bab v pembahasan -...

31
Tesis 64 Bab V Pembahasan V.1 Karakteristik Umum Batubara Seam T, R, dan Q yang menjadi objek penelitian, berdasarkan pengukuran nilai reflektan maseral vitrinitnya adalah termasuk batubara dengan peringkat sub- bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 – 0,46. Pada tabel IV.5 dapat dilihat terdapat sedikit perubahan berupa peningkatan nilai reflektansi vitrinit dari Seam T, Seam R, dan Seam Q, yang memang secara stratigrafi berurutan dari atas ke bawah (lihat Tabel II.3) dengan perbedaan ketebalan interburden rata-rata antara Seam T - Seam R adalah 55 meter dan antara Seam R – Seam Q adalah 17,5 meter, dimana bila dilihat dari kolom tersebut Seam Q telah mengalami proses diagenesa yang lebih intensif dibandingkan dengan lapisan batubara di atasnya. Hasil pengujian kimia batubara (Tabel IV.3 dan Tabel IV.7) dengan keseluruhan analisis dilakukan dengan basis air dry (adb), menunjukkan kandungan zat terbang 32, 69 – 39, 69%, karbon padat 38,05 – 44,70%, abu, 1,07 – 6,37%, air lembab 17,17 – 20,97%, nilai kalor 4.973 – 5.651 kal/gr, dan belerang total 0,18 – 4,79 %. Dilihat dari nilai kadar abu yang > 10%, conto batubara Lati yang ada tergolong sebagai batubara berkadar abu rendah (Schimdt, 1979). V.2 Mineralogi Analisis terhadap mineralogi yang terdapat dalam batubara dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis petrografi dan analisis Scanning Electron Microscope (SEM). Analisis petrografi yang dilakukan memperlihatkan kehadiran mineral matter dalam batubara yang didominasi oleh mineral lempung, pirit, dan karbonat. Dominasi mineral lempung tampak pada batubara yang berasal dari semua conto batubara pada proporsi mineral pada setiap conto batubara. Kaolinit, illit, serisit sebagai mineral lempung hadir dalam batubara yang diindikasikan sebagai akibat partikel yang terbawa oleh arus air atau angin (felspar dan mika yang terlapukkan)

Upload: dinhquynh

Post on 03-Feb-2018

214 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

64

Bab V Pembahasan

V.1 Karakteristik Umum Batubara

Seam T, R, dan Q yang menjadi objek penelitian, berdasarkan pengukuran nilai

reflektan maseral vitrinitnya adalah termasuk batubara dengan peringkat sub-

bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 – 0,46. Pada tabel IV.5 dapat

dilihat terdapat sedikit perubahan berupa peningkatan nilai reflektansi vitrinit dari

Seam T, Seam R, dan Seam Q, yang memang secara stratigrafi berurutan dari atas

ke bawah (lihat Tabel II.3) dengan perbedaan ketebalan interburden rata-rata

antara Seam T - Seam R adalah 55 meter dan antara Seam R – Seam Q adalah

17,5 meter, dimana bila dilihat dari kolom tersebut Seam Q telah mengalami

proses diagenesa yang lebih intensif dibandingkan dengan lapisan batubara di

atasnya.

Hasil pengujian kimia batubara (Tabel IV.3 dan Tabel IV.7) dengan keseluruhan

analisis dilakukan dengan basis air dry (adb), menunjukkan kandungan zat

terbang 32, 69 – 39, 69%, karbon padat 38,05 – 44,70%, abu, 1,07 – 6,37%, air

lembab 17,17 – 20,97%, nilai kalor 4.973 – 5.651 kal/gr, dan belerang total 0,18 –

4,79 %. Dilihat dari nilai kadar abu yang > 10%, conto batubara Lati yang ada

tergolong sebagai batubara berkadar abu rendah (Schimdt, 1979).

V.2 Mineralogi

Analisis terhadap mineralogi yang terdapat dalam batubara dalam penelitian ini

dilakukan dengan analisis petrografi dan analisis Scanning Electron Microscope

(SEM).

Analisis petrografi yang dilakukan memperlihatkan kehadiran mineral matter

dalam batubara yang didominasi oleh mineral lempung, pirit, dan karbonat.

Dominasi mineral lempung tampak pada batubara yang berasal dari semua conto

batubara pada proporsi mineral pada setiap conto batubara. Kaolinit, illit, serisit

sebagai mineral lempung hadir dalam batubara yang diindikasikan sebagai akibat

partikel yang terbawa oleh arus air atau angin (felspar dan mika yang terlapukkan)

Page 2: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

65

kemudian memasuki rawa dan terendapkan bersama-sama. Kenampakan mineral

lempung di bawah mikroskop dicirikan oleh warna coklat-kelabu, hitam berbintik,

dan umumnya menyebar pada komponen maseral vitrinit dan sebagian mengisi

rongga inertinit. Secara genesa dan keterdapatan mineral lempung dalam batubara

dimana asosiasi mineral lempung pada lapisan batubara berupa inklusi halus yang

tersebar dan sebagai pita-pita lempung (tonstein). Selain itu, mineral lempung

masuk ke dalam gambut sudah dalam bentuk mineral lempung atau sebagai

detrital (Ward, 1988).

Mineral sulfida contohnya pirit hadir dalam bentuk framboidal, sedangkan kelas

pirit yang lain terdapat dalam bentuk kristal pirit yang terdapat sebagai inklusi

dalam maseral vitrinit, nodul/konkresi, bentuk tidak teratur (anhedral), dan juga

pirit epigenetik sebagai pengisi rekahan (cleat filling). Mineral ini dapat dengan

mudah dibedakan dengan mineral dan maseral yang lain karena nilai reflektannya

yang tinggi. Gambar V.1 memperlihatkan keterdapatan mineral pirit singenetik

yang memperlihatkan bentuk euhedral.

Mineral karbonat merupakan mineral yang paling sedikit keterdapatannya dalam

batubara hasil pengamatan mikroskop. Jenis karbonat yang terlihat di bawah

mikroskop adalah kalsit (CaCO3). Kenampakannya sendiri diperlihatkan oleh

warna kuning-coklat sampai jingga dengan sinar biasa dan berbentuk konkresi

sebagai pengisi rongga-rongga fusinit dan semifusinit.

Meskipun tidak dapat diperlihatkan oleh analisis mikroskop, hasil analisis SEM

memperlihatkan kehadiran mineral kuarsa di dalam batubara. Mineral kuarsa

tampak berwarna kelabu – hitam, relief tinggi, dan umumnya terdapat sebagai

material pengisi rongga yang berbentuk bulat. Keterdapatan mineral kuarsa juga

hadir dalam batubara sebagai mineral singenetik berupa detrital hasil pelapukan

batuan kaya mineral kuarsa yang kemudian terbawa oleh air atau angin lalu masuk

ke dalam rawa dan terendapkan bersamaan dengan pembentukan gambut. Gambar

V.2 memperlihatkan mineral kuarsa dalam batubara hasil transportasi oleh air,

sehingga memiliki fragmentasi yang berbentuk bulat. Kuarsa juga memungkinkan

Page 3: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

66

terbentuk dari proses pengerasan larutan yang mengandung ion-ion silika. Ion ini

akan mensubtitusi ion karbon dan menghasilkan petrifikasi dengan reaksi:

SiO2 + H2O Si4+ + H2O

Si4+ + C6H12O6 SiO2 + H2O + CO2

Gambar V.1. Pirit singenetik (G6) yang tertanam pada kelompok maseral vitrinit (kode conto Q-E-2).

Page 4: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

67

Gambar V.2. Fragmen mineral SiO2 pada conto R-E-1 yang sudah membulat karena terbawa oleh air diantara maseral tellokolinit dan tampak kehadiran micro cleat.

Golongan mineral oksida lain yang teramati sebagai mineral jarang antara lain

PbO, CuO, serta kemungkinan lain golongan mineral lain yang terdapat dalam

conto batubara hadir dalam bentuk mineral hidroksida seperti limonit (Hydrous

Fe-oxides) dan goethite (α-FeO[OH]). Mineral-mineral ini tidak dapat

teridentifikasi dengan jelas karena terdistribusi secara merata dalam batubara

dengan jumlah yang termasuk klasifikasi sebagai mineral jarang.

Secara umum, pengamatan mikroskopi yang dilakukan pada semua conto

batubara menunjukkan bahwa hampir sebagian besar mineral masih terikat

dengan kelompok maseral vitrinit. Rekahan (cleat) yang berkembang dalam

batubara memungkinkan sebagai media bagi pengisian mineral epigenetik seperti

pirit dan beberapa mineral lempung. Analisis SEM conto kode T-2

memperlihatkan adanya mineral gipsum (CaSO4.H2O) yang berupa mineral

epigenetik yang mengisi rekahan (lihat Lampiran).

Page 5: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

68

Vasilev dkk., 1996, memperkenalkan rasio mineral detrital dan authigenic pada

batubara dapat diprediksi dari data komposisi kimia abu, dimana mineral detrital

pada umumnya terdiri dari kuarsa, kaolinite, illite, plagioklas, muskovit, rutil,

apatite, dan oksida besi serta alumium. Sedangkan mineral authigenic umumnya

merupakan mineral karbonat, sulfat, fosfat, dan klorida. Indeks detrital-authigenic

dirumuskan sebagai berikut:

I = )(

)(

332

222322

SOCaOMgOOFe

TiOONaOKOAlSiO

Nilai I < 3 menunjukkan mineral authigenic dominan terhadap mineral detrital.

Jika nilai I antara 3 – 8, dapat dikatakan komposisi mineral authigenic seimbang

dengan mineral detrital. Sedangkan untuk I > 8, mineral detrital dominan terhadap

mineral authigenic. Sehingga didapat nilai Indeks untuk conto batubara yang ada

seperti yang terlihat pada Gambar V.3.

Indeks Detrital-Authigenic

0123456789

10

T-1 T-2 T-3R-E

-1R-E

-2R-E

-3

R-W-1

R-W-2

R-W-3

Q-E-1

Q-E-2

Q-E-3

Q-W-1

Q-W-2

Q-W-3

Conto

I =

Ind

eks

Det

rita

l-A

uthi

gen

ic

Gambar V.3. Grafik indeks detrital-authigenic conto batubara.

Dari gambar V.3 terlihat rata-rata indeks detrital-authigenic tergolong rendah (<

3), yang berarti jumlah mineral authigenic pada conto batubara lebih dominan

dibanding dengan mineral detrital, kecuali pada conto T-1. Sehingga dapat

diinterpretasikan pada T-1 banyak mendapat pengaruh dari luar cekungan berupa

Detrital dominan

Authigenic dominan

Page 6: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

69

akibat banjir atau air limpasan yang membawa banyak material klastis baik

berupa mineral lempung maupun kuarsa.

Secara umum mineral dalam batubara dipengaruhi saat awal pembatubaraan

(sebagai mineral singenetik) maupun selama proses pembatubaraan (sebagai

mineral epigenetik) serta kaitannya dengan fasies lingkungan pengendapan

batubara. Secara genesa dan perilaku, jenis dan fase mineral dalam batubara

sangat bervariasi yang bergantung proses pembatubaraan berlangsung.

Keterdapatan mineral berhubungan erat dengan wilayah regional, kondisi

pengendapan, dan paleoenvironmental endapan batubara. Proses-proses yang

beragam yang terkait dengan perubahan suhu, tekanan, pH, dan Eh, serta

komponen-komponen di dalam maupun dari luar lapisan batubara dapat

menghasilkan variasi kristalisasi, perubahan bentuk, dan pemisahan mineral yang

mempengaruhi komposisi batubara dan kandungan abu (Vassilev dkk., 1996).

Unsur kimia anorganik dalam batubara mencakup unsur dari anorganik dalam

batubara dapat mencakup unsur dari tanaman asal, unsur yang terikat pada

molekul organik sebelum tanaman mati maupun unsur yang terikat dalam molekul

organik atau mengisi lubang antar bahan oganik setelah tanaman mati menjadi

gambut sampai dengan akhir diagenesis batubara (Bouska, 1981).

V.3 Fasies dan Lingkungan Pengendapan

Interpretasi fasies yang diperoleh dari hasil analisis maseral telah digunakan untuk

mengetahui lingkungan pengendapan pada saat pengendapan gambut. Komponen

maseral dalam batubara dapat menunjukkan material organik penyusun batubara

yang berkontribusi pada pengendapan gambut dan kondisi selama pengendapan.

Kondisi ini termasuk tinggi muka air tanah, pH, pembusukan dari bakteri aerobik

dan anaerobik, serta mekanisme pecahnya material organik yang menunjukkan

transportasi selama pengendapan Variasi komposisi yang terdapat dalam batubara

menunjukkan pula variasi pembatubaraan yang diantaranya memberikan

informasi tentang variasi tipe tumbuhan pembentuknya, kedalaman air (batas

muka air tanah), tingkat dekomposisi, dan kecepatan akumulasi.

Page 7: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

70

Lingkungan lower delta plain (laut dangkal) umumnya kandungan vitrinit banyak,

sedangkan sebaliknya pada lingkungan upper delta plain (laut dalam) dan

meandering fluvial, bila vitrinit banyak, maka ditafsirkan kecepatan penurunan

cekungan berjalan cepat, artinya muka air tinggi, sedangkan jika vitrinit sedikit

ditafsirkan kecepatan penurunan berjalan pelan, artinya muka air rendah.

Tellocollinit akan banyak terbentuk di bawah kondisi air tawar, sedangkan

desmocollinit akan banyak terbentuk di bawah kondisi marin.

Beberapa peneliti terdahulu menyebutkan lingkungan pengendapan di daerah

penelitian adalah lingkungan deltaik. Dalam Laporan Akhir Vol. 1, PT. Berau

Coal (1998) dalam Maryanto dkk. (2005) menyebutkan bahwa Formasi Latih

semakin ke utara sedimen delta berubah menjadi sedimen fluviatil dan ke arah

barat mengalami transisi menjadi lingkungan darat. Sedangkan dalam peta geologi

regional daerah Berau, Kalimantan Timur yang dikeluarkan oleh PT. Berau Coal

(1998) menyatakan bahwa Formasi Latih/Formasi Berau mempunyai lingkungan

pengendapan delta plain dimana semakin ke arah atas menjadi upper delta plain

hingga akhirnya fluviatil. Situmorang dan Burhan (1992) dalam Peta Geologi

Tanjung Redeb, Kalimantan menulis bahwa lingkungan pengendapan Formasi

Latih diendapkan dalam lingkungan delta, estuarin, dan laut dangkal.

Fasies dan lingkungan pengendapan batubara dapat ditunjukkan dengan diagram

pengawetan struktur jaringan/Tissue Preservation Index (TPI) dan derajat

gelifikasi/Gelification Index (GI). Harga TPI merupakan suatu indikator terukur

untuk menunjukkan material dengan sisa struktur sel yang menonjol dibandingkan

dengan yang tidak menunjukkan sisa struktur sel (Lamberson, 1991). Modifikasi

formula terhadap penentuan nilai TPI yang sebelumnya didefinisikan oleh

Diessel, 1986, dilakukan oleh Lamberson, 1991, untuk penyesuaian terhadap

batubara berperingkat rendah. Modifikasi ini menghasilkan formula perhitungan

TPI sebagai berikut:

TPI = rinitinertoitdesmokolinrinitvitro

itfuitsemifuinitpseudovitrttelokolinitelinit

detdet

sinsin

Page 8: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

71

Jika harga TPI > 1, menunjukkan bahwa batubara tersebut lebih cenderung berasal

dari tumbuhan besar/kayu. Sebaliknya, jika nilai TPI < 1 menunjukkan batubara

tersebut lebih cenderung berasal dari tumbuhan kecil/perdu.

Indeks gelifikasi (GI) merupakan perbandingan komponen yang tergelifikasi

terhadap komponen yang terfusinitkan.GI berhubungan dengan kontinuitas

kelembaban gambut. Selain itu harga GI juga mengindikasikan juga tingkat

oksidasi, harga GI yang berkurang akan mengindikasikan kenaikan tingkat

oksidasi. Formula perhitungan GI menurut Diessel, 1986, adalah sebagai berikut:

GI = )(

min

macrinitkecualiInertinit

nitgeloinertiithu

Calder dkk., 1991, menggunakan suatu variabel tidak langsung untuk

merekonstruksi hidrologi suatu moor. Calder menginterpretasikan pengendapan

suatu lapisan batubara dengan menggunakan Groundwater Index (GWI) dan

Vegetation Index (VI). Rumus yang digunakan untuk perbandingan substansi

tersebut adalah sebagai berikut:

GWI = itdesmokolinttelokolinitelinit

eralitcorpokolintgelokolini

min

VI = cutinitsporinitrinitliptorinitinertoitdesmokolin

itresuberinititsemifuitfuttelokolinitelinit

detdet

sinsinsin

Hasil perhitungan nilai TPI – GI (Tabel V.1) berdasar data komposisi maseral

yang didapat dari pengamatan petrografi , kemudian di plot pada diagram TPI –

GI modifikasi Lamberson, 1991 (Gambar V.4).

Page 9: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

72

Tabel V.1. Hasil perhitungan nilai TPI-GI.

CONTO BATUBARANILAI

T-1 T-2 T-3 R-E-1R-E-2R-E-3R-W-1R-W-2R-W-3Q-E-1Q-E-2Q-E-3Q-W-1Q-W-2Q-W-3TPI 0.620.75 1.90 1.59 1.58 1.33 0.58 0.87 0.96 1.61 1.12 1.48 1.35 0.75 1.64GI 10.778.7415.67 5.11 7.02 20.36 4.05 5.60 31.69 5.76 7.51 5.47 11.87 14.71 5.44

0.10

1.00

10.00

100.00

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00

T-1 T-2 T-3R-E-1 R-E-2 R-E-3R-W-1 R-W-2 R-W-3Q-E-1 Q-E-2 Q-E-3Q-W-1 Q-W-2 Q-W-3

Gambar V.4. Plot nilai TPI-GI pada diagram Lamberson, 1991.

Dari diagram tersebut di atas, tampak terlihat adanya perubahan lingkungan

pengendapan di daerah penelitian. Secara umum conto yang berasal dari bagian

barat dari sayap sinklin Lati, memiliki kecenderungan terendapkan pada

lingkungan fen – swamp lower delta plain. Sedangkan conto yang berasal dari

bagian timur dari sayap sinklin Lati, memiliki kecenderungan tendapkan pada

lingkungan marsh – fen lower delta plain. Harga GI secara umum relatif tinggi

yang mengindikasikan lingkungan pengendapan dalam kondisi lembab/basah

sehingga pembentukan vitrinit akan intensif.

Conto batubara Seam T memperlihatkan perubahan lingkungan pengendapan dari

swamp menjadi fen dengan seiring bertumbuhnya gambut pembentuk batubara,

hal ini mengakibatkan variasi keragaman tumbuhan asalnya. Demikian pula

perubahan lingkungan pengendapan yang diindikasikan juga terjadi pada conto Q-

W dimana menandakan daerah ini merupakan daerah transisi antara lingkungan

VIT>INERTDeg Vit < Struc

VIT<INERTSemifus + fus > indet

VIT<INERTSemifus + fus > indet

LI, CLASTICMarsh

WET FORESTSwamp

DRYMarsh FOREST

Swamp

TPI

GI

VIT>INERTDeg Vit > Struc

limnic

Page 10: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

73

telmatic dengan limno-telmatic sehingga di daerah merupakan daerah yang kaya

akan jenis tumbuhan.

Hasil perhitungan nilai GWI – VI (Tabel V.2) berdasar data komposisi maseral

yang didapat dari pengamatan petrografi , kemudian di plot pada diagram GWI-

VI, Calder, 1991 (Gambar V.5).

Tabel V.2. Hasil perhitungan nilai GWI-VI.

CONTO BATUBARANILAI

T-1 T-2 T-3 R-E-1R-E-2R-E-3R-W-1R-W-2R-W-3Q-E-1Q-E-2Q-E-3Q-W-1Q-W-2Q-W-3GWI 0.270.15 0.18 0.18 0.13 0.14 0.28 0.24 0.35 0.17 0.23 0.15 0.31 0.23 0.18

VI 1.051.19 2.79 2.17 2.07 2.09 0.83 1.16 1.80 1.86 1.68 2.30 1.74 1.07 1.94

Gambar V.5. Plot nilai GWI-VI pada diagram Calder, 1991.

Dengan melihat diagram hubungan GWI-VI, maka terlihat bahwa pengendapan

batubara diawali dengan terbentuknya lapisan gambut pada suatu daerah bog

ombrotrophic. Dampak dari iklim tropis dengan curah hujan tinggi akan

Page 11: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

74

mempengaruhi pertumbuhan vegetasi berlangsung cepat. Air hujan ini merupakan

satu-satunya sumber nutrisi oleh tumbuhan.

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa komposisi maseral juga dapat

menunjukkan variasi tipe tumbuhan pembentuknya. Maseral yang diinterpretasi

berasal dari tumbuhan kayu ditunjukkan oleh kandungan telovitrinite, fusinit, dan

semifusinit yang tinggi, dalam hal ini suberinit dan resinit adalah sebagai maseral

penyerta. Sedangkan maseral yang diinterpretasikan berasal dari tumbuhan perdu

ditunjukkan oleh detrovitrinite, inertodetrinit, liptodetrinit, alginit, sporinit, dan

cutinit (Teichmuller, 1989).

Gambar V.6. Komposisi maseral yang berasal dari kayu dan perdu pada conto batubara Seam T, R, dan Q.

T

0 20 40 60 80

T-1

T-2

T-3

Con

to

% Volume

Kayu

Perdu

R-W

0 10 20 30 40 50

R-W-1

R-W-2

R-W-3

Con

to

% Volume

Kayu

Perdu

R-E

0 10 20 30 40 50 60

R-E-1

R-E-2

R-E-3

Con

to

% Volume

Kayu

Perdu

Q -W

0 10 20 30 40 50 60

Q-W-1

Q-W-2

Q-W-3

Con

to

% Volume

Kayu

Perdu

Q -E

0 10 20 30 40 50 60

Q-E-1

Q-E-2

Q-E-3

Con

to

% Volume

Kayu

Perdu

Page 12: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

75

Dari gambar V.6, hampir sebagian besar conto menunjukkan adanya perubahan

lingkungan pengendapan pada tahap penggambutan pada lapisan batubara yang

sama. Untuk Seam T memberikan gambaran gradasi tahap penggambutan dari

mesotrofi – oligotrofi (dominasi tumbuhan kayu) menjadi eutrofi dengan

berkembangnya rawa gambut yang melimpah dengan tumbuhan air. Hal ini sesuai

dengan litologi penyusun batuan yang ada dimana lapisan batuan yang mengapit

bagian atas Seam T adalah batulempung yang dapat terjadi melalui proses

sedimentasi pada lingkungan di bawah air. Pada bagian timur daerah penyelidikan

yang direpresentasikan oleh conto R-E dan Q-E memperlihatkan perkembangan

tumbuhan kayu yang relatif baik dimana dapat diinterpretasikan bahwa lokasi

tersebut merupakan bagian dari tepi cekungan yang akan cenderung berkembang

jenis kayu selama proses pengendapan gambut (Anggayana, K., dan Widayat.,

A.H., 2006).

Hasil rekonstruksi yang telah dilakukan menunjukkan asal pengaruh laut purba

berasal dari arah timurlaut. Pengaruh laut purba yang berasal dari timur laut sesuai

dengan kondisi Kalimantan Timur yang letak lautnya berada di sebelah timur.

V.4 Perilaku Natrium dalam Batubara Seam T, R, dan Q

Berdasarkan klasifikasi dan komposisi sedimen, unsur natrium (Na) termasuk

dalam kelas evaporit yang di dalamnya tergabung juga unsur-unsur Ca, Mg, dan

K. Hasil analisis kadar natrium dalam abu batubara tergolong cukup tinggi (8,52%

adb) dibanding kadar rata-rata natrium dalam abu batubara secara umum yaitu

sekitar 0,5 – 2% (Bouska, 1981). Hasil analisis interpretasi fasies dan lingkungan

pengendapan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa batubara Lati Berau

dipengaruhi oleh kesetimbangan tektonik yaitu berupa kenaikan muka air laut

yang berarti endapan batubara ini mengalami penurunan di bawah permukaan air

laut.

Page 13: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

76

Dengan menggunakan mikroskop optis untuk analisis petrografi, mineralisasi

natrium di dalam batubara tidak dapat diamati karena pembesaran objek hanya

mampu mengamati hingga perbesaran 500 x, sedangkan kristal – kristal mineral

natrium yang terbentuk adalah sangat kecil. Pada analisis ini, objek yang teramati

hanya jenis maseral dan mineral utama (pirit, lempung, dan karbonat). Pada

analisis Scanning Electron Microscope (SEM) yang mempunyai perbesaran

sampai 30.000 x mampu mengidentifikasi kristal – kristal di dalam batubara

walaupun sedikit sulit karena kristal - kristal tersebut sangat kecil dan terintegrasi

dengan maseral (bisa terbentuk pada rongga -rongga sklerotinit atau berasosiasi

dengan vitrinit).

Analisis SEM terhadap 16 conto batubara, berhasil mengidentifikasi 2 conto

batubara yang mengandung mineral pembawa natrium yaitu dengan kode conto

R-E-1 dan R-E-2. Kedua conto tersebut memang memiliki kandungan Na2O

dalam abu batubara secara relatif lebih banyak dibandingkan dengan conto-conto

yang lainnya (lihat Tabel IV.6). Kehadiran natrium dalam kedua conto tersebut

teramati sebagai kelompok mineral silikat berupa mineral Aegerine/Acmite

(NaFe3+[Si2O6]) yang berasosiasi dengan kelompok maseral vitrinit dengan

bentuk sub-angular (Gambar V.7 dan V.8). Mineral ini dapat dengan mudah

terbentuk sebagai hasil sintensis dari reaksi kesetimbangan molekul dari SiO2,

Fe2O3, dan Na2CO3.H2O yang bereaksi dengan NaCl yang berasal dari air laut

(Deer dkk., 1992).

Dari hasil pengamatan SEM dengan area mapping dengan perbesaran 5.000 x

juga memperlihatkan sebaran unsur natrium dalam batubara tersebar secara

merata di dalam batubara tanpa memperlihatkan dengan jelas tendensi

pengelompokan pada titik-titik tertentu sebagaimana diindikasikan sebagai

mineral singenetik, yang bercampur dengan maseral di dalam batubara yang

berhasil teridentifikasi pada conto R-E-1 dan R-E-2 (Gambar V.9 dan V.10).

Kandungan natrium tersebut terbentuk dari air laut yang masuk ke dalam pori –

pori batubara kemudian menyatu dengan dengan material organik (maseral) pada

saat peatification. Kesimpulan ini didukung juga dari hasil analisis lingkungan

Page 14: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

77

pengendapan yang menyebutkan bahwa batubara Lati – Berau diendapkan pada

daerah delta dan payau yang setiap saat dipengaruhi oleh pasang surut air laut

(PT.Berau Coal).

Gambar V.7. Mineral Aegerin (G5) yang terdapat diantara maseral tellokolinit pada conto R-E-1

Page 15: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

78

Gambar V.8. Mineral Aegerin (H5) yang terdapat diantara maseral tellokolinit pada conto R-E-2.

Page 16: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

79

.

Gambar V.9. Hasil analisis SEM dengan area mapping, memperlihatkan distribusi unsur Na dalam batubara secara merata dalam batubara pada kode conto R-E-1.

Page 17: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

80

Gambar V.10. Hasil analisis SEM dengan area mapping, memperlihatkan disribusi unsur Na dalam batubara secara merata dalam batubara pada kode conto R-E-2.

Page 18: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

81

V.4.1. Disribusi Natrium Secara Horizontal

Dari data sekunder berupa hasil analisis kualitas komposisi abu batubara yang

telah dilakukan oleh PT. Berau Coal yang diambil dari conto pemboran dalam

kurun waktu tahun 2001 – 2003 dilakukan analisis terhadap sebaran natrium

(ekivalen dengan kandungan Na2O dalam abu batubara) untuk mengetahui

perilaku sebaran secara regional.

Kadar natrium dalam Seam T berkisar antara 0,16 % - 14,38 % (adb) dengan rata-

rata 1,91 % dalam abu batubara(Gambar V.11). Distribusi penyebaran natrium

pada seam T tidak merata dalam artian penyebaran natrium tidak terlalu

menunjukkan adanya kecenderungan ke arah tertentu (Gambar V.14). Namun dari

hasil interpolasi berupa modelling sebaran data kualitas dalam bentuk peta,

menunjukkan adanya tendesi peningkatan kadar natrium ke arah tengah dari

struktur sinklin. Selain itu juga data sebaran menunjukkan adanya puncak-puncak

kontur pada beberapa lokasi. Hal itu menggambarkan adanya lokasi-lokasi yang

memiliki kadar yang lebih tinggi daripada daerah di sekitarnya. Pada bagian timur

daerah penelitian terdapat perubahan tingkat kerapatan yang mengakibatkan

variasi dan tingkat kerapatannya lebih heterogen ketimbang pada bagian barat dari

sayap sinklin.

Berdasarkan rekonstruksi paleoenvironmental yang telah dilakukan oleh

penelitian-penelitian sebelumnya, bahwa pengaruh laut purba berasal dari timur

laut daerah penelitian yang sesuai juga kondisi saat ini yakni posisi laut berada di

bagian timur daerah penelitian, serta hasil interpretasi fasies dan lingkungan

pengendapan yang telah dilakukan yang menunjukkan variasi komposisi maseral

dan variasi horisontal kandungan sulfur total yang lebih bervariasi ke arah timur

laut (N 0500 E) (Anggayana, K. dan Widayat, AH, 2006) menunjukkan

kesesuaian terhadap distribusi natrium Seam T secara lateral.

Kadar rata-rata natrium pada Seam T ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan

Seam R dan Seam P akibat mobilitas ion natrium yang cukup tinggi yang

Page 19: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

82

dikontrol oleh struktur dan mudah larut dalam air jika dalam bentuk garam halit

sehingga dalam mengalami pelindian oleh aktifitas air tanah.

Na2O Seam T

Mean 1.91 Standard Error 0.15 Median 1.02 Mode 0.29 Standard Deviation 2.32 Skewness 2.53 Range 14.22 Minimum 0.16 Maximum 14.38 Count 228

(a) (b)

Gambar V.11. a) Statistik deskriptif univarian dan; b) Histogram kadar Na2O dalam abu batubara Seam T.

Kadar natrium dalam abu batubara pada Seam R berkisar antara 0,03 – 23,33 %

(adb) dengan rata-rata 5,01 % (Gambar V.11). Distribusi penyebaran natrium

pada Seam R tidak merata (Gambar V.14). Penyebaran natrium pada seam ini

juga tidak menunjukkan adanya kecenderungan ke arah tertentu. Modelling yang

dilakukan menunjukkan adanya puncak kontur yang menandakan kenaikan kadar

pada beberapa lokasi tertentu. Sebarannya memperlihatkan juga adanya tendensi

peningkatan kadar natrium ke arah tengah cekungan sinklin sehingga daerah

pinggir mendekati singkapan batubara memiliki kadar natrium yang relatif lebih

rendah. Penelitian sebelumnya dengan melakukan estimasi sebaran kadar natriun

Seam R dengan pendekatan geostatistika oleh Heriawan dkk., 2007,

memperlihatkan kecenderungan peningkatan kadar natrium pada tengah struktur

sinklin dibandingkan dengan pinggir sayap sinklin.

Sebaran natrium pada Seam R juga memperlihatkan homogenitas yang relatif

bervariasi pada arah relatif tegak lurus sumbu sinklin sebagaimana kecenderungan

variasi penyebaran horisontal komposisi maseral dan kandungan sulfur total pada

arah relatif tegak lurus sumbu sinklin.

HISTOGRAM KADAR Na2O

DALAM ABU BATUBARA SEAM T

0

20

40

60

80

10 0

12 0

BinF

requ

ency

Frequency

Page 20: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

83

Na2O Seam R

Mean 5.01Standard Error 0.18Median 3.50Mode 0.47Standard Deviation 4.80Skewness 0.79Range 23.30Minimum 0.03Maximum 23.33Count 724

(a) (b)

Gambar V.12. a) Statistik deskriptif univarian dan; b) Histogram kadar Na2O dalam abu batubara Seam R.

Kadar natrium dalam abu batubara pada seam Q berkisar antara 0,1 – 21,4 %

(adb) dengan rata-rata 5,29 % (Gambar V.13) . Bila dilihat dari rata –rata nilai

kandungan natrium pada seam ini memiliki nilai yang sedikit lebih besar

dibandingkan dengan seam-seam di atasnya (Seam T dan Seam R), dimana hal ini

dapat diakibatkan oleh pengkayaan yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dimana

pada lapisan batubara Lati yang telah dipengaruhi oleh struktur sinklin

mengakibatkan adanya perlipatan dapat menyebabkan timbulnya rekahan-rekahan

pada lapisan batubara. Rekahan-rekahan tersebut memberikan kesempatan pada

air, baik air tanah maupun air hujan untuk meresap masuk kembali ke dalam

lapisan batubara. Air-air tersebut dapat menguraikan garam-garam yang telah

terendapkan dalam lapisan batubara dan mengendapkannnya kembali di sisi lain

lapisan batubara termasuk lapisan di bawahnya.

Distribusi penyebaran natrium tidak merata pada Seam Q (Gambar V.15).

Penyebaran natrium pada seam ini juga tidak menunjukkan adanya

kecenderungan ke arah tertentu. Modelling yang dilakukan menunjukkan adanya

puncak kontur yang memperlihatkan kenaikan kadar pada beberapa lokasi

tertentu. Sebarannya memperlihatkan juga adanya tendensi peningkatan kadar

natrium ke arah tengah cekungan sinklin sehingga daerah pinggir mendekati

singkapan batubara memiliki kadar natrium yang relatif lebih rendah.

HISTOGRAM KADAR Na2O

DALAM ABU BATUBARA SEAM R

0

100

200

300

1 4 7 10 13 16 19 22

Bin

Fre

que

ncy

Frequency

Page 21: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

84

Na2O Seam Q

Mean 5.29Standard Error 0.21Median 3.12Mode 0.74Standard Deviation 5.23Skewness 0.83Range 21.3Minimum 0.1Maximum 21.4Count 644

(a) (b)

Gambar V.10. a) Statistik deskriptif univarian dan; b) Histogram kadar Na2O dalam abu batubara Seam Q.

HISTOGRAM KADAR Na2O

DALAM ABU BATUBARA SEAM Q

0

50

100

150

200

250

Bin

Fre

qu

ency

Frequency

Page 22: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

85

a. b. 559000 560000 561000 562000 563000 564000 565000 566000 567000250000

251000

252000

253000

254000

255000

256000

257000

258000

259000

260000

261000

262000

263000

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

Gambar V.11. a) Sebaran titik kadar Na2O tinggi > 1 % dan kadar Na2O rendah < 1 %; b) Peta penyebaran kadar Na2O dalam abu batubara Seam T.

®Keterangan:

") Kadar tinggi (Na2O > 1%)

") Kadar rendah (Na2O < 1%)

®

Kadar (%)

Page 23: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

86

a. b. 559000 560000 561000 562000 563000 564000 565000 566000 567000250000

251000

252000

253000

254000

255000

256000

257000

258000

259000

260000

261000

262000

263000

012345678910111213141516171819

Gambar V.12. a) Sebaran titik kadar Na2O tinggi > 1 % dan kadar Na2O rendah < 1 %; b) Peta penyebaran kadar Na2O dalam abu batubara Seam R.

®Keterangan:

") Kadar tinggi (Na2O > 1%)

") Kadar rendah (Na2O < 1%)

®

Kadar (%)

Page 24: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

87

559000 560000 561000 562000 563000 564000 565000 566000 567000250000

251000

252000

253000

254000

255000

256000

257000

258000

259000

260000

261000

262000

263000

012345678910111213141516171819

Gambar V.13. a) Sebaran titik kadar Na2O tinggi > 1 % dan kadar Na2O rendah < 1 %; b) Peta penyebaran kadar Na2O dalam abu batubara Seam Q.

Kadar (%)

®Keterangan:

") Kadar tinggi (Na2O > 1%)

") Kadar rendah (Na2O < 1%)

®

Page 25: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

88

V.4.2 Disribusi Natrium Secara Vertikal

Ditinjau dari hasil analisis interpretasi terhadap pengaruh paleoenvironmental

yang telah dilakukan sebelumnya, unsur alkali tidak memberikan pola penyebaran

secara lateral yang baik untuk mengetahui darimana arah pengaruh laut purba

(Purba, A, 2006). Demikian pula dari distribusi secara vertikal yang dilakukan

pada Seam T, Seam R, dan Seam Q berdasarkan perbedaan kenampakan

makroskopi, kandungan natrium tidak memberikan adanya kecenderungan

penyebaran tertentu (Gambar V.17). Hal ini dapat dipengaruhi oleh karena unsur

alkali di dalam air laut terdapat dalam bentuk ion dan memiliki sifat yang mobile.

Gambar V.17. Distribusi kandungan Na2O dalam batubara secara vertikal.

T

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20

T-1

T-2

T-3

Con

to

( %)

R-E

12.00 14.00 16.00 18.00

R-E-1

R-E-2

R-E-3

Con

to

(%)

R-W

0.00 5.00 10.00 15.00

R-W-1

R-W-2

R-W-3

( %)

Q-E

10.50 11.00 11.50 12.00

R-E-1

R-E-2

R-E-3

Con

to

(%)

Q-W

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00

R-E-1

R-E-2

R-E-3

Con

to

(%)

Page 26: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

89

Unsur alkali di dalam batubara terdapat dalam bentuk garam. Garam memiliki

sifat yang mudah larut. Jika garam-garam di dalam batubara tersebut tidak

mengalami gangguan, maka unsur jejak yang ditinggalkan pada lapisan batubara

akan memilki pola penyebaran secara lateral. Namun karena terdapat gangguan

maka unsur alkali tidak memberikan pola penyebaran. Gangguan tersebut dapat

berupa arus laut ataupun kegiatan tektonik. Arus laut yang bolak-balik yang

dialami lapisan batubara tentu saja dapat mempengaruhi penyebaran unsur alkali

di dalam lapisan batubara. Garam-garam yang telah terendapkan di dalam

batubara, mengingat sifatnya yang mudah larut dan mobile, ketika terdapat arus

laut yang menghantam lapisan batubara, maka garam-garam yang sudah

terendapkan akan terurai kembali dan diendapkan kembali di sisi lain dari lapisan

batubara. Kejadian tersebut terjadi berulang kali. Oleh karena itu unsur alkali di

dalam batubara tidak memberikan pola penyebaran yang baik.

Kejadian lain yang memungkinkan hal tersebut adalah kegiatan tektonik. Adanya

perlipatan dapat menyebabkan timbulnya rekahan-rekahan pada lapisan batubara.

Rekahan-rekahan tersebut memberikan kesempatan pada air, baik air tanah

maupun air hujan untuk meresap masuk kembali ke dalam lapisan batubara. Air-

air tersebut dapat menguraikan garam-garam yang telah terendapkan dalam

lapisan batubara dan mengendapkannnya kembali di sisi lain lapisan batubara.

Oleh karena itu unsur alkali tidak memberikan penyebaran yang baik.

Selain itu pula, batubara memiliki kemampuan sebagai penukar ion karena

batubara mempunyai struktur berongga yang mengandung ion-ion alkali dan

alkali tanah yang tidak terikat kuat terhadap rongga tersebut sehingga dapat

dipertukarkan dengan ion-ion lain yang terdapat dalam larutan. Menurut Fathi

Habashi (1969), batubara merupakan salah satu material yang dapat dijadikan

sebagai jenis penukar kation organik. Batubara juga terdiri dari sebuah jaringan

rantai hidrokarbon tiga dimensi elastis yang membawa group ion bermuatan tetap.

Muatan group ini diimbangi oleh ion-ion lawan (counter ion) yang bergerak

Page 27: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

90

bebas. Disamping berbentuk garam dan bagian dari mineral silikat, atom Na pada

batubara juga berikatan dalam senyawa organik batubara.

Dari kondisi ini dapat diketahui bahwa pembentukan natrium tersebut selain

dipengaruhi oleh kondisi air laut juga dipengaruhi oleh proses tektonik yang

terjadi pada saat pembentukan gambut.

V.5. Hubungan Keterdapatan Natrium dengan Mineral Lain

Di beberapa bagian, batubara Lati – Berau juga mempunyai kandungan sulfur

yang cukup tinggi. Hal ini diperkirakan terbentuk dari pengaruh air laut pada saat

pembentukan gambut, terutama sulfur piritik. Pirit dalam batubara dapat menjadi

salah satu petunjuk untuk melakukan interpretasi fasies dan lingkungan

pengendapan pada batubara.

Pada proses pembakaran batubara sulfur pirit akan terdekomposisi dan teruapkan,

sedangkan sisanya menjadi oksida Fe2O3 dan SO3. Hasil analisis kimia

laboratorium rata – rata kandungan oksida Fe2O3 dan SO3 di dalam abu batubara

Lati – Berau cukup tinggi yaitu masing – masing 12,03% dan 18,82%.

y = 1.4468x + 5.7772

R2 = 0.4064

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00

Kadar Na2O (%)

Kad

ar S

O3

(%)

Gambar V.18. Grafik hubungan antara kandungan Na2O dan SO3 pada batubara Lati-Berau

Page 28: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

91

Gambar V.18 memperlihatkan hubungan yang linier positif antara kandungan

natrium (Na2O) dan sulfat (SO3) pada batubara Lati – Berau. Pada umumnya

batubara yang mempunyai kandungan natrium tinggi juga mempunyai kandungan

sulfat tinggi. Hal ini menandakan bahwa kedua oksida tersebut memiliki genesa

yang sama yaitu dari pengendapan air laut, dimana natrium dapat berasal dari ion

Na dalam air laut yang bereaksi dengan unsur lain, sedangkan sulfat dapat berasal

dari sulfur piritik. Pengkayaan unsur S dan Na dalam air laut juga tergolong tinggi

sehingga secara genesa menunjukan kesesuaian perilaku antara kandungan

natrium dan sulfat yang ada.

Gambar V.19. Distribusi kandungan unsur Na dan S Total dalam batubara secara vertikal.

Dari hasil analisis kandungan abu yang merupakan oksida logam dalam hal ini

Na2O, kemudian dilakukan perhitungan secara matematis untuk menghitung kadar

unsur natrium dalam batubara menurut perbandingan berat atom relatif terhadap

berat molekul relatif. Sehingga untuk selanjutnya akan didapat data kadar unsur

T

0 0.5 1

T-1

T-3Con

to

(%)Kadar Na

Kadar S Total

R-E

0 2 4 6 8

R-E-1

R-E-2

R-E-3

Con

to

(%)

Kadar Na

Kadar S Total

Q-E

0 1 2 3 4 5 6

Q-E-1

Q-E-2

Q-E-3

Con

to

(%)

Kadar Na

Kadar S Total

R-W

0 2 4 6

R-W-1

R-W-3

( %)

Kadar Na

Kadar S Tot a l

Q-W

0 1 2 3 4

Q-W-1

Q-W-2

Q-W-3

( %)

Kada r Na

Kada r S Tot a l

Page 29: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

92

natrium yang akan dilihat kecenderungan kesesuaian variasi vertikal dengan unsur

belerang dalam bentuk belerang total .

Secara lateral kandungan sulfur total lebih bervariasi ke arah timur laut sedangkan

secara vertikal tinggi pada bagian atas dan bagian bawah lapisan batubara

(Anggayana, K. dan Widayat, AH, 2006). Meskipun ada korelasi secara genesa

pengendapan mineralisasi sulfur dan natrium dalam batubara, namun demikian

penyebaran vertikal dalam batubara memberikan kecenderungan yang berbeda.

Gambar V.19 memperlihatkan adanya kesesuaian variasi belerang menurut

penelitian sebelumnya, namun pada unsur natrium tidak memperlihatkan adanya

kecenderungan menurut arah tertentu.

Penyebaran sulfur yang rata-rata terkonsentrasi pada bagian atas dan bagian

bawah dari lapisan batubara disebabkan ketika proses diagenesa batubara,

pengaruh lapisan pengapit bawah (underburden) akan tertekan dan masuk ke

lapisan gambut, dengan demikian adanya tambahan kandungan sulfat pada bagian

bawah gambut. Pada tahap selanjutnya akan terendapkan gambut yang

mengandung lebih sedikit sulfur organik daripada lapisan yang dekat

underburden. Kemudian dengan berakhirnya fase pengendapan gambut maka

pada lapisan di atasnya akan terendapkan sedimen laut yang akan memberikan

tambahan sulfat. Sehingga dihasilkan peningkatan kadar sulfur pada bagian atas

dan bawah dari batubara (Anggayana, K. dan Widayat, AH, 2006).

Sedangkan penyebaran natrium secara vertikal mengindikasikan tidak adanya

pengaruh dari lapisan pengapit batubara terhadap pengkayaan kandungan natrium,

dimana lebih ditentukan oleh keadaan awal pembentukan gambut dan lebih

merupakan mineral singenetik yang proses selanjutnya dapat dikontrol oleh

struktur geologi dan pengaruh air laut yang tidak stabil.

Page 30: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

93

y = -0.1387x + 1.3911R2 = 0.1057

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

Na (%)

S-O

rgan

ik (

%)

Gambar V.20. Grafik hubungan antara kandungan Na dan belerang organik pada batubara Lati-Berau

Gambar V.20 memperlihatkan hubungan antara unsur Na dengan belerang

organik untuk mengetahui hubungan antara kemungkinan asal natrium dari

organik. Namun hasil korelasi tidak dapat memperlihatkan adanya korelasi antara

kedua unsur tersebut. Dengan kata lain kemungkinan bentuk Na yang ada tidak

terlalu dipengaruhi oleh natrium organik.

Demikian pula hasil analisis komposisi abu lapisan pengotor (parting) yang

mempunyai kandungan Na2O hanya 0,34 % pada parting yang terdapat pada

Seam Q dan 0,38 % pada parting yang terdapat pada Seam R. Masing-masing

parting berupa lempung karbonan. Natrium sekunder pada umumnya terbentuk

sebagai urat – urat tipis pengisi rekahan atau berasosiasi dengan parting.

Sedangkan pada lapisan bawah (underburden) Seam R berupa batulanau hasil

analisis kandungan Na2O hanya 0,44 %.

Secara regional penyebaran natrium dalam batubara dipengaruhi oleh kondisi

geologi yang dikontrol oleh struktur geologi yang berkembang. Struktur geologi

yang berkembang di daerah Lati dan sekitarnya adalah struktur geologi yang

berarah relatif baratlaut-tenggara yaitu Sesar Naik, Sinklin Lati dan Antiklin Lati.

Page 31: Bab V Pembahasan - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/685/jbptitbpp-gdl-arienaftal-34246-6... · bituminous dengan kisaran harga nilai reflektan 0,45 ... akan mensubtitusi

Tesis

94

Pola struktur geologi daerah Lati yang cukup berkembang ditandai oleh bentuk

geometris lipatan.

Proses penurunan kadar kandungan natrium jenis primer akan sulit dilakukan

karena natrium tersebut menyatu dengan maseral pada batubara. Metode

penurunan yang disarankan adalah dengan steam-drying menggunakan otoklaf,

ion exchange menggunakan larutan kimia (dengan biaya yang mahal) atau metode

pencucian manual dengan variasi ukuran butir, temperatur dan waktu tinggal.

V.6. Rekomendasi Eksplorasi dan Penambangan

Dengan keterdapatan tendensi peningkatan kadar natrium pada arah cekungan

sinklin sehingga perlu diperhatikan kegiatan ekplorasi khususnya dalam hal

evaluasi perhitungan cadangan yang memperhatikan kualitas batubara. Evaluasi

ini secara langsung akan memberikan implikasi terhadap perencanaan

penambangan yang akan dilakukan untuk tetap dapat memberikan produk

batubara sesuai dengan spesifikasi kualitas yang diinginkan yang berkaitan

melalui proses pencampuran (blending) yang dilakukan di plant processing.

Hasil uji kualitas yang telah dilakukan memberikan kandungan Na2O yang

ekivalen dengan kandungan natrium dalam batubara Seam T yang relatif lebih

baik dibandingkan seam-seam lainnya, sehingga dapat dipergunakan untuk

keperluan blending (pencampuran) untuk menjaga spesifikasi produk yang sesuai.

Hal ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih mengingat penyebaran Seam T

yang relatif lebih sedikit dibandingkan Seam R dan Seam Q. Selain itu juga

bahwa penyebaran batubara yang memiliki kandungan natrium yang relatif rendah

terdapat pada bagian-bagian singkapan (cropline) batubara sedangkan kegiatan

pertambangan lebih menyukai kemajuan tambang berawal dari arah singkapan

batubara ke arah down dip yang akan mengalami peningkatan kandungan natrium

sehingga diperlukan perencanaan (schedulling) tambang yang baik.