bab vi karakter fisik kawasan di kota … › wp-content › uploads › ...bukit tuk mas sebagai...
TRANSCRIPT
193
BAB VI
KARAKTER FISIK KAWASAN DI KOTA MAGELANG
6.1 Alam sebagai Inspirasi dalam Perkembangan Kota Magelang
Mengacu pada bab empat dan lima yang menceritakan tentang seting
ruang kota dan bentuk fisik kotanya, alam menjadi inspirasi masyarakat berdasar
empat konsep yang diyakini, yaitu (1) kesucian, (2) kesuburan, (3) keindahan dan
(4) kestrategisan. Lembah strategis yang dibentuk oleh beberapa gunung yang
mengelilinginya telah membentuk lahan yang subur serta sebagai tempat yang
tepat untuk menikmati keindahan alam. Keyakinan tersebut berkembang karena
adanya keyakinan bahwa gunung-gunung yang mengelilingi lembah merupakan
gunung yang suci yang membentuk karakter lembah menjadi lembah yang suci,
subur, indah dan strategis.
Gambar 6.1 Alam menjadi inspirasi masyarakat dalam mengembangkan kota
194
Gambar 6.2 Alam sebagai inspirasi masyarakat dalam mengembangkan kota
(sumber : Utami, 2011)
Gunung
pembentuk keindahan
Gunung
pembentuk kestrategisan
Gunung
pembentuk kesuburan
Gunung
pembentuk kesucian
Bukit yang berada di
kelilingi gunung
pembentuk kesucian
Gunung
pembentuk kesucian
Gunung
pembentuk keindahan Gunung
pembentuk kesuburan
Gunung
pembentuk kestrategisan
Gunung yang mengelilingi Kota Magelang
membentuk tanah yang subur di lembah, serta
membentuk keindahan yang bisa dilihat dari
Kota Magelang
Lembah Magelang terbentuk sebagai lembah
strategis karena berada di cekungan gunung-
gunung yang mengelilinginya
195
6.2 Karakter Kawasan di Kota Magelang yang Terinspirasi oleh Alam
Alam Kota Magelang sejak periode kerajaan sampai periode tahun
1980an, telah menjadi inspirasi dalam mengembangkan Kota Magelang dengan
karakter kawasan masing-masing periode. Masyarakat, termasuk pemerintah dan
investor, mengembangkan kota berdasarkan empat konsep yang diyakini, yaitu
kesucian, kesuburan, keindahan dan kestrategisan. Namun seiring dengan waktu,
terjadi pergeseran konsep kesuburan dan keindahan dan digantikan dengan
dominasi konsep kestrategisan untuk mendukung kepentingan perekonomian.
6.2.1 Kesucian sebagai pembentuk kawasan permukiman dan tempat ibadah
di lembah Magelang
Kesucian merupakan konsep yang berkembang pada periode Kerajaan
Mataram Kuno dan sampai saat ini masih berkembang di sebagian masyarakat.
Konsep kesucian terkait dengan posisi lembah Magelang yang dikelilingi oleh
gunung yang telah membentuk lembah yang subur, indah dan strategis. walaupun
pada akhirnya kesucian bergeser pada Bukit Tidar, namun pada kenyataannya,
Bukit Tidar tetap menjadi bagian dari keyakinan sebagai bagian dari gunung.
Terdapat beberapa kawasan suci di Kota Magelang dan sekitarnya sebagai
bagian alam. Dibawah ini akan diuraikan beberapa kawasan yang memberikan
karakter pada Kota Magelang yang terkait dengan konsep kesucian.
1. Bukit Tuk Mas sebagai bukit yang disucikan
Kesucian dengan tujuh gunung (Gambar 6.2) didukung dengan aliran
sungai yang mengalir yang mempunyai hubungan langsung dengan Bukit Tuk
Mas (Sarkar 1969:197; Degroot 2010:100, wawancara masyarakat setempat,
2009). Gunung yang mengelilingi dan Sungai Elo yang mengalir membentuk
Bukit Tuk Mas sebagai kawasan yang disucikan dan dijadikan sebagai tempat
untuk berdoa. Perletakan prasasti yang berada di bukit terinspirasi karena
daerah tersebut tinggi yang diyakini bisa untuk menyembah dewa yang tinggal
di tempat yang lebih tinggi yaitu gunung atau yang dikenal sebagai pentirtaan.
196
Gambar 6.3 Alam membentuk Bukit Tuk Mas sebagai daerah yang disucikan
(sumber : Utami, 2011; foto : Utami 2012)
Tempat Dewa Tempat Dewa
Tempat Dewa
Bukit disucikan karena berada di
tempat yang lebih tinggi daripada
sekitarnya dan dikelilingi gunung suci
Bukit
Tuk Mas
Sungai Elo
Bukit Tuk Mas
digunakan sebagai
tempat untuk berdoa
Prasasti Tuk Mas
Pemandangan dari Bukit Tuk Mas
tahun 2012
197
2. Bukit Tidar sebagai bukit yang disucikan
Bukit Tidar merupakan bagian dari alam yang disucikan oleh masyarakat
setempat dan pendatang dengan meyakininya sebagai penyimbang alam, dari
aspek kosmologis, religious, spiritual maupun lingkungan.
Gambar 6.4 Alam membentuk Bukit Tidar sebagai bukit suci
(sumber : Utami, 2011)
Bukit Tidar disucikan
karena dianggap sebagai
Paku Pulau Jawa
Bukit Tidar berada di lembah yang dikelilingi gunung
Simbol kesucian
yang diyakini masyarakat
pada Bukit Tidar
Tugu 3S Salah satu makam untuk berdoa
198
Tata ruang dengan kehidupannya berkembang seiring dengan kebutuhan
ruang manusia di Bukit Tidar dan sekitarnya. Pembukaan kembali lahan pada
periode Kerajaan Demak setelah ditinggal pada saat Kerajaan Mataram
pindah, semakin berkembang pesat pada saat terbentuknya kebondalem. Bukit
Tidar dipercaya masyarakat sebagai paku pulau Jawa (sampai saat ini banyak
masyarakat yang tetap mempercayainya) dan dianggap sebagai lahan
permukiman yang tenang dan nyaman yang didukung dengan lahan pertanian.
3. Wanua Poh (Dumpoh)
Masyarakat mengembangkan Desa/Kampung Poh atau Dumpoh selain
sebagai tempat ibadah, juga sebagai daerah permukiman di sekitar bukit
kecilnya44
. Seiring dengan waktu permukiman semakin berkembang apalagi
hal ini juga didukung keberadaan sungai yang berada di sebelah Barat
kampung Dumpoh sebagai sumber kehidupan. Pada periode Mataram Kuno,
wanua Dumpoh berkembang pesat seiring dengan perkembangan Mantyasih
(Meteseh) sebagai salah satu pusat kegiatan masyarakat dan kerajaan.
Permukiman yang berada di sekitar Poh mendukung adanya status sima
(tempat untuk bersembayang) pada daerahnya.
6.2.2 Kesuburan membentuk lembah Magelang sebagai gudang makanan
dan perkebunan
Kesuburan yang terbentuk oleh kegiatan gunung telah mempengaruhi
masyarakat dalam mengembangkan kota. Walaupun telah terjadi degradasi
seiring dengan adanya perubahan tata guna lahan, namun karakter lembah
cenderung tetap yaitu mempunyai tanah yang subur. Beberapa kawasan yang
bisa menceritakan tentang kesuburan kota sebagai bagian dari alam yaitu :
44
Terdapat makam Kyai Dumpoh yang dipercaya merupakan orang pertama yang membuka
daerah tersebut
199
1. Lembah Sungai Elo dan Progo
Kesuburan terlihat jelas pada masa lalu, yaitu pada periode kerajaan
yang selalu didatangi karena lembah yang subur dengan sungai yang selalu
mengalir. Pada periode ini Mataram Kuno dan Baru banyak diceritakan
sawah-sawah yang dikerjakan oleh masyarakat baik yang terdapat di
lembah Magelang maupun yang berada di kaki gunung di sekitar lembah
Magelang.
Gambar 6.5 Pergeseran lahan pertanian menjadi permukiman
(sumber : Utami, 2012)
Namun seiring dengan tuntutan kebutuhan ruang untuk
permukiman, lembah Magelang bergeser menjadi pusat kegiatan karena
letaknya yang strategis. Lahan pertanian yang berada di lembah, hanya
terkonsentrasi pada pinggir sungai dan pada beberapa kawasan yang
dianggap tidak menguntungkan untuk dibangun permukiman.
Lembah sebagai lahan pertanian
Lembah sebagai lahan pertanian
Permukiman
Lembah sebagai daerah permukiman
dan pusat perekonomian
Pertanian Pertanian
Pertanian Pertanian
Pertanian Pertanian
Periode Kerajaan
Periode Kolonial
Periode Kota Perekonomian
200
Gambar 6.6 Pergeseran lahan pertanian menjadi permukiman
(foto : Koleksi KITLV, Leiden, Belanda; Utami, 2012)
2. Sepanjang kawasan Kebon dalem
Kawasan kebon dalem yang berkembang pada pemerintahan Kerajaan
Mataram Baru menjadikan lembah Magelang yang subur selain sebagai
gudang makanan juga sebagai salah satu daerah permukiman yang
berkembang. Di satu sisi, perkebunan sudah mulai tergambar dengan jelas
Lembah Kota Magelang pada tahun 1900 sebagai lahan pertanian
Lembah Kota Magelang tahun 2010 dan 2011 sebagai daerah permukiman dan pusat perekonomian
Lahan pertanian di pinggir Sungai Progo
201
dengan beberapa jenis tanaman. Lahan pertanian tidak hanya didominasi
oleh pertanian, namun juga sudah banyak digunakan sebagai lahan-lahan
perkebunan. Kawasan berada di lembah Magelang dengan pusat kegiatan
di sekitar alun-alun saat ini. Lahan-lahan pertanian tersebar di seluruh
lembah Magelang dengan diselingi beberapa permukiman masyarakat.
Deretan kebun yang diawali pada periode Kerajaan Demak dan
berkembang pesat pada periode Mataram Baru, yaitu kebun bayam, kebun
polo, kebun karet, kebun jambu dan kebun kemiri yang berderet dari
Selatan ke Utara. Saat ini daerah-daerah tersebut sudah banyak berubah
sebagai daerah permukiman dan pertokoan.
Gambar 6.7 Lahan pertanian, perkebunan dan permukiman di Kebon
dalem dan perubahannya
(foto : Koleksi KITLV, Leiden, Belanda; Utami, 2012)
Permukiman Pertanian
Pertanian
Perkebunan
Sawah di Kampung Karet Persawahan dan perkebunan
202
3. Lahan pertanian dan perkebunan di tepi sungai dan lembah Magelang
sebagai daerah pengolahan hasil pertanian dan perkebunan.
Beberapa kawasan di sepanjang Sungai Elo dan Progo pada periode
kolonial dikembangkan sebagai daerah pertanian dan perkebunan. Lahan
–lahan tersebut berkembang seiring dengan perkembangan lembah
Magelang sebagai sebuah distrik dengan fungsi daerahnya sebagai pusat
pemerintahan. Fungsi tersebut telah menggeser beberapa daerah pertanian
menjadi permukiman dengan beberapa lahan perkebunan yang masih
tersisa di beberapa kawasan. Keberadaan distrik/kotapraja Magelang
sebagai daerah strategis yang didukung daerah-daerah di sekelilingnya
mendorong pemerintah bekerja sama dengan investor membangun
beberapa fasilitas pengolahan hasil perkebunan dan pertanian.
Gambar 6.8 Lahan pertanian – perkebunan dan pabrik pengolahannya
pada masa kolonial
(sumber : Utami, 2012)
4. Taman Kyai Langgeng sebagai taman kota di Magelang
Taman Kyai Langgeng adalah salah satu kawasan yang masih
memperlihatkan kesuburan lembah Magelang. Berbagai tanaman bisa
terlihat berkembang baik dan subur. Ini memperlihatkan kesuburan
lembah Magelang sebagai bagian dari potensi alam yang dibentuk gunung,
yang masih ada sampai saat ini dengan konsep yang lebih menyempit..
Taman Kyai Langgeng awalnya dikenal dengan Taman Bunga (TB)
sebagai laboratorium terbuka untuk untuk mempelajari perkembangbiakan
tanaman.
Permukiman
Pertanian
Pabrik Pabrik
Permukiman
203
Gambar 6.9 Taman Kyai Langgeng sebagai taman kota di Magelang
dengan kesuburan tanahnya
(sumber : Utami, 2012)
6.2.3 Keindahan Membentuk Lembah Magelang sebagai Kota
Peristirahatan
Keindahan yang bisa dinikmati dari lembah Magelang terbentuk karena
gunung-gunung yang mengelilingi lembah dengan hiasan kaki gunungnya serta
pegunungan Menoreh serta sungai sebagai bagian dari alam. Beberapa kawasan
di Magelang yang berkembang seiring dengan lembah strategis untuk menikmati
keindahan pada periode kerajaan antara lain adalah :
1. Bukit Tuk Mas
Bukit Tuk Mas yang diperkirakan sudah ada sebelum periode Mataram
Kuno berkembang, digunakan sebagai tempat untuk menikmati keindahan
alam. Bukit Tuk Mas sebagai bukit yang paling tinggi diantara beberapa
gundukan tanah di lembah Magelang di sepanjang Sungai Elo. Dari bukit ini
bisa menikmati keindahan alam baik pada arah gunung dan pegunungan serta
aliran Sungai Elo yang sangat jernih dan disucikan pada saat itu.
Tempat wisata Lahan yang subur
Tanah yang subur menjadi pertimbangan dijadikan sebagai labolatorium terbuka untuk tanaman
204
Gambar 6.10 Pemandangan yang terbentuk dari Bukit Tuk Mas
(sumber : Utami, 2012)
2. Desa Mantyasih
Mantyasih sebagai salah satu daerah permukiman yang berkembang pada
masa Kerajaan Mataram Kuno dengan tata kehidupan masyarakatnya.
Diceritakan tentang tata kehidupan masyarakatnya serta kondisi alam yang
bisa dilihat dari beberapa daerah, salah satunya dari Mantyasih atau Meteseh
yang menyebutkan Gunung Sumbing dan Sindoro. Pemandangan alam yang
bisa dilihat dengan membandingkan kondisi pada saat ini. Pada periode ini
memang tidak bisa banyak dijelaskan tentang kondisi permukimannya namun
dari penulisan di batu prasasti serta adanya gambaran pada relief-relief candi,
bisa diperkirakan bahwa pada saat itu masyarakat bisa menikmati keindahan
alam yang terbentuk di dataran Kedu hanya dengan berdiri di suatu daerah.
Hal ini bisa dipahami karena pada saat itu tingkat kepadatan permukiman
masih sangat rendah dengan bangunan tradisionalnya.
Kaki Gunung
Kaki Gunung Bukit Tuk Mas
Sungai Sungai
Pemandangan ke gunung dan kaki gunung
Pemandangan ke gunung dan kaki gunung
Bukit Tuk Mas
Lokasi yang lebih tinggi dari pada lembah, membentuk Bukit Tuk Mas sebagai tempat untuk bisa menikmati keindahan alam di sekitarnya
205
Gambar 6.11 Pemandangan gunung yang bisa dinikmati di wanua Mantyasih
(Sumber : Utami, 2012 mengacu pada prasasti Mantyasih)
3. Kebon Dalem
Kademangan Magelang berkembang sebagai salah satu kademangan yang
bertugas menyediakan bahan makanan dengan didukung adanya deretan
perkebunan.
Gambar 6.12 Pemandangan yang bisa dinikmati dari Kebondalem
(Sumber : Utami, 2012)
Wanua Mantyasih
Panorama ke gunung dan kaki gunung
Sungai Progo
Kebondalem
Kebondalem sebagai tempat yang mempunyai
pemandangan yang indah ke sekelilingnya
206
Namun disatu sisi dengan pemandangan alam yang sangat indah,
kademangan juga berkembang sebagai daerah untuk beristirahat karena
keindahan alamnya. Pusat kegiatan berkembang sebagai daerah untuk
menikmati pemandangan alam yang terbentuk baik ke arah bagian Barat
maupun bagian Timur. Di bagian Barat terbentuk pemandangan alam gunung
kembar Sumbing dan Sindoro, serta Pegunungan Menoreh. Sementara di
sebelah Timur pemandangan alam gunung Merapi dan Merbabu, di Utara
terdapat Gunung Prahu, Ungaran dan Andong serta di Selatan terdapat Bukit
Tidar.
Sementara itu, kawasan di Kota Magelang yang berkembang seiring
dengan lembah Kota Magelang sebagai lembah untuk menikmati keindahan pada
periode kolonial Inggris dan Belanda antara lain adalah :
1. Kompleks Karesidenan yang diawali sebagai tangsi Inggris
Kawasan ini awalnya dibangun beberapa tangsi Inggris dengan tujuan
selain sebagai tempat tinggal juga sebagai tempat untuk menikmati keindahan
alam. Selanjutnya berkembang beberapa bangunan karesidenan pada masa
kolonial Belanda tahun 1819 dengan dibangunnya pendopo dan kantor
karesidenan oleh JC Schultze dengan keunggulan pada pendopo rumah tinggal
residen mempunyai pemandangan yang indah ke Barat dan Timur. Berada di
halaman belakang karesidenan, tidak hanya sekedar pemandangan yang
dibentuk, akan tetapi juga beberapa collective memory terkait dengan
pertimbangan-pertimbangan yang sangat menarik pada setiap periode
perkembangan ruang.
Di bagian bawah karesidenan terdapat prasasti Mantyasih yang mampu
menceritakan bahwa daerah ini merupakan salah satu sentra kegiatan pada
abad 9. Sementara pada abad 19, terdapat satu gerakan masyarakat lokal yang
mempengaruhi pemerintah Belanda untuk segera memindahkan pusat
pertahanan dari Surakarta ke Magelang.
207
Gambar 6.13 Pemandangan alam dari kompleks karesidenan
(Sumber : Utami, 2012; foto : Koleksi KITLV, Leiden, Belanda)
Kebun di Kompleks Karesidenan Lukisan yang menggambarkan
keindahan dari karesidenan
Pendopo
208
2. Ruas Jalan Karesidenan
Ruas Jalan Karesidenan adalah kawasan hunian orang Belanda. Rumah-
rumah tersebut berdekatan dengan kompleks karesidenan sebagai pusat
pemerintahan karesidenan. Di kawasan ini, selain hunian, juga berkembang
beberapa hotel atau penginapan yang memanfaatkan lokasi tersebut sebagai
daya tarik karena keindahan panoramanya.
3. Kompleks Hotel Loze
Lompleks Hotel Loze sudah dirintis sebagai kompleks Resort Loze pada
tahun 1840 (Majalah Vooruit Magelang, 1936). Pada tahun 1932 kompleks
ini dipugar menjadi hotel modern dengan nama Hotel Loze yang tetap dengan
pertimbangan utama pada pemandangan alam yang bisa dinikmati dari hotel.
Bangunan yang menjadi bagian dari alam kota, terlihat pada bentuk bangunan
dengan selasar yang memungkinkan selain sebagai bagian dari iklim tropis,
juga sebagai tempat untuk melihat pemandangan alam dari ruang kamarnya.
Selain itu juga dari kebun-kebun di dalam kompleks.
Gambar 6.14 Hotel Loze yang dikembangkan sejak tahun 1840
(Sumber : Koleksi KITLV, Leiden, Belanda)
4. Kawasan Bayeman
Bayeman merupakan kawasan dengan desain kawasan utama Ir. Thomas
Karsten sebagai kawasan hunian orang eropa dan didukung arsitek DJ Muis
pada bangunan huniannya. Salah satu saudagar yang tinggal di kawasan
Bayeman adalah Tuan Loze pemilik Hotel Loze, dan anak keturunannya.
209
Gambar 6.15 Kondisi rumah dan jalan di Bayeman pada Tahun 1900
(foto : Koleksi KITLV, Leiden, Belanda)
Rumah Tn.Loze tahun 1900 Kondisi Jalan Bayeman tahun 1900
Panorama ke gunung di
sebelah Barat
Berada di jalan strategis dan
mempunyai akses langsung
ke pusat kota (alun-alun)
Kawasan permukiman
Elit Belanda
210
Beberapa rumah tinggal dilengkapi dengan paviliun, satu maupun dua
paviliun dengan konsep land huis. Kawasan permukiman yang awalnya
merupakan kebun bayam berkembang sebagai ruas jalan yang rindang dengan
posisi yang lebih tinggi dari pada daerah sekitarnya, mendukung untuk dapat
melihat pemandangan alam yang tercipta.
5. Kawasan guest house di Badaan
Kawasan Badaan merupakan kawasan yang banyak dipengaruhi oleh
bentukan rumah-rumah indis yang awalnya digunakan sebagai guest house
pada tahun 1920. Kawasan Badaan yang mempunyai as pada taman badaan
sebagai salah satu titik untuk melihat pemandangan ke arah Barat, ke arah
Gunung Sumbing.
Gambar 6.16 Rumah-rumah di Guest House
(foto : Utami, 2012)
Panorama ke arah Barat
211
Pada gambar di atas, terlihat pemerintah Belanda pada saat itu membangun
guest house dengan taman di tengahnya. Perencana mempertimbangkan
potensi alam yang ada dengan orientasi kearah Barat dan ke arah gunung dan
pegunungan. Hal ini sesuai dengan fungsi kawasan yaitu sebagai guest house.
Kawasan ini terbagi dalam beberapa fungsi bangunan yang sebagian besar
bangunan berorintasi ke arah Barat dan mengelilingi taman Badaan. Hal ini
terkait dengan keberadaan kawasan ini sebagai rumah singgah orang-orang
militer yang datang di Magelang dan sebagian sebagai rumah pegawainya.
Rumah-rumah yang ada di Kawasan Badaan menggunakan halaman rumah
sebagai salah satu ciri khasnya dengan gaya bangunan indis yang
menggunakan konsep rumah kebun. Pemerintah Belanda pada saat mendesain
kawasan ini kemungkinan mempertimbangan hubungan langsung dengan
kawasan militer sebelumnya serta melihat lokasi strategis yang diapit oleh dua
jalan utama kota.
6. Kawasan Kwarasan
Kawasan Kwarasan didesain oleh Thomas Karsten, pada tahun 1936.
Tujuan awal adalah penataan kampung untuk menanggulangi penyakit yang
mewabah pada saat itu. Pemerintah Belanda merencanakan permukiman
sehat. Pertimbangan ini terkait dengan penyebaran beberapa penyakit yang
ada pada saat itu dan diperkirakan daerah Magelang sebagai salah satu daerah
yang banyak terjangkit penyakit tersebut, pes yang berawal dari tidak
bersihnya kawasan permukiman (Koran Nederlandsche Indische 1910).
Kawasan Kwarasan mempunyai konsep ruang yang memusat dengan as
berada pada alun-alun kecil yang dahulunya merupakan lapangan Ngupasan.
Kawasan ini menggunakan kontur yang tersedia untuk menikmati ke arah
dalam ke beberapa rumah. Pada foto-foto di bawah ini, terlihat bangunan-
bangunan yang ada mempunyai konsep land huis dengan memberikan ruang
hijau pada setiap halaman rumahnya dan lingkungan sekitarnya.
212
Tipe Sedang , dipengaruhi oleh :
orientasi langsung thd alun-alun
khusus bangunan di sebelah Utara mempunyai tapak tinggi
Gambar 6.17 Kawasan Kwarasan dengan pertimbangan potensi alam
(foto : Utami, 2007 – 2012)
Tipe besar, dipengaruhi :
Kontur tapak
panorama ke alam
(gunung)
Akses langsung alun-alun
Akses langsung jalan
besar
Tipe kecil, dipengaruhi :
Tidak mempunyai hubungan
langsung dengan alun-alun
Tidak mempunyai hubungan
langsung dengan jalan utama
Pada tipe kecil dihubungkan dengan
gang-gang kecil 2 - 3 m
Pandangan ke gunung dan pegunungan
Pandangan ke gunung dan pegunungan
Pandangan ke dalam kawasan
Tipe besar
Tipe sedang
Tipe sedang
213
Kawasan Kwarasan mempunyai potensi untuk melihat keindahan alam
khususnya pada arah bagian Barat ke Pegunungan Menoreh, Gunung Sumbing
dan Gunung Sindoro. Adanya ketinggian atau kontur tanah membuat
permukiman tersebut pada saat direncanakan sampai sekarang terbagi menjadi
3 tipe, yaitu (Utami, 2004) :
1. tipe paling besar, terletak di sebelah Timur lapangan, pada tanah yang
lebih tinggi dan menghadap ke jalan besar
2. tipe sedang, terletak di sebelah Utara, pada ketinggian yang menghadap
ke jalan besar sekeliling lapangan dan sebelah Barat di sekeliling
lapangan tapi tidak memiliki ketinggian
3. tipe kecil, terletak di sekeliling tipe besar dan sedang dan tidak
berhadapan langsung dengan lapangan
Lapangan sebagai pusat kawasan dan ruang terbuka dilengkapi dengan
pohon besar yang merupakan simbol alun-alun Jawa dan beberapa pohon
lainnya.
Terdapat rumah milik seseorang yang dianggap tinggi dan sebagai ketua di
permukiman tersebut (replica dalem kadipaten) yang mempunyai hubungan
langsung dengan pihak Karesidenan. Kawasan Kwarasan berkembang
dengan alun-alun di tengah kawasan sebagai replika alun-alun kota dan
dikelilingi bangunan-bangunan yang berorientasi terhadapnya. Terlihat tapak
terbangun tidak mendominasi kawasan ini karena Karsten tetap ingin kawasan
ini sebagai kawasan hijau yang tetap mempertimbangkan keselarasan terhadap
lingkungannya salah satunya dengan tetap menyediakan halaman di tiap-tiap
unit rumah dengan penataan secara radial-memusat (Utami, 2004).
7. Kawasan Gladiool
Kawasan Gladiool merupakan salah satu kawasan yang terbentuk pada
periode kolonial Belanda dengan dominansi pembentukan kota taman berbasis
alam. Kawasan Gladiool didesain saat program perbaikan perkampungan di
Magelang untuk menata daerah-daerah yang dianggap kumuh dan tidak sehat.
214
Kawasan Gladiool adalah salah satu kawasan yang mempunyai akses
langsung menikmati pemandangan ke arah Barat khususnya ke Gunung
Sumbing dan Sindoro. Untuk mendapatkan keindahan pemandangan yang bisa
dinikmati dari kawasan ini, banyak rumah-rumah yang ada pada periode
kolonial didesain dengan tetap memanfaatkan kontur yang ada dan
mempunyai orientasi ke arah Barat. Selain itu sebagian besar rumah-rumah
yang ada di kawasan ini menggunakan konsep rumah land huis, dengan
adanya ruang-ruang terbuka di depan, belakang dan samping rumah. Rumah
ditata sebagai salah satu tempat untuk menghabiskan waktu bersama keluarga
dan menikmati keindahan alam yang terbentuk dari rumah.
8. Kawasan RSJP (Rumah Sakit Jiwa Pusat) Kramat
Kawasan RSJP (Rumah Sakit Jiwa Pusat) Kramat merupakan salah satu
kompleks rumah sakit yang dibentuk oleh pemerintah kolonial Belanda
dengan menggunakan area yang sangat luas dengan berbagai fungsi lahan.
Pada masa kolonial Belanda, kawasan RSJP meliputi bangunan-bangunan
pendukung rumah sakit jiwa yang dikelilingi oleh permukiman pegawai
kesehatan dan lahan-lahan yang secara aktif berproduksi. Kawasan RSJP
yang saat ini terletak di Kelurahan Kramat pada saat dibangun banyak
didominasi lahan pertanian dan perkebunan, misalnya perkebunan tebu,
pisang, ketela,jagung dan tanaman padi.
Di kompleks rumah sakit ini, terdapat cukup banyak bangunan dan ruang
terbuka yang terdiri dari beberapa fungsi yaitu (1) rumah sakit; (2) ruang-
ruang inap rumah sakit; (3) perumahan bagi pegawai rumah sakit; (4) sawah ;
(5) kebun dan (6) ruang-ruang terbuka hijau berupa lapangan. Bangunan-
bangunan di RSJP ditata dengan didukung adanya ruang-ruang terbuka hijau
didalamnya. Pintu gerbang masuk yang dilengkapi dengan sebuah bola besar45
di bagian depan (gerbang) memberi kesan yang berbeda dengan kawasan-
kawasan yang lainnya. Gaya bangunan yang ada di kawasan ini merupakan
45
bola besar di RSJP sering disebut dengan penthol kramat dan sampai saat ini masih terjaga
215
gaya bangunan indis dengan nuansa tropis yang sangat kuat. Rumah-rumah
didesain tanpa pagar yang berhubungan dengan jalan lingkungan dan
mempunyai akses langsung pada yaitu bangunan rumah sakit.
Gambar 6.18 Kondisi Kawasan RSJP tahun 1935
(foto : Veen, 1965)
Banyak kawasan-kawasan yang sudah dirancang pada masa kolonial
Belanda sebagai kawasan untuk dapat menikmati keindahan alam hancur karena
pembangunan. Beberapa kawasan atau bangunan untuk menikmati keindahan
alam, yaitu :
Kawasan Rumah Sakit Jiwa didesain
dengan dominansi ruang terbuka hijau,
sawah dan kebun
RSJP tahun 1900an Sawah di Kramat
216
1. Sepanjang pinggiran kota dan sepanjang Sungai Elo dan Progo
Kawasan di pinggiran kota saat ini menjadi salah satu lokasi yang masih
dapat menikmati keindahan alam yang bisa dinikmati dari lembah Kota
Magelang.
Gambar 6.19 Kondisi sepanjang batas kota di sebelah Barat
(foto : Utami 2007 - 2011)
Beberapa kawasan pinggiran kota dan atau sepanjang Sungai Elo dan
Progo dijadikan titik untuk melihat keindahan alam disertai tata kehidupannya,
antara lain adalah Kelurahan Kramat yang bisa melihat sejauh mata
memandang kehidupan masyarakat di perbatasan Kota Magelang dan
Kabupaten Magelang di sepanjang Sungai Progo.
2. Kawasan Meteseh
Kawasan Meteseh merupakan salah satu titik lokasi terbaik untuk bisa
menikmati keindahan panorama alam Magelang dengan tata kehidupan
masyarakatnya. Kawasan Meteseh ini terletak di bagian bawah Karesidenan
dan pada periode Mataram Kuno merupakan daerah perdikan Mantyasih.
Perumahan baru di Barat kota Pinggiran kota sebelah Barat
Dua jembatan yang menghubungkan Kota Magelang dengan Kabupaten
Magelang (Kulon Progo)
217
Gambar 6.20 Kondisi jalan berkontur di daerah Meteseh
(foto : Utami, 2010)
3. Beberapa titik lokasi di Jalan Urip Sumoharjo
Di beberapa titik lokasi di Jalan Urip Sumoharjo yang belum
dikembangkan sebagai bagian dari peningkatan perekonomian, masih dapat
menikmati keindahan alam gunung di sebelah Timur kota.
Gambar 6.21 Panorama yang terbentuk di Jalan Urip Sumoharjo
(foto : Utami, 2010)
Pemandangan yang dibentuk gunung
Panorama dari Kampung Meteseh
218
Selain gunung, di beberapa tempat, misalnya di daerah Canguk, Jalan Urip
Sumoharjo, bisa menikmati keindahan panorama kaki gunung dengan
perkebunan yang berkembang saat ini.
4. Bangunan Water Torn dari bagian atas
Bangunan water torn merupakan satu-satunya bangunan yang
memungkinkan untuk menikmati keindahan alam Kota Magelang.
Gambar 6.22 Pemandangan yang terbentuk dari Menara Water Torn
(foto : Utami,2011)
Pemandangan ke Bukit Tidar
Pemandangan ke arah Timur
Pemandangan ke arah Barat
water torn
water torn
219
Dari water torn bebas melihat keindahan panorama dan secara langsung
bisa melihat Kota Magelang di sekitar alun-alun. Keberadaan bangunan ini
sebagai bangunan yang bisa menikmati keindahan alam, juga memberikan
gambaran bahwa perkembangan pusat kota telah banyak mengubah
pencapaian pandangan ke luar karena adanya bangunan-banguan tinggi.
6.2.4 Kestrategisan sebagai pembentuk pusat kegiatan
Gunung, kaki gunung dan sungai telah membentuk lembah Magelang
sebagai pusat kegiatan di setiap periode waktu. Kestrategisan telah membentuk
karakter Kota Magelang sesuai dengan kepentingan politik dan budaya. Beberapa
kawasan yang terbentuk pada periode kerajaan adalah :
1. Lembah Bukit Tuk Mas
Lembah Bukit Tuk Mas dipilih oleh masyarakat pada saat itu karena
terlihat berbeda dengan pertimbangan ketinggian lokasi dan Sungai Elo.
Sungai Elo yang saat itu dianggap sebagai salah satu replika sungai suci di
India dan didukung dengan adanya Sungai Progo sangat mendukung
pengembangan lembah di sekitar Bukit Tuk Mas.
2. Lembah Mantyasih sebagai wanua perdikan
Lembah Mantyasih berkembang sebagai pusat kegiatan karena lokasi yang
strategis di jalur transportasi utama dan merupakan daerah kekuasaan utama
Raja Balitung. Daerah Mantyasih berkembang sebagai pusat kegiatan
masyarakat dan penjaga keamanan46
. Lokasi datar dan berdekatan dengan
Sungai Progo menjadi pertimbangan sebagai pusat kegiatan.
3. Kademangan
Daerah ini berkembang sebagai daerah perkebunan. Beberapa rumah yang
antara lain terdapat rumah seorang demang dan beberapa utusannya,
46
Diceritakan dalam prasasti Mantyasih, bahwa daerah perdikan Mantyasih berfungsi sebagai
daerah pengaman untuk daerah Kuning Kagunturan yang sering terjadi kejahatan
220
berkembang untuk menikmati keindahan alam kota. Daerah Kademangan
pada periode Kerajaan Demak dan Mataram Baru digambarkan sebagai daerah
pusat kegiatan yang baru setelah sebelumnya berada di daerah Mantyasih yang
kemudian hilang dari panggung cerita dan kembali muncul setelah kedua
kerajaan ini berkembang di Magelang.
Gambar 6.23 Kestrategisan yang dibentuk oleh kondisi alam
(sumber : Utami,2011)
Sementara itu, pada periode kolonial Inggris, Belanda dan Jepang,
beberapa kawasan yang berkembang karena kestrategisan Kota Magelang adalah :
1. Alun-alun dan sekelilingnya
Istilah pusat kota, baru dimunculkan pada periode Mataram Baru. Pada
saat itu terdapat tiga elemen dasar kota tradisional, yaitu ruang terbuka,
kademangan dan langgar. Kawasan pusat kota berkembang pesat setelah
dikuasai Belanda.
1 2
3
Sungai Progo sebagai
pembentuk kestrategisan
Mantyasih
Sungai Elo sebagai
pembentuk kestrategisan
Tuk Mas
Gunung sebagai pembentuk
kestrategisan lembah
221
Gambar 6.24 Kestrategisan membentuk Kawasan alun-alun sebagai pusat
kota dan kegiatan
(foto : KITLV)
Pusat kota sebagai pusat kegiatan menunjukkan bahwa pada saat
Magelang dijadikan sebagai kota militer, 1828, daerah ini berkembang sangat
pesat. Hal ini diperlihatkan dengan banyaknya bangunan-bangunan yang ada
di pusat kota (1 km dari kawasan militer) sebagai pendukung fungsi Distrik
Magelang. Keberadaan jalur kereta api sebagai jalur baru juga ikut
memberikan andil bagi perkembangan Distrik Magelang, khususnya di pusat
kota.
Bangunan-bangunan di sekeliling alun-alun, didesain selain untuk
kebutuhan secara fungsional dengan tetap mempertimbangkan alam tropis dan
Gereja
Katholik
Rumah Bupati Gudang Candu Hotel Loze
Water Torn
Masjid Kantor Pengadilan Klenteng
222
potensi alam. Halaman, kebun dan panorama menjadi pertimbangan utama,
walaupun secara fungsional bangunan-bangunan tersebut merupakan
bangunan komersial. Alun-alun sebagai point of interest dijadikan as dan
magnet dalam mengembangkan kota. Orientasi semua bangunan menuju ke
alun-alun dengan arah yang juga dipertimbangkan ke luar kawasan. Alun-alun
sebagai pusat kota terlihat juga merupakan pusat kegiatan baik kegiatan yang
dibentuk oleh bangunan-bangunan di sekitarnya dan kegiatan pendukungnya.
2. Kawasan Militer
Pemindahan kawasan militer menjadi salah satu pemicu perkembangan
Kota Magelang secara keseluruhan baik pada masa lalu maupun pada saat ini,
dengan kondisi yang berbeda di setiap tahun. Tidak ada perubahan secara
berarti pada beberapa kawasan militer yang ada di Kota Magelang, baik yang
berada di daerah Rindam, Tuguran, Panca Arga maupun yang berada di
Sambung. Bentuk-bentuk bangunan masih relatif tetap. Walaupun beberapa
bangunan lama, mulai digantikan dengan bangunan baru.
Pada foto berikut terlihat kesinambungan dari ruang-ruang militer
khususnya di kompleks Rindam. Penggunaan ruang-ruang luar dan halaman
sampai saat ini masih tetap dipertahankan oleh masyarakat setempat. Budaya
masyarakat untuk berdagang tanpa mempertimbangkan peraturan yang ada,
membuat satu kelompok bangunan yang dibangun menutupi pandangan yang
sebenarnya dapat terbentuk dari kawasan (Majalah Vooruit, 1937).
Kawasan dan bangunan militer di Kota Magelang relatif tidak banyak
mengalami perubahan yang berarti. Walaupun beberapa diantaranya sudah
berubah menjadi bangunan modern, khususnya yang berada di Kompleks
Rindam. Tata ruang yang ada di kompleks militer rindam masih tertata seperti
aslinya. Sesuatu yang hilang pada kawasan ini justru pemandangan yang
akhirnya tidak dapat dinikmati dari dalam kompleks karena banyaknya pohon-
pohon tinggi sebagai penghalang pemandangan dan penambahan bangunan di
sebelah Barat yang menutupi pandangan ke arah Barat.
223
Gambar 6.25 Kondisi Kompleks Militer Rindam Magelang
(foto : Utami 2007 – 2011)
Karakter sebagai kawasan militer tidak berubah seiring dengan waktu,
karena masih kuatnya peranan militer dalam menggunakan ruang-ruangnya.
Orientasi yang ada pada bangunan-bangunan pada umumnya semua
berorientasi pada lapangan dengan bangunan-bangunan utama mengelilingi
lapangan dan permukiman.
224
Gambar 6.26 Kondisi Kawasan Militer Rindam pada periode tahun 1935
(sumber : Majalah Vooruit, 1935)
3. Pecinan
Daerah pecinan berkembang seiring dengan keberadaan masyarakat Cina
sebagai pendatang di Magelang. Pecinan berkembang selain sebagai daerah
permukiman dan perekonomian dengan dibangunnya deretan pertokoan di
sepanjang jalur utama jalan di Magelang. Daerah Pecinan sudah ada sejak
tahun 184047
dengan komunitas orang-orang Cina yang bergerak dalam bidang
perkebunan48
dan semakin berkembang pada periode tahun 1900an. Daerah
Pecinan tersebut terbentuk di tengah pusat kota dipengaruhi adanya kebijakan
pemerintah Belanda yang terkait dengan penzoningan permukiman di kota.
47
Pada buku yang ditulis Kussendracht, 1840, sudah menceritakan tentang Kawasan Pecinan
dengan komunitas orang Cina-nya 48
Beberapa pabrik yang berada di lembah Magelang diceritakan milik saudagar dari Cina.
225
Gambar 6.27 Kondisi Pecinan Periode tahun 1900 - 1920
(foto : Koleksi KITLV, Leiden, Belanda)
Karakter bangunan komersial dan permukiman di daerah Pecinan terdiri
dari dua tipe, tipe indis dan tipe kolonial yang dipadukan dengan ragam
elemen cina. Hal ini terlihat di beberapa bangunan pertokoan.
4. Stasiun Kereta Api Kota dan Pasar
Kota Magelang dibangun untuk menjadi penghubung jalur kereta api
Yogyakarta – Semarang dengan dua stasiun kereta api, yaitu stasiun kota
sebagai stasiun utama dan stasiun pasar. Selain itu di Timur alun-alun, juga
terdapat stasiun yang hanya berfungsi untuk menurunkan penumpang.
Stasiun ini telah mempengaruhi perkembangan wilayah Kota Magelang
(Utami, 2001) sebagai daerah penghubung dan daerah persinggahan untuk
menampung hasil perkebunan yang akan diangkut menggunakan kereta api.
Stasiun yang ada telah mempengaruhi pembentukan karakter kota menjadi
pusat kegiatan.
226
Gambar 6.28 Kondisi Stasiun Kereta Api Kota Magelang tahun 1923
(sumber : peta administrasi Kota Magelang 1923)
5. Kawasan pendidikan di Botton dan Susteran
Beberapa kawasan pendidikan yang berkembang pada periode kolonial
adalah kawasan Botton dengan beberapa sekolah dan didukung daerah
permukimannya. MULO, Ambonsche School, Huisschool, Europeschool
berkembang di daerah Botton, sementara sekolah sekolah Katholik
berkembang di jalan utama menuju alun-alun yang dikenal dengan daerah
Susteran serta di dalam lingkungan kawasan kadipaten yang menunjukkan
adanya usaha keseimbangan politik pemerintah Belanda.
Gambar 6.29 Kondisi Kawasan Sekolah di Kota Magelang
(foto : Koleksi KITLV, Leiden, Belanda)
Stasiun Kereta Api
227
6. Kawasan pertokoan sepanjang Kampung Arab sampai Poncol
Kawasan perdagangan sepanjang Kampung Arab dan Poncol adalah
kawasan yang terletak di jalur utama yang menghubungkan titik Utara dan
Selatan kota serta menghubungkan kawasan militer dengan kawasan bisnis di
kota Magelang sejak periode kolonial khususnya setelah berkembangnya
kawasan militer.
Pada tahun 1930an, kawasan ini berkembang sebagai salah satu kawasan
perekonomian. Terdapat banyak pertokoan dan fasilitas penginapan untuk
mendukung sebagai kota peristirahatan. Pada periode kolonial dipilih sebagai
kawasan komersial kelas kedua setelah kawasan pecinan dengan lokasi yang
dipisahkan oleh kawasan alun-alun. Kawasan Poncol selain berkembang
sebagai kawasan komersial juga berkembang sebagai kawasan perkantoran
dan kawasan peristirahatan.
Kawasan Poncol sebagai kawasan komersial menghubungkan dengan
kawasan-kawasan komersial lainnya di Magelang yang berada di sepanjang
jalan utama Yogyakarta – Semarang. Beberapa fasilitas pendukung
dikembangkan oleh pemerintah Belanda dan masyarakat. Hal ini dibuktikan
dengan adanya beberapa kantor pendukung kepentingan masyarakat dan hotel
yang dibangun di jalur utama tersebut. Ini kemungkinan dimaksudkan untuk
memfasilitasi masyarakat.
Gambar 6.30 Kondisi Kawasan Poncol Kota Magelang
(foto: Koleksi KITLV, Leiden, Belanda)
228
Bisa dijelaskan kawasan Poncol yang dimulai setelah Plengkung ke dua
dari Utara, dikembangkan pertokoan dengan berbagai jenis barang yang dijual.
Pertokoan yang dibuat dengan satu sampai dua lantai mempunyai orientasi ke
jalan utama. Sementara beberapa bangunan perkantoran dan hotel dibuat
dengan orientasi ke keindahan kota dan pertimbangan bisa menikmati
pemandangan ke beberapa gunung. Hotel Centrum merupakan salah satu
hotel di Poncol yang dibangun terinspirasi oleh keindahan alam di dalam kota
dan keindahan alam sekeliling.
7. Bayeman sebagai permukiman
Bayeman pada periode kolonial berkembang sebagai daerah permukiman,
setelah sebelumnya pada periode kerajaan Mataram Baru sebagai kebondalem
dan gudang makanan. Pada periode kolonial seiring dengan lokasinya yang
sangat strategis berada di jalur transportasi kota yang mempunyai hubungan
langsung dengan lokasi alun-alun, Bayeman berkembang sebagai daerah
permukiman orang-orang Belanda. Rumah-rumah tinggal dirancang oleh DJ
Muis dan Ir. Thomas Karsten dengan mempertimbangkan iklim tropis di
Magelang. Orientasi bangunan ke arah Barat dengan pemandangan ke
beberapa gunung dan pegunungan yang didukung dengan paviliun dan
halaman di setiap rumah.
Gambar 6.31 Kondisi Kawasan Bayeman Kota Magelang
(foto : Koleksi KITLV, Leiden, Belanda)
229
8. Jendralan sebagai permukiman
Kawasan Jendralan awalnya merupakan perkebunan sebagai gudang makanan.
Namun seiring dengan perkembangan kota dan kebutuhan ruang permukiman,
daerah ini berkembang sebagai daerah permukiman khusus untuk para pejabat
pemerintahan Belanda atau para pejabat Belanda dengan jabatan jenderal.
Sementara itu, ada beberapa kawasan yang selalu berubah karakter dengan
adanya pertimbangan kestrategisan, yaitu :
1. Kawasan Alun-Alun sebagai pusat kegiatan kota
Diawali pada periode Mataram Baru dan kolonial Inggris dengan tiga
elemen dasarnya yaitu Alun-alun, Masjid dan kadipaten, daerah ini
berkembang seiring dengan fungsi Kota Magelang sebagai pusat kegiatan.
Gambar 6.32 Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di alun-alun tahun 2007-20011
(foto : Utami 2007 – 2011)
Kegiatan di alun-alun berdasar periode
waktu
1-3 = ruang-ruang yang digunakan oleh
para pedagang
4-7= ruang yang digunakan komunitas
masyarakat untuk kegiatan
1 2 3
4
5 6 7
230
Lokasi yang strategis di jalur Yogyakarta-Semarang telah mengubah
konsep pengembangan kota, khususnya sejak tahun 1980-an Kota Magelang
berkembang sebagai kota perekonomian. Alun-alun mulai mengubah karakter
kawasannya; beberapa bangunan yang berada di sekeliling alun-alun
dibongkar dan digantikan dengan beberapa bangunan baru dengan konsep
minimalis. Beberapa bangunan mulai dibangun dengan bentuk dan konsep
yang baru. Pada pertimbangan ini, sudah mulai terlihat adanya
ketidakseimbangan pengembangan kota yang lebih dominan pada kepentingan
perekonomian dengan meninggalkan potensi alam berupa alam yang indah
dan lahan yang subur.
Tabel 6.1 Perubahan Fungsi Bangunan di sekeliling alun-alun
No Fungsi pada
Periode Kolonial
Fungsi
Saat ini (2010)
Tahun
Pertama
dibangun
Keterangan
1 Mosque Masjid 1810 Beberapa kali
direnovasi
2 Watertorn Menara Air 1916 Asli
3 Post en
telegraafkantoor
Kantor Pos - Diperkirakan
mengalami
perubahan
fasade
4 Chin.Kerk Klenteng ± 1864 Pernah
mengalami
renovasi
5 Kadastr kantoor RS. Bhayangkara - Diperkirakan
asli
6 Opleiding School voor
nl. Ambtenaren
(MOSVIA)
Kantor Resort
Magelang
1875 Beberapa
bagian
direnovasi
7 Middelbare Opleiding
School voor nl.
Ambtenaren
(MOSVIA)
Kantor
“Paguyupan”
1875 Diperkirakan
asli
8 Protestant kerk Gereja Kristen 1826 Pernah
dilakukan
perbaikan
pada saat
terkena
gempa, 1943
(sumber : Utami, 2010)
231
Dua puluh tahun terakhir, bentuk alun-alun banyak mengalami
perombakan mengikuti kebijakan yang ada. Bentuk alun-alun mengikuti
pertumbuhan perekonomian dengan penggunaan sebagian untuk Pedagang
Kaki Lima (PKL). Selain disebabkan karena ruang-ruang banyak yang hilang
untuk menikmati keindahan panorama, kecenderungan orang untuk datang
lebih banyak hanya untuk berolah raga, duduk-duduk di lingkaran alun-alun
ataupun untuk menikmati makan di PKL. Hal ini menunjukkan adanya
perbedaan budaya di setiap periode yang dibentuk oleh pola ruang dan pola
kegiatan masyarakatnya. Budaya yang telah membentuk masyarakat telah
membentuk kegiatan yang sesuai dengan perkembangan budayanya.
Kawasan pusat kota yang sejak tahun 1990 mulai mengalami perubahan
terutama dari aspek fasade dan bentuk bangunan saat ini lebih dominan pada
bangunan-bangunan baru dan hanya menyisakan sedikit pada bangunan-
bangunan lama (Kantor Pos, MOSVIA, Masjid walaupun tidak merupakan
bentuk asli tahun 1810, Gereja dan Toko Pucung Pecinan).
2. Kawasan Bayeman sebagai kawasan perekonomian
Kawasan Bayeman merupakan kawasan yang mengalami perkembangan
sangat pesat dalam sepuluh tahun terakhir, apalagi hal ini didukung dengan
dengan berkembangnya sentra bisnis di kawasan Bayeman yang telah banyak
mengubah karekater kawasan Bayeman sebagai daerah permukiman asri.
Di daerah Bayeman pada tahun 2000, mengalami perkembangan
perekonomian dan menggeser rumah tinggal yang terinspirasi oleh alam
menjadi pertokongan dengan bentuk minimalis. Perubahan fungsi kawasan
telah mengubah fungsi bangunan dan bentuk bangunan. Bangunan yang
awalnya merupakan bangunan rumah tinggal dengan pertimbangan orientasi
untuk menikmati panorama alam dan penggunaan konsep land huis
digantikan dengan bangunan-bangunan baru yang berorintasi pada
pemanfaatan ruang semaksimal mungkin tanpa pertimbangan potensi alam.
232
Gambar 6.33 Karakter kawasan Bayeman periode kolonial dan saat ini
(foto : Koleksi KITLV, Leiden, Belanda; Utami 2007-2012)
Kondisi Jalan di Bayeman tahun 1900an
Rumah di Bayeman tahun 1900an
Pertokoan yang berkembang di Bayeman
Kondisi Jalan di Bayeman tahun 2010
233
3. Kawasan Jendralan sebagai kawasan pengembangan perekonomian
Kawasan Jendralan adalah kawasan yang berada di ruas jalan Diponegoro,
di sebelah Selatan Karesidenan. Awalnya merupakan kawasan hunian orang
eropa dengan mengutamakan potensi alam sebagai desain, saat ini mulai
berganti menjadi kawasan komersial dan kawasan rumah tinggal dengan
beberapa rumah modern. Pada masa kolonial kawasan ini sangat strategis
untuk dimiliki oleh para pemilik fasilitas dan juga para jenderal sebagai rumah
tinggal. Lokasi yang strategis tersebut dengan pertimbangan sebagai jalur
transportasi dan untuk menikmati keindahan alam kota.
Gambar 6.34 Perubahan fungsi dan bentuk bangunan
(foto : Utami, 2007 - 2011)
Sebelum tahun 2000, Kawasan Jendralan sebagai kawasan rumah para
jenderal relatif masih asli dengan beberapa bangunan mencolok yang mampu
menceritakan kondisi masa lalu. Namun saat ini beberapa bangunan sudah
dihancurkan dan digantikan dengan bangunan baru. Terlihat pada foto diatas,
di kawasan Jendralan yang berada di ruas jalan Diponegoro, terdapat dua deret
rumah tinggal yang sebenarnya merupakan satu kesatuan dengan rumah di
sebelahnya yang saat ini digunakan sebagai POM Bensin. Di dalam ketiga
rumah tersebut menurut pemilik rumah (2000) terdapat lorong yang
menghubungkan Karesidenan – rumah – Kwarasan.
Kawasan Jendralan sudah mulai memperlihatkan karakter sebagai daerah
pengembangan dengan meninggalkan potensi alamnya. Perubahan fungsi
234
bangunan serta bentuk bangunan tidak banyak mengggunakan alam kota
sebagai salah pertimbangannya. Beberapa bangunan dibuat dengan konsep
bangunan modern dan tidak berpihak pada iklim tropis yang dimiliki daerah
setempat. Jika tidak ada peraturan yang mampu menekan perubahan tata guna
lahan dan bangunan, akan mengakibatkan perubahan fungsional kawasan
maupun bangunan yang akan menyebabkan collective memory tidak dapat
diciptakan lagi dengan mendatangi kawasan Jendralan.
4. Kawasan Armada Estate di lahan Rumah Sakit Jiwa Pusat Kramat
Kawasan Armada Estate berkembang sebelum tahun 2000 sebagai salah
satu generator pengembangan kawasan di sebelah Utara kota. Lahan ini
awalnya merupakan lahan hijau pada kompleks Rumah Sakit Jiwa Pusat
(RSJP) Kramat. Sebelum kawasan perumahan ini berkembang lahan tersebut
banyak digunakan selain sebagai tempat berkegiatan masyarakat dan untuk
menikmati panorama alam. Di kawasan berkembang perumahan dengan pusat
ekonomi lokalnya yang sebelumnya sebenarnya sudah diawali dengan
perkembangan sekolah kesehatan di komplek yang sama. Sejak pembangunan
beberapa sekolah yang akhirnya dijadikan sebagai generator kawasan,
kawasan RSJP semakin berkurang prosentase ruang terbukanya.
Di kawasan ini berkembang perumahan yang mempunyai akses untuk
menikmati keindahan panorama alam dan mempunyai ruang terbuka hijau.
Sementara di bagian Timur dikembangkan kawasan pertokoan untuk
mendukung perekonomian kota khususnya di bagian Utara kota. Hal ini
akhirnya menjadi generator perkembangan kota.
Dari uraian diatas, bisa dibandingkan dalam tabel 6.2 karakter kawasan
dengan penilaian potensi awalnya serta beberapa kawasan dengan kecenderungan
perubahan yang justru menurunkan nilai keunggulan alam. Terlihat adanya
degradasi potensi lingkungan yang seharusnya bisa dikembangkan pada kawasan
tersebut.
235
Tabel 6.2 Karakter kawasan di Kota Magelang
No Nama Kawasan Kondisi Masa Lalu
Kondisi saat ini SUCI SUBUR INDAH STRATEGIS
1 Tepi sungai Sungai suci Lahan pertanian Tempat menikmati
keindahan gunung
Jalur transportasi Lahan pertanian
2 Lembah sungai
(Kota Magelang)
Sungai suci Lahan pertanian dan
permukiman
Tempat menikmati
keindahan gunung dan
sungai
Berada di jalur
strategis Utara Selatan
Permukiman dan pusat
kegiatan daerah hinterland
3 Bukit Tuk Mas tempat menyembah
dewa
lahan pertanian Tempat menikmati
keindahan gunung dan
sungai
jalur transportasi Bukit dengan beberapa pipa
air bersih
4 Meteseh Permukiman dekat
sungai suci
Lahan pertanian Permukiman yang bisa
menikmati keindahan alam
Pusat kegiatan Permukiman penduduk
5 Dumpoh Tempat beribadah Lahan pertanian Tempat menikmati
keindahan gunung dan
sungai
Pusat kegiatan Permukiman yang terdapat
makam leluhur
6 Bukit Tidar Tempat ibadah Lahan pertanian Tempat menikmati
keindahan gunung
Paku Pulau Jawa Bukit yang terdapat makam
leluhur
7 Kebondalem Kebun sayur dan
buah
Tempat menikmati
keindahan gunung (alam)
Pusat kegiatan Berubah sebagai permukiman
8 Bayeman Kebun sayur bayam Tempat menikmati
keindahan gunung (alam)
Berada di dekat pusat
kota
Berubah sebagai permukiman
9 Kebonpolo Kebun sayur pala Tempat menikmati
keindahan gunung (alam)
Berada di dekat pusat
kota
Berubah sebagai permukiman
10 Kemirirejo dan
Kemirikerep
Kebun kemiri Tempat menikmati
keindahan gunung (alam)
Berada di dekat pusat
kota
Berubah sebagai permukiman
11 Jambon Kebun buah jambu Tempat menikmati
keindahan gunung (alam)
Berada di dekat pusat
kota
Berubah sebagai permukiman
12 Karet Perkebunan karet Tempat menikmati
keindahan gunung (alam)
Berubah sebagai permukiman
13 Karesidenan /
Tangsi Inggris
Kebun buah Tempat menikmati
keindahan gunung (alam)
Kantor karesidenan,
dekat pusat kota
Tetap – kondisi terjaga
14 Ruas Jalan
Karesidenan
Kebun buah Tempat menikmati
keindahan gunung (alam)
Dekat kantor
karesidenan
Beberapa bangunan merusak
panorama ke berbagai arah
15 Hotel Loze Tempat istirahat menikmati
gunung (alam)
Di jalur utama pusat
kota
Berubah menjadi pertokoan
236
No Nama Kawasan Kondisi Masa Lalu
Kondisi saat ini SUCI SUBUR INDAH STRATEGIS
16 Guest House
Badaan
Tempat istirahat menikmati
gunung (alam)
Tetap – beberapa bangunan
sbg penghalang panorama ke
Barat
17 Kwarasan Permukiman yang bisa
menikmati keindahan alam
Berada di dekat pusat
kota
Kondisi terjaga – beberapa
bangunan berubah
18 Gladiool Kebun bunga Tempat menikmati
keindahan alam
Tetap – beberapa bangunan
sbg penghalang panorama ke
Barat
19 RSJP Lahan pertanian dan
perkebunan
Rumah sakit yang
mempunyai panorama ke
alam
Berada di jalur utama Kondisi sebagian berubah -
Sebagian dipugar
20 Pinggiran kota Lahan pertanian Tempat menikmati
keindahan gunung dan
sungai
Berada di dekat jalur
transportasi air dan
darat
Tetap – beberapa bangunan
sbg penghalang panorama ke
Barat
21 Water Torn Tempat menikmati
keindahan alam
Kondisi terjaga
22 Kademangan Kebun buah dan
sayur
Rumah demang yang bisa
menikmati keindahan alam
Berubah menjadi perkantoran
23 Alun-alun Tempat sebagai titik
pusat kota
Setiap periode berubah
24 Kawasan militer Berada di jalur utama
kota
Tetap – kondisi terjaga
25 Pecinan Berada di jalur utama
kota
Kawasan banyak berubah
26 Stasiun Kereta
Api
Berada di jalur utama
kota
Berubah menjadi pertokoan
27 Botton Berada di kawasan
pendidikan
Sebagain bangunan berubah
28 Susteran Berada di jalur utama
kota
Banyak bangunan yang
berubah
29 Poncol Berada di jalur utama
kota
Kawasan berubah sebagian
30 Jendralan Berada di dekat kantor
karesidenan
Kawasan berubah menjadi
kawasan pengembangan