bab vi konstruksi pesan film minggu pagi di...

19
109 BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI VICTORIA PARK Film adalah representasi dari realitas masyarakat yang bagi Turner berbeda dengan sekedar sebagai refleksi dari realitas dimana film membentuk dan menghadirkan kembali realitas berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi, dan ideologi dari kebudayaan (Sobur, 2009: 128). Film dibangun dengan tanda semata- mata yang merupakan simbol-simbol baik verbal maupun non verbal yang memiliki makna baik itu makna denotatif, maupun makna konotatif. Menurut psikolog C.K. Ogden dan filsuf serta kritikus sastra I.A. Richards dalam The Meaning of Meaning, pengertian arti denotatif paling baik dibiarkan saja dan tidak usah didefinisikan, tidak dapat dipastikan secara tepat, dan bersifat generalisasi, sedangkan makna konotasi adalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang memiliki sejarah budaya (Danesi, 2010: 42-43). Selain itu ungkapan-ungkapan simbolik yang saling terjalin dan diartikulasikan tersebut juga merupakan sarana sosialisasi yang sekaligus dapat menciptakan suatu ikatan sosial antara individu dan kelompok, sebab peran- peran dan relasi sosial yang ada di masyarakat disampaikan melalui simbol, khususnya bahasa (Sobur, 2009: 176). Dalam membangun makna baik itu denotatif ataupun konotatif dalam suatu film agar dapat diterima dengan baik oleh khalayak, diperlukan keterampilan dari seorang sutradara yang memegang peranan terpenting dalam pembuatan film tersebut. Sutradara dalam dunia film berperan sebagai auteur (aktor) yang dapat mencerminkan kepribadian dan kreatifitasnya melalui aspek-aspek film yang dibuat. Dengan demikian, film tidak lagi dipandang sebagai suatu karya seni yang objektif tetapi sebagai suatu cerminan orang yang membuatnya (Joseph M. Bogg dalam Berger, 2005: 129). Untuk itu, dalam bab ini, penulis akan melihat beberapa aspek dari film ini yang dikonstruksikan oleh sang sutradara sehingga mampu merepresentasikan TKW yang bekerja di Hongkong. Aspek-aspek yang akan diuraikan dalam bab ini diantaranya adalah: unsur naratif yang meliputi judul film dan pola struktur naratif sedangkan unsur sinematik meliputi MISE-EN-SCENE (setting, kostum, pencahayaan, dan akting para pemeran), framing, editing, dan suara.

Upload: dangnga

Post on 27-Jun-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6975/6/T1_362009008_BAB VI.pdfadalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang

109

BAB VI

KONSTRUKSI PESAN FILM

MINGGU PAGI DI VICTORIA PARK

Film adalah representasi dari realitas masyarakat yang bagi Turner berbeda

dengan sekedar sebagai refleksi dari realitas dimana film membentuk dan

menghadirkan kembali realitas berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi, dan

ideologi dari kebudayaan (Sobur, 2009: 128). Film dibangun dengan tanda semata-

mata yang merupakan simbol-simbol baik verbal maupun non verbal yang memiliki

makna baik itu makna denotatif, maupun makna konotatif. Menurut psikolog C.K.

Ogden dan filsuf serta kritikus sastra I.A. Richards dalam The Meaning of Meaning,

pengertian arti denotatif paling baik dibiarkan saja dan tidak usah didefinisikan, tidak

dapat dipastikan secara tepat, dan bersifat generalisasi, sedangkan makna konotasi

adalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang memiliki sejarah

budaya (Danesi, 2010: 42-43). Selain itu ungkapan-ungkapan simbolik yang saling

terjalin dan diartikulasikan tersebut juga merupakan sarana sosialisasi yang sekaligus

dapat menciptakan suatu ikatan sosial antara individu dan kelompok, sebab peran-

peran dan relasi sosial yang ada di masyarakat disampaikan melalui simbol,

khususnya bahasa (Sobur, 2009: 176).

Dalam membangun makna baik itu denotatif ataupun konotatif dalam suatu

film agar dapat diterima dengan baik oleh khalayak, diperlukan keterampilan dari

seorang sutradara yang memegang peranan terpenting dalam pembuatan film tersebut.

Sutradara dalam dunia film berperan sebagai auteur (aktor) yang dapat mencerminkan

kepribadian dan kreatifitasnya melalui aspek-aspek film yang dibuat. Dengan

demikian, film tidak lagi dipandang sebagai suatu karya seni yang objektif tetapi

sebagai suatu cerminan orang yang membuatnya (Joseph M. Bogg dalam Berger,

2005: 129). Untuk itu, dalam bab ini, penulis akan melihat beberapa aspek dari film

ini yang dikonstruksikan oleh sang sutradara sehingga mampu merepresentasikan

TKW yang bekerja di Hongkong. Aspek-aspek yang akan diuraikan dalam bab ini

diantaranya adalah: unsur naratif yang meliputi judul film dan pola struktur naratif

sedangkan unsur sinematik meliputi MISE-EN-SCENE (setting, kostum, pencahayaan,

dan akting para pemeran), framing, editing, dan suara.

Page 2: BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6975/6/T1_362009008_BAB VI.pdfadalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang

110

6.1 Unsur Naratif

6.1.1 Judul Film

Judul film ini, yaitu Minggu Pagi di Victoria Park dengan sangat jelas

menunjukkan kepada masyarakat bahwa film ini mengangkat kisah hidup TKW yang

bekerja di Hongkong. Penulis melihat bahwa hal ini dikarenakan sang sutradara ingin

menempatkan film ini sebagai bentuk realitas sosial yaitu pengetahuan yang bersifat

keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti konsep, kesadaran

umum, wacana publik, sebagai hasil dari konstruksi sosial yang melalui eksternalisasi,

objektivasi, dan internalisasi yang sarat akan kepentingan (Sobur, 2009:186). Menurut

Sobur (2009:186), realitas sosial terdiri atas realitas objektif yang adalah realitas yang

terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar individu dan

dianggap sebagai kenyataan, dan realitas simbolik yang adalah ekspresi simbolik dari

realitas objektif dalam berbagai bentuk, serta realitas subjektif yang adalah realitas

yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolik ke

dalam individu melalui proses internalisasi. Sehubungan dengan film yang diteliti,

realitas objektifnya adalah keberadaan TKW di Hongkong dengan berbagai

kontradiktifnya. Realitas simboliknya adalah keberadaan TKW yang dituangkan

dalam film Minggu Pagi di Victoria Park ini. Sedangkan realitas subjektifnya adalah

realitas yang diterima oleh khalayak berdasarkan kenyataan dalam masyarakat dan

simbol-simbol yang dibangun dalam film.

Dengan demikian, film ini tidak hanya menampilkan realitas yang ada dalam

masyarakat, tetapi juga film ini dibangun dengan membawa ideologi dari sang

sutradara sebagai pembuat film. Ajaran-ajaran yang terkandung dalam ideologi

tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci, melainkan secara umum,

sehingga ideologi dalam hal ini tidak diindoktrinasi, tetapi disosialisasikan secara

fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi,

kehidupan agama, sistem politik, dan media (Sobur, 2009: 217). Ideologi yang

disosialisasikan melalui film ini adalah bagaimana pembuat film berusaha mengubah

pandangan masyarakat selama ini mengenai TKW. Seperti yang kita ketahui bersama

citra TKW di masyarakat Indonesia adalah buruh rendahan yang sering kali mendapat

perlakuan tidak manusiawi dari majikannya. Melalui film inilah sutradara ingin

memperlihatkan bahwa TKW juga seperti pekerja lainnya yang memiliki waktu luang

untuk berlibur dan mengekespresikan diri, memiliki sosialisasi yang tinggi yang

Page 3: BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6975/6/T1_362009008_BAB VI.pdfadalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang

111

membentuk solidaritas yang kuat diantara TKW dan memiliki daya juang yang tinggi

untuk mengubah nasib keluarga. Bahkan di dalam film ini sutradara sengaja tidak

memperlihatkan TKW yang mengalami kekerasan namun malah cenderung memiliki

majikan yang baik dan perhatian terhadap TKW. Dengan demikian kemampuan

ideologis ini diupayakan dapat mempengaruhi masyarakat untuk mengubah cara

pandang kepada TKW dan berupaya untuk membangun realitas subjektif khalayak

dengan mengarahkan khalayak untuk lebih tanggap dan kritis dalam menanggapi

kasus-kasus TKW yang sering kita dengar di media kita selama ini.

6.1.2 Pola Struktur Naratif

Pola struktur naratif dalam film secara umum dibagi menjadi tiga tahapan

yakni permulaan, pertengahan, serta penutupan. Tahap pembukaan biasanya hanya

memiliki panjang cerita seperempat dari durasi filmnya. Tahap pertengahan adalah

yang paling lama dan biasanya panjangnya lebih dari separuh dari durasi film.

Sementara tahap penutupan biasanya sekitar seperempat durasi film dan merupakan

segmen yang terpendek. Pola ini sebenarnya mengacu pada struktur tiga babak yang

akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan selanjutnya. Melalui tiga tahapan inilah

karakter, masalah, tujuan, aspek ruang dan waktu masing-masing ditetapkan dan

berkembang menjadi alur secara keseluruhan (Pratista,Himawan.2008:44)

Melalui penjelasan mengenai pola struktur naratif diatas penulis mulai

membagi beberapa adegan di dalam film Minggu pagi di Victoria Park untuk

dimasukkan dalam tahapam permulaan, pertengahan, dan penutupan sebagai berikut :

Scene Permulaan

1, 18 Adegan pembuka di bangsal kamar, percakapan mengenai cita-cita

sebagai TKW oleh Rayi dan Mayang

2, 3, 8, 10,

11

Pengenalan karakter Sekar dan permasalahannya yang sedang sibuk

mencari pekerjaan untuk membayar hutangnya.

4, 5, 6, 7, 9 Pengenalan karakter Mayang dan pekerjaannya selama di Hongkong

yang bekerja sebagai PRT.

Page 4: BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6975/6/T1_362009008_BAB VI.pdfadalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang

112

Scene Pertengahan

12, 15, 24, 25, 26,

56, 57

Sosialiasi antar TKW ( di warung Bude, saat Mayang dan Sari

bercakap-cakap)

13, 34, 38, 47 Pekerjaan Mayang ( mengasuh Sei Jun, perlakuan Majikan

Mayang)

14, 30, 35, 36 Pengenalan karakter Sari

16, 17, 19, 44, 45 Latar belakang Mayang bekerja sebagai TKW

20, 22, 27, 28, 33,

37, 58

Masalah Sekar yang semakin runyam

21, 23 Wacana Pahlawan Devisa

31, 32, 41 Hubungan Mayang dan Gandhi

39, 40, 46, 48, 49 Hubungan Mayang dan Vincent

54, 55 Permasalahan TKW lainnya

Scene Penutupan

60, 61, 62, 77, 78,

82, 85

Sekar merasa putus asa dan upaya menolong Sekar

67, 86 Hubungan special antara Mayang dan Vincent

65, 67, 68, 75, 76,

79, 81, 87, 88, 89,

90

Permasalahan berakhir , persahabatan dan solidaritas sesama

TKW

Page 5: BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6975/6/T1_362009008_BAB VI.pdfadalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang

113

6.2 Unsur Sinematik

Unsur sinematik dalam penelitian kali ini meliputi dua hal yaitu aspek visual

dan audio. Aspek visual dalam unsur sinematik adalah sinematografi yang terdiri dari

mise-en-scene, framing, dan editing. Sedangkan pada aspek audio akan membahas

mengenai dialog.

6.2.1 MISE-EN-SCENE

Mise-en-scene adalah unsur sinematik yang paling mudah kita kenali karena

hampir seluruh gambar yang kita lihat dalam film adalah bagian dari unsur ini. Mise-

en-scene terdiri dari empat aspek utama, yakni : setting (latar) , kostum dan tata rias,

dan para pemain dan pergerakannya (akting). Dalam sebuah film unsur Mise-en-scene

tentu tidak dapat berdiri sendiri dan terkait erat dengan unsur sinematik lainnya, yaitu

sinematografi, editing, dan suara.

Penulis akan menjelaskan unsur-unsur Mise-en-scene yang terdapat didalam

film Minggu Pagi di Victoria Park, sebagai berikut :

a. Setting ( latar )

Latar atau setting yang disebut juga landas tumpu, menyaran pada pengertian

tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa

yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:216). Latar merupakan salah

satu unsur dalam mise en scene yang sangat penting. Latar menunjukkan keadaan

waktu, lingkungan, dan suasana dalam suatu adegan.

Untuk mendukung isi cerita yang bertemakan perjuangan TKW yang bekerja

di Hongkong. Setting dari film ini memang lebih banyak diambil di Hongkong dan

beberapa scene pelengkap mengambil setting di Indonesia. Seperti scene pertama

dimana setting diambil di sebuah bangsal pelatihan calon TKW sebagai tahap

exposition dalam film ini, sekaligus memperkenalkan tokoh utama dalam film ini.

Setting lain yang diambil di Indonesia adalah adegan di rumah Mayang pada scene ke

19 yang menunjukkan latar belakang Mayang dan keluarganya yang memang

merupakan keluarga sederhana dengan perekonomian menengah ke bawah.

Sedangkan setting lain didominasi di Hongkong karena memang menunjang segala

Page 6: BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6975/6/T1_362009008_BAB VI.pdfadalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang

114

bentuk adegan yang berkaitan dengan aktivitas dan pekerjaan para tokoh di dalam

film ini yang bekerja sebagai tenaga kerja di Hongkong.

Pengambilan gambar yang bertempatkan di Victoria Park juga merupakan

usaha sutradara mengambarkan sosok TKW di luar pekerjaannya selama ini. Karena

sudah menjadi rahasia umum dimana para TKW saat mereka mendapatkan jatah hari

libur yang mereka habiskan di Victoria Park, para TKW akan mengekspresikan diri

mereka dengan sangat berbeda tidak seperti saat mereka sedang bekerja. Hal ini yang

ingin ditampilkan oleh sutradara sebagai sebuah realitas sosial TKW saat berada di

Hongkong. Setting lain seperti Warung budhe, tempat dimana para TKW berkumpul,

juga menunjukkan bahwa sutradara ingin menggambarkan realitas sosial tentang

solidaritas sosial para TKW di Hongkong yang selama ini tidak pernah diketahui oleh

masyarakat Indonesia sebelumnya. Pengambilan gambar di Lembaga Super Credit

juga merupakan usaha sutradara dalam menunjukkan realitas lain tentang sosok TKW

yang bekerja di Hongkong. Bahwa TKW memiliki permasalahan lain selain

permasalahan kekerasan yang dialami oleh TKW seperti yang digembar-gemborkan

di media sering ini.

Pengambilan gambar (setting) yang dilakukan oleh sutradara dalam film

Minggu Pagi di Victoria Park ini merupakan upaya sutradara untuk memperkuatkan

ideologi atau pesan yang ingin ia sampaikan melalui film. Tak ada setting dimana

TKW mengalami kekerasan karena memang sutradara tidak ingin menampilkan sosok

TKW yang disiksa dan menderita namun ingin menunjukkan sosok TKW yang

terampil dan moderen, oleh karena itu sutradara memilih Hongkong sebagai setting

utama karena memang di Hongkong kasus tentang kekerasan terhadap TKW memang

minim. Sehingga berarti pengambilan gambar (setting) mendukung dan menunjang

keberhasilan karena membawa atmosfer realitas obyektif tentang TKW yang

diketahui masyarakat menjadi sebuah realitas simbolik yang dipercayai kebenarannya.

b. Kostum dan Tata rias

Kostum yang dipakai oleh pemeran didalam film Minggu Pagi di Victoria Park

juga sebagai bentuk representasi dari TKW selama ini. Pakaian sederhana dan make

up tipis bahkan tidak ada, digambarkan dalam kehidupan sehari-hari para TKW yang

bekerja di Hongkong. Namun merupakan fenomena yang unik dan sudah diketahui

Page 7: BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6975/6/T1_362009008_BAB VI.pdfadalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang

115

masyarakat luas termasuk Indonesia, dimana para TKW saat berada di Victoria Park

akan menggunakan pakaian yang terbaik bahkan modern menurut mereka dan

berdandan dengan make up yang cukup tebal. Penggunaan kostum dan tata rias yang

disesuaikan dengan realitas yang sesungguhnya ini merupakan tujuan dari sutradara

untuk merekam realitas yang memang benar adanya tentang sosok TKW saat berada

di Victoria Park ke dalam realitas simbolik yaitu dalam bentuk film.

c. Pencahayaan

Pencahayaan merupakan elemen penting dalam suatu proses pengambilan

gambar. Tanpa cahaya sebuah film tidak akan terwujud. Seluruh gambar dalam film

bisa dikatakan merupakan hasil manipulasi cahaya. Tata cahaya dalam film secara

umum dapat dikelompokkan kedalam empat unsur, yakni kualitas, arah, sumber serta

warna cahaya. (Pratista, 2008:75)

Dalam film Minggu Pagi di Victoria Park, pencahayaan digunakan hanya

untuk menunjukkan keadaan waktu adegan yang sedang berlangsung, pagi hari, sore

hari atau malam hari.

d. Akting

Akting pemain merupakan salah satu faktor penting yang dapat menunjukkan

kualitas sebuah film. Kemampuan akting seorang aktor dapat diukur melalui seberapa

besar ia dapat memerankan karakternya dalam sebuah film. Penampilan seorang aktor

dalam film secara umum dapat dibagi menjadi dua yakni visual dan audio. Secara

visual menyangkut aspek fisik yakni gerak tubuh (gestur) serta ekspresi wajah. Secara

audio yakni dialog yang meliputi bahasa bicara dan aksen. (Pratista, 2008:84)

Sehingga bisa dikatakan kemampuan akting dari aktor yang memainkan

perannya dalam film Minggu Pagi di Victoria Park ini sangat baik karena sering kali

mendapatkan penghargaan dari ajang perfilman yang bergengsi seperti Festival Film

Bandung dan Indonesia Movie Award. Seperti Penghargaan Pemeran Pembantu

Wanita Terpuji FFB 2011 diraih oleh Titi Sjuman yang berperan menjadi Sekar,

Penghargaan Pemeran Utama Wanita Terpuji FFB 2011 yang diraih oleh Lola Amaria

yang berperan menjadi Mayang, kemudian Penghargaan sebagai Pemeran Utama

Wanita terbaik yang diraih oleh Titi Sjuman di dalam ajang Indonesia Movie Awards

Page 8: BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6975/6/T1_362009008_BAB VI.pdfadalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang

116

2011 serta penghargaan lain yang didapat oleh aktor-aktor yang turut serta membantu

dalam film Minggu Pagi di Victoria Park.

6.2.2 Framing

6.2.2.1 Bentuk dan Dimensi Frame

Unsur sinematografi secara umum dapat dibagi menjadi tiga aspek, yakni :

kamera dan film, framing, serta durasi gambar. Kamera dan film mencakup teknik-

teknik yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok filmnya, seperti warna,

penggunaan lensa, kecepatan gerak gambar, dan sebagainya. Framing adalah

hubungan kamera dengan obyek akan diambil, seperti batasan wilayah gambar atau

frame , jarak, ketinggian, pergerakan kamera dan seterusnya. Sementara durasi

gambar mencakup lamanya sebuah obyek diambil gambar oleh kamera. Bentuk dan

dimensi frame sering disebut juga dengan aspect ratio. Dalam perkembangannya,

aspect ratio sangat bervariasi ukurannya namun secara umum dibagi menjadi dua

jenis, full screen dan wide screen. (Pratista, 2008:100) Pada film Minggu Pagi di

Victoria Park penggunaan frame memiliki ukuran widescreen.

Frame widescreen

6.2.2.2 Jarak dan Sudut kamera terhadap Obyek

Teknik pengambilan gambar dalam film sangat dipengaruhi oleh letak dan

posisi kamera dimana kamera akan mengambil gambar yang sesuai dengan adegan

serta latar dalam sebuah film. Jarak yang dimaksud adalah dimensi jarak kamera

terhadap obyek dalam frame (Pratista,2008;104). Ada beberapa macam jarak

pengambilan obyek dalam kamera antara lain extreme long shot, long shot, medium

long shot, medium shot, medium close up, close up dan extreme close-up. Jarak

pengambilan obyek yang sering dilakukan pada film Minggu Pagi di Victoria Park

Page 9: BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6975/6/T1_362009008_BAB VI.pdfadalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang

117

adalah long shot dan medium shot, karena adegan dalam film ini lebih sering

memfokuskan terhadap dialog dari tokoh.

Long shot Medium shot

Sudut kamera adalah pandang kamera terhadap obyek yang berada dalam

frame. Secara umum sudut kamera dapat dibagi menjadi tiga yakni high angle

(kamera melihat obyek dalam frame yang berada dibawahnya), straight-on-angle

(kamera melihat obyek dalam frame secara lurus), serta low-angle (kamera melihat

obyek dalam frame yang berada di atasnya) (Pratista,2008:106). Film Minggu Pagi di

Victoria Park ini menggunakan sudut kamera straight-on-angle.

Straight-on-angle

6.2.2.3 Editing

Editing merupakan sebuah proses dimana ketika pengambilan gambar-gambar

dalam suatu produksi film telah selesai maka akan memasuki tahapan yang disebut

dengan editing. Definisi editing menurut Pratista (2008:123) adalah teknik-teknik

yang digunakan untuk menghubungkan tiap shotnya. Berdasarkan aspek temporal,

editing dibagi menjadi dua jenis yakni, editing kontinu dan editing diskontinu. Pada

film Minggu Pagi di Victoria Park editing yang digunakan adalah editing kontinu

karena pindahan shot terjadi tanpa terjadi lompatan waktu.

Page 10: BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6975/6/T1_362009008_BAB VI.pdfadalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang

118

Transisi shot dalam film umumnya dilakukan dalam empat bentuk yakni cut,

fade in/out, dissolve serta wipe. Dalam film Minggu Pagi di Victoria Park penggunaan

transisi shot lebih ke dalam bentuk cut karena perpindahan transisi shot ke shot

lainnya secara langsung. Bentuk transisi cut ini yang paling umum dan bisa digunakan

untuk editing kontinu dan diskontinu.

6.2.2.4 Suara

Salah satu unsur penting dalam film adalah suara. Suara mewakili aspek audio

yang wajib ada di era perfilman modern. Suara adalah segala hal dalam film yang

mampu ditangkap melalui indra pendengaran (Pratista,2008:2). Suara dalam film

secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yakni dialog, musik, dan efek

suara. Dalam penelitian ini hanya mengambil unsur dialog dalam film Minggu Pagi di

Victoria Park. Dialog adalah bahasa komunikasi verbal yang digunakan semua

karakter di dalam maupun di luar cerita film (narasi) (Pratista,2008:149). Dialog

merupakan sebuah komponen penting dalam sebuah film. Tanpa adanya dialog maka

pemirsa akan kesulitan untuk memahami maksud dan jalan cerita dalam film. Selain

itu, dialog juga dapat menunjukkan ciri watak atau karakteristik pada seorang tokoh.

Dialog tidak bisa lepas dari bahasa, karena tanpa adanya bahasa, komunikasi tidak

dapat tersampaikan dengan baik.

Bahasa yang terdapat dalam sebuah dialog film mirip seperti sebuah

permainan kata atau penggunaan kata yang terkadang memiliki pengertian yang sulit

dipahami sehingga sering mengakibatkan pelanggaran atau penyimpangan terhadap

aturan yang telah ada. Hal ini berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai alat untuk

berkomunikasi haruslah dipahami secara tepat oleh penutur dan mitra tuturnya

sehingga penggunaannya tidak menimbulkan salah pengertian. Makna tersurat suatu

ujaran dapat dimengerti dengan mencari arti semantis kata-kata yang membentuk

ujaran tersebut. Sementara itu, untuk memahami makna tersirat suatu ujaran,

pengetahuan semantis saja tidaklah memadai, diperlukan pengetahuan pragmatik.

Fungsi dan makna bahasa yang tidak dapat dianalisis dalam pendekatan

struktural dapat dijabarkan melalui pendekatan pragmatik. Pragmatik adalah cabang

ilmu bahasa yang mengkaji tentang tindak tutur yang juga mengkaji tentang cara

berbicara atau cara melakukan komunikasi yang baik dan benar sehingga pesan atau

Page 11: BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6975/6/T1_362009008_BAB VI.pdfadalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang

119

maksud dari pembicaraan tersebut dapat atau bisa ditangkap oleh lawan bicara.

Gunarwan (1994:52) menyebutkan bahwa dalam setiap ujaran manusia terdapat

makna tambahan. Makna tambahan ini akan tertangkap oleh pendengar sebagai mitra

tutur. Makna tambahan ini tidak muncul sebagai akibat adanya aturan semantis atau

sintaktis, tetapi lebih merupakan penerapan kaidah dan prinsip kerjasama. Prinsip ini

oleh Grice (1975) dinamakan prinsip kerja sama atau cooperative principle. Prinsip

kerja sama dari Grice ini adalah : Make your conversational contribution suach as

required, at the stage at which it occurs, by the accepted purpose or direction of the

talk exchange in which you are engaged. ( Buatlah kontribusi percakapan anda sesuai

dengan apa yang dibutuhkan pada saat berbicara dengan mengikuti tujuan percakapan

yang anda ikuti). Grice mengemukakan bahwa percakapan yang terjadi di dalam

anggota masyarakat dilandasi oleh sebuah prinsip dasar, yaitu prinsip kerja sama.

Grice mengemukakan bahwa dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama itu,

setiap penutur harus mematuhi empat maksim percakapan (conversational maxim)

yaitu maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of quality),

maksim relevansi (maxim of relevance) dan maksim pelaksanaan (maxim of manner)

(Schiffrin, 2007).

Berikut ini adalah analisis beberapa dialog dalam naskah film Minggu Pagi di

Victoria Park yang melanggar maksim-maksim dalam Prinsip Kerjasama yang

dikemukakan oleh Paul Grice (1975) :

a. Konteks : Dialog antara Mayang dan Rayi saat berada di bangsal kamar

balai pelatihan calon TKW. Waktu terjadinya dialog pada malam hari saat

keduanya sedang berbincang santai sebelum makan malam. Dialog ini

terdapat pada scene pertama dan merupakan adegan pembuka dari film

Minggu Pagi di Victoria Park.

Rayi :

“ Bapakku lho telefon,katanya tetanggaku itu baru ada yang pulang, abis di

siksa sama majikannya di Malaysia. Sampai nggak bisa jalan trus mukanya

itu rusak sebelah. Lha bapakku itu takut nek aku kayak gitu”

Mayang:

“Lha terus kamu disuruh pulang?”

Page 12: BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6975/6/T1_362009008_BAB VI.pdfadalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang

120

Rayi:

“Ya iya lah yang, tapi aku ga mau seh”

Dialog diatas melanggar Maksim Relevansi yang dimana setiap peserta

tutur memberikan konstribusi relevan dengan pokok pembicaraan. Di dalam

dialog Rayi terdapat kalimat yang berisi berita mengenai tetangganya yang

seorang TKW yang bekerja di Malaysia disiksa oleh majikannya.

Seharusnya Mayang sebagai mitra tutur bisa menanyakan keadaan dari

tetangga Rayi, namun secara tersurat (eksplisit) ia malah menanyakan hal

yang tidak terlihat relevansinya dengan pokok pembicaraan. Namun

pertanyaan Mayang “Lha terus kamu disuruh pulang?” merupakan respon

yang tersirat (implisit) yang sebenarnya relevan. Karena semua calon TKW

dan keluarga TKW sudah mengetahui resiko yang akan dihadapi TKW saat

bekerja nanti dan pertanyaan Mayang mempertanyakan keyakinan Rayi dan

keluarganya tentang keyakinan dan kemauannya bekerja sebagai TKW

karena pekerjaan TKW mengandung banyak resiko.

b. Konteks : Dialog antara Mayang dan Rayi saat berada di bangsal kamar

balai pelatihan calon TKW. Waktu terjadinya dialog pada malam hari saat

keduanya sedang berbincang santai sebelum makan malam. Dialog ini

terdapat pada scene pertama dan merupakan adegan pembuka dari film

Minggu Pagi di Victoria Park.

Mayang:

“ Yik,emang kamu ga takut disiksa”

Rayi:

“ Lha kalau aku takut lho, ngapain aku ada disini, tapi kalau misalnya

bapakku tetep maksa aku pulang, ya wes aku titip cita-citaku ke kamu

ya, ya yang ya”

Mayang:

“Memangnya jadi TKW itu cita-citamu? Mentang-mentang sebutane

pahlawan devisa ta, trus kamu berharap dihargai sama negara, iyo?”

Page 13: BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6975/6/T1_362009008_BAB VI.pdfadalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang

121

Rayi :

“Cita-citaku itu kalau misalnya aku nanti mati itu, aku itu sudah

melakukan sesuatu buat orang lain, ngono lho yang”

Dialog diatas melanggar maksim kuantitas dan maksim cara. Saat Mayang

menanyakan apakah Rayi tidak takut disiksa saat nanti bekerja sebagai

TKW. Seharusnya Rayi bisa mengatakan “Ya” atau “ Tidak”. Namun Rayi

malah mengatakan hal yang melebihi dari yang dipertanyakan oleh Mayang

dan secara tersurat menyampaikan bahwa TKW adalah cita-cita Rayi dan

itu melanggar maksim kuantitas. Kemudian pada dialog selanjutnya saat

Mayang menanyakan apakah TKW adalah cita-cita Rayi dan apakah karena

TKW mendapat sebutan pahlawan devisa, jawaban Rayi malah terkesan

kabur dan berlebihan dan hal itu melanggar maksim cara. Walaupun yang

tersurat terlihat tidak relevan namun hal yang tersirat dalam percakapan

diatas bermaksud memperjelas bahwa dengan bekerja sebagai TKW, Rayi

dapat melakukan sesuatu bagi keluarganya yaitu membantu meningkatkan

perekonomian keluarganya karena seperti diketahui bersama gaji menjadi

TKW cukup besar. Namun TKW juga tidak terlalu memikirkan sebutan

tentang pahlawan devisa yang selama ini disematkan kepadanya karena

seperti yang diketahui bersama sebutan itu hanya Cuma sebutan tanpa ada

tindakan lanjut dari Negara.

c. Konteks : Dialog ini terdapat pada scene ke 72 dan waktu kejadian

adalah siang hari. Dimana Mayang pergi ke lembaga Super Credit, tempat

Sekar, adiknya selama ini berhutang dan memiliki bunga pembayarannya

yang sangat besar hingga menyusahkan keberadaan Sekar di Hongkong.

Lalu Mayang bertemu dengan TKW lainnya yang akan meminjam uang di

lembaga tersebut.

Wanita baju kuning :

“Keentekan duit juga ya?”

Mayang :

(senyum) “Kamu?”

Page 14: BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6975/6/T1_362009008_BAB VI.pdfadalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang

122

Wanita baju kuning :

“ Ya,sama gimana nggak habis, lha wong bojoku minta duit terus.

Kemarin minta duit handphone. Eh,minta duit lagi buat nyicil sepeda

motor katanya. Dia pikir aku gak mati-matian kerja disini. Awas nek

duit’e nggo macem-macem. Ngamuk aku. Kalo kamu?”

Dialog diatas melanggar maksim kuantitas dimana saat Mayang diberi

pertanyaan oleh TKW lain yang akan meminjam uang, tidak menjawab

dengan “Ya” atau “Tidak” namun malah mempertanyakan kembali.

Kemudian TKW lain tidak menjawab jawaban dengan secukupnya namun

memberikan informasi yang berlebihan. Hal yang tersirat dalam dialog

diatas TKW menjadi tulang punggung bagi keluarganya yang berada di

tanah air, TKW harus bekerja keras mencari uang untuk mencukupi

kebutuhan keluarga bahkan sampai meminjam uang.

d. Konteks : Dialog ini terdapat didalam scene ke 21 yang terjadi pada

siang hari. Dialog ini merupakan pembicaraan Mayang dan Sari di dalam

perjalanan pulang menuju apartemen setelah pulang menjemput anak

majikannya.

Sari :

“ Kedua, memangnya apa yang salah sama kita? Kau malu ya jadi TKW?”

Mayang :

“Babu”

Sari :

“ Yo opolah, kamu malu? Memangnya pekerjaan ini nggak baik? Gak

halal? Hei, kamu ngerti nggak artinya pahlawan devisa?”

Mayang :

“ Heh, pahlawan devisa apa tho? Itu kan Cuma sebutannya orang-orang

Indonesia saja buat kita”

Sari :

“ Orang-orang asik namain kita macem-macem, kayak mereka yang paling

tahu artinya, mereka berkoar-koar tentang kita, tapi ya nggak nglakuin apa-

apa juga”

Page 15: BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6975/6/T1_362009008_BAB VI.pdfadalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang

123

Mayang :

“ Sei Jun”

Sari :

“ Selain makan dhuwit yang kita kasih ke negara, ya lewat devisa itu tadi”

Mayang :

“Hei kamu ngomong keras gini ke aku ki percuma, ngomomg’o sama

orang-orang yang kamu bilang Cuma bisa koar-koar tadi”

Sari :

“Paling ndak dari kamunya dulu, diyakinkan kalau yang kamu kerja ini

nggak lebih rendah dari kerjaan lain”

Dialog diatas melanggar maksim kuantitas, karena jawaban dari setiap

pertanyaan cenderung tidak secukupnya namun mengandung banyak

informasi didalamnya. Hal yang tersirat didalam dialog diatas adalah

Tenaga Kerja Indonesia khususnya TKW memiliki rasa kecewa kepada

pemerintah Indonesia karena kurang pedulinya kepada nasib mereka

padahal mereka sedikit banyak telah menyumbang devisa untuk

meningkatkan perekonomian negara.

e. Konteks : Adegan ini terjadi di Victoria Park saat para TKW sedang

berkumpul bersama.

Tuti :

“ Sido mulih rong dino meneh?”

Teman TKW :

“ Deg-deg’an ki lho”

Tuti :

“ Lha napa kok deg-deg’an?”

Teman TKW :

“ Ini kan pertama kalinya aku pulang, aku denger situasi di bandara serem”

Page 16: BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6975/6/T1_362009008_BAB VI.pdfadalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang

124

Tuti :

“ Ser, TKI koyok dewe iki, sering jadi inceran ning terminal papat yo

mbak”

Teman TKW :

“ Yo makane semua uangku wes tak kirim langsung ning kampung, jadi

bawa uang sedikit aja di tas”

Tuti : “ Bagus itu, pancen kudu kaya ngono kan, biasane ya ngono kabeh”

Dialog diatas melanggar maksim relevansi, dimana saat Tuti menanyakan

apakah temannya itu jadi pulang ke Indonesia, jawaban yang diberikan

terkesan kabur dan tidak jelas namun sebenarnya karena adanya persamaan

latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang sama antara

penutur dan lawan tutur maka komunikasi masih tetap bisa berjalan. Hal

yang tersirat didalam dialog diatas adalah Tenaga kerja wanita sudah

mengetahui adanya perilaku diskriminasi dan pelanggaran hak-hak mereka

karena bila mereka kembali ke Indonesia akan ada pungutan liar dari pihak-

pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal ini disebabkan kurangnya hukum

atau keadilan bagi tenaga kerja wanita yang disediakan oleh negara.

Berdasarkan tujuh realitas sosial menurut Soerjono Soekanto, penulis

menganalisa realitas sosial TKW yang dibangun didalam film Minggu Pagi di

Victoria Park ini, sebagai berikut:

1. Interaksi Sosial

Interaksi sosial yang digambarkan di dalam film ini adalah interaksi

yang dilakukan oleh sesama TKW saat berada di Hongkong. Saat

mereka berinteraksi dengan sesama TKW mereka masih menggunakan

bahasa Indonesia bahkan bahasa daerah seperti bahasa Jawa, sehingga

bisa dikatakan di dalam film ini digambarkan TKW tidak melupakan

asal mereka.

Page 17: BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6975/6/T1_362009008_BAB VI.pdfadalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang

125

2. Kebudayaan

Bahasa kanton adalah bahasa yang TKW gunakan untuk

mempertahankan diri di Hongkong. Melalui bahasa sebagai pengantar

berkomunikasi inilah mereka bisa berinteraksi satu dengan yang lain.

Budaya di Hongkong yang terkenal bebas juga sedikit banyak

mempengaruhi pola pikir TKW.

3. Nilai dan Norma Sosial

Nilai yang dianut oleh TKW sebenarnya adalah nilai timur atau budaya

timur yang terkenal akan kesopanan dan keteraturan dalam

bermasyarakat. Namun sejak berada di Hongkong seolah-olah budaya

itu hilang dan nilai-nilai yang mereka anut menjadi berbeda. TKW

mulai bertindak bebas dalam melakukan segala sesuatu apa yang

mereka inginkan. Sehingga fenomena seperti lesbianisme sudah

dipandang biasa padahal tidak sesuai dengan budaya asal mereka.

Norma sosial di Hongkong tidak seperti di Indonesia. Hukuman Cuma

diuntukkan bagi yang melanggar kasus hukum, misal TKW ilegal.

4. Stratifikasi Sosial

Pekerjaan sebagai TKW yang biasanya hanya berurusan dengan ranah

domestik ( pembantu rumah tangga) membuat TKW memiliki status

yang rendah di masyarakat Hongkong sendiri. Namun yang berbeda

tampak setelah TKW sedang menikmati masa liburan mereka, TKW

boleh melakukan apa saja dan itu bebas tanpa dibatasi bahwa mereka

adalah seorang TKW.

5. Status Sosial

Status sosial TKW yang digambarkan di dalam film Minggu Pagi di

Victoria Park ini digambarkan memiliki kedudukan sebagai tulang

punggung di dalam keluarga, kedudukan sebagai pahlawan devisa di

dalam negara, dan kedudukan sebagai wanita yang bebas berekspresi

dan bergaul di dalam lingkungan sosialnya.

Page 18: BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6975/6/T1_362009008_BAB VI.pdfadalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang

126

6. Peran Sosial

Peran sosial yang ditunjukkan oleh TKW di dalam film ini adalah saat

ia memiliki kedudukan sebagai tulang punggung keluarga, mereka akan

bekerja keras untuk bekerja sehingga menghasilkan uang yang banyak

yang bisa ia kirimkan ke keluarganya di Indonesia. Bahkan rela sampai

berhutang agar tetap mencukupi kebutuhan hidup keluarga.

7. Perubahan Sosial

Perempuan yang sederhana, tertutup, penakut, dan masih banyak hal

lain yang sering digambarkan tentang sosok perempuan. Namun sosok

perempuan yang berbeda yang dapat ditemukan di dalam diri seorang

TKW. Perempuan yang berani bertindak bahkan mengungkapkan

pendapat, mau berjuang untuk keluarga, moderen dan bebas melakukan

apa pun yang ia sukai, itulah yang tergambarkan dalam sosok TKW di

dalam film ini.

Sehingga berdasarkan hasil analisa film Minggu Pagi di Victoria Park

berdasarkan unsur naratif dan unsur sinematik dapat ditemukan konstruksi yang

dilakukan oleh sutradara dalam menggambarkan realitas sosial TKW yang bekerja di

Hongkong dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Kisah yang diangkat dalam film Minggu Pagi di Victoria Park ini

adalah perjuangan TKW yang bekerja di Hongkong yang didukung

dengan judul film, isi cerita, setting dan kostum yang sesuai dengan

pesan yang ingin disampaikan kepada penonton.

2. Teknik sinematografi dari film Minggu Pagi di Victoria Park ini

terkesan masih sangat umum karena tidak memiliki teknik-teknik

pengambilan gambar yang special.

3. Isu yang diangkat tentang seputar TKW dan wacana pahlawan devisa

masih sangat dangkal karena sedikit adegan yang mengupas hal tersebut

dan lebih menonjolkan ke aspek drama persaudaraan Mayang dan Sekar

dan kisah percintaan antar TKW.

Page 19: BAB VI KONSTRUKSI PESAN FILM MINGGU PAGI DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6975/6/T1_362009008_BAB VI.pdfadalah interpretasi dari simbol-simbol tersebut sebagai makna yang

127

4. Sutradara berusaha mengkonstruksikan sosok TKW yang tidak biasa.

TKW yang kurang terampil dan mengalami kekerasan dari majikan

tidak ditampilkan didalam film ini. Sehingga membukakan mata

penonton bahwa masih banyak TKW yang memiliki majikan yang

menganggapnya keluarga dan sukses di negeri orang.

5. Realitas sosial mengenai TKW di dalam film ini memang digambarkan

sedekat mungkin dengan kenyataan yang ada namun masih memiliki

perbedaan karena film Minggu Pagi di Victoria Park ini adalah film

drama yang lebih menonjolkan aspek dramatisasi bukan realitas yang

ada langsung di refleksikan seperti pada film dokumenter.