bab v hasil dan pembahasan - repository.ipb.ac.id v... · masih terlalu berat untuk digunakan pada...
TRANSCRIPT
21
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Pemilihan Bahan Spool Track
Hasil pemilihan bahan untuk memperoleh bobot alat yang sesuai dengan
bobot tubuh R. margaritifer menunjukkan bahwa selongsong plastik (bahan 1)
masih terlalu berat untuk digunakan pada R. margaritifer dibandingkan bahan 2
dan 3 (Tabel 3). Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya digunakan alat yang
terbuat dari bahan 2 dan 3.
Tabel 3 Pemilihan bahan untuk pembuatan spool
Alat Penempatan Gulungan Benang
Bahan Bobot Alat Dampak pada Katak
Spool bahan 1
Selongsong dari plastik (alat untuk meyimpan benang pada mesin jahit) Tinggi alat 1,3 cm
Benang katun (±15 m), tutup botol parfum 10 ml, dan selotip paralon sebagai pengikatnya
1,2 gram Katak bergerak dengan bebas, diuji pada katak jantan
Spool bahan 2
Selongsong dari sedotan dan penahan bagian tepi dari mika Tinggi alat 0,9-1 cm
Benang katun (±4 m), plastik mika, dan selotip paralon sebagai pengikatnya
0,3-0,5 gram Katak bergerak dengan bebas Di terapkan untuk katak jantan
Spool bahan 3
Selongsong dari plastik (alat untuk meyimpan benang pada mesin jahit) Tinggi alat 1,5 cm
Benang katun (±10 m), plastik mika, dan selotip paralon sebagai pengikatnya
0,9-1,1 gram Katak bergerak dengan bebas dan diterapkan untuk katak betina
Dampak pemakaian spool terlihat dari penurunan bobot tubuh katak (Tabel
4). Penurunan bobot tubuh lebih besar terjadi pada pemakaian alat dengan bahan
1, sementara bahan 2 dan 3 hanya menurunkan bobot tubuh kurang dari 20%.
Dampak negatif dari alat selain penurunan bobot tubuh adalah iritasi kulit. Setiap
katak yang dipasang oleh spool mengalami iritasi kulit di daerah pinggang
(Gambar 7).
22
Tabel 4 Perubahan bobot tubuh R. margaritifer setelah pemakaian spool
Lokasi Alat Jenis kelamin
Berat alat (g)
Bobot tubuh sebelum memakai spool track (g)
Bobot tubuh setelah memakai spool track (g)
Persentase berat alat terhadap bobot tubuh (%)
Persent-se penurun-an berat tubuh (%)
Cibereum Bahan 1 Jantan* 1,2 6,5 5 18,4 23 Bahan 1 Jantan** 1,2 7,5 5 16 33,3 Bahan 1 Jantan*** 1,2 4,5 - 26,7 Ciwalen Bahan 2 Jantan 1 0,5 5,5 5,5 9,1 0 Cibereum Bahan 2 Jantan 2 0,3 7 6 4,3 14,2 Bahan 2 Jantan 3 0,3 3,6 3,1 8,3 13,9 Bahan 2 Jantan 4 0,3 5 4 6 20 Bahan 2 Betina 1 1,1 22 20,6 5 6,4 Bahan 3 Betina 2 0,9 15,5 13,5 5,8 12,9 Bahan 3 Betina 3 0,9 15,5 14,9 5,8 3,9 Bahan 3 Betina 4 0,9 23 21,5 3.9 6,5 Keterangan : jantan* (pengamatan 72 jam); jantan**(pengamatan 27 jam); jantan*** (pengamatan 24 jam).
Katak yang tidak bertanda menggunakan alat diamati selama 72 jam. Lama pemakaian alat pada masing-masing katak ditambah dengan 12 jam aklimatisasi alat.
5.1.2 Pola Pergerakan R. margaritifer
Terdapat delapan individu R. margaritifer yang dapat diamati
pergerakannya selama 72 jam dan menggunakan alat dengan bobot alat dibawah
10% bobot tubuh katak. Delapan individu tersebut terdiri dari empat individu
jantan dan empat individu betina. Tujuh individu diantaranya diamati di
Cibereum, sedangkan satu individu lainnya diamati di Ciwalen. Hasil pengamatan
pendahuluan menunjukkan bahwa jumlah R. margaritifer lebih banyak di
Cibereum sehingga diputuskan untuk melakukan penelitian lebih intensif di
Cibereum. Selain delapan individu yang berhasil diamati, terdapat tiga betina lain
yang diamati tetapi mengalami kegagalan ketika habituasi yaitu, katak bergerak
Gambar 7 Kondisi kulit katak; (a) Sebelum pemakaian spool track; (b) Setelah pemakaian spool track.
(a) (b)
23
sampai ketinggian empat meter, sehingga tidak dapat dijangkau dan hilang dari
pengamatan. Selain itu terdapat tiga katak jantan lain yang diamati menggunakan
spool track dengan bobot alat masing-masing 1,2 gram. Satu katak jantan berhasil
diamati 72 jam sedangkan katak lainnya hanya 24 dan 27 jam. Pengamatan
dilakukan hanya 24 jam karena katak lepas. Walaupun demikian data tetap
dimasukkan dalam analisis pergerakan.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pergerakan katak secara horizontal
dan vertikal dari badan air lebih jauh pada malam hari dari pada siang hari, baik
untuk katak jantan maupun katak betina (Gambar 8). Pada siang dan malam hari
jarak terdekat dari badan air pada katak jantan dan katak betina adalah sama,
sedangkan adanya perbedaan jarak terjauh dari badan air menunjukkan katak
betina bergerak lebih jauh (Tabel 5). Baik pada malam maupun siang hari, posisi
vertikal terdekat dan terjauh terjadi pada katak jantan (Tabel 5).
Hasil penelitian juga menunjukkan rata-rata pergerakan selama tiga jam
yang dilakukan katak betina lebih jauh dibandingkan dengan katak jantan pada
malam maupun siang hari (Tabel 5). Pada malam dan siang hari pergerakan
maksimum tiga jam lebih besar terjadi pada katak jantan (Tabel 5).
Gambar 8 Rata-rata pergerakan katak dari badan air; (a) Jarak horizontal; (b) Jarak vertikal.
(a) (b)
24
Jenis kelaminbetinajantan
Jara
k an
tara
dua
titik
(cm
)
500
400
300
200
100
0
239
230
229
55
29
4
130
6354
12
163
156
140
138
243
226
218
99
8584
83
74
60
34
19
3
186
184
177
169
167
161
152
134
115
malamsiang
Waktu
Tabel 5 Pergerakan katak antara tiga jam pengamatan
Waktu Pergerakan Betina (cm) Jantan (cm) Malam Pergerakan minimum antara 3 jam 0 0 Pergerakan maksimum 3 jam 429 440 Pergerakan rata-rata selama 3 jam 54,58 38,75 Jarak terdekat dari badan air 0 0 Jarak terjauh dari badan air 464 350 Posisi vertikal terdekat 35 10 Posisi vertikal terjauh 490 520 Siang Pergerakan minimum antara 3 jam 0 0 Pergerakan maksimum 3 jam 157 285 Pergerakan rata-rata selama 3 jam 18,14 18 Jarak terdekat dari badan air 0 0 Jarak terjauh dari badan air 464 350 Posisi vertikal terdekat 35 0 Posisi vertikal terjauh 490 520
Uji Kruskal Wallis terhadap pergerakan katak menunjukkan adanya
perbedaan nyata dari pergerakan katak untuk siang dan malam hari baik pada
katak jantan maupun katak betina dengan nilai P < 0,05. Pergerakan rata-rata
setiap tiga jam pada katak betina dan jantan lebih jauh pada malam hari jika
dibandingkan dengan siang hari (H = 0,026 dan H = 0,03). Pergerakan pada katak
jantan dan katak betina tidak berbeda nyata pada siang dan malam hari
berdasarkan uji Kruskal Wallis dengan nilai P > 0,05 yaitu H = 0,888 dan H =
0,685.
Gambar 9 Jarak pergerakan katak pada siang dan malam hari.
25
Nilai alur kelurusan dihitung untuk menunjukkan pergerakan katak
menjauhi atau tidak menjauhi titik awal pengamatan. Berdasarkan nilai alur
kelurusan dan yang kemudian dihitung menggunakan chi kuadrat tampak bahwa
pola pergerakan katak jantan dan betina tidak menjauhi titik awal pengamatan.
Hal tersebut dapat dilihat dari perhitungan chi kuadrat yang menunjukkan χ2
hitung < χ2 tabel dengan nilai 2,68 < 3.84. Meskipun uji chi kuadrat menunjukkan
bahwa katak betina dan katak jantan bergerak tidak menjauhi titik awal
pengamatan, tetapi terlihat bahwa katak betina memiliki nilai alur kelurusan yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan katak jantan (Tabel 6).
Tabel 6 Hasil perhitungan alur kelurusan R. maragritifer
Lokasi Jenis Kelamin
Jarak tempuh (m)
Jarak dari Posisi Awal-Akhir (m)
Nilai Alur Kelurusan Selama 72 Jam
Ciwalen Jantan 1 13,37 3,42 0,26 Cibereum Jantan 2 7,60 2,55 0,34 Jantan 3 8,52 1,70 0,20 Jantan 4 5,20 9,6 0,19 Betina 1 6,28 4,20 0,67 Betina2 11,58 9,76 0,63 Betina 3 22,87 10,20 0,45 Betina 4 11,70 4,64 0,40
Aktivitas katak yang terlihat pada penelitian ini yaitu tidur dan duduk,
sedangkan aktivitas katak bersuara tidak ditemukan. Sebagian besar aktivitas yang
dilakukan katak jantan dan katak betina pada siang hari adalah tidur, sedangkan
pada malam hari duduk (Gambar 10). Biasanya katak jantan dan betina keluar dari
persembunyian pada pukul 18.00 WIB dan pada waktu tersebut katak mulai aktif,
tetapi belum mulai melakukan pergerakan. Katak mulai melakukan pergerakan
sekitar pukul 19.00 WIB.
Gambar 10 Aktivitas katak saat ditemukan; (a) Jantan pada malam hari; (b) Jantan pada siang hari; (c) Betina pada malam hari; (d) Betina pada siang hari.
(a) (b) (d) (c)
26
5.1.3 Penggunaan Habitat Mikro R. margaritifer
Sebagian besar waktu yang digunakan katak jantan pada siang hari adalah
berada di batang yang terlindung sedangkan pada malam hari di atas daun. Pada
malam hari katak jantan banyak berada di atas daun dengan jumlah 40%,
sedangkan katak betina berada di atas daun sebanyak 69% (Gambar 11a & 11c).
Pada siang hari katak jantan berada pada batang yang terlindung sebesar 35%,
sedangkan katak betina banyak berada di sela daun (48%) (Gambar 11b & 11d).
Suhu merupakan faktor lingkungan yang juga mempengaruhi habitat R.
margaritifer. Berdasarkan hasil pengamatan 72 jam diperoleh data mengenai suhu
tubuh katak yang dipengaruhi oleh suhu lingkungan (Gambar 12 dan Gambar 13).
Gambar 12 Fluktuasi suhu tubuh katak jantan terhadap suhu lingkungan.
Gambar 11 Posisi Katak pada Substrat; (a) Jantan pada malam hari; (b) Jantan pada siang hari; (c) Betina pada malam hari; (d) Betina pada siang hari.
(a) (b) (c) (d)
27
Berdasarkan pengamatan terhadap suhu tubuh katak, terlihat bahwa
fluktuasi suhu tubuh katak betina dan jantan seirama dengan suhu lingkungan.
Faktor lingkungan lain yang dilihat adalah pH air. pH air di sekitar lokasi
pengamatan menunjukkan nilai yang sama yaitu 6.
Selama pengamatan juga terjadi kontak antara katak yang diamati dengan
katak sejenis, sedangkan dengan katak yang berbeda jenis tidak terlihat. Kontak
tersebut diantaranya terjadi pada salah satu katak jantan yang menempel dengan
tiga katak R. margaritifer jantan lainnya pada pukul 15.00 WIB. Pada waktu
tersebut katak terlihat sedang tidur (Gambar 14a). Kontak lain terjadi pada katak
betina 4 ketika habituasi. Katak jantan terlihat menempel pada katak betina mulai
pukul 23.00-06.00 WIB (Gambar 14b). Jenis satwa lain yang ditemukan disekitar
katak yang diamati adalah semut, belalang, dan satwa dari kelas gastropoda yaitu
jenis binatang lunak yang tidak memiliki cangkang. Satwa-satwa tersebut
ditemukan pada malam hari.
Gambar 13 Fluktuasi suhu tubuh katak betina terhadap suhu lingkungan.
28
5.2 Pembahasan
5.2.1 Pemilihan Bahan Spool Track untuk Penelitian Pola Peregerakan
Pengujian bahan spool track yang dilakukan pada P. leucomystax
menunjukkan bahwa bahan 1 berfungsi baik dan ini dapat dilihat dari benang yang
tidak terhenti ketika katak bergerak. Pengujian spool track kemudian dilakukan
pada R. margaritifer jantan di lokasi penelitian dengan menggunakan spool track
bahan 1. Tidak terlihat perbedaan penggunaan spool track antara P. leucomystax
dan R. margaritifer, spool track bahan 1 yang dicobakan pada R. margaritifer
juga menunjukkan fungsi yang baik, dapat dilihat dengan lancarnya benang yang
keluar.
Bahan 1 memiliki bobot 1,2 gram tapi bobot tersebut merupakan bobot
tanpa air. Pada saat pengamatan pergerakan katak, jika terjadi hujan diduga bobot
alat bertambah saat tali basah. Untuk bahan 2 dan bahan 3, penambahan bobot
tersebut tidak begitu berpengaruh, tetapi untuk bahan 1 akan menyebabkan alat
sedikit lebih berat karena benang yang digunakan lebih panjang sehingga pada
pengamatan bahan 1 tidak digunakan untuk katak jantan. Spool dari bahan 1
dicobakan kepada katak betina. Beban sebesar 1,2 g ini tampaknya tidak
mempengaruhi pergerakan katak betina, karena betina ini mampu bergerak hingga
ketinggian empat meter (Gambar 15). Dua katak betina bergerak ke atas pohon
hingga ketinggian empat meter setelah enam jam pengamatan, sedangkan satu
katak betina lain yang diamati bergerak ke atas pohon yang berada di daerah
bertebing dan licin hingga ketinggian tiga meter. Sulitnya mengamati pergerakan
(a) (b)
Gambar 14 Kontak dengan katak sejenis; (a) Saat katak istirahat tidur; (b) Amplexsus.
29
katak-katak betina tersebut menyebabkan pengamatan yang dilakukan dibatalkan.
Alat yang digunakan pada katak tidak dapat dilepas, karena katak tidak bisa
diambil, dan untuk mengatasinya, hanya dengan memutus benang yang terlihat
habis di spool.
Menurut Richard et al. (1994) dalam Heyer et al. (1994) bobot alat yang
digunakan untuk mengetahui pergerakan katak sebaiknya tidak lebih dari 10%
bobot tubuh katak. Hal tersebut telah diperhatikan dalam penelitian pergerakan R.
margaritifer kali ini. Alat yang digunakan memiliki bobot kurang dari 10% bobot
tubuh katak sehingga cukup ringan. Namun demikian terdapat kelemahan yaitu
benang yang tersimpan dalam spool pendek, sehingga intensitas untuk
pengamatan pergerakan katak dilakukan lebih singkat dari tiga jam karena perlu
adanya pengecekan terhadap spool untuk melihat benang yang digunakan masih
tersisa atau telah habis. Selama 72 jam pengamatan katak penggantian alat
dilakukan tiga sampai empat kali. Penggantian alat dilakukan jika benang yang
tersimpan dalam spool terlihat sedikit dan biasanya penggantian benang dilakukan
pada malam hari karena intensitas pergerakan katak lebih banyak jika
dibandingkan pada siang hari.
Kegagalan pemakaian alat terjadi pada pemakaian bahan 2. Pemakaian
spool menyebabkan kematian pada satu katak jantan yang sedang diamati. Katak
mati karena terlilit benang dari spool yang disebabkan oleh membukanya tempat
Gambar 15 Ketinggian pergerakan katak.
30
penyimpan selongsong spool (Gambar 16). Membukanya tempat penyimpan
selongsong ini terjadi karena dugaan pengeleman yang tidak maksimal.
Untuk alat tempat menyimpan selongsong yang terbuat dari plastik mika
dirangkai menggunakan lem, pengamatan menunjukkan bahwa lem akan terlepas
setelah 2 hari pemasangan, sehingga harus diganti dengan alat yang baru.
Terlepasnya rekatan lem pada rangkaian tempat menyimpan selongsong
menyebabkan gangguan pergerakan pada katak karena benang pada selongsong
akan keluar dan kusut.
Permasalahan alat yang mungkin terjadi adalah bergesernya spool track
dari punggung atau pinggang mengarah kebawah badan tubuh seperti yang terjadi
pada kasus P. leucomystax (Sholihat 2007) yang menggunakan alat dari bahan 1
yaitu tempat menyimpan selongsong dari tutup botol parfum. Berdasarkan
penelitian ini, hal tersebut dapat diatasi jika tempat menyimpan selongsong
diganti dengan plastik mika dan lubang penempatan alat pengikat selotip paralon
dibuat lebih kecil.
Permasalahan lain yang terjadi berasal dari pemasangan alat pada katak
dengan menggunakan selotip paralon. Pengikatan alat pada katak dapat
menyebabkan kulit pada katak berubah warna dan juga luka setelah 72 jam
pemasangan. Untuk R. margaritifer, pemasangan alat tersebut menyebabkan
warna kulit lebih gelap pada bagian atas pinggang dan berwarna lebih pucat pada
bagian samping pinggang dibandingkan dengan warna kulit disekitarnya yang
berwarna coklat muda sampai coklat tua. Selain itu, pemasangan alat dengan cara
pengikatan yang lebih ketat dapat menyebabkan luka. Pengikatan alat dilakukan di
Gambar 16 Kematian katak; (a) Akibat terlilit benang; (b) Tutup selongsong terbuka.
(a) (b)
31
bagian pinggang katak, karena pengikatan alat pada bagian dada menyebabkan
alat akan turun ke bawah pada bagian pinggang sehingga pengikat akan longgar
dan akan lepas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat yang terbuat dari bahan
2 lebih baik daripada alat yang terbuat dari bahan 1 dari segi bobot.
5.2.2 Pergerakan R. margaritifer
Dari hasil pola pergerakan terlihat bahwa baik katak jantan maupun betina
bergerak lebih jauh pada malam hari dibandingkan pada siang hari. Amfibi
merupakan satwa yang biasa aktif pada malam hari (Duellman dan Trueb 1986).
Pada malam hari aktivitas amfibi meningkat dan biasanya katak bergerak ke posisi
yang terbuka di daerah perairan dan hutan (Hodgkison & Hero 2001). Jarak yang
ditempuh pada siang dan malam hari antara katak jantan dan betina tidak berbeda
nyata. Menurut analisis pergerakan yang dilakukan Lemckert & Brassil (2002)
pada katak raksasa Myophyxses iterates dari Australia, sedikitnya perbedaan
pergerakan antara katak jantan dan katak betina diduga karena katak jantan jenis
ini bersuara sporadik (jarang) dan tidak memiliki lokasi memanggil sehingga
katak jantan bergerak bebas. Pada pengamatan pergerakan R. margaritifer tidak
terlihat adanya katak jantan yang bersuara, tetapi untuk katak R. margaritifer
jantan yang tidak diamati pergerakannya terdengar ada yang bersuara. Tidak
bersuaranya katak yang diamati pergerakannya diduga karena adanya pemakaian
spool. Satu katak betina yang menggunakan spool terlihat akan melakukan
amplexus tetapi pada akhirnya katak tersebut tidak kawin diduga karena alat yang
mengganggu ketika akan amplexus.
Nilai minimum pergerakan setiap tiga jam untuk katak jantan dan katak
betina pada siang hari sama, tetapi katak jantan yang bergerak melebihi nilai
minimum pergerakan setiap tiga jam lebih banyak jika dibandingkan dengan katak
betina. Hal ini diduga karena adanya gangguan dari pengunjung maupun
gangguan dari peneliti ketika melakukan pengamatan yang menyebabkan katak
bergerak baik pada katak jantan maupun pada katak betina. Gangguan pengunjung
tersebut biasa terjadi di akhir pekan, karena pada waktu tersebut jumlah
pengunjung meningkat dan ini terjadi pada katak jantan yang lokasi penelitiannya
terletak dekat air terjun yang banyak dikunjungi. Secara umum pergerakan katak
32
lebih kecil jaraknya jika dibandingkan dengan tetrapoda lainnya (Sinch 1990
dalam Blaustein et al. 1994)
Pengamatan yang dilakukan selama 72 jam terhadap masing-masing katak
tidak menunjukkan katak kembali pada posisi awal pengamatan. Meskipun katak
bergerak tidak kembali pada posisi awal pengamatan, hasil hitung chi kuadrat
berdasarkan nilai alur kelurusan menunjukkan bahwa katak jantan dan betina
bergerak tidak menjauhi posisi awal pengamatan. Terlihat pula bahwa nilai alur
kelurusan katak betina lebih besar dari katak jantan, yang berarti pergerakan katak
betina lebih menjauhi titik awal pengamatan. Schwarzkopt dan Alford (2002)
menyebutkan bahwa kemungkinan tingginya pergerakan dan besarnya alur
kelurusan katak ditentukan oleh habitatnya atau lokasi katak bergerak.
Pergerakan yang tidak menjauhi posisi titik awal pengamatan diduga karena
penemuan katak sebagai obyek pengamatan tidak jauh dari sumber air (Gambar
17). Selain itu juga diduga karena terdapat jenis betina yang akan kawin sehingga
pergerakan yang dilakukan tidak jauh dari sumber air. Matthews dan Pope (1999)
dalam Lemkert dan Brassil (2000) menyebutkan bahwa pergerakan amfibi
berkisar antara 10 sampai 100 meter dari tempat berkembangbiaknya. Belthoff
(1990) dan Small et al. (1993), juga menyebutkan strategi pergerakan yang
ditunjukkan vertebrata berubah-ubah dari sekali perubahan (pergerakan dispersal)
atau sebelum satwa mengalami kematangan seksual dan selanjutnya satwa akan
bergerak di antara daerah teritori atau wilayah jelajah.
Selama pengamatan, katak biasanya mulai aktif yaitu sekitar pukul 18.00
WIB. Pada waktu tersebut katak tidak langsung bergerak, katak mulai membuka
mata dan dalam posisi yang sama ketika katak istirahat. Katak mulai bergerak
sekitar pukul 19.00 WIB dan ketika pengamatan pukul 20.00 WIB posisi katak
mulai berubah, sedangkan waktu katak mulai berhenti bergerak sekitar pukul
06.00 WIB.
33
Gambar 17 Denah lokasi dan pergerakan katak yang diamati di Cibereum
33
34
5.2.3 Penggunaan Habitat Mikro R. margaritifer
Aktivitas harian amfibi dipengaruhi oleh kebutuhan untuk memperoleh
pakan, kawin, tempat berlindung, menghindari pemangsa dan mempertahankan
kondisi fisiologis (Dole 1965). Selama pengamatan terlihat bahwa katak R.
margaritifer banyak menghabiskan kegiatannya di tumbuh-tumbuhan dan berada
tidak jauh dari sumber air. Setiap katak jantan dan betina memiliki kegiatan yang
sama yaitu istirahat tidur pada siang hari dan mulai aktif pada malam hari. Siang
hari biasanya katak istirahat pada lokasi-lokasi yang terlindung. Lokasi yang
terlindung tersebut seperti di sela daun, batang yang terlindung, dan terdapat satu
katak jantan yang beristirahat masuk kedalam lubang diatas serasah (serasah
terlindung). Kebiasaan ini sama seperti yang dilakukan oleh amfibi terestrial.
Menurut Duellman dan Trueb (1986) amfibi terestrial mempunyai daya adaptasi
untuk mengatasi kehilangan cairan dalam tubuh dengan menjadi nokturnal dan
berlindung pada siang hari. Tempat istirahat katak yang diamati pada waktu
tertentu juga dapat menunjukkan R. margaritifer yang sedang beristirahat. Hal ini
terjadi pada katak betina 2, ketika melakukan pengamatan siang hari, ditemukan
R. margaritifer jantan yang sedang beristirahat. Jarak ditemukan katak jantan
tersebut yaitu ± 1.5 meter.
Pengamatan juga dilakukan terhadap suhu tubuh katak. Selama pengamatan,
suhu tubuh katak berubah-ubah bergantung pada suhu lingkungan. Berdasarkan
pengamatan menunjukkan bahwa suhu tubuh katak akan menurun jika suhu udara
menurun dan juga sebaliknya. Hal ini terjadi karena katak termasuk satwa
ektoterm dan memiliki suhu tubuh dekat dengan lingkungannya terutama pada
substrat (Duellman & Trueb 1986). Terdapat perbedaan fluktuasi pada katak
jantan 1 dan katak jantan 3. Katak jantan 1 menunjukkan suhu tubuh naik tetapi
suhu lingkungan tetap yang terjadi pada siang hari sekitar pukul 11.00-17.00
WIB, sedangkan pada katak jantan 3 menunjukkan fluktuasi yaitu suhu tubuh
yang lebih rendah daripada suhu lingkungan dan terjadi pada pukul 13.00 WIB.
Menurut Hall dan Root (1930) dalam Mellanby (1940) rendahnya suhu tubuh
dibandingkan dengan suhu lingkungan disebabkan oleh adanya proses
metabolisme yang menyebabkan evaporasi tinggi.
35
Perbedaan nilai antara suhu tubuh katak dan suhu udara bervariasi. Kisaran
perbedaan tersebut adalah 0.1 – 4 0C. Biasanya suhu tubuh katak rendah pada pagi
hari sekitar pukul 03.00 – 05.00 WIB. Pada suhu rendah tersebut R. margaritifer
cenderung tidak mengalami perpindahan posisi, tetapi terlihat aktif. Begitu juga
ketika suhu udara tinggi katak tidak bergerak dan biasa terjadi pada siang hari.
Angka pH air di sekitar lokasi pengamatan, menunjukkan katak berada pada
daerah dengan derajat keasaman air yang normal.
Beberapa jenis tumbuhan yang terdapat di lokasi pengamatan diantaranya
adalah kecubung (Brugmansia suaveolens), markisa (Passiflora edulis), pacar tere
(Impatiens balsamina), babakoan (Eupatorium sordidum), kirinyuh
(Austroeupatorium pallescens), harendong buluh (Clidemia hirta), dan
Nephrolepis biserrata. Dari berbagai macam jenis tumbuhan tersebut
menunjukkan bahwa kecubung merupakan jenis tumbuhan yang sering didiami R.
margaritifer dan tempat untuk meletakkan telur R. margaritifer. Hal tersebut
diduga karena kecubung banyak tumbuh di daerah sumber air dan katak yang
bertelur akan meletakkan telurnya di daerah yang dekat dengan sumber air. Selain
itu struktur daun kecubung yang lebar juga memudahkan katak untuk meletakkan
telurnya di atas daun. Daun yang lebar tersebut menunjukkan telur yang
diletakkan di atas daun kecubung akan dilipat untuk melindungi telur.
Setiap melakukan pergerakan atau perpindahan posisi, katak melakukan
kontak dengan lingkungannya. Kontak yang dilakukan diantaranya adalah kontak
dengan jenis katak yang sama jenisnya. Kontak ini terjadi sekali pada katak
jantan** yang pengamatannya hanya 27 jam. Pengamatan menunjukkan adanya
kontak dengan tiga individu katak lain pada pukul 09.00 WIB. Pada waktu
tersebut belum terjadi kontak kulit pada katak yang diamati, tetapi kontak kulit
terjadi pada tiga individu lain. Kemudian pengamatan pada pukul 15.00 WIB
menunjukkan kontak kulit terjadi pada katak yang diamati dengan tiga individu
katak lain. Jika tidak diamati secara teliti, posisi katak tersebut tidak diketahui
karena posisinya berada di sela daun dan menutupi katak. Pada pengamatan ini,
suhu tubuh katak tidak memiliki perbedaan yang terlalu jauh. Suhu tubuh yang
diukur berkisar 20-20,20C. Kontak ini terjadi pada siang hari yaitu ketika katak
istirahat.
36
Kontak dengan individu sejenis juga terjadi pada katak betina 4. Ketika
ditemukan, katak tersebut jauh dari katak jantan dengan jarak antara katak jantan
dan katak betina 4 yaitu sekitar lima meter. Kontak ini terjadi pada pengamatan
habituasi katak terhadap alat. Kontak terjadi dengan menempelnya katak jantan
pada katak betina pada pukul 23.00 - 06.00 WIB dan tidak terjadi amplexus.
Sepanjang malam katak bergerak di daerah rerumputan yang berada di air,
sehingga jarak dengan badan air nol meter. Pergerakan katak betina dan jantan di
daerah sumber air diduga karena katak betina akan amplexus. Menurut Grzimek
(1974) pada saat akan melakukan perkawinan, individu betina Rachophoridae
bertugas mencari tempat yang paling cocok untuk meletakkan telur, biasanya
berada di permukaan daun di atas permukaan aliran sungai sehingga pada saat
telur menetas berudu akan langsung jatuh ke air. Tetapi hal tersebut tidak terjadi
diduga karena ada pemasangan spool yang mengganggu katak betina.
Jika dilihat dari kontak R. margaritifer dengan lingkungannya, maka kontak
yang paling banyak adalah kontak dengan tumbuhan, sedangkan kontak dengan
sesama katak sedikit sehingga adanya kemungkinan penularan penyakit parasit
melalui kontak sesama katak sedikit. Menurut Ezenwa (2004) meningkatnya
pembentukan formasi populasi host (inang) disebabkan oleh meningkatnya kontak
antara individu, dan banyaknya sistem host-patogen berkorelasi positif antara
keduanya dan peningkatan kontak parasit.
Setiap satwa memiliki wilayah jelajah, tetapi pada pengamatan pergerakan
R. margaritifer selama 72 jam tidak mengukur wilayah jelalah, sehingga wilayah
jelajah tidak dapat ditunjukkan. Pada pengamatan tersebut tidak semua aktivitas
dapat ditemukan. Hanya beberapa aktivitas yang dapat dilihat secara jelas
diantaranya adalah tempat berlindung, tempat tidur, dan daerah sumber air.