 pujasera, 2 logistik).

5. Adanya dynamic secondary effect seperti terbukanya kesempatan kerja bagi masyarakat dan peningkatan produktivitas tenaga kerja

- waktu kerja, motivasi kerja, kemampuan kerja - jumlah nelayan 22 516 orang, rata-rata waktu

kerja 3-5 hari, rata-rata ukuran kapal > 10 GT, rata-rata penerimaan Rp. 870 000.00/bulan

- pegawai pelabuhan (koperasi) 35 orang, 6 hari kerja dalam 1 minggu dan rata-rata penerimaan Rp. 890 000.00/bulan

- pedagang eceran atau kaki lima 11 orang, waktu kerja 312 hari dan rata-rata penerimaan Rp. 25 000.00/hari

- karyawan bengkel 5 orang, waktu kerja 312 hari dan rata-rata penerimaan Rp. 30 000.00/hari

- penjual makanan dan minuman 32 orang, waktu kerja 360 hari dan rata-rata penerimaan Rp. 50 000.00/hari

- penjaga toko (waserda) 34 orang, waktu kerja 358 hari dan rata-rata penerimaan Rp. 65 000.00/hari

- karyawan perusahan perikanan (pengumpulan dan pengolahan ikan) 76 orang, waktu kerja 312 hari dan rata-rata penerimaan Rp. 20 000.00/hari

- karyawan pabrik es 30 orang, waktu kerja 312 hari dan rata-rata penerimaan Rp. 27 000.00/hari

- bakul ikan 72 orang, waktu kerja 360 hari dan rata-rata penerimaan Rp. 55 000.00/hari

Sumber : Hasil Penelitian 2006 (Diolah)

Page 22: BAB VI_2007asu-6.pdf

96

Berdasarkan hasil prediksi nilai manfaat ekonomi PPSC, diketahui bahwa

total nilai manfaat ekonomi Rp. 3 511 704 716 807.00/tahun, terbagi atas nilai

manfaat langsung yaitu Rp. 17 013 785 382.00/tahun dan manfaat tidak

langsung sebesar Rp. 3 494 690 931 425.00/tahun (Tabel 28). Hal ini

menunjukan bahwa manfaat tidak langsung yang diberikan oleh PPSC lebih

besar dibandingkan dengan manfaat langsung dari fasilitas PPSC, dan hal

tersebut membuktikan keberadaan PPSC sangat penting, untuk itu pemerintah

perlu lebih meningkatkan peran tersebut melalui pengembangan PP.

Tabel 28 Masukan data prediksi nilai manfaat ekonomi PPSC

No. Jenis Manfaat Ekonomi Manfaat Ekonomi (Rp)

Manfaat langsung 1. Penerimaan dari tambat labuh 222 383 3172. Penerimaan dari sewa tanah 354 470 2003. Penerimaan dari retribusi pelelangan ikan 16 256 850 0004. Penerimaan dari jasa pas masuk 57 050 7845. Penerimaan dari jasa listrik 7 915 9906. Penerimaan dari jasa penggunaan tangki BBM

atau solar 31 557 460

7. Penerimaan dari jasa penggunaan air tawar 18 603 0438. Penerimaan dari sewa bangunan 1 929 6009. Penerimaan dari penjualan SHU Dock 45 630 48810. Penerimaan dari jasa penggunaan keranjang ikan 17 394 50011 Penerimaan dari penjualan dokumen lelang 1 660 000 Total manfaat langsung 17 013 785 382 Manfaat tidak langsung 1. Pemasaran hasil perikanan oleh nelayan dan

sebagai sarana dalam mempertahankan mutu ikan 1 254 328 000 0002. Memudahkan dalam memenuhi kebutuhan

operasional nelayan 1 898 784 000 0003. Adanya multiplier effect 226 800 0004. Adanya Economic of scale 156 467 031 4255. Adanya dynamic secondary effect 2 923 186 220 000 Total manfaat tidak langsung 3 494 690 931 425 Total manfaat ekonomi 3 511 704 716 807

Sumber : Hasil Penelitian (2006)

Manfaat yang tidak dapat dinilai dengan uang (intangible benefit)

Menurut Ibrahim (1998) dan Choliq et al. (1999), intangible benefit

merupakan manfaat yang diperoleh dari kegiatan proyek yang tidak dapat

dihitung atau dinilai dengan uang. Adanya fasilitas di PPSC maka intangible

benefit yang diharapkan adalah pengembangan wilayah dan penambahan

lapangan pekerjaan bagi masyarakat di Kabupaten Cilacap.

Page 23: BAB VI_2007asu-6.pdf

97

Manfaat bagi pengembangan wilayah di sekitar PPSC

Keberadaan PP diharapkan dapat membuat kawasan daerah sekitarnya

menjadi sentra kegiatan baru yang akan meningkatkan kegiatan perekonomian di

daerah ini, misalnya munculnya pedagang dan toko yang memenuhi kebutuhan

sehari-hari, pedagang makanan dan minuman.

Manfaat bagi penambahan lapangan pekerjaan

(a) Lapangan kerja yang langsung terkait dengan operasional PPSC.

Adanya kegiatan di PPSC antara lain kegiatan penangkapan ikan di laut,

proses pengolahan dan pemasaran ikan maka dalam operasionalnya

diperlukan tenaga kerja, misalnya: ABK, kuli angkut barang, sopir angkutan

barang, pengolah dan bakul ikan.

(b) Lapangan kerja yang tidak langsung terkait dengan operasional PPSC.

Adanya penambahan kegiatan di PPSC berdampak pada terbukanya

lapangan kerja baru untuk melayani kebutuhan para pegawai atau pekerja

pelabuhan, misalnya pedagang makanan dan minuman serta tukang ojek.

Identifikasi Biaya

Modal investasi

Menurut Umar (2003), untuk merealisasikan proyek dibutuhkan dana

untuk investasi seperti tanah, bangunan dan mesin-mesin serta biaya-biaya

pendahuluan sebelum operasi. Modal investasi yang digunakan dalam

pembangunan PPSC berasal dari sumber dana proyek yang disediakan oleh PT.

Pertamina. Dana keseluruhan yang digunakan dalam pembangunan PPSC

disediakan Pertamina sebesar Rp. 46 635 057.00. Biaya yang termasuk dalam

modal investasi adalah sebagai berikut:

(1) Tanah

Tanah yang digunakan untuk lahan pembangunan fasilitas fungsional

PPSC antara lain tanah makam milik negara dan tanah milik Kodam

IV/Diponegoro. Tanah milik merupakan tanah darat yang dimiliki oleh perorangan

dan digunakan oleh masyarakat untuk pekarangan atau dibangun rumah di atas

tanah milik tersebut. Tanah negara merupakan tanah darat tidak berpenghuni

dan dimiliki negara. Makam merupakan tanah darat yang digunakan untuk lahan

pembangunan PPSC yang merupakan tanah tidak produktif (tidak digunakan

Page 24: BAB VI_2007asu-6.pdf

98

untuk lahan kegiatan ekonomi dan tidak menghasilkan) dan tidak termasuk

dalam nilai netto produksi yang hilang, dengan demikian tidak dihitung dalam

NPV.

(2) Tenaga kerja

Menurut Gray et al. (1993) dan Khotimah et al. (2002), penentuan harga

bayangan untuk upah tenaga kerja khususnya tenaga kerja terdidik (skilled

labour) dan tenaga kerja tidak terdidik (unskilled labour) agak sulit. Sifat pasar

tenaga kerja terdidik (skilled labour) pada umumnya agak kompetitif sehingga

upah yang diterima tenaga kerja dapat dikatakan setingkat atau seimbang

dengan tingkat upah yang berlaku di pasaran tenaga kerja. Pemakaian tenaga

tidak terdidik (unskilled labour) akan menimbulkan biaya-biaya lain yang harus

dikeluarkan proyek antara lain biaya pengangkutan tenaga dari daerah tempat

tinggalnya ke lokasi proyek (biaya transport) dan biaya makan yang diperlukan

oleh tenaga kerja.

Dari laporan hasil akhir pelaksanaan proyek PPSC (1994), tenaga kerja

yang dipakai dalam pelaksanaan proyek ini berasal dari daerah Cilacap dan

sekitarnya. Tenaga kerja yang bekerja dalam pelaksanan proyek PPSC termasuk

dalam tenaga kerja tanpa keterampilan khusus. Tenaga kerja yang dipekerjakan

sebagian besar adalah nelayan Cilacap yang sedang mengalami masa paceklik,

sehingga tidak melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut.

(3) Biaya peralatan dan bahan-bahan konstruksi

Menurut Kadariah (1986) pengadaan barang yang diperdagangkan

merupakan hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan biaya peralatan dan

bahan-bahan konstruksi. Jika barang tersebut dapat diperdagangkan maka yang

diperhitungkan sebagai biaya adalah harga perbatasan (border prices), artinya

harga bahan untuk diimpor atau untuk bahan diekspor. Hal yang perlu

diperhatikan apakah biaya ini harus dibebankan pada saat dikeluarkan sebagai

investasi atau saat pembayaran kembali angsuran pinjaman dan bunganya.

Peralatan dan bahan-bahan konstruksi yang digunakan dalam

pelaksanaan proyek pembangunan PPSC merupakan peralatan yang telah ada

tetapi bahan-bahan yang diperlukan masih banyak didatangkan dari Jakarta.

Peralatan dan bahan-bahan konstruksi yang diperlukan disediakan dalam jumlah

banyak untuk memenuhi kebutuhan konstruksi dengan kualitas cukup baik.

Page 25: BAB VI_2007asu-6.pdf

99

(4) Biaya operasi dan pemeliharaan

Biaya operasi dan pemeliharaan merupakan biaya yang harus

dikeluarkan secara rutin dalam setiap tahunnya selama proyek mempunyai umur

ekonomi (Khotimah et al. 2002). Biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas

fungsional di PPSC diantaranya yaitu biaya renovasi. Biaya operasi dan

pemeliharaan dikeluarkan tiap tahunnya dengan nilai hampir sama, namun

disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi fasilitas yang telah dipergunakan. Hal

ini ditujukan agar fasilitas-fasilitas yang telah dibangun mendapatkan perawatan

yang baik. Masukan data besarnya total biaya proyek fasilitas PPSC ditunjukkan

Tabel 29.

Tabel 29 Masukan data biaya proyek fasilitas PPSC

Tahun Total Biaya Riil (Rp) Indeks *) Harga Konstan (Rp) 1990-1993 13 973 597 275.00 153.98 13 973 597 275.00

1994 - 163.17 - 1995 198 500 000.00 177.83 171 877 804.00 1996 38 838 000.00 101.38 38 838 000.00 1997 261 588 000.00 111.79 237 228 655.00 1998 9 500 000.00 198.47 4 852 672.00 1999 70 395 800.00 202.45 35 251 796.00 2000 70 033 000.00 259.53 27 356 935.00 2001 12 940 000.00 290.74 4 512 131.00 2002 1 094 694 000.00 317.29 349 774 899.00 2003 34 755 000.00 313.92 11 224 075.00

Sumber : Hasil Penelitian (2006)

*) IHKG dengan tahun dasar 1996 =100

Aliran kas (cash flow)

Aliran kas yang berhubungan dengan suatu proyek bisa dikelompokkan

menjadi 3 bagian antara lain: aliran kas permulaan (initial cash flow), aliran kas

operasional (operational cash flow) dan aliran kas terminal (terminal cash flow).

Pengeluaran-pengeluaran untuk investasi pada awal periode mungkin tidak

hanya sekali dan merupakan initial cash flow. Aliran kas yang timbul selama

operasi proyek disebut sebagai operational cash flow. Aliran kas yang diperoleh

pada waktu proyek tersebut berakhir disebut sebagai terminal cash flow.

Umumnya initial cash flow adalah negatif, operational cash flow dan terminal

cash flow umumnya positif. Aliran-aliran kas ini harus dinyatakan dengan dasar

setelah pajak.

Page 26: BAB VI_2007asu-6.pdf

100

(a) Aliran kas permulaan (initial cash flow)

Dalam menentukan aliran kas permulaan, pola aliran yang berhubungan

dengan pengeluaran investasi harus diidentifikasi seperti mengetahui bagaimana

pengeluaran biaya untuk tahap pembangunan sampai dengan siap beroperasi.

Misalnya tahap pengeluaran untuk biaya prakonstruksi, pembelian material dan

peralatan, konstruksi, termasuk juga penyediaan-penyediaan modal kerja. Oleh

karena itu aliran kas permulaan pada proyek pembangunan fasilitas fungsional

PPSC tidak hanya terjadi pada awal periode tetapi terjadi beberapa kali yaitu

pada tahun ke-1, tahun ke-2 dan seterusnya.

(b) Aliran kas operasional (operational cash flow)

Penentuan tentang berapa besarnya aliran kas operasional setiap

tahunnya merupakan titik permulaan untuk penilaian profitabilitas usulan

investasi tersebut. Aliran kas operasional diperhitungkan berdasarkan aliran kas

(aliran kas masuk) yang bersifat continue seperti penerimaan dari pelayanan

serta penggunaan jasa dari fasilitas fungsional PPSC, sedangkan aliran kas

keluar (cash outflow) yang bersifat tidak continue atau intermittent seperti

pengeluaran biaya operasional dan pemeliharaan.

(c) Aliran kas terminal (terminal cash flow)

Aliran kas terminal umumnya terdiri dari aliran kas nilai sisa (residu)

investasi tersebut dan pengembalian modal kerja. Aliran kas terminal dalam

aliran kas proyek fasilitas fungsional PPSC, yang biasa dipergunakan dalam

aliran kas proyek masuk dalam biaya. Dana pembangunan PPSC murni dari

APBN. Oleh karena itu, dana pembangunan PPSC merupakan manfaat yang

diterima oleh pemerintah dan masyarakat dan tidak termasuk dalam biaya

proyek. Untuk mengetahui aliran kas fasilitas PPSC dapat dilihat pada Lampiran

14.

Tidak adanya nilai sisa (residu) dan penjualan barang-barang proyek

PPSC dalam aliran kas terminal, hal ini dikarenakan tidak adanya perhitungan

dalam analisis manfaat dan biaya. Untuk pengembalian modal kerja tidak

termasuk aliran kas terminal dalam perhitungan analisis manfaat dan biaya. Hal

ini karena pengembalian modal kerja termasuk dalam manfaat yang diterima,

kalau proyek tersebut memerlukan modal kerja dan umumnya proyek-proyek

memang membutuhkan maka kalau proyek tersebut berakhir modal kerjanya

tidak lagi diperlukan. Dengan demikian modal kerja ini akan kembali sebagai

Page 27: BAB VI_2007asu-6.pdf

101

aliran kas pada akhir usia proyek. Aliran kas fasilitas PPSC berdasarkan IHKG

dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30 Masukan data total aliran kas fasilitas PPSC

Tahun Total Aliran Kas (Rp) Indeks *) Harga Konstan (Rp) 1990-1993 13 973 597 275.00 15 398.00 13 973 597 275.00

1994 942 454 598.00 163.17 889 374 021.00 1995 1 166 883 620.00 177.83 1 010 384 861.00 1996 1 288 272.098.00 101.38 1 288 272 098.00 1997 1 356 645 408.00 111.79 1 230 313 190.00 1998 2 371 720 005.00 198.47 1 211 492 790.00 1999 1 676 510 715.00 202.45 839 538 929.00 2000 2 194 512 200.00 259.53 857 240 576.00 2001 1 838 599 400.00 290.74 641 113 046.00 2002 588 610 418.00 317.29 188 071 871.00 2003 923 524 130.00 313.92 298 250 752.00

Sumber : Hasil Penelitian (2006)

*) IHKG dengan tahun dasar 1996 =100

Berdasarkan Tabel 30 total aliran kas pada tahun 2002 dan 2003 sangat

minimum. Pada tahun 2002 PPSC mengadakan pembangunan fasilitas dalam

rangka peningkatan status dari PPNC menjadi PPSC. Hal ini mengakibatkan

PPSC mengeluarkan banyak biaya sedangkan pemasukan hanya sedikit karena

kapal-kapal yang dapat memanfaatkan fasilitas PPSC terbatas jumlahnya. Pada

tahun 2002 dilakukan penambahan pembangunan fasilitas untuk melengkapi

fasilitas yang sudah ada dan total manfaat yang diterima PPSC mengalami

penurunan.

(5) Sub Model Analisis Prioritas Pengembangan PP

Sub model analisis prioritas pengembangan PP menyimpan data jenis-

jenis fasilitas yang akan dikembangkan dan rincian kriteria penilaian. Masukan

data meliputi input statis dan input dinamis. Input statis adalah input yang telah

tersedia dalam sistem, nilai tingkat kepentingan dan bobot kriteria penentuan

prioritas pengembangan suatu fasilitas PP. Input dinamis adalah input yang

harus dimasukkan oleh pengguna saat pengisian, yaitu pilihan-pilihan parameter-

parameter dari setiap kriteria penentuan prioritas dengan tingkat keyakinan

masing-masing. Rincian masukan data prioritas pengembangan diuraikan dalam

penjelasan berikut ini.

Pada struktur hirarki ini terdapat tiga level yang membangun, yaitu :

1. Level 1: Prioritas pengembangan PPSC.

Page 28: BAB VI_2007asu-6.pdf

102

2. Level 2: Kriteria yang mempengaruhi pengembangan PPSC. Kriteria yang

terdapat dalam hirarki ini adalah :

a. Potensi SDI, produksi ikan.

b. Ketersediaan anggaran.

c. Manfaat.

d. Kebutuhan masyarakat dan nelayan.

e. Jenis industri yang ada.

f. Kebutuhan bakul, pedagang, dan pengolah.

3. Level 3: Sub kriteria dari kriteria yang mempengaruhi pengembangan

PPSC. Sub kriteria yang terdapat hirarki kriteria ini adalah :

a. Pengembangan kawasan industri di PPSC.

b. Perbaikan atau pengerukan alur masuk ke pelabuhan.

c. Pengembangan dermaga bongkar dan tambat.

d. Pengembangan TPI I dan TPI II.

e. Penambahan fasilitas SPBU dan logistik.

Informasi mengenai fokus (sasaran), kriteria dan alternatif tersebut

tersusun dalam bentuk diagram seperti pada Gambar 14.

Gambar 14 Hirarki prioritas pengembangan PPSC.

(6) Sub Model Analisis Kelembagaan Pengembangan PPSC

Sub model analisis kelembagaan dalam pengembangan suatu PP

dirancang dengan metode ISM dan digunakan untuk melakukan identifikasi

Page 29: BAB VI_2007asu-6.pdf

103

struktur elemen (unsur) dalam sistem pengembangan PPSC. Pada sub model

analisis kelembagaan menyimpan data jenis elemen dan sub elemen. Data jenis

elemen dari program yang dikaji dijabarkan menjadi sejumlah sub elemen.

Setelah itu, ditetapkan hubungan kontesktual antara sub elemen yang

terkandung adanya suatu pengarahan (direction) dalam terminologi dengan

penilaian perbandingan berpasangan. Adapun penilaian hubungan sudah

ditetapkan dalam sub model yang diberi simbol VAXO. Rincian masukan data

elemen dan sub elemen dalam analisis kelembagaan pengembangan PPSC

ditampilkan pada Tabel 31.

Tabel 31 Masukan data pada sub model analisis kelembagaan

No Jenis Elemen Jenis Sub Elemen 1 Sektor masyarakat

yang terpengaruh dari pengembangan PPSC

Nelayan, masyarakat sekitar, buruh (tenaga kerja di PPSC), pedagang (bakul), pedagang sarana penangkapan, pengusaha (tenaga kerja agroindustri hasil laut), pengusaha transportasi, pengolah ikan, pengusaha (penyedia jasa perbaikan kapal dan alat tangkap), eksportir.

2 Kebutuhan untuk pelaksanaan program pengembangan PPSC

Dukungan dan komitmen pemerintah pusat, dukungan dan komitmen pemerintah daerah, dukungan dan komitmen masyarakat sekitar dan nelayan, suasana kondusif dan aman, potensi SDI, kemudahan birokrasi (ijin), tersedia lahan pengembangan, ketersediaan anggaran pengembangan PPSC.

3 Kendala dalam pengembangan PPSC

Keterbatasan dana pengembangan, rendahnya kualitas SDM, hambatan birokrasi dan kelembagaan, banyaknya fasilitas yang belum layak mendukung produksi yang didaratkan.

4 Perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC

Peningkatan PAD, peningkatan investasi, optimalisasi pemanfaatan potensi SDI, peningkatan motorisasi dan teknologi alat tangkap, pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan, peningkatan industri yang berbasis di PPSC, pengembangan wilayah (ekonomi wilayah), peningkatan aktivitas pelayanan di PPSC, keterjaminan pasar produk perikanan, peningkatan jumlah nelayan dan pendapatan nelayan.

5 Tujuan dari program pengembangan PPSC

Peningkatan PAD, peningkatan investasi, optimalisasi pemanfaatan potensi SDI, peningkatan motorisasi dan teknologi alat tangkap, pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan, peningkatan industri yang berbasis di PPSC, pengembangan wilayah (ekonomi wilayah), peningkatan aktivitas pelayanan di PPSC, keterjaminan pasar produk perikanan, peningkatan jumlah nelayan dan pendapatan nelayan.

Page 30: BAB VI_2007asu-6.pdf

104

No Jenis Elemen Jenis Sub Elemen 6 Tolok ukur

pengembangan Peningkatan investasi, penurunan angka kemiskinan dan pengangguran, peningkatan pendapatan nelayan, peningkatan PAD dan PNBP dari PPSC, peningkatan volume dan nilai produksi, optimalisasi fasilitas di PP, peningkatan pangsa pasar domestik, peningkatan pangsa pasar ekspor, optimalisasi pemanfaatan SDI, peningkatan jumlah kunjungan kapal bongkar dan hasil tangkapan.

7 Pelaku pengembangan PPSC

Pemerintah pusat, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten, UPT pelabuhan, nelayan, KUD, kesyahbandaran, POLAIRUD, lembaga keuangan, HNSI, perguruan tinggi, LSM.

8 Aktivitas Pengembangan PPSC

Koordinasi antar sektor yang terlibat dalam pengembangan PP, perumusan perda untuk mendukung pengembangan PPSC, identifikasi jenis-jenis fasilitas yang akan dikembangkan, menciptakan iklim kondusif dalam mendukung pengembangan PPSC, pengembangan pendidikan dan pelatihan SDM yang terlibat dalam pengembangan PP, kemudahan akses informasi dan teknologi.

(7) Sub Model Analisis Strategi Pengembangan PP

Analisis ini menggunakan matriks SWOT untuk mendapatkan strategi

yang diurutkan berdasarkan nilai skornya. Nilai skor didapat dari hasil

pengumpulan pendapat responden ahli yang diminta mengisi kuisioner

berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor yang terdapat

dalam kuisioner tersebut didapat dari wawancara. Dari hasil wawancara dan

studi pustaka serta laporan-laporan akhir tahun lembaga-lembaga yang terkait

diketahui beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kebijakan

pengembangan PPSC. Dari faktor-faktor tersebut kemudian dilakukan

penyusunan kuisioner untuk disebarkan kepada para ahli (pakar).

Setelah mengidentifikasi faktor-faktor internal-eksternal, maka dilanjutkan

dengan memberikan rating dan bobot pada faktor tersebut sehingga dapat

diketahui apakah posisi internal dan eksternal kuat, sedang atau lemah. Rating

menunjukkan apakah faktor tersebut merupakan kekuatan, kelemahan, peluang

dan ancaman yang besar atau kecil. Bobot menunjukkan prioritas kepentingan

faktor tersebut. Pembobotan dilakukan dengan menggunakan matriks

perbandingan berpasangan (fuzzy pairwise comparison). Prinsip pembobotan

terhadap faktor peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan adalah berdasarkan

besarnya prioritas yang diberikan pada faktor-faktor tersebut. Faktor yang

Page 31: BAB VI_2007asu-6.pdf

105

memiliki prioritas besar akan memiliki bobot yang besar dan sebaliknya faktor

yang tidak diprioritaskan akan memiliki bobot yang lebih kecil.

Tabel 32 Masukan data jenis variabel internal faktor evaluasi (IFE) dan eksternal faktor evaluasi (EFE)

No Uraian Faktor-faktor Internal dan Eksternal Kekuatan 1 Potensi sumber daya perikanan di Samudera Hindia. 2 Komitmen pemerintah pusat dan daerah yang tinggi dibidang

pengembangan perikanan dan kelautan. 3 Kewenangan dan tugas pokok serta fungsi PP yang luas dan jelas. 4 Tersedianya SDM dalam jumlah yang memadai dan dapat didayagunakan

serta didukung dengan biaya operasional. 5

Tersedianya sarana dan prasarana yang terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan master plan.

6 Tersedia dan telah operasionalnya prasarana pengawasan terpadu di kawasan PPSC.

Kelemahan 1 Kemampuan manajemen maupun teknis SDM yang kurang memadai. 2 Fasilitas yang belum layak mendukung kualitas produksi perikanan yang

didaratkan. 3 Terbatasnya biaya operasional dan pemeliharaan fasilitas prasarana

pelabuhan. 4 Sarana dan prasarana pengawasan perikanan belum memadai. 5 Pengurusan perijinan yang belum sepenuhnya menjadi kewenangan UPT

PP. 6 Sistem (software) informasi perikanan belum memadai. Peluang 1 Tumbuh dan berkembangnya iklim usaha sejalan dengan kebijakan

pemerintah daerah yang mendorong peningkatan investasi. 2 Semakin menguatnya nilai mata uang asing terhadap rupiah akan

mendorong pengembangan ekspor dan peningkatan devisa. 3 Semakin meningkatnya pangsa pasar produk perikanan baik lokal maupun

nasional, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat yang semakin meningkat untuk mengkonsumsi produk pangan yang bergizi dan menyehatkan.

Ancaman 1 Kebijakan pemerintah dalam penentuan harga BBM yang belum berpihak

pada nelayan dan industri perikanan. 2 Duplikasi peraturan dan beragamnya jenis pungutan perikanan yang

membingungkan dan menghambat pengembangan usaha perikanan. 3 Maraknya IUU fishing di perairan teritorial dan ZEEI. 4 Semakin meningkatnya akses produk-produk asing terhadap pasar dalam

negeri sebagai konsekuensi dari pelaksanaan perdagangan bebas, hal ini menyebabkan persaingan produk-produk perikanan semakin ketat.

5 Usaha perikanan masih didominasi nelayan kecil dan pemanfaatan yang bertumpu pada perairan pantai.

6 Rendahnya kualitas SDM perikanan khususnya nelayan yang bisa dilihat dari rendahnya tingkat pendidikannya menyebabkan proses alih teknologi dan ketrampilan tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga berdampak pada kemampuan pengembangan usaha.

7 Rendahnya mutu ikan yang menyebabkan nilai jual ikan menjadi rendah.

Page 32: BAB VI_2007asu-6.pdf

106

5.2.1.2 Sistem Manajemen Basis Model

Analisis yang terdapat pada sistem manajemen basis model

SISBANGPEL terdiri dari analisis potensi SDI, analisis prakiraan aktivitas,

analisis tingkat pemanfaatan fasilitas, analisis biaya dan manfaat, analisis

prioritas pengembangan PP, analisis kelembagaan pengembangan PP, dan

analisis strategi pengembangan.

(1) Sub Model Analisis Potensi SDI

Keluaran dari sub model analisis potensi SDI antara lain : prakiraan MSY,

tingkat pemanfaatan dan tingkat pengupayaan CPUE. Potensi SDI yang di

analisis adalah SDI perkelompok ikan, yaitu kelompok ikan pelagis besar, ikan

pelagis kecil, demersal, dan udang. Berikut akan diuraikan keluaran dari sub

model analisis potensi SDI di Cilacap.

Potensi SDI Pelagis Besar di Cilacap

Keluaran sub model SDI selain berupa nilai-nilai dalam bentuk tabel, juga

berupa grafik-grafik yang akan membantu pengguna mendapatkan gambaran

perkembangan effort, CPUE tahunan serta gambaran MSY (apakah sudah

pernah terlampaui atau belum). Berikut ini adalah grafik-grafik keluaran untuk

potensi SDI pelagis besar di Cilacap.

0,00

1000,00

2000,00

3000,00

4000,00

5000,00

6000,00

7000,00

1998 1999 2000 2001 2002 2003

TAHUN

EFFO

RT (T

RIP)

Gambar 15 Kecenderungan upaya penangkapan tahunan ikan pelagis besar di

Cilacap.

Secara garis besar, perkembangan effort pada aktivitas penangkapan

ikan pelagis besar yang terjadi di Cilacap cenderung stabil. Upaya penangkapan

terendah terjadi pada tahun 1998. Penurunan upaya penangkapan ikan pelagis

Page 33: BAB VI_2007asu-6.pdf

107

besar, kemungkinan disebabkan oleh kelangkaan dan tingginya biaya produksi

untuk melakukan aktivitas penangkapan. Untuk lebih jelasnya, perkembangan

trend effort penangkapan ikan pelagis besar tampak pada Gambar 15. Trend

CPUE perikanan pelagis besar di Cilacap tahun 1998 hingga tahun 2003 tampak

pada Gambar 16. Terlihat bahwa tahun 1998 memiliki nilai CPUE tertinggi.

Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R), maka model pendugaan potensi ikan

pelagis besar terpilih adalah model Fox. Hubungan antara effort dan produksi

dapat dilihat pada Gambar 17.

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

1998 1999 2000 2001 2002 2003

TAHUN

CPUE

(TO

N/TR

IP)

Gambar 16 Grafik fluktuasi CPUE tahunan ikan pelagis besar di Cilacap.

1993

1992

1990

1994 1995

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

0 1000 2000 3000 4000 5000

EFFORT (TRIP)

PRO

DU

KSI

(TO

N)

Gambar 17 Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan ikan pelagis

besar di Cilacap.

Page 34: BAB VI_2007asu-6.pdf

108

Potensi SDI Pelagis Kecil di Cilacap Pada Gambar 18, 19 dan 20 ditunjukkan gambaran trend tahunan effort,

CPUE dan posisi MSY pelagis kecil di Cilacap yang merupakan keluaran dari sub

model analisis potensi SDI.

0.00

20000.00

40000.00

60000.00

80000.00

100000.00

120000.00

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

TAHUN

EFF

ORT

(TR

IP)

Gambar 18 Kecenderungan upaya penangkapan tahunan ikan pelagis kecil di Cilacap.

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

TAHUN

CP

UE

(TO

N/T

RIP

)

Gambar 19 Grafik fluktuasi CPUE tahunan ikan pelagis kecil di Cilacap.

Perkembangan effort pada aktivitas penangkapan ikan pelagis kecil yang

terjadi di Cilacap mengalami fluktuasi. Tahun 1998 hingga 2000 effort mengalami

kenaikan, hal tersebut dikarenakan nelayan banyak mengalihkan usaha

penangkapan ke wilayah yang lebih dekat sebagai akibat dari tingginya biaya

Page 35: BAB VI_2007asu-6.pdf

109

operasional. Upaya penangkapan tahun 2001 dan 2002 masih tetap tinggi,

namun menurun drastis sejak tahun 2003 hingga 2005. Untuk lebih jelasnya,

perkembangan trend effort penangkapan ikan pelagis kecil tampak pada

Gambar 18. Trend CPUE perikanan pelagis kecil di Cilacap tahun 1998 hingga

tahun 2005 tampak pada Gambar 19. Selanjutnya berdasarkan nilai R, maka

model pendugaan potensi ikan pelagis kecil terpilih adalah model Fox. Hubungan

antara effort dan produksi dapat dilihat pada Gambar 20.

1997

1996

1995

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000

EFFORT (TRIP)

PRO

DU

KSI

(TO

N)

Gambar 20 Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan ikan

pelagis kecil di Cilacap.

Analisis Potensi SDI Demersal

Pada Gambar 21, 22 dan 23 ditunjukkan gambaran trend tahunan effort,

CPUE dan posisi MSY ikan demersal di Cilacap yang merupakan keluaran dari

sub model analisis potensi SDI. Perkembangan effort pada aktivitas

penangkapan ikan demersal yang terjadi di Cilacap cenderung naik (Gambar 21).

Trend CPUE perikanan demersal di Cilacap tahun 1990 hingga tahun 2003

cenderung stabil (Gambar 22). Terlihat bahwa tahun 2003 memiliki CPUE

tertinggi. Berdasarkan nilai R, maka model pendugaan potensi ikan demersal

terpilih adalah model Fox. Hubungan antara effort dan produksi dapat dilihat

pada Gambar 23.

Page 36: BAB VI_2007asu-6.pdf

110

0,00

50000,00

100000,00

150000,00

200000,00

250000,00

300000,00

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

TAHUN

EFFO

RT

(TRI

P)

Gambar 21 Kecenderungan upaya penangkapan tahunan ikan demersal di

Cilacap.

0.00

0.03

0.06

0.09

0.12

0.15

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

TAHUN

CPU

E (T

ON

/TRI

P)

Gambar 22 Grafik fluktuasI CPUE tahunan ikan demersal di Cilacap

20022003

19931991 1992

1990

19981994

19962000 1995 2001

0

1000

2000

30004000

5000

6000

7000

8000

0 50000 100000 150000 200000 250000

EFFORT (TRIP)

PRO

DU

KSI

(TO

N)

Gambar 23 Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan ikan

demersal di Cilacap.

Page 37: BAB VI_2007asu-6.pdf

111

Analisis Potensi SDI Udang

Pada Gambar 24, 25 dan 26 ditunjukkan gambaran trend tahunan effort,

CPUE dan posisi MSY sumber daya udang di Cilacap yang merupakan keluaran

dari sub model analisis potensi SDI.

0,00

20000,00

40000,00

60000,00

80000,00

100000,00

120000,00

140000,00

160000,00

180000,00

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

TAHUN

EFFO

RT (T

RIP)

Gambar 24 Kecenderungan effort tahunan penangkapan udang di Cilacap.

Berdasarkan Gambar 24 terlihat bahwa perkembangan upaya

penangkapan udang sejak tahun 1990 hingga 1995 mengalami kenaikan,

kemudian sedikit menurun tahun 1996 dan naik kembali dan merupakan upaya

penangkapan tertinggi terjadi pada tahun 1997. Pada tahun 1998 perkembangan

upaya penangkapan udang turun dibandingkan tahun 1995-1997, namun pada

tahun 1999-2001 mengalami peningkatan upaya penangkapan. Sementara sejak

tahun 2002 hingga 2003 upaya penangkapan mengalami penurunan.

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

TAHUN

CP

UE (T

ON/

TRIP

)

Gambar 25 Fluktuasi CPUE tahunan udang di Cilacap.

CPUE dapat digunakan untuk memprediksi kelimpahan udang di

perairan. Pada tahun 1992 kelimpahan udang di perairan Cilacap dan sekitarnya

Page 38: BAB VI_2007asu-6.pdf

112

masih tinggi, sedangkan pada tahun 1995-1997 kelimpahan udang menurun

drastis. Hal itu karena penambahan jumlah trip yang sangat besar, yaitu 100 621

trip namun produksi udang sedikit, yaitu sebesar 937.1 ton. Tampak di grafik

terdapat penurunan tajam dari tahun 1995-2001, tapi pada tahun 2002 dan 2003

CPUE udang mengalami peningkatan (Gambar 25). Berdasarkan nilai R, maka

model pendugaan potensi udang terpilih adalah model Fox. Hubungan antara

effort dan produksi dapat dilihat pada Gambar 26.

1999

2002

2003

1993

1991

1992

1990

1998

1994

19962000

1995

2001

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000

EFFORT (TRIP)

PRO

DU

KSI

(TO

N)

Gambar 26 Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan udang di

Cilacap.

Rekapitulasi Keluaran Sub Model Potensi SDI

Berdasarkan hasil analisis potensi SDI secara umum, tingkat

pemanfaatan SDI masih dibawah potensi lestari yang tersedia, maka peluang

pengembangan perikanan di Cilacap masih terbuka luas. Untuk itu

pengembangan PPSC diarahkan untuk pelayanan kapal-kapal yang melakukan

penangkapan untuk jenis-jenis kelompok ikan pelagis kecil, demersal, dan

udang. Informasi tentang potensi SDI yang ada di Cilacap juga di bandingkan

dengan data potensi SDI WPP 9 yang dikeluarkan oleh KOMNAS KAJIKANLUT

(1998; 2001;2002) dan DJPT (2004). Berdasarkan data dari KOMNAS

KAJIKANLUT (1998; 2001;2002) dan DJPT (2004) pada WPP 9 ikan pelagis

besar pemanfaatannya baru 51.41 %, pelagis kecil 5.04 % ikan demersal 99.78

%, udang 95.70 % (lihat Tabel 1)

Berdasarkan Tabel 33, semua jenis SDI di wilayah ini masih

memungkinkan untuk ditingkatkan produksinya. Sementara berdasarkan Tabel 1

untuk WPP 9 pemanfaatanya menunjukkan trend yang sama dengan hasil

Page 39: BAB VI_2007asu-6.pdf

113

analisis di wilayah Cilacap dengan pendekatan Scaefer dan Fox. Untuk kelompok

ikan pelagis besar perlu dilakukan beberapa upaya untuk meningkatkan

pemanfaatan SDI antara lain :

(1) Mengarahkan penangkapan ke perairan lepas pantai dan ZEEI.

(2) Mendorong investor swasta untuk mengembangkan usaha perikanan skala

besar.

(3) Pengembangan industri pengolahan hasil perikanan.

(4) Pengembangan teknologi penangkapan yang mampu melakukan

penangkapan di perairan lepas pantai.

Upaya tersebut diatas perlu didukung dengan adanya PP yang memadai

dan berstandar internasional. Dalam kaitannya dengan potensi SDI yang ada,

maka PPSC perlu mempersiapkan sarana yang sesuai dengan armada

penangkapan yang umum digunakan oleh nelayan untuk masing-masing target

penangkapan. Pengembangan PPSC diarahkan untuk kapal-kapal bertonase

sesuai dengan potensi SDI tersebut.

Tabel 33 Keluaran hasil analisis potensi SDI Cilacap tahun 2005

Komponen Kelompok Ikan MSY

(Ton/tahun)FMSY

(Trip/tahun)

Tingkat Pemanfaatan

(%)

Tingkat Upaya (%)

Nilai R

Schaefer Demersal 13 172.07 109 961.04 25.34 137.02 0.58Udang 9 694.64 60 945.87 25.77 145.27 0.50Pelagis besar 35 613.99 2 327.59 13.43 155.67 0.65Pelagis kecil 2 725.30 47 838.80 4.46 4.43 0.61Fox Demersal 6 710.27 91 930.51 49.75 163.89 0.88Udang 4 068.02 52 797.35 61.42 167.69 0.84Pelagis besar 11 293.41 1 710.79 42.34 211.79 0.85Pelagis kecil 842.07 14 815.82 14.44 14.29 0.89

Pada Tabel 34 tampak informasi yang terkait dengan jumlah hari dalam

trip beberapa alat tangkap. Alat tangkap tuna long line merupakan alat tangkap

yang paling efisien untuk penangkapan kelompok ikan pelagis besar, drift gill net

untuk penangkapan kelompok ikan pelagis kecil, sedangkan untuk penangkapan

demersal dan udang alat tangkap trammel net merupakan alat tangkap yang

paling efisien. Untuk mencapai produksi optimum sesuai jumlah tangkap

diperbolehkan (JTB) atau total allowable catch (TAC) di Cilacap, maka jumlah

armada penangkapan tuna long line yang ideal adalah 165 unit, sedangkan

Page 40: BAB VI_2007asu-6.pdf

114

armada drift gill net adalah 308 unit, untuk armada trammel net jumlah yang ideal

untuk sasaran demersal dan udang adalah sebesar 679 unit, sehingga

diperkirakan jumlah armada dan produksi perhari tampak pada Tabel 35.

Tabel 34 Nilai CPUE dan lama trip untuk masing-masing alat tangkap per kelompok ikan

Kelompok Ikan Jenis Alat Tangkap CPUE (Ton/tripdays) Lama Trip (Hari)Pelagis Besar Set Gill Net 0.14 10.00 Drift Gill Net 0.26 10.00 Set Long Line 0.10 45.00 Tuna Long Line 6.76 45.00 Payang 0.06 15.00 Pelagis Kecil Set Gill Net 0.01 10.00 Tuna Long Line 0.01 45.00 Drift Gill Net 0.06 10.00 Set Long Line 0.02 45.00 Pancing lain 0.02 1.00 Payang 0.02 15.00 Dogol 0.01 3.00 Demersal Set Gill Net 0.14 10.00 Set Long Line 0.10 45.00 Trammel Net 0.24 7.00 Dogol 0.03 3.00 Udang Dogol 0.03 3.00 Trammel Net 0.25 7.00

Tabel 35 Prakiraan jumlah kapal dan produksi di Cilacap

Kelompok Ikan Jenis Alat Tangkap GT

Jumlah Kunjungan/hari

(Unit)

Produksi/ hari (Ton)

Pelagis Besar Tuna Long Line >30 GT 6.00 37.49 Pelagis Kecil Drift Gill Net 10- 30 GT 47.00 11.96 Demersal Trammel Net 5-30 GT 82.00 19.74 Udang Trammel Net 5-30 GT 48.00 2.80

Rancangan pengembangan PPSC ditinjau dari potensi SDI

Berdasarkan prakiraan terhadap armada penangkapan yang melakukan

bongkar dan produksi harian di PPSC, maka rencana pengembangan PPSC

ditampilkan pada Tabel 36.

Page 41: BAB VI_2007asu-6.pdf

115

Tabel 36 Rincian rencana pengembangan PPSC ditinjau dari potensi SDI

Pengembangan Jenis Fasilitas

Jumlah/ Volume/

Luas Perlu Tidak

Rencana Pengembangan

A. Fasilitas pokok Kolam pelabuhan I 7.74 ha √ Kebutuhan hanya

2.13 ha Kolam Pelabuhan II 11.00 ha √ Kebutuhan hanya

3.69 ha Kedalaman Kolam -3.00 m √ - 3.71 m Dermaga

• Pendaratan 2 bh @ 42.80 m

√ Lebih 227.00 m

• Tambat 8 bh @ 39.40 m

√ 1 334.00 m

B. Fasilitas fungsional TPI I 1 264 m2 √ Menjadi 1 616 m2

TPI II 420 m2 √ Menjadi 1 890 m2 Kebutuhan air tawar 143 m3/hari - Kapal trammel net √ 650 m3/hari - Kapal drift gill net √ 470 m3/hari - Kapal long line √ 120 m3/hari Kebutuhan solar 36 550 L/hari - Kapal trammel net √ 52 000 L/hari - Kapal drift gill net √ 470 000 L/hari - Kapal long line √ 72 000 L/hari Kebutuhan es 912 Balok/hari - Kapal trammel net √ 3 900 Balok/hari - Kapal drift gill net √ 6 110 Balok/hari - Kapal long line √ 2 400 Balok/hari

(2) Sub Model Analisis Prakiraan Aktivitas di PP

Keluaran dari sub model ini antara lain: informasi tingkat kegiatan

perikanan yang meliputi tingkat produksi, jumlah kapal dan nelayan, serta

proyeksi tingkat kebutuhan pelayanan. Berikut akan diuraikan keluaran dari sub

model analisis prakiraan aktivitas di PPSC.

Pendaratan Ikan

Keluaran sub model analisis prakiraan volume produksi di PPSC dapat

dilihat pada Tabel 37. Tampilan grafik prakiraan volume produksi tahunan dan

rata-rata bulanan di PPSC tampak pada Gambar 27 – 36.

Page 42: BAB VI_2007asu-6.pdf

116

Tabel 37 Keluaran sub model analisis prakiraan volume produksi di PPSC tahun 2006-2010

Kelompok Ikan Tahun Pelagis

Besar Pelagis

Kecil Demersal Udang Cumi-cumi

2006 1 318.20 299.94 122.70 194.09 99.02 2007 1 323.31 300.10 119.52 201.67 99.03 2008 1 320.75 300.02 121.11 197.88 99.03 2009 1 322.03 300.06 120.31 199.78 99.03 2010 1 321.39 300.04 120.71 198.83 99.03

0.00

500.00

1000.00

1500.00

2000.00

2500.00

3000.00

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

TAHUN

PRO

DUKS

I (TO

N)

Aktual Prakiraan

Gambar 27 Prakiraan produksi ikan demersal.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des

BULAN

PRO

DU

KSI

(TO

N)

Gambar 28 Kecenderungan rata-rata produksi ikan demersal bulanan di PPSC

tahun 1996-2005.

Page 43: BAB VI_2007asu-6.pdf

117

0.00

2000.00

4000.00

6000.00

8000.00

10000.00

12000.00

14000.00

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

TAHUN

PR

OD

UKS

I (TO

N)

Aktual Prakiraan

Gambar 29 Prakiraan produksi ikan pelagis besar.

0

100

200

300

400

500

600

700

800

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des

BULAN

PRO

DUK

SI (T

ON

)

Gambar 30 Kecenderungan rata-rata produksi ikan pelagis besar bulanan di

PPSC tahun 1996-2005.

0.00

100.00

200.00

300.00

400.00

500.00

600.00

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

TAHUN

PRO

DUKS

I (TO

N)

Aktual Prakiraan

Gambar 31 Prakiraan produksi ikan pelagis kecil.

Page 44: BAB VI_2007asu-6.pdf

118

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des

BULAN

PRO

DUK

SI (T

ON

)

Gambar 32 Kecenderungan rata-rata produksi ikan pelagis kecil bulanan di

PPSC tahun 1996-2005.

0.00

100.00

200.00

300.00

400.00

500.00

600.00

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

TAHUN

PRO

DUK

SI (

TON)

Aktual Prakiraan

Gambar 33 Prakiraan produksi udang.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des

BULAN

PRO

DUK

SI (T

ON

)

Gambar 34 Kecenderungan rata-rata produksi udang bulanan di PPSC tahun

1996-2005.