bab v hasil dan pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang...

35
41 Bab V Hasil dan Pembahasan Studi lapangan mengenai analisis risiko kesehatan terhadap pajanan debu telah dilakukan mulai Januari sampai dengan Februari 2008 di PT. X. Penelitian ini dilakukan di PT. X, karena berdasarkan hasil survei, perusahaan ini memiliki sumber bahaya debu yang berpotensi menurunkan tingkat kesehatan paru-paru pekerja. Subjek yang diteliti dibagi menjadi 2 bagian yaitu kelompok terpajan yang terdiri dari pekerja bengkel Cor 1 dan Cor 2, serta pekerja di bagian Perkakas tempa yang masing-masing berjumlah 30 orang. Penentuan sampel sebanyak masing- masing 30 orang, dikarenakan berbagai keterbatasan dalam penelitian ini. Sampel yang dimasukan dalam penelitian adalah laki-laki berusia 20-55 tahun yang merupakan usia kerja dengan masa kerja minimal 2 tahun di bagian bengkel yang sama (khusus kelompok terpajan), serta mampu melakukan uji paru-paru. Tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini jika terdapat pekerja dengan riwayat pekerjaan yang mengandung bahaya debu silika di tempat kerjanya terdahulu, seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang dapat mempengaruhi uji fungsi paru-paru yang akan dinilai (Yunus, 1996). Karakteristik responden yang terlibat dalam penelitian didapatkan berdasarkan kuesioner. Hasil kuesioner untuk setiap pekerja dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Karakteristik Pekerja PT. X yang Disertakan dalam Penelitian Kelompok Pekerja Atribut Jawaban Terpajan Tidak Terpajan I. Data Umum Responden Jenis Kelamin Laki-laki 100% 100% Kebangsaan Indonesia 100% 100% Pendidikan Terakhir STM 96,67% 80% D1 3,33% 0% D2 0% 3,33% D3 0% 10% S1 0% 6,67% II. Perilaku Responden Kebiasaan Merokok / Hari Tidak Merokok 23,33% 23,33% < 6 Batang 16,67% 20%

Upload: trinhxuyen

Post on 06-Jul-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

41

Bab V Hasil dan Pembahasan

Studi lapangan mengenai analisis risiko kesehatan terhadap pajanan debu telah

dilakukan mulai Januari sampai dengan Februari 2008 di PT. X. Penelitian ini

dilakukan di PT. X, karena berdasarkan hasil survei, perusahaan ini memiliki

sumber bahaya debu yang berpotensi menurunkan tingkat kesehatan paru-paru

pekerja.

Subjek yang diteliti dibagi menjadi 2 bagian yaitu kelompok terpajan yang terdiri

dari pekerja bengkel Cor 1 dan Cor 2, serta pekerja di bagian Perkakas tempa

yang masing-masing berjumlah 30 orang. Penentuan sampel sebanyak masing-

masing 30 orang, dikarenakan berbagai keterbatasan dalam penelitian ini. Sampel

yang dimasukan dalam penelitian adalah laki-laki berusia 20-55 tahun yang

merupakan usia kerja dengan masa kerja minimal 2 tahun di bagian bengkel yang

sama (khusus kelompok terpajan), serta mampu melakukan uji paru-paru. Tidak

dimasukkan ke dalam penelitian ini jika terdapat pekerja dengan riwayat

pekerjaan yang mengandung bahaya debu silika di tempat kerjanya terdahulu,

seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang

dapat mempengaruhi uji fungsi paru-paru yang akan dinilai (Yunus, 1996).

Karakteristik responden yang terlibat dalam penelitian didapatkan berdasarkan

kuesioner. Hasil kuesioner untuk setiap pekerja dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Karakteristik Pekerja PT. X yang Disertakan dalam Penelitian

Kelompok Pekerja Atribut Jawaban Terpajan Tidak

Terpajan I. Data Umum Responden

Jenis Kelamin Laki-laki 100% 100% Kebangsaan Indonesia 100% 100% Pendidikan Terakhir STM 96,67% 80% D1 3,33% 0% D2 0% 3,33% D3 0% 10% S1 0% 6,67%

II. Perilaku Responden Kebiasaan Merokok / Hari Tidak Merokok 23,33% 23,33% < 6 Batang 16,67% 20%

Page 2: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

42

Kelompok Pekerja Atribut Jawaban Terpajan Tidak

Terpajan 6 - 12 Batang 40% 30% > 12 Batang 20% 26,67% Kebiasaan Minum Susu Ya 93,33% 90% Tidak 6,67% 10% Kebiasaan Olah Raga / Bulan Tidak Berolah-raga 30% 23,33% 1 kali 10% 20% 2 kali 6,67% 10% 3 kali 3,33% 6,67% 4 kali 40% 36,66% 5 kali 3,33% 0% 8 kali 6,66% 3,33% Kebiasaan Makan / Hari 1 kali 0% 0% 2 kali 13,33% 23,33% 3 kali 76,67% 70% > 3 kali 10% 6,67% Penggunaan Masker Selama Bekerja Tidak 56,67% 100% Selalu 0% 0% Sesekali 26,66% 0% Saat Banyak Debu 16,67% 0%

III. Atribut Responden Pernah Bekerja di Perusahaan Lain Tidak 83,33% 83,33% Buruh 3,33% 0% Operator Mesin 6,67% 0% Sales 3,33% 0% Office Boy 3,33% 0% Maintenance 0% 6,67% Pengembangan Prod. 0% 3,33% Tekstil (Dyeing) 0% 6,67% Jarak Antara Rumah-Tempat Kerja < 5 Km 70,00% 63,33% 5 - 10 Km 16,67% 10,00% > 10 Km 13,33% 26,67% Cara Pergi ke Tempat Kerja Jalan Kaki 0% 3,33% Naik Angkutan Umum 16,67% 6,67% Naik Sepeda 3,33% Naik Sepeda Motor 80% 90% Naik Mobil 0% 0% Pernah Mengalami Keluhan Kesehatan Tidak 70% 100%

Sesak 3,33% 0% Batuk 26,67% 0% Gangguan Kesehatan Tersebut Ya 25% 0% Masih Diderita Tidak 75% 0%

Berdasarkan Tabel 5.1, terlihat bahwa secara umum karakteristik pekerja

kelompok terpajan dan tidak terpajan debu, memiliki kesamaan satu sama lain,

Tabel 5.1 (lanjutan)

Page 3: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

43

dan memenuhi kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Sehingga dapat diasumsikan

bahwa semua pekerja tersebut layak untuk diikutsertakan dalam penelitian.

Analisis risiko kesehatan yang dilakukan di perusahaan ini meliputi beberapa

tahap antara lain:

• Identifikasi bahaya

• Evaluasi pajanan

• Evaluasi dosis-respon

• Karakterisasi risiko

5.1 Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya dilakukan untuk mengetahui sejauh mana sumber bahaya

dapat membahayakan kesehatan pekerja. Proses identifikasi bahaya dalam

penelitian ini dibagi beberapa tahap, yaitu:

• Analisis bahaya SiO2 terhadap kesehatan

• Menghitung kesepadanan antara kedua kelompok terpajan dan tidak

terpajan debu

• Menentukan nilai indeks bahaya

5.1.1 Bahaya SiO2 Terhadap Kesehatan

Seperti telah disebutkan dalam tinjauan pustaka bahwa SiO2 (kristalin silika)

sangat berbahaya terhadap kesehatan paru-paru. SiO2 dapat masuk ke saluran

pernapasan sehingga dapat menyebabkan fibrosis jaringan paru-paru dan dapat

mempengaruhi volume paru-paru (Yunus, 1997). Beberapa hasil penelitian

menduga bahwa dalam jangka panjang silika dapat menyebabkan kanker, namun

penelitian tersebut masih terus dikembangkan sehingga kristalin silika tidak

termasuk ke dalam tabel tentang daftar bahan yang karsinogenik (NIOSH, 2002).

Dengan demikian kristalin silika merupakan material yang tidak bersifat

karsinogenik sehingga dapat digolongkan ke dalam treshold substances (OSHA,

1997).

Page 4: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

44

Nilai ambang batas (NAB) kristalin silika (quartz) di tempat kerja menurut

ACGIH adalah sebesar 0,05 mg/m3 (NIOSH, 2002). Banyak penelitian yang

menunjukkan bahwa NAB kristalin silika sangat tergantung dari persentase SiO2

dalam debu, sehingga NAB silika berkisar antara 0,1-5 mg/m3 (Sheehy, 1996).

Perhitungan untuk NAB silika dapat diperoleh berdasarkan Persamaan 2.2.

Sehingga berdasarkan persamaan tersebut, untuk mengetahui NAB silika

diperlukan metode X-ray diffraction (XRD) untuk mengetahui persentase SiO2

dalam debu.

5.1.2 Menghitung Kesepadanan Antar Kedua Kelompok

Seperti telah disebutkan dalam tinjauan pustaka, bahwa nilai FEV1.0 seseorang

sangat dipengaruhi oleh banyak faktor (Pringadi, 1992). Untuk membandingkan

nilai FEV1.0 dari kedua kelompok pekerja, maka harus dipastikan bahwa kedua

kelompok pekerja tersebut memiliki karakteristik yang serupa. Penghitungan nilai

kesepadanan antara kedua kelompok dilakukan dengan menggunakan ANOVA

dengan α = 0,05, meliputi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi volume paru-

paru seseorang, yaitu: kebiasaan merokok, tinggi badan, berat badan, lamanya

pajanan (lama kerja) dan usia (Koo et al., 2000). Berdasarkan hal tersebut dapat

ditentukan hipotesis yaitu:

Ho = Tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata parameter untuk kelompok pekerja

terpajan dibandingkan dengan kelompok tidak terpajan.

Ha = Terdapat perbedaan nilai rata-rata parameter untuk kelompok pekerja

terpajan dibandingkan dengan kelompok tidak terpajan.

Sehingga dari hipotesis di atas dapat dibuat kriteria keputusan yaitu:

• Jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima, dan

• Jika F hitung ≥ F tabel, maka Ho ditolak

Hasil ANOVA untuk setiap atribut pekerja selengkapnya dapat dilihat pada Tabel

5.2.

Page 5: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

45

Tabel 5.2 ANOVA Karakteristik Pekerja

Nilai Rata-rata Parameter

Terpajan n=30

Tidak Terpajan

n=30

F hitung

F tabel

P Keterangan

Tinggi Badan (cm) 167,10 165,20 3,468 4,007 0,067 Tidak berbeda

nyata Kebiasaan Merokok 1,57 1,60 0,014 4,007 0,907 Tidak berbeda

nyata Berat Badan (kg) 58,17 62,00 3,371 4,007 0,071 Tidak berbeda

nyata Lama Kerja (thn) 10,10 10,22 0,004 4,007 0,950 Tidak berbeda

nyata Usia (thn) 32,53 33,13 0,072 4,007 0,789 Tidak berbeda

nyata Keterangan : α = 0,05

Berdasarkan Tabel 5.2 terlihat bahwa nilai F hitung untuk parameter tinggi badan,

kebiasaan merokok, berat badan, lamanya pajanan (lama kerja) dan usia lebih

kecil dari F tabel. Dengan demikian Ho diterima, yang artinya tidak terdapat

perbedaan yang nyata antara nilai rata-rata seluruh parameter tersebut untuk

kelompok pekerja terpajan dibandingkan dengan kelompok pekerja tidak terpajan.

Nilai rata-rata FEV1.0 untuk kelompok tidak terpajan dan kelompok terpajan

masing-masing 3,70 dan 3,26 liter. Nilai tersebut kemudian dibandingkan dengan

menggunakan ANOVA (α=0,05), sehingga didapatkan hipotesis sebagai berikut:

Ho = Tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata FEV1.0 untuk kelompok pekerja

terpajan dibandingkan dengan kelompok tidak terpajan.

Ha = Terdapat perbedaan nilai rata-rata FEV1.0 untuk kelompok pekerja

terpajan dibandingkan dengan kelompok tidak terpajan.

Sehingga dari hipotesis di atas dapat dibuat kriteria keputusan yaitu:

• Jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima, dan

• Jika F hitung ≥ F tabel, maka Ho ditolak

Perbandingan nilai FEV1.0 antara kedua kelompok tersebut dapat dilihat pada

Tabel 5.3.

Page 6: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

46

Tabel 5.3 Rata-rata FEV1.0 Kelompok Tidak Terpajan dan Kelompok Terpajan

Nilai Rata-rata Parameter

Terpajan n=30

Tidak Terpajan

n=30

F hitung

F tabel P Keterangan

FEV1.0 (liter) 3,26 3,70 8,853 4,007 0,004 Berbeda nyata

Keterangan : α = 0,05

Dari Tabel 5.3 diperoleh nilai F hitung sebesar 8,853, sehingga jika dibandingkan

dengan F tabel sebesar 4,007, maka nilai F hitung > dari F tabel. Dengan

demikian Ho ditolak, artinya terdapat perbedaan nilai rata-rata FEV1.0 untuk

kelompok pekerja terpajan dibandingkan dengan kelompok tidak terpajan.

Menurut Dirgawati (2007), semakin besar nilai FEV1.0 seseorang, maka semakin

baik tingkat kesehatan paru-parunya, sebaliknya semakin kecil nilai FEV1.0, maka

semakin buruk tingkat kesehatan paru-parunya.

Berdasarkan Tabel 5.2 dan 5.3, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai

FEV1.0 yang signifikan antara kedua kelompok pekerja terpajan dan tidak terpajan

debu silika, yang keduanya memiliki karakteristik yang serupa. Untuk mengetahui

sejauh mana bahaya debu terhadap tingkat kesehatan pekerja, maka dilakukan

analisis risiko kesehatan secara kuantitatif yaitu dengan menghitung indeks

bahaya.

5.1.3 Indeks Bahaya

Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari nilai HQ (hazard quotient)

terlebih dahulu dengan menggunakan Persamaan 3.1. Berdasarkan persamaan

tersebut, terlihat bahwa HQ merupakan hasil bagi antara ADD (average daily

dose) dengan RfD (reference dose) atau dikenal dengan NAB. Dalam penelitian

ini ADD dapat diketahui dengan menggunakan persamaan intake partikulat

(Persamaan 4.2).

Page 7: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

47

Sedangkan NAB silika didapatkan dengan menggunakan Persamaan 2.2. Karena

berbagai keterbatasan dalam penelitian ini, maka pemeriksaan kandungan debu

hanya dilakukan terhadap 3 sampel yang berasal dari 3 tempat yang berbeda yaitu

gedung Cor 1, gedung Cor 2 dari kelompok terpajan, dan gedung Perkakas tempa

dari kelompok tidak terpajan. Pengukuran kandungan silika dalam debu,

dilakukan di Pusat Survei Geologi dengan metode XRD. Hasil pengukuran silika

dengan XRD untuk ketiga tempat tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.4

Tabel 5.4 Hasil Analisis SiO2 dengan Metode XRD

Tempat Jenis Silika Persentase Kristalin Silika dalam Debu

Sampel Gedung Cor 1 Quartz 43,8 %

Sampel Gedung Cor 2 Quartz 80,7 %

Sampel Gedung Perkakas tempa Low Quartz 55,8 %

Pada Tabel 5.4 terlihat bahwa kandungan SiO2 di Cor 2 memiliki persentase

tertinggi yaitu 80,7 % diikuti oleh bagian Perkakas tempa dan Cor 1 masing-

masing 55,8 % dan 43,8 %. Dari Tabel terlihat juga bahwa persentase SiO2 untuk

bagian Cor 1 (kelompok terpajan) lebih kecil dibandingkan dengan persentase

SiO2 di bagian Perkakas tempa (kelompok tidak terpajan). Hal ini kemungkinan

disebabkan hasil metode XRD kurang akurat terutama untuk jumlah debu yang

sedikit (NIOSH, 2002).

Dengan menggunakan Persamaan 2.2, maka didapatkan NAB untuk masing-

masing tempat (Tabel 5.5).

Tabel 5.5 NAB Silika untuk Ketiga Tempat Penelitian

Tempat NAB (mg/m3)

Sampel Gedung Cor 1 0,218

Sampel Gedung Cor 2 0,120

Sampel Gedung Perkakas tempa 0,173

Berdasarkan Tabel 5.5, terlihat bahwa NAB silika di gedung Cor 2 memiliki

konsentrasi terendah, yaitu 0,120 mg/m3, diikuti oleh NAB silika di gedung

Page 8: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

48

Perkakas tempa dan Cor 1, masing-masing 0,173 dan 0,218 mg/m3. Dengan

demikian, dapat diasumsikan bahwa kandungan debu silika pada pekerja Cor 2

lebih berbahaya dibandingkan dengan kandungan debu silika di Perkakas tempa

dan Cor 1.

Untuk mendapatkan nilai NAB dalam satuan (mg/kg.hari), maka dilakukan

pendekatan dengan menggunakan rumus intake dari Persamaan 3.2. Hasil lengkap

hubungan antara ADD, RfD, HQ dan HI untuk masing-masing sampel pada kedua

kelompok dapat dilihat pada Lampiran B, sedangkan grafik rata-rata HI untuk

setiap kelompok terpajan dan tidak terpajan dapat dilihat pada Gambar 5.1.

30,74

0,380,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

Inde

ks B

ahay

a

TerpajanTidak Terpajan

Gambar 5.1 Perbandingan Nilai Indeks Bahaya Untuk

Kelompok Terpajan dan Tidak Terpajan

Dari Gambar 5.1 terlihat bahwa rata-rata nilai HI untuk kelompok terpajan yaitu

sebesar 30,74. Karena nilai HI lebih besar dari 1, maka pekerjaan yang dilakukan

oleh pekerja kelompok terpajan termasuk ke dalam pekerjaan yang

membahayakan kesehatan paru-paru. Sedangkan nilai HI untuk kelompok tidak

terpajan yaitu 0,38, sehingga dapat asumsikan bahwa aktivitas yang dilakukan di

kelompok tersebut tidak membahayakan kesehatan paru-paru pekerja (Gratt,

1996).

Page 9: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

49

5.2 Evaluasi Pajanan

Evaluasi pajanan dilakukan dengan cara menganalisis proses kerja yang dapat

menimbulkan sumber bahaya debu terhadap pekerja. Analisis dilakukan secara

deskriptif terhadap proses yang terdapat dalam tempat kerja yang dianggap

berbahaya, berdasarkan nilai indeks bahaya (HI > 1). Dengan demikian, evaluasi

pajanan hanya dilakukan terhadap pekerja dari bagian Cor 1 dan Cor 2.

5.2.1 Evaluasi Pajanan Cor 1

Cor 1 merupakan tempat pengecoran logam terutama logam berukuran besar.

Secara umum proses yang terjadi di Cor 1 antara lain: melting (proses pelelehan

logam), pencetakan logam, dan finishing. Proses pencetakan logam di tempat ini

terdiri atas dua bagian utama, yaitu disamatic line (dise line) dan furan line.

Denah ruangan Cor 1 secara umum dapat dilihat pada Gambar 5.2.

1'-2 1/4"

Disamatic Line

Furan Line

Melting Finishing

Shake Out

Shake Out

Gambar 5.2 Denah Ruangan Cor 1

Berdasarkan Gambar 5.2, terlihat bahwa bagian pencetakan logam terletak

diantara bagian melting dan finishing. Dari hasil pengamatan, terlihat bahwa

Page 10: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

50

bagian pencetakan logam berpotensi memajani pekerja terhadap debu, sehingga

pada bagian ini terdapat 2 buah sistem ventilasi lokal (LEV) yang masing-masing

ditempatkan di bagian shake out disamatic dan furan line. Gedung ini memiliki

luas kurang lebih 5700 m2, dengan jumlah pekerja sekitar 76 orang. Hasil

pengukuran terhadap faktor fisik lingkungan kerja selama penelitian di Cor 1

dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Faktor Fisik Lingkungan Kerja Cor 1 Selama Penelitian

Faktor Fisik Lingkungan Kerja Min. Max.

Kecepatan Angin (m/detik) 0 1,3

Temperatur Ruangan (oC) 30 34

Kelembaban (%) 51 82

Tekanan Udara (mmHg) 638 640

Dari Tabel 5.6 terlihat bahwa kecepatan angin tergolong cukup rendah yaitu

berkisar 0 sampai 1,3 m/detik. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa

sumber bahaya debu lebih terpusat pada proses yang menghasilkan debu, yaitu di

bagian disamatic line dan furan line.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, penggunaan APD masker oleh pekerja yang

berada di tempat ini tidak dilakukan secara konsisten. Hasil wawancara

berdasarkan kuesioner terhadap 15 orang pekerja, menyatakan bahwa 67%

pekerja selama bekerjanya tidak menggunakan masker, 20% menyatakan sesekali

memakai masker, sedangkan 13% lainnya menyatakan memakai masker jika

diperlukan (Gambar 5.3).

Page 11: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

51

n=15

Tidak menggunakan

masker67%

Sesekali20%

Selalu menggunakan

masker0%

Saat banyak debu13%

Gambar 5.3 Hasil Kuesioner Penggunaan Masker pada Pekerja Cor 1

Berdasarkan Gambar 5.3, sebagian besar pekerja di Cor 1 tidak menggunakan

APD masker selama bekerja. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa salah

satu sumber bahaya dominan yang berada di tempat ini adalah debu. Debu

dihasilkan oleh proses pencetakan logam, terutama berasal dari pasir kuarsa dan

bentonit yang digunakan sebagai bahan cetakan logam (Labaik, 2008). Debu

silika dapat masuk ke tubuh pekerja melalui inhalasi. Menurut Pudjiastuti tahun

2002, debu respirabel akan masuk melalui inhalasi ke saluran pernapasan pekerja,

dan akan mengendap di alveoli. Dengan demikian, pekerja yang tidak

menggunakan APD masker akan sangat berpotensi terpajan debu silika yang

berasal dari proses produksi.

Berdasarkan hal tersebut, maka pengukuran lebih difokuskan terhadap 15 orang

pekerja yang tidak menggunakan APD dan tersebar di bagian disamatic line dan

furan line. Hal ini sesuai dengan konsep maximum risk employees tentang strategi

pengukuran pajanan, dimana pekerja yang diukur adalah pekerja yang

diasumsikan memiliki pajanan debu terbanyak (OSHA, 2008).

Page 12: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

52

5.2.1.1 Disamatic Line

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa disamatic line merupakan salah satu

unit dalam pencetakan logam di Cor 1. Proses pengecoran logam di disamatic line

dilakukan secara semi otomatis dengan menggunakan mesin disamatic. Secara

umum, proses ini dikendalikan oleh pekerja yang berada di ruang kontrol utama.

Sejumlah pekerja lainnya berada di luar ruang kontrol utama bertugas mengawasi

proses kerja, mengoperasikan mesin di luar ruang kontrol, serta secara langsung

terlibat dalam proses pencetakan logam. Hasil pengamatan terhadap proses kerja

yang terjadi di bagian disamatic line dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Selama pengamatan, pekerja yang dijadikan subjek penelitian adalah pekerja yang

selama bekerja tidak menggunakan APD masker. Konsentrasi debu respirabel

untuk pekerja di bagian disamatic line dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Konsentrasi Debu Silika Respirabel pada Pekerja Bagian

Disamatic Line

Kode Pekerja

Konsentrasi Debu Silika Respirabel

(mg/m3) Jenis Kerja

Rata-rata Konsentrasi Debu Silika Respirabel

(mg/m3) D1 0,124 D2 0,129 D3 0,146

Shake out 0,133

D4 0,104 D5 0,115 D6 0,105

Operator mesin 0,108

Pada Tabel 5.7 terlihat bahwa terdapat 6 orang pekerja yang dijadikan sebagai

sampel di bagian disamatic line. Pekerja dengan kode D1, D2, D3 terlibat

langsung dalam proses shake out, sedangkan pekerja dengan kode D4, D5, D6

tidak terlibat langsung dalam proses shake out (bekerja sebagai operator mesin).

Berdasarkan Tabel 5.7, terlihat pula bahwa konsentrasi debu silika respirabel

tertinggi ditemukan pada pekerja D3 yang bekerja di bagian shake out, yaitu 0,146

mg/m3. Rata-rata konsentrasi debu silika respirabel untuk pekerja di bagian ini

menunjukkan nilai lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi rata-rata debu

Page 13: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

53

silika respirabel untuk pekerja di bagian operator mesin, masing-masing 0,133 dan

0,108 mg/m3. Proses shake out dilakukan dengan cara vibrasi terhadap cetakan

dan logam secara bersamaan dengan menggunakan mesin. Para pekerja yang

bekerja di tempat ini bertugas untuk membantu memisahkan antara barang

setengah jadi dengan cetakan pasir. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

proses ini merupakan proses utama yang berpotensi memajani pekerja bagian

disamatic line dengan sumber bahaya debu silika.

Intake (ADD) debu silika respirabel dihitung untuk memperkirakan konsentrasi

yang masuk melalui inhalasi ke dalam tubuh pekerja di bagian disamatic line.

Nilai ADD pada setiap pekerja dapat dilihat di Tabel 5.8.

Tabel 5.8 ADD Debu Silika Respirabel pada Pekerja Bagian

Disamatic Line

Kode Pekerja

ADD Debu Silika Respirabel

(mg/kg.hari) Jenis Kerja

Rata-rata ADD Debu Silika Respirabel

(mg/m3) D1 0,018 D2 0,022 D3 0,019

Shake out 0,020

D4 0,012 D5 0,016 D6 0,014

Operator mesin 0,014

Berdasarkan Tabel 5.8 terlihat bahwa pekerja dengan kode D2 memiliki nilai

intake tertinggi, yaitu 0,022 mg/kg.hari. Berbeda dengan hasil sebelumnya,

konsentrasi debu silika respirabel tertinggi diperoleh oleh pekerja dengan kode

D3. Hal ini disebabkan berdasarkan Persamaan 4.2 nilai ADD dipengaruhi oleh

beberapa hal, salah satunya berat badan dan lama kerja. Berdasarkan Lampiran B

diketahui bahwa lama kerja untuk kedua pekerja tersebut sama, yaitu 7 tahun,

sedangkan berat badan pekerja dengan kode D2 lebih kecil dibandingkan dengan

berat badan pekerja D3. Karena hal tersebut nilai intake pekerja D2 lebih besar

dibandingkan dengan nilai intake debu untuk pekerja D3.

Secara umum rata-rata intake debu silika pekerja di bagian shake out adalah 0,02

mg/kg.hari. Hal ini menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai

Page 14: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

54

rata-rata intake debu silika untuk pekerja yang tidak terlibat shake out, yaitu 0,014

mg/kg.hari. Berdasarkan hal tersebut dapat diasumsikan bahwa kelompok pekerja

yang terlibat proses shake out akan memiliki nilai FEV1.0 yang lebih kecil

dibandingkan dengan pekerja yang tidak terlibat langsung proses shake out. Hal

ini sesuai dengan pendapat Koo et.al (2000), bahwa semakin besar intake terhadap

debu, maka nilai FEV1.0 akan semakin kecil.

5.2.1.2 Furan Line

Furan line merupakan unit lain di Cor 1 yang berfungsi dalam proses pencetakan

logam. Bagian ini terdiri atas 20 orang pekerja yang memiliki tugas spesifik untuk

masing-masing proses kerja. Pengamatan dilakukan terhadap 9 orang pekerja

yang selama pekerjaannya tidak menggunakan APD masker. Proses kerja yang

terjadi di bagian furan line dilakukan secara semi otomatis. Secara umum proses

kerja di bagian furan line dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Berbeda dengan proses di disamatic line, proses pencetakan logam yang terjadi di

furan line disebut juga dengan teknik kering. Hal ini disebabkan pada proses

pembuatan cetakan tidak digunakan air dan bentonit, tetapi digunakan binder yang

berasal dari senyawa alkohol. Konsentrasi debu silika respirabel untuk masing-

masing pekerja di bagian furan line dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9 Konsentrasi Debu Silika Respirabel pada Pekerja Bagian Furan Line

Kode Pekerja

Konsentrasi Debu Silika Respirabel

(mg/m3) Jenis Kerja

Rata-rata Konsentrasi Debu Silika Respirabel

(mg/m3) F1 0,573 F2 0,346 Shake out 0,460

F3 0,383 F4 0,155 F5 0,193

Membuka cetakan &

Persiapan pola

0,244

F6 0,050 F7 0,139 Pengisian pasir 0,094

F8 0,038 F9 0,092 Setting cetakan 0,065

Page 15: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

55

Berdasarkan Tabel 5.9 terlihat bahwa terdapat 9 orang pekerja yang dijadikan

sebagai sampel di bagian furan line. Dari Tabel 5.9, terlihat pula bahwa

konsentrasi debu silika respirabel untuk pekerja di bagian ini cukup beragam. Hal

tersebut disebabkan pekerja di bagian ini memiliki jenis pekerjaan yang spesifik

untuk setiap pekerjanya. Pekerja dengan kode F1 dan F2 bekerja di bagian shake

out, pekerja F3, F4 dan F5 bekerja membuka cetakan dan persiapan pola, pekerja

F6 dan F7 bekerja mengisi pasir (bahan cetakan) dari mixer sedangkan pekerja F8

dan F9 bertugas mengatur (setting) cetakan.

Sama halnya dengan proses disamatic line, pekerja yang paling berpotensi

terpajan debu di furan line adalah pekerja yang melakukan proses shake out. Hal

ini ditunjukkan oleh konsentrasi debu silika respirabel pekerja F1 yang bekerja di

bagian ini yaitu 0,573 mg/m3. Sedangkan rata-rata konsentrasi debu silika

respirabel pada pekerja yang melakukan aktivitas ini, yaitu 0,46 mg/m3.

Proses lain yang berpotensi memajani pekerja dengan debu adalah proses

membuka cetakan dan persiapan pola. Pada proses ini terlihat sejumlah debu

mengumpul pada zona pernapasan pekerja. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata

konsentrasi debu silika respirabel di tempat ini yaitu 0,244 mg/m3. Sedangkan

konsentrasi rata-rata debu silika respirabel pada pekerja dengan jenis kerja

pengisian pasir dan setting cetakan masing-masing menunjukkan konsentrasi

0,094 dan 0,065 mg/m3.

Intake (ADD) debu silika respirabel dihitung untuk memperkirakan konsentrasi

yang masuk melalui inhalasi ke dalam tubuh pekerja di bagian furan line. Nilai

ADD pada setiap pekerja dapat dilihat di Tabel 5.10.

Page 16: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

56

Tabel 5.10 ADD Debu Silika Respirabel pada Pekerja Bagian Furan Line

Kode Pekerja

ADD Debu Silika Respirabel

(mg/kg.hari) Jenis Kerja

ADD Konsentrasi Debu Silika Respirabel

(mg/kg.hari) F1 0,106 F2 0,055 Shake out 0,080

F3 0,066 F4 0,023 F5 0,035

Membuka cetakan & Persiapan pola

0,041

F6 0,010 F7 0,025 Pengisian pasir 0,018

F8 0,006 F9 0,012 Setting cetakan 0,009

Sama halnya dengan konsentrasi debu silika respirabel, berdasarkan Tabel 5.10

nilai intake untuk pekerja yang bekerja di bagian shake out (F1), tetap

menunjukkan nilai tertinggi, yaitu 0,106 mg/kg.hari. Secara keseluruhan urutan

rata-rata konsentrasi debu silika respirabel menunjukkan urutan yang sama dengan

rata-rata intake untuk setiap kelompok kerja. Nilai rata-rata intake untuk setiap

jenis kerja yaitu 0,080, 0,041, 0,018, dan 0,009 mg/kg.hari, masing-masing untuk

pekerja di bagian shake out, persiapan pola, pengisian pasir, dan setting cetakan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pekerja dengan jenis kerja shake out

memiliki kecenderungan tertinggi untuk terkena penyakit pernapasan akibat kerja

di bagian disamatic line. Pajanan debu silika secara terus menerus akan

menimbulkan fibrosis paru-paru yang akan menimbulkan silikosis (NIOSH,

2002).

5.2.2 Evaluasi Pajanan Cor 2

Cor 2 merupakan salah satu tempat pengecoran yang terdapat di PT. X. Gedung

Cor 2 terletak di sebelah barat dari Cor 1, dan merupakan gedung yang pertama

didirikan. Denah Cor 2 secara umum dapat dilihat pada Gambar 5.4.

Page 17: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

57

Gambar 5.4 Denah Ruangan Cor 2

Berdasarkan Gambar 5.4 terlihat bahwa proses pencetakan logam terletak diantara

bagian finishing dan melting. Berbeda dengan kondisi ruang kerja di Cor 1, pada

gedung Cor 2 tidak dilengkapi dengan sistem ventilasi lokal (LEV), namun

gedung ini memiliki banyak jendela di sepanjang salah satu sisinya yang selalu

dibiarkan terbuka selama proses kerja berlangsung. Gedung ini memiliki luas

kurang lebih 2800 m2 dengan jumlah pekerja 52 orang. Hasil pengukuran terhadap

faktor fisik di lingkungan kerja selama penelitian di Cor 2 dapat dilihat pada Tabel

5.11.

Tabel 5.11 Faktor Fisik Lingkungan Kerja Cor 2 Selama Penelitian

Faktor Fisik Lingkungan Kerja Min. Max.

Kecepatan Angin (m/detik) 0 1,1

Temperatur Ruangan (oC) 24 32

Kelembaban (%) 40 81

Tekanan Udara (mmHg) 638,04 639,31

Dari Tabel 5.11 terlihat bahwa kecepatan angin di tempat tersebut berkisar antara

0 sampai dengan 1,1 m/detik. Dengan demikian sama seperti di Cor 1 bahwa

tempat ini memiliki kecepatan angin yang rendah, sehingga sumber bahaya debu

yang dihasilkan oleh suatu proses cenderung berkumpul dekat dengan sumber

Page 18: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

58

bahaya. Hasil kuesioner penggunaan APD pada pekerja Cor 2 selengkapnya dapat

dilihat pada Gambar 5.5.

n=15

Tidak menggunakan

masker47%

Sesekali33%

Selalu menggunakan

masker0%Saat banyak

debu20%

Gambar 5.5 Hasil Kuesioner Penggunaan Masker pada Pekerja Cor 2

Berdasarkan kuesioner pada pekerja Cor 2, masker yang disediakan oleh

perusahaan sebagian besar tidak digunakan. Sebanyak 47% pekerja menyatakan

bahwa selama bekerja tidak menggunakan masker, 33% menyatakan sesekali

memakai masker, sedangkan 20% lainnya menyatakan memakai masker jika

diperlukan. Berdasarkan hasil kuesioner tersebut dapat diasumsikan bahwa

pekerja di bagian proses pencetakan logam di Cor 2 berpotensi terpajan debu

silika dari proses produksi.

Sama halnya dengan Cor 1, di tempat ini juga terdapat 3 proses utama dalam

proses pengecoran logam, yaitu: melting (proses pelelehan logam), pencetakan

logam, dan finishing. Perbedaannya adalah pengecoran di Cor 2 dilakukan dalam

skala yang lebih kecil dibandingkan dengan Cor 1, selain itu proses pencetakan

logam yang dilakukan di bagian ini sebagian besar dilakukan secara manual.

Page 19: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

59

Proses kerja yang berpotensi menghasilkan debu di tempat ini berasal dari proses

pencetakan logam. Berdasarkan jenis kerjanya, proses pencetakan logam dibagi

menjadi 2 kelompok kerja, yaitu: kelompok olah pasir dan kelompok cetak pasir.

Proses kerja secara keseluruhan dalam pencetakan logam di Cor 2 dapat dilihat

pada Gambar 3.3.

Proses kerja di Cor 2 termasuk ke dalam proses basah, karena menggunakan air

dan bentonit sebagai bahan dasar cetakan. Dengan demikian, proses ini memiliki

kesamaan dengan proses kerja yang dilakukan di bagian disamatic line Cor 1.

5.2.2.1 Olah Pasir

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa bagian olah pasir terdiri atas 4

orang dan masing-masing memiliki jenis pekerjaan yang relatif sama. Seperti

telah dijelaskan sebelumnya bahwa proses pencetakan logam di Cor 2 secara

umum masih dilakukan secara manual.

Dari Gambar 3.3, tampak bahwa aktivitas utama yang dilakukan oleh bagian ini

antara lain: proses pencampuran antara pasir baru dan pasir bekas ke conveyor,

penambahan bahan cetakan secara manual ke dalam mixer, dan penurunan bahan

cetakan ke mesin cetak. Konsentrasi debu respirabel untuk pekerja di bagian olah

pasir dapat dilihat pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12 Konsentrasi Debu Silika Respirabel pada Pekerja Bagian Olah Pasir

Kode Pekerja

Konsentrasi Debu Silika Respirabel

(mg/m3) Jenis Kerja

Rata-rata Konsentrasi Debu Silika Respirabel

(mg/m3) O1 1,921 O2 2,188 O3 2,052 O4 1,804

Pencampuran, penambahan pasir,

serta penurunan bahan cetakan.

1,991

Berdasarkan Tabel 5.12, terlihat bahwa konsentrasi debu silika respirabel untuk

aktivitas olah pasir berkisar antara 1,804 sampai dengan 2,188 mg/m3, dengan

rata-rata.1,991 mg/m3. Dari konsentrasi tersebut dapat disimpulkan bahwa

Page 20: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

60

kegiatan olah pasir merupakan kegiatan yang lebih berbahaya dibandingkan

dengan dengan kegiatan pengecoran di bagian disamatic line maupun furan line

yang memiliki konsentrasi masing-masing 0,120 dan 0,219 mg/m3. Seperti telah

disebutkan sebelumnya bahwa setiap pekerja yang bertugas di bagian olah pasir

memiliki jenis kerja yang sama, yaitu pencampuran pasir baru dan pasir bekas,

penambahan bahan cetakan ke dalam mixer, penurunan bahan cetakan ke roda,

serta bersama-sama dengan bagian cetak pasir melakukan pembongkaran cetakan

pasir (shake out manual). Hal ini terlihat dari Tabel 5.12 bahwa konsentrasi debu

silika respirabel untuk masing-masing pekerja menunjukkan nilai yang hampir

sama.

Tingginya rata-rata konsentrasi debu di bagian ini kemungkinan disebabkan ketiga

aktivitas yang dilakukan oleh para pekerja sangat berpotensi menimbulkan bahaya

debu. Proses pemindahan pasir baru dan bekas ke conveyor dilakukan secara

manual dengan menggunakan sekop sehingga terlihat sejumlah debu berkumpul

pada proses ini. Sama halnya dengan proses pemindahan pasir, proses

penambahan bahan ke mixer juga sangat berpotensi menghasilkan debu. Aktivitas

ini dilakukan dengan cara memasukan bahan (bentonit) menggunakan sekop kecil

ke dalam mixer yang sedang beroperasi, sehingga debu yang dihasilkan sangat

dekat dengan zona pernapasan pekerja. Sedangkan aktivitas pengambilan pasir

dari mixer dilakukan dengan menggunakan roda.

Intake (ADD) debu silika respirabel dihitung untuk memperkirakan konsentrasi

yang masuk melalui inhalasi ke dalam tubuh pekerja di kelompok olah pasir. Nilai

ADD pada setiap pekerja dapat dilihat di Tabel 5.13.

Tabel 5.13 ADD Debu Silika Respirabel pada Pekerja Bagian Olah Pasir

Kode Pekerja

ADD Debu Silika Respirabel

(mg/kg.hari) Jenis Kerja

ADD Konsentrasi Debu Silika Respirabel

(mg/kg.hari) O1 0,345 O2 0,355 O3 0,425 O4 0,256

Pencampuran, penambahan pasir,

dan penurunan bahan cetakan.

0,345

Page 21: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

61

Berdasarkan Tabel 5.13 terlihat bahwa pekerja dengan kode O3 memiliki intake

tertinggi, yaitu 0,425 mg/kg.hari. Berbeda dengan hasil sebelumnya, konsentrasi

debu silika respirabel tertinggi diperoleh oleh pekerja dengan kode O2. Perbedaan

ini disebabkan oleh perbedaan berat badan antara kedua pekerja tersebut

(Lampiran B), di mana berat badan pekerja dengan kode O2 lebih besar

dibandingkan dengan berat badan O3, masing-masing 55 dan 46 kg.

Secara umum nilai intake rata-rata debu silika respirabel untuk kelompok ini

adalah 0,345 mg/kg.hari. Nilai ini lebih tinggi dari rata-rata intake debu silika

respirabel di bagian disamatic line dan furan line, yaitu 0,017 dan 0,038

mg/kg.hari. Dengan demikian, pekerja yang bertugas di bagian ini lebih

berpotensi terkena penyakit paru-paru akibat kerja, dibandingkan dengan

kelompok pekerja di Cor 1.

5.2.2.2 Cetak Pasir

Proses cetak pasir merupakan lanjutan dari proses olah pasir (Gambar 5.12).

Pekerja di kelompok ini berjumlah kurang lebih 20 orang. Berdasarkan Gambar

5.12, aktivitas utama pekerja di bagian ini antara lain: membuat cetakan logam di

mesin Jolt-quis (mesin cetak), penghalusan dan setting cetakan dan proses

pengecoran logam. Proses pembuatan dan penghalusan cetakan dilakukan oleh

pekerja tertentu, sedangkan proses pengecoran logam dilakukan dengan

menggunakan crane secara bersama-sama oleh semua pekerja yang ada di bagian

ini. Hasil debu silika respirabel untuk kelompok ini dapat dilihat pada Tabel 5.14.

Tabel 5.14 Konsentrasi Debu Silika Respirabel pada Pekerja Bagian Cetak Pasir

Kode Pekerja

Konsentrasi Debu Silika Respirabel

(mg/m3) Jenis Kerja

Rata-rata Konsentrasi Debu Silika Respirabel

(mg/m3) C1 1,862 C2 1,474 C3 1,435 C4 1,698 C5 1,225

Pencetakan pasir 1,539

Page 22: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

62

Kode Pekerja

Konsentrasi Debu Silika Respirabel

(mg/m3) Jenis Kerja

Rata-rata Konsentrasi Debu Silika Respirabel

(mg/m3) C6 1,359 C7 1,182 C8 1,335 C9 0,801 C10 1,032

Penghalusan cetakan pasir 1,142

C11 0,065 Crane 0,065

Berdasarkan Tabel 5.14, terlihat bahwa terdapat 11 orang pekerja yang dijadikan

sebagai sampel di bagian cetak pasir. Pekerja yang dijadikan sampel di bagian ini

memiliki jenis pekerjaan yang berbeda. Pekerja dengan kode C1, C2, C3, C4, C5

melakukan pencetakan pasir, pekerja dengan kode C6, C7, C8, C9, C10

melakukan penghalusan cetakan pasir, sedangkan pekerja dengan kode C11

bekerja sebagai operator crane. Berdasarkan pengamatan, pekerja dengan kode C1

sampai dengan C10 melakukan akvitas tambahan bersama dengan pekerja bagian

olah pasir yaitu pembongkaran cetakan pasir (shake out manual), sedangkan

pekerja C11 tidak terlibat langsung dalam proses shake out.

Konsentrasi debu silika respirabel tertinggi didapatkan oleh pekerja yang

melakukan pencetakan pasir (C1), dengan konsentrasi 1,862 mg/m3. Rata-rata

konsentrasi debu silika respirabel pada pekerja cetak pasir menunjukkan

konsentrasi tertinggi yaitu 1,539 mg/m3. Dengan demikian, proses ini merupakan

proses yang sangat potensial menghasilkan debu di bagian olah pasir. Proses

pencetakan pasir dilakukan dengan cara memasukan pasir ke dalam pola cetakan,

kemudian diproses dengan cara digetarkan. Ketika cetakan digetarkan, debu yang

terdapat di cetakan berpotensi terlepas dan masuk melalui inhalasi ke saluran

pernapasan pekerja.

Proses lain yang berpotensi memajani pekerja dengan debu, adalah proses

penghalusan cetakan. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata konsentrasi debu silika

respirabel pada pekerja di bagian ini, yaitu 1,142 mg/m3. Berdasarkan

pengamatan, proses penghalusan cetakan dilakukan secara manual dengan

Tabel 5.14 (lanjutan)

Page 23: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

63

bantuan sekop kecil dan kompresor, sehingga pada saat penghalusan, terdapat

sejumlah debu berkumpul dekat dengan zona pernapasan pekerja.

Konsentrasi debu silika respirabel yang terendah di bagian ini didapatkan oleh

pekerja T15 yang bekerja sebagai operator crane, yaitu 0,065 mg/m3. Pekerja

bagian ini bertugas untuk membantu mengangkat cetakan pada saat proses

pencetakan dan penghalusan cetakan dengan cara mengoperasikan crane dari

ketinggian 7 meter di atas permukaan lantai. Sehingga semakin tinggi dan jauh

posisi pekerja dari sumber bahaya debu, maka kemungkinan terpajan debu akan

semakin kecil.

Intake (ADD) debu silika respirabel dihitung untuk memperkirakan konsentrasi

yang masuk melalui inhalasi ke dalam tubuh pekerja di kelompok cetak pasir.

Nilai ADD pada setiap pekerja dapat dilihat di Tabel 5.15.

Tabel 5.15 ADD Debu Silika Respirabel pada Pekerja Bagian Cetak Pasir

Kode Pekerja

ADD Debu Silika Respirabel

(mg/kg.hari) Jenis Kerja

ADD Konsentrasi Debu Silika Respirabel

(mg/kg.hari) C1 0,328 C2 0,238 C3 0,253 C4 0,317 C5 0,220

Pencetakan pasir

0,271

C6 0,239 C7 0,176 C8 0,195 C9 0,132 C10 0,156

Penghalusan pasir

0,180

C11 0,009 Crane 0,009

Berdasarkan Tabel 5.15, nilai intake debu silika respirabel tertinggi pada bagian

cetak pasir didapatkan pada sampel pekerja C1, yaitu 0,328 mg/kg.hari. Secara

keseluruhan urutan rata-rata konsentrasi debu silika respirabel untuk setiap

kelompok pekerja menunjukkan urutan yang sama dengan nilai rata-rata intake

Page 24: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

64

untuk setiap jenis kerja, yaitu 0,271, 0,180 dan 0,009 mg/kg.hari, masing-masing

untuk pekerja di bagian pembuatan cetakan, penghalusan cetakan, dan operator

crane. Dengan demikian, pekerja di bagian pembuatan cetakan memiliki

kecenderungan tertinggi untuk terkena penyakit paru-paru akibat kerja.

5.3 Evaluasi Dosis-Respon

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap hubungan dosis (intake) debu silika

yang masuk ke sistem pernapasan dengan respon berupa nilai FEV1.0. Analisis ini

bertujuan untuk melihat konsistensi antara intake debu silika dengan respon

FEV1.0 pekerja.

5.3.2 Hubungan antara Dosis Debu Silika dengan Nilai FEV1.0 untuk Setiap Aktivitas Kerja

Analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan dosis-respon, dilakukan dengan

membandingkan antara dosis debu silika dengan respon FEV1.0 untuk setiap

aktivitas kerja. Hubungan antara kedua hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.16.

Tabel 5.16 Hubungan antara Log Dosis Debu Silika dengan FEV1.0

Aktivitas kerja Log Dosis Debu Silika (µg/kg.hari)

FEV1.0 (liter)

Olah Pasir 2,531987 3,18465 Cetak Pasir 2,214794 3,20375 Furan line 1,428624 3,25482 Disamatic line 1,231336 3,46515 Kontrol (Perkakas tempa) 0,352754 3,74723

Dari Tabel 5.16, dibuat grafik hubungan antara dosis debu silika dengan nilai

FEV1.0, setelah itu dihitung nilai koefisien korelasi antara kedua parameter

tersebut (Gambar 5.6).

Page 25: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

65

r = 0,9734

2,80

3,00

3,20

3,40

3,60

3,80

4,00

0 1 2 3Log Dosis (μg/kg.hari)

FEV

1.0

(lite

r)

Gambar 5.6 Hubungan antara Dosis Debu Silika dengan FEV1.0 Pekerja

Berdasarkan Tabel 5.16 dan Gambar 5.6 tampak bahwa nilai FEV1.0 untuk

kelompok pekerja dengan berbagai aktivitas cenderung menurun seiring dengan

meningkatnya dosis yang masuk ke sistem pernapasan pekerja. Korelasi antara

kedua faktor tersebut menunjukkan nilai 0,9734 sehingga hubungan keduanya

tergolong kuat. Hal ini sesuai dengan pendapat Antaruddin tahun 2003, bahwa

semakin besar debu yang masuk ke dalam sistem pernapasan seseorang, maka

nilai FEV1.0 akan semakin kecil.

5.3.2 Hubungan antara Dosis Debu Silika dengan Persentase Penurunan FEV1.0

Untuk mendapatkan kurva dosis respon, maka dilakukan analisis mengenai intake

debu silika dengan persentase penurunan FEV1.0. Karena nilai standar FEV1.0

untuk orang Indonesia masih belum diketahui, maka nilai standar FEV1.0 yang

digunakan adalah volume rata-rata FEV1.0 untuk kelompok tidak terpajan yaitu

sebesar 3,7 liter. Volume rata-rata FEV1.0 kelompok tidak terpajan digunakan

sebagai standar, karena kelompok ini diasumsikan memiliki nilai FEV1.0 yang

Page 26: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

66

normal (cenderung tidak terpajan debu silika; nilai HI<1) serta memiliki

karakteristik yang serupa dengan kelompok terpajan. Hubungan dan kurva dosis-

respon untuk setiap aktivitas kerja dapat dilihat pada Tabel 5.17 dan Gambar 5.7.

Tabel 5.17 Hubungan antara Log Dosis Debu Silika dengan Persentase Penurunan FEV1.0

Aktivitas kerja Log Dosis Debu Silika (μg/kg.hari)

Penurunan FEV1.0 (liter)

Olah Pasir 2,531987 13,94529 Cetak Pasir 2,214794 13,42906 Furan line 1,428624 12,04918 Disamatic line 1,231336 6,36551 Kontrol 0,352754 0

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

0 0,5 1 1,5 2 2,5

Log dosis (μg/kg.hari)

Per

sent

ase

Penu

runa

n FE

V 1.

0 (%

)

Gambar 5.7 Kurva Hubungan Dosis Debu Silika dengan Persentase

Penurunan FEV1.0

Berdasarkan Tabel 5.17 dan Gambar 5.7, terlihat bahwa terdapat konsistensi antar

dosis debu silika yang masuk ke sistem pernapasan pekerja, dengan respon

pekerja berupa penurunan nilai FEV1.0. Penurunan nilai FEV1.0 diduga disebabkan

oleh terjadinya fibrosis di paru-paru pekerja yang terpajan debu. Hal ini sesuai

Page 27: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

67

dengan pendapat Yunus (1997), bahwa silika bebas akan masuk ke saluran

pernapasan pekerja kemudian akan menyebabkan autolisis makrofag dan

mengarah ke terbentuknya jaringan ikat dan pengendapan hialin pada jaringan ikat

tersebut.

5.4 Karakterisasi Risiko

Pada penelitian ini karakterisasi risiko dilakukan dengan cara mengumpulkan

informasi berdasarkan identifikasi bahaya, analisis pajanan, dan analisis dosis-

respon secara deskriptif, sehingga dapat diperkirakan efek debu silika terhadap

kesehatan pekerja PT. X. Sedangkan risiko dinyatakan dengan menghitung risiko

relatif (RR) dengan cara membandingkan kelompok pekerja yang terpajan debu

silika dengan pekerja yang tidak terpajan.

5.4.1 Analisis Pengaruh Debu terhadap Kesehatan Pekerja PT. X

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa penelitian ini dilakukan terhadap dua

kelompok utama pekerja yaitu kelompok terpajan dan kelompok tidak terpajan.

Berdasarkan hasil perhitungan HI, terlihat bahwa pekerja kelompok terpajan

sangat berisiko terhadap menurunnya kesehatan paru-paru. Hal ini ditunjukkan

nilai rata-rata HI untuk kelompok terpajan yaitu 30,74. Nilai rata-rata tersebut

menguatkan bukti bahwa kandungan silika di tempat kerja kelompok terpajan

dapat membahayakan kesehatan pekerja. Keadaan ini terjadi karena pada

kelompok terpajan terdapat sumber bahaya debu silika respirabel yang berasal

dari proses produksi, dengan rata-rata konsentrasi sebesar 0,179 mg/m3 untuk Cor

1 dan 1,428 mg/m3 untuk Cor 2.

Berbeda dengan kelompok terpajan, nilai HI untuk kelompok tidak terpajan

semuanya menunjukkan nilai kurang dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa

kandungan silika yang ada di tempat kerja kelompok tidak terpajan tidak

membahayakan kesehatan paru-paru pekerja.

Page 28: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

68

5.4.1.1 Analisis Pengaruh Debu terhadap Kesehatan Pekerja Cor 1

Berdasarkan hasil perhitungan tampak bahwa nilai rata-rata indeks bahaya untuk

pekerja di bagian disamatic line adalah 2,26, sedangkan nilai rata-rata HI untuk

pekerja dibagian furan line yaitu 4,96. Jika keduanya dibandingkan, terlihat

bahwa nilai HI untuk pekerja di bagian disamatic line lebih kecil dibandingkan

dengan pekerja di bagian furan line. Hal ini dapat diartikan bahwa dosis debu

silika respirabel yang masuk ke saluran pernapasan pekerja lebih besar dari NAB

silika yang telah ditentukan berdasarkan perhitungan. Dengan demikian, maka

pekerja yang berada di bagian furan line lebih berisiko terhadap penyakit paru-

paru akibat kerja dibandingkan dengan bagian disamatic line. Hal ini

kemungkinan disebabkan teknik pencetakan logam yang dilakukan di kedua

bagian ini berbeda.

Teknik pencetakan logam di bagian disamatic line disebut dengan teknik basah,

karena pembuatan cetakan dilakukan dengan menggunakan air dengan bahan

dasar berupa pasir silika, bentonit dan coal. Seperti telah disebutkan pada Bab II,

bahwa pasir silika merupakan bahan dasar cetakan logam dengan kandungan

silika kurang lebih 70% (NIOSH, 2002). Sedangkan bentonit merupakan nama

dagang bahan pengikat yang umum digunakan dalam pasir cetak basah dan

mempunyai kandungan mineral monmorilonit lebih dari 85% dengan rumus

kimianya Al2O3.4SiO2. xH2O (Labaik, 2008). Dari hal tersebut diduga bahwa

sumber silika tidak hanya berasal dari pasir silika saja, tetapi didapatkan juga dari

bahan-bahan lain yang digunakan dalam proses pencetakan logam.

Penggunaan teknik basah dalam pengecoran logam ini kemungkinan akan

mengurangi jumlah debu yang ada di udara. Hal ini disebabkan berat jenis debu

akan meningkat jika kontak dengan air, sehingga debu akan segera jatuh ke lantai

(Olishifski dan McElroy, 1971).

Alasan lain yang menyebabkan HI di bagian disamatic line lebih kecil adalah

sebagian besar proses pembuatan cetakan di bagian disamatic line dilakukan

secara otomatis. Sehingga dibandingkan dengan bagian furan line, kontak antara

Page 29: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

69

sumber bahaya debu melalui inhalasi relatif sedikit. Hal ini ditunjukkan oleh nilai

rata-rata konsentrasi debu silika respirabel untuk kelompok ini yaitu 0,120 mg/m3.

Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata konsentrasi debu silika

respirabel untuk, bagian furan line yaitu 0,215 mg/m3.

Sama halnya dengan bagian disamatic line, bahan utama cetakan pasir di bagian

furan line adalah pasir silika. Perbedaannya pasir ini tidak dicampur dengan

bentonit dan air sehingga disebut teknik kering. Sebagai perekat digunakan binder

yang berasal dari senyawa alkohol.

Konsentrasi debu silika respirabel pada kedua bagian ini juga menggambarkan

tidak efektifnya fasilitas perlindungan terhadap kesehatan paru-paru pekerja.

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa shake out merupakan proses yang

paling potensial menghasilkan debu. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan,

gedung Cor 1 memiliki sistem ventilasi lokal pada kedua mesin shake out yang

ditempatkan di bagian disamatic line dan furan line. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa kinerja alat tersebut sudah tidak optimal. Hal ini ditunjukkan

oleh konsentrasi debu silika respirabel pada pekerja kedua bagian tersebut

tergolong cukup besar yaitu berkisar dari 0,038 mg/m3sampai dengan 0,573

mg/m3.

Nilai intake yang tinggi untuk kedua kelompok pekerja di Cor 1 mengindikasikan

bahwa upaya pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja di tempat tersebut

belum bekerja secara optimal. Hal ini tampak dari belum adanya pengawasan

penggunaan APD pekerja.

Hasil analisis dosis-respon menunjukkan adanya konsistensi antara dosis debu

silika respirabel dengan respon pekerja berupa nilai FEV1.0. Secara umum, nilai

FEV1.0 untuk kedua kelompok disamatic line berkisar antara 2,98 liter sampai

dengan 3,88 liter. Sedangkan untuk kelompok furan line nilai FEV1.0 berkisar

antara 2,12 sampai 4,26 liter.

Page 30: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

70

Berdasarkan hasil analisis terhadap bagian Cor 1 dapat disimpulkan bahwa debu

silika di Cor 1 dapat membahayakan kesehatan pekerja. Hal ini dapat dibuktikan

dengan semakin turunnya nilai FEV1.0 pekerja seiring dengan meningkatnya dosis

debu silika respirabel.

5.4.1.2 Analisis Pengaruh Debu terhadap Kesehatan Pekerja Cor 2

Berdasarkan perhitungan, rata-rata nilai indeks bahaya (HI) untuk kelompok Cor 2

yaitu 65,30. Jika dilihat berdasarkan aktivitas kerja di Cor 2, nilai HI kelompok

olah pasir lebih besar dari nilai HI kelompok cetak pasir. Hal ini disebabkan dosis

debu silika respirabel pada pekerja di bagian oleh pasir lebih besar dibandingkan

dengan pekerja bagian cetak pasir. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

pekerja olah pasir memiliki risiko lebih besar terhadap penyakit paru-paru akibat

kerja dibandingkan dengan pekerja cetak pasir.

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa hal tersebut dapat terjadi karena

setiap proses yang dilakukan oleh bagian ini sangat berpotensi menghasilkan

debu. Hal ini menyebabkan proses ini tergolong sebagai proses yang paling

berbahaya terhadap debu untuk setiap proses pencetakan logam di PT. X (lihat

Tabel 5.18).

Tabel 5.18 Rata-Rata Indeks Bahaya untuk Setiap Tempat Kerja yang Diukur

Tempat Kerja Nilai Rata-rata Indeks Bahaya

Cor 1 3,61

Cor 2 65,30

Perkakas tempa 0,38

Walaupun proses pencetakan logam di Cor 2 dilakukan dengan teknik basah,

setiap pekerjaan yang dilakukan oleh bagian olah pasir masih sebagian besar

dilakukan secara manual. Hal ini menyebabkan rata-rata dosis debu silika

respirabel untuk kelompok ini memiliki nilai tertinggi yaitu 2,18 mg/m3.

Page 31: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

71

Berdasarkan pengamatan nilai HI untuk kelompok pekerja cetak pasir berkisar

antara 2,28 sampai dengan 77,78. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja kelompok

cetak pasir memiliki potensi untuk terkena penyakit pernapasan akibat kerja,

walaupun risikonya lebih kecil dibandingkan dengan pekerja dari kelompok olah

pasir. Berdasarkan literatur, penyakit jabatan akibat debu diasanya bersifat kronis

atau dapat timbul setelah pajanan selama bertahun-tahun (Olishifski dan McElroy,

1971).

Kaitan antara dosis debu silika respirabel dengan nilai FEV1.0 pekerja di Cor 2

dapat dilihat pada Tabel 5.13 dan Tabel 5.15. Dari hal tersebut dapat disimpulkan

bahwa debu silika di Cor 2 dapat membahayakan kesehatan pekerja. Hal ini

disebabkan debu silika dapat menimbulkan penyakit akibat kerja berupa

penurunan kesehatan paru-paru (Yunus, 1996).

5.4.1.3 Risiko Relatif (RR)

Kuantifikasi efek kesehatan telah menjadi salah satu perangkat yang semakin

penting untuk menentukan kebijakan dalam pengelolaan kualitas udara. Untuk

dapat mengkuantifikasi besaran efek pencemaran udara, maka dilakukan

penghitungan RR. RR adalah rasio risiko penyakit diantara populasi yang terpajan

terhadap risiko penyakit diantara populasi yang tidak terpajan (Dirgawati, 2007).

RR yang akan dihitung dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan

informasi mengenai efek pajanan debu silika melalui inhalasi, terhadap nilai HQ

dan nilai FEV1.0 pekerja di lingkungan pekerja PT. X. Dalam penelitian ini

terdapat 2 kelompok pekerja yang diperbandingkan, sehingga pada akhirnya

terdapat data yang berupa matrix (2x2). Kelompok yang diperbandingkan adalah

kelompok terpajan (pekerja Cor 1 dan Cor 2) terhadap kelompok tidak terpajan

(pekerja Perkakas tempa).

Matrik 2x2 antara kelompok pekerja di lingkungan kerja PT. X terhadap nilai HQ

dapat dilihat pada Tabel 5.19

Page 32: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

72

Tabel 5.19 Matrik 2x2 Kelompok Pekerja terhadap Nilai HQ

Terpajan Tidak Terpajan

HQ >1 29 0

HQ <1 1 30

Berdasarkan Tabel 5.19 diperoleh nilai RR = ~ (perhitungan dapat dilihat di

Lampiran D). Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas udara yang

mengandung SiO2 berpotensi menimbulkan bahaya (hazard) yang tak terhingga

besarnya.

Pendekatan lain yang dilakukan untuk mengkarakterisasi risiko adalah dengan

menghitung RR kelompok pekerja terpajan dibandingkan dengan kelompok

pekerja tidak terpajan terhadap nilai FEV1.0. Besarnya nilai FEV1.0 dikelompokan

menjadi 2 bagian, yaitu kelompok pekerja dengan FEV1.0 kurang dari 3,7 liter dan

kelompok pekerja dengan FEV1.0 lebih dari 3,7 liter. Seperti telah disebutkan

sebelumnya bahwa volume 3,7 liter diasumsikan sebagai nilai FEV1.0 normal

untuk pekerja. Berdasarkan hal tersebut didapatkan matrik 2x2 seperti pada Tabel

5.20.

Tabel 5.20 Matrik 2x2 Kelompok Pekerja terhadap Nilai FEV1.0

Terpajan Tidak Terpajan

Nilai FEV1.0 < 3,7 liter 26 16

Nilai FEV1.0 ≥ 3,7 liter 4 14

Berdasarkan Tabel 5.20 diperoleh nilai RR = 1,62. Dari nilai tersebut dapat

dsimpulkan bahwa kelompok pekerja terpajan memiliki risiko 1,62 kali lebih

besar dibandingkan dengan kelompok pekerja tidak terpajan untuk mengalami

turunnya nilai FEV1.0.

Dari evaluasi pajanan terlihat bahwa pekerja bagian shake out paling berpotensi

terpajan debu silika. Untuk melihat risiko yang disandang pekerja di bagian

pembuatan cetakan logam yang terlibat proses shake out otomatis dan manual

Page 33: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

73

(Cor 1 dan Cor 2), pekerja yang tidak terlibat proses shake out (Cor 1 dan Cor 2),

dibandingkan dengan pekerja yang tidak terpajan debu silika (Perkakas tempa),

maka dihitung risiko relatif antara kelompok tersebut terhadap nilai FEV1.0 (Tabel

5.21).

Tabel 5.21 Risiko Relatif Pekerja Shake Out dan Non-Shake Out terhadap Nilai FEV1.0

Aktivitas

Kerja

Nilai FEV1.0

< 3,7 liter

Nilai FEV1.0

≥ 3,7 liter

Risiko

Relatif

Kontrol

(Perkakas tempa) 16 14

Non-shake out

(Cor 1 dan Cor 2) 7 4 1,18

Shake out otomatis

(Disamatic dan Furan line Cor 1) 5 0 1,88

Shake out manual

(Pembongkaran cetakan Cor 2) 14 0 1,88

Berdasarkan Tabel 5.21, terlihat bahwa pekerja shake out otomatis (Cor 1) dan

pekerja shake out manual (Cor 2) memiliki risiko 1,88 kali lebih besar

dibandingkan dengan kelompok pekerja tidak terpajan (Perkakas tempa) untuk

mengalami turunnya nilai FEV1.0. Sedangkan risiko penurunan FEV1.0 pekerja

yang tidak terlibat langsung proses shake out (non-shake out) dari Cor 1 dan Cor 2

menunjukkan 1,18 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok pekerja tidak

terpajan. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pekerja shake out memiliki

risiko penurunan FEV1.0 lebih besar dibandingkan dengan pekerja non-shake out.

Hal ini sesuai dengan evaluasi pajanan, dimana proses shake out memiliki

konsentrasi debu silika respirabel lebih besar dibandingkan dengan proses non-

shake out. Dengan demikian pekerja yang terlibat langsung proses shake out

sangat berpotensi terpajan debu silika dan berisiko mengalami penurunan nilai

FEV1.0 (Koo et al., 2000).

Page 34: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

74

Dari nilai RR terlihat bahwa terdapat perbedaan yang besar antara nilai RR

terhadap HQ dengan nilai RR terhadap FEV1.0. Hal ini kemungkinan disebabkan

risiko yang dihitung terhadap HQ merupakan life time risk sedangkan skor risiko

terhadap FEV1.0 merupakan risiko sesaat, karena pengukuran FEV1.0 hanya

dilakukan hanya pada saat penelitian.

5.4.2 Analisis Ketidakpastian

Salah satu kelemahan dalam melakukan analisis risiko kesehatan adalah seringkali

mendapatkan hambatan berupa ketidakpastian. Ketidakpastian yang terdapat

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Ketidakpastian pajanan sampel

Pada penelitian ini digunakan rumus intake untuk mendapatkan nilai ADD.

Berdasarkan Persamaan 4.2, perhitungan intake sangat dipengaruhi oleh durasi

dan frekuensi pajanan. Data durasi dan frekuensi pajanan yang dihitung dalam

mendapatkan nilai ADD adalah data berdasarkan wawancara, sedangkan hasil

wawancara biasanya bersifat subjektif. Selain itu dalam penelitian ini, pajanan

debu silika di luar tempat kerja tidak diukur, sehingga ada kemungkinan

responden terpajan debu silika di luar tempat kerja, sedangkan respon FEV1.0 tetap

terukur sehingga dapat mengurangi kualitas data.

Walaupun semua pekerja yang diukur selama penelitian tidak menggunakan APD,

berdasarkan hasil kuesioner, beberapa responden dari kelompok terpajan

menyatakan sesekali atau saat-saat tertentu memakai APD masker. Ketidakpastian

pemakaian APD masker, pada pekerja dapat menimbulkan ketidakpastian pajanan

terhadap debu silika.

b. Ketidakpastian jumlah responden

Karena keterbatasan waktu, pekerja yang dilibatkan dalam penelitian hanya

berjumlah 60 orang, yang didapatkan dari divisi tempa dan cor. Akurasi suatu

penelitian analisis risiko kesehatan akan lebih baik jika dilakukan pada populasi

yang banyak.

Page 35: Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari

75

c. Ketidakpastian jumlah analisis sampel

Analisis persentase SiO2 dengan metode XRD hanya dilakukan terhadap 3 sampel

dari pekerja yang bekerja di gedung Cor 1, Cor 2 dan Perkakas tempa. Hal ini

disebabkan karena keterbatasan dana dalam penelitian ini. Akurasi data akan lebih

baik jika analisis dilakukan pada seluruh subjek penelitian.

d. Ketidakpastian alat

Karena berbagai keterbatasan, maka terdapat alat yang digantikan fungsinya

dengan alat lain yang sejenis, salah satunya adalah filter personal sampling pump.

Filter standar yang seharusnya digunakan adalah filter dari bahan PVC dengan

diameter 5,0 μm. Sebagai gantinya digunakan filter dari bahan MCE dengan

diameter 5,0 μm.