bab v hasil dan pembahasan 5eprints.umm.ac.id/67591/6/bab v.pdf69 bab v hasil dan pembahasan 5.1...

35
69 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Responden Responden dalam penelitian ini adalah anggota Kelompok Tani “Karya Bakti” Dusun Pakan Desa Purworejo Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang. Jumlah populasi keseluruhan dari anggota kelompok tani berjumalah 100 orang dengan penentuan sampel menggunakan perhitungan metode solvin. Jumlah sampel yang didapat sejumlah 80 orang. Karakteristik responden didasarkan pada jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, lama berusahatani dan luas lahan. Berikut adalah karakteristik responden berdasarkan karakteristik yang telah disebutkan. 5.1.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pengelompokkan responden yang dilakukan di Kelompok Tani “Karya Bakti” Dusun Pakan ini adalah berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5.1.1 sebagai berikut: Tabel 5.1 Pengelompokan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase(%) Perempuan 8 10 Laki-Laki 72 90 Jumlah 80 100 Sumber: Data Primer, diolah tahun 2020 Berdasarkan tabel 5.1 penggolongan responden berdasarkan jenis kelamin mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki. Anggota Kelompok Tani “Karya

Upload: others

Post on 20-Feb-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 69

    BAB V

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1 Deskripsi Responden

    Responden dalam penelitian ini adalah anggota Kelompok Tani “Karya Bakti”

    Dusun Pakan Desa Purworejo Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang. Jumlah

    populasi keseluruhan dari anggota kelompok tani berjumalah 100 orang dengan

    penentuan sampel menggunakan perhitungan metode solvin. Jumlah sampel yang

    didapat sejumlah 80 orang. Karakteristik responden didasarkan pada jenis kelamin,

    umur, tingkat pendidikan, lama berusahatani dan luas lahan. Berikut adalah

    karakteristik responden berdasarkan karakteristik yang telah disebutkan.

    5.1.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

    Pengelompokkan responden yang dilakukan di Kelompok Tani “Karya Bakti”

    Dusun Pakan ini adalah berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan.

    Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5.1.1

    sebagai berikut:

    Tabel 5.1 Pengelompokan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

    Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase(%)

    Perempuan 8 10

    Laki-Laki 72 90

    Jumlah 80 100

    Sumber: Data Primer, diolah tahun 2020

    Berdasarkan tabel 5.1 penggolongan responden berdasarkan jenis kelamin

    mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki. Anggota Kelompok Tani “Karya

  • 70

    Bakti” yang menjadi responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 72 orang

    dengan prosentase 90%. Hal tersebut dianggap karena laki-laki adalah kepala

    keluarga yang seharusnya bekerja dan mencari nafkah. Badan Pusat Statistika (2010)

    menjelaskan bahwa Kepala rumah tangga (KRT) adalah salah seorang dari ART yang

    bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan sehari-hari di rumah tangga atau orang

    yang dituakan/ dianggap/ditunjuk sebagai KRT. Penduduk perempuan di Dusun

    Pakan diperbolehkan untuk mendaftar sebagai anggota Kalompok Tani “Karya Bakti”

    karena tidak ada batasan jenis kelamin untuk mendaftar, hanya saja 1 Kepala

    Keluarga hanya mendapatkan jatah 1 nama yang didaftarkan guna menjaga

    kesenjangan sesama penduduk Dusun Pakan.

    5.1.2 Responden Berdasarkan Umur

    Pengukuran responden penelitian yang dilakukan di Kelompok Tani “Karya

    Bakti” Dusun Pakan berdasarkan umur petani. Umur merupakan salah satu faktor

    yang mempengaruhi kinerja petani dalam berusahatani. Karakteristik responden

    berdasarkan umut dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut:

    Tabel 5.2 Pengelompokan Responden Berdasarkan Umur

    Penggolongan Usia (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

    20 – 30 1 1,25

    30 – 40 8 10,00

    41 – 50 40 50,00

    51 – 60 24 30,00

    > 61 7 8,75

    Jumlah 80 100

    Sumber: Data Primer, diolah tahun 2020

  • 71

    Berdasarkan tabel 5.2 rentang usia terkecil responden adalah 20 – 30 tahun

    dengan jumlah 1 orang. Responden termuda berdasarkan hasil kuisioner adalah 29

    tahun. Mayoritas umur petani berdasarkan tabel 5.2 pada rentang usia 41 – 50 tahun

    sebanyak 40 orang dengan jumlah prosentase 50%. Hal tersebut dianggap bahwa

    umur produktif petani di Dusun Pakan sekaligus anggota Kelompok Tani “Karya

    Bakti” umur mulai 41 tahun sampai 50 tahun. Pernyataan tersebut diperkuat dengan

    penjelasan dari Badan Pusat Statistika (2010) bahwa Populasi penduduk dengan nilai

    median di bawah 20 dapat digambarkan sebagai “muda”, median sebesar 30 atau

    lebih sebagai “tua”, dan populasi penduduk dengan median 20 sampai 29 sebagai usia

    “menengah”. Selanjutnya Umur responden di atas 51 tahun sampai 60 tahun

    sebanyak 24 orang dengan prosentase 30%. Responden dengan umur > 61 tahun

    sebanyak 7 orang. Penjelasan mengenai pengelompokan rentang umur yang berbeda-

    beda sebagai bukti bahwa berbagai macam rentang usia penduduk Dusun Pakan yang

    bermata pencaharian sebagai petani. Susanti, Listiana, & Widayat (2016)

    menjelaskan bahwa petani umur 30-59 tahun memiliki fisik yang potensial untuk

    mendukung kegiatan usahatani, dinamis, kreatif, dan cepat dalam menerima inovasi

    teknologi baru. Petani berumur lebih dari 59 tahun memiliki kelebihan dalam hal

    pengalaman. Penduduk Dusun Pakan Desa Purworejo yang bermatapencaharian

    sebagai petani memilik umur yang berbeda-beda antar petani satu dan yang lainnya.

    Perbedaan umur setiap petani dapat memepengaruhi pola pikir dan kinerja dalam

    berusahatani.

  • 72

    Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa kurangnya minat anak muda untuk

    terjun ke dunia pertanian. Hal tersebut dibuktikan dalam kelompok rentang skala 20 –

    30 tahun terdapat hanya 1 orang. Kurangnya minat anak muda dapat berakibat

    dikemudian hari pertanian akan semakin menipis. Petani dengan rentang skala >61

    tahun sebanyak 7 orang membuktikan bahwa masih adanya petani berusia lanjut yang

    bekerja sebagai petani. Pernyataan bahwa petani dengan usia >61 tahun termasuk

    dalam lanjut usia seperti penjelasan dari Badan Pusat Statistika (2010) bahwa

    pengelompokan usia penduduk dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori,yaitu muda

    (0-14 tahun), menengah (15-64 tahun) dan tua (65 tahun ke atas). Penduduk lanjut

    usia adalah penduduk yang berumur 65 tahun ke atas. Selanjutnya petani-petani yang

    termasuk pada kelompok lanjut usia membutuhkan penerus atau pengganti untuk

    mengelolah usahatani tersebut yakni anak-anak muda, sehingga diperlukannya

    wawasan dan pengetahuan mengenai pertanian kepada anak-anak muda supaya

    mereka siap untuk terjun dalam dunia pertanian.

    5.1.3 Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir

    Pengukuran responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir yang

    ditempuh. Tinggi rendahnya pendidikan yang ditempuh mampu mempengaruhi pola

    pikir dan pengetahuan dalam berusahatani. Pengelompokan tingkat pendidikan

    terakhir yang ditempuh petani berdasarkan kuisioner penelitian diantaranya SD,

    SMP/SLTP, SMA/SMU/SLTA, selain tingkat pendidikan terakhir yang telah

    disebutkan terdapat beberapa petani yang merasakan bangku sekolah tidak sampai

  • 73

    tamat SD, sehingga tidak memiliki ijazah sebagai bukti menempuh pendidikan

    Sekolah Dasar. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir

    dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut:

    Tabel 5.3 Pengelompokan Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir

    Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

    Tidak Tamat SD 9 11,25

    SD 27 33,75

    SMP / SLTP 24 30,00

    SMA / SMU / SLTA 20 25,00

    Jumlah 80 100

    Sumber: Data Primer, diolah tahun 2020

    Berdasarkan tabel 5.3 pengelompokan responden berdasarkan tingkat

    pendidikan terakhir petani Kelompok Tani “Karya Bakti” Dusun Pakan terbagi

    menjadi 3 kelompok yakni Sekolah Dasar (SD) sebanyak 27 orang dengan prosentase

    sebesar 33,75 % dari seluruh Responden, Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau

    beberapa menyebutnya dengan SLTP sebanyak 24 orang dengan prosentase 30% dari

    seluruh responden, dan Sekolah Menengah Akhir (SMA) atau beberapa menyebutnya

    SLTA dan SMU sebanyak 20 orang dengan prosentase 25% dari seluruh responden.

    Berdasarkan jumlah prosentase yang diketahui dapat dilihat bahwa jumlah responden

    berdasarkan tingkat pendidikan akhir hampir rata, karena selisih jumlah maupun

    prosentase SD dengan SMP sebesar 3,75 sedangkan selisih prosentase SMP dengan

    SMA 5%. Responden yang tidak tamat SD berdasarkan hasil kuisioner sebesar 9

    orang dengan prosentase 11,25% dari seluruh responden.

    Tingkat pendidikan terakhir responden dapat dikatakan pada tingkat sedang

    berdasarkan kriteria yang dijelaskan Susanti, Listiana, & Widayat (2016) dibagi

  • 74

    menjadi 3 kriteria, diantaranya: (1) Rendah (9 tahun). Jumlah prosentase tertinggi berdasarkan tabel 5.3 terdapat pada

    kelompok tingkat pendidikan terakhir SD yang mana dalam menempuh tingkat SD

    dibutuhkan waktu kurang lebih 6 tahun. Selanjutnya responden dalam menempuh

    tingkat pendidikan SMP / Sederajat membutuhkan waktu 3 tahun, sehingga dapat

    disimpulkan bahwa pendidikan terakhir penduduk Dusun Pakan, Desa Purworejo

    termasuk dalam kategori sedang karena mayoritas penduduk menyelesaikan

    pendidikannya selama 7-9 tahun.

    Perekonomian keluarga biasanya dipengaruhi oleh pendidikan yarang dimiliki

    oleh setiap keluarga (Wahyu Apriliyawati, 2017). Keterbatasan pendidikan dan

    perekonomian membuat beberapa petani harus mengorbankan pendidikannya untuk

    bekerja, meskipun demikian tidak menutup kemungkinan bahwa petani yang tidak

    menyelesaikan bangku pendidikan termasuk petani yang kurang wawasan dan

    pengetahuan karena petani-petani di Dusun pakan dalam berusahatani menggunkaan

    pengetahuan bertani yang didapatkan dari hasil pengalamannya. Petani Kelompok

    Tani “Karya Bakti” lebih percaya dengan pengalaman yang pernah dilakukannya

    daripada informasi-informasi baru mengenai pertanian berupa teori sebelum ada

    praktek dan hasil yang nyata dari teori baru tersebut. Petani-petani dengan rata-rata

    usia di atas 45 tahun beranggapan bahwa tingginya pendidikan tidak menjamin mahir

    dalam berusahatani, melainkan seberapa banyak pengalaman yang dimiliki petani

    mampu mengubah pola pikir dalam berusahatani, inovasi dalam berusahatani, dan

  • 75

    memecahkan permasalahan berusahatani menunjukkan bahwa petani tersebut mahir

    dalam berusahatani.

    5.1.4 Responden Berdasarkan Lama Berusahatani

    Lamanya berusahatani menunjukkan seberapa banyak ilmu, informasi dan

    pengalaman yang telah diperoleh dari berbagai pihak atau dari hasil pengalaman

    pribadi selama berusahatani. Pihak-pihak yang berwajib untuk memberikan informasi

    terkait pertanian kepada petani seperti penyuluh atau lembaga pemerintahan lainnya.

    Karakteristik responden berdasarkan pengalaman bertani dapat dilihat dalam Tabel

    5.4 berikut:

    Tabel 5.4 Pengelompokan Responden Berdasarkan Lama Berusahatani

    Pengalaman Berusahatani

    (Tahun)

    Jumlah (Orang) Persentase (%)

    1 -10 6 7,50

    11 – 20 28 35,00

    21 – 30 18 22,50

    31 – 40 17 21,25

    41 – 50 8 10,00

    51 – 60 3 3,75

    Jumlah 80 100

    Sumber: Data Primer, diolah tahun 2020

    Berdasarkan tebel 5.4 pengelompokan responden berdasarkan lama

    berusahatani mayoritas masuk dalam 3 kelompok rentang skala 11 – 20 tahun

    sebanyak 28 orang dengan prosentase sebesar 35% dari seluruh responden, 21 – 30

    tahun sebanyak 18 orang dengan prosentase sebesar 22,5% dari seluruh responden,

    dan 31 – 40 tahun sebanyak 17 orang dengan prosentase sebesar 21,25% dari seluruh

    responden. Berdasarkan pengelompokan tersebut dapat diketahui bahwa petani

  • 76

    Kelompok Tani “Karya Bakti” Dusun Pakan sudah lama menekuni usahatani. Alasan

    setiap responden untuk mempertahankan usahataninya berbeda-beda, namun sebagian

    besar beralasan bahwa usahatani merupakan pekerjaan utamanya, tidak terikat dengan

    atasan sehingga petaninya sendiri yang menentukan dan berwewenang atas lahan

    yang dikelolahnya, petani juga beranggapan bahwa meskipun dalam usahatani

    terdapat kerugian namun berdasarkan pengalaman lebih sering mengalami

    keuntungan daripada kerugian, jadi tidak ada alasan untuk meninggalkan usahatani

    dan alasan petani tetap berusahatani yang terakhir yaiutu karena sudah warisan turun

    temurun keluarga sehingga penghasilan uatama keluarga berasal dari usahatani

    sebagaimana yang telah dipaparkan pada alasan pertama petani tetap melanjutkan

    usahataninya.

    Pengelompokan responden berdasarkan lama usahataninya dengan rentang

    skala 1-10 tahun terdapat 6 orang dengan prosentase sebesar 7,5% dari seluruh

    responden. Rata-rata responden dengan lama berusahatani

  • 77

    yang baru juga besarnya sama dengan petani yang mendapatkan pengalaman, hal ini

    dimungkinkan daerah tersebut masih dalam tahap memunculkan lagi semangat dalam

    bertani padi sawah (Wahyu Apriliyawati, 2017).

    5.1.5 Responden Berdasarkan Status Lahan

    Status lahan yang dikelolah petani untuk berusahatani memiliki 2 status,

    diantaranya milik sendiri dan sewa. Wahyu Apriliyawati (2017) menjelaskan definisi

    dari lahan milik sendiri dan lahan sewa. Lahan milik sendiri ialah bentuk pengusaan

    lahan secara kekal dan didapatkan dari turun-temurun dan dapat diwariskan pada ahli

    warisnya kelak. Sewa lahan ialah bentuk pengusaaan lahan untuk budidaya dengan

    menggunakan lahan milik orang lain yang kemudian membayar sewa sesuai

    kesepakatan. Karakteristik status lahan petani kelompok tani “Karya Bakti” Dusun

    Pakan dapat dilihat berdasarkan tabel 5.5 berikut ini:

    Tabel 5.5 Pengelompokan Responden Berdasarkan Status Lahan

    Status Lahan Jumlah (Orang) Persentase (%)

    Milik Sendiri 41 51,25

    Sewa 39 48,75

    Jumlah 80 100

    Sumber: Data Primer, diolah tahun 2020

    Berdasarkan tabel 5.5 pengelompokan responden berdasarkan status lahan

    yang dikelolah petani terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu: sewa dan milik sendiri.

    Responden yang mengelolah lahan dengan status „Milik Sendiri‟ sebanyak 41 orang

    dengan prosentase 51,25% dari seluruh responden penelitian. Pemilik lahan dengan

    status „sewa‟ sebanyak 39 responden dengan prosentase sebesar 48,75% dari seluruh

    responden.Perbandingan kedua status lahan tersebut berdasarkan besarnya prosentase

  • 78

    memiliki selisih 2,5% dengan selisih 2 responden. Lahan yang dimiliki responden

    yang mayoritas didapatkan dari hasil warisan keluarga, sedangkan terdapat beberapa

    responden dengan status kependudukan pendatang yang mana responden tersebut

    bukan penduduk asli Desa Purworejo sehingga untuk memulai usahataninya

    responden perlu untuk menyewa lahan. Perbedaan status kepemilikan lahan

    mempengaruhi biaya oprasional usahatani, seperti yang dijelaskan oleh Wahyu

    Apriliyawati (2017) bahwa lahan milik sendiri biasanya kurang memperhitungkan

    biaya operasional yang dikeluarkan karena tidak mengeluarka biaya sewa lahan akan

    tetapi membayar pajak atas tanah sawah. Petani yang menyewa lahan garapan lebih

    terpacu untuk lebih mengoptimalkan dalam mengelola lahan agar memperoleh hasil

    yang lebih tinggi. Beban biaya untuk sewa lahan oleh petani, dibayarkan setahun

    sekali untuk 3 kali tanam.

    5.1.6 Responden Berdasarkan Luas Lahan

    Pengukuran responden berdasarkan luas lahan yang dimiliki atau dikelolah

    petani Kelompok Tani “Karya Bakti” Dusun Pakan. Luas lahan yang dikelolah

    responden memiliki luas yang berbeda-beda sehingga dibutuhkan pengelompokan

    dengan rentang skala seperti tabel 5.6 berikut:

    Tabel 5.6 Pengelompokan Responden Berdasarkan Luas Lahan

    Luas Lahan (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%)

    0,1 – 1 63 78,75

    1,01 – 2 6 7,50

    2,01 – 3 9 11,25

    >3 2 2,50

  • 79

    Jumlah 80 100

    Sumber: Data Primer, diolah tahun 2020

    Berdasarkan tabel 5.6 mayoritas luas lahan petani berada pada rentang skala

    0,1 – 1 Ha sebanyak 63 orang dengan prosentase sebesar 78,75%. Berbanding

    terbalik dengan jumlah responden dengan luas lahan >3 Ha berdasarkan kuisioner

    berjumlah 2 orang dengan prosentase sebesar 2,50%. Pengisian petani terhadap

    kuisioner terkait luas lahan berdasarkan pemahaman pribadi petani dengan

    membandingkan luas lahan antar petani yang lain di sekelilingnya. Petani

    menggunakan angka bulat untuk memperkirakan luas lahan yang dimilikinya.

    Perhitungan yang banyak digunakan petani diantaranya: 0,25; 0,5; 0,75; 1; 1,25; 1,5;

    2 dan 2,5. Luas lahan yang ditulis petani merupakan akumulasi dari semua lahan yang

    dikelolah petani baik ladang maupun sawah.

    Luas lahan yang dikelolah petani mempengaruhi hasil produksi usahatani.

    Wahyu Apriliyawati (2017) Semakin luas lahan yang termanfaatkan akan semakin

    banyak produksi yang dihasilkan. Susanti, Listiana, & Widayat (2016) Luas lahan

    adalah salah satu faktor produksi yang sangat memengaruhi hasil produksi

    pertanaman. Lahan yang terlalu luas tidak berarti dapat memberikan hasil produksi

    tinggi, tetapi lahan yang terlalu sempit juga tidak efisien dalam pengelolaan lahan.

    Luas lahan yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian di Desa Purworejo telah

    dibagi menjadi petakan-petakan dengan luas yang berbeda-beda, karena masyarakat

    di Dusun Pakan Desa Purworejo masih menganut tradisi membagi luas lahan yang

    dimiliki untuk dibagikan kepada ahli warisnya sehingga luas lahan yang diterima

  • 80

    semakin sempit. Penyempitan lahan tersebut tidak dapat dijadikan kendala dalam

    penurunan hasil produksi, seperti yang dijelaskan Manyamsari (2014) Pengelolaan

    usaha tani pada lahan sempit seharusnya tidak hanya berorientasi pada peningkatan

    hasil produksi dan produk yang dibutuhkan pasar, tetapi juga harus mampu

    menciptakan pasar, efisien, dan memiliki daya saing.

    5.2 Uji Instrumen

    5.2.1 Uji Validitas

    Validitas adalah ketepatan atau kecermatan suatu instrument dalam

    pengukuran (Dewi, 2018). Uji validitas yang dilakukan pada penelitian ini

    menggunakan korelasi Bivariate Pearson pada program SPSS. Analisis Bivariate

    Person mengkorelasikan setiap skor item dengan skor total. Skor total merupakan

    jumlah dari seluruh skor item. Dewi, (2018) mengatakan bahwa item-item pertanyaan

    yang berkorelasi signifikan dengan skor total menunjukkan item-item tersebut

    mampu memberikan dukungan dalam mengungkap apa yang ingin diungkap.

    Pengujian validitas pada penelitian ini menggunakan perbandingan nilai r

    hitung dengan r tabel dimana nilai sig = 0,05. Rumus df (degree of freedom) = (N-2),

    jadi df = 80 – 2 = 78. Nilai r tabel pada df = 78 dengan sig 0,05 adalah 0,1852. Data

    dikatakan valid apabila nilai r hitung > r tabel. Terdapat cara lain yaitu dengan

    membandingkan nilai sig, jika nilai sig < 0,05 maka data dikatakan valid. Terdapat 3

    uji validitas yang dilakukan, diantaranya: atribut kepercayaan, atribut evaluasi dan

    faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap petani. Rincian uji validitas

  • 81

    atribut kepercayaan dari hasil uji menggunakan program SPSS dapat dilihat pada

    Tabel 5.7 berikut ini:

    Tabel 5.7 Hasil Uji Validitas Atribut Kepercayaan

    No Variabel Item R hitung R tabel Sig. Ket.

    1. Fluktuasi Harga B11 0,206 0,1852 0,067 Valid

    B12 0,592 0,1852 0,000 Valid

    2. Penyusutan berat

    timbangan

    B21 0,237 0,1852 0,035 Valid

    B22 0,499 0,1852 0,000 Valid

    3. Cuaca Tidak

    Mnentu

    B31 0,589 0,1852 0,000 Valid

    B32 0,318 0,1852 0,004 Valid

    4. Kesesuaian bibit B41 0,227 0,1852 0,043 Valid

    B42 0,516 0,1852 0,000 Valid

    B43 0,464 0,1852 0,000 Valid

    Sumber: Data primer, diolah tahun 2020

    Berdasarkan Tabel 5.7 data dikatakan valid apabila:

    Nilai r hitung > r tabel, atau

    Sig < 0,05

    Tabel 5.7 di atas menujukkan bahwa niai r tabel sebesar 0,1852 yang artinya

    lebih kecil dari nilai r hitung untuk keseluruhan pertanyaan pada variabel bebas

    atribut kepercayaan. Nilai signifikansi pada pertanyaan masing-masing variabel

    hampir keseluruhan menunjukkan angka 0,00 yang berarti < 0,05. Melihat nilai r

    hitung, r tabel dan signifikansi dari Tabel 5.7 dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap

    pertanyaan pada kuisioner dikatakan valid. Responden juga memberikan jawaban

    yang konsisten sehingga dapat dilanjutkan dengan analisis selanjutnya.

  • 82

    Rincian uji validitas atribut evaluasi yang telah dilakukan berdasarkan uji

    validitas pada program SPSS seperti pada tabel 5.8 berikut:

  • 83

    Tabel 5.8 Hasil Uji Validitas Atribut Evaluasi

    No Variabel Item R hitung R tabel Sig. Ket.

    1. Fluktuasi Harga E11 0,318 0,1852 0,004 Valid

    E12 0,553 0,1852 0,000 Valid

    2. Penyusutan berat

    timbangan

    E21 0,662 0,1852 0,000 Valid

    E22 0,731 0,1852 0,000 Valid

    3. Cuaca Tidak

    Mnentu

    E31 0,378 0,1852 0,001 Valid

    E32 0,493 0,1852 0,000 Valid

    4. Kesesuaian bibit E41 0,345 0,1852 0,002 Valid

    E42 0,635 0,1852 0,000 Valid

    E43 0,329 0,1852 0,003 Valid

    Sumber: Data primer, diolah tahun 2020

    Berdasarkan Tabel 5.8 data atribut evaluasi dikatakan valid apabila:

    Nilai r hitung > r tabel, atau

    Sig < 0,05.

    Tabel 5.8 di atas menujukkan bahwa niai r tabel sebesar 0,1852 yang artinya

    lebih kecil dari nilai r hitung untuk keseluruhan pertanyaan pada variabel bebas

    atribut evaluasi. Nilai signifikansi pada pertanyaan masing-masing variabel hampir

    keseluruhan menunjukkan angka 0,00 yang berarti < 0,05. Melihat nilai r hitung, r

    tabel dan signifikansi dari Tabel 5.8 dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap

    pertanyaan pada kuisioner dikatakan valid. Responden juga memberikan jawaban

    yang konsisten sehingga dapat dilanjutkan dengan analisis selanjutnya.

    5.2.2 Uji Reliabilitas

    Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejuh mana suatu alat pengukur

    dapat dipercaya atau diandalkan (Widi, 2011). Uji reliabilitas digunakan untuk

    menguji tingkat konsistensi responden dalam menjawab pertanyaan yang terdapat

  • 84

    pada kuisioner. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach

    Alpha > 0,60 (Hendayana, 2006). Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada tabel 5.9.

    berikut ini:

    Tabel 5.9 Hasil Uji Reliabilitas

    No Atribut Cronbach Alpha Keterangan

    1 Kepercayaan 0,655 Reliabel

    2 Evaluasi 0,713 Reliabel

    Sumber: Data primer, diolah tahun 2020

    Berdasarkan tabel 5.9 hasil uji reliabilitas bahwa Atribut Kepercayaan

    mempunyai nilai Cronbach Alpha 0,655, Atribut Evaluasi mempunyai nilai

    Cronbach Alpha 0,713 dan Faktor Pembentuk Sikap memiliki nilai Cronbach Alpha

    0,723. Nilai Cronbach Alpha dari setiap atribut yang telah dirinci seperti pada tabel di

    atas > 0,60 yang dapat disimpulkan bahwa setiap jawaban yang diberikan oleh

    responden bersifat konsisten.

    5.2.3 Analisis Atribut Fishbein

    Pengukuran sikap menggunakan keseluruhan atribut fishbein, dapat dihitung

    menggunakan rumus di bawah ini:

    Rincian Urutan Prioritas Risiko berdasarkan Jumlah dan Rata-Rata per-item

    Atribut Fishbein dapat dilihat pada tabel 5.10 dan tabel 5.11 berikut ini:

  • 85

    Tabel 5.10 Urutan Prioritas Risiko Usahatani Bawang Merah Berdasarkan Jumlah

    Skor Responden

    No Variabel

    Nilai

    kepercayaan

    Nilai

    Evaluasi Fishbein Urutan

    1 fluktuasi harga 110 394 43340 4

    2

    Penyusutan Berat

    Timbangan 108 458 49464 3

    3

    Cuaca Tidak

    Menentu 212 276 58512 2

    4

    Kesesuaian

    Pemilihan Bibit 161 598 96278 1

    Sumber: Data Primer, diolah tahun 2020

    Berdasarkan tabel 5.10 petani di Kelompok Tani “Karya Bakti” Dusun Pakan

    sekaligus menjadi responden dalam penelitian ini beranggapan bahwa kesesuaian

    pemilihan bibit merupakan prioritas utama risiko usahatani bawang merah.

    Pernyataan tersebut berdasarkan hasil analisis Atribut Fishbein menurut perhitungan

    jumlah skor responden atribut kepercayaan kemudian dikalikan dengan jumlah skor

    atribut evaluasi. Risiko-risiko yang lain memiliki nilai urutan masing-masing

    berdasarkan hasil perhitungan analisis atribut fishbein seperti pada tabel 5.10 di atas.

    Analisis atribut fishbein juga membutuhkan perhitungan dari hasil rata-rata seriap

    variabel, yang mana dengan mengalikan rata-rata dari atribut kepercayaan dengan

    atribut evaluasi. Hasil perhitungan rata-rata beserta urutan prioritas risiko usahatani

    bawang merah dapat dilihat pada tabel 5.11 berikut ini:

  • 86

    Tabel 5.11 Urutan Prioritas Risiko Usahatani Bawang Merah Berdasarkan Rata-

    Rata Skor Responden

    No Variabel

    Rata-Rata

    Kepercayaan

    Rata-Rata

    Evaluasi Fishbein Urutan

    1 fluktuasi harga 1.375 4.925 6.771875 4

    2

    Penyusutan Berat

    Timbangan 1.35 5.725 7.72875 3

    3

    Cuaca Tidak

    Menentu 2.65 3.45 9.1425 2

    4

    Kesesuaian

    Pemilihan Bibit 2.0125 7.475

    15.043437

    5 1

    Sumber: Data Primer, diolah Tahun 2020

    Hasil analisis atribut fishbein berdasarkan tabel 5.11 menurut rata-rata skor

    responden risiko usahatani bawang merah yang dianggap sebagai prioritas utama

    yakni kesesuaian pemeilihan bibit. Kesamaan urutan prioritas risiko kedua

    perhitungan baik berdasarkan jumlah maupun rata-rata didapatkan urutan prioritas

    risiko usahatani sebagai berikut: (1) kesesuaian pemilihan bibit, (2) Cuaca tidak

    Menentu, (3) Penyusutan Berat Timbangan, dan (4) Fluktuasi harga.

    Berdasarkan hasil wawancara secara langsung dengan Responden bahwa bibit

    merupakan input yang paling penting untuk memulai berusahatani. Pemilihan bibit

    harus sesuai dengan jenis tanah, kadar air yang di butuhkan dan disesuaikan dengan

    cuaca daerah setempat. Cuaca merupakan penentu terbesar tumbuh tidaknya bibit

    yang ditanam, akan tetapi cuaca dapat dihitung dengan perkiraan-perkiraan petani

    atau petani biasa menyebutnya kalender tanam. Intensitas hujan tinggi bukanlah

    menjadi risiko dalam berusahatani, melainkan jika hujan yang tidak teratur dan

    bergantian dengan cuaca panas. Risiko dalam berusahatani selanjutnya yakni

    penyusutan berat timbangan. Penyusutan ini seringkali dijadikan pertimbangan petani

  • 87

    apakah dijual dengan keadaan bawang merah sudah menyusut dan kering atau tidak

    dijual dengan alasan untuk dijadikan bibit selanjutnya. Menjual dengan keadaan

    bawang merah sudah menyusut tidak menjamin naiknya harga jual, sehingga petani

    akan dirugikan. Bawang merah yang sudah menyusut otomatis jika dimasukkan ke

    dalam timbangan akan lebih banyak jumlahnya yang masuk dengan harga yang tidak

    jauh berbeda dari harga jual sewaktu bawang merah masih segar. Alasan petani tetap

    menjual bawang merah dengan keadaan menyusut, karena petani menunggu waktu

    setelah musim panen dengan harapan harga jual akan jauh lebih tinggi daripada

    menjual pada musim panen raya. Perkiraan waktu menjual tersebut berhubungan

    dengan risiko usahatani bawang merah yang terakhir, yaitu fluktuasi harga. Akibat

    dari fluktuasi harga yakni pada pengembalian modal. Fluktuasi harga pada usahatani

    tidak dapat dihindari melainkan petani dapat meminimalisir dengan memperkirakan

    waktu tanam, waktu panen, dan waktu penjualan.

    5.2.4 Analisis Faktor Pembentukan Sikap

    5.2.4.1 Model Pengukuran (Outer Model)

    Langkah selanjutnya yaitu evaluasi outer model dilakukan melalui 3 kriteria

    yaitu convergent validity, discriminant validity dan composite reliability. Berikut ini

    adalah penjelasan detailnya.

    a. Convergent Validity (Validitas Konvergen)

    Convergent validity dari model pengukuran dapat dilihat dari korelasi antara

    skor indikator dengan skor konstruknya (loading factor) dengan kriteria nilai loading

  • 88

    factor dari setiap indikator lebih besar dari 0,70 dapat dikatakan valid. Selanjutnya

    untuk nilai p-value apabila < 0,05 dianggap signifikan.

    Dalam buku Machfud dan Dwi (2013: 66) dijelaskan bahwa dalam beberapa

    kasus, syarat loading di atas 0,70 sering tidak terpenuhi khususnya untuk kuesioner

    yang baru dikembangkan. Oleh karena itu, loading antara 0,40-0,70 harus tetap

    dipertimbangkan untuk dipertahankan. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa, indikator

    dengan loading < 0,40 dihapus dari model. Penghapusan indikator dengan loading

    antara 0,40-0,70 dilakukan apabila indikator tersebut dapat meningkatkan AVE dan

    composite reliability diatas nilai batasannya. Nilai batasan untuk AVE 0,50 dan

    composite reliability adalah 0,50.

  • 89

    Tabel 5.12 Pengukuran Outer Model dengan Loading Factor

    Indikator Loading

    Factor P-Value

    Keterangan

    A1.1 0.841

  • 90

    convergent validity. P-value juga telah memenuhi syarat yaitu memiliki nilai sebesar

  • 91

    Lembaga Pendidikan Non-Formal dibentuk oleh 3 indikator. Berdasarkan

    tabel diatas, hasil dari pengolahan data menunjukkan ke 3 indikator dalam variabel

    yaitu A6.1, A6.2, dan A6.3 memiliki nilai loading factor > 0,60 yang sudah

    memenuhi kriteria convergent validity. P-value juga telah memenuhi syarat yaitu

    memiliki nilai sebesar 0,50 Valid

    Media massa 0.634 >0,50 Valid

    Lembaga pendidikan

    Formal

    0.698 >0,50 Valid

    Lembaga Pendidikan

    Non-Formal

    0.695 >0,50 Valid

    Sikap 1 >0,50 Valid

    Sumber : Output Wrap PLS 6.0, diolah 2020

    Berdasarkan hasil tabel diatas ke tujuh konstruk telah memenuhi uji

    convergent validity. Karena masing-masing variabel memiliki nilai AVE lebih besar

    dari 0,50.

  • 92

    b. Discriminant Validity Tabel 5.14 Pengujian Outer Model dengan Discrimant Validity

    Indikator A1 A2 A3 A4 A5 A6 Y

    A1.1 0.757 0.067 -0.148 -0.068 0.286 -0.205 -0.101

    A1.2 0.808 0.016 0.121 -0.037 -0.127 0.110 -0.088

    A1.3 0.831 -0.078 -0.015 -0.082 -0.030 -0.020 0.057

    A1.4 0.768 0.015 0.078 0.230 -0.171 0.163 0.124

    A2.1 0.056 0.776 0.008 -0.038 0.118 0.029 0.002

    A2.2 -0.106 0.792 -0.036 0.134 -0.103 0.044 0.043

    A2.3 0.059 0.790 0.034 -0.115 -0.023 -0.090 -0.055

    A3.1 0.046 -0.017 0.949 -0.115 -0.018 0.131 0.013

    A3.2 0.201 0.253 0.726 -0.228 0.112 -0.480 -0.252

    A3.3 -0.190 -0.148 0.897 0.292 -0.053 0.160 0.152

    A4.1 0.547 -0.035 0.055 0.670 0.295 -0.200 -0.017

    A4.2 -0.365 0.014 0.040 0.892 -0.213 0.125 -0.005

    A4.3 0.032 0.010 -0.099 0.784 0.040 -0.001 0.021

    A5.1 0.074 0.027 -0.245 0.110 0.875 -0.245 0.005

    A5.2 0.032 0.019 0.133 -0.146 0.947 0.103 -0.070

    A5.3 -0.102 -0.045 0.067 0.068 0.920 0.100 0.075

    A6.1 -0.024 0.075 0.004 -0.024 -0.084 0.912 0.003

    A6.2 -0.027 -0.152 -0.184 0.201 0.073 0.885 -0.034

    A6.3 0.059 0.079 0.200 -0.195 0.020 0.938 0.034

    Y 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.000

    Sumber : Output Wrap PLS 6.0, diolah 2020

    Berdasarkan tabel 5.15 cross loading diatas dapat diketahui bahwa untuk

    setiap indikator dari masing-masing variabel laten sudah memiliki nilai loading factor

    yang paling besar dibanding loading factor variabel yang lain jika dihubungkan

    dengan variabel laten lainnya. Variabel-variabel laten tersebut diantaranya: umur

    (A1), pengalaman pribadi (A2), pengaruh orang lain yang dianggap penting (A3),

    media massa (A4), pendidikan formal (A5), dan pendidikan non-formal (A6). Hal

    ini berarti bahwa setiap variabel laten sudah memiliki discriminant validity yang baik

    dimana syarat discriminant validity pada penelitian ini sudah terpenuhi.

  • 93

    c. Uji Reliabilitas

    Tabel 5.15 Uji Reliabilitas pada Outer Model

    Cronbach’s

    Alpha

    Composite

    Reliability Keterangan

    Umur 0.863 0.907 Reliabel

    Pengalaman pribadi 0.881 0.928 Reliabel

    Pengaruh orang lain yang

    dianggap penting

    0.702 0.836 Reliabel

    Media massa 0.71 0.838 Reliabel

    Lembaga pendidikan

    Formal

    0.782 0.874 Reliabel

    Lembaga Pendidikan

    Non-Formal

    0.779 0.872 Reliabel

    Sikap 1.00 1.00 Reliabel

    Sumber : Output Wrap PLS 6.0, diolah 2020

    Berdasarkan tabel 5.16 diatas, diketahui bahwa nilai Cronbach’s Alpha dan

    Composite Reliability masing-masing variabel lebih besar dari 0,70, maka dapat

    disimpulkan bahwa ketujuh variabel telah reliabel untuk digunakan sebagai model.

    5.2.4.2 Model Pengukuran Inner Model

    a.. Coefficient Determinant (R2)

    Tab

    el.

    5.1

    6 R-square dalam Pengukuran Inner Model 2

    Sumber: Output Wrap PLS 6.0, diolah 2020

    Berdasarkan tabel 5.17 diatas dapat ditarik kesimpulan, R-square variabel

    sikap diperoleh sebesar 0,419. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman variabel umur,

    pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa,

    Variabel R-square

    Sikap 0.419

  • 94

    lembaga pendidikan Formal dan Lembaga pendidikan non-formal sebesar 41,9%,

    dengan nilai R-square tersebut, diketahui bahwa variabel umur, pengalaman pribadi,

    pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan

    formal dan lembaga pendidikan non-formal memiliki kekuatan prediksi yang sedang

    terhadap atribut sikap yaitu sebesar 41,9%.Sedangkan 58,1% lainnya dipengaruhi

    oleh variable lain.

    Q2 = 0,453

    Berdasarkan perhitungan diatas, nilai Q2 untuk model analisis SEM-PLS

    dalam penelitian ini adalah 0,453 atau dengan kata lain nilai kontribusi variabel umur,

    pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa,

    lembaga pendidikan formal dan lembaga pendidikan non-formal berpengaruh

    terhadap atribut sikap sedangkan sisanya 54,7% merupakan kontribusi dari variabel

    lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini, karena nilai tersebut lebih dari 0,35

    maka dapat disimpulkan bahwa predictive relevance dalam penelitian ini adalah kuat.

  • 95

    5.2.4.3 Uji Hipotesis

    1 Gambar 5.1 Model Struktural SEM

    Sumber : Output Wrap PLS 6.0, diolah 2020

    Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini:

    Tabel 5.17 Uji Hipotesis menggunakan P Value 3

    Hipotesis Path Path

    Coefficient

    P Value Keterangan

    H1 A1 Sikap -0.06 0.30 Signifikan

    H2 A2 Sikap 0.13 0.11 Signifikan

    H3 A3 Sikap -0.02 0.42 Signifikan

    H4 A4 Sikap 0.06 0.30 Signifikan

    H5 A5 Sikap 0.15 0.08 Signifikan

    H6 A6 Sikap 0.21 0.02 Signifikan

    Sumber: Data primer, diolah tahun 2020

    Berdasarkan tabel 5.18 diatas dapat diketahui bahwa:

    1. Berdasarkan hasil analisis diatas variabel Umur dibentuk oleh 4 indikator

    yaitu A1.1, A1.2, A1.3, dan A1.4 memiliki pengaruh signifikan yang lemah

    terhadap sikap dengan nilai signifikansi 0,30 atau 30%.

  • 96

    2. Berdasarkan hasil analisis diatas variabel Pengalaman pribadi dibentuk oleh 3

    indikator .yaitu A2.1, A2.2, dan A2.3 memiliki pengaruh signifikan yang

    lemah terhadap sikap dengan nilai signifikansi 0,11 atau 11%.

    3. Berdasarkan hasil analisis diatas variabel Pengaruh orang lain yang dianggap

    penting dibentuk oleh 3 indikator. yaitu A3.1, A3.2 dan A3.3 memiliki

    pengaruh signifikan yang lemah terhadap sikap dengan nilai signifikansi 0,42

    atau 42%.

    4. Berdasarkan hasil analisis diatas variabel Media massa dibentuk oleh 3

    indikator. A4.1, A4.2, dan A4.3 memiliki pengaruh signifikan yang lemah

    terhadap sikap dengan nilai signifikansi 0,30 atau 30%.

    5. Berdasarkan hasil analisis diatas variabel Lembaga pendidikan Formal

    dibentuk oleh 3 indikator. yaitu A5.1, A5.2, dan A5. memiliki pengaruh

    signifikan terhadap sikap dengan nilai signifikansi 0,08 atau 8%.

    6. Berdasarkan hasil analisis diatas variabel Lembaga Pendidikan Non-Formal

    dibentuk oleh 3 indikator. yaitu A6.1, A6.2, dan A6.3 memiliki pengaruh

    signifikan terhadap sikap dengan nilai signifikansi 0,02 atau 2%.

    5.3 Hasil Tujuan I (Sikap Petani Bawang Merah)

    Petani bawang merah di Dusun Pakan desa Purworejo yang tergabung dalam

    kelompok tani “Karya Bakti” memiliki sikap dan pola pikir yang berbeda-beda.

    Perbedaan sikap, pola pikir dan pengambilan keputusan ketika terjadi masalah

    dipengaruhi beberapa faktor diantaranya: umur, pengalaman pribadi, pengaruh

    orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan baik formal

  • 97

    maupun non-formal. Faktor-faktor yang lainnya, seperti petani lebih percaya

    dengan pengalaman pribadi dalam berusahatani dan insting yang telah

    dipertimbangkan berdasarkan pengetahuannya selama berusahatani.

    Kerugian dalam berusahatani yang dialami petani bawang merah dianggap

    sebagai sesuatu yang lumrah, sehingga petani bawang merah di Dusun Pakan

    Desa Purworejo pasrah ketika mengalami kerugian. Petani-petani bawang merah

    di Dusun Pakan belajar dari apa yang telah dialaminya atau belajar dari

    pengalaman yang pernah menimpa usahataninya. Petani lebih percaya dengan

    praktik yang langsung mendapatkan hasil daripada informasi-informasi berupa

    teori yang belum tentu juga pemberi informasi tersebut mampu merealisasikan

    teorinya tersebut. Pemikiran petani seperti inilah yang sering kali menutup diri

    dari informasi terbaru seputar usahatani yang dibawa oleh penyuluh pertanian

    atau PPL yang bertugas di tempat.

    Usia petani bawang merah di Dusun Pakan Desa Purworejo mayoritas >40

    tahun dengan lama berusahatani >10 tahun, sehingga membuat petani berfikir

    bahwa petanilah yang lebih mahir dalam berusahatani jika dibandingkan dengan

    PPL atau petugas penyuluhan pertanian yang hanya membawa informasi-

    informasi usahatani berupa teori. Petani-petani bawang merah yang

    menggabungkan dirinya menjadi anggota kelompok tani semata untuk

    mendapatkan bantuan dari atasan pemerintah untuk menunjang usahataninya.

    Bantuan yang diterima petani di Kelompok Tani “Karya Bakti” seringkali

  • 98

    mengalami keterlambatan dalam menerima bantuan dari pemerintah sehingga

    petani menganggap bahwa semua permasalahan yang dialami dalam berusahatani

    hanya petani sendiri yang mampu menyelesaikannya tanpa bantuan dari

    pemerintah, penyuluh maupun orang lain karena jika mengalami kerugian, baik

    pihak penyuluh maupun pemerintah tidak memberikan ganti rugi yang telah

    dialami petani bawang merah.

    5.4 Hasil Tujuan II (Keputusan akhir petani)

    Petani merupakan pekerjaan utama sebagian besar penduduk Dusun Pakan

    Desa Purworejo Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang yang tergabung dalam

    suatu Kelompok Tani “Karya Bakti”. Luas lahan di Dusun Pakan sebagian besar

    digunakan sebagai lahan pertanian baik persawahan maupun tegal atau ladang.

    Sumber pengairan di Dusun Pakan berasal dari sumber air terjun yang mengalir di

    sungai-sungai dan air hujan. Kondisi tanah di Dusun Pakan juga subur, akan

    tetapi mayoritas petani menanam tanaman sayuran. Hal tersebut mendukung

    banyaknya penduduk bermatapencaharian sebagai petani.

    Petani di Dusun Pakan tidak selalu mengalami keuntungan, melainkan sering

    juga mengalami kegagalan. Kegagalan yang dialami petani dijadikan sebagai

    pelajaran dan pengalaman untuk meperbaiki ke depannya. Petani lebih percaya

    dengan pengalaman yang telah dialaminya daripada teori baru yang diberikan

    oleh penyuluh atau biasa disebut PPL oleh petani di Dusun Pakan. Pihak-pihak

    yang dianggap penting di masyarakat juga tidak dipercayainya karena petani

  • 99

    beranggapan jika mengalai kegagalan petani sendiri yang akan menanggungnya.

    Kegagalan dalam bertani dianggap sebagai suatu risiko dalam berusahatani.

    Wahyu Apriliyawati (2017) menjelaskan bahwa pentingnya mengamati

    pengalaman petani karena merupakan cara yang dianggap lebih baik untuk

    pengambilan keputusan daripada melalukan tindakan sendiri. Pengalaman bertani

    didapatkan dari keikutsertaan petani dalam kelompok tani dan kegiatan

    penyuluhan yang dilakukan oleh instansi terkait.

    Penyebab kegagagalan dalam berusahatani bawang merah berdasarkan hasil

    perhitungan Analisis Fishbein didapatkan urutan prioritas seperti tabel 5.4 berikut

    ini:

    Tabel 5.18 Urutan Prioritas Risiko Usahatani Bawang Merah berdasarkan Hasil

    Analisis Fishbein

    No Variabel Risiko Usahatani

    1 Kesesuaian Pemilihan Bibit

    2 Cuaca tidak menentu

    3 Penyusutan Berat Timbangan

    4 Fluktuasi Harga

    Pengelompokan risiko usahatani bawang merah tersebut didapatkan

    berdasarkan hasil survey dan wawancara langsung dengan petani bawang merah

    yang ada di Dusun Pakan Desa Purworejo Kecamatan Ngantang Kabupaten

    Malang. Petani sekaligus responden dalam penelitian ini beranggapan bahwa

    masalah utama dalam berusahatani bawang merah yakni bagaimana memilih jenis

    bibit bawang merah yang cocok dengan jenis tanah yang akan ditanaminya.

    Petani di Dusun Pakan menanam dengan 2 tipe lahan yakni : sawah dan lading.

  • 100

    Perbedaan 2 tipe lahan tersebut membuat petani lebih berhati-hati dalam memilih

    jenis bibit yang cocok karena selain jenis tanahnya yang berbeda, kandungan air

    didalamnya juga berbeda. Penyebab kegagalan usahatani bawang merah juga

    disebabkan oleh perubahan cuaca yang tidak menentu. Perubagan cuaca tidak

    dapat diperkirakan atau dihindari karena termasuk faktor alam. Petani dalam

    menghadapi perubahan cuaca yang tidak menentu hanya bisa memperkirakan

    waktu tanam, selanjutnya jika terjadi perubahan yang tidak menentu setelah

    dilakukan penanaman petani hanya bisa pasrah. Faktor yang dapat menyebabkan

    kegagalan selanjutnya yakni penyusutan berat timbangan yang mana petani dapat

    mempertimbangkan 2 hal, diantanya: menjual pada musim raya dengan keadaan

    bawang merah padat dan harga murah atau rendah, atau menjual tidak pada

    musim panen akantetapi kondisi bawang merah menyusut, sehingga jumlah

    bawang merah yang masuk ke dalam timbangan dengan jumlah yang lebih

    banyak daripada kondisi bawang merah dalam keadaan padat. Selisih harga pada

    saat musim panen raya dengan tidak musim panen raya diperkirakan Rp. 5000

    sampai Rp. 10.000 per kilogram. Pernyataan selisih harga tersebut berdasarkan

    hasil wawancara langsung dengan petani bawang merah di Dusun Pakan. Faktor

    penyebab kegagalan selanjutnya yakni fluktuasi harga. Naik turunnya harga

    bawang merah dianggap sebagai faktor penyebab kegagalan usahatani bawang

    merah yang terakhir berdasarkan urutan prioritas didapatkan dari hasil

    perhitungan analisis fishbein. Tinggi rendahnya harga jual bawang merah

    mempengaruhi pengembalian modal awal dan dapat dijadikan sebagai modal

  • 101

    kembali untuk menanam bawang merah selanjutnya, jika terjadi kekurangan

    modal untuk panen selanjutnya atau terjadi kerugian petani menganggap suatu hal

    yang wajar dalam berusahatani. Petani tetap melanjutkan berusahatani kembali

    meskipun telah mengalami kerugian dan kegagalan dan berusahatani selanjutnya.

    Petani akan melakukan berbagai langkah dalam menghadapi kegagalan dalam

    berusahatani.

    Langkah petani dalam menanggulangi kegagalan yang dialaminya yaitu

    dengan menanam kembali. Petani memiliki strategi lain dan inovasi-inovasi baru

    dalam menanam Strategi yang dilakukan petani biasanya menanam dengan

    metode tumpangsari. Pemilihan jenis tanaman juga diperkirakan untuk

    menunjang jenis tanaman satu dengan lainnya. Alasan petani melakukan metode

    tumpangsari yaitu jika terjadi kegagalan suatu komoditas dapat ditutup dengan

    hasil panen komoditas lain. Metode tumpangsari juga mampu menghemat waktu

    bertanam sehingga dibutuhkan jangka waktu yang singkat untuk menanam

    berbagai macam komoditas. Waktu yang dibutuhkan dalam menunggu masa

    panen juga relatif singkat, karena pemilihan komoditas dalam tumpangsari juga

    memperkirakan jangka waktu panennya. Contoh komoditas yang sering dilakukan

    petani untuk metode tumpangsari yakni jahe, selada, cabe, tomat dan terong.

    Langkah yang diambil petani bawang merah di Dusun Pakan setelah

    mengalami kerugian mengambil langkah meminjam modal ke Lembaga keuangan

    yang dapat dipercayai, misalnya: meminjam di Bank BRI. Kelompok tani “Karya

  • 102

    Bakti” Dusun Pakan juga bekerja sama dengan Bank BNI, akan tetapi jika petani

    ingin meminjam ke Bank BNI harus melewati prosedur Kelompok Tani,

    sedangkan jika meminjam ke Bank BRI dapat dilakukan secara perorangan atau

    individu. Petani-petani yang mengalami kerugian juga tidak sedikit yang

    meminjam pada Lembaga Keuangan Non-Formal, misalnya: Rentenir. Alasan

    petani meminjam ke Rentenir karena prosedur dalam meminjam tidak ribet dan

    persyaratannya juga sedikit, hanya saja bunga pinjamannya yang tinggi.

  • 103