bab v hasil dan pembahasan - repository.ipb.ac.id v... · yang berasal dari energi (bahan bakar...
TRANSCRIPT
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Emisi CO2 di kota Pematangsiantar
5.1.1 Emisi CO2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil)
Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil yaitu gas alam,
minyak bumi dan batu bara. Penggunaan bahan bakar fosil tersebut adalah untuk
mendapatkan energi melalui proses pembakaran. Pembakaran merupakan reaksi
kimia yang cepat antara O2 dan bahan bakar yang disertai dengan keluarnya kalor
atau panas. Pembakaran bahan bakar bertujuan untuk memperoleh kalor yang
digunakan untuk kegiatan dalam kehidupan sehari-hari yaitu untuk kegiatan
industri, transportasi dan rumah tangga. Pada proses pembakaran bahan bakar
tidak dapat dihindari kemungkinan terjadinya pencemaran yang dapat
mengganggu bagi kesehatan dan kenyamanan. Salah satu dampak yang dihasilkan
dari pembakaran bahan bakar tersebut adalah emisi CO2. Gas CO2 akan sangat
berbahaya jika konsentrasinya di udara meningkat karena akan mengakibatkan
terjadinya peningkatan suhu atau yang sering dikenal dengan pemanasan global.
Kegiatan perekonomian yang tinggi di kota Pematangsiantar,
menyebabkan semakin tingginya pemakaian bahan bakar fosil (bahan bakar
minyak maupun gas). Berdasarkan data yang diperoleh dari Pertamina tahun 2008
jenis bahan bakar yang digunakan di kota Pematangsiantar berupa premium atau
bensin, solar, Industrial Fuel Oil (IFO) merupakan solar yang digunakan oleh
industri, minyak tanah dan LPG (Liquid Petroleum Gas). Jenis bahan bakar yang
paling banyak digunakan adalah premium yaitu sebesar 50.241 Kl yang sebagian
besar digunakan untuk kegiatan transportasi. Kegiatan transportasi merupakan
salah satu sumber pencemaran udara yang penting di wilayah perkotaan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara
tahun 2008, jumlah kendaraan yang terdapat di kota Pematangsiantar sekitar
113.635 unit kendaraan. IFO merupakan bahan bakar yang paling sedikit
digunakan yaitu 1.556 Kl. Data mengenai jumlah konsumsi bahan bakar di kota
Pematangsiantar dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah konsumsi bahan bakar di kota Pematangsiantar
No. Jenis bahan bakar Jumlah konsumsi bahan bakar
1. Premium / bensin 50241 Kl
2. Solar 29008 Kl
3. Minyak tanah 20565 Kl
4. Industrial Fuel Oil 1556 Kl
5. LPG 2.740.172 Kg
Ketererangan : Kl = Kilo liter Kg = Kilo gram
Sumber : Pertamina Sumatera Utara (2008)
Perhitungan mengenai emisi CO2 yang berasal dari energi (bahan bakar)
dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil perhitungan kandungan emisi CO2 aktual
yang terdapat di kota Pematangsiantar dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Kandungan emisi CO2 aktual
No. Jenis bahan bakar Jumlah
konsumsi bahan
bakar (TJ)
Kandungan
karbon
(t C)
Emisi karbon
aktual
(Gg C)
Emisi CO2
aktual
(Gg CO2 )
1. Premium / bensin 1800,637 34032,048 33,692 123,536
2. Solar 1005,553 20311,773 20,109 73,732
3. Minyak tanah 733,595 14305,096 14,162 51,927
4. IFO 53,957 1089,531 1,079 3,955
5. LPG 129,638 2229,766 2,219 8,135
Total kandungan emisi CO2 261,285
Keterangan : TJ = Ton Joule Gg C = Giga gram karbon
t C = Ton karbon Gg CO2 = Giga gram karbondioksida
Tingginya kandungan emisi CO2 dilihat dari jumlah konsumsi bahan bakar yang
digunakan. Berdasarkan hasil perhitungan, premium merupakan bahan bakar
minyak yang paling banyak menghasilkan emisi CO2 yaitu sebesar 123,536 Gg
CO2, kemudian solar menyumbang emisi CO2 sebanyak 73,732 Gg CO2, minyak
tanah menghasilkan CO2 sebesar 51,927 Gg CO2, LPG menghasilkan CO2 sebesar
8,135 Gg CO2 dan IFO merupakan bahan bakar minyak yang paling sedikit
menghasilkan emisi CO2 yaitu 3,955 Gg CO2. Total emisi CO2 yang terdapat di
kota Pematangsiantar diperoleh dengan menjumlahkan semua emisi CO2 dari
setiap bahan bakar fosil, sehingga hasil yang diperoleh adalah sebesar 261,285
Gg CO2.
5.1.2 Emisi CO2 yang berasal dari ternak
Emisi CH4 yang berasal dari peternakan berasal dari dua aktivitas yaitu
aktivitas pencernaan hewan dan aktivitas pengelolaan kotoran ternak. Gas CH4
dari aktivitas pencernaan dihasilkan oleh hewan herbivora yang dalam proses
pencernaannya melakukan pemecahan karbohidrat oleh mikroorganisme. Emisi
CH4 dari aktivitas pengelolaan kotoran ternak terjadi karena berada pada kondisi
dekomposisi secara anaerobik.
Jenis dan jumlah ternak yang terdapat di kota Pematangsiantar dapat
dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Jenis dan jumlah ternak di kota Pematangsiantar
No. Jenis ternak Jumlah (ekor)
1. Sapi potong 431
2. Kerbau 230
3. Kuda 4
4. Kambing 803
5. Domba 110
6. Babi 2378
7. Unggas 328216
Sumber : Dinas Perikanan dan Peternakan (2008)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Peternakan tahun
2008, terdapat 7 jenis ternak yang terdapat di kota Pematangsiantar yaitu sapi
potong, kerbau, kuda, kambing, domba, babi dan unggas. Dari ketujuh jenis
ternak tersebut, unggas merupakan jenis ternak yang paling banyak dipelihara
oleh masyarakat yaitu 328.216 ekor sedangkan kuda merupakan jenis ternak yang
paling sedikit dipelihara oleh masyarakat yaitu 4 ekor.
Berdasarkan jenis ternak, sumber emisi CH4 dibedakan menjadi ternak
ruminansia dan non ruminansia serta unggas. Ternak ruminansia dan non
ruminansia mengemisikan gas CH4 dari aktivitas pencernaan dan dari pengelolaan
kotoran, sedangkan ternak unggas mengemisikan gas CH4 hanya dari aktivitas
pengelolaan kotoran. Kandungan CO2 yang terdapat di dalam gas metan dapat
diketahui dengan reaksi kimia yaitu : CH4 + 2 O2 CO2 + 2 H2O. Ketika
CH4 memasuki atmosfer, gas ini akan bereaksi dengan O2 yang pada akhirnya
menciptakan CO2 dan uap air. Gas CH4 dan CO2 merupakan gas rumah kaca yang
berkontribusi terhadap pemanasan global. Perhitungan mengenai emisi CO2 yang
berasal dari ternak dapat dilihat pada Lampiran 2. Data mengenai total emisi CO2
yang dihasilkan oleh ternak dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Total emisi CO2 yang berasal dari ternak
No. Jenis ternak Jumlah
ternak
(ekor)
Emisi dari
fermentasi
(t CH4/tahun)
Emisi dari
pengelolaan
pupuk
(t CH4/tahun)
Total emisi
dari ternak
(Gg CH4)
Kandungan
CO2
(Gg)
1. Sapi potong 431 18,172 0,826 0,019 0,052
2. Kerbau 230 12,65 0,69 0,013 0,037
3. Kuda 4 0,072 0,011 0,0000831 0,000229
4. Kambing 803 4,015 0,185 0,0042 0,012
5. Domba 110 0,88 0,041 0,0009201 0,003
6. Babi 2378 3,567 16,6460 0,020 0,056
7. Unggas 328216 - 51,530 0,0520 0,142
Total kandungan emisi CO2 dari ternak 0,301
Keterangan : t CH4/thn = Ton metan per tahun Gg = Giga gram
Gg CH4 = Giga gram metan
Berdasarkan hasil perhitungan, sapi potong menyumbang emisi CH4 terbesar yaitu
18,172 t CH4/tahun dari aktivitas pencernaan, dan unggas menghasilkan emisi
CH4 terbesar dari aktivitas pengelolaan kotoran yaitu sebesar 51,530 t CH4/tahun.
Kandungan CO2 yang terdapat pada masing-masing ternak berbeda satu
sama lainnya karena besarnya jumlah emisi CO2 tergantung dari jumlah ternak
tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan, unggas merupakan penghasil emisi CO2
terbesar yaitu 0,142 Gg CO2, kemudian babi menghasilkan 0,056 Gg CO2, sapi
potong menyumbang 0,052 Gg CO2, kerbau menghasilkan 0,037 Gg CO2,
kambing menghasilkan 0,012 Gg CO2, domba menghasilkan 0,003 Gg CO2 dan
kuda merupakan penghasil emisi CO2 terkecil yaitu 2,229 x 10-4
. Total emisi CO2
yang berasal dari peternakan adalah sebesar 0,301 Gg CO2.
5.1.3 Emisi CO2 yang berasal dari areal persawahan
Budidaya padi sawah berkontribusi pada peningkatan emisi gas rumah
kaca yaitu menghasilkan gas CH4. Sumber gas CH4 dari budidaya padi dihasilkan
karena terjadinya kondisi anaerobik pada lahan sawah akibat penggenangan air
yang terlalu tinggi dan lama. Sawah merupakan salah satu tipe budidaya tanaman
yang paling banyak menggunakan air. Penggunaan air yang banyak diperlukan
untuk melumpurkan tanah dan untuk menggenangi petak pertanaman. Tanah
sawah bersuasana reduktif (anaerob) maka tanah sawah menjadi salah satu
penghasil gas metan.
Berdasarkan perhitungan areal persawahan menghasilkan gas CH4
sebanyak 0,412 Gg CH4 /tahun. Gas CH4 yang teroksidasi akan menghasilkan gas
CO2, sehingga kandungan CO2 yang terdapat pada areal persawahan yang terdapat
di kota Pematangsiantar adalah sebesar 1,144 Gg CO2. Perhitungan mengenai
emisi CO2 yang berasal dari areal sawah dapat dilihat pada Lampiran 3.
5.2 Penutupan Lahan
Tipe penutupan lahan di kota Pematangsiantar diperoleh melalui analisis
citra Landsat ETM pada tanggal 23 Mei 2007 dengan tingkat akurasi yang
diperoleh sebesar 86,27%. Berdasarkan analisis citra terbimbing (supervised
classification), penutupan lahan diklasifikasikan menjadi 8 kelas, yaitu :
1) Vegetasai tinggi
2) Perkebunan
3) Ladang
4) Sawah
5) Badan air
6) Semak dan rumput
7) Areal terbangun, dan
8) Lahan kosong
5.2.1 Tipe penutupan lahan kota Pematangsiantar
Berdasarkan proses klasifikasi diperoleh luas penutupan lahan kota
Pematangsiantar yang dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Luas penutupan lahan di Kota Pematangsiantar
1) Vegetasi tinggi
Vegetasi tinggi merupakan areal yang ditumbuhi oleh pepohonan atau
tanaman keras, tutupan lahan ini terdiri dari taman kota, pemakaman, jalur hijau,
kebun binatang dan sempadan sungai. Penutupan lahan vegetasi tinggi di kota
Pematangsiantar berada pada urutan ketiga dengan luas penutupan lahan sebesar
No. Tipe penutupan lahan Luasan (ha) Persentase (%)
1. Vegetasi tinggi 1.161,45 14,49
2. Perkebunan 1.644,48 20,51
3. Sawah 1.144,08 14,27
4. Badan air 585,9 7,31
5. Ladang 212,85 2,66
6. Semak dan rumput 411,12 5,13
7. Areal terbangun 2.384,64 29,75
8. Lahan kosong 471,78 5,89
Total 8.016,3 100
1.161,45 ha atau 14,49 % dari luasan kota. Penutupan lahan ini berada di setiap
kecamatan di kota Pematangsiantar. Beberapa bentuk hutan kota yang ditemukan
adalah berupa taman bunga lapangan merdeka, taman hewan Pematangsiantar,
pemakaman cina, daerah sempadan sungai dan beberapa jalur hijau seperti Jalur
Hijau Jalan Sisingamangaraja, Jalan kapten Sitorus, Jalan Ahmad Yani dan Jalan
Kartini dapat dilihat pada Gambar 6. Beberapa jenis tanaman yang terdapat dalam
kategori vegetasi tinggi ini adalah jati, flamboyan, beringin, krey payung,
angsana, mahoni, nangka, gabon, sengon, akasia dan tanjung.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 6 Contoh bentuk vegetasi tinggi (a) Pemakaman Cina; (b) Taman
Bunga Lapangan Merdeka; (c) Jalur Hijau; (d) Sempadan Sungai.
2) Perkebunan
Kota Pematangsiantar merupakan kota yang memiliki potensi yang tinggi
dalam bidang perkebunan sawit serta didukung dengan kondisi topografi wilayah
yang relatif landai dan bergelombang sehingga sangat sesuai untuk kegiatan
budidaya seperti perkebunan. Luas areal yang dipergunakan untuk perkebunan
sebesar 1.644,48 ha atau 20,51% dan berada pada urutan kedua. Areal perkebunan
ini berada di Kecamatan Martoba dan Kecamatan Marihat, dapat dilihat pada
Gambar 7.
Gambar 7 Perkebunan sawit.
3) Ladang
Ladang merupakan areal yang ditanami oleh tanaman semusim, dan
pekarangan yang bukan ditanami oleh tanaman keras. Jenis tanaman yang
ditemukan pada areal ini adalah singkong, jagung, pisang dan papaya. Jenis
tanaman yang dominan ditanaman di areal perladangan adalah jagung dan
singkong. Masyarakat lebih memilih tanaman ini karena memiliki nilai ekonomi
yang tinggi, tanaman jagung digunakan untuk pakan ternak dan singkong
digunakan untuk produksi tepung tapioka. Luas ladang yang terdapat di kota
Pematangsiantar adalah 212,85 ha atau 2,66% dan berada pada tingkatan
kedelapan atau tutupan lahan yang memiliki areal paling sedikit. Areal
perladangan banyak ditemukan pada kecamatan Marihat, Martoba, Sitalasari dan
Marimbun. Keempat kecamatan ini merupakan areal yang difokuskan untuk
pertanian. Areal perladangan ini dapat dilihat pada Gambar 8.
(a) (b)
Gambar 8 Ladang (a) Ladang singkong; (b) Ladang jagung.
4) Sawah
Tipe persawahan yang terdapat di kota Pematangsiantar merupakan tipe
persawahan irigasi teknis dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan hasil
klasifikasi diperoleh penutupan lahan sawah berada pada urutan keempat yaitu
sebesar 1.144,08 ha atau 14,27%. Lahan persawahan ini banyak ditemukan di
Kecamatan Siantar Marimbun dan Kecamatan Marihat.
Gambar 9 Persawahan.
5) Badan air
Kelas penutupan badan air yang terdapat di wilayah ini berupa sungai.
Terdapat tiga sungai besar yang berada di kota Pematangsiantar yaitu Sungai Bah
Bolon, Sungai Bah Hapal dan Sungai Bah Biak. Sungai yang terbesar yang
membelah kota adalah sungai Bah Bolon yang berada di Kecamatan Siantar Barat,
Siantar Timur, dan Siantar Selatan, panjang Sungai Bah Bolon ini ± 15 km,
sedangkan Sungai Bah Hapal berada di Kecamatan Siantar Martoba dengan
panjang singai ± 14 km. Sungai Bah Biak berada di Kecamatan Siantar Marimbun
dengan panjang 13 km. Luasan untuk tipe penutupan lahan ini adalah sebesar
585,9 ha atau 7,31% dan berada pada tingkatan kelima. Kondisi badan air dapat
dilihat pada Gambar 10.
(a) (b)
Gambar 10 Badan air (a) Sungai Bah Bolon; (b) Sungai Bah Hapal.
6) Semak dan rumput
Tipe penutupan lahan semak dan rumput berada pada urutan ketujuh yaitu
sebesar 411,12 ha atau 5,13%. Kelas penutupan ini banyak ditemukan di Siantar
Sitalasari, dan siantar Martoba. Tipe penutupan lahan ini dapat dilihat pada
Gambar 11.
Gambar 11 Semak dan rumput.
7) Areal terbangun
Tipe penutupan lahan untuk areal terbangun merupakan tipe penutupan
lahan yang terbesar yaitu 2.384,64 ha atau 29,75%, yang termasuk kedalam
tutupan lahan ini adalah pemukiman, perkantoran, pusat perbelanjaan dan jalan
raya. Kebutuhan lahan untuk area terbangun sangat tinggi, hal ini dipicu oleh
semakin meningkatnya sistem perekonomian yang membutuhkan fasilitas
terbangun. Selain itu juga, kebutuhan lahan terbangun dari waktu ke waktu
meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pemanfaatnya digunakan
untuk kebutuhan tempat tinggal. Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya luas
lahan penutupan bervegetasi yang dialihfungsikan untuk pemukiman. Kegiatan ini
dapat berdampak negatif bagi keseimbangan lingkungan jika dalam
pelaksanaannya tidak dilakukan secara terencana dan bijaksana dengan
memperhatikan dan mempertimbangkan aspek-aspek kelestarian lingkungan.
Areal terbangun ini terpusat pada empat kecamatan yaitu Kecamatan Siantar
Timur, Siantar Barat, Siantar Selatan dan Siantar Utara, hal ini terjadi karena
wilayah ini memiliki lokasi strategis di tengah-tengah kota yang merupakan pusat
aktivitas kota Pematangsiantar. Beberapa gambar areal terbangun dapat dilihat
pada Gambar 12.
(a) (b)
Gambar 12 Contoh areal terbangun (a) Perumahan; (b) Pusat Perkotaan.
8) Lahan kosong
Lahan kosong merupakan areal yang tidak bervegetasi serta berada pada
urutan keenam dengan luas lahan 471,78 ha atau 5,85%. Sebagian besar lahan
kosong ini merupakan lahan pertanian yang masa tanamnya telah habis atau tanah
yang sedang diistirahatkan. Penutupan lahan untuk lahan kosong dapat dilihat
pada Gambar 13.
Gambar 13 Lahan kosong.
5.2.2 Penutupan lahan pada masing-masing kecamatan
Penutupan lahan yang terdapat pada masing-masing wilayah kecamatan
yang berada di kota Pematangsiantar berdasarkan luas dan persentasenya dapat
dilihat pada Tabel 13. Kecamatan Siantar Sitalasri memiliki luas areal sebesar
1.580,4 ha atau 19,71% dari luas wilayah kota Pematangsiantar. Tutupan lahan
terbesar yang terdapat di kecamatan ini adalah perkebunana dengan luas areal
499,77 ha atau 31,62%, sedangkan tutupan lahan yang terkecil adalah pada areal
persawahn yaitu 45,09 ha atau 19,71%. Kecamatan Siantar Martoba memiliki luas
areal 2.624,49 ha atau 32,74% dari luas wilayah kota. Tutupan lahan terbesar yang
terdapat di kecamatan ini adalah perkebunan yaitu 662,94 ha atau 25,26% dan
tutupan lahan terkecil adalah ladang yaitu 88,56 ha atau 3,37%. Tutupan lahan
terbesar di Kecamatan Siantar Marimbun dan Kecamatan Siantar Marihat adalah
areal persawahan yaitu 655,11 ha atau 38,76% dan 258,75 ha atau 36,76%.
Kecamatan Siantar Utara, Siantar Barat, Siantar Selatan dan Siantar Timur
merupakan kecamatan yang memiliki tutupan lahan terbesar untuk areal
terbangun, dengan luasan masing-masing yaitu 288 ha atau 72,32%, 311,31 ha
atau 83,98%, 166,68 ha atau 81,01% dan 330,21 ha atau 75,03%.
Tabel 13 Luas tipe penutupan lahan pada masing-masing kecamatan di Kota Pematangsiantar
No. Tipe Penutupan
Lahan
Siantar Sitalasari Siantar
Martoba
Siantar
Marimbun
Siantar
Marihat
Siantar
Utara
Siantar
Barat
Siantar
Selatan
Siantar
Timur
Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %
1. Vegetasi tinggi 210,51 13,32 518,49 19,76 191,16 11,31 134,01 19,04 44,91 11,28 24,75 6,68 11,79 5,73 25,83 5,87
2. Perkebunan 499,77 31,62 662,94 25,26 298,26 17,65 84,42 11,99 44,91 11,28 11,07 2,99 8,37 4,07 34,74 7,89
3. Sawah 45,09 2,85 149,58 5,7 655,11 38,76 258,75 36,76 2,79 0,7 6,93 1,87 8,1 3,94 17,73 4,03
4. Badan air 67,32 4,26 174,15 6,64 193,41 11,44 86,58 12,3 13,86 3,48 16,38 4,42 10,44 5,07 23,76 5,4
5. Ladang 87,84 5,56 88,56 3,37 27,09 1,6 7,11 1,01 0,72 0,18 0 0 0,09 0,04 1,44 0,33
6. Semak dan rumput 164,88 10,43 197,1 7,51 27,54 1,63 14,94 2,12 2,61 0,66 0,18 0,05 0 0 3,87 0,88
7. Areal terbangun 358,74 22,7 544,77 20,76 273,51 16,18 111,42 15,83 288 72,32 311,31 83,98 166,68 81,01 330,21 75,03
8. Lahan kosong 145,89 9,23 288,72 11 24,03 1,42 6,75 0,96 3,51 0,88 0,09 0,02 0,27 0,13 2,52 0,57
Total 1580,4 100 2624,31 100 1690,11 100 703,98 100 401.31 100 370,71 100 205,74 100 440,1 100
5.3 Hutan Kota di Kota Pematangsiantar
5.3.1 Kebutuhan hutan kota berdasarkan PP No. 63 Tahun 2002
Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra Landsat Kota
Pematangsiantar, tutupan lahan untuk hutan kota yaitu berupa vegetasi tinggi
dengan luas tutupan lahan sebesar 1.161,45 ha atau 14,49%, areal terbangun
seluas 2.384,64 ha atau 29,75%, untuk pertanian seperti sawah, ladang,
perkebunan, semak dan rumput sebesar 3.412,53 ha atau 42,57% dan untuk
penggunaan lahan seperti badan air dan lahan kosong memiliki luasan sebesar
1.057,68 atau 13,16%. Penutupan lahan hutan kota, areal terbangun, pertanian dan
penggunaan lain dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Penutupan lahan hutan kota, areal terbangun, pertanian dan penggunaan
lain
No. Tipe Penutupan Lahan Luasan (Ha) Persentase (%)
1. Hutan kota 1.161,45 14,49
2. Areal terbangun 2.384,64 29,75
3. Pertanian 3.412,53 42,57
4. Penggunaan lain 1.057,68 13,16
Menurut PP No. 63 Tahun 2002 dinyatakan bahwa luasan hutan kota
paling sedikit 10% dari luas wilayah kota. Wilayah kota Pematangsiantar
berdasarkan data interpretasi citra diperoleh luas wilayah sebesar 8.016,3 ha dan
berdasarkan peraturan tersebut 10% dari luasan wilayah kota yang harus dijadikan
hutan kota adalah sebesar 801,63 ha. Berdasarkan data yang diperoleh, luasan
hutan kota sebesar 1.161,45 ha atau 14,49% dari luasan keseluruhan wilayah kota
Pematangsiantar, sehingga kota Pematangsiantar dengan luasan hutan kota lebih
dari 10% dikategorikan telah memenuhi PP No. 63 Tahun 2002.
Keberadaan hutan kota pada masing-masing kecamatan di kota
Pematangsiantar berbeda satu sama lain. Kebutuhan hutan kota dengan standar PP
No. 63 Tahun 2002 untuk masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 15.
Berdasarkan data citra yang diperoleh, Kecamatan Siantar Martoba merupakan
kecamatan terbesar yang terdapat di wilayah kota Pematangsiantar dengan luas
wilayah sebesar 2.624,31 ha, kecamatan ini memiliki hutan kota terluas
dibandingkan dengan kecamatan yang lain yaitu sebesar 518,49 ha atau 19,76%.
Selain Kecamatan Martoba, terdapat empat kecamatan lainnya yang memiliki
lusan hutan kota yang luasannya lebih dari 10% dari wilayah total kecamatan
yaitu Kecamatan Siantar Sitalasari, Siantar Marimbun, Siantar Marihat dan
Siantar Utara dengan masing-masing luasan hutan kota sebesar 210,51 ha
(13,32%), 191,16 ha (11,31%), 134,01 ha (19,04) dan 44,91 ha (11,28%).
Terdapat tiga kecamatan lainnya yang memiliki luasan hutan kota yang
kurang dari 10% dari luas wilayahnya yaitu Kecamatan Siantar Barat, Siantar
Timur dan Siantar Selatan dengan masing-masing luasan yaitu 24,75 ha (6,68%),
25,83 ha (5,87%), dan 11,79 ha (5,73%), sehingga perlu adanya penambahan
luasan hutan kota untuk ketiga kecamatan ini dengan penambahan luasan masing-
masing 12,32 ha, 18,18 ha dan 8,78 ha.
Tabel 15 Kebutuhan hutan kota berdasarkan PP No. 63 Tahun 2002
No. Kecamatan Luas
kecamatan
(Ha)
Luas hutan
kota (Ha)
Standar
luas hutan
kota
Kebutuhan
hutan kota
(Ha)
Selisih
(Ha)
1. Siantar Sitalasari 1.580,4 210,51 10 % 158,00 52,51
2. Siantar Martoba 2.624,31 518,49 10 % 256,059 256,06
3. Siantar Marimbun 1.690,11 191,16 10 % 169,01 22,15
4. Siantar Marihat 703,98 134,01 10 % 70,40 63,61
5. Siantar Utara 401.31 44,91 10 % 39,825 40,31
6. Siantar Barat 370,71 24,75 10 % 37,07 -12,32*
7. Siantar Selatan 205,74 11,79 10 % 20,57 -8,78*
8. Siantar Timur 440,1 25,83 10 % 44,01 -18,18*
Total 8.016,3 1.644,48 801,63 359,82
Keterangan : * Jumlah kekurangan luas hutan kota
5.3.2 Kebutuhan hutan kota berdasarkan emisi CO2
Kegiatan masyarakat perkotaan mempunyai kecenderungan menurunkan
kualitas lingkungan hidup yang pada akhirnya dapat menurunkan kesejahteraan
mereka. Telah terlihat adanya kecenderungan kegiatan masyarakat meminimalkan
areal hutan kota atau areal bervegetasi serta menghilangkan wajah alami
perkotaan yang digantikan dengan lingkungan buatan.
Tingginya tingkat aktivitas diperkotaan memicu masyarakat untuk
meningkatkan konsumsi terhadap bahan bakar fosil seperti premium, solar,
minyak tanah dan LPG. Bahan bakar fosil tersebut berpotensi menghasilkan gas
CO2 jika terjadi proses pembakaran. Gas CO2 relatif tidak beracun, tetapi jika
konsentrasinya meningkat di udara maka akan mengakibatkan peningkatan suhu
di udara secara global melalui efek rumah kaca. Oleh sebab itu, konsentrasi gas ini
perlu dikendalikan. Hutan kota memiliki fungsi sebagai penyerap gas CO2 yang
terdapat diudara.
Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik hutan
kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang
berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen.
Dengan demikian proses ini sangat bermanfaat bagi manusia karena dapat
menyerap gas CO2 yang bila konsentrasinya meningkat akan beracun bagi
manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak
proses ini menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan
hewan.
Hutan kota memiliki peran sangat penting terutama dalam meningkatkan
kualitas lingkungan hidup perkotaan sehingga menjadi lebih nyaman, segar, indah
dan bersih. Selain itu, hutan kota juga dapat menciptakan keserasian lingkungan
alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan kesejahteraan
masyarakat perkotaan.
Kebutuhan lusan hutan kota di kota Pematangsiantar dapat diketahui
dengan pendekatan daya serap CO2. Kandungan gas CO2 yang terdapat di kota
Pematangsiantar dilihat dari tiga aspek yaitu emisi CO2 yang dihasilkan dari
energi yaitu berupa bahan bakar fosil, emisi CO2 yang dihasilkan dari ternak dan
emisi CO2 yang dihasilkan dari areal persawahan, dari ketiga aspek tersebut
didapat total emisi CO2 yaitu sebesar 262,73 Gg CO2/tahun.
Serapan CO2 berguna untuk mengetahui kemampun hutan kota dalam
menyerap CO2 yang terdapat di kota Pematangsiantar. Pendekatan yang dilakukan
untuk penghitungan serapan CO2 dilakukan dengan cara menentukan luas
penutupan lahan daerah-daerah yang bervegetasi tinggi atau hutan kota. Luas
hutan kota yang dimiliki oleh kota Pematangsiantar adalah sebesar 1.161,45 ha
sehingga emisi CO2 yang dapat diserap oleh hutan kota adalah sebesar 67.663,299
ton CO2/ha atau 67,663 Gg CO2/ha.
Jumlah emisi CO2 yang telah dihitung, serapannya diasumsikan dengan
nilai serapan CO2 oleh hutan kota (vegetasi pohon) yaitu sekitar 58,2576
ton/tahun/ha. Berdasarkan jumlah emisi CO2, secara keseluruhan kota
Pematangsiantar membutuhkan sekitar 4.509,8 ha hutan kota atau 56,26%.
5.3.2 Ketercukupan hutan kota berdasarkan kondisi sekarang
Berdasarkan kondisi sekarang hutan kota di kota Pematangsiantar tidak
mencukupi untuk menyerap emisi karbondioksida. Hutan kota yang seharusnya
disediakan oleh kota Pematangsiantar adalah seluas 4.509,8 ha sedangkan keadaan
dilapangan luas hutan kota yang tersedia adalah 1.161,45 ha. Tingginya tingkat
emisi CO2 yang terdapat di kota Pematangsiantar menyebabakan wilayah
perkotaan ini membutuhkan penambahan luasan hutan kota sebesar 3.348,35 ha.
Kebutuhan luasan hutan kota untuk masing-masing kecamatan dapat
diketahui dengan menggunakan asumsi yaitu total emisi CO2 tersebar secara
merata berdasarkan luas kecamatan. Data mengenai kebutuhan luasan hutan kota
ini dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Kebutuhan luasan hutan kota pada masing-masing kecamatan di Kota
Pematangsiantar
Penambahan pembangunan hutan kota dimaksudkan untuk dapat menjaga
kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi
unsur lingkungan dan sosial budaya. Sesuai dengan tujuannya pembangunan
hutan kota lebih ditekankan pada fungsinya untuk memperbaiki dan menjaga
iklim mikro, nilai estetika, peresapan air, menciptakan keseimbangan dan
keserasian lingkungan fisik kota. Selain itu, pembangunan hutan kota juga
dimaksudkan untuk mendukung pelestarian keanekaragaman hayati. Dengan
meningkatnya kualitas lingkungan perkotaan akan meningkatkan kualitas
kesehatan, meningkatkan produktivitas dan akhirnya dapat meningkatkan
penghasilan dan kesejahteraan masyarakat.
No. Kecamatan Luas
Kecamatan
(Ha)
Luas
Hutan
Kota
(Ha)
Total Emisi
CO2
(Gg/tahun)
Kebutuhan
Hutan Kota
(ha)
Selisih
(ha)
1. Siantar Martoba 2.624,11 518,49 86,01 1.476,38 -957,89
2. Siantar Sitalasari 1.580,4 210,51 51,78 888,90 -678,39
3. Siantar Marimbun 1.690,11 191,16 55.39 950,82 -759,66
4. Sinatar Marihat 703,98 134,01 23,07 396,04 -262,03
5. Siantar Utara 401.31 44,91 13,15 225,77 -180,86
6. Siantar Barat 370,71 24,75 12,15 208,55 -183,80
7. Siantar Selatan 205,74 11,79 6,74 115,74 -103,95
8. Siantar Timur 440,1 25,83 14,42 247,59 -221,76
Total 8.016,3 1.161,45 262,73 4.509,80 -3.348,35
5.3.4 Kesesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Pematangsiantar terhadap kawasan hutan kota
Pembangunan kota memerlukan suatu pertimbangan dalam aspek
keruangan karena semua kegiatan yang berlangsung di perkotaan memerlukan
ruang sebagai tempat aktivitas kegiatan. Rencana tata ruang kota menjadi panduan
dalam mengarahkan kegiatan perkotaan, intensitas kegiatan serta volume kegiatan
yang optimal dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada. Selain itu, RTRW juga
merupakan rencana pemanfaatan ruang yang disusun untuk menjaga keserasian
pembangunan antar sektor dalam rangka menyusun dan mengendalikan
pembangunan kota dalam jangka panjang.
Salah satu rencana yang terdapat di RTRW Kota Pematangsiantar periode
2002-2011 adalah rencana penggunaan lahan dimana luasan kota Pematangsiantar
adalah sebesar 79,971 Km2 atau 7.979,1 ha. Rencana penggunaan lahan kota
Pematangsiantar tahun 2002-2011 dapat dilihat pada Tabel 18. Berdasarkan data
penggunaan lahan yang tercantum dalam RTRW kota Pematangsiantar luas lahan
untuk hutan kota yang meliputi hutan kota, jalur hijau dan kuburan adalah sebesar
472,26 ha atau 5,91% dan untuk luasan lahan terbangun sebesar 6.226,61 ha atau
77,85 ha. Besarnya persentase untuk areal terbangun menyebabkan terjadinya
penyimpangan dengan persentase hutan kota yang direncanakan hanya sebesar
472,26 ha atau 5,91% dari luas kota secara keseluruhan. Perencanaan penggunaan
lahan tersebut tidak sesuai dengan PP No. 63 Tahun 2002 tentang hutan kota yang
menyatakan bahwa luasan hutan kota paling sedikit 10% dari luas wilayah
perkotaan tersebut. Berdasarkan hal tersebut kota Pematangsiantar tidak
memenuhi standar kecukupan luasan hutan kota. Kebutuhan hutan kota
berdasarkan emisi CO2 di kota Pematangsiantar adalah sekitar 4.509,8 ha.
Tingginya kandungan emisi CO2 yang terdapat di kota Pematangsiantar,
mengharuskan pemerintah memberi perhatian yang lebih terhadap lingkungan
khususnya mengenai keberadaan hutan kota.
Dengan terlihatnya ketidakseimbangan tersebut, diharapkan pemerintah
kota Pematangsiantar dapat melakukan peninjauan ulang untuk rencana tata ruang
wilayah yang ada khususnya untuk hutan kota sehingga dapat mewujudkan
kondisi kota yang sehat dan nyaman.
Tabel 20 Rencana penggunaan lahan Kota Pematangsiantar
No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
1. Perumahan 5.273,17 65,94
2. Sawah, perladangan dan perkebunan 1.298,73 16,24
3. Industri 500 6,25
4. Perdagangan 55,43 0,69
5. Olah raga / rekreasi 9,43 0,12
6. Pendidikan 10,19 1,27
7. Kesehatan 20,8 0,26
8. Peribadatan 65,51 0,82
9. Pemerintahan, bangunan umum, dan jasa 34,77 0,43
10. Terminal regional dan lokal 7 0,09
11. Pergudangan 2 0,03
12. Jalur hijau 400 5
13. Hutan kota 34,81 0,44
14. Kuburan 37,45 0,47
15. Jalan, sungai dll 156,06 1,95
Jumlah 7.997,6 100
Sumber : Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (2001)