ii. tinjauan pustaka 2.1 bahan bakar fosil dan polusi udara 2_1111205013.pdfii. tinjauan pustaka 2.1...

19
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya energi, baik itu energi yang berasal dari cahaya matahari, panas bumi, dan yang paling banyak dimanfaatakan adalah sumber energi dari konversi bahan bakar fosil yaitu minyak bumi. Selain sumbernya yang mudah ditemukan diberbagai belahan dunia, proses produksi minyak bumi tergolong lebih mudah. Minyak bumi telah menjadi pilihan utama sumber energi yang dimanfaatkan saat ini. Sejarah panjang antara manusia yang memanfaatkan bahan bakar fossil sudah dimulai oleh bangsa Babylonia, yaitu menggunakan minyak bumi sebagai pelapis dinding batu dalam membangun (Simanzhenkov, 2003). Bangsa Yunani menggunakan minyak bumi sebagai senjata untuk berperang. Mereka melumuri panah mereka dengan minyak dan membakarnya ketika berperang, yang terkenal dengan istilah Greek Fire. Sedangkan Industri minyak bumi sendiri sudah dimulai sejak tahun 1859 di Pennsylvenia, Amerika Serikat (Simanzhenkov, 2003). Revolusi industri di Inggris dan Eropa pada akhir abad ke18 hingga abad ke-19, menjadi pendorong semakin banyaknya penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi utama segala bentuk aktivitas manusia. Baik dari aspek pabrikan, pertambangan, pertanian, dan yang paling berkembang sangat pesat hingga akhir abad ke-20 adalah industri transportasi dan perminyakan itu sendiri (Anonim, 2015a). Transportasi menggunakan bahan bakar fosil baik jenis bahan bakar gasoline, avtur untuk pesawat dan diesel yang digunakan dalam berbagai jenis industri.

Upload: others

Post on 04-Dec-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara 2_1111205013.pdfII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara

Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya energi, baik itu

energi yang berasal dari cahaya matahari, panas bumi, dan yang paling banyak

dimanfaatakan adalah sumber energi dari konversi bahan bakar fosil yaitu minyak

bumi. Selain sumbernya yang mudah ditemukan diberbagai belahan dunia, proses

produksi minyak bumi tergolong lebih mudah. Minyak bumi telah menjadi pilihan

utama sumber energi yang dimanfaatkan saat ini. Sejarah panjang antara manusia

yang memanfaatkan bahan bakar fossil sudah dimulai oleh bangsa Babylonia,

yaitu menggunakan minyak bumi sebagai pelapis dinding batu dalam membangun

(Simanzhenkov, 2003). Bangsa Yunani menggunakan minyak bumi sebagai

senjata untuk berperang. Mereka melumuri panah mereka dengan minyak dan

membakarnya ketika berperang, yang terkenal dengan istilah Greek Fire.

Sedangkan Industri minyak bumi sendiri sudah dimulai sejak tahun 1859 di

Pennsylvenia, Amerika Serikat (Simanzhenkov, 2003).

Revolusi industri di Inggris dan Eropa pada akhir abad ke18 hingga abad

ke-19, menjadi pendorong semakin banyaknya penggunaan bahan bakar fosil

sebagai sumber energi utama segala bentuk aktivitas manusia. Baik dari aspek

pabrikan, pertambangan, pertanian, dan yang paling berkembang sangat pesat

hingga akhir abad ke-20 adalah industri transportasi dan perminyakan itu sendiri

(Anonim, 2015a). Transportasi menggunakan bahan bakar fosil baik jenis bahan

bakar gasoline, avtur untuk pesawat dan diesel yang digunakan dalam berbagai

jenis industri.

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara 2_1111205013.pdfII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya

8

Penggunaan bahan bakar fossil hingga tahun 2015 mencapai 93,7 juta barrel

per hari, dengan peningkatan pertahunnya mencapai 1,9 juta barrel per tahun

(Anonim, 2015b). Menurut data yang didapat dacri Kepolisan RI, Indonesia

sendiri memiliki jumlah kendaraan bermotor sebanyak 104 juta unit pada tahun

2013 (Anonim, 2015c). Jumlah yang besar ini tentunya masih didominasi jenis

kendaraan yang menggunakan bahan bakar fosil. Emisi-emisi pembakaran yang

dihasilkan kendaraan bermotor adalah salah satu agen penyebab polusi udara.

Menurut Likens (2011), emisi pembakaran bahan bakar yang menghasilkan

, , ammonia dan lain-lain ini adalah penyebab utama terbentuknya hujan

asam. Siklus terbentuknya hujan asam sendiri dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Sulfur dioksida bereaksi dengan oksigen di udara dengan reaksi kimia sebagai

berikut ;

+

Sulfur dioksida ( ), adalah salah satu agen terbentuknya hujan asam.

Hasil pembakaran sempurna hanya menciptakan dan serta . jika

pembakaran tersebut tidak sempurna, hasil pembakaran ini menghasilkan partikel-

partikel karbon dan hidrokarbon kompleks serta senyawa organik yang teroksidasi

sebagian itu akan menjadikan kandungan pada awan menjadi asam (Goubin et al,

2006), dan jika hujan dengan kandungan asam ini turun ke tanah akan

mengakibatkan penurunan pH pada tanah dan peningkatan tingkat korosi pada

bahan logam. Penurunan pH hingga pH 3,7 mengindikasikan tanah yang tercemar

80 kali lebih asam jika dibandingkan dengan tanah yang tidak tercemar. Dampak

dari hujan asam ini juga dapat mengakibatkan kematian pada organisme air,

tanaman pertanian, dan kerusakan pada gedung (Gunam et al., 2006).

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara 2_1111205013.pdfII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya

9

Gambar 2.1 Sumber polusi udara (Anonim, 2015)

2.2 Senyawa Sulfur Pada Minyak Bumi

Minyak bumi memiliki berbagai kandungan senyawa kimia, diantaranya

86% karbon, 11,8% Hidrogen, Nitrogen dan Oksigen kurang dari 2%. Sadangkan

Sulfur sendiri memiliki kandungan hingga 2% pada minyak bumi (Simanzhenkov,

2003). Jumlah sulfur sendiri pada Minyak bumi diantara skala 1000 ppm hingga

di atas 30.000 ppm. Tipikal konsentrasi sulfur pada solar (diesel) berada pada

kadar 5000 ppm (Monticello, 2000).

Kandungan sulfur ini termasuk thiol, sulfida, polisulfida, thiopenic, dan

alkil-subtitusi isomer dari komponen thiopenic yang juga mengandung berbagai

cincin aromatik. Sulfur aromatik heterosiklik seperti thiofene, dibenzotiofena,

benzotiofena, dan benzonaphtotiofena yang termasuk kedalam karsiogenik (Karim

et al., 2010). Sulfur telah menjadi salah satu agen utama polusi di udara. Sulfur

yang masih terkandung dalam bahan bakar akan mengkontaminasi udara menjadi

Sulfur Oxide ( ). Kebanyakan dari sulfur ini akan mengikat air di udara, baik

Sulfur Dioxide ( ) hingga Sulfur trioxide ( ). Sulfur Dioxide ( ) dalam

jumlah besar termasuk dalam gas beracun. World Health Organitation (WHO)

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara 2_1111205013.pdfII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya

10

menganjurkan batas kadar Sulfur Dioxide ( ) ini tidak lebih dari 0.5 ppm dalam

24 jam maksimal paparan. Konsentrasi sebesar 6-12 ppm dapat menyebabkan

iritasi pada hidung dan tenggorokan; 20 ppm menyebabkan iritasi mata; dan

10,000 ppm akan menyebaban iritasi di kulit hanya dalam hitungan menit

(Czaplicka et al., 2013). Bahan bakar berupa turunan minyak bumi sendiri dapat

digolongkan menjadi beberapa jenis, diantaranya (Simanzhenkov, 2003) :

- Low sulfur Oil ; mengandung tidak lebih dari 0,5% sulfur, bensin kurang dari

0 % dan Solar kurang dari 0,2% sulfur.

- High sulfur petroleum ; Mengandung 2% sulfur baik pada bensin maupun

diesel.

Dibenzotiofena (DBT) sendiri adalah salah satu sulfur aromatik yang

terkandung di dalam minyak bumi baik berupa bensin dan solar. Dibenzotiofena

adalah cincin tiga aromatik poli aromatik heterosiklik (PAH), yang diantaranya 2

cincin aromatik dan 1 cincin penta yang berada ditengah cincin aromatik yang

berada di siklopenta. Rumus molekul dari dibenzotiofena dapat dlihat pada

Gambar 2.2 Sulfur ini memilki massa kandungan molekul yang tinggi serta dapat

ditemukan pada minyak bumi yang belum di proses. Sulfur pada minyak bumi

biasanya megandung seri homolog yang berupa kandungan alkyl C1 hingga C3

dari dibenztiofena (Irwin, 1997). Menurut Ulfa et al. (2013), Dibenzotiofena

(DBT) bersifat kurang reaktif (sukar di-desulfurisasi), jika DBT dapat di

desulfurisasi maka komponen yang lain dapat disingkirkan. Berbagai senyawa

sulfur hidrokarbon dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara 2_1111205013.pdfII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya

11

Gambar 2.2 Struktur kimia dari sulfur yang terkandung di minyak bumi

(Karim et al., 2010)

Gambar 2.3 Tipe sulfur mengandung komponen organik (Shennan, 1996

dalam Prayuenyong, 2002)

2.3. Penurunan kandungan sulfur

2.3.1 Hidrodesulfurisasi

Bahan bakar sebagai sumber energi pada dasarnya menggunakan proses

psikokimia untuk tercipta, seperti destilasi dan katalis kimiawi pada kondisi suhu

tinggi dan tekanan yang drastis (Simanzhenkov, 2003). Hidrodesulfurisasi (HDS)

adalah teknik konvensional yang digunakan khusus untuk mengurangi sulfur dari

solar, bekerja pada suhu 200-450°C dan memakai tekanan skala 150-200 psig

dalam katalis inorganik (Gupta, 2004). Teknik ini dilakukan guna menghasilkan

bahan bakar solar yang berada pada takaran LSD atau low sulfur petro diesel

(<300 ppm Sulfur), proses ini menghilangkan berbagai jenis sulfur pada solar,

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara 2_1111205013.pdfII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya

12

serta polar Oksigen dan nitrogen yang bedampak buruk pada sifat pelumas bahan

bakar (Hou dan Shaw, 2008).

Aktivitas HDS sendiri tidak dapat diprediksi hanya dengan menggunakan

pengukuran konvensional seperti total sulfur, logam, ataupun kandungan

asphaltene-nya saja. Untuk memilih strategi proses yang efektif, dibutuhkan

berbagai properti seperti reaksi kritikal yang terdapat di setiap tingkatan (Speight,

2008). Tabel 2.1 menunjukan aspek-aspek yang dikonversi dari proses HDS dan

proses Hidrolisis (Hydrotreater) yang lain, selama proses pengilangan minyak

bumi.

Tabel 2.1 Hasil akhir dari hidroproses selama pengilangan minyak

Reaksi Bahan Baku Tujuan

Bahan baku katalis reformer Mengurangi katalis yang beracun

Bahan bakar Diesel (Solar) Spesifikasi Lingkungan

Destilasi bahan bakar

minyak Spesifikasi Lingkungan

Bahan baku kilang minyak Mengurangi katalis yang beracun

Bahan baku batu bara Mengurangi kandungan sulfur pada

batu bara

Minyak pelumas

kenderaaan Meningkatkan stabilitas

Bahan baku katalis pemecah Mengurangi katalis yang beracun

Bahan baku batu bara Mengurangi katalis yang beracun

Bahan baku katalis pemecah Menghindari disposisi logam

Menghindari terciptanya gumpalan

Menghindari rusaknya katalis

Bahan baku kilang minyak Menghindari disposisi logam

Menghindari terciptanya gumpalan

Menghindari rusaknya katalis

Bahan baku katalis pemecah Mengurangi terciptanya gumpalan

pada katalis

Residu Mengurangi hasil gumpalan

Minyak berat Mengurangi hasil gumpalan

Sumber: Speight (2008)

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara 2_1111205013.pdfII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya

13

Selama kondisi proses HDS, senyawa Thiol mengalami reaksi yang

menyebabkan terbukanya rantai karbon dan Sulfida Siklik dikonversi menjadi

jenuh tergantung dari komponen aromatiknya. Gambar 2.4 menunjukkan reaksi

yang terjadi selama proses HDS, yaitu benzotiofena dikonversi menjadi senyawa

alkil aromatik, sementara dibenzotiofena biasanya dikonversi menjadi berbagai

varian biphenyl (Speight, 2008).

Gambar 2.4 Reaksi hidrodesulfurisasi dari beberapa tipe komponen sulfur

pada minyak bumi (Speight, 2008)

2.3.2. Biodesulfurisasi

Desulfurisasi secara biologis mempunyai potensi menjadi pengembangan

dari teknologi hilir seperti metode Hidrodesulfurisasi (HDS). Berbagai varian

metode dikembangkan untuk menyempurnakan proses HDS berdasarkan

mikrobiologis desulfurisasi secara anaerobik dan aeorobik (Gupta, 2004). Katalis

biologis bekerja di berbagai jangkauan kondisi. Termasuk penentuan suhu dan

tekanan, yang sebelumnya diseleksi secara selektif untuk mengurangi biaya

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara 2_1111205013.pdfII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya

14

energi, emisi minimal, dan tidak adanya turunan produk samping yang tidak

diinginkan. Serta menyempurnakan teknik HDS yang terlebih dahulu dilakukan

pada proses turunan minyak bumi. Seperti yang diungkapkan di atas bahwa

banyak senyawa sulfur aromatik yang tidak terdegradasi pada proses yang

menggunakan tekanan dan suhu tinggi.

Dibenzotiofena (DBT) sudah menjadi model komponen utama pada

berbagai penelitian BDS. Berbagai jenis kultur mikroba, termasuk Gram-positif

dan Gram-negatif kultur bakteri telah diisolasi bedasarkan kemampuannya untuk

memanfaatkan DBT (molekul terkait) sebagai sumber Sulfur (Kilbane, 2006)

Gambar 2.5 menunjukan skema biodesulfurisasi pada pathway 4S, dszC

gene sebagai DBT monooksidase (DszC) katalis yang mengkonversi DBT

menjadi DBT sulfone (DBTSO2). Enzim dszA gene sebagai Dibenzothiopena-5,5-

dioksida monooksigenase (DszA) katalis yang mengkonversi DBTSO2 menjadi 2-

hydroxylbiphenil-2-sulfinate (HBPSi). Serta enzim dszB gene sebagai 2-

hydroxylbiphenil-2-sulfinate sulfinolyase (DszB) katalis yang mengkonversi

HBPSi menjadi 2-Hydroxybiphenyl (2-HBP) dan Sulfinate. dszABC gene tecatat

sebagai operon yang dapat ditemukan dalam plasmid yang besar pada bakteri

yang mempunyai kemampuan desulfurisasi (Monticello, 2000).

Enzimologi dari skema desulfurisasi secara oksidasi telah ditetapkan

melalui enzim murni dari berbagai sepesies bakteria yang berkompeten dalam

proses desulfurisasi dan berbagai hasil analisis genetik (Kilbane, 2006). Hasil

penelitian beberapa peneliti menemukan beberapa bakteri yang mempunyai

potensi dalam mendegradasi sulfur, diantaranya Rhodococus rhodochorus IGTS8,

Pseudomonas sp., Desufovibrio desulfurican, dan Brevibacterium sp. (Setti dan

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara 2_1111205013.pdfII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya

15

Lazarani, 1997). Dan hanya beberapa dari strain mikroba saja yang mampu

mendegradasi sulfur pada suhu tinggi, sebab hasil yang diharapkan dari

biodesulfurisasi sendiri yaitu biaya yang lebih sedikit untuk menurunkan suhu

(energi) tentuya tidak memotong rantai karbon pada bahan bakar itu sendiri.

Gambar 2.5 Skema Biodesulfurisasi dari degradasi DBT secara Oksidasi

(Monticello, 2000)

2.4 Isolasi Bakteri Pendegradasi Sulfur Dari Tanah Tercemar Langkat,

Sumatera Utara

Bakteri adalah salah satu mikroorganisme yang tersebar luas diberbagai

lapisan permukaan di bumi, tidak terkecuali di tanah yang tercemar oleh industry

perminyakan. Peran bakteri pada tanah tidak hanya sebagai penyubur serta

penyeimbang juga berperan sebagai agen pendegradasi senyawa hidrokarbon dan

senyawa organic serta aromatic yang kompleks yang berasal dari tumpahan

minyak bumi (Ambarazaitiene et al¸2013). Kemampuan dari berbagai bakteri ini

yang nantinya digunakan sebagai dasar dalam penyembpurnaan proses

pengilangan minyak guna menghilangkan senyawa sulfur organik ataupun

aromatic pada kandungan minyak bumi.

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara 2_1111205013.pdfII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya

16

Prastya (2015), telah mengisolasi beberapa bakteri yang berpotensial

mendegradasi kandungan sulfur aromatik pada minyak bumi. Bakteri yang

diisolasi dari tanah tercemar minyak bumi di Langkat Sumatera Utara mempunyai

kemampuan yang berbeda dalam mendegradasi dibenzotiofena. Terdapat sepuluh

isolat yang berpotensi mendegradasi dibenzotiofena dengan OD660 berkisar dari

0,599-1,137 dan tingkat degradasi berkisar dari 18,66-69,88%. Isolat LSU20

mempunyai kemampuan tertinggi dalam mendegradasi 200 ppm dibenzotiofena

dalam tetradekana yaitu sebesar 69,88%. Berdasarkan karakteristik koloni, isolat

LSU20 memiliki bentuk tidak beraturan, ukuran sedang, berwarna krem, tepian

rata dan elevasi cembung. Berdasarkan uji morfologi sel, isolat LSU20 merupakan

bakteri Gram negatif, berbentuk batang (bacilli), dengan ukuran sel 2 µm, motil

dan berdasarkan uji biokimiawi dengan menggunakan API 20E spesies isolat

LSU20 adalah Pseudomonas sp.

2.5 Pertumbuhan Bakteri (Growth Cells)

Bakteri sebagai salah satu makhluk hidup bersel tunggal juga melakukan

proses pertumbuhan dengan cara membelah diri. Hal ini ditandai oleh

bertambahnya jumlah bakteri yang terbentuk bukan dari besarnya ukuran dari

bakteri tersebut. Normalnya pertumbuhan bakteri terbentuk dari proses

pembelahan biner (Funke, 2013).

Pembelahan biner (Fission Binery) adalah tahap suatu sel menduplikasi

diri menjadi dua sel anak (daughter cell). Kedua sel baru ini memiliki sifat yang

sama dengan sel tunggal diawal pembelahan, baik dari segi struktur DNA dan

lainya (Funke, 2013).

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara 2_1111205013.pdfII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya

17

Pertumbuhan bakteri memiliki beberapa fase (phase) (Funke, 2013),

diantaranya: (1) Lag phase, yaitu fase dimana suatu sel berbubah sangat sedikit

yang disebabkan suatu sel yang tidak segera bereproduksi dalam medium

pertumbuhan yang baru, hal ini berlangsung selama satu jam hingga beberapa

hari. (2) Log phase, yaitu fase yang paling aktif dari sebuah sel yang disebabkan

pembelahan dari sel yang sedang dalam keadaan terbaiknya dalam menghasilkan

metabolic. Bagi kebutuhan industri fase ini adalah fase paling efisien dalam tujuan

pemanfaatan suatu bakteri (sel). (3) Stationary phase, yaitu suatu fase bakteri atau

sel memiliki angka pertumbuhan dan kematian yang sama yang menyebabkan

jumlah sel yang terbentuk tidak lebih tinggi atau setara. (4) Death phase adalah

fase yang tingkat kematian sel lebih besar dan sel terus berkurang tanpa ada

pembentukan sel baru lagi. Hal ini dapat terjadi selama beberap hari seusai

dengan kemampuan bertahan hidup dari sel tersebut. pada Gambar 2.6 dapat

dilihat grafik fase pertumbuhan dari sel mikroorganisme.

Gambar 2.6 Kurva pertumbuhan bakteri. (Black, 2012)

Ada beberapa faktor mempengaruhi pertumbuhan sel, diantaranya adalah

suhu, pH, dan Nutrisi (Funke, 2013). Berbagai bakteri memiliki sifat-sifat yang

berbeda dalam pertumbuhan sel dan waktu pertumbuhannya. Akan dijelaskan

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara 2_1111205013.pdfII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya

18

beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sel (Growth Cell) pada bakteri

pendegradasi sulfur.

2.5.1. Suhu

Kebanyakan dari mikroorganisme tumbuh pada suhu yang sama dengan

suhu tubuh manusia. Namun, beberapa bakteria mampu tumbuh pada suhu yang

sangat ekstrim. Tentunya pada suhu ini seluruh organisme eukarotik tidak mampu

bertahan atau bahkan tidak tumbuh sama sekali. Setiap spesies bakteri tumbuh

pada suatu kisaran suhu tertentu. Atas dasar ini maka bakteri dapat dibedakan

diklasifikasikan sebagai: psikofil, tumbuh pada pada 0 s.d 30˚C; mesofil, yang

tumbuh pada 25 s.d 40˚C; dan termofil, yang tumbuh pada 50˚C atau lebih

(Pelczar, 1986).

Pertumbuhan berbagai spesies bakteri dibagi atas beberapa bagian yaitu

pada temperatur minimal, maksimal, dan optimal. Suhu pertumbuhan minimum

adalah terletak pada temperatur terendah suatu spesies akan tumbuh. Suhu

pertumbuhan optimal adalah temperatur yang paling efisien, yang akan memacu

pertumbuhan terbaik suatu spesies. Sedangkan suhu pertumbuhan maksimal

adalah temperatur yang paling tinggi dimana pertumbuhan dapat berlangsung.

Pada Gambar 2.7 di bawah kita dapat melihat respon antar area suhu dimana suhu

pertumbuhan optimal selalu berada paling tinggi dari area. Hal ini disebabkan jika

suhu yang terlalu tinggi menghambat aktifnya sistem enzimatis pada sel (Funke et

al., 2013)

Penelitian terdahulu telah menemukan berbagai strain bakteri yang

berpotensi sebagai biokatalis pada proses biodesulfurisasi. Berbagai strain

tersebut memiliki suhu optimal yang beragam diantaranya spesies Gordona strain

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara 2_1111205013.pdfII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya

19

CYKS1 (Rhee et al., 1998) dan G. rubropertinctus strain T08 (Matsui et al.,

2001) pada suhu 30˚C, spesies R. erythropolis strain sp. IGTS8 pada suhu 35˚C

(Watkins et al., 2003), spesies Encherichia coli pada suhu 37˚C (Reichmuth et al,

2000) , dan spesies Paenibacillus Strain (Konishi et al., 1997) dan Mycobacterium

phlei Strain GTIS10 (Keyser et al., 2002) mampu tumbuh optimal pada suhu

50˚C.

Gambar 2.7 Tingkat pertumbuhan yang berbeda dari berbagai tipe

mikroorganisme pada ransangan temperatur (Funke et al., 2013)

2.5.2. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman optimal kebanyakan dari bakteria terletak diantara pH

6,5 dan 7,5. Namun beberapa bakteri mampu bertahan kadar pH yang paling

rendah atau asam, bakteri ini biasa disebut acidophiles (Funke et al., 2013). Salah

satu jenis bakteri yang ditemukan di air limbah yang telah terkontaminasi dari

tambang batu bara dan mengoksidasi sulfur menjadi asam sulfida, mampu

bertahan hidup pada pH 1. Bagi kebanyakan spesies, nilai pH minimum dan

maksimum ialah 4 dan 9.

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara 2_1111205013.pdfII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya

20

Pada kultivasi bakteri dalam suatu medium yang pH awalnya disesuaikan

pada kadar 7, maka kemungkinan pH ini akan berubah akibat adanya senyawa

asam atau basa yang dihasilkan selama pertumbuhannya. Hal ini menyebabkan

penghambatan pada pertumbuhan suatu organisme untuk seterusnya. Pergeseran

pH dapat dihambat dengan menggunakan larutan penyangga yaitu suatu

kombinasi garam-garam fosfat seperti dan , digunakan secara

luas dalam media bakteriologis untuk tujuan ini (Konishi et al., 1997 ). Tabel 2.2

memperlihatkan beberapa jenis bakteri dan ketahanannya dalam beberapa kadar

pH.

Tabel 2.2 pH minimum, optimal, dan maksimum untuk pertumbuhan beberapa

spesies bakteri.

Bakteri

Kisaran pH untuk Pertumbuhan

Batas bawah Optimal Batas atas

Thiobacillus thiooxidans 0,5 2,0-3,5 6,0

Acetobacter aceti 4,0-4,5 5,4-6,3 7,0-8,0

Stophylococcus aureus 4,2 7,0-7,5 9,3

Azotobacter sp. 5,5 7,0-7,5 8,5

Chlorobium limicola 6,0 6,8 7,0

Thermus aquaticus 6,0 7,5-7,8 9,5

Sumber: Konishi et al. (1997)

Beberapa bakteri pendegradasi sulfur yang telah ditemukan memiliki pH

media awal optimal pada kisaran pH 6,5 – 7. Berbagai bakteri tersebut antara lain,

Sphingomonas Subarctica T7b (Gunam et al, 2006), Isolat strain KWN5 (Supatha

et al, 2010) dan isolat strain RIPI-22 (Rashtchi, 2004).

2.5.3. Sumber Carbon ( )

Kebanyakan dari bakteri menggunakan karbon sebagai sumber energinya,

dan banyak juga yang memanfaatkan karbon sebagai salah satu pembangun

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara 2_1111205013.pdfII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya

21

komponen untuk mensintesa sel (Black, 2012). Energi ini terbentuk dari proses

glikolisis, fermentasi, dan siklus krebs yang terjadi selama pertumbuhan sel

(Black, 2012). Berikut akan dijelaskan beberapa sumber karbon yang banyak

digunakan beberapa peneliti untuk mengoptimalkan pertumbuhan dari berbagai

bakeri pendegradasi sulfur yang telah berhasil ditemukannya.

2.5.3.1. Glukosa

Salah satu sumber karbon sebagai energi adalah glukosa. Glukosa adalah

salah satu senywa yanang membentuk karbohidrat termasuk golongan

monosakarida, yang hanya mengadung satu pasang kelompok aldehida atau keton

(Myers, 2003). Formula molekul dari glukosa adalan C6H12O6, juga digunakan

sebagai sintesis asam amino dan komponen pembentuk dari makhluk hidup

(Laberge, 2008).

Glukosa juga disebut dextrosa yang banyak juga terdapat di sirup jagung.

Sebagai salah satu senyawa utama yang dibutuhkan makhluk hidup untuk sumber

energi, glukosa dapat ditemukan dalam getah tumbuhan dan aliran darah manusia

(Anonim, 2015d). Pada bakteri, gukosa berperan sebagai salah satu reaksi

biokimia yang sangat kompleks, dimana terjadi reaksi oksidasi yaitu :

Reaksi di atas menciptakan energi dari oksidasi glukosa pada makhluk

hidup. Pada Gambar 2.8 menunjukan rantai kimia dari glukosa dan fruktosa.

Glukosa berperan penting dalam pertumbuhan bakteri pendegradasi sulfur Strain

Paenibacillus (Ishi et al, 1997) dan bakteri strain Sphingomonas (White et al,

1996), mampu memanfaatkan dengan baik glukosa sebagai sumber karbon

pertumbuhannya.

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara 2_1111205013.pdfII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya

22

2.5.3.2. Sukrosa

Sukrosa adalah salah satu jenis gula yang jangkauan distribusi terluas dan

mudah diproduksi dengan kuantitas yang sangat besar. Sembilan puluh simbilan

persen sukrosa berasal dari gula tebu (Saccharum offcinarum,). Dari beberapa

wilayah yang berbeda, sukrosa juga didapatkan dari berbagai tipe tanaman (~1%

dari seluruh produksi), seperti tanaman kurma (Phoenix sylvestris), tanaman

kelapa (Cocos nucifera), tanaman lontar (Borassus flabellifera), dan lain-lain

(ICMSF, 2005).

Gambar 2.8 Rantai Hidrokarbon glukosa dan fruktosa (Anonim, 2015)

Rumus molekul dari sukrosa sendiri adalah seperti yang

ditunjukkan oleh Gambar 2.9 Berat molekul yang dimiliki sukrosa adalah sebesar

342.29648 g/mol dan titik didih berada pada suhu 187,5°C dengan bentuk

berwarna putih dan berupa padatan (anonnim, 2015). Sulfolobus acidocaldarius

diketahui mampu tumbuh baik dan memiliki aktivitas desulfurisasi yang cukup

tinggi dengan sukrosa sebagai sumber karbon pertumbuhannya (Ju dan Padmesh,

1998).

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara 2_1111205013.pdfII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya

23

2.5.3.3. Gliserol

Gliserol adalah senyawa kimia yang terbuntuk dari tiga molekul karbon

dengan 3 alkohol fungsional grup yang terdapat juga di triglycerides. Gliserol

termasuk juga komponen pokok dari seluruh asam lemak yang ada pada makanan

dan tubuh. Asam lemak sendiri mengandung panjang rantai karbon sebanyak 12

s.d 24 karbon atom. (Labarge, 2008). Struktur kimia dari gliserol dapat dilihat

pada Gambar 2.10 Gliserol pertama kali ditemukan oleh Scheele pada tahun 1779,

dengan memanaskan campuran minyak zaitun (olive oil) dan litharge, kemudian

membilasnya dengan air. Bilasan dengan air tersebut, menghasilkan suatu larutan

berasa manis, yang disebutnya sebagai “the sweet principle of fats”. Sejak 1784,

Scheele membuktikan bahwa substansi yang sama dapat diperoleh dari minyak

nabati dan lemak hewan seperti lard dan butter. Pada tahun 1811, Chevreul

memberi nama hasil temuan ini dengan sebutan gliserin, yang berasal dari bahasa

Yunani yaitu glyceros, yang berarti manis. Kemudian pada 1823, Chevreul

mendapatkan paten untuk pertama kalinya atas manufaktur gliserin, yang

kemudian berkembang menjadi industri lemak dan sabun (Swern, 2000).

Gambar 2.9 Rumus molekul pembentuk sukrosa (Anonim, 2015e)

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara 2_1111205013.pdfII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya

24

Gliserol telah digunakan oleh beberapa peneliti sebagai sumber karbon

pertumbuhan bakteri pendegradasi sulfur dalam proses BDS. Bakteri-bakteri yang

mampu memanfaatkan gliserol untuk tumbuh dan mendegradasi sulfur aromatik

jenis DBT diantaranya, bakter Rhodococcus sp. strain MUT23 (Etemadifar et al.,

2008) dan bakteri Rhodococcus sp. strain X7B (Ping et al., 2002).

2.5.3.4 Asam sitrat

Asam sitrat atau citric acid berasal dari bahasa latin citrus, pohon sitrus,

dengan buah yang dihasilkan adalah lemon. Asam yang pertama kali dihasilkan

dari isolasi dari perasan lemon oleh seorang peneliti dari swedia, Carl Scheele

pada tahun 1784. Konsep dari pengaruh pembuatan asam sitrat sebagai produksi

yang berguna berasal dari penelitian yang dilakukan Pasteur tentang fermentasi.

Berbagai stari atau mikroorganisme yang mampu menghasilkan asam sitrat antara

lain Aspergillus sp., Acremonium sp., dan lain-lain (Kristiansen, 2002).

Gambar 2.10 Struktur kimia dari Gliserol pada Triglyceride (Labarge, 2008)

Asam sitrat banyak digunakan pada bahan tambahan makanan dan

minuman. Penggunaanya tergantung tiga jenis kegunaan yaitu: keasaman, rasa,

dan pembentuk garam. Struktur kimia dari asam sitrat sendiri adalah 2-hydroxy-

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara 2_1111205013.pdfII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Fosil dan Polusi Udara Aktivitas manusia sangat bergantung pada tersedianya

25

1,2,3-propanetricarboxylic acid. Asam sitrat juga membentuk dari jajaran garam

logam termasuk copper, iron, magnesium, manganese, dan kandungan lain yang

sangat complex (Kristiansen, 2002). Struktur kimia dari As. Sitrat bias dilihat

pada Gambar.2.11.

Gambar 2.11 Struktur kimia Asam Sitrat (sumber: Anonim, 2015)

Beberapa bakteri menghasilkan asam sitrat sebagai hasil fermentasi juga

mampu memanfaatkan asam sitrat sebagai sumber karbon. Menurut Siddik et al

(2008), bakteri Bacillus subtilis B112 mampu memanfaatkan berbagai jenis asam

organik pada media pertumbuhan starin tersebut yang salah satunya adalah asam

sitrat.