proses produksi dan subsidi biodiesel dalam mensubtitusi solar untuk mengurangi ketergantungan...

64
Parallel Session IIIB : Energy, Natural Resource & Environment 13 Desember 2007, Jam 09.00-11.30 Wisma Makara, Kampus UI – Depok PROSES PRODUKSI DAN SUBSIDI BIODIESEL DALAM MENSUBTITUSI SOLAR UNTUK MENGURANGI KETERGANTUNGAN TERHADAP SOLAR Erina Mursanti Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abstrak Kenaikan harga minyak mentah di pasar dunia dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan beban subsidi pemerintah yang dianggarkan untuk bahan bakar minyak (BBM) meningkat, hal ini menyebabkan ketergantungan terhadap BBM harus dikurangi. Jenis BBM yang disubsidi pemerintah pada saat ini adalah solar, minyak tanah, dan premium. Penelitian ini akan memfokuskan pada biodiesel sebagai substitusi dari solar untuk mengurangi ketergantungan terhadap solar sebagai sumber energi. Pemerintah menetapkan harga jual biodiesel tidak boleh melebihi harga jual solar sehingga konsumen diharapkan akan beralih dari solar menjadi biodiesel. Penetapan harga jual biodiesel itu berimplikasi pada penetapan harga input, yaitu harga biji jarak pagar. Apabila harga biji jarak pagar tidak ditetapkan, harga jual biodiesel yang seharusnya akan melebihi harga jual biodiesel yang ditetapkan. Road map pengembangan BBN menargetkan biodiesel mensubstitusi 15% konsumsi solar pada tahun 2015. Apabila pada tahun 2015 harga jual biodiesel melebihi harga jual solar, pemerintah harus mensubsidi biodiesel. Hal tersebut dilakukan agar tidak merugikan petani jarak pagar dan harga jual biodiesel tidak melebihi harga jual solar sehingga program biodiesel dapat dilaksanakan. Hasil perhitungan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa harga jual biodiesel per liter lebih tinggi daripada harga jual solar per liter. Oleh karena itu, untuk menjalankan program biodisel pada tahun 2015 pemerintah harus menganggarkan subsidi kepada biodiesel berbasis jarak pagar. Penelitian ini merekomendasikan dua alternatif kebijakan subsidi untuk biodiesel berbasis jarak pagar, yaitu kepada petani jarak pagar atau kepada konsumen. Subsidi ini harus dianggarkan pemerintah mengingat biodiesel memiliki competitive advantage dari sisi lingkungan jika dibandingkan dengan solar sehingga berpotensi mendukung tercapainya sustainable development dalam jangka panjang.

Upload: risang-pujiyanto

Post on 07-Aug-2015

199 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

Parallel Session IIIB : Energy, Natural Resource & Environment 13 Desember 2007, Jam 09.00-11.30 Wisma Makara, Kampus UI – Depok

PROSES PRODUKSI DAN SUBSIDI BIODIESEL DALAM MENSUBTITUSI SOLAR

UNTUK MENGURANGI KETERGANTUNGAN TERHADAP SOLAR

Erina Mursanti Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Abstrak

Kenaikan harga minyak mentah di pasar dunia dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan beban subsidi pemerintah yang dianggarkan untuk bahan bakar minyak (BBM) meningkat, hal ini menyebabkan ketergantungan terhadap BBM harus dikurangi. Jenis BBM yang disubsidi pemerintah pada saat ini adalah solar, minyak tanah, dan premium. Penelitian ini akan memfokuskan pada biodiesel sebagai substitusi dari solar untuk mengurangi ketergantungan terhadap solar sebagai sumber energi.

Pemerintah menetapkan harga jual biodiesel tidak boleh melebihi harga jual solar sehingga konsumen diharapkan akan beralih dari solar menjadi biodiesel. Penetapan harga jual biodiesel itu berimplikasi pada penetapan harga input, yaitu harga biji jarak pagar. Apabila harga biji jarak pagar tidak ditetapkan, harga jual biodiesel yang seharusnya akan melebihi harga jual biodiesel yang ditetapkan. Road map pengembangan BBN menargetkan biodiesel mensubstitusi 15% konsumsi solar pada tahun 2015. Apabila pada tahun 2015 harga jual biodiesel melebihi harga jual solar, pemerintah harus mensubsidi biodiesel. Hal tersebut dilakukan agar tidak merugikan petani jarak pagar dan harga jual biodiesel tidak melebihi harga jual solar sehingga program biodiesel dapat dilaksanakan.

Hasil perhitungan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa harga jual biodiesel per liter lebih tinggi daripada harga jual solar per liter. Oleh karena itu, untuk menjalankan program biodisel pada tahun 2015 pemerintah harus menganggarkan subsidi kepada biodiesel berbasis jarak pagar. Penelitian ini merekomendasikan dua alternatif kebijakan subsidi untuk biodiesel berbasis jarak pagar, yaitu kepada petani jarak pagar atau kepada konsumen. Subsidi ini harus dianggarkan pemerintah mengingat biodiesel memiliki competitive advantage dari sisi lingkungan jika dibandingkan dengan solar sehingga berpotensi mendukung tercapainya sustainable development dalam jangka panjang.

Page 2: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam ilmu ekonomi sumber daya alam, positive statement adalah sebuah kalimat yang merefleksikan keadaan yang sebenarnya terjadi dalam penggunaan suatu sumber daya alam. Sedangkan yang dimaksud normative statement adalah sebuah kalimat yang menyatakan keadaan yang seharusnya terjadi dalam penggunaan suatu sumber daya alam. Pada umumnya kalimat ini merupakan suatu rekomendasi. Dalam membuatnya, diperlukan pengetahuan tentang bagaimana suatu keadaan dapat berubah apabila rekomendasi tersebut telah diimplementasikan. Positive statement yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah “Komposisi minyak bumi sebagai sumber energi atau sebagai bahan bakar di Indonesia relatif besar jika dibandingkan dengan komposisi non minyak bumi”. Jika keadaan ini terus terjadi, Indonesia akan memiliki ketergantungan terhadap bahan bakar minyak (untuk selanjutnya akan disebut sebagai BBM) atau terhadap minyak bumi sebagai bahan baku dari BBM.

Dari Tabel 1-1 dapat dilihat bagaimana komposisi sumber energi di Indonesia. Komposisi dari minyak bumi masih melebihi 50% dari total energi yang dikonsumsi dalam satu periode. Sebagai informasi tambahan, pada bulan Maret 2005 konsumsi BBM mencapai 158.900 KL per hari1. Komposisi minyak bumi sebagai sumber energi yang lebih besar daripada komposisi non minyak bumi menunjukkan bahwa minyak bumi sebagai sumber energi sangat dibutuhkan sehingga dapat dikatakan bahwa Indonesia memiliki ketergantungan terhadap BBM.

Tabel 1-1 Data Historis Komposisi Sumber Energi di Indonesia Jenis Energi

Realisasi 1978/79

(%) Realisasi 1983/84

(%) Proyeksi 1988/89

(%) Proyeksi 2005

(%) Non minyak bumi 18,01 22,09 37,57 37 Minyak bumi 81,99 77,91 62,43 63 Total energi 100 100 100 100

Sumber: Blueprint Pengelolaan Energi Nasional oleh Departemen ESDM RI Minyak bumi (mentah) terbentuk dari endapan fosil yang telah melalui proses dalam skala

waktu geologis sehingga BBM dikategorikan sebagai energi fosil (fossil fuel). Walaupun merupakan bahan bakar yang tidak terbarukan, minyak bumi terus dikonsumsi kendati harganya meningkat. Konsumsi domestik BBM yang cenderung meningkat ditunjukkan dalam Gambar 1-1. Di sisi yang lain, harga minyak mentah dunia sejak periode 1970 cukup berfluktuasi dan juga cenderung mengalami peningkatan, bahkan mencapai angka tertinggi pada periode 2004/2005. Fluktuasi harga minyak mentah tersebut dapat dilihat pada Gambar 1-2. Gambar 1-1 Data Historis Konsumsi Domestik BBM Di Indonesia (1990-2004)

1 Nusantara dalam Kompas, 30 April, 2005, hal. 28.

Page 3: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

2

Jumlah Konsumsi BBM di Indonesia

010000000200000003000000040000000500000006000000070000000

1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004

Tahun

(KL)

Tahun konsumsi (KL)

Sumber : CEIC Database yang dipublikasikan oleh IMF

Page 4: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

3

Gambar 1-2 Data Historis Harga Minyak Mentah Dunia (1970-2004)

Sumber : CEIC Database yang dipublikasikan oleh aIMF

Selain diproduksi Pertamina, saat ini pemerintah juga membeli BBM dari badan usaha

seperti Petronas, Mitsui, Total, dan lain lain. Dengan harga jual yang lebih rendah dari harga beli, pemerintah harus memberikan subsidi supaya harga jual BBM dapat terjangkau oleh masyarakat. Jenis BBM yang diberikan subsidi adalah premium, minyak tanah, dan solar. Tabel 1-2 memperlihatkan struktur harga dari BBM pada tahun 2006 sehingga diperoleh besaran subsidi yang harus dianggarkan pemerintah.

Tabel 1-2 Perhitungan Subsidi Pada Tahun 2006

Kurs ICP Premium Minyak Tanah Solar (Rp/1 US$) (US$/bbl)

9,900 57 a. Harga beli BBM (Rp/liter) 4.560,00 5.090,00 4.870,00 b. Harga jual BBM (Rp/liter) 4.500,00 2.000,00 4.300,00

c. PPN 10% (Rp/liter) 391,30 181,82 373,91 d. PBBKB 5% (Rp/liter) 17,01 186,96 e. Harga jual bersih (Rp/liter) 4.091,68 1.818,18 3.739,13

f. Subsidi BBM (Rp/liter) (468,32) (3.271,82) (1.130,87)

g. Volume BBM (juta KL) 17.080,00 10.000,00 14.498,00

h. Total subsidi BBM (Rp Miliar) (7.998.864,27) (32.718.181,82) (16.395.346,96)

Sumber: Ditjen Migas, Departemen ESDM Keterangan : • Pembelian BBM dari badan usaha berdasarkan harga pasar (Base formula : MOPS + 15%); • Harga jual eceran BBM tertentu (bersubsidi) sesuai Peraturan Presiden No. 55 Tangggal 30

September 2005; • PPN untuk premium dan solar : 10/115 X harga jual BBM; • PPN untuk kerosene : 10/110 X harga jual BBM; • PBBKB untuk premium dan solar : 5/115 X harga jual BBM.

Page 5: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

4

Ketergantungan ini memiliki dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan. Jika membicarakan dampak ekonomi, yang terkait adalah jumlah subsidi yang dianggarkan pemerintah dan harga dari seluruh barang yang terkait dengan penggunaan BBM.

Meningkatnya konsumsi domestik BBM dan harga minyak mentah dunia adalah dua hal yang meningkatkan pengeluaran pemerintah. Selama BBM disubsidi maka pengeluaran pemerintah akan terus meningkat seiring dengan peningkatan harga minyak mentah dunia. Dalam Tabel 1-3 dapat dilihat bahwa jumlah persentase subsidi BBM terus mengalami peningkatan. Besarnya persentase subsidi terhadap pendapatan dalam negeri terus meningkat sejak periode 1996/1997 sampai periode 2000/2001. Tabel 1-3 Data Historis Pendapatan Dalam Negeri dan Subsidi BBM di Indonesia (1992-2001)

Tahun Pendapatan Dalam Negeri Subsidi BBM Persentase (Rp milyar) (Rp milyar) (%)

1992/93 48.862,60 691,80 1,42 1993/94 56.113,10 1.279,90 2,28 1994/95 61.369,90 686,80 1,12 1995/96 71.557,80 0,00 0,00 1996/97 78.202,80 1.416,10 1,81 1997/98 112.126,10 9.814,20 8,75 1998/99 157.473,30 27.534,00 17,48 1999/00 201.692,40 37.572,70 18,63 2000/01 204.942,30 54.759,50 26,72

Sumber : Ditjen Migas, Departemen ESDM. Keterangan: • Angka-angka tahun 1993/94, 1998/99, 1999/00 adalah termasuk pembayaran kekurangan

subsidi tahun sebelumnya; • Angka subsidi tahun 2000/01 adalah antara April – Desember tahun 2000.

Untuk menghindari beban subsidi BBM, pemerintah menaikkan harga BBM. Namun, kenaikan harga BBM akan meningkatkan harga barang yang terkait dengan penggunaan BBM, seperti sembilan kebutuhan pokok (sembako), sehingga dapat berdampak terhadap kehidupan sosial. Perubahan harga BBM akan mempengaruhi harga sembako yang kemudian akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Dari sisi lingkungan, BBM dikenal sebagai bahan bakar yang tidak ramah lingkungan karena merupakan pemicu polusi udara yang dapat mencemarkan lingkungan. Jika ketergantungan terhadap BBM tidak dapat dikurangi maka BBM akan terus digunakan sehingga kualitas lingkungan akan semakin menurun yang diakibatkan oleh emisi dari proses pembakaran BBM.

Alasan penting yang tidak dapat dilupakan dari pengurangan ketergantungan terhadap BBM adalah cadangan minyak mentah (proven + possible) di Indonesia saat ini mencapai 9 miliar barel sedangkan produksi per tahun adalah 500 juta barel. Proven reserve yakni cadangan yang jumlahnya telah dibuktikan dengan tingkat kepastian yang tinggi atas dasar : analisa kuantitatif log sumur yang dapat dipercaya, penelitian serta pengujian kandungan lapisan yang berhasil, dapat diperkirakan berada di dalam radius pengurasan sumur yang memproduksinya. Sedangkan possible reserve yakni cadangan dengan tingkat kepastian di bawah proven reserve atas dasar geologi2. Jika cadangan minyak mentah terus menerus ditambang dan tidak ada ekplorasi baru karena tidak adanya perkembangan teknologi yang signifikan maka cadangan minyak hanya dapat mencukupi

2 Bachrawi Sanusi, Peranan Migas Dalam Perekonomian Indonesia (Jakarta, 2002), hal. 40-41.

Page 6: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

5

kebutuhan domestik BBM sampai dengan 18 tahun lagi3. Dan pada saat itu pemerintah harus mengimpor minyak mentah sampai dengan 100%. Menurut data Automotive Diesel Oil, konsumsi BBM Indonesia sejak tahun 1995 telah melebihi produksi dalam negeri. Hal ini mengakibatkan status Indonesia berubah dari net oil exporter menjadi net oil importer.

Berkaitan dengan ketergantungan terhadap BBM sebagai positive statement, perlu dibicarakan normative statement yang berkaitan dengan positive statement tersebut. Normative statement itu berupa rekomendasi kebijakan, yaitu “Peningkatan konsumsi non minyak bumi sebagai substitusi BBM dalam sumber energi di Indonesia adalah salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap BBM atau minyak bumi4.

Beberapa cara mengurangi ketergantungan terhadap BBM bisa dilihat dari aspek penyediaan dan pemanfaatan. Jika dilihat dari aspek penyediaan, dapat dilakukan dengan cara penemuan teknologi baru untuk meningkatkan kemampuan pasokan energi, mengoptimalkan produksi energi, dan konservasi (penghematan) sumber daya energi. Sedangkan dari aspek pemanfaatan, yaitu program penghematan energi yang dicanangkan pemerintah dan disosialisasikan melalui media massa sehingga penggunaan BBM dapat lebih efisien.

Sebenarnya masih banyak energi alternatif terbarukan (non fossil fuel) untuk mensubstitusi BBM. Kandungan energi terbarukan ini masih melimpah di Indonesia dan selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga energi ini memiliki peluang untuk dikembangkan. Dilihat dari perkembangannya, pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia ada tiga, yaitu : energi yang sudah dikembangkan secara komersial, seperti biomassa, panas bumi, dan tenaga air; energi yang sudah dikembangkan tetapi masih secara terbatas, sebagai contoh adalah energi surya, dan energi angin; energi yang sudah dikembangkan, tetapi baru sampai pada tahap penelitian, yaitu energi samudera5.

Bahan bakar nabati (selanjutnya akan disebut sebagai BBN), adalah contoh energi terbarukan yang diperoleh dari sumber-sumber hayati. Yang termasuk dalam bahan bakar ini adalah biomassa dengan input dari tumbuhan, hewan dan senyawa organik. Biomassa, yang meliputi kayu, limbah pertanian, perkebunan atau hutan, kotoran hewan, dan komponen organik dari industri dan rumah tangga, merupakan suatu produk fotosintesis, yakni butir-butir hijau daun yang bekerja sebagai sel-sel surya, menyerap energi matahari dan mengkonversi dioksida karbon dengan air menjadi suatu senyawa karbon, hidrogen, dan oksigen6. Senyawa ini merupakan suatu penyerapan energi yang dapat dikonversi menjadi suatu produk lain. Hasil konversi senyawa itu dapat berbentuk arang atau karbon, alkohol kayu, ter, dan lain lain7. Biomassa berbentuk padat dikonversi menjadi energi berbentuk cair, gas, panas, dan listrik. Teknologi konversi biomassa untuk jadi biooil adalah teknologi pirolisa, yaitu suatu proses memanaskan input dalam sebuah bejana tertutup tanpa oksigen8. Teknologi esterifikasi digunakan untuk mengkonversi biomassa menjadi biokerosene atau biodiesel. Sedangkan teknologi fermentasi untuk menjadi bioetanol, serta teknologi anaerobik digester untuk jadi biogas. Teknologi pembakaran dan gasifikasi mengkonversi biomassa menjadi energi panas yang kemudian dikonversi lagi menjadi energi mekanis dan listrik.

Premium dapat disubstitusi dengan bioetanol yang dibuat dari fermentasi biomassa. Input yang diperlukan untuk proses fermentasi dalam proses produksi bioetanol adalah ubi kayu, jagung, ubi jalar, sagu atau tebu. Penelitian terakhir dari University of Wisconsin, Madison, Amerika Serikat, menyatakan bahwa zat gula dalam jeruk dan apel juga dapat digunakan sebagai input bioetanol9. 3 Ibrahim Hasyim, Siklus Krisis Di Sekitar Energi (Jakarta, 2005), hal. 31. 4 Hal ini sesuai dengan PP Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang mengatur komposisi sumber energi di dalam energy (primer) mix di Indonesia. 5 Dipaparkan lebih jelas dalam Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan dan Konservasi Energi (Energi Hijau) yang dikeluarkan oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta pada tanggal 22 Desember 2003. 6 Abdul Kadir, Energi : Sumberdaya, Inovasi, Tenaga Listrik, Potensi Ekonomi (Jakarta, 1995)., hal. 232. 7 Hal ini sesuai dengan Hukum Termodinamika yang menyatakan bahwa suatu energi tidak dapat dimusnahkan, hanya dapat merubah wujudnya dari satu bentuk ke bentuk lainnya. 8 Ibid., hal.237. 9 Inovasi dalam Tempo, 2-8 Juli, 2007, hal. 16.

Page 7: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

6

Minyak tanah juga dapat disubstitusi dengan biomassa yang dibuat melalui proses esterifikasi. Input yang diperlukan dalam proses ini adalah minyak jarak pagar yang dihasilkan dari proses pengepresan biji jarak pagar. Solar juga dapat disubstitusi oleh biodiesel yang dibuat dari proses esterifikasi dari minyak nabati seperti kelapa sawit atau jarak pagar.

Sejumlah universitas dan lembaga riset saat ini sedang melakukan berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D) mulai dari riset dasar, uji mesin, pembangunan prototype pabrik. Beberapa institusi yang aktif riset biodiesel adalah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Puslitbang Hasil Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Energi dan Kelistrikan (P3TEK), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan beberapa perguruan tinggi seperti ITB, IPB, UGM, UI, ITS, dan Universitas Parahyangan. Minyak lemak nabati (fatty oil) dari tumbuh-tumbuhan jadi fokus upaya penelitian dan pengembangan.

Berdasarkan penelitian Robert Manurung dari ITB, diketahui bahwa minyak jarak pagar ternyata dapat mensubstitusi minyak diesel untuk menggerakkan generator pembangkit listrik. Dalam perhitungan matematis dibutuhkan 90 hektar pohon jarak untuk membangkitkan pembangkit listrik tenaga diesel berkekuatan satu megawatt10. Biodiesel juga dapat digunakan sebagai zat additif solar atau dapat dimanfaatkan untuk mesin diesel, misalnya mesin yang digunakan pada proses produksi, mesin boat, mesin kapal layar, dan mesin kendaraan bermotor di darat tanpa harus modifikasi mesin terlebih dahulu. 1.2 Perumusan Masalah

Indonesia dapat mengembangkan BBN karena keanekaragaman hayati dan juga harga minyak mentah dunia yang meningkat menyebabkan harga domestik BBM ikut meningkat. Harga minyak mentah sampai menyentuh US$ 79 per barrel pada tanggal 14 Juli 2006. Setelah mengalami fluktuasi dalam waktu yang cukup lama, harga minyak mentah turun sampai menyentuh US$ 65 per barrel pada tanggal 24 Mei 200711. Walaupun harga minyak mentah dunia telah turun, bukan berarti Indonesia tidak perlu melakukan pengalihan energi dari BBM menjadi BBN. Indonesia harus dapat segera beralih kepada BBN karena pemerintah tidak mungkin menaikkan harga domestik BBM bahkan hingga menyamakan harga domestik dengan harga pasar dunia. Kenaikan harga ini akan menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik dan berujung pada instabilitas pemerintahan.

Pemerintah mengeluarkan PP No. 5 Tahun 2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang mengatur komposisi sumber energi dalam energy (primer) mix Indonesia. Sesuai pasal 2 ayat 1, tujuan PP tersebut untuk mengerahkan upaya mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Bersamaan dengan PP tersebut, pada tanggal yang sama diterbitkan Inpres No. 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan BBN sebagai Bahan Bakar Lain. Kemudian pemerintah menerbitkan KepPres No. 10 Tahun 2006 yang mengatur pengentasan kemiskinan dan produksi BBN. Dengan terbitnya KepPres tersebut, timbul harapan bahwa produksi BBN dapat menjadi salah satu jalan dalam mengentaskan kemiskinan yang dialami oleh masyarakat. Bersamaan dengan KepPres tersebut pemerintah membentuk Tim Nasional (untuk selanjutnya akan disebut sebagai TimNas) BBN untuk menyusun blue print dan road map dari pengembangan BBN. Blue print dan road map mendeskripsikan bagaimana program pemerintah supaya BBN dapat mensubstitusi BBM dalam jangka pendek dan jangka panjang. Roadmap diharapkan dapat mengefektifkan dan mensinkronkan upaya-upaya penelitian dan pengembangan BBN (yang intensitasnya meningkat) dalam arah yang menuju ketertegakan (the establishment of) industri BBN yang tangguh di dalam negeri.

Secara umum TimNas BBN menetapkan harga jual biodiesel tidak boleh melebihi harga jual solar sehingga konsumen diharapkan akan beralih dari solar menjadi biodiesel. Pada tahun 2007 harga jual solar (yang disubsidi pemerintah) adalah Rp. 4.300,00 per liter maka harga jual biodiesel 10 Rieska Wulandari, “Alternatif Energi Baru dari Minyak Jarak,” Suara Pembaruan Daily. 11 Data diperoleh dari http://www.oil-price.net

Page 8: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

7

(tidak disubsidi pemerintah) ditetapkan Rp. 4.300,00 per liter. Terdapat dua pilihan input di Indonesia yang dapat digunakan untuk produksi biodiesel, yaitu kelapa sawit atau biji jarak pagar. Penetapan harga jual biodiesel tersebut akan berimplikasi pada penetapan harga biji jarak pagar sebesar Rp. 500,00 per kg. Akibatnya, pada tahun 2007 produsen biodiesel membeli biji jarak pagar dari petani seharga Rp. 500,00 per kg. Apabila pemerintah tidak menetapkan harga biji jarak pagar ada kemungkinan harga jual biodiesel pada tahun 2007 yang seharusnya akan melebihi harga jual biodiesel yang ditetapkan pemerintah.

Road map pengembangan BBN menargetkan bahwa 15% konsumsi solar pada tahun 2015 disubstitusi biodiesel. Menurut TimNas BBN, harga jual biodiesel tahun 2015 tidak boleh melebihi harga solar sehingga konsumen beralih kepada biodiesel. Harga jual biodiesel yang ditetapkan tersebut akan berimplikasi pada penetapan harga biji jarak pagar maka produsen biodiesel dapat membeli biji jarak pagar dari petani pada tingkat harga yang ditetapkan. Apabila harga jual biodiesel melebihi harga jual solar tahun 2015, pemerintah harus menganggarkan subsidi untuk biodiesel supaya harga jual biodiesel tidak melebihi harga jual solar sehingga program biodiesel tahun 2015 dapat dilaksanakan.

Pengalihan energi dari solar menjadi biodiesel dengan harga biji jarak pagar yang ditetapkan pemerintah membawa beberapa permasalahan baru, di antaranya : (1) Apakah harga biji jarak pagar dan harga jual biodiesel pada tahun 2007 dan 2015 yang

ditetapkan pemerintah merefleksikan biaya produksi yang seharusnya? (2) Bagaimana skema industri dan struktur biaya produksi biodiesel? (3) Berapa harga jual biodiesel pada tahun 2007 dan 2015 yang telah memperhitungkan biaya

produksi yang seharusnya agar tidak merugikan petani jarak pagar? (4) Berapa besaran subsidi dan kepada siapa subsidi akan diberikan jika pemerintah ingin

mendorong penggunaan biodiesel sebagai substitusi solar pada tahun 2015 sesuai dengan blue print pengembangan BBN?

Page 9: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

8

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

(1) Menunjukkan bahwa biodiesel dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif dalam upaya mengurangi ketergantungan terhadap solar.

(2) Menghitung nilai ekonomi biodiesel dari sisi biaya produksi dan harga jual. (3) Memberi masukan pada policy maker berapa seharusnya harga biji jarak pagar sebagai input

proses produksi biodesel dan berapa seharusnya harga jual biodiesel pada tahun 2007 dan 2015 agar tidak merugikan petani jarak pagar.

(4) Memberi masukan pada pemerintah tentang besaran subsidi biodiesel supaya harga biodiesel tidak melebihi harga jual solar di pasar pada tahun 2015, dengan asumsi biaya faktor produksi dan harga pada tahun 2007 dan 2015 adalah konstan.

(5) Menunjukkan kepada siapa subsidi sepatutnya diberikan jika pemerintah ingin mendorong penggunaan biodiesel sebagai substitusi solar pada tahun 2015.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas tentang BBN pada umumnya dan biodiesel pada khususnya. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada biodiesel yang menggunakan biji jarak pagar sebagai input proses produksinya. Ada suatu hal yang membedakan jarak pagar dengan kelapa sawit, yaitu jarak pagar merupakan salah satu jenis dari tanaman non edibility (non pangan), sedangkan kelapa sawit merupakan tanaman edibility (pangan).

Road map pengembangan BBN menargetkan bahwa 15% konsumsi solar tahun 2015 disubstitusi biodiesel dan TimNas BBN menetapkan harga jual biodiesel tidak boleh melebihi harga jual solar. Jika melebihinya, pemerintah harus menganggarkan subsidi. Penelitian ini menitikberatkan pada perhitungan jumlah subsidi yang harus dianggarkan pemerintah untuk mendorong penggunaan biodiesel berbasis jarak pagar sebagai substitusi solar pada tahun 2015.

1.5 Metodologi Penelitian

Penelitian ini disusun dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Pada metode kualitatif peneliti mengumpulkan data dengan studi literatur dan wawancara lapangan langsung. Studi literatur dilakukan dengan pengumpulan makalah dan karangan ilmiah melalui teknologi internet via World Wide Web (WWW). Wawancara dilakukan di Cilacap, Jawa Tengah karena sudah ada petani yang menanam jarak pagar dan telah didirikan prototype pabrik biodiesel berbasis jarak pagar. Dan output telah diujicobakan kepada mesin kapal nelayan untuk menggerakkan kapal ketika melaut mencari ikan.

Dalam metode kuantitatif, digunakan perhitungan aritmatika sederhana dengan bantuan software Microsoft Excel untuk menghitung biaya produksi biodiesel, harga jual biodiesel pada tahun 2007 dan 2015, serta jumlah subsidi yang harus dianggarkan pemerintah untuk mendorong penggunaan biodiesel sebagai substitusi solar pada tahun 2015. Berdasarkan data historis konsumsi domestik solar tahun 1990–2004, peneliti menggunakan trend line dengan software Microsoft Excel untuk melakukan proyeksi konsumsi domestik BBM Indonesia hingga tahun 2015. 1.6 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : (1) Harga biji jarak pagar sebesar Rp. 500,00 per kg yang ditetapkan pemerintah sebagai input

proses produksi biodiesel terlalu rendah sehingga merugikan petani jarak pagar. (2) Harga biji jarak pagar yang melebihi Rp. 500,00 per kg akan meningkatkan harga jual biodiesel

yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2007 dan 2015, dengan asumsi biaya faktor produksi dan harga pada tahun 2007 dan 2015 adalah konstan.

(3) Pemerintah perlu mensubsidi biodiesel untuk mendorong penggunaan biodiesel sebagai substitusi solar pada tahun 2015 supaya tidak merugikan petani jarak pagar.

Page 10: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

9

1.7 Sistematika Penulisan

Penulisan pada penelitian ini terdiri dari : BAB I PENDAHULUAN Bagian ini meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah, hipotesa awal, tujuan penelitian, metode yang digunakan dalam penelitian, dan sistematika penulisan penelitian. BAB II TINJAUAN LITERATUR Bagian ini merupakan tinjauan mengenai teori-teori dan pemikiran-pemikiran dari literatur dan penelitian sebelumnya yang mendasari analisa penelitian. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bagian ini membahas bagaimana peneliti mengumpulkan data beserta pengolahan data tersebut untuk dapat melakukan analisa dan menghasilkan kesimpulan dalam penelitian ini. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN Bagian ini membahas hasil dari pengolahan data beserta analisa tentang hasil pengolahan data tersebut. BAB V KESIMPULAN Bagian ini menjawab permasalahan yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, dan peneliti juga memberikan saran kepada penelitian selanjutnya agar dapat melengkapi penelitian ini.

Page 11: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

10

BAB II TINJAUAN LITERATUR

2.1 Pendahuluan “Der Gebrauch von Pflanzenol als Kraftstoff mag heute unbedeutend sein. Aber derartige Produkte konnen im Laufe der Zeit ebenso wichtig werden wie Petroleum und diese Kohle-Teer-Produkte von heute.“ Kalimat yang ditulis Rudolf Christian Karl Diesel tersebut memiliki makna dalam bahasa Indonesia sebagai berikut : Pemakaian minyak nabati sebagai bahan bakar untuk saat ini sepertinya tidak berarti, tetapi pada saatnya nanti akan menjadi penting, sebagaimana minyak bumi dan batubara sekarang. Kalimat itu dikemukakan sejak tahun 1912 saat Diesel, seorang insinyur dari Jerman, berpidato dalam acara pendaftaran paten mesin atau motor hasil karyanya yang dinamakan sama dengan namanya, yaitu mesin Diesel. Mesin diesel pertama di dunia itu dijalankan dengan bahan bakar dari minyak kacang dan minyak biji mariyuana atau ganja (Cannabis Sativa) 12. Walau sudah dikatakan sejak hampir seratus tahun yang lalu, namun makna dari kalimat itu baru dirasakan kebenarannya pada akhir-akhir ini. Dampak BBM pada saat ini, seperti adanya global warming, semakin dirasakan masyarakat. Hal ini mendesak peran minyak nabati atau BBN untuk dapat segera mensubstitusi peran BBM. Apalagi dengan mengingat jumlah cadangan minyak mentah di Indonesia yang saat ini relatif menipis, jika dibandingkan beberapa puluh tahun yang lalu, ada baiknya jika BBN makin cepat menggantikan peran BBM sebagai sumber energi bagi masyarakat Indonesia. Jumlah cadangan minyak mentah yang menipis merupakan contoh bahwa ketersediaan sumber daya yang dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan kita memiliki sifat keterbatasan.

Waktu merupakan aspek penting dalam mengelompokkan sumber daya alam13. Sumber daya terbarukan adalah sumber daya yang dapat digunakan sebagai input dalam perekonomian tanpa batas waktu. Sedangkan, sumber daya tidak terbarukan adalah sumber daya yang mempunyai persediaan terbatas dalam jangka waktu tertentu. Akan tetapi, sumber daya terbarukan juga dapat menipis dan habis. Sebagai contoh, hewan yang ditangkap melebihi pertumbuhannya dapat punah. Pada dasarnya, yang membedakan sumber daya terbarukan dengan sumber daya tidak terbarukan adalah faktor waktu yang dibutuhkan sumber daya tersebut untuk generasi (rate of generation). Semakin lama waktunya, maka sumber daya tersebut dapat dikatakan sebagai sumber daya tidak terbarukan. Selain itu, laju pengurasan sumber daya (rate of extraction) tidak boleh melebihi rate of generation karena apabila melebihinya maka sumber daya tersebut dapat habis meskipun sumber daya tersebut termasuk sumber daya terbarukan. Jadi, sumber daya dapat digolongkan menjadi sumber daya terbarukan apabila laju generasinya relatif cepat dan lebih besar dari laju pengurasannya. 2.2 Ketersediaan Sumber Daya

Ada dua pandangan yang menilai tentang ketersediaan sumber daya. Pertanyaan utama yang mendasari perbedaan pandangan ini adalah apakah sumber daya yang tersedia pada saat ini dapat mencukupi kebutuhan ekonomi bagi kita, anak cucu kita dan generasi-generasi selanjutnya? Dua pandangan tersebut terbagi atas dua sisi, yaitu sisi pesimis, dan sisi optimis.

2.2.1 Sisi Pesimis Sisi pesimis berawal pada pemikiran Thomas Malthus tentang populasi, yaitu pertumbuhan

populasi manusia akan melebihi kemampuan alam untuk menyediakan makanan bagi pertambahan tersebut14. Pemikiran ini lalu dikembangkan pada buku The Limits to Growth pada 1972 oleh Donella

12 Effendi Syarief, Melawan Ketergantungan pada Minyak Bumi: Bahan Bakar Gerakan Nabati dan Biodiesel sebagai Alternatif & Gerakan (Yogyakarta, 2004), hal. 29. 13 John M. Hartwick, Nancy D. Olewiler, The Economics of Natural Resource Use, 2th ed. (Reading, Mass., 1998), hal. 4. 14 Thomas R. Malthus, An Essay on Population (London, 1798).

Page 12: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

11

H. Meadows, dkk15. Lalu direvisi kembali pada tahun 1992 dengan judul Beyond The Limits oleh Prof. Jay Forrester dari MIT. Ada tiga kesimpulan dari sisi pesimis. (1) Dalam waktu kurang dari 100 tahun, jika tidak ada perubahan yang berarti, masyarakat akan kekurangan konsumsi dari sumber daya yang tidak terbarukan. Pada saat itu sistem ekonomi akan collapse, angka pengangguran tinggi, produksi pangan berkurang, hingga tingkat populasi akan menurun sebagai akibat dari meningkatnya angka kematian; (2) Collapse dari sistem ekonomi tetap terjadi, tapi disebabkan karena tingginya tingkat polusi yang dihasilkan oleh industri sebagai akibat dari ketersediaan sumber daya yang berlimpah. Apabila masalah sumber daya yang dapat habis dan polusi dapat teratasi maka populasi akan bertambah, dan kemudian masalah makanan akan muncul. Sisi ini menggambarkan bahwa pemecahan masalah yang satu akan menimbulkan masalah yang lain; (3) Masalah yang muncul dapat dihindari dengan memecahkan masalah populasi dan polusi, tapi dengan pertumbuhan yang terhambat.

Pertumbuhan yang digambarkan sisi ini bersifat eksponensial, maka semakin tinggi angka pertumbuhan akan mengakibatkan makin cepat sumber daya alam habis. Contoh tingkat pertumbuhan yang eksponensial adalah misal pertumbuhan 3% per tahun, maka pertambahan yang terjadi akan makin besar dari tahun ke tahun bukan tetap 3%.

2.2.2 Sisi Optimis Dimulai dari Julian Simon yang menentang pemikiran sisi pesimis dalam bukunya yang

berjudul The Ultimate Resource yang menolak teori overshoot dan collapse dari ekonomi16. Simon menyimpulkan bahwa taraf hidup akan meningkat seiring bertambahnya populasi manusia, dan akan menurunkan biaya. Dengan meningkatnya pendapatan, orang akan berani membayar lebih mahal untuk mendapatkan lingkungan yang lebih rendah polusi. Dan tidak tertutup kemungkinan terciptanya kehidupan yang lebih baik karena harga bahan baku, makanan, dan energi yang lebih murah17.

Argumen Simon didasari oleh dua dasar pemikiran. Pertama, sumber-sumber bacaan yang diperolehnya menyatakan bahwa manusia sejak dulu dapat mengatasi permasalahan yang ada mengenai kelangkaan dan masalah lingkungan yang berhubungan dengan aktivitas ekonomi. Kedua, Simon menemukan bahwa tidak ada alasan yang kuat yang menyatakan bahwa tren tersebut tidak dapat terus berjalan.

Simon menuliskan beberapa hasil observasi untuk menguatkan pendapatnya18: • Jumlah lahan untuk pertanian bertambah, walau di beberapa negara jumlah lahannya

berkurang, produksi pangan terus bertambah. Maka pangan bukanlah suatu masalah; • Sumber daya alam tidak menjadi langka dari waktu ke waktu. Masalah kekurangan bukanlah

karena alam namun karena masalah pada tingkah laku manusianya; • Tingkat polusi menurun seiring dengan tingkat populasi dan pendapatan yang meningkat. Polusi

bukanlah akibat dari aktivitas ekonomi, melainkan suatu hasil dari penempatan suatu investasi. 2.3 Klasifikasi Energi

Klasifikasi energi sama dengan klasifikasi sumber daya alam, antara lain energi tidak terbarukan dan energi terbarukan. Energi terbarukan merupakan energi yang dapat dihasilkan kembali, secara alami atau dengan bantuan manusia. Sedangkan energi tidak terbarukan merupakan energi yang dapat habis sekali pakai19. Klasifikasi ini harus memperhatikan aspek lain, seperti aspek pemakaian (use) dan aspek komersial (commercial). Sumber energi, dilihat dari aspek 15 Donella H. Meadows, et. all., The Limits to Growth: A Report for the Club of Rome’s Project on the Predicament Mankind (New York, 1972). 16 Julian L. Simon, The Ultimate Resource (New Jersey, 1981). 17 Ibid. hal. 344. 18 Tom Tietenberg, Environmental and Natural Resource Economics, 5th ed. (New York, 2000), hal. 8. 19 Sukanto Reksohadiprodjo, dan Pradono, Ekonomi Sumber Daya Alam Dan Energi, Edisi 2 (Yogyakarta : 1998), hal. 6.

Page 13: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

12

pemakaian, terdiri atas energi primer dan energi sekunder. Energi primer adalah energi yang diberikan oleh alam dan dapat langsung dikonsumsi walaupun belum diproses lebih lanjut. Sementara itu, energi sekunder adalah energi primer yang telah diproses lebih lanjut. Sebagai contoh, minyak bumi ketika baru digali dari dalam tanah masih merupakan energi primer. Namun, jika minyak bumi diproses lebih lanjut menjadi bahan bakar, maka bahan bakar ini adalah energi sekunder. Demikian pula bila air terjun dipasang alat pembangkit listrik, maka listrik yang dihasilkan merupakan energi sekunder, sedangkan air terjun itu sendiri disebut energi primer.

Bila dilihat dari nilai komersial,maka sumber energi terdiri dari sumber energi komersial, sumber energi non-komersial, dan sumber energi baru. Energi komersial adalah energi sudah digunakan dan diperdagangkan dalam skala ekonomis. Energi non-komersial adalah energi yang sudah dipakai tetapi tidak dalam skala ekonomis. Energi baru adalah energi yang sudah dipakai tetapi masih dalam tahap pengembangan (pilot project). Energi baru belum dapat diperdagangkan karena belum mencapai skala ekonomi. Keseluruhan klasifikasi dapat dilihat dalam Tabel 2-1. Tabel 2-1 Klasifikasi Sumber Energi

Berdasarkan ketersediaan Berdasarkan nilai komersial Berdasarkan pemakaian

1. Tidak terbarukan • Minyak bumi • Batubara • Uranium • Bijih mineral

2. Terbarukan • Tenaga angin • Tenaga air • Panas bumi • Tenaga surya • Samudera • Biomassa

1. Komersial • Minyak bumi • Gas alam • Batubara • Tenaga air • Panas bumi • Uranium

2. Non komersial • Kayu bakar • Limbah pertanian

3. Energi baru • Tenaga surya • Tenaga angin • Tenaga samudera • Biomassa

1. Primer • Minyak bumi • Gas alam • Batubara • Tenaga air • Panas bumi

2. Sekunder • Listrik • LPG • BBM • Gas alam • Briket batubara

Sumber : Dari berbagai sumber 2.4 Energi Biodiesel

Terdapat banyak tanaman yang mengandung minyak dan salah satu kegunaan dari minyaknya yaitu dapat digunakan sebagai input dari proses produksi BBN. Tanaman tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2-2. Tabel 2-2 Daftar Tanaman Yang Mengandung Minyak

Page 14: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

13

Nama Tanaman Kandungan Minyak per Hektar Setara US Gallon/AcreInggris Indonesia Kilogram Liter

corn (maize) jagung 145 172 18cashew nut jambu mete 148 176 19

oats gandum 183 217 23lupine - 195 232 25kenaf - 230 273 29

calendula - 256 305 33cotton kapas 273 325 35hemp ganja 305 363 39

soybean kedelai 375 446 48coffee kopi 386 459 49

linseed (flax) rami 402 478 51hazelnuts - 405 482 51euphorbia - 440 524 56

pumpkin seed biji labu 449 534 57coriander ketumbar 450 536 57

mustard seed - 481 572 61camelina - 490 583 62sesame wijen 585 696 74safflower - 655 779 83

rice beras 696 828 88tung oil tree - 790 940 100sunflower bunga matahari 800 952 102

cocoa coklat 863 1026 110peanuts kacang tanah 890 1059 113

opium poppy opium 978 1163 124rapeseed lobak 1000 1190 127

olives zaitun 1019 1212 129castor beans jarak kepyar 1188 1413 151pecan nuts kemiri 1505 1791 191

jojoba - 1528 1818 194jatropha jarak pagar 1590 1892 202

macademia nuts - 1887 2246 240brazil nuts - 2010 2392 255avocado alpokat 2217 2638 282coconut kelapa 2260 2689 287palm oil kelapa sawit 5000 5950 635

Sumber : Effendi Syarief (2004) Keterangan : Tabel 2-2 diurutkan menurut kuantitas minyak hasilnya. Tanaman yang tidak memiliki nama Indonesia artinya tidak terdapat atau nyaris tak dikenal di

Indonesia. Jika dikonversi menjadi biodiesel, maka rasionya untuk semua minyak dari semua jenis tanaman

ini adalah rata-rata sekitar 0,8 per kilogram atau per liter. Ini adalah perkiraan konservatif, karena memang sangat beragam pada setiap jenis tanaman. Misalnya, dari 1 hektar kelapa sawit yang menghasilkan 5000 kg minyak nabati, akan diperoleh sekitar 4000 kg biodiesel (= 5000 x 0,8).

Beberapa jenis tanaman berumur pendek yang menghasilkan dalam waktu sekitar 4-12 bulan, umumnya adalah tanaman yang menghasilkan biji mengandung minyak, yaitu jarak, wijen, bunga matahari, kacang tanah, kedelai, ganja, dll. BBN dari sumber hewani antara lain: lemak sapi, kambing, babi, dsb. Selain itu, sisa-sisa atau limbah minyak goreng bekas (minyak jelantah) juga dapat dimanfaatkan menjadi BBN.

Dari Tabel 2-2 dapat dilihat bahwa tanaman yang kandungan minyak paling besar, seperti kemiri, alpokat, kelapa, dan kelapa sawit, merupakan tanaman yang sudah dikenal di Indonesia. Semua tanaman ini merupakan perennial crops yang menghasilkan setelah lewat dari 5 tahun. Tanaman ini memerlukan lahan subur, curah hujan tinggi, perawatan cukup intensif, dimana hal ini

Page 15: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

14

akan berdampak pada besarnya biaya hingga harga jual akan tinggi, maka perlu beberapa tahun untuk sampai pada titik-impas (break-even point).

Biodiesel adalah cairan berwarna kuning terang atau kuning gelap, dengan titik didih tinggi dan tekanan uap rendah. Kepekatannya lebih rendah dari air, yaitu 0.86 g/cm³. Biodiesel yang memiliki kekentalan seperti solar (bahan bakar diesel yang dihasilkan dari petroleum) dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk mesin diesel, atau sebagai zat aditif atau zat tambahan solar untuk melicinkan bahan bakar Ultra-Low Sulfur Diesel (ULSD), namun biodiesel tidak akan meningkatkan sulfur di atas 15 ppm.

Karakteristik biodiesel sama dengan solar, maka biodiesel dapat digunakan secara murni atau dicampur solar untuk menggantikan solar. Biodiesel berasal dari minyak tanaman jarak pagar, bunga matahari, atau kelapa sawit. Namun, biodiesel dapat digunakan pada mesin diesel tanpa melakukan perubahan mesin. Hal ini yang membedakan biodiesel dengan BBN lainnya, seperti straight vegetable oils (SVO) or waste vegetable oils (WVO). Para pemerhati biodiesel menggunakan huruf “B” untuk menandakan bahwa biodiesel ini merupakan campuran dengan solar. Hal ini sama dengan penggunaan huruf “E” pada etanol. Sebagai contoh, B20 adalah suatu bahan bakar biodiesel yang dicampur dengan 80% solar, sedangkan B100 adalah bahan bakar biodiesel murni (tidak dicampur).

Jika dibandingkan dengan solar, biodiesel memiliki kelebihan sebagai berikut 20 : • Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin karena termasuk kelompok minyak tidak

mengering (non-drying oil); • Mampu mengeliminasi efek rumah kaca; • Merupakan renewable energy (energi terbarukan) karena terbuat dari bahan alam yang dapat

diperbarui sehingga kontinuitas ketersediaan bahan baku dapat terjamin; • Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi secara lokal; Keuntungan lingkungan dari biodiesel jika dibandingkan dengan solar adalah21 : • Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang lebih baik yaitu free

sulphur (bebas sulfur), smoke number (bilangan asap) rendah dan angka setana cetane number lebih tinggi (> 60) sehingga efisiensi pembakarannya lebih baik;

• Biodiesel mengandung aroma hidrokarbon yang lebih sedikit : benzofluoranthene berkurang 56 % , dan benzopyrenes berkurang 71 %;

• Biodiesel mengurangi emisi CO kira-kira 50 % dan CO2 sebesar 78 % di dalam neto lifecycle karena emisi biodiesel yang berupa karbon didaur ulang dari karbon yang sudah ada di atmosfir;

• Pembakarannya terbakar sempurna (clean burning) hingga tidak menghasilkan racun dan dapat terurai22.

Ada tiga tanaman yang minyaknya dapat digunakan sebagai input bahan bakar biodiesel, yaitu jarak pagar, bunga matahari, dan kelapa sawit 23.

2.4.1 Jarak Pagar (Jatropha curcas Linneaus)

Kekurangan jarak pagar adalah pada satuan waktu pemetikan dibandingkan dengan satuan harga jualnya namun kekurangan ini tidak menghilangkan kelebihannya, yaitu dapat hidup mencapai 50 tahun, dan tidak membutuhkan terlalu banyak air. Curah hujan yang dibutuhkan termasuk paling sedikit di antara tumbuhan lain yang ada di dalam tabel 2-2.

Walaupun hasilnya masih di bawah kelapa sawit, tetapi tanaman ini mampu hidup dalam kekeringan di lahan kritis-minus dengan perawatan sekedarnya saja, sementara ampas perasan minyaknya adalah pupuk organik yang baik untuk reklamasi lahan tandus.

20 Erliza Hambali, et al., Jarak Pagar : Tanaman Penghasil Biodiesel (Jakarta, 2006), hal.7. 21 http://en.wikipedia.org 22 Departemen Energi AS mengkonfirmasi bahwa racun biodiesel lebih sedikit daripada garam meja dan dapat terurai secepat gula. 23 Syarief, Op. Cit., hal. 115-123.

Page 16: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

15

Dibanding dengan jarak jenis lanilla, yakni yang dikenal sebagai jarak kepyar (Ricinus communis), jarak pagar memiliki beberapa kelebihan, antara lain : Hasil minyaknya per hektar lebih banyak; Jarak kepyar memiliki biji yang dilapisi oleh kulit yang keras, sehingga pada pengolahannya

dibutuhkan pemanasan awal dengan uap panas (preheated steamed) untuk melunakkan kulit bijinya yang keras. Hal ini membutuhkan energi tambahan. Sedangkan biji jarak pagar lunak seperti biji kacang tanah, dan tidak memiliki kulit yang keras sehingga dapat diperas dengan alat sederhana.. 2.4.2 Bunga Matahari (Heliantus annus)

Kekurangan utama bunga matahari adalah hasil per hektarnya relatif rendah di bawah jarak pagar. Kelebihan bunga matahari adalah usia penanaman yang pendek maka tanaman sudah dapat dipanen hanya sekitar 90 hari atau 3 bulan sejak penebaran benih.

Jika ditanam pada dataran luas dan datar, pemetikan dilakukan secara mekanisasi yaitu dengan alat yang disebut combine, yakni alat dengan sistem mencukur batang sekaligus memisahkan batang dengan biji atau buah,. Pemetikan ini memang hanya dapat dilakukan di lahan datar dan luas. Alat ini dipasang di depan traktor untuk mencukur batang bunga matahari. Akbatnya, combine tidak dapat digunakan untuk memanen jika bunga matahari ditanam di lahan yang berlekuk (kontur tajam) karena traktornya bisa terguling sehingga harus dipanen dengan tangan. Namun, memanen bunga matahari dengan tangan, secara ekonomis, hasilnya di bawah hasil panen jarak pagar.

Minyak bijinya dapat dijadikan minyak goreng, seperti minyak kelapa atau minyak kelapa sawit, sedangkan minyak jarak pagar tidak dapat dijadikan minyak goreng. Selain itu, ampas perasan minyak bijinya dapat dibuang ke lahan tandus sebagai pupuk alam untuk reklamasi lahan. Ampas dan biji segarnya merupakan pakan ternak bergizi tinggi. Inilah kelebihannya dibanding ampas biji jarak pagar yang mengandung zat curcasine yang beracun dan memabukkan ternak yang memakannya.

Petani yang menanam biji bunga matahari dapat memelihara ternak dengan pakan dari ampas perasan minyak bijinya. Kotoran ternak dijadikan biogas untuk bahan bakar memasak. Limbah biogas merupakan pupuk yang baik untuk reklamasi lahan tandus.

2.4.3 Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)

Nilai ekonomis komersialnya masih lebih baik dibanding jarak pagar dan bunga matahari. Masalah utamanya adalah tanaman ini memerlukan asupan dengan biaya yang relatif mahal, yaitu untuk bahan kimia pertanian, teknologi pengolahan, serta luas lahan yang (dalam praktiknya selama ini) sering membabat hutan alam menjadi perkebunan besar monokultur dan juga menggusur tanah-tanah masyarakat sekitar, seperti yang terlihat di daerah Asahan, Sumatera Utara dan di pedalaman Sanggau, Kalimantan Barat.

Perlu dipikirkan untuk membangun perkebunan kelapa sawit di lahan kritis yang membutuhkan penyuburan (reklamasi) lahan terlebih dahulu. Jarak pagar dapat menjadi pilihan untuk proses reklamasi ini. Selama beberapa tahun, lahan ini dapat dimuliakan secara perlahan oleh pupuk alam dari limbah perasan jarak pagar atau bunga matahari, hingga kemudian dapat ditanami dengan tanaman jangka panjang seperti kelapa sawit.

2.4.4 Suatu Perhitungan Awal

Di atas kertas, perhitungan nilai perennial crops lebih menguntungkan. Misalnya, kelapa sawit panen pada usia 4 tahun, setiap petani memetik satu tandan yang beratnya 10 kg (bernilai sekitar Rp 10.000,00 dengan bekerja beberapa jam), maka ia akan memetik 3-5 tandan per hari (senilai Rp 30.000-50.000), atau 90-150 tandan per bulan (senilai Rp 900.000-1.500.000). Namun, masyarakat yang menanamnya harus merawat selama 4 tahun. Kelapa sawit butuh persyaratan

Page 17: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

16

lahan yang subur maka perlu pemupukan intensif sehingga perlu modal yang tidak kecil untuk membeli peralatan tambahan seperti pupuk dan racun anti hama24. Maka alternatifnya adalah tanaman jarak pagar atau bunga matahari. Kedua jenis tanaman ini adalah jenis tanaman jangka pendek yang hanya membutuhkan waktu 4-8 bulan untuk berbuah dan siap dipanen. Manfaat lainnya adalah dampak positif reklamasi lahan tandus dari pupuk limbah (ampas) bijinya yang telah diperas minyaknya.

Syarief pada tahun 2004 mengusulkan suatu program sebagai gerakan awal dalam memasyarakatkan BBN25. Program ini adalah program penanaman jarak pagar pada satu juta hektar lahan tidur, terutama di wilayah pedesaan berlahan kritis dan minus, maka akan diperoleh 1.892 juta liter BBM nabati per tahun26.

Sampai tahun 2003, Indonesia terdiri dari 30 propinsi. Propinsi DKI Jakarta yang nyaris tidak memiliki lahan tidur dikeluarkan dari perhitungan. Maka, satu juta hektar dibagi 29 propinsi, dibagi 5 kabupaten per propinsi, dibagi 10 kecamatan per kabupaten, akan diperoleh 690 hektar per kecamatan. Jika dibulatkan 700 hektar, berarti 7.000.000 M2 per kecamatan. Dengan asumsi bentuk lahan bujur sangkar, itu berarti lahan berukuran sekitar 2.646 M X 2.646 M, atau panjang dan lebarnya sekitar 2,6 KM saja.

Penyediaan lahan bukanlah masalah besar, terutama kecamatan di luar Pulau Jawa yang rendah tingkat kepadatan penduduknya. Sebagai gambaran, luas lahan alang-alang dan tegalan yang tidak efektif di Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencapai sekitar 800,000 hektar, sedangkan di NTT masih lebih luas. Hanya dari kedua propinsi yang terkenal paling luas lahan kritis-minusnya, dapat diperoleh 1,5 juta hektar lahan tidur dan tegalan yang tidak efektif. Apabila lahan tidur tersebut dijadikan lahan BBN, maka akan diperoleh tambahan PAD (Pendapatan Asli Daerah) sebesar 1.5 X Rp 4.35 triliun = Rp 6.5 triliun per tahun. Dengan asumsi Pemerintah Indonesia membeli BBN dari petani seharga Rp 2,300 per liter. Jika hal ini benar-benar terjadi, maka arus dana akan mengalir kembali ke pedesaan sekitar Rp 4.35 trilyun (yakni 1,892 juta liter X Rp 2,300 per liter) per tahun.

Pada lahan perkebunan rakyat yang ditanami jarak pagar atau bunga matahari, Pemerintah memberlakukan suatu kebijakan nasional yang melindungi proses-proses pemupukan demgan limbah (pupuk organik) dari pembuatan BBN. Maka setelah beberapa tahun, lahan tersebut jadi subur dan siap ditanami dengan tanaman penghasil minyak yang lebih produktif, misalnya, kelapa sawit. Hal ini harus bersamaan dengan kebijakan nasional yang mereformasi sistem perkebunan kelapa sawit bukan sebagai perkebunan besar yang dimonopoli perusahaan swasta, namun sebagai perkebunan rakyat dengan sistem tumpangsari yang dikelola melalui koperasi petani pedesaan.

Sampai tahun 2003, total lahan tidur di seluruh Indonesia mencapai 33 juta hektar. Apabila lahan tidur dan yang digunduli tersebut ditanami jarak pagar dengan hasil, paling tidak, 2,000 liter per hektar per tahun, maka akan diperoleh BBN sebanyak 33 juta hektar X 2,000 liter = 66,000,000,000 atau 66 milyar liter per tahun. Padahal, kebutuhan nasional (termasuk BBM bensin dan minyak tanah) hanyalah 54 milyar liter per tahun. 2.5 Jarak Pagar Sebagai Input Biodiesel

Input biodiesel yang mudah didapat adalah minyak sawit dan kelapa, maka penelitian-penelitian yang telah dilakukan menggunakan minyak tersebut. Minyak lemak yang relatif mudah didapat merupakan minyak pangan (edible oil), maka harganya sangat ditentukan tingkat permintaan di sektor pangan nasional atau dunia yang terus meningkat.

Salah satu sumber minyak nabati yang sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai input biodiesel adalah biji jarak pagar (Jatropha curcas L). Hal ini dikarenakan minyak jarak pagar tidak termasuk dalam kategori edible oil. Dengan demikian, pemanfaatan minyak jarak pagar sebagai

24 Syarief, Op. Cit., hal. 114. 25 Ibid., hal. 124-126. 26 Satu hektar adalah 100 m X 100 m =10,000 m2. Satu km2 adalah 1,000 m X 1,000 m = 1,000,000 m2 = 100 hektar. Maka, satu juta hektar adalah 1,000,000/100 = 10,000 km2, atau 100 km X 100 km.

Page 18: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

17

input biodiesel tidak akan menganggu stok minyak pangan nasional, kebutuhan industri oleokimia, dan ekspor CPO. Komposisi biaya input dalam biaya produksi biodiesel mencapai 60-80%. Akibatnya, sebaiknya input yang menjadi tulang punggung industri biodiesel adalah minyak nonpangan27. Berdasarkan hal ini, Direktorat Pengembangan Perkebunan Departemen Pertanian telah membuka kebun percobaan jarak pagar seluas 5 hektar di Lombok Timur. Di samping itu, sebagian masyarakat di Sumbawa Barat telah mulai mencoba perkebunan jarak pagar secara swadaya kurang lebih seluas 10 hektar28.

Kandungan minyak dari biji jarak pagar tinggi, sekitar 30-50%. Dalam setahun, satu hektar dapat menghasilkan 7,5 hingga 12 ton, setelah tumbuh selama lima tahun. Tanaman ini cocok ditanam di daerah tropis dan subtropis karena tahan kekeringan, mampu tumbuh dengan cepat dan kuat di lahan yang tandus. Wilayah yang cocok sebagai tempat tumbuhnya adalah dataran rendah hingga ketinggian 500 m dpl. Curah hujan yang sesuai adalah 625 mm/tahun. Namun, dapat tumbuh dengan curah hujan antara 300-2.380 mm/tahun. Kisaran suhu yang sesuai adalah 20–26o C. Jika suhu di atas 35o C atau di bawah 15o C, akan menghambat pertumbuhan serta mengurangi kadar minyak dalam biji.

Tumbuhan ini memiliki sistem perakaran yang mampu menahan air dan tanah sehingga tahan terhadap kekeringan serta berfungsi sebagai tanaman penahan erosi. Jarak pagar dapat tumbuh pada berbagai ragam tekstur dan jenis tanah, baik tanah berbatu, tanah berpasir, maupun tanah berlempung atau tanah liat. Di samping itu, jarak pagar juga dapat beradaptasi pada tanah yang kurang subur atau tanah bergaram, memiliki drainase baik, tidak tergenang, dan pH tanah berkisar antara 5,0 – 6,529.

Bahan baku solar adalah hidrokarbon yang mengandung 8-10 atom karbon per molekul. Sementara hidrokarbon pada minyak jarak pagar adalah 16-18 atom karbon per molekul sehingga viskositas (kekentalan) minyak jarak lebih tinggi dan daya pembakarannya sebagai bahan bakar masih rendah. Agar minyak jarak dapat digunakan sebagai bahan bakar, dilakukan proses transesterifikasi. Transesterifikasi, yang dilakukan menggunakan alkohol (seperti metanol) akan mengubah trigliserida menjadi metil ester, bertujuan menurunkan kekentalan minyak jarak dan meningkatkan daya pembakaran sehingga dapat digunakan sesuai standar minyak diesel untuk kendaraan bermotor30.

2.5.1 Skema Industri Biodiesel Berbicara mengenai skema indutri biodiesel, berarti berbicara mengenai industri biodiesel dari

hulu sampai proses produksi. Hulu industri ini dimulai dari proses budidaya tanaman jarak pagar yang dilakukan oleh petani.

2.5.1.1 Budidaya Jarak Pagar Budidaya jarak pagar berorientasi agribisnis perlu memperhatikan aspek-aspek31 :

Perbanyakan Tanaman Perbanyakan dapat dilakukan secara generatif dengan menggunakan biji yang cukup tua,

yaitu dari buah yang telah masak (berwarna hitam); maupun vegetatif dengan setek, okulasi, penyambungan, ataupun kultur jaringan (in vitro). Perbanyakan dengan setek menggunakan cabang tua atau batang yang cukup berkayu. Okulasi dilakukan dengan cara mempersiapkan bibit dari biji yang akan dijadikan batang bawah. Perbanyakan tanaman melalui in vitro menawarkan peluang besar untuk menghasilkan jumlah bibit yang banyak dalam waktu relatif singkat sehingga lebih ekonomis. Teknik ini mampu mengatasi kebutuhan bibit dalam jumlah besar, serentak, dan bebas penyakit. Pembibitan 27 Dr. Ir. Tirto Prakoso, “Perguruan Tinggi Minati Biodiesel,” Pikiran Rakyat, 21 Juli, 2005, hal. 21. 28 Ibid. 29 Hambali, op. cit., hal 12-13. 30 Ibid., hal 6-7. 31 Ibid., hal 14-28.

Page 19: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

18

Dilakukan di polibag atau bedengan. Setiap polibag diisi media tanam berupa tanah lapisan atas (topsoil) yang dicampur pupuk kandang. Tempat pembibitan diberi atap dari daun kelapa atau jerami. Persiapan Lahan

Meliputi pembukaan lahan, pengajiran, dan pembuatan lubang tanam. Penanaman

Penanaman, yang dapat dilakukan di lapangan (tanpa pembibitan) dengan menggunakan setek, dilakukan pada awal atau selama musim hujan supaya kebutuhan air bagi tanaman cukup tersedia. Dalam pembudidayan dapat diterapkan sistem tumpang sari dengan jagung, cabai, kacang tanah, dan kedelai. Penyiangan

Untuk menjaga pertumbuhan tanaman agar tumbuh cepat dan berproduksi optimal maka perlu dilakukan penyiangan sedini mungkin, yaitu dimulai pada saat tanaman jarak berumur 3–4 minggu. Penyiangan dilakukan untuk membersihkan lahan dari gulma ataupun tanaman lain yang dapat merusak atau menganggu pertumbuhan tanaman jarak.

Pemupukan Pemberian pupuk bertujuan menambah ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pemupukan

dapat dilakukan dua kali dalam setahun, yaitu pada awal musim hujan dan akhir musim hujan. Pemangkasan dan Penjarangan

Pemangkasan bertujuan meningkatkan jumlah cabang produktif. Semakin banyak cabang tanaman, maka biji semakin banyak. Penjarangan dilakukan pada tanaman yang ditanam agak rapat, dengan cara membuang salah satu tanaman, untuk mengurangi kompetisi antara tanaman. Pemangkasan dan penjarangan perlu dilakukan secara periodik. Pembungaan dan Pembuahan

Penyerbukan dilakukan serangga. Pembuahan perlu 90 hari dari pembungaan sampai biji masak. Tanaman berproduksi pada 4–5 bulan. Produktivitas penuh terjadi setelah 5 tahun. Produksi bunga dan biji dipengaruhi curah hujan dan unsur hara. Bila dalam setahun hanya satu kali musim hujan maka pembuahan hanya sekali setahun. Namun, bila tanaman diberi pengairan, pembuahan terjadi sampai tiga kali dalam setahun. Perkiraan Produksi

Produktifitas tanaman berkisar antara 2–4 kg biji/pohon/tahun. Produksi akan stabil setelah tanaman berumur lebih dari 5 tahun. Dengan tingkat populasi tanaman 2.500 pohon/hektar maka tingkat produktivitas antara 5–10 ton biji/hektar. Bila rendemen minyak sebesar 30 % maka dapat diperoleh 1,5–3 ton minyak/hektar/tahun.

2.5.1.2 Pemanenan Buah Supaya hasil berkualitas, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemanenan32. Kriteria Panen

Pemanenan dilakukan sekitar 90 hari setelah terjadi pembungaan. Ciri biji masak adalah kulit buah berubah warna dari hijau muda menjadi kuning kecokelatan atau hitam yang mengering, dan kulit buah terbuka sebagian secara alami. Panen yang dilakukan terlalu awal akan menurunkan kandungan minyak. Sementara bila panen terlambat dapat menyebabkan buah pecah sehingga banyak biji yang berjatuhan ke tanah. Teknik Pemanenan Dapat dilakukan dengan mengguncang atau memukul dahan berulang-ulang hingga buah terlepas dari dahan dan jatuh, kemudian dikumpulkan. Namun, teknik pemanenan yang paling baik adalah dengan memetik buah langsung dari dahan. Tingkat kemasakan buah dalam satu malai tidak 32 Ibid., hal 43-45.

Page 20: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

19

sama hingga panen per buah jadi tidak efektif dan memerlukan biaya tinggi. Akibatnya, panen dilakukan per malai dengan syarat 50 % buah per malai sudah mengering. Pengeringan Buah dan Biji Bila buah jarak akan diambil minyaknya, penjemuran dapat dilakukan di bawah sinar matahari langsung. Setelah buah terbuka semua, biji dikeluarkan dari cangkang lalu dibersihkan. Biji jarak harus dikeringkan hingga kandungan airnya mencapai 5–7%. Penyimpanan Biji Biji yang telah mencapai kadar air sekitar 5–7% sebaiknya segera disimpan dalam karung di gudang kering dan tidak terkena sinar matahari secara langsung. Penumpukan karung tidak bersentuhan dengan lantai. Biji jarak memiliki kandungan minyak yang cukup tinggi maka penyimpanannya tidak boleh lama dan harus segera diolah.

2.5.1.3 Ekstraksi Minyak Biji Jarak Pagar Dua cara yang umum digunakan pada pengepresan mekanis biji jarak yaitu pengepresan

hidrolik (hydraulic pressing) dan pengepresan berulir (expeller pressing)33. 2.5.1.4 Proses Produksi Biodiesel Yang dimaksud dengan biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang terdiri dari ester-

ester metil (atau etil) asam-asam lemak. Prakoso menjelaskan bahwa biodiesel akan diperoleh setelah minyak jarak pagar direaksikan, yaitu melalui reaksi kimia 34 : Alkoholisis (atau transesterifikasi) trigliserida (= triester gliserin dengan asam-asam lemak) dengan metanol/etanol; Esterifikasi asam-asam lemak (bebas) dengan metanol atau etanol.

Proses produksi biodiesel yang menggunakan biji jarak pagar merupakan suatu proses yang relatif panjang. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 2-1. Ada beberapa bagian dari tanaman jarak pagar yang tidak digunakan dalam proses produksi biodiesel yaitu tempurung biji jarak pagar, daun, dahan, ranting, dan kulit buah. Bagian ini dapat dimanfaatkan untuk membuat arang aktif, kompos, dan sabun35. Gambar 2-1 Proses Produksi Biodiesel Berbasis Biji Jarak Pagar

33 Ibid., hal. 47-55. 34 Prakoso, loc. cit. 35 Hambali, op. cit., hal 102-119.

Page 21: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

20

Sumber : Production of biodiesel from jatropha curcas oil by using pilot biodiesel plant yang ditulis oleh D.Ramesh, A.Samapathrajan, P.Venkatachalam. 2.6 Pasar Monopsoni

Tanaman jarak pagar merupakan salah satu jenis dari tanaman non pangan (non edibility sehingga tanaman jarak pagar sebagai komoditas non edible hanya dapat diolah jadi biodiesel. Akibatnya, petani jarak pagar ditempatkan pada situasi monopsoni. Pasar yang memperjualbelikan biji jarak pagar merupakan pasar monopsoni, dimana petani jarak pagar merupakan pemasok jarak pagar, sedangkan produsen biodiesel adalah pembeli.

Dalam teori ilmu ekonomi, monopsoni merupakan salah satu jenis struktur pasar yang memiliki karakteristik khas, yaitu hanya ada seorang pembeli yang dihadapkan dengan banyak pemasok36. Para pemasok saling bersaing untuk dapat menjual output produksinya ke seorang pembeli tersebut, maka pihak monopsoni (pembeli) sering mendiskriminasi pemasok dan mendapat hal-hal yang menguntungkan dari para pemasok.

Dalam Gambar 2-2, pemasok menerima harga yang ditetapkan pasar. Akibatnya, marginal revenue dan average revenue yang mereka terima konstan, dan jumlah output yang mereka dapat jual adalah dengan menyamakan harga dan marginal cost mereka37.

36 C. Pass, B. Lowes, L. Davies, Collins Dictionary of Economics atau Collins Kamus Lengkap Ekonomi, terj. Tumpal Rumapea, Posman Haloho (Jakarta, 1994), hal. 436. 37 Marginal revenue adalah tambahan penerimaan yang akan pemasok dapatkan dari hasil penjualan satu unit barang tambahan. Average revenue merupakan rata-rata penerimaan yang didapat pemasok atas penjualan satu unit barang. Sedangkan marginal cost adalah tambahan biaya yang dikeluarkan pemasok untuk dapat memproduksi satu barang tambahan.

Page 22: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

21

Gambar 2-2 Pemasok Dalam Pasar Monopsoni

Sumber : Pindyck (2001)

2.6.1 Kekuatan Monopsoni Pihak pembeli (tunggal atau jamak) dalam pasar monopsoni memiliki kemampuan untuk dapat mempengaruhi harga dalam pasar, sehingga mereka dapat membeli barang (output) dari pemasok dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang seharusnya, apabila barang ini diperjualbelikan di dalam pasar persaingan sempurna38. Besaran kekuatan monopsoni yang dimiliki pembeli ditentukan tiga hal, yaitu39 : Elastisitas penawaran dari pasar

Keuntungan dari pihak monopsoni timbul karena ia menghadapi kemiringan kurva penawaran yang negatif (upward-sloping), maka marginal expenditure akan melebihi average expenditure. Dapat dilihat dalam Gambar 2-3 (a) bahwa semakin elastis kurva penawaran, akan semakin kecil perbedaan antara marginal expenditure dengan average expenditure, sehingga kekuatan monopsoni dari pembeli akan lebih kecil40. Ketika kurva penawaran cenderung tidak elastis, maka kekuatan monopsoni akan lebih besar.

Gambar 2-3 Kekuatan Monopsoni : Elastis VS Inelastis

(a) Kurva Penawaran Elastis (b) Kurva Penawaran Tidak Elastis

38 Robert S. Pindyck, Daniel L. Rubinfeld, Microeconomics, 5th ed., (USA, 2001), hal. 352. 39 Ibid., hal. 356-357. 40 Marginal expenditure adalah pengeluaran tambahan yang dikeluarkan pembeli untuk dapat membeli satu unit barang tambahan. Sedangkan average expenditure adalah rata-rata pengeluaran yang dikeluarkan pembeli untuk satu unit barang.

Page 23: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

22

Sumber : Pindyck (2001) Jumlah pembeli

Semakin sedikit jumlah pembeli, kekuatan monopsoni akan semakin besar. Apabila hanya ada seorang pembeli dalam suatu pasar, maka si pembeli tersebut memiliki bargaining power yang besar dalam membeli suatu barang sehingga ia memiliki kekuatan monopsoni yang besar. Interaksi antara pembeli

Misalkan ada tiga atau empat pembeli dalam suatu pasar, dan mereka bersaing secara agresif, maka kekuatan monopsoni yang mereka miliki kecil. Sebaliknya, jika mereka tidak bersaing atau bahkan mereka cenderung melakukan kolusi, maka kekuatan monopsoni yang mereka miliki mungkin sama seperti apabila hanya ada satu pembeli dalam pasar itu.

2.6.2 Biaya Sosial Dari Kekuatan Monopsoni Dalam gambar 2-4 dapat dilihat deadweight loss yang timbul akibat pasar monopsoni. Karena kekuatan monopsoni mengakibatkan rendahnya harga (Pm < Pc) dan rendahnya jumlah barang yang dibeli (Qm < Qc), maka dapat diperkirakan bahwa hal ini akan mengakibatkan pembeli better off dan pemasok worse off. Keuntungan maksimal dari pelaku monopsoni (pembeli) terjadi pada tingkat haga Pm dan kuantitas Qm. Sedangkan apabila dalam pasar persaingan sempurna, keuntungan maksimal pembeli akan terjadi pada tingkat harga Pc dan kuantitas Qc, pada saat kurva AE dan MV berpotongan.

Dapat disimpulkan bahwa harga dan kuantitas barang yang terbentuk pada keseimbangan pasar monopsoni lebih rendah daripada tingkat harga dan kuantitas yang terbentuk di pasar persaingan sempurna. Karena tingkat harga yang lebih rendah, maka kerugian yang dialami pemasok adalah seluas bagian A+C. A+C seharusnya menjadi surplus pemasok (dalam pasar persaingan sempurna), namun pemasok tidak dapat menikmati surplus ini dalam pasar monopsoni. Sebaliknya keuntungan yang diperoleh pembeli adalah seluas bagian A-B karena rendahnya harga yang mereka peroleh. Bila dijumlahkan, total loss surplus yang terjadi adalah B+C. Inilah yang dinamakan dengan deadweight loss, yakni surplus yang tidak dapat dinikmati oleh pemasok ataupun pembeli jika mereka berada dalam struktur pasar monopsoni (padahal B+C seharusnya dapat dinikmati oleh pemasok ataupun pembeli dalam pasar persaingan sempurna).

Dari Gambar 2-4, dapat dilihat jumlah surplus pemasok, sebagai produsen, yang hilang lebih besar (daerah A+C) daripada jumlah surplus pembeli yang hilang dalam pasar monopsoni (daerah A-C), akan tetapi pembeli mendapatkan surplus tambahan (daerah B) maka total surplus pembeli dalam pasar ini adalah A+B. Gambar 2-4 Deadweight Loss Yang Timbul Akibat Kekuatan Monopsoni

Sumber : Pindyck (2001)

Page 24: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

23

2.7 Subsidi 2.7.1 Definisi Subsidi Dalam teori ekonomi, subsidi merupakan bantuan pemerintah yang berkaitan dengan

keuangan yang diberlakukan untuk mendorong proses produksi atau pembelian barang atau jasa, seperti : uang dalam bentuk tunai, keringanan pajak, hambatan perdagangan41. Singkatnya, subsidi dapat diartikan sebagai perbedaan antara harga yang diterima pembeli dan penjual dimana subsidi membuat harga yang diterima penjual melebihi harga yang diterima oleh pembeli. Secara umum, subsidi bertujuan untuk pemerataan (redistribution) kesejahteraan masyarakat dari satu pihak kepada pihak yang lain42.

2.7.2 Efek Subsidi Subsidi merupakan salah satu bentuk kebijakan publik dari pemerintah untuk meningkatkan

produksi yang akan menurunkan harga, atau subsidi untuk meningkatkan permintaan yang akan menaikkan harga. Kedua hal ini akan menghasilkan keseimbangan baru sehingga subsidi membuat kuantitas barang dan jasa meningkat. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2-5. Gambar 2-5 Efek Subsidi Dalam Keseimbangan Pasar

Sumber : Field (2001)

Subsidi menyerupai pajak, dan dapat disebut sebagai pajak negatif, dimana efek subsidi

menimbulkan efek berlawanan dari efek yang ditimbulkan pajak. Manfaat subsidi terbagi antara penjual dan pembeli, tergantung elastisitas penawaran dan permintaan. Namun subsidi juga memiliki efek negatif, yaitu subsidi dapat menimbulkan inefisiensi pasar. Dari Gambar 2-5 dapat dilihat jumlah kuantitas barang dan jasa meningkat (q1 > q2) akibat subsidi. Jumlah kuantitas yang meningkat ini akan menurunkan nilai bersih dari keuntungan yang dirasakan masyarakat atau net social benefit (untuk selanjutnya akan disebut NSB). Sebelum diberi subsidi, jumlah NSB pada q2 adalah (a+b+c) – (b+c) = a, sedangkan NSB pada q1 (setelah disubsidi) sebesar (a+b+c+d+e) – (b+c+d+e+f) = a-f.

Walaupun menimbulkan inefisiensi pasar, subsidi tetap diberikan pemerintah karena subsidi membuat masyarakat menikmati keuntungan, namun subsidi juga cenderung menutup kemungkinan pihak tertentu mendapatkan keuntungan yang tidak didapatkan pihak lain. Kebijakan subsidi tetap dijalankan pemerintah karena dua alasan : (1) pemberhentian subsidi akan menutup kemungkinan suatu pihak menikmati keuntungan yang tidak dinikmati pihak lain, (2) pemberhentian subsidi akan turut menghentikan pemerataan kesejahteraan pada pihak-pihak tertentu43.

41 http://www.wikipedia.co.id 42 Barry C. Field, Natural Resource Economics : An Introduction (New York, 2001), hal. 116-118. 43 Ibid., hal. 118.

Page 25: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

24

Penggunaan subsidi sebagai kebijakan dapat lebih luas lagi, termasuk di sektor energi suatu negara. Subsidi itu dikenal dengan nama subsidi energi. Definisi subsidi energi, dalam literatur internasional, adalah segala tindakan pemerintah yang memberikan perhatian khusus kepada sektor energi dengan maksud 44: 1. Menurunkan biaya bagi konsumen dan produsen; 2. Menjaga harga produksi lebih tinggi dari harga pasar; 3. Menurunkan harga yang dibayarkan konsumen energi (UNEP/OECD/IEA, 2002).

2.7.3 Bentuk – Bentuk Subsidi Energi

Subsidi energi adalah segala tindakan yang mempengaruhi pengembangan dan alokasi dari teknologi energi dan sumber daya. Subsidi diberikan pada konsumen dan produsen dalam bentuk direct financial interventions dan indirect adminstrative interventions. Dalam klasifikasi ini, yang diperhatikan adalah pengaruh pada harga atau biaya, baik langsung maupun tidak langsung. Contoh bentuk intervensi subsidi langsung, yaitu bantuan dalam bentuk tunai. Sedangkan bentuk intervensi tidak langsung yaitu instrumen dalam bentuk pajak khusus, halangan perdagangan, dan regulasi Pemerintah.

Selain itu, subsidi dibedakan jadi dua, on-budget dan off-budget expeditures. Subsidi dalam anggaran (on-budget) adalah pengeluaran aktual institusi pemerintah, seperti biaya riset. Subsidi di luar anggaran (off-budget) adalah suatu tindakan khusus yang tidak diterapkan pada semua teknologi energi, untuk mendorong industri mengembangkan teknologi yang spesifik. Contohnya : hilangnya pendapatan dan simpanan pemerintah untuk pembiayaan aset energi. Selain itu, terdapat kredit pajak untuk investasi dan produksi (Investment and Production Tax Credits and Production Incentive Payments) Kebijakan Subsidi Dalam Bentuk Tunai

Kebijakan ini dapat berupa dana bantuan, baik kepada produsen maupun konsumen. Bentuknya, antara lain adalah pinjaman berbunga rendah kepada produsen dan hibah untuk mendorong penggunaan teknologi energi yang efisien. Kebijakan Subsidi Dalam Bentuk Perlakuan Pajak Khusus

Kebijakan ini dapat berupa potongan pajak atau retribusi, royalti dan tarif. Kebijakan Subsidi Dalam Bentuk Halangan Perdagangan

Kebijakan ini dapat berupa kuota, embargo perdagangan, dan larangan teknis. Kebijakan Subsidi Dalam Bentuk Regulasi Pemerintah

Kebijakan ini berupa kontrol harga, peraturan lingkungan, lisensi, sertifikasi, restriksi untuk masuk ke dalam pasar, pembangunan infrastruktur energi, penelitian dan pengembangan teknologi energi. 2.8 Sustainable Development Kepentingan pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan memiliki titik perhatian yang berbeda. Pendekatan optimal untuk mempertemukan kedua kepentingan ini adalah pendekatan yang integratif dan terpadu sehingga mereka dapat diperhatikan secara simultan. Akibatnya, pembangunan ekonomi harus mengarah pada pembangunan berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan (sustainable development)45. Dalam konsep dasar sustainable development ada dua aspek penting yang jadi perhatian utama yaitu lingkungan (the environment) dan pembangunan (development). Jadi, sustainable development berarti pembangunan yang baik jika dipandang dari sisi ekologi atau lingkungan (ecologically sound development). Berwawasan lingkungan berarti ada keharmonisan antara

44 “Pengkajian dan Analisis Pengembangan Skenario Substitusi Bahan Bakar Minyak” (Laporan Pendahuluan dari Departemen ESDM, November, 2006), hal. 20. 45 Addinul Yakin, Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan : Teori dan Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan (Jakarta, 1997), hal.18-25.

Page 26: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

25

masyarakat dan lingkungan fisiknya. Pembangunan merupakan proses perubahan terus menerus yang ditandai melalui kegiatan pertumbuhan ekonomi, industrialisasi, sebagai modal untuk memenuhi kesejahteraan materi. Dalam konsep sustainable development, kedua aspek ini harus berjalan secara harmonis dan terpadu, dan memperoleh perhatian yang sama dalam kebijakan pembangunan. Konsep dasar sustainable development berangkat dari isu tentang jumlah sumber daya yang jumlahnya terbatas dalam memenuhi kebutuhan manusia yang cenderung tidak terbatas, sehingga perlu dilestarikan dan dipelihara supaya bisa dimanfaatkan untuk generasi kini dan yang akan datang (inter-generational approach). Konsep ini adalah konsep pembangunan yang ingin menyelaraskan kegiatan ekonomi dan ketersediaan sumber daya alam. Secara umum, mengacu pada bagaimana mengharmoniskan dua kepentingan, yaitu pembangunan ekonomi, dan pelestarian lingkungan dan sumber daya. Definisi tentang sustainable development yang populer seperti yang dikemukakan pada Brundtland Report”, Our Common Future yaitu : Pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Barbier mendefinisikan sustainable development dengan mengaitkan pada pembangunan ekonomi. Menurutnya, pembangunan ekonomi berkelanjutan merujuk kepada tingkat interaksi optimal antara tiga sistem yaitu biologi, ekonomi, dan sosial, yaitu pada tingkat yang dicapai melalui satu proses trade-off yang adaptif dan dinamis. Pezzey menjabarkan bahwa makna sustainable development adalah pembangunan yang menjamin atau memastikan generasi mendatang akan hidup dengan standar kehidupan, termasuk kesejahteraan materi dan lingkungan, minimal sama tingginya dengan standar kehidupan yang dinikmati oleh generasi saat ini. Secara umum, berdasarkan pemikiran-pemikiran yang berkembang, maka sustainable development harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : • Pertumbuhan ekonomi dan distribusinya harus berjalan selaras secara seimbang; • Pencapaian tujuan pertumbuhan dan pemerataan tersebut harus diikuti upaya pelestarian

lingkungan dan atau mempertahankan kemampuan sumber daya; • Bahwa distribusi hasil pembangunan harus berlangsung secara adil baik dalam dimensi ruang

(lingkup wilayah yang kecil, regional, bahkan global) maupun dalam dimensi waktu (bermanfaat bagi generasi sekarang maupun yang akan datang);

• Pembangunan harus menjamin tersedianya kondisi sosial ekonomi, budaya, keamanan bagi masyarakat serta terjaganya kualitas lingkungan dalam dimensi ruang dan waktu.

Ada dua pandangan tentang konsep sustainable development, yaitu pandangan neoclassical, dan pandangan ecological46. Perbedaan mendasar yang membedakan dua pandangan ini adalah : Pada tingkatan berapa kapital yang diciptakan oleh manusia dapat menggantikan kapital alam? Dalam bentuk yang lebih nyata, kalimat itu dapat berupa : Apakah tanah lapisan atas (top soil) dapat diganti dengan pupuk tanpa menambah biaya produksi? Neoclassical akan menjawab dapat, sedangkan ecological akan menjawab tidak.

2.8.1 Pandangan Neoclassical Neoclassical memiliki dua asumsi, kapital buatan dapat mensubstitusi kapital alam dalam

proses produksi; kemajuan teknologi tidak akan menutupi substitusi ketika kapital buatan menjadi langka. Kedua asumsi ini berimplikasi pada bahwa kita tidak akan kehabisan kapital alam.

Neoclassical melihat kapital alam dan kapital buatan merupakan dua hal yang bersifat substitusi dalam proses produksi. Mereka optimis dengan teknologi sehingga mereka percaya bahwa ketika sumber daya menjadi langka, harga akan naik, dan inovasi manusia akan

46 Eban S. Goodstein, Economics and The Environment (New York, 1999), hal. 81-127.

Page 27: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

26

menghasilkan substitusi yang bernilai tinggi, kemudian akan menurunkan harga kembali. Neoclassical cenderung melihat alam sebagai hal yang rapuh; adanya tekanan pada ekosistem akan mengarahkan ekosistem menuju keadaan steady, degradasi yang dapat diperkirakan, tapi tidak mengejutkan. Pandangan tentang perubahan yang kecil dan substitusi yang sempurna ini merupakan inti dari paham neoclassical dalam ekonomi. Dalam ilmu ekonomi, input produksi seperti kapital dan tenaga kerja memiliki sifat substitusi yang sempurna pada tingkat output yang sama.

Pada tingkat pandangan yang lebih luas, neoclassical secara umum percaya bahwa sistem ekonomi berdasarkan pasar akan menyediakan landasan kuat untuk mencapai masa depan yang berkelanjutan, namun peran pemerintah berupa regulasi tetap diperlukan untuk mengontrol polusi dan penipisan sumber daya. Neoclassical optimis ketika pasar tersebar, standar hidup akan meningkat, dan tingkat pertumbuhan populasi akan jatuh, semuanya masih dalam tahap yang dapat diterima dari degradasi lingkungan. Ini semua bukan untuk mengatakan bahwa neoclassical percaya tidak ada trade-off, hanya jika kemampuan untuk sustainable kurang lebih terjamin oleh peraturan sistem pasar yang tepat dan yang dapat berfungsi dengan baik.

2.8.2 Pandangan Ecological

Di sisi yang berlawanan, ecological pada dasarnya berargumen bahwa kapital alam dan kapital buatan memiliki sifat komplementer, sehingga kapital alam dan buatan dapat digunakan bersama dalam suatu produksi dan memiliki tingkat substitusi yang rendah. Ecological berpikiran pesimis pada adanya teknologi. Mereka memiliki keyakinan bahwa ketika kapital alam telah habis, maka kesejahteraan manusia akan menurun. Pada dasarnya, ecological memandang sistem alam sebagai sesuatu hal yang rapuh. Jika salah satu komponen, misalnya perikanan, terganggu, maka produktivitas dari seluruh ekosistem akan hancur. Adanya pandangan yang menghubungkan antara alam dengan ekonomi telah membawa kelompok ini disebut sebagai ahli ekonomi ekologi (an ecological economist).

Ecological mempertimbangkan globalisasi ekonomi yang terjadi di dunia sebagai suatu hal yang menyebabkan tidak tercapainya sustainable, yang kemudian akan berdampak pada bahaya kehancuran yang lebih nyata. Ecological tidak bermusuhan dengan sistem ekonomi yang berdasarkan pasar atau dengan pendekatan yang berdasarkan insentif, namun ecological mencari peran pemerintah yang lebih besar untuk relatif lebih agresif dalam usahanya mengantisipasi penipisan jumlah cadangan kapital alam.

Page 28: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini akan memaparkan bagaimana peneliti mendapatkan sumber data yang dibutuhkan

dalam penelitian, serta juga menjelaskan bagaimana formula perhitungan dan definisi variabel-variabel yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian ini. Peneliti akan menggunakan perhitungan aritmatika sederhana dengan bantuan software Microsoft Excel dalam menjawab permasalahan penelitian ini. 3.1 Sumber Data

Data yang digunakan penelitian ini dibedakan menjadi dua, primer dan sekunder. Metode pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara (face to face interview) yang terbuka, yaitu wawancara yang terdiri dari pertanyaan yang telah disusun peneliti dan kemudian responden diberikan kebebasan menjawab47. Sedangkan data sekunder diperoleh dari penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, dan juga melalui teknologi internet via World Wide Web (WWW).

Menurut prosedurnya, wawancara dalam penelitian ini dapat dikategorikan sebagai jenis wawancara bebas dan terpimpin. Jadi peneliti telah menentukan pokok-pokok masalah yang akan diteliti dan juga yang akan ditanyakan selama proses wawancara. Pedoman (guideline) wawancara tetap diperlukan sebagai pengendali supaya proses wawancara tidak menyimpang dari pertanyaan-pertanyaan dan tujuan wawancara48.

Kelebihan metode wawancara dalam penelitian ini adalah : • Peneliti berbicara langsung dengan responden dan dapat mengamati reaksinya terhadap

pertanyaan, maka peneliti bisa memahami keadaan yang sebenarnya terjadi; • Tidak mengenal batasan umur dan pendidikan responden; • Jawaban wawancara diperoleh dengan jawaban yang lebih santai dan tidak tegang.

Sedangkan, kelemahan metode wawancara dalam penelitian ini adalah : • Kurang efisien karena high cost economy (alokasi dana dan waktu untuk ke luar kota); • Tergantung kepada kesediaan, kemampuan, dan keadaan responden; • Sulit mencari lokasi responden karena lokasinya berbeda-beda.

Data primer yang digunakan terdiri dari data pada proses budidaya jarak pagar secara teknis, yaitu proses penanaman dari bibit jarak pagar hingga menjadi biji jarak pagar; data pada proses produksi biodiesel secara teknis, yaitu proses pengepresan biji jarak pagar sampai menjadi biodiesel; data pada perhitungan biaya proses produksi biodiesel; dan data pada perhitungan harga jual biodiesel.

Selain data primer, juga digunakan data sekunder. Data sekunder mencakup data pada perhitungan biaya proses budidaya jarak pagar; dan data historis konsumsi domestik solar di Indonesia dari tahun 1990–2004 sebagai dasar analisa pada perhitungan untuk menentukan jumlah subsidi yang harus dianggarkan pemerintah jika pemerintah menginginkan pemanfaatan biodiesel berbasis jarak pagar sebagai substitusi dari solar yang akan dikonsumsi dalam skala nasional pada tahun 201549.

3.1.1 Sumber Data Pada Proses Budidaya Jarak Pagar Sumber data tentang proses budidaya tanaman jarak pagar diperoleh peneliti dari

wawancara lapangan langsung dengan petani di Desa Karangmangu, Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah, yang telah melakukan proses budidaya jarak pagar sejak tahun 2004. Wawancara lapangan ini dilakukan pada Desember 2006.

47 Drs. Cholid Narbuko, Drs. H. Abu Achmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta, 2003), hal. 95. 48 Ibid., hal. 85. 49 Hal ini sesuai dengan blue print pengembangan BBN yang disusun TimNas BBN pada Desember 2006.

Page 29: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

28

Gambar 3-1 Tanaman Jarak Pagar Di Desa Karangmangu

Sumber : Foto peneliti di lokasi

3.1.2 Sumber Data Pada Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar

Sumber data tentang proses produksi biodiesel didapat dari wawancara langsung dengan seorang operator mesin produksi dari prototype pabrik biodiesel yang didirikan Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (DKP RI) di Lengkong, Kelurahan Mertasinga, Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah. Prototype pabrik biodiesel ini telah melakukan proses produksi biodiesel berbasis jarak pagar pada Januari 2006 dan kemudian outputnya diujicobakan sebagai bahan bakar pada mesin salah satu kapal nelayan untuk berlayar mencari ikan di laut pada bulan Juli sampai dengan September 2006.

Page 30: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

29

Gambar 3-2 Prototype Pabrik Biodiesel DKP RI

Sumber : Foto peneliti di lokasi

3.1.3 Sumber Data Pada Perhitungan Biaya Proses Budidaya Jarak Pagar

Fakta yang terjadi di Cilacap adalah seluruh bahan baku untuk proses budidaya jarak pagar yang dibutuhkan petani diperoleh secara gratis dari Departemen Pertanian RI, dan hasil panen pertama juga sedikit sehingga tidak dapat dikatakan secara pasti jumlah hasil panen. Dua hal ini menyebabkan peneliti tidak dapat melakukan perhitungan biaya proses budidaya jarak pagar dari hasil pengamatan di Cilacap.

Oleh karena itu, untuk melakukan perhitungan biaya proses budidaya jarak pagar, peneliti menggunakan perhitungan yang sudah pernah ada dalam penelitian sebelumnya, yang ditulis oleh Wisnu A. Martono. Wisnu melakukan perhitungan biaya proses budidaya jarak pagar berdasarkan pengalamannya sendiri ketika menanam jarak pagar di Daerah Istimewa Jogjakarta pada tahun 2003.

3.1.4 Sumber Data Pada Perhitungan Biaya Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar

Karena kegiatan proses produksi di prototype pabrik biodiesel di Cilacap baru dilakukan satu kali, maka peneliti menilai bahwa kegiatan proses produksi ini tidak dapat dijadikan basis dalam menentukan biaya proses produksi biodiesel berbasis jarak pagar.

Untuk mengetahui biaya proses produksi biodiesel, pada April 2007 peneliti melakukan kunjungan ke Cilincing, Jakarta Utara, tepatnya PT. Energi Alternatif Indonesia (untuk selanjutnya akan disebut sebagai PT. EAI)50. Peneliti melakukan wawancara singkat dengan Plant Manager PT. EAI dan berhasil memperoleh beberapa informasi mengenai biaya yang dibutuhkan dalam produksi biodiesel. Biodiesel merupakan campuran dari FAME dan solar dalam batasan tertentu. Sebagai informasi, PT. EAI adalah pemasok ‘NaturFuel’ yang dijual di berbagai SPBU di Jakarta dan

50 PT. EAI adalah anak perusahaan dari Suar Goup Company.

Page 31: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

30

Bandung. NaturFuel merupakan FAME, input dari bahan bakar biodiesel. Oleh karena itu, dalam penggunaannya sebagai bahan bakar biodiesel, FAME dapat dicampur dengan solar atau dapat langsung digunakan untuk bahan bakar mesin sebagai substitusi dari solar.

3.1.5 Sumber Data Pada Perhitungan Harga Jual Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Peneliti menggunakan hasil wawancaranya dengan PT. EAI dalam memperoleh beberapa

komponen yang diperlukan sebagai dasar analisa untuk melakukan perhitungan harga jual dari satu liter biodiesel berbasis jarak pagar.

3.1.6 Sumber Data Pada Perhitungan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar

Sebagai dasar analisa perhitungan subsidi untuk biodiesel yang akan digunakan sebagai substitusi dari solar, dibutuhkan data jumlah solar yang dikonsumsi oleh masyarakat pada saat itu. Untuk menghitung jumlah solar yang dikonsumsi pada tahun 2015, perlu dilakukan proyeksi dari data historis konsumsi domestik solar.

Peneliti menggunakan data historis konsumsi domestik solar Indonesia dari tahun 1990–2004 sebagai dasar perhitungan untuk menentukan jumlah subsidi biodiesel yang harus dianggarkan pemerintah. Data historis ini diperoleh dari CEIC Database yang dipublikasikan oleh IMF. 3.2 Simulasi Perhitungan Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Terdapat beberapa simulasi perhitungan mengenai biodiesel berbasis jarak pagar yang dilakukan untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini, dimana hasil perhitungan dari masing-masing simulasi akan dijelaskan dalam bab selanjutnya.

3.2.1 Simulasi Perhitungan Biaya Proses Budidaya Jarak Pagar Perhitungan biaya proses budidaya jarak pagar, atau biaya produksi biji jarak pagar, (Rp/kg)

merupakan pembagian dari total biaya tahunan (Rp/ha/thn) dengan yield (kg/ha/thn), dimana total biaya tahunan adalah penjumlahan dari nilai depresiasi (Rp/ha/thn), biaya panen (Rp/ha/thn), dan biaya tanaman tahunan (Rp/ha/thn). •

LifetimeBiayaAwalsiasiNilaiDepre =

biaya awal = biaya sewa lahan + biaya tenaga kerja + biaya bibit + biaya pupuk&pestisida + biaya irigasi

BiayaTanamanTahunan = BiayaSewaLahan + BiayaTenagaKerja + BiayaPupuk&Pestisida + BiayaIrigasi

yieldsPanenoduktifitaKerjaUpahTenagaBiayaPanen ×=

Pr

Page 32: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

31

Biaya Tenaga kerja (Rp/ha)

Biaya Sewa Lahan (Rp/ha)

Biaya Bibit (Rp/ha)

Biaya Pupuk dan Pestisida (Rp/ha)

Biaya Irigasi (Rp/ha)

Total Biaya Awal (Rp/ha)

Lifetime (thn)

Nilai Depresiasi (Rp/ha/thn)

Produktifitas Panen (kg/org/hr)

Upah Tenaga Kerja (Rp/org/hr) Biaya Panen

(Rp/ha/thn)

Biaya Sewa Lahan (Rp/ha/thn) Biaya Tenaga Kerja (Rp/ha/thn)

Biaya Pupuk dan Pestisida (Rp/ha/thn)

Biaya Irigasi (Rp/ha/thn)

Biaya Tanaman Tahunan (Rp/ha/thn)

Total Biaya Tahunan (Rp/ha/thn)

Yield (kg/ha/thn)

Biaya Produksi Biji Jarak Pagar (Rp/kg)

Total Biaya Tahunan (Rp/ha/thn) Profit Margin Dari Biaya Tahunan (Rp/ha/thn) Biaya Karung (Rp/ha/thn)

Biaya Karung (Rp/ha/thn)

Biaya Transpor (Rp/ha/thn)

Yield (kg/ha/thn)

Harga Jual Biji Jarak Pagar (Rp/kg)

Yield (kg/ha/thn)

Gambar 3-3 Skema Perhitungan Biaya Produksi Biji Jarak Pagar Dan Harga Jual Biji Jarak Pagar

Page 33: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

32

YieldporBiayaTransgBiayaKaruninofitMTahunanTotalBiayaaJualH +++

=argPrarg

Sumber : Wisnu A. Martono (2003)

Keterangan: • Total biaya awal adalah total biaya yang diperlukan tanaman sebelum tanaman berbuah; • Total biaya tahunan adalah total biaya yang diperlukan tanaman setiap tahunnya.

Gambar 3-3 telah menunjukkan bagaimana skema dari perhitungan biaya proses budidaya

jarak pagar, yang telah memperhitungkan lifetime tanaman selama 30 tahun, hingga didapat total biaya tahunan.

Dengan asumsi profit margin petani adalah 25% dari total biaya tahunan, maka harga jual biji jarak pagar per kg didapat dengan formula : •

3.2.2 Simulasi Perhitungan Biaya Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Yang dimaksud dengan biodiesel adalah campuran antara FAME dengan solar. Oleh karena

itu, untuk mengetahui biaya proses produksi biodiesel, diperlukan biaya proses produksi FAME dan harga solar. •

Dengan asumsi, solar yang digunakan untuk pencampuran biodiesel ini merupakan solar

yang telah disediakan pemerintah, maka untuk harga solar digunakan harga solar yang berlaku di pasar (berdasarkan keterangan dari DitJen Migas, Departemen ESDM). Akibatnya, perhitungan biaya proses produksi biodiesel dalam penelitian ini hanya membicarakan bagaimana perhitungan biaya proses produksi FAME. Skema perhitungan biaya proses produksi FAME dapat dilihat dalam Gambar 3-4.

biaya produksi biodiesel = biaya produksi FAME + harga solar

Page 34: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

33

Biaya Investasi Awal (Alat) (Rp)

Biaya Biji Jarak Pagar (Rp/liter) Biaya Additif (Rp/liter) Biaya Katalisator (Rp/liter) Biaya Minyak Tanah (Rp/liter)

Biaya Air Pencuci (Rp/liter)

Biaya Tenaga Keja (Rp/liter)

Biaya Energi (Listrik) (Rp/liter)

Biaya Variabel (Rp/liter)

Biaya Produksi FAME (Rp/liter)

Nilai Depresiasi (Rp/thn)

Kapasitas Produksi (liter/thn)

Biaya Tetap (Biaya Alat) (Rp/liter)

Gambar 3-4 Skema Perhitungan Biaya Proses Produksi FAME

Sumber : Perhitungan peneliti

Perhitungan ini menggunakan asumsi biaya biji jarak pagar adalah harga jual biji jarak pagar, dan perhitungan nilai depresiasi menggunakan straight line method51. Maka nilai depresiasi dan nilai sisa (residual value) didapat dengan formula :

51 Warren, Fess, Reeve, Accounting, 18th ed. (South-Western Publishing Co., 1996), hal. 351.

LifetimeesidualValutasiAwalBiayaInvesDepresiasi Re×

= 100

100Re ScrapValueesidualValu −=

Page 35: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

34

Biaya Produksi FAME (Rp/liter) Profit Margin Produsen FAME (Rp/liter) Biaya Pajak (Rp/liter)

Harga Grosir FAME (Rp/liter)

Profit Margin Distributor (Rp/liter)

Harga Jual FAME (Rp/liter)

Harga Komponen Z% FAME (Rp/liter) Harga Komponen (100-Z%) Solar (Rp/liter)

Harga Jual Biodiesel BZ (Rp/liter)

3.2.3 Simulasi Perhitungan Harga Jual Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Perhitungan harga jual biodiesel yang seharusnya adalah perhitungan harga jual dari

biodiesel B100, dimana biodiesel ini merupakan hasil campuran antara FAME 100% dengan solar 0%. Akibatnya, harga jual B100 merupakan harga jual FAME (dengan profit margin distributor adalah 5% dari harga grosir) yang didapat melalui :

Dengan asumsi, harga grosir FAME (dengan PPN 10%, PBBKB 5%, dan profit margin

produsen adalah 35% dari biaya produksi FAME) didapat dengan formula :

Selain perhitungan dari harga jual biodiesel B100, penelitian ini melakukan perhitungan dari

harga jual biodesel BZ, dimana Z adalah suatu besaran dari angka. Biodiesel BZ merupakan campuran antara FAME Z% dengan solar (100-Z)%, maka harga jual biodiesel BZ adalah :

dimana :

Untuk lebih jelasnya, bagaimana menentukan perhitungan harga jual biodiesel berbasis jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 3-5. Gambar 3-5 Skema Perhitungan Harga Jual Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Sumber : Perhitungan peneliti

3.2.4 Simulasi Perhitungan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Peneliti memberikan dua alternatif perhitungan kebijakan subsidi yang akan diberikan pada

biodiesel berbasis jarak pagar, yaitu kebijakan subsidi yang diberikan kepada petani jarak pagar dan konsumen.

3.2.4.1 Simulasi Perhitungan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Kepada Petani Jarak Pagar Kebijakan subsidi ini diberikan kepada petani jarak pagar yang memasok biji jarak pagar

untuk produsen biodiesel. Subsidi ini akan mengakibatkan harga jual biodiesel lebih rendah dari solar sehingga akan timnbul perbedaan harga antara biodiesel dan solar. Untuk menghindari perbedaan harga ini, pemerintah harus menetapkan harga jual biodiesel sama dengan harga jual solar. Perbedaan harga ini merupakan pendapatan pemerintah yang dapat digunakan untuk menutupi subsidi yang telah diberikan pada petani jarak pagar. Jumlah total subsidi yang harus dianggarkan pemerintah jika menerapkan kebijakan ini adalah pengurangan dari jumlah subsidi biji

harga biodiesel BZ = harga komponen Z% FAME + harga komponen (100-Z)% solar

harga grosir FAME = biaya produksi FAME – biaya pajak (PPN dan PBBKB) + profit margin produsen FAME

harga jual B100 = harga jual FAME = harga grosir FAME + profit margin distributor FAME

harga komponen Z% FAME = Z% X harga jual FAME harga komponen (100-Z)% solar = (100-Z)% X harga solar

Page 36: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

35

Jumlah biji jarak pagar (Rp/liter) Subsidi biji jarak pagar (Rp/liter)

Pengeluaran pemerintah untuk subsidi petani jarak pagar (Rp/liter)

Harga jual biodiesel (Rp/liter) Harga jual solar (Rp/liter)

Pendapatan pemerintah dari perbedaan harga jual (Rp/liter)

Subsidi kepada petani jarak pagar (Rp/liter)

Harga jual biodiesel yang seharusnya (Rp/liter)

Harga jual solar (Rp/liter)

Perbedaan harga jual (Rp/liter)

Subsidi kepada konsumen (Rp/liter)

jarak pagar dengan jumlah pendapatan yang diterima dari selisih harga jual solar dan biodiesel (dapat dilihat dalam Gambar 3-6). Gambar 3-6 Skema Perhitungan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Kepada Petani Jarak Pagar Sumber : Perhitungan peneliti

3.2.4.2 Simulasi Perhitungan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Kepada Konsumen Kebijakan yang kedua adalah subsidi diberikan pada masyarakat selaku konsumen dari

biodiesel untuk menutupi perbedaan antara harga jual biodiesel yang seharusnya (yang telah memperhitungkan biaya produksi) dengan harga jual solar pada saat itu (dapat dilihat dalam Gambar 3-7). Gambar 3-7 Skema Perhitungan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Kepada Konsumen Sumber : Perhitungan peneliti

Page 37: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

36

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan bagaimana perhitungan biaya proses budidaya jarak pagar,

perhitungan biaya proses produksi biodiesel berbasis jarak pagar, dan juga perhitungan harga jual biodiesel berbasis jarak pagar. Sebelum membahas perhitungan tersebut, penelitian ini menjelaskan dahulu bagaimana proses budidaya jarak pagar dan proses produksi biodiesel berbasis jarak pagar. Dalam hal tercapainya tujuan penelitian, bab ini akan menjelaskan perhitungan penentuan jumlah subsidi yang harus dianggarkan pemerintah jika pemerintah menginginkan pemanfaatan biodiesel berbasis jarak pagar untuk bahan bakar sebagai substitusi dari solar dalam skala nasional.

Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, pada Desember 2006, peneliti melakukan penelitian lapangan ke Desa Karangmangu, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah, untuk mempelajari bagaimana proses budidaya jarak pagar yang sudah dilakukan oleh beberapa petani di lokasi52. Selain Desa Karangmangu, peneliti juga melakukan penelitian lapangan ke Desa Nelayan Mandiri untuk mempelajari bagaimana proses produksi biodiesel berbasis jarak pagar yang telah dilakukan di lokasi 53. Desa Nelayan Mandiri berlokasi di Lengkong, Kelurahan Mertasinga, Kecamatan Cilacap Utara, Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah54.

Dari hasil penelitian di Desa Karangmangu, peneliti mendapatkan informasi tata cara proses budidaya jarak pagar, dari penanaman bibit jarak pagar hingga menjadi biji jarak pagar55. Selain itu, juga didapatkan penjelasan keuntungan dan kerugian menanam jarak pagar bagi petani. Penjelasan proses produksi biodiesel diperoleh melalui wawancara dengan operator mesin di prototype pabrik biodiesel di Kelurahan Mertasinga. Sedangkan penjelasan tentang program Desa Nelayan Mandiri didapat peneliti melalui wawancara dengan koordinator pelaksana dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cilacap.

Walaupun beberapa petani di Desa Karangmangu telah menanam jarak pagar, namun peneliti tidak mendapatkan perhitungan biaya proses budidaya jarak pagar. Hal ini diakibatkan petani tidak mengeluarkan biaya dalam proses budidaya tersebut karena mereka mendapat hibah yang berupa bibit jarak pagar, pupuk kandang, dan pestisida dari Departemen Pertanian RI. Peneliti juga tidak mendapatkan berapa jumlah hasil panen pertama karena mereka baru panen satu kali dan hasilnya masih sedikit maka belum dapat dikatakan secara pasti jumlah hasil panen.

Proses produksi biodiesel baru dilakukan satu kali kendati prototype pabrik ini sudah didirikan di Cilacap sejak Januari 2006. Karena kegiatan proses produksi baru dilakukan satu kali, maka peneliti menilai bahwa kegiatan proses produksi yang dilakukan di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Lengkong, Kelurahan Mertasinga, tidak dapat dijadikan basis dalam menentukan perhitungan biaya proses produksi biodiesel.

Untuk mengetahui perhitungan biaya proses budidaya jarak pagar, peneliti menggunakan perhitungan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wisnu A. Martono56. Wisnu melakukan perhitungan biaya proses budidaya jarak pagar berdasarkan pengalaman sendiri ketika menanam jarak pagar di DI Jogjakarta pada tahun 200357.

52 Berdasarkan Sensus tahun 2000 oleh BPS, diketahui bahwa Desa Karangmangu yang termasuk dalam kategori rural (pedesaan) memiliki jumlah penduduk 6.559 jiwa dan jumlah rumah tangga 1.392. 53 Desa Nelayan Mandiri merupakan salah satu program Pemerintah Indonesia yang bertajuk “Daerah Mandiri Energi”, dimana program ini bertujuan untuk mensosialisasikan energi terbarukan kepada masyarakat sehingga diharapkan dapat meningkatkan penggunaan BBN sebagai substitusi sumber energi yang berasal dari fosil. 54 Berdasarkan Sensus tahun 2000 oleh BPS, diketahui bahwa Kelurahan Mertasinga yang termasuk dalam kategori urban (perkotaan) memiliki jumlah penduduk 13.352 jiwa dan jumlah rumah tangga 3.015. 55 Biji jarak pagar merupakan bagian dari tanaman jarak pagar yang diperlukan sebagai input proses produksi biodiesel. 56 Wisnu A. Martono, “Biokerosin, FAME, dan Biodiesel Jatropha Curcas dan Sawit : Perhitungan Cost dan Harga“ (Kajian Bioenergi oleh Departemen ESDM, Jakarta, 2006) 57 Wisnu adalah seorang peneliti energi dari BPPT yang memperhatikan isu nasional mengenai BBN, khususnya biodiesel.

Page 38: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

37

Sedangkan, untuk mengetahui perhitungan biaya proses produksi biodiesel, pada April 2007 peneliti melakukan kunjungan ke Cilincing, Jakarta Utara, tepatnya PT. Energi Alternatif Indonesia (untuk selanjutnya akan disebut sebagai PT. EAI) 58. Sebagai informasi, PT. EAI adalah pemasok ‘NaturFuel’ yang dijual di berbagai SPBU di Jakarta dan Bandung. Dalam penggunaannya sebagai biodiesel, NaturFuel dapat dicampur dengan solar atau dapat langsung digunakan sebagai substitusi dari solar.

4.1 Proses Budidaya Jarak Pagar Proses budidaya jarak pagar yang diteliti dilakukan oleh petani di Desa Karangmangu. Mereka telah menanam jarak pagar sejak tahun 2004. Namun karena keterbatasan modal (modal pribadi), perawatannya tidak dapat dikatakan sebagai perawatan optimal. Akibatnya, pemanenan hanya bisa dilakukan satu kali dalam waktu dua tahun. Selain itu, belum bisa diperkirakan secara pasti berapa jumlah hasil panen.

Petani menanam bibit jarak pagar di lahan kosong yang sebelumnya tidak digunakan untuk kegiatan apapun, dengan jarak tanaman yaitu 2 X 2 meter59. Karena aturan jarak tanaman itu, dalam satu hektar terdapat 2500 pohon.

Berkaitan dengan pembibitan, perawatan, dan pemanenan jarak pagar akan dijelaskan sebagai berikut. Ada dua jenis bibit jarak pagar, yaitu bibit yang berasal dari biji jarak pagar dan bibit yang berasal dari setek. Kedua jenis bibit itu memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan bibit yang berasal dari biji adalah pohonnya relatif besar sehingga dapat menghasilkan panen relatif banyak daripada pohon yang tumbuh dari bibit yang berasal dari setek. Sedangkan kekurangan dari bibit yang berasal dari biji adalah waktu pemanenannya relatif lama daripada bibit yang berasal dari setek, yaitu sekitar 1 tahun. Sedangkan waktu panen pertama yang dibutuhkan oleh bibit yang berasal dari setek diperkirakan sekitar 6–8 bulan.

Untuk perawatan, tanaman jarak pagar memerlukan kira-kira ½ kg pupuk untuk satu pohon pada awal penanaman dan pada saat pertumbuhan. Selain itu, juga diperlukan bahan kimia untuk merangsang pertumbuhan buah dan bunga dan dibutuhkan air irigasi karena tanaman jarak pagar dapat mengering dan rontok tanpa air irigasi.

Pemanenan jarak pagar tidak dilakukan bersamaan, namun secara bertahap, karena waktu panen dari masing-masing buah berbeda. Panen dilakukan ketika buah telah masak dengan ciri-ciri kulit buah berwarna kuning. Kandungan minyak jarak pagar saat buah berwarna kuning relatif banyak daripada buah yang kering. Untuk menjaga agar kandungan minyak masih banyak, pemanenan dilakukan setiap sore ketika buah memasuki waktu panen. Proses pemanenan harus dilakukan secara manual. Jika telah masuk saat panen, petani memeriksa apakah ada buah yang sudah siap dipanen. Dengan tingkat perawatan yang belum optimal, hasil panen masih sedikit. Hasil ini berada jauh di bawah hasil panen optimal yang pernah dikatakan di penelitian sebelumnya. Erliza Hambali, dkk menuliskan bahwa dengan tingkat populasi tanaman 2500 pohon per hektar dan dengan perawatan yang optimal maka tingkat produktivitas yaitu 5 ton untuk satu hektar60.

Supaya biji jarak pagar dapat dimanfaatkan sebagai input proses produksi biodiesel, dibutuhkan persyaratan kualitas tertentu dan hal ini memerlukan pemupukan dan perawatan yang optimal. Pada dasarnya jarak pagar memerlukan persyaratan untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan memperoleh hasil optimal. Tanaman jarak pagar dan tanaman tebu memiliki kesamaan persyaratan untuk tumbuh61. Persyaratan tersebut yaitu kedua tanaman ini cocok untuk ditanam di lahan berpasir dengan air irigasi yang cukup.

Saat ini beberapa petani di Desa Karangmangu menanam jarak pagar karena bantuan hibah dari Departemen Pertanian. Pada awalnya mereka tidak mau menanam karena belum melihat apa

58 PT. EAI adalah anak perusahaan dari Suar Group Company. 59 Maksud dari jarak tanaman 2 x 2 meter adalah setiap jarak dua meter, ada satu pohon. 60 Hambali, Op. Cit., hal. 28. 61 Biro Perencanaan Deptan, Kriteria Kesesuaian Tanah dan Iklim Tanaman Pertanian (Jakarta, 1997).

Page 39: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

38

keuntungan yang akan diperoleh jika menanamnya. Salah satu alasan adalah tanaman jarak pagar bukan salah satu jenis tanaman pangan. Bahkan tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang mengandung toksin atau racun bagi mereka yang memakannya62.

Petani lebih memilih menanam tanaman pangan, seperti ketela pohon dan jagung, karena mereka dapat mengkonsumsi sendiri atau menjualnya ke pasar. Hasil penjualannya merupakan salah satu sumber dari penghasilan mereka untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Saat ini petani menanam jarak pagar dengan sistem tumpang sari. Yang dimaksud dengan sistem tumpang sari adalah sistem penanaman dengan menanam minimal dua jenis tanaman di dalam satu lahan tanah. Walaupun begitu. sistem ini tidak mempengaruhi tingkat produktifitas antara tanaman yang satu dengan tanaman lainnya. Tujuan dari sistem ini adalah untuk menghindari kemungkinan hilangnya salah satu sumber penghasilan, dan bermanfaat untuk memberdayakan lahan kosong yang ada di tengah-tengah antara tanaman jarak pagar. Erliza Hambali, dkk menuliskan bahwa selain untuk memperoleh diversifikasi hasil, sistem ini dapat mengurangi risiko serangan hama penyakit63.

Pemilihan tanaman yang diperuntukkan sebagai tumpang sari dengan tanaman jarak pagar memiliki kriteria, yaitu bukan merupakan salah satu jenis tanaman tahunan, memiliki umur yang tidak lebih lama dari tanaman jarak pagar. Tanaman yang selama ini dijadikan tumpang sari dengan jarak pagar adalah tanaman yang memiliki masa panen enam hingga tujuh bulan, antara lain timun, jahe, dan kencur. 4.2 Perhitungan Biaya Proses Budidaya Jarak Pagar Pada Tahun 2007 Harga biji jarak pagar yang seharusnya pada tahun 2007 adalah Rp. 1.786,04 per kg. Harga ini lebih tinggi daripada harga yang ditetapkan pemerintah, yakni sebesar Rp. 500,00 per kg. Besaran ini didapat melalui perhitungan yang pernah dilakukan Wisnu A. Martono. Tabel 4-1 Perhitungan Biaya Proses Budidaya Jarak Pagar Pada Tahun 2007 PERHITUNGAN BIAYA PRODUKSI BIJI JARAK PAGAR (Rp/kg) 1. Asumsi Dasar Yield (kg/ha/thn) 5.000,00 Lifetime (thn) 30,00 Jumlah pohon/ha 2.500,00 Life probability (%) 75,00 Kebutuhan Air (liter/pohon/minggu) 1,00 Harga air (Rp/meter kubik) 2.000,00 Harga karung (Rp/buah) 500,00 Kapasitas karung (kg/karung) 20,00 Perkiraan biaya transport (Rp/ton @5km) 50.000,00 2. Asumsi Biaya 2.1. Biaya Sewa Lahan (Rp/ha/thn) 200.000,00 2.2. Biaya-biaya Tenaga kerja Upah Hari/Orang Kerja (8 jam kerja) 20.000,00 HOK Pengolahan Awal (Erliza dkk) 25,00 HOK Pengendalian Gulma 10,00 HOK Pemupukan 12,00 HOK Pengendalian Hama dan Penyakit 10,00 HOK Penanaman 15,00 Total HOK 72,00 Hari Orang Jam Panen/ton biji kering (India) 125,00

62 Hambali, Op. Cit., hal. 12. 63 Ibid. hal. 22.

Page 40: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

39

Produktivitas Panen (kg/orang/hari) 64,00 Total Biaya Tenaga Kerja 1.440.000,00 2.3. Biaya Bibit Kebutuhan Bibit (Setek) 3.333,33 Harga Bibit (Rp/Setek) 1.500,00 Total Biaya Bibit 5.000.000,00 2.4. Biaya Pupuk dan Pestisida Kebutuhan Pupuk kandang (kg/lobang) – Deptan 2,00 Harga Pupuk Kandang (Rp/kg) 300,00 Kebutuhan Pupuk Urea (kg/lobang) 0,02 Harga Pupuk Urea (Rp/kg) 1,200.00 Kebutuhan Pupuk SP36 (kg/lobang) 0,06 Harga Pupuk SP36 (Rp/kg) 2.500,00 Kebutuhan Pupuk KCL (kg/lobang) 1/83 Harga Pupuk KCl (Rp/kg) 3.000,00 Pestisida (kg/ha) 1,00 Harga Pestisida (Rp/kg) 85.000,00 Total Biaya Pupuk dan Pestisida 2.110.000,00 2.5. Biaya Irigasi 1.200.000,00 2.6. Total Biaya Awal (Rp/ha) 9.950.000,00 2.7. Biaya Panen (Rp/kg) 312,50 2.8. Biaya Panen (Rp/ton) 312.500,00 2.9. Biaya Panen (Rp/ha/thn) 1.562.500,00 2.10. Amortisasi (Rp/thn) 331.666,67 2.11. Biaya Tanaman Tahunan (Rp/ha/thn) 4.950.000,00 2.12. Total Biaya Tahunan (Rp/ha/thn) 6.844.166,67 2.13. Biaya Produksi (Rp/kg) 1.368,83 2.14. Profit Margin Petani (25 %) (Rp/ha/thn) 1.711.041,67 2.15. Biaya Karung 125.000,00 2.16. Biaya Transpor Kebun-Pabrik 250.000,00 3. Harga jual Biji Jarak Pagar (Rp/kg) 1.786,04 3.1. Harga Beli Timnas (Rp/kg) 500,00 3.2. Profit/Loss (Rp/kg) (1.286,04)

Sumber : Perhitungan Wisnu A. Martono (2006) Keterangan : Dalam perhitungannya, Wisnu mengambil basis yield 5 ton/hektar/tahun walaupun

yield tersebut belum dibuktikan di lahan kritis di Indonesia. Namun basis yield tersebut diambil dengan alasan bahwa Wisnu menganggap yield sebesar 10-15 ton/hektar/tahun di lahan kritis di Indonesia (seperti yang ada di dalam publikasi-publikasi sebelumnya) terlalu optimis dan belum terbukti.

4.3 Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Proses produksi biodiesel berbasis jarak pagar sudah dilakukan oleh beberapa instansi, baik dari kalangan pemerintah ataupun dari kalangan swasta. Melalui Departemen Kelautan dan Perikanan, Pemerintah Indonesia mendirikan prototype pabrik biodiesel yang didirikan di Jawa Tengah64. Sedangkan dari kalangan swasta, proses produksi biodiesel pernah dilakukan PT. EAI. 64 Pabrik biodiesel berbasis jarak pagar didirikan di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Lengkong, Kelurahan Mertasinga, Kecamatan Cilacap Utara, Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah.

Page 41: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

40

Namun sayangnya hal ini tidak berlangsung lama karena PT. EAI sulit mendapatkan biji jarak pagar sebagai bahan baku proses produksinya.

Berdasarkan Gambar 4-1, dapat dilihat bahwa proses produksi biodiesel merupakan campuran antara FAME dan solar. Karena proses produksi solar adalah suatu proses yang given (telah disediakan pemerintah), maka jika berkaitan dengan proses produksi biodiesel, penelitian ini hanya membahas bagaimana proses produksi FAME. Gambar 4-1 Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar

Sumber : Production of biodiesel from jatropha curcas oil by using pilot biodiesel plant yang ditulis oleh D.Ramesh, A.Samapathrajan, P.Venkatachalam. Keterangan :

= Dipress manual dengan mesin press

= Direaksikan dengan zat additif

= Dicampur dengan BBM Solar

4.3.1 Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) RI

Pusat Riset Teknologi Kelautan Badan Riset Kelautan dan Perikanan, DKP RI bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Cilacap mendirikan prototype pabrik biodiesel berbasis jarak pagar, berlokasi di TPI Lengkong. Operasional prototype pabrik biodiesel ini berada di bawah pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cilacap yang berada langsung di bawah koordinasi Departemen Kelautan dan Perikanan RI.

Operasional prototype ini merupakan kegiatan riset untuk mengetahui bagaimana potensi pemanfaatan biodiesel dalam menggerakkan mesin kapal sebagai upaya untuk mengatasi kelangkaan solar yang saat ini digunakan nelayan. Kegiatan ini meliputi pembuatan minyak jarak pagar; pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar; kajian mesin pembuat biodiesel; kajian performansi mesin kapal yang sesuai dengan biodiesel.

Keberadaan prototype ini merupakan langkah awal dalam mensosialisasikan biodiesel pada masyarakat di Kabupaten Cilacap. Tujuan akhir dari dibangunnya prototype pabrik biodiesel ini adalah membentuk suatu desa nelayan yang mandiri dalam pemenuhan kebutuhan energinya sendiri. Prototype pabrik biodiesel ini melakukan satu kali proses produksi FAME pada Januari 2006 lalu output dicampur dengan solar. Kemudian biodiesel B10 sebanyak 80 liter ini diujicobakan pada salah satu kapal nelayan untuk kegiatan operasional menangkap ikan di laut pada bulan Juli sampai dengan September 200665.

Mesin produksi di prototype ini terdiri dari : Genset 30 KVA untuk pemanas pada proses pembuatan biodiesel sebanyak 1 unit; mesin press biji jarak pagar sebanyak 1 unit; tangki proses pembuatan biodiesel sebanyak 2 unit; tangki penyimpanan biodiesel sebanyak 1 unit. Skema proses produksi FAME oleh prototype pabrik biodiesel ini dapat dilihat pada Gambar 4-2 . Gambar 4-2 Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Oleh DKP RI

65 Biodiesel B10 merupakan biodiesel dengan komposisi antara 10% FAME dan 90% solar.

Page 42: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

41

Sumber : Foto peneliti yang diambil dari papan penunjuk yang ada di lokasi.

4.3.2 Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Oleh PT. Energi Alternatif Indonesia (PT. EAI)

PT. EAI pernah melakukan proses produksi biodiesel dengan biji jarak pagar sebagai input proses produksi. Namun hal ini tidak dapat berlangsung lama dikarenakan tidak adanya jaminan pasokan dari petani jarak pagar. Akibatnya, PT. EAI lebih memilih untuk menggunakan minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (untuk selanjutnya akan disebut CPO) sebagai input proses produksi biodiesel. Dan hal ini telah berlangsung sampai saat ini. Proses produksi biodiesel oleh PT. EAI bisa dilihat dalam Lampiran 1.

4.4 Perhitungan Biaya Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Pada Tahun 2007

Menurut Wisnu A. Martono, pembuatan FAME berbasis CPO sama dengan pembuatan FAME berbasis minyak jarak pagar atau Crude Jatropha Curcas Oil (untuk selanjutnya akan disebut CJO)66. Bahan tambahan yang digunakan pun sama, yaitu zat additif dan zat katalisator. Karena itu, untuk perhitungan biaya proses produksi biodiesel berbasis jarak pagar atau perhitungan biaya proses produksi FAME berbasis CJO dalam penelitian ini, digunakan data biaya proses produksi FAME dari PT. EAI yang diolah kembali oleh peneliti. Biaya proses produksi dengan kapasitas output 800 liter FAME yang dihasilkan dalam 4 kali proses produksi dalam sehari bisa dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 4-2 memperhitungkan biaya proses produksi FAME berbasis CJO yang memiliki kapasitas output 800 liter FAME dalam sehari. Tabel 4-2 Perhitungan Biaya Proses Produksi FAME Berbasis CJO (Dengan Harga Input Yang Seharusnya) Pada Tahun 2007 Jenis Jumlah Unit (Rp/Unit) Total (Rp)

66 Martono, Op. Cit.

Page 43: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

42

Biaya Input Biji Jarak Pagar 3,56 kg 1.786,04 6.358,30 Biaya Alat 115,38 115,38 Biaya Additif (methanol) 0,2 liter 4.200,00 840,00 Biaya Katalisator (NaOH) 0,00035 liter 2.600,00 0,91 Biaya Minyak Tanah 0,04 liter 2.500,00 100,00 Biaya Air Pencuci 1 liter 10,40 10,40 Biaya Tenaga Kerja 2 orang 36,50 73,00 Biaya Energi (Listrik) 28,80 Biaya Produksi FAME (Rp/Liter) 7.526,79

Sumber :Wisnu A. Martono dan PT. EAI yang diolah oleh peneliti. Keterangan : • Asumsi : 6 hari kerja dalam 1 minggu, 52 minggu dalam 1 tahun, maka 312 hari kerja dalam 1

tahun. • Biaya alat : biaya investasi awal Rp. 1.000.000.000,00; scrap value 10%; lifetime mesin 25

tahun; kapasitas produksi 1.000 liter FAME/hari, maka kapasitas produksi 312 kiloliter FAME/tahun.

Perhitungan biaya alat = )/()/(

thnliterkapasitasthnRpdepresiasi =

000.31225

100)10100(000.000.000.1 −×

= Rp.

38,115 . • Minyak tanah digunakan untuk steam pemanas. • Harga per unit air pencuci dihitung dengan menggunakan asumsi harga air yang dikenakan oleh

Thames Pam Jaya (TPJ) di Jakarta Utara, yaitu Rp. 10.400,00 per m3 (= 1000 liter), maka Rp. 10,40 per liter.

• Perhitungan tenaga kerja per orang : Rp. 700.000,00 per bulan (24 hari kerja); Rp. 29.200,00 per hari kerja (4 kali produksi);

Rp. 7.300,00 per produksi (menghasilkan 200 liter FAME); Rp. 36,50 per liter FAME. • Listrik digunakan untuk pengaduk yang menggunakan motor; Perhitungan listrik : daya = 3 kw;

faktor beban = 0.6; waktu = 4 jam; KWH = Rp. 800,00; Perhitungan biaya listrik = 3 X 0,6 X 4 X 800 = Rp. 5.760,00 (menghasilkan 200 liter FAME); maka Rp. 28,80 per liter FAME.

4.5 Perhitungan Harga Jual Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Pada Tahun 2007

Sebenarnya ada tiga tanaman yang dapat digunakan sebagai input proses produksi biodiesel, yaitu kelapa sawit, bunga matahari, dan jarak pagar. Namun, hanya kelapa sawit dan jarak pagar yang berpotensi untuk proses produksi biodiesel di Indonesia karena bunga matahari belum dibudidayakan di Indonesia. Dari dua pilihan input yang ada, terdapat suatu karakteristik utama yang membedakan keduanya, yaitu kelapa sawit merupakan tanaman pangan sedangkan jarak pagar merupakan tanaman non pangan.

Bila dilihat dari sisi produsen biodiesel, minyak nabati yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai input biodiesel adalah tanaman non pangan karena harga minyak tanaman pangan (edible oil), seperti minyak kelapa sawit, ditentukan tingkat permintaan di sektor pangan nasional atau dunia yang terus meningkat, sehingga harga edible oil pun terus meningkat. Di lain sisi, komposisi biaya input dalam biaya proses produksi biodiesel mencapai 60%-80% maka sebaiknya input yang menjadi tulang punggung industri biodiesel adalah minyak nonpangan misalnya jarak pagar, kapuk

Page 44: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

43

randu, nimba, nyamplung, dan lain-lain67. Pemanfaatan minyak jarak pagar sebagai input biodiesel juga sangat disarankan karena hal ini tidak menganggu jumlah persediaan minyak pangan nasional untuk kebutuhan industri oleokimia, dan ekspor CPO. Selain itu diproyeksikan jika dalam jangka panjang jumlah persediaan kelapa sawit yang akan dikonsumsi untuk produksi pangan berkurang maka dapat menimbulkan masalah krisis pangan dan kelaparan. Hal ini didukung pernyataan Kepala UN-Energy Mats Karlsson di New York, yang mengatakan bahwa tingginya konsumsi BBN berbasis kelapa sawit di pasar dunia akan berdampak buruk bagi negara-negara miskin68. Selain itu, penanaman kelapa sawit membutuhkan suatu areal khusus yang mungkin akan menimbulkan masalah ‘perebutan’ lahan antara hutan dengan perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan hal-hal tersebut, penelitian ini memfokuskan pada perhitungan harga jual biodiesel berbasis jarak pagar.

Sejak tahun 2006 Pertamina menjual biodiesel B5 dengan nama ‘bio solar’69. Karena itu, harga jual biodiesel pada tahun 2007 dalam penelitian ini diasumsikan biodiesel B570. Ada dua perhitungan harga jual biodiesel, yang pertama menggunakan harga solar disubsidi71, sedangkan kedua dengan harga solar yang tidak disubsidi72.

4.5.1 Perhitungan Harga Jual Biodiesel Berbasis Jarak Pagar (Dengan Harga Input Yang Ditetapkan Pemerintah) Pada Tahun 2007

Pemerintah mengeluarkan PP No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengatur komposisi sumber energi dalam energy mix di Indonesia. Sebagai implementasi PP tersebut, dikeluarkan KepPres No. 10 Tahun 2006 yang mengatur tentang pengentasan kemiskinan dan produksi BBN. Diharapkan bahwa produksi BBN dapat menjadi salah satu jalan dalam mengentaskan kemiskinan yang dialami oleh masyarakat. Bersamaan KepPres tersebut, pemerintah membentuk TimNas BBN.

Timnas BBN menetapkan bahwa harga jual biodiesel pada tahun 2007 adalah Rp. 4.300,00 per liter karena harga jual biodiesel tidak boleh melebihi harga jual solar (yang disubsidi) di pasar sehingga konsumen diharapkan akan beralih dari solar menjadi biodiesel. Harga biodiesel tersebut akan berimplikasi pada harga biji jarak pagar yang ditetapkan sebesar Rp. 500,00 per kg sehingga produsen yang memproduksi biodiesel dapat membeli biji jarak pagar dengan harga Rp. 500.00 per kg dari petani jarak pagar.

Tabel 4-3 memperlihatkan perhitungan biaya proses produksi FAME berbasis CJO. Berdasarkan hasil yang didapat di Tabel 4-3 dapat dilakukan perhitungan harga jual biodiesel B5 berbasis CJO. Perhitungan ini ditunjukkan dalam Tabel 4-4. Tabel 4-3 Perhitungan Biaya Proses Produksi FAME Berbasis CJO (Dengan Harga Input Yang Ditetapkan Pemerintah) Pada Tahun 2007 Jenis Jumlah Unit Rp/Unit Total Biaya Input Biji Jarak Pagar (Rp/liter) 3,56 kg 500,00 1.780,00 Biaya Alat 115,38 115,38 Biaya Additif (methanol) 0,2 liter 4.200,00 840,00 Biaya Katalisator (NaOH) 0,00035 liter 2.600,00 0,91 Biaya Minyak Tanah 0,04 liter 2.500,00 100,00

67 Prakoso, loc. cit. 68 Humaniora dalam Media Indonesia, 10 Mei, 2007, hal. 12. 69 ‘Bio solar’ yang dijual Pertamina merupakan biodiesel yang menggunakan FAME berbasis kelapa sawit, bukan berbasis jarak pagar. 70 Biodiesel B5 merupakan biodiesel dengan komposisi 95% solar dan 5% FAME. 71 Hal ini sesuai dengan Perpres Nomor 55/2005, tanggal 30 September 2005. 72 Berdasarkan keterangan dari Ditjen Migas, diketahui bahwa subsidi solar yang diberikan pemerintah adalah sebesar Rp. 1.130,87 dari Rp. 5.430,87 pada tahun 2006 dengan asumsi exchange rate Rp 9.900,00 untuk 1 US$ dan ICP 57 US$ untuk 1 bbl.

Page 45: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

44

Biaya Air Pencuci 1 liter 10,40 10,40 Biaya Tenaga Kerja 2 orang 36,50 73,00 Biaya Energi (Listrik) 28,80 Biaya Produksi FAME (Rp/Liter) 2.948,49

Sumber :Wisnu A. Martono dan PT. EAI yang diolah oleh peneliti. Keterangan : • Asumsi : 6 hari kerja dalam 1 minggu, 52 minggu dalam 1 tahun, maka 312 hari kerja dalam 1

tahun. • Biaya alat : biaya investasi awal Rp. 1.000.000.000,00; scrap value 10%; lifetime mesin 25

tahun; kapasitas produksi 1.000 liter FAME/hari, maka kapasitas produksi 312 kiloliter FAME/tahun.

Perhitungan biaya alat = )/()/(

thnliterkapasitasthnRpdepresiasi =

000.31225

100)10100(000.000.000.1 −×

= Rp.

38,115 . • Minyak tanah digunakan untuk steam pemanas. • Harga per unit air pencuci dihitung dengan menggunakan asumsi harga air yang dikenakan oleh

Thames Pam Jaya (TPJ) di Jakarta Utara, yaitu Rp. 10.400,00 per m3 (= 1000 liter), maka Rp. 10,40 per liter.

• Perhitungan tenaga kerja per orang : Rp. 700.000,00 per bulan (24 hari kerja); Rp. 29.200,00 per hari kerja (4 kali produksi);

Rp. 7.300,00 per produksi (menghasilkan 200 liter FAME); Rp. 36,50 per liter FAME. • Listrik digunakan untuk pengaduk yang menggunakan motor; Perhitungan listrik : daya = 3 kw;

faktor beban = 0.6; waktu = 4 jam; KWH = Rp. 800,00; Perhitungan biaya listrik = 3 X 0,6 X 4 X 800 = Rp. 5.760,00 (menghasilkan 200 liter FAME); maka Rp. 28,80 per liter FAME.

Tabel 4-4 Perhitungan Harga Jual Biodiesel B5 (Dengan Harga Input Yang Ditetapkan Pemerintah) Pada Tahun 2007 Jenis A B Biaya Produksi FAME (Rp/Liter) 2.948,49 2.948,49 (PPN 10%) (Rp/liter) 294,85 294,85 (PBBKB 5%) (Rp/liter) 147,42 147,42 Profit Margin 35% dari biaya produksi FAME (Rp/liter) 1.031,97 1.031,97 Harga Grosir FAME (Rp/Liter) 3.538,19 3.538,19 Profit Margin Distributor 5% dari harga grosir (Rp/liter) 176,91 176,91 Harga Jual FAME (Rp/Liter) 3.715,10 3.715,10 Harga Komponen 5% FAME (Rp/liter) 185,75 185,75 Harga Solar (Rp/liter) 4.300,00 5.430,87 Harga Komponen 95% Solar (Rp/liter) 4.085,00 5.159,33 Harga Jual Biodiesel B5 (Rp/liter) 4.270,75 5.345,08

Sumber : Perhitungan peneliti Keterangan :

Page 46: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

45

• Harga solar A menggunakan harga solar yang disubsidi pemerintah sedangkan harga solar B menggunakan harga solar yang tidak disubsidi Pemerintah;

• Biaya distribusi diasumsikan tidak ada karena distributor atau konsumen langsung mengambil ke pabrik produsen.

Tabel 4-4 menggunakan harga solar pada Oktober 2005 karena pada saat itu pemerintah

meningkatkan harga BBM akibat naiknya harga minyak mentah di pasar dunia. Jika tidak ada upaya pengurangan konsumsi BBM, sedangkan harga minyak bumi meningkat dan jumlah cadangan minyak bumi menurun, maka momentum seperti Perpres No. 55/2005 Tanggal 30 September 2005 dikhawatirkan terulang lagi. Melambungnya harga kebutuhan pokok, kekurangan persediaan makanan, merupakan contoh dari efek yang ditimbulkan akibat kenaikan harga BBM. Oleh karena itu, peningkatan penggunaan BBN harus segera dilaksanakan untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM.

4.5.2 Perhitungan Harga Jual Biodiesel Berbasis Jarak Pagar (Dengan Harga Input Yang Seharusnya) Pada Tahun 2007

Harga jual biodiesel yang seharusnya adalah harga jual yang telah memperhitungkan biaya produksi input. Biaya produksi FAME berbasis jarak pagar (dapat dilihat pada Tabel 4-2) merupakan biaya produksi input dalam proses produksi biodiesel. Akibatnya, harga jual biodiesel yang seharusnya adalah harga jual yang memperhitungkan biaya produksi (harga) input biji jarak pagar. Tabel 4-5 akan menunjukkan perhitungan ini. Tabel 4-5 Perhitungan Harga Jual Biodiesel B5 (Dengan Harga Input Yang Seharusnya) Pada Tahun 2007 Jenis A B Biaya Produksi FAME (Rp/Liter) 7.526,79 7.526,79 (PPN 10%) (Rp/liter) 752,68 752,68 (PBBKB 5%) (Rp/liter) 376,34 376,34 Profit Margin 35% dari biaya produksi FAME (Rp/liter) 2.634,38 2.634,38 Harga Grosir FAME (Rp/Liter) 9.032,15 9.032,15 Profit Margin Distributor 5% dari harga grosir (Rp/liter) 451,61 451,61 Harga Jual FAME (Rp/Liter) 9.483,76 9.483,76 Harga Komponen 5% FAME (Rp/liter) 474,19 474,19 Harga Solar (Rp/liter) 4.300,00 5.430,87 Harga Komponen 95% Solar (Rp/liter) 4.085,00 5.159,33 Harga Jual Biodiesel B5 (Rp/liter) 4.559,19 5.633,51

Sumber : Perhitungan peneliti. Keterangan : • Harga solar A menggunakan harga solar yang disubsidi pemerintah sedangkan harga solar B

menggunakan harga solar yang tidak disubsidi Pemerintah; • Biaya distribusi diasumsikan tidak ada karena distributor atau konsumen langsung mengambil ke

pabrik produsen. Berdasarkan Tabel 4-5, harga jual biodiesel pada tahun 2007 yang seharusnya adalah Rp.

4.559,19 per liter agar tidak merugikan petani jarak pagar karena harga ini telah memperhitungkan biaya produksi (harga) input biji jarak pagar. Dan ternyata harga ini melebihi harga jual biodiesel maupun harga jual solar yang telah ditetapkan pemerintah, yakni Rp. 4.300,00 per liter.

Page 47: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

46

4.6 Perhitungan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Pada Tahun 2015

Pemerintah mengeluarkan Inpres No.1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan BBN sebagai Bahan Bakar Lain. Inpres ini ditindaklanjuti dengan pembentukan TimNas BBN yang bertugas menyusun blue print dan road map pengembangan BBN. Blue print ini merupakan acuan strategis dalam penyediaan dan pemanfaatan BBN, termasuk di dalamnya road map yang merupakan peta langkah dari keadaan sekarang menuju keadaan yang diinginkan dalam jangka waktu 2006–2025. Road map dibagi menjadi tiga periode, yaitu 2006–2010 (jangka pendek), 2011–2015 (jangka menengah), dan 2016–2025 (jangka panjang). Blue print dan road map disusun untuk dijadikan acuan pihak yang berkepentingan dalam rangka mewujudkan tujuan pengembangan BBN, untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran dalam jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang yakni penyediaan dan pemanfaaaan biofuel dalam energy mix nasional.

Berdasarkan road map, diketahui bahwa periode jangka pendek digunakan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi produksi biodiesel, sedangkan dalam periode jangka menengah direncanakan komersialisasi hasil penelitian teknologi produksi biodiesel dan memprogramkan penghapusan subsidi solar dan pengenaan pajak lingkungan terhadap solar sebesar 10%. Road map tersebut menetapkan target konsumsi biodiesel B15 pada tahun 2015 sebesar 3% dari energy mix73. Secara khusus, road map menargetkan bahwa 15% dari konsumsi solar pada tahun 2015 akan disubstitusi oleh biodiesel B15.

Peran biodiesel sebagai substitusi solar diperlukan mengingat jumlah konsumsi solar untuk sektor transportasi, industri, dan listrik di Indonesia dari tahun 1990–2004 cenderung mengalami peningkatan, bahkan pertumbuhan konsumsi ini hingga di atas 10% per tahun. Konsumsi domestik solar hanya mengalami penurunan selama dua periode, yaitu pada periode 1993/1994 dan periode 1997/1998. Hal ini ditunjukkan oleh Tabel 4-6. Tabel 4-6 Data Historis Konsumsi Domestik Solar Indonesia (1990 – 2004)

No Tahun ADO IDO EDO Jumlah (KL) 1 1990 5.926.193 4.074.391 1.579.828 11.580.412 2 1991 6.528.882 4.385.749 1.918.504 12.833.135 3 1992 6.966.907 5.131.773 2.532.550 14.631.230 4 1993 7.460.643 5.529.713 3.588.606 16.578.962 5 1994 8.379.933 5.707.113 1.908.815 15.995.861 6 1995 9.137.483 5.993.310 1.830.733 16.961.526 7 1996 10.306.502 6.263.946 2.235.713 18.806.161 8 1997 11.422.990 6.384.027 4.032.161 21.839.178 9 1998 10.806.979 5.861.126 3.004.687 19.672.792

10 1999 10.957.264 6.133.193 3.058.215 20.148.672 11 2000 12.064.921 6.400.847 3.234.693 21.700.461 12 2001 13.012.809 7.010.415 3.351.264 23.374.488 13 2002 11.998.104 6.803.047 4.652.305 23.453.456 14 2003 11.946.017 6.834.991 5.043.668 23.824.676 15 2004 12.750.875 6.238.294 5.677.462 24.666.631

Sumber : CEIC Database yang dipublikasikan oleh IMF Keterangan : - ADO : Automotive Diesel Oil (solar untuk sektor transportasi) - IDO : Industrial Diesel Oil (solar untuk sektor industri)

73 Yang dimaksud dengan biodiesel B15 adalah suatu jenis BBN dimana satu liter biodiesel ini berasal dari campuran 85% solar dengan 15% FAME.

Page 48: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

47

- EDO : Electricity Diesel Oil (solar untuk sektor listrik)

Dengan Tabel 4-6 dan software Microsoft Excel, didapat trend line yang memproyeksikan model yang merepresentasikan data tersebut, yaitu y = 904288x + 107 dimana y menggambarkan jumlah konsumsi domestik solar Indonesia untuk semua sektor, sedangkan x adalah 1,2,3,… untuk tahun 1990,1991,1992,… Bentuk trend line yang memproyeksikan model yang dapat merepresentasikan data historis konsumsi domestik solar dari tahun 1990–2004 ditunjukkan dalam Gambar 4-3. Model ini dipilih atas pertimbangan koefisien R2 sebesar 94%, berarti 94% dari variabel independen dalam model ini dapat menjelaskan variabel dependennya. Berdasarkan model itu, didapat proyeksi konsumsi domestik solar tahun 2005–2015. Hasil proyeksi ini ditampilkan pada Tabel 4-7. Gambar 4-3 Jumlah Konsumsi Solar Untuk Semua Sektor (1990 – 2004)

Konsumsi Solar Semua Sektor

y = 904288x + 1E+07R2 = 0.9436

0

5,000,000

10,000,000

15,000,000

20,000,000

25,000,000

30,000,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Tahun

Jum

lah

Series1

Linear (Series1)

Tabel 4-7 Data Historis Dan Proyeksi Konsumsi Domestik Solar Untuk Semua Sektor (1990 – 2015)

Tahun Jumlah (KL) Tahun Jumlah (KL) 1990 11.580.412 2003 23.824.676 1991 12.833.135 2004 24.666.631 1992 14.631.230 2005 24.468.608 1993 16.578.962 2006 25.372.896 1994 15.995.861 2007 26.277.184 1995 16.961.526 2008 27.181.472 1996 18.806.161 2009 28.085.760 1997 21.839.178 2010 28.990.048 1998 19.672.792 2011 29.894.336 1999 20.148.672 2012 30.798.624 2000 21.700.461 2013 31.702.912 2001 23.374.488 2014 32.607.200

Page 49: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

48

2002 23.453.456 2015 33.511.488 Sumber : CEIC Database yang dipublikasikan oleh IMF dan diolah kembali oleh peneliti

Page 50: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

49

Setelah mengetahui jumlah konsumsi solar tahun 2015 dan dengan berdasarkan program pemanfaatan biodiesel B15 sebesar 15% dari konsumsi solar pada tahun 2015 (sesuai dengan blue print pengembangan BBN) dapat diketahui jumlah biodiesel yang diperlukan untuk semua sektor sebagai substitusi solar pada tahun 2015.

Salah satu komponen biodiesel adalah FAME. FAME di Indonesia berupa FAME berbasis CPO atau CJO. FAME berbasis CPO merupakan input biodiesel berbasis CPO, sedangkan FAME berbasis CJO merupakan input biodiesel berbasis CJO. Karena tidak ada dasar perhitungan yang menjelaskan komposisi biodiesel berbasis CPO dan CJO dari total biodiesel yang dikonsumsi, maka penelitian ini mengasumsikan 50% total biodiesel adalah berbasis CPO dan 50% lainnya berbasis CJO. Atas dasar perhitungan itu, dapat dihitung jumlah biodiesel berbasis CJO tahun 2015. Perhitungan mendapatkan jumlah biodiesel berbasis CJO tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar 4-4. Gambar 4-4 Perhitungan Jumlah Biodiesel B15 Berbasis CJO Pada Tahun 2015

Keterangan : Jumlah adalah dalam satuan KL.

Setelah mengetahui jumlah biodiesel berbasis CJO untuk substitusi solar pada tahun 2015, peneliti menghitung berapa jumlah subsidi yang harus dianggarkan pemerintah untuk dapat menyediakan biodiesel sebagai perwujudan program biodiesel sesuai blue print pengembangan BBN. Peneliti merekomendasikan dua kebijakan.

4.6.1 Perhitungan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Kepada Produsen Pada Tahun 2015

Kebijakan pertama adalah subsidi diberikan pada petani jarak pagar yang memasok biji jarak pagar bagi produsen biodiesel. Hal ini akan ditunjukkan pada Gambar 4-5. Gambar 4-5 Formula Perhitungan Subsidi Petani Jarak Pagar Pada Tahun 2015

Konsumsi solar tahun 2015 : 33.511.488

15% Biodiesel : 5.026.723,2

85% Solar :

28.484.764,8

50% Jarak pagar : 2.513.361,6

50% Kelapa sawit : 2.513.361,6

Page 51: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

50

Keterangan : • Satu liter biodiesel pada tahun 2015 adalah B15 yang merupakan campuran antara 15% FAME

dengan 85% solar. • Satu liter minyak jarak pagar (CJO) akan menghasilkan satu liter FAME jika CJO direaksikan

dengan zat additif. • Untuk mengkonversi satuan liter dari CJO ke satuan kg dari CJO dibutuhkan densitas dari

minyak, maka densitas untuk CJO adalah 0,890 kg/liter. • 1 kg biji jarak pagar memiliki rendemen minyak sebesar 25% sehingga 1 kg biji jarak pagar

dapat menghasilkan 250 g atau 0,25 kg minyak jarak pagar (CJO). • Besaran subsidi yang diberikan pada satu kg biji jarak pagar didapat dari selisih antara harga biji

jarak pagar per kg yang seharusnya dengan harga biji jarak pagar per kg yang ditetapkan pemerintah, yaitu sebesar Rp. 1.086,04 per kg (=Rp. 1.786,04 – Rp. 700,00.)

• Jumlah biji jarak pagar yang diperlukan untuk satu liter biodiesel adalah 0,534 kg, maka subsidi biji jarak pagar yang diperlukan untuk satu liter biodiesel adalah Rp. 580,00.

Pada tahun 2007 harga biji jarak pagar ditetapkan sebesar Rp 500,00 per kg karena pada

tingkat harga ini akan diperoleh harga jual biodiesel sebesar Rp 4.300,00 per liter. Dapat dilihat dari tahun 2007, menurut pemerintah, komposisi harga input (biji jarak pagar) adalah 11,63% dari harga jual outputnya (biodiesel). Sementara itu, harga jual solar domestik pada tahun 2015 adalah Rp 5.430,87 per liter74. Namun, sesuai dengan blue print pengembangan BBN, pemerintah akan mengenakan pajak lingkungan terhadap solar sebesar 10% pada tahun 2015, maka harga jual solar

74 Asumsi yang digunakan adalah exchange rate Rp 9.900,00 untuk 1 US $ dan ICP 57 US $ untuk 1 bbl pada tahun 2015.

1 liter biodiesel berbasis jarak pagar

85% Solar : 0,85 liter

15% FAME : 0,15 liter

CJO : 0,15 liter

CJO : 0,1335 kg

Biji jarak pagar : 0,534 kg

Subsidi : Rp. 580,00 per liter

Page 52: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

51

di pasar menjadi Rp. 5.973,96 per liter. Akibatnya, harga biji jarak pagar pada tahun 2015 akan ditetapkan pemerintah pada harga Rp 700,00 (= 11,63% X Rp. 5.973,96).

Petani memiliki opportunity cost jika menanam jarak pagar karena mereka mengorbankan pilihan untuk menanam tanaman pangan, seperti ketela pohon dan jagung, yang memiliki harga tanaman lebih tinggi di pasar ketimbang biaya penanamannya. Sedangkan, harga jarak pagar yang ditetapkan pemerintah lebih rendah di pasar ketimbang biaya penanamannya. Akibatnya, pemerintah harus mensubsidi petani jarak pagar karena petani akan mengalami kerugian jika biji jarak pagar dibeli dengan harga yang ditetapkan.

Petani jarak pagar selaku penjual (pemasok) biji jarak pagar berada dalam situasi pasar monopsoni, karena outputnya (biji jarak pagar) merupakan tanaman non pangan yang hanya dapat dikonsumsi oleh produsen biodiesel. Situasi ini membuat petani jarak pagar tidak memiliki pilihan lain untuk menjual outputnya. Mau tidak mau atau suka tidak suka, petani jarak pagar harus bersedia menjual outputnya dengan harga yang ditetapkan kendati harga ini tidak memperhitungkan biaya produksi biji jarak pagar, yaitu Rp. 1.786,04 per kg75. Apabila pemerintah tidak mensubsidi petani jarak pagar, namun petani diharuskan menanam jarak pagar, petani akan menanggung kerugian. Supaya petani tidak rugi dan program ini dapat berjalan, pemerintah harus mensubsidi petani sebagai kompensasi dari kerugian petani. Dengan jumlah biodiesel sebanyak 2.513.361,6 kilo liter maka besaran subsidi ini adalah 2.513.361.600 X Rp. 580,00, yaitu sebesar Rp. 1.457.749.728.000,00.

Setelah pemerintah mensubsidi petani jarak pagar, masalah belum tentu selesai dan tidak ada jaminan bahwa masyarakat akan bersedia beralih dari solar menjadi biodiesel. Menurut TimNas BBN, masyarakat bersedia beralih dari solar menjadi biodiesel jika harga jual biodiesel lebih rendah atau sama dengan harga jual solar pada tahun 2015. Untuk mengetahui harga jual biodiesel, diperlukan biaya proses produksi FAME berbasis CJO dengan harga biji jarak pagar yang ditetapkan pada tingkat harga Rp. 700,00. Biaya proses produksi FAME dan harga biodiesel ditunjukkan oleh Tabel 4-8 dan 4-9. Tabel 4-8 Perhitungan Biaya Proses Produksi FAME Berbasis CJO (Dengan Harga Input yang Ditetapkan Pemerintah) Pada Tahun 2015

Jenis Jumlah Unit Rp/Unit Total Biaya Input Biji Jarak Pagar (Rp/liter) 3,56 700,00 2.492,00 Biaya Alat 115,38 115,38 Biaya Additif (methanol) 0,2 4.200,00 840,00 Biaya Katalisator (NaOH) 0,00035 2.600,00 0,91 Biaya Minyak Tanah 0,04 2.500,00 100,00 Biaya Air Pencuci 1 10,40 10,40 Biaya Tenaga Kerja 2 36,50 73,00 Biaya Energi (Listrik) 28,8 Biaya Produksi FAME (Rp/Liter) 3.660,49

Sumber :Wisnu A. Martono dan PT. EAI yang diolah oleh peneliti.

75 Asumsi yang digunakan dalam kebijakan ini adalah harga input biji jarak pagar dan biaya produksi biodiesel pada tahun 2015 sama dengan tahun 2007.

Page 53: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

52

Keterangan : • Asumsi : 6 hari kerja dalam 1 minggu, 52 minggu dalam 1 tahun, maka 312 hari kerja dalam 1

tahun. • Biaya alat : biaya investasi awal Rp. 1.000.000.000,00; scrap value 10%; lifetime mesin 25

tahun; kapasitas produksi 1.000 liter FAME/hari, maka kapasitas produksi 312 kiloliter FAME/tahun.

Perhitungan biaya alat = )/()/(

thnliterkapasitasthnRpdepresiasi =

000.31225

100)10100(000.000.000.1 −×

= Rp.

38,115 . • Minyak tanah digunakan untuk steam pemanas. • Harga per unit air pencuci dihitung dengan menggunakan asumsi harga air yang dikenakan oleh

Thames Pam Jaya (TPJ) di Jakarta Utara, yaitu Rp. 10.400,00 per m3 (= 1000 liter), maka Rp. 10,40 per liter.

• Perhitungan tenaga kerja per orang : Rp. 700.000,00 per bulan (24 hari kerja); Rp. 29.200,00 per hari kerja (4 kali produksi);

Rp. 7.300,00 per produksi (menghasilkan 200 liter FAME); Rp. 36,50 per liter FAME. • Listrik digunakan untuk pengaduk yang menggunakan motor; Perhitungan listrik : daya = 3 kw;

faktor beban = 0.6; waktu = 4 jam; KWH = Rp. 800,00; Perhitungan biaya listrik = 3 X 0,6 X 4 X 800 = Rp. 5.760,00 (menghasilkan 200 liter FAME); maka Rp. 28,80 per liter FAME.

Tabel 4-9 Perhitungan Harga Jual Biodiesel B15 (Dengan Harga Input yang Ditetapkan Pemerintah) Pada Tahun 2015 Jenis Harga Biaya Produksi FAME (Rp/Liter) 3.660,49 (PPN 10%) (Rp/liter) 366,05 (PBBKB 5%) (Rp/liter) 183,02 Profit Margin 35% dari biaya produksi FAME (Rp/liter) 1.281,17 Harga Grosir FAME (Rp/Liter) 4.392,59 Profit Margin Distributor 5% dari harga grosir (Rp/liter) 219,63 Harga Jual FAME (Rp/Liter) 4.612,22 Harga Komponen 15% FAME (Rp/liter) 691,83 Harga Solar (Rp/liter) 5.973,96 Harga Komponen 85% Solar (Rp/liter) 5.077,86 Harga Jual Biodiesel B15 (Rp/liter) 5.769,70

Dapat dilihat dalam Tabel 4-9, pada tahun 2015 harga jual biodiesel adalah Rp. 5.769,70 per

liter dan ternyata harga jual ini relatif rendah dari harga jual solar yang sebesar Rp. 5.973,96 per liter. Jika harga jual biodiesel lebih rendah daripada harga jual solar akan berpotensi mengakibatkan perbedaan harga antara biodiesel dengan solar dan hal ini akan berpotensi menimbulkan masalah baru. Untuk menghindari perbedaan harga, biodiesel harus dijual sama dengan harga solar. Kemudian perbedaan harga ini merupakan pendapatan pemerintah yang dapat digunakan untuk menutupi subsidi yang telah diberikan pada petani jarak pagar. Oleh karena itu, jumlah total subsidi yang harus dianggarkan pemerintah jika menerapkan kebijakan ini adalah pengurangan dari jumlah

Page 54: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

53

subsidi biji jarak pagar dengan jumlah pendapatan yang diterima dari perbedaan harga jual solar dengan biodiesel. Diketahui perbedaan harga jual solar dengan biodiesel adalah Rp. 5.973,96 – Rp. 5.769,70 yaitu Rp. 204,26 per liter (dapat dilihat pada Gambar 4-6).

Dengan jumlah biodiesel sebanyak 2.513.361,6 kilo liter, jumlah perbedaan antara harga jual solar dengan biodiesel adalah Rp. 513.379.240.000,00. Setelah melalui perhitungan, diketahui jika pemerintah memberikan subsidi kepada petani jarak pagar maka jumlah total subsidi yang harus dianggarkan untuk dapat menyediakan 2.513.361,6 kilo liter biodiesel pada tahun 2015 adalah Rp. 1.457.749.728.000,00 – Rp. 513.379.240.000,00 = Rp. 944.370.488.000,00.

Gambar 4-6 Formula Perhitungan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Kepada Petani Jarak Pagar Pada Tahun 2015

4.6.2 Perhitungan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Kepada Konsumen Pada Tahun 2015

Kebijakan yang kedua adalah subsidi diberikan kepada masyarakat selaku konsumen dari biodiesel. Tujuan dari kebijakan ini adalah supaya perbedaan antara harga yang seharusnya (yang telah memperhitungkan biaya produksi) dari biodiesel dengan harga solar tidak memberatkan masyarakat, namun program biodiesel sebagai substitusi dari 15% konsumsi solar pada tahun 2015 tetap dapat dilaksanakan.

Biaya produksi FAME berbasis jarak pagar yang merupakan salah satu komponen perhitungan harga jual biodiesel telah ditunjukkan dalam Tabel 4-2. Berdasarkan data tersebut, dapat dihitung harga jual biodiesel yang memperhitungkan biaya produksi yang seharusnya pada tahun 2015. Harga jual ini diperlihatkan pada Tabel 4-10.

Tabel 4-10 Perhitungan Harga Jual Biodiesel B15 Yang Seharusnya Pada Tahun 2015 Jenis Harga Biaya Produksi FAME (Rp/Liter) 7.526,79 (PPN 10%) (Rp/liter) 752,68 (PBBKB 5%) (Rp/liter) 376,34 Profit Margin 35% dari biaya produksi FAME (Rp/liter) 2.634,38 Harga Grosir FAME (Rp/Liter) 9.032,15 Profit Margin Distributor 5% dari harga grosir (Rp/liter) 451,61 Harga Jual FAME (Rp/Liter) 9.483,76 Harga Komponen 15% FAME (Rp/liter) 1.422,56 Harga Solar (Rp/liter) 5.973,96 Harga Komponen 85% Solar (Rp/liter) 5.077,86 Harga Jual Biodiesel B15 (Rp/liter) 6.500,43

Sumber : Perhitungan peneliti. Keterangan :

Pengeluaran pemerintah untuk subsidi petani jarak pagar : Rp. 580,00 per liter

Harga jual biodiesel : Rp. 5.769,70

Harga jual solar : Rp. 5.973,96

Selisih harga jual : Rp. 204,26 per liter

Pendapatan pemerintah dari perbedaan harga jual : Rp. 204,26 per liter Subsidi kepada petani

jarak pagar : Rp. 375,74 per liter

Page 55: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

54

• Biaya distribusi diasumsikan tidak ada karena distributor atau konsumen langsung mengambil ke pabrik produsen.

Pada Tabel 4-10 dapat dilihat harga jual yang seharusnya dari biodiesel pada tahun 2015 adalah Rp. 6.500,43 per liter. Menurut TimNas BBN, masyarakat bersedia beralih dari solar menjadi biodiesel apabila harga jual biodiesel lebih rendah atau sama dengan harga jual solar. Karena harga jual biodiesel relatif tinggi dari harga jual solar maka akibatnya perbedaan harga ini harus disubsidi pemerintah jika pemerintah menginginkan biodiesel dapat mensubstitusi solar sebanyak 15% pada tahun 2015.

Perhitungan subsidi dijelaskan dengan formula sebagai berikut : (untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4-7 berikut ini). • Perbedaan antara harga jual biodiesel yang seharusnya dengan harga jual solar adalah Rp.

6.500,43 – Rp. 5.973,96 yaitu sebesar Rp. 526,47 per liter. • Perbedaan harga inilah yang merupakan besaran subsidi kepada konsumen. • Diketahui bahwa jumlah biodiesel yang harus disediakan supaya program biodiesel ini dapat

dilaksanakan adalah 2.513.361,6 kilo liter. Maka total subsidi yang harus dianggarkan pemerintah untuk dapat menyediakan 2.513.361,6 kilo liter biodiesel pada tahun 2015 adalah Rp. 526,47 X 2.513.361.600 liter, yaitu sebesar Rp. 1.323.209.482.000,00.

Gambar 4-7 Formula Perhitungan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Kepada Konsumen Pada Tahun 2015

Harga jual biodiesel yang seharusnya : Rp. 6.500,43

Harga jual solar : Rp. 5.973,96

Perbedaan harga jual : Rp. 526,47 per liter

Subsidi kepada konsumen : Rp. 526,47 per liter

Page 56: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

55

4.6.3 Pemilihan Kebijakan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Pada Tahun 2015 Berdasarkan Tabel 4-11 di bawah ini dapat dilihat pada tahun 2015 jumlah subsidi biodiesel

berbasis jarak pagar kepada petani jarak pagar lebih rendah daripada jumlah subsidi kepada konsumen. Oleh karena itu, peneliti menyarankan jika pemerintah ingin mendorong penggunaan biodiesel sebagai substitusi solar pada tahun 2015 maka sepatutnya pemerintah memberikan subsidi pada petani jarak pagar.

Tabel 4-11 Pilihan Kebijakan Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar Pada Tahun 2015 No Skenario Bahan Bakar Jumlah Subsidi Jumlah Bahan Bakar (Rp) (KL) 1. Subsidi petani jarak pagar* 944.370.488.000,00 2.513.361,6 Biodiesel 2. Subsidi konsumen** 1.323.209.482.000,00 2.513.361,6 Biodiesel

Sumber : Perhitungan peneliti Keterangan : * = Merujuk pada Gambar 4-6 halaman 78. ** = Merujuk pada Gambar 4-7 halaman 80. 4.7 Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar VS Subsidi Solar Pada Tahun 2015

Berkaitan dengan besaran subsidi, peneliti ingin membandingkan jumlah subsidi yang harus dianggarkan pemerintah untuk biodiesel pada tahun 2015 (sesuai dengan blue print pengembangan BBN) dengan jumlah subsidi yang harus dianggarkan pemerintah untuk solar jika program biodiesel ini tidak dijalankan.

Perbandingan antara subsidi yang harus dianggarkan pemerintah untuk biodiesel pada tahun 2015 jika biodiesel mensubstitusi 15% dari jumlah konsumsi solar dengan subsidi yang harus dianggarkan pemerintah jika biodiesel tidak digunakan untuk mensubstitusi 15% dari jumlah konsumsi solar ditunjukkan dalam Tabel 4-12. Telah diketahui dari blue print pengembangan BBN bahwa pemerintah menargetkan penghapusan subsidi untuk solar pada tahun 2015. Tabel 4-12 Subsidi Biodiesel Berbasis Jarak Pagar VS Subsidi Solar Pada Tahun 2015

No Skenario Bahan Bakar Jumlah Subsidi Jumlah Bahan Bakar (Rp) (KL) 1) Program biodiesel subsidi petani jarak pagar*** 944.370.488.000,00 – X 2.513.361,6 Biodiesel 2) Program non biodiesel (Solar) **** 0 + X 2.513.361,6 Solar

Sumber : Perhitungan peneliti Keterangan : X = biaya eksternalitas yang timbul akibat pemakaian bahan bakar. *** = Merujuk pada Tabel 4-11 halaman 81. **** = Merujuk pada blue print pengembangan BBN yang disusun TimNas BBN.

Berdasarkan Tabel 4-12 dapat dilihat secara moneter jumlah subsidi biodiesel berbasis jarak pagar kepada petani jarak pagar akan memberatkan pemerintah karena pemerintah harus menganggarkan subsidi untuk biodiesel di saat pemerintah sudah menghapus subsidi untuk solar. Jika hanya mempertimbangkan hal ini saja, tentu pemerintah akan lebih memilih untuk melaksanakan “Program Non Biodiesel”. Namun masih ada hal lain yang perlu dijadikan sebagai pertimbangan pemerintah dalam menentukan program mana yang akan dijalankan. Pertimbangan itu berkaitan dengan sustainable development di Indonesia. Dengan mengingat hal apa yang

Page 57: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

56

melatarbelakangi “Program Biodiesel”, maka pemerintah harus tetap memilih untuk menjalankan program ini. Peningkatan penggunaan biodiesel sebagai substitusi solar memiliki makna yang lebih mendalam daripada hanya sekedar energi (bahan bakar) yang digunakan untuk menggerakkan mesin.

Pemerintah memang sudah tidak menganggarkan subsidi untuk solar, namun emisi dari proses pembakaran solar berpotensi menghasilkan biaya eksternalitas. Sebenarnya pemerintah dapat menghilangkan biaya eksternalitas ini jika pemerintah memprogramkan biodiesel sebagai substitusi dari solar. Namun program biodiesel, dimana salah satunya adalah biodiesel berbasis jarak pagar, dapat mensubstitusi solar dengan syarat harga jual biodiesel sama dengan harga jual solar, dan ternyata untuk memenuhi syarat ini dibutuhkan subsidi dari pemerintah. Jika pemerintah tidak menganggarkan subsidi untuk biodiesel, dikhawatirkan biaya eksternalitas ini akan lebih tinggi daripada jumlah subsidi yang seharusnya dapat dianggarkan pemerintah untuk biodiesel, sehingga pemerintah perlu menganggarkan subsidi pada biodiesel mengingat karakteristik biodiesel yang relatif ramah lingkungan jika dilihat dari emisi proses pembakarannya.

Dalam Tabel 4-12, biaya eksternalitas ini dilambangkan dengan variabel X. Timbulnya X akan mengurangi besaran jumlah subsidi untuk biodiesel berbasis jarak pagar yang diberikan kepada petani jarak pagar, sedangkan di sisi yang lain, timbulnya X akan menambahkan besaran jumlah subsidi untuk solar. Pengurangan atau penambahan variabel X pada kedua jenis subsidi ini akan membuat kedua jumlah subsidi ini pada akhirnya akan berada pada suatu besaran angka yang sama jika dikaitkan dengan konsep sustainable development.

Satu alasan yang mungkin masih menjadi penghalang bagi pemerintah untuk meningkatkan konsumsi biodiesel yaitu decision maker dalam pemerintahan masih memiliki mindset atau pemikiran bahwa biodiesel sebagai energi alternatif dari solar harus memiliki harga jual yang lebih rendah daripada harga jual solar. Namun, setelah melalui berbagai riset, diketahui bahwa harga jual biodiesel tidak bisa lebih rendah daripada harga jual solar karena tingginya biaya proses produksi biodiesel. Telah diketahui bahwa biodiesel merupakan campuran antara FAME dengan solar. Yang menyebabkan tingginya biaya proses produksi biodiesel adalah karena tingginya biaya yang diperlukan dalam produksi FAME, baik FAME berbasis kelapa sawit maupun berbasis jarak pagar, dan juga tingginya harga solar. Setelah mengetahui hal ini, dengan alasan harga yang relatif tinggi, pemerintah tidak akan melaksanakan “Program Biodiesel”.

Pemerintah tetap akan melaksanakan “Program Biodiesel” jika para decision maker dalam pemerintahan dapat merubah mindset mereka tentang harga biodiesel yang relatif murah menjadi mindset yang menganggap bahwa biodiesel merupakan salah satu energi alternatif yang berpotensi mendukung tercapainya sustainable development dalam jangka panjang.

Berkaitan dengan konsep sustainable development, biodiesel dapat dikatakan sebagai energi yang memiliki competitive advantage dari sisi lingkungan apabila dibandingkan dengan BBM. Kelebihannya yaitu biodiesel bersifat “pro planet, pro job, pro growth” (dengan syarat pemerintah bersedia menganggarkan subsidi untuk pelaksanaan program biodiesel pada tahun 2015). Ketiga sifat itu merupakan cerminan dari ketiga dimensi dalam konsep sustainable development. “Pro planet” merupakan cerminan dari dimensi lingkungan, “pro job” adalah cerminan dari dimensi sosial, dan “pro growth” merupakan cerminan dari dimensi ekonomi. Mengapa biodiesel dikatakan sebagai energi alternatif yang “pro planet, pro job, pro growth”? Penjelasannya adalah sebagai berikut.

Maksud dari “pro planet” adalah biodiesel merupakan energi yang memiliki sifat competitive advantage dari dimensi lingkungan, yaitu ramah lingkungan sehingga energi ini tidak merusak lingkungan. Biodiesel memiliki sifat biodegradable (dapat diuraikan secara alami). Untuk sektor transportasi darat, biodiesel tidak mengeluarkan zat-zat beracun yang biasa dihasilkan oleh proses pembakaran solar yang dipakai kendaraan bermotor, seperti CO2, CO, HC, NOX, SPM, dan debu. Seluruh zat tersebut menyebabkan gangguan pernapasan, kanker, bahkan kemandulan76. Untuk sektor kelautan, biodiesel relatif lebih cepat diuraikan jika dibandingkan dengan solar di lingkungan 76 Merry Magdalena, “BBM Itu Bisa Dari Singkong, Minyak Jarak, Atau Kelapa Sawit,” Sinar Harapan, 28 Maret, 2005.

Page 58: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

57

perairan. Biodiesel bersifat relatif kurang toksik dibandingkan solar sehingga menjadi keuntungan yang potensial dari dimensi lingkungan.

Apabila jumlah konsumsi solar semakin banyak maka kandungan zat-zat beracun itu juga akan ikut meningkat di dalam udara. Emisi CO2 saat ini sudah terlalu banyak sehingga tidak dapat diserap semua oleh tumbuhan yang ada di seluruh permukaan bumi. Idealnya, emisi atau kandungan CO2 di permukaan bumi tak boleh melebihi ambang batas, yaitu sebesar 0,03%. Data hasil pemantauan yang dilaporkan pada tahun 1994 mencatat bahwa emisi CO2 di permukaan bumi telah melebihi ambang batas, yakni mendekati 0,04%77. Keadaan inilah yang menimbulkan ‘dampak rumah kaca’ (greenhouse effect), yang menyebabkan terjadinya fenomena ‘pemanasan global’ (global warming) dimana suhu bumi akan semakin meningkat dan udara menjadi semakin panas sehingga kualitas lingkungan dapat menurun. Biaya kerugian yang timbul karena kualitas lingkungan yang menurun ini merupakan biaya eksternalitas sebagai akibat dari proses pembakaran solar.

Secara umum, sifat biodiesel yang ramah lingkungan jika dibandingkan dengan solar, seperti biodegradable, renewable (dapat diperbarui), dan mampu mengeliminasi efek rumah kaca merupakan nilai terpenting yang harus dikemukakan sebagai alasan dari penggunaan biodiesel sebagai substitusi solar78.

Sesuai dengan fungsi produksi Q = F (K,L), setiap proses produksi memerlukan dua input yang berupa capital (modal) dan labor (tenaga kerja) untuk dapat menghasilkan output79. Akibatnya, proses produksi biodiesel akan berpeluang untuk membuka lapangan pekerjaan baru sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran. Masyarakat yang menjadi pengangguran sebelum dilakukannya proses produksi biodiesel dapat menjadi tenaga kerja pada proses budidaya jarak pagar ataupun pada proses produksi biodiesel. Hal ini menjelaskan sifat biodiesel yang berupa “pro job”.

Sifat biodiesel yang selanjutnya adalah “pro growth”. Sifat ini memiliki kaitan yang erat dengan sifat “pro job”. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa biodiesel dapat mengurangi tingkat pengangguran. Dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja, maka pendapatan per kapita di Indonesia dapat lebih merata sehingga daya beli masyarakat secara keseluruhan dapat meningkat. Situasi ini akan berujung pada meningkatnya tingkat pertumbuhan ekonomi dalam skala nasional. Keadaan inilah yang menjelaskan sifat dari biodiesel yang berupa “pro growth”.

Biodiesel dapat meringankan perubahan iklim yang saat ini telah menuju global warming, dan juga secara signifikan biodiesel dapat berkontribusi pada pembangunan ekonomi dalam hal mengurangi tingkat pengangguran sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Penggunaan biodiesel memiliki kaitan yang erat dengan pembangunan nasional yang berkelanjutan (sustainable development) karena pembangunan di bidang energi merupakan salah satu bagian dari sustainable development.

Peran energi dalam pembangunan nasional adalah mendukung pembangunan ekonomi melalui proses industrialisasi, transportasi, dan kebutuhan rumah tangga. Energi berperan penting dalam sustainable development, maka pelaksanaan pembangunan energi dilaksanakan melalui pendekatan terpadu terhadap pembangunan, pelestarian, daya dukung (carrying capacity) dan fungsi lingkungan, keterpaduan seluruh sektor dalam pemanfaatan seluruh potensi kekayaan alam, dan sumber daya manusia. Pengalihan energi dari BBM jadi BBN merupakan hal penting karena pengalihan ini adalah kunci yang akan membawa Indonesia menuju suatu situasi yang dinamakan energy security (ketahanan energi).

77 Syarief, Op. Cit., hal. 54. 78 Hambali, Op. Cit., hal. 122. 79 Pindyck, Op. Cit., hal. 178.

Page 59: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada tahun 2006, DKI Jakarta menempati urutan ketiga dalam skala internasional setelah Bangkok dan Meksiko untuk sepuluh kota yang udaranya terpolusi80. Salah satu hal yang melatarbelakangi DKI Jakarta menjadi kota yang terpolusi adalah meningkatnya jumlah konsumsi domestik solar dari tahun 1990–200481. Polusi ini akan berdampak terhadap dimensi sosial dan ekonomi. Dari dimensi sosial, masyarakat terkena dampak emisi solar, seperti sakit ISPA (infeksi saluran pernafasan). Dimensi sosial ini memiliki kaitan dengan dimensi ekonomi. Jika masyarakat yang sakit akibat polusi udara tidak bekerja, produktifitasnya akan menurun maka akan mempengaruhi upah mereka dan mempengaruhi produktifitas perusahaan. Dengan melihat alasan lingkungan yang berdampak pada sosial dan ekonomi, maka perlu ditingkatkan penggunaan biofuel (BBN) dalam mensubstitusi fossil fuel (BBM) karena BBN dalam jangka panjang akan berpotensi mendukung tercapainya sustainable development..

Berdasarkan blue print pengembangan BBN yang disusun oleh TimNas BBN pada tahun 2006, diketahui bahwa rencana strategis biodiesel menargetkan bahwa 15% dari konsumsi solar pada tahun 2015 akan disubstitusi oleh biodiesel B1582. Menurut TimNas BBN, harga jual biodiesel per liter harus sama atau di bawah harga jual solar per liter di pasar supaya biodiesel dapat bersaing dengan solar dan masyarakat bersedia beralih dari solar menjadi biodiesel pada tahun 201583.

Perhitungan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa harga jual biodiesel per liter lebih tinggi daripada harga jual solar per liter. Oleh karena itu, untuk menjalankan program biodiesel pada tahun 2015 pemerintah harus menganggarkan subsidi untuk biodiesel berbasis jarak pagar. Penelitian ini merekomendasikan dua alternatif kebijakan subsidi untuk biodiesel berbasis jarak pagar, kepada petani jarak pagar atau konsumen84. Walaupun pemerintah harus menganggarkan subsidi untuk biodiesel berbasis jarak pagar di saat pemerintah menghapuskan subsidi untuk solar, kebijakan ini tetap harus dijalankan dengan alasan mengurangi ketergantungan terhadap BBM, khususnya terhadap solar. Ketergantungan ini harus dikurangi mengingat cadangan minyak mentah yang menipis akan meningkatkan harga minyak mentah di pasar dunia sehingga subsidi pemerintah untuk solar pun dapat meningkat85.

Dalam hal mendukung upaya pemerintah untuk pengurangan ketergantungan terhadap solar, pemerintah memiliki kewajiban untuk mencanangkan suatu program yang dapat menghasilkan jumlah atau produktifitas biji jarak pagar yang lebih tinggi secara berkesinambungan dalam skala nasional. Dengan asumsi persediaan biji jarak pagar yang konstan dan adanya increasing economics of scale dalam jangka panjang, diproyeksikan harga jual biodiesel untuk beberapa tahun ke depan (setelah tahun 2015) dapat turun dan lebih rendah daripada harga jual pada tahun 2015 sehingga subsidi yang harus dianggarkan pemerintah dapat menurun dari tahun 2015.

Sudah saatnya pemerintah mengalihkan subsidi energi dari BBM ke BBN. Selama BBM disubsidi, pengeluaran pemerintah akan meningkat seiring peningkatan harga minyak mentah. Daripada menggunakan devisa negara untuk membeli minyak mentah dari luar negeri, pemerintah sebaiknya memotivasi rakyat pedesaan untuk memproduksi BBN. Jika hal ini terjadi, maka berarti akan ada arus dana yang mengalir kembali ke pedesaan. 80 Bambang, “Angkutan Umum Dominasi Pencemaran”, Poskota, 4 Januari, 2006. 81 Lihat Tabel 4-6. 82 Yang dimaksud dengan biodiesel B15 adalah suatu jenis BBN dimana satu liter biodiesel ini berasal dari campuran 85% solar dengan 15% FAME. 83 Asumsi yang digunakan adalah dengan exchange rate Rp 9.900,00 untuk 1 US $ dan ICP 57 US $ untuk 1 bbl, maka harga solar pada tahun 2015 adalah Rp 5.430,87. Namun, pemerintah akan mengenakan pajak lingkungan terhadap solar sebesar 10% pada tahun 2015, maka harga jual solar di pasar pada tahun 2015 menjadi Rp. 5.973,96 per liter. 84 Lihat Tabel 4-11 halaman 81. 85 Dengan asumsi tidak ditemukan teknologi baru untuk melakukan eksplorasi yang bisa menghasilkan jumlah cadangan minyak mentah bertambah.

Page 60: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

59

5.2 Saran Seperti penelitian lain, penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan yaitu: 1) Energi biodiesel tergolong jenis energi baru sehingga relatif sulit memperoleh data mengenai

biaya produksi FAME berbasis jarak pagar, sehingga dalam menghitungnya peneliti menggunakan acuan dari biaya produksi FAME berbasis kelapa sawit.

2) Peneliti tidak memasukkan biaya distribusi dalam perhitungan harga jual biodiesel. 3) Peneliti tidak melakukan perhitungan dari biaya eksternalitas secara moneter. 4) Penelitian ini tidak dapat mengukur perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat seperti petani

jarak pagar, produsen biodiesel, dan atau masyarakat selaku konsumen biodiesel. 5) Peneliti tidak melakukan analisa bagaimana implementasi secara teknis dari subsidi untuk

biodiesel sebagai upaya mendorong konsumsi biodiesel sebagai substitusi dari solar yang akan dikonsumsi pada tahun 2015.

Dengan keterbatasan studi tersebut, saran untuk penelitian selanjutnya adalah: 1) Perlu memasukkan biaya distribusi dalam perhitungan harga jual biodiesel. 2) Perlu dilakukan perhitungan biaya eksternalitas yang timbul dari proses pembakaran solar.

Perhitungan ini dapat dilakukan dengan metodologi dose-response, yang menghubungkan beberapa masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh polutan pencemar udara, atau bisa juga dengan metodologi contingent valuation yang menghitung WTP (willingness to pay) masyarakat untuk mendapatkan udara yang tidak terpolusi.

3) Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan kebijakan subsidi biodiesel. Oleh karena itu, perlu dilakukan perhitungan terhadap kesejahteraan masyarakat akibat pelaksanaan kebijakan ini, baik itu petani jarak pagar, produsen biodiesel, dan atau konsumen.

4) Perlu dilakukan analisa mengenai bagaimana implementasi secara teknis dari subsidi untuk biodiesel sehingga subsidi tidak disalahgunakan oleh suatu pihak tertentu sehingga kebijakan ini dapat mencapai tujuannya.

Page 61: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

xi

DAFTAR PUSTAKA Bambang, “Angkutan Umum Dominasi Pencemaran”, Poskota, 4 Januari, 2006. Biro Perencanaan Deptan, Kriteria Kesesuaian Tanah dan Iklim Tanaman Pertanian. Jakarta, 1997. Departemen ESDM. ”Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan dan Konservasi Energi (Energi

Hijau)”. Jakarta: 2003. ……………………. “Pengkajian dan Analisis Pengembangan Skenario Substitusi Bahan Bakar

Minyak”. Jakarta: 2006. Field, Barry C. Natural Resource Economics : An Introduction. New York: McGraw Hill, 2001. Goodstein, Eban S. Economics and The Environme. New York: John Wiley & Sons, Inc. 1999. Hambali, Erliza et al. Jarak Pagar : Tanaman Penghasil Biodiesel Jakarta: Penebar Swadaya, 2006. Hartwick, John M., dan Nancy D. Olewiler, The Economics of Natural Resource Use, 2th ed.

Reading, Mass.: Addison-Wesley, 1998. Hasyim, Ibrahim. Siklus Krisis Di Sekitar Energi. Jakarta: Proklamasi Publishing House, 2005). http://www.oil-price.net http://en.wikipedia.org http://www.wikipedia.co.id InPres No. 1 Tahun 2006. “Penyediaan dan Pemanfaatan BBN Sebagai Bahan Bakar Lain”. Jakarta:

2006. Kadir,Abdul. Energi : Sumberdaya, Inovasi, Tenaga Listrik, Potensi Ekonomi. Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia, 1995). KepPres No. 10 Tahun 2006. ”Pengentasan Kemiskinan dan Produksi BBN”. Jakarta: 2006. Kompas, 30 April, 2005. Magdalena, Merry “BBM Itu Bisa Dari Singkong, Minyak Jarak, Atau Kelapa Sawit,” Sinar Harapan,

28 Maret, 2005. Malthus, Thomas R. An Essay on Population. London, 1798. Martono, Wisnu A.“Biokerosin, FAME, dan Biodiesel Jatropha Curcas dan Sawit : Perhitungan Cost

dan Harga“. Jakarta: Kajian Bioenergi oleh Departemen ESDM, 2006.

Page 62: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

xii

Meadows, Donella H., et. all. The Limits to Growth: A Report for the Club of Rome’s Project on the Predicament Mankind. New York: Universe Books, 1972.

Media Indonesia, 10 Mei, 2007. Narbuko, Cholid Drs., dan Drs. H. Abu Achmadi, Metodologi Penelitian Jakarta: Bumi Aksara, 2003. Pass C., B. Lowes., dan L. Davies, Collins Dictionary of Economics atau Collins Kamus Lengkap

Ekonomi, terj. Tumpal Rumapea, Posman Haloho. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1994. Pindyck, Robert S., dan Daniel L. Rubinfeld. Microeconomics, 5th ed. USA : Prentice Hall, 2001. PP Nomor 5 Tahun 2006. ”Tentang Kebijakan Energi Nasional”. Jakarta: 2006. Prakoso, Tirto, Dr. Ir. “Perguruan Tinggi Minati Biodiesel,” Pikiran Rakyat, 21 Juli, 2005. Reksohadiprodjo, Sukanto., dan Pradono. Ekonomi Sumber Daya Alam Dan Energi. Edisi 2.

Yogyakarta: BPFE, 1998. Sanusi, Bachrawi. Peranan Migas Dalam Perekonomian Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas

Trisakti, 2002). Syarief, Effendi. Melawan Ketergantungan pada Minyak Bumi: Bahan Bakar Gerakan Nabati dan

Biodiesel sebagai Alternatif & Gerakan. Yogyakarta: Fellowship Program, INSIST Press dan LPTP, 2004..

Simon, Julian L. The Ultimate Resource. New Jersey: Princeton University Press, 1981. Tempo, 2-8 Juli, 2007 Tietenberg, Tom. Environmental and Natural Resource Economics, 5th ed. New York: Addison

Wesley, 2000. Warren, Fess, and Reeve. Accounting. Ohio: South-Western Publishing Co., 1996. Wulandari, Rieska. “Alternatif Energi Baru dari Minyak Jarak,” Suara Pembaruan Daily.

(http://www.suarapembaruan.com) Yakin, Addinul. Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan : Teori dan Kebijaksanaan Pembangunan

Berkelanjutan. Jakarta: Akademika Pressindo, 1997.

Page 63: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

xiii

LAMPIRAN 1 PROSES PRODUKSI FAME

Sumber : PT. EAI

Page 64: Proses Produksi Dan Subsidi Biodiesel Dalam Mensubtitusi Solar Untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar

xiv

LAMPIRAN 2 BIAYA PRODUKSI FAME

Jenis Jumlah Unit Rp/Unit Total (Rp)

Biaya Input CPO 200.00 7,300.00 1,460,000.00 Biaya Alat 23,076.00 Biaya Additif (methanol) 40.00 4,200.00 168,000.00 Biaya Katalisator (NaOH) 0.07 2,600.00 182.00 Biaya Minyak Tanah 8.00 2,500.00 20,000.00 Biaya Air Pencuci 200.00 10.40 2,080.00 Biaya Tenaga Kerja 2.00 8,750.00 17,500.00 Biaya Energi (Listrik) 5,760.00 Biaya Produksi FAME untuk 200 Liter 1,696,598.00 Biaya Produksi FAME (Rp/Liter) 8,482.99

Sumber : PT. EAI (diolah oleh peneliti) Keterangan : • Harga per unit dari masing-masing bahan dihitung berdasarkan harga yang berlaku pada April

2007. • Biaya total alat pemroses, seperti reaktor yang berupa tangki dengan pemanas steam dan

pengaduk yang menggunakan motor atau sirkulasi pompa sudah dihitung dan sudah dimasukkan dalam biaya listrik (motor pengaduk dan pompa) dan minyak tanah untuk steam pemanas karena biaya alat pemroses itu pasti berhubungan dengan kebutuhan energi. Jadi biaya listrik dan minyak tanah itu sudah memperhitungkan harga alat pemroses.

• Harga per unit air pencuci dihitung dengan menggunakan asumsi harga air yang dikenakan oleh Thames Pam Jaya (TPJ) di Jakarta Utara, yaitu Rp. 10,400.00 per m3 (=1000 liter), maka Rp. 10.40 per liter.

• Perhitungan tenaga kerja per orang : Rp. 700,000.00 per bulan (20 hari kerja); Rp. 35,000.00 per hari kerja (4 kali produksi); Rp. 8,750.00 per produksi (menghasilkan 200 liter FAME);

• Perhitungan listrik : daya = 3 kw; faktor beban = 0.6; waktu = 4 jam; KWH = Rp. 800.00; Perhitungan biaya listrik = 3 X 0.6 X 4 X 800 = Rp. 5,760.00 (menghasilkan 200 liter FAME).