bab v hasil dan pembahasan 5.1 polemik identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. bab v.pdfdari...

25
1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas Suku Osing antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi Polemik yang terjadi antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi adalah suatu kejadian yang dirasa kurang wajar oleh penulis karena keduanya merupakan sama-sama pihak pemerintah yang keduanya memiliki hak untuk mengeluarkan peraturan, namun bedanya adalah yang satu di tingkat kabupaten dan yang satu lagi adalah di tingkat provinsi. Polemik yang terjadi antara pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur ini bermula pada dikeluarkannya Peraturan Gubernur No. 19 Tahun 2014. Munculnya peraturan ini membuat masyarakat Banyuwangi heboh dengan isi dari Peraturan Gubernur tersebut. Dimana isi dari peraturan Gubernur ini adalah pemerintah menetapkan mata pelajaran Bahasa Daerah sebagai muatan lokal wajib disekolah / madrasah. Pada Peraturan Gubernur tersebut ditetapkan bahwa bahasa yang wajib diajarkan pada sekolah sekolah di Jawa Timur adalah Bahasa Jawa dan Madura saja. Sedangkan Bahasa Osing yang sejak tahun 2007 sudah diajarkan di Kabupaten Banyuwangi tidak dimunculkan dalam peraturan Gubernur tersebut. Padahal sejak tahun 2007 Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sudah menetapkan Bahasa Osing sebagai muatan lokal disertai dengan peraturan daerah tentang

Upload: others

Post on 03-Dec-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

1

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Polemik Identitas Suku Osing antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur

dan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi

Polemik yang terjadi antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi adalah suatu kejadian yang dirasa kurang

wajar oleh penulis karena keduanya merupakan sama-sama pihak pemerintah

yang keduanya memiliki hak untuk mengeluarkan peraturan, namun bedanya

adalah yang satu di tingkat kabupaten dan yang satu lagi adalah di tingkat

provinsi. Polemik yang terjadi antara pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan

Pemerintah Provinsi Jawa Timur ini bermula pada dikeluarkannya Peraturan

Gubernur No. 19 Tahun 2014. Munculnya peraturan ini membuat masyarakat

Banyuwangi heboh dengan isi dari Peraturan Gubernur tersebut. Dimana isi dari

peraturan Gubernur ini adalah pemerintah menetapkan mata pelajaran Bahasa

Daerah sebagai muatan lokal wajib disekolah / madrasah.

Pada Peraturan Gubernur tersebut ditetapkan bahwa bahasa yang wajib

diajarkan pada sekolah – sekolah di Jawa Timur adalah Bahasa Jawa dan Madura

saja. Sedangkan Bahasa Osing yang sejak tahun 2007 sudah diajarkan di

Kabupaten Banyuwangi tidak dimunculkan dalam peraturan Gubernur tersebut.

Padahal sejak tahun 2007 Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sudah menetapkan

Bahasa Osing sebagai muatan lokal disertai dengan peraturan daerah tentang

Page 2: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

2

pembelajaran bahasa daerah pada jenjang pendidikan dasar. Yaitu berbentuk

dalam Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2007 tentang Pembelajaran Daerah Pada

Jenjang Pendidikan Dasar. Berikut adalah bukti peraturan daerah yang dibuat oleh

Kabupaten Banyuwangi tahun 2007 :

Page 3: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

3

Gambar 5.1

Peraturan Daerah No.5 Tahun 2007

Sumber : Salinan Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 5 Tahun 2007

Page 4: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

4

Dengan pasal – pasal diatas, implikasi lanjutannya adalah bahwa Bahasa

Osing wajib diajarkan sebagai muatan lokal di seluruh SD dan SMP baik negri

maupun swasta di seluruh Kabupaten Banyuwangi. Termasuk di sekolah-sekolah

yang berbasis etnis Jawa dan Madura. Terdapat 5 materi yang diajarkan dalam

pembelajaran Bahasa Osing yakni “cara membaca”, “cara mendengarkan”,

“menulis”, “sastra osing” dan “berbicara”. Pembelajaran Bahasa Osing kedalam

kurikulum sekolah ini wajib diajarkan karena kewajiban tersebut bentuk

institusionalisasi sejak usia pendidikan dasar kepada mereka terkait keunggulan

bahasa dan budaya Osing.

Dapat diartikan bahwa usaha simbolik untuk membalikkan logika politik

bahasa bisa berimplikasi terhadap penguatan eksistensi budaya Osing sebagai

identitas yang membanggakan bagi seluruh masyarakat di Kabupaten

Banyuwangi. Selain itu, hal ini bertujuan agar bahasa Osing sebagai bahasa ibu

dari Suku Osing tetap dilestarikan sehingga kelak anak cucu penerus generasi

selanjutnya tidak kehilangan bahasa mereka yang merupakan salah satu harta

yang dimiliki oleh masyarakat Banyuwangi khususnya Suku Osing.

Namun harapan ini nampaknya tidak berjalan mulus karena pada bulan

April tahun 2014 Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengeluarkan peraturan

Gubernur Nomor 19 Tahun 2014 yang berisi tentang Mata Pelajaran Bahsa

Daerah Sebagai Muatan Lokal wajib di Sekolah/Madrasah, dimana bahasa daerah

di Jawa Timur hanya terdiri dari Bahasa Jawa dan Madura dan sama sekali tidak

menyebutkan Bahasa Osing. Hal ini dapat diartikan bahwa dua peraturan yang

Page 5: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

5

berasal dari provinsi sama sekali tidak melegitimasi pembelajaran Bahasa Osing

di Banyuwangi.

Gambar 5.2

Peraturan Gubernur Nomor 19 Tahun 2014

Page 6: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

6

Gambar diatas merupakan bukti dari Peraturan Gubernur Provinsi Jawa

Timur dimana pada Pasal 1 Ayat 9 disebutkan “Bahasa Daerah adalah bahasa

yang digunakan secara turun temurun oleh masyarakat Jawa Timur yang terdiri

dari Bahasa Jawa dan Bahasa Madura” Dengan kemunculannya pergub ini

menjadi ancaman terhadap eksistensi Bahasa Osing sebagai Identitas masyarakat

Banyuwangi khususnya Suku Osing. Menurut Antariksawan hal seperti ini disebut

sebagai lonceng kematian Bahasa Osing. Lebih jelasnya Antariksawan

mengatakan :

Peraturan Gubernur yang tidak mengakui bahasa osing ini makin

mempercepat proses lunturnya Bahasa Osing di kalangan anak muda sebagai

generasi penerus. Secara teori, peraturan itu mengancam keberlangsungan Bahasa

Osing, sesuatu yang sangat bertentangan dengan rumusan para founding fathers

negara ini. Yaitu kebudayaan Indonesia adalah sumbangsih puncak-puncak

kebudayaan lokal. Suatu hukum besi yang memberi ruang kebudayaan daerah

untuk maju pesat. Artinya kegelapan yang sama mengintai pada eksistensi

masyarakat etnik Osing Banyuwangi yang berjumlah hampir satu juta orang.

Sebuah jumlah yang sangat signifikan untuk mempertahankan identitasnya. Tanpa

Bahasa Osing sebagai pelajaran, maka Bahasa Osing akan semakin jarang

digunakan dan secara otomatis bahasa ini kedepan akan memusnahkan kesenian

Gandrung, misalnya. Karena lirik – lirik lagu dalam kesenian gandrung atau

upacara – upacara tradisinonal lainnya misalnya ritual trance Seblang, Kebo –

Page 7: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

7

keboan dan ritual lainyya, menggunakan Bahasa Osing. Pada akhirnya,

keberadaan masyarakat Osing yang menjadi sasaran.1

Namun, semenjak kemunculan peraturan Gubernur yang mengatakan

Bahasa Osing bukan termasuk ke dalam bahasa daerah dan hanya dialek dari

Bahasa Jawa saja ini, menjadikan semua sekolah yang ada di Kabupaten

Banyuwangi baik negri maupun swasta tidak lagi mengajarkan mata pelajaran

Bahasa Osing karena dianggap tidak wajib. Seperti hasil wawancara yang

didapatkan oleh penulis dengan salah satu tokoh budayawan asal Desa Kemiren di

Banyuwangi yaitu Pak Suhaimi yang mengatakan bahwa di Desa Kemiren

terdapat Sekolah Dasar yang sebagian besar siswa – siswinya adalah penduduk

asli Desa Kemiren, akan tetapi di sekolah tersebut mata pelajaran Bahasa Osing

tidak diajarkan dan tidak masuk kedalam kurikulum sekolah tersebut. Berikut

penjelasan dari Pak Suhaimi selaku Tokoh Adat dari Desa Kemiren :

“Adanya kasus Bahasa Osing tidak diakui lagi sebagai bahasa

daerah oleh Pemerintah Jawa Timur memang cukup

meresahkan masyarakat Suku Osing, bahkan di SD Kemiren

sini aja Bahasa Osing sudah tidak diajarkan. Padahal kawasan

SD Kemiren adalah kawasan Suku Osing bertempat tinggal” 2

Dari pernyataan yang disampaikan oleh Pak Suhaimi tersebut, kejadian ini

sangat disayangkan sekali, mengingat Desa Kemiren merupakan salah satu desa

adat yang menjadi simbol dari adanya Suku Osing di Banyuwangi. Bahkan tidak

hanya di SD Kemiren saja yang tidak mengajarkan bahasa Osing, namun di

1Yusuf Antariksawan.”Lonceng Kematian Bahasa Using”. Jawa Pos, 12 Oktober, 2014 dalam

penelitian Ikhwan Setiawan, Albert Tallapessy, dan Andang Subaharianto. 2Hasil dari wawancara dengan Pak Suhaimi sebagai tokoh budayawan Suku Osing di Desa

Kemiren Pada Tanggal 20 April 2017.

Page 8: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

8

seluruh SD dan SMP di Banyuwangi tidak lagi memasukan Bahasa Osing sebagai

mata pelajaran muatan lokal.

Para budayawan Banyuwangi sangat menyayangkan kejadian ini

menurut mereka bahasa adalah suatu unsur budaya yang sangat penting yang

dapat memegang peran signifikan dalam mengonstruksi pemahaman kultural

sebuah komunitas atau masyarakat. Bukan hanya sebagai penanda atau indeks

dari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk

mempresentasikan budaya dan memperkuat solidaritas komunal diantara para

anggota yang berlatar sosial berbeda.3

Padahal sebelumnya ada tujuh kecamatan dengan jumlah 210 sekolah

dasar yang mengajarkan Bahasa Osing. Namun semenjak adanya Peraturan

Gubernur Nomer 19 Tahun 2014 kini sudah tidak ada sekolah yang mengajarkan

lagi Bahasa Osing ke dalam bahasa daerahnya. Mereka hanya menggunakan

Bahasa Jawa saja sebagai mata pelajaran bahasa daerah. Padahal Bahasa Osing

merupakan suatu penanda dari keaslian masyarakat Banyuwangi dan sebagai

bahasa Ibu dari Suku Osing.

Kini, seluruh masyarakat Banyuwangi khususnya Suku Osing harus

merelakan bahasanya tidak lagi digunakan dalam mata pelajaran di sekolah-

sekolah demi mematuhi peraturan pemerintah tersebut. Bahkan mereka juga tidak

bersuara ketika linguis memposisikan Bahasa Osing sekedar sebagai Bahasa Jawa

dialek Osing.. Apa yang dihasilkan dari pengajaran bahasa Jawa Kulonan bagi

3Duranti, Alessandro. 1997. Introduction to Linguistic Anthropilogy. Cambridge University press

dalam penelitian Ikhwan Setiawan, Albert Tallapessy, dan Andang Subaharianto

Page 9: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

9

para siswa dari etnis Osing adalah mulai biasanya mereka dengan bahasa Jawa

Kulonan dan juga budaya Jawa Mataraman.

Sehingga, dalam hal ini munculah polemik yang terjadi antara

Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.

Polemik yang dimaksud adalah adanya perbedaan pendapat atau perselisihan yang

terjadi antar keduanya. Dimana di satu sisi pemerintah Kabupaten Banyuwangi

mendukung adanya Bahasa Osing masuk ke dalam kurikulum sekolah, sedangkan

Pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak mendukung adanya Bahasa Osing sebagai

bahasa asli Kabupaten Banyuwangi.

Menurut Will Kymlica dalam teorinya tentang minoritas etnis, beliau

membahas tentang kewargaan multikultural tentang hak-hak kewarganegaraan,

sebagai respons atas kesalahan dan kegagalan liberalisme dan juga demokrasi

yang diterapkan oleh Barat yang telah melakukan kesalahan fatal terhadap

kelompok minoritas bangsa dan etnis dalam suatu bangsa. Pada umumnya

masalah yang terjadi adalah dominasi budaya mayoritas terhadap minoritas.4 Dia

mengidentifikasikan kelompok minoritas kedalam dua kelompok yakni “minoritas

bangsa” dan “minoritas etnis”.5

Hal ini bisa dikatakan bahwa identitas kebangsaan yang selama ini

mendapatkan sikap diskriminatif dari mayoritas bangsa yang menuntut

homogenistas. Selain itu Will Kymlica juga mengidentifikasikan 3 macam hak

kolektif yaitu :

4 Will Kymlicka, Kewargaan Multikulural: Teori Liberal Mengenai Hak-hak Minoritas, (Jakarta:

LP3ES, 2002) hal. 13 5 Ibid

Page 10: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

10

1) Hak Pemerintahan Sendiri bagi minoritas bangsa agar menarik batas

wilayah teritorial sehingga menjadi unit pemerintahan mandiri di sana dan

menjadi mayoritas. Pengakuan terhadap minoritas, baginya, belum cukup hanya

pada hak-hak politik personal dan individual (tindakan afirmatif dan HAM) tetapi

juga harus sampai pada pengakuan hukum dan konstitusional.

2) Hak Polietnis, mengenai kebebasan untuk mengekspresikan unsur-

unsur budayanya yang khas tanpa harus mengganggu stabilitas ekonomi dan

politik mayoritas. Yang utama adalah hak akan pengecualian dari undang-undang

yang penerapannya merugikan kelompok etnis itu, seperti bahasa, gaya hidup,

agama dan lain sebagainya. Salah satu kepentingan komunal yang fundamental, di

samping kepentingan kebangsaan, adalah kepentingan unsur-unsur polietnisitas.

Kepentingan ini penting untuk diberikan kepada komunitas etnis baik yang

berbasis suku, agama, ras ataupun golongan. Hak polientnis ini dibutuhkan untuk

melindungi setiap kelompok etnis agar dapat mengekspresikan seni dan

kebudayaan mereka, ritual keagamaan mereka, atau, yang terpenting, bahasa asli

mereka.

3) Hak perwakilan khusus, yang lebih difungsikan untuk membuka kran

keterkawilan atau representasi bagi pihak-pihak atau kelompok etnis tertentu yang

secara historis dirugikan. Hal ini misalnya terjadi pada kaum difabel, kaum

miskin, dan jompo, agar mereka juga terwakili dan mendapat aspirasi yang

memadai. Keterwakilan perempuan, misalnya, juga menjadi perhatian khusus

dalam hal ini.

Page 11: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

11

Hal ini dicontohkan kepada kasus yang terjadi di Banyuwangi tentang

identitas Suku Osing yang tidak diakui oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Permasalahan yang terjadi adalah antara kedua belah pihak pemerintahan baik

dari pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi dengan pemerintah pusat Provinsi

Jawa Timur yang memiliki pendapat berbeda.

Dalam hal ini Suku Osing di Banyuwangi merupakan contoh dari

kelompok minoritas yang mendapatkan perlakuan diskriminasi dari Pemerintah

Provinsi Jawa Timur yaitu diibaratkan sebagai kelompok mayoritas. Selain itu,

perlakuan yang sedang dialami oleh masyarakat Kabupaten Banyuwangi

khususnya Suku Osing sesuai dengan hak polietnis yang diperjuangkan oleh Will

Kymlica karena dalam hak polietnis masyarakat diberi kebebasan untuk

mengekspresikan budayanya tanpa mengganggu politik mayoritas. Kebebasan

yang dimaksud adalah ketika masyarakat Osing bebas menggunakan bahasanya

dalam berbagai hal salah satunya dalam mata pelajaran yang diajarkan di sekolah-

sekolah.

Seperti hasil wawancara penulis dengan perwakilan dari pemerintah

Kabupaten Banyuwangi yang membahas seputar pembuatan Peraturan Daerah

No. 5 Tahun 2007 :

“Pembuatan perda itu tidak sepenuhnya dibuat oleh pemerintah

daerah, akan tetapi pemerintah daerah juga dibantu oleh SKPD

yang terkait dengan tema dari perda yang dibuat. Contohnya

Perda No. 5 tahun 2007 ini membahas seputar penetapan Bahasa

Osing kedalam mata pelajaran muatan lokal berarti SKPD yang

dirangkul adalah Dinas Pendidikan. Jika sudah fix pihak dari

SKPD menyerahkan ke pemerintah daerah yang kemudian

diolah dan dijadikan peraturan daerah yang disetujui oleh

Bupati. sejauh ini tindakan dari pemerintah daerah Kabupaten

Banyuwangi hanya itu saja. meskipun pemerintah provinsi tidak

Page 12: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

12

mengakui keberadaan bahasa osing dalam pergubnya, kita

sebagai wakil dari pemerintah tetap mendukung dan

melestarikan kebudayaan osing, seperti dengan diadakanya

puluhan festival yang tiap tahunnya dilaksanakan oleh

kabupaten banyuwangi itu sudah menjadi salah satu contoh

banyuwangi melestarikan kebudayaan khususnya acara-acara

yang melibatkan Suku Osing di Kemiren dan Bakungan” 6

Dari penyataan diatas dapat dilihat bahwa dalam polemik yang muncul

antara pemerintah kabupaten banyuwangi dengan pemerintah provinsi jawa timur

ini menimbulkan sebuah perbedaan, yaitu disatu sisi mendukung adanya identitas

Suku Osing dan satu sisi menghapuskan Identitas Suku Osing.

5.2 Motif Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam melakukan penghapusan

Bahasa Osing sebagai bahasa daerah Banyuwangi

Pemerintah Provinsi Jawa Timur merupakan pemerintah pusat dalam

wilayah Jawa Timur. Pemerintah Provinsi Jawa Timur berhak mengatur dan

menetapkan peraturan – peraturan hukum yang di tetapkan di wilayah Jawa

Timur. Tidak hanya menetapkan peraturan saja, akan tetapi pemerintah provinsi

juga berhak menghapus atau merubah peraturan hukum yang tidak sesuai dengan

peraturan atau ketentuan yang berlaku.

Seperti yang dialami oleh Kabupaten Banyuwangi yang memiliki sebuah

peraturan daerah mengenai bahasa daerah yang ditetapkan dalam kurikulum

sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama yang dimasukan kedalam mata

pelajaran muatan lokal. Peraturan ini dibuat oleh pemerintah Kabupaten

Banyuwangi dan dibantu oleh SKPD terkait. SKPD yang terkait dalam pembuatan

perda adalah Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi.

6Wawancara dengan Ibu Umi Sulistiyowati, Kabag Hukum Pemerintah Daerah Kabupaten

Banyuwangi Pada Tanggal 25 April 2017.

Page 13: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

13

Namun, pemerintah Provinsi Jawa Timur juga memiliki peraturan daerah

yang posisinya berada di atas peraturan daerah yang ada di Jawa Timur. Peraturan

Gubernur ini juga bisa menjadi acuan untuk peraturan daerah yang ada di Jawa

Timur. Pada umumnya pada pembuatan peraturan daerah tidak boleh melebihi

dari aturan yang sudah dibuat di peraturan gubernur. Sehingga peraturan daerah

harus taat kepada peraturan yang sudah dibuat oleh peraturan gubernur.

Namun, yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi adalah bukannya

menyalahi aturan pemerintah pusat, akan tetapi peraturan yang sudah dibuat oleh

pemerintah daerah tidak diakui oleh pemerintah pusat Provinsi Jawa Timur.

Pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi memiliki peraturan daerah No. 5

Tahun 2007 tentang pembelajaran bahasa daerah pada jenjang pendidikan dasar

yang dimaksud bahasa daerah dalam perda tersebut adalah Bahasa Osing. Namun,

pemerintah Provinsi Jawa Timur juga memiliki peraturan Gubernur No. 19 Tahun

2014 tentang mata pelajaran bahasa daerah sebagai muatan lokal wajib disekolah /

madrasah. Pada pergub tersebut bahasa yang dimaksud adalah hanya dua bahasa

yaitu Bahasa Jawa dan Bahasa Madura sedangkan Bahasa Osing yang juga

merupakan bahasa daerah Banyuwangi tidak dimasukkan dalam pergub tersebut.

Menurut hasil wawancara penulis dengan narasumber, faktor utama yang

menyebabkan Bahasa Osing tidak dimasukkan kedalam Peraturan Gubernur

adalah Bahasa Osing dan Bahasa Jawa adalah kedua bahasa yang memiliki

kesamaan. Menurut mereka Bahasa Osing tidak ada bedanya dengan Bahasa Jawa

dan dialek dari Bahasa Jawa pula, jadi Bahasa Osing tidak dapat dikategorikan

kedalam sebuah bahasa daerah yang dapat dimasukan ke dalam kurikulum

Page 14: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

14

sekolah. Selain itu menurut Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur dikarenakan

Bahasa Osing tidak mengenal tutur seperti Bahasa Jawa. Dalam Bahasa Osing

tidak mengenal usia dengan siapapun kita berbicara tutur dari Bahasa Osing tetap

sama. Seperti hasil dari wawancara penulis dengan Dinas Pendidikan Provinsi

Jawa Timur :

”Dalam Pergub No. 19 Tahun 2014 memang hanya

dicantumkan 2 bahasa saja yang wajib diajarkan di sekolah-

sekolah di Jawa Timur yaitu Bahasa Jawa dan Madura. Menurut

kami dikarenakan Bahasa Osing memiliki kesamaan dengan

Bahasa Jawa sehingga bahasa osing tidak dapat dikategorikan

sebagai bahasa daerah yang dimasukkan kedalam peraturan

Gubernur No. 19 Tahun 2014. Selain itu menurut kami Bahasa

Osing juga merupakan bahasa yang dalam penggunaannya tidak

memiliki tutur seperti Bahasa Jawa sehingga hal ini faktor yang

menyebabkan tidak dimasukkannya Bahasa Osing kedalam

Bahasa Daerah yang wajib diajarkan di sekolah/madrasah.”7

Seperti yang diketahui dari hasil wawancara diatas penyebab utama

Bahasa Osing tidak dapat dikategorikan sebagai bahasa daerah adalah

penyebabnya ada dua faktor menurut versi Pemerintah Provinsi Jawa Timur yaitu

yang pertama, Bahasa Osing memiliki kesamaan dengan Bahasa Jawa sehingga

Pemerintah Provinsi menganggap ini merupakan kedua bahasa yang sama

sehingga menurut Pemerintah Provinsi Jawa Timur Bahasa Osing hanyalah dialek

dari Bahasa Jawa. Kedua, Bahasa Osing merupakan bahasa yang dalam tutur

katannya tidak seperti Bahasa Jawa, jika dalam Bahasa Jawa memiliki perbedaan

kata apabila berbicara dengan orang yang seumuran maupun orang yang umurnya

lebih tua dari kita. Sedangkan dalam Bahasa Osing hal tersebut tidak ada maka

dalam Bahasa Osing berbicara dengan siapapun pasti menggunakan bahasa yang

7Hasil Wawancara dengan salah satu staff Bagian Kurikulum Dinas Pendidikan Provinsi Jawa

Timur 24 Mei 2017.

Page 15: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

15

sama yaitu Bahasa Osing asli. Alasan kedua yang dikemukakan oleh Pemerintah

Provinsi Jawa Timur tersebut merupakan alasan yang dirasa kurang tepat bagi

penulis. Menurut Kawi Djantera suatu bahasa suku bisa diakui dalam bahasa

daerah apabila suatu bahasa setidaknya membutuhkan sekitar 70% perbedaan

dengan bahasa sekitarnya. Selain itu beliau juga mengatakan suatu bahasa bisa

diakui atas 3 dasar :

1. Bahasa atas dasar pengakuan oleh penuturnya.

2. Atas dasar politik

3. Atas dasar linguistik.

Pada kategori pertama dikatakan bahasa atas dasar pengakuan oleh

penuturnya. Disini Bahasa Osing sangat jelas diakui oleh penutur dari Bahasa

Osing. Bahkan Bahasa Osing juga telah digunakan sebagai alat komunikasi Suku

Osing dalam kegiatan sehari-hari. Kedua, atas dasar politik dalam hal ini bisa

dicontohkan seperti dari sejarah Bahasa Indonesia. Awal mula adanya Bahasa

Indonesia adalah berasal dari bahasa Melayu namun dialek Indonesia, namun atas

dasar adanya kepentingan Politik maka Bahasa Indonesia bisa menjadi

berkembang di negara indonesia sehingga dinamakan Bahasa Indonesia oleh

pemerintah.

Page 16: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

16

5.3 Motif Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mendukung Identitas Suku

Osing.

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sangat mendukung dan berupaya

dalam mendukung identitas Kabupaten Banyuwangi. Identitas yang ditonjolkan

dalam upaya ini adalah kesenian, kebudayaan, dan pariwisata yang telah dimiliki

oleh Kabupaten Banyuwangi serta keberadaan Suku Osing juga masuk di

dalamnya. Kebudayaan yang ditonjolkan berupa berbagai macam budaya asli

Banyuwangi diantaranya adalah tari-tarian, kesenian, serta tradisi adat. Sedangkan

pariwisata yang ditonjolkan adalah pariwisata yang dimiliki Banyuwangi yang

dulunya tidak dikenal kini dirawat dan diperbaiki oleh pemerintah untuk menarik

perhatian masyarakat sehingga pariwisatanya kini menjadi baik. Berbagai wisata

yang dimaksud adalah Pantai Pulau Merah, Teluk Hijau, Wisata Sukamade,

Pantai Boom, Pantai Watu Dodol, Gunung Ijen dan lain-lain. Kemudian keaslian

penduduknya juga menjadi ciri khas yang diunggulkan oleh Pemerintah

Kabupaten Banyuwangi yaitu Suku Osing. Selain itu bentuk dukungan

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam mengunggulkan Suku Osing adalah

dengan dibuatnya Peraturan Bupati No. 27 tahun 2016 tentang Pakaian Dinas di

Lingkungan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.

Tujuan pemerintah Kabupaten Banyuwangi mendorong Identitas

Banyuwangi adalah sebagai motif ekonomi melalui menarik perhatian para

wisatawan baik lokal maupun mancanegara sehingga Kabupaten Banyuwangi bisa

lebih dikenal oleh masyarakat luar. Selain itu juga bertujuan untuk meningkatkan

Page 17: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

17

ekonomi masyarakat yang sebagian besar masyarakatnya merupakan masayarakat

ekonomi rendah.

Seperti yang dikatakan oleh kepala Desa Bakungan yang menjelaskan

mengenai program Pemerintah Kabupaten Banyuwangi yang bertujuan untuk

mendongkrak perekonomian pemerintah maupun masyarakat. Program tersebut

ialah pemerintah membuatkan 1000 homestay yang akan diletakkan di desa – desa

yang ada di Kabupaten Banyuwangi yang masih mengadopsi kearifan lokal

masyarakat Osing. 1000 homestay tersebut terdapat di Desa Kemiren, Desa

Bakungan, Desa Olehsari, Desa Kampunganyar, Desa Temenggunan, dan Desa

lainnya yang dianggap memiliki kearifan lokal tinggi.

Dimana nantinya pemasukan dari hasil biaya sewa homestay tersebut akan

dimasukkan ke dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu dalam proses

pembuatan hingga pengelolaan homestay tersebut pemerintah Kabupaten

Banyuwangi melibatkan masyarakat setempat yang berada di sekitar desa tempat

homestay berdiri. Hal ini juga bertujuan untuk memanfaatkan tenaga kerja

masyarakat sekitar agar mereka mendapatkan pekerjaan sehingga hal ini dapat

meningkatkan tingkat ekonomi masyarakat.

Sayangnya pemerintah Kabupaten Banyuwangi berusaha mengupayakan

keberhasilan identitas Suku Osing melalui kebudayaan dan pariwisata yang masuk

ke dalam motif ekonomi, tetapi tidak melalui bahasa. Seperti yang dialami oleh

Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2014, yaitu tidak diakuinya Bahasa Osing

oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Hal ini terbukti dengan tidak

dicantumkannya Bahasa Osing pada Peraturan Gubernur Nomer 19 Tahun 2014.

Page 18: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

18

Seiring dengan munculnya peraturan gubernur yang tidak mengakui Bahasa Osing

sebagai bahasa asli daerah meyebabkan tidak semua sekolah di Banyuwangi

menerapkan mata pelajaran Bahasa Osing. Padahal seharusnya apabila peraturan

daerah sudah dibuat, maka harus menaati peraturan. Dalam perda No. 5 Tahun

2007 terdapat pasal 3 yang berbunyi :

“Pembelajaran Bahasa Osing sebagai kurikulum muatan lokal

wajib dilaksanakan pada seluruh jenjang pendidikan dasar, baik

negri maupun swasta, di Kabupaten Banyuwangi.” 8

Serta pasal 4 yang berbunyi :

“Sekolah pada jenjang pendidikan dasar wajib mengajarkan

bahasa daerah lainnya yang masih dipelihara dan digunakan

sebagai alat komunikasi oleh masyarakat sekitarnya sesuai latar

belakang bahasa ibu peserta didik atau pilihan wali peserta

didik.”9

Namun, pada kenyataannya pasal 3 yang terdapat dalam perda tidak

dilaksanakan secara teratur. Sebagai implikasi dengan adanya peraturan dari

Gubernur ini sejumlah sekolah di Banyuwangi tidak lagi mengajarkan Bahasa

Osing karena tidak diwajibkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur, sebagai

institusi di atas Pemerintah Kabupaten.

Hal ini sangat disesali oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi

mengingat Bahasa Osing merupakan salah satu identitas yang dimiliki oleh

Kabupaten Banyuwangi. Meskipun lagu daerah Bahasa Osing tersebar dan

8 Peraturah Daerah Kabupaten Banyuwangi No. 5 Tahun 2007 9 Ibid

Page 19: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

19

cukup didengar oleh khalayak luas, akan tetapi hal ini bukan menjadi suatu

keberhasilan sebuah identitas, karena dirasa belum cukup karena posisi di

ranah akademis dan politis masih belum diraih.

5.4 Perjuangan yang dilakukan Suku Osing dalam mempertahankan Bahasa

Osing sebagai Identitas dari Suku Osing

Sebagai sebuah suku asli yang kehadirannya sudah ada sejak zaman

Belanda pantas saja jika Suku Osing tidak terima apabila keaslian bahasanya yang

selama ini menjadi alat komunikasi mereka tidak diakui oleh pemerintah sebagai

bahasa asli daerah. Suku Osing memiliki beberapa organisasi yang melibatkan

para pemuda pemudi Suku Osing yang bergerak dalam pelestarian budaya Osing.

Mereka mendirikan sebuah komunitas dengan tujuan agara keaslian budaya yang

dimiliki Suku Osing tidak mudah punah dengan berkembangnya zaman yang

semakin modern ini.

Tetap melestarikan segala kebudayaan kesenian dan bahasa yang selama

ini sudah melekat di diri masyarakat Suku Osing meskipun pemerintah Pusat Jawa

Timur tidak menganggap Bahasa Osing sebagai bahasa asli daerah Kabupaten

Banyuwangi. Dengan adanya kasus tidak diakuinya Bahasa Osing sebagai bahasa

asli daerah, Suku Osing melakukan tindakan penolakan sebagai upaya perjuangan

yang mereka lakukan untuk merebut kekuasaan.

Page 20: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

20

Hal ini sesuai dengan teori dari Will Kymlicka yang mengidentifikasikan 3

macam hak kolektif yaitu : 10

1. Hak Pemerintahan Sendiri : bagi minoritas bangsa agar menarik batas

wilayah teritorial sehingga menjadi unit pemerintahan mandiri di sana

dan menjadi mayoritas. Pengakuan terhadap mayoritas baginya belum

cukup hanya pada hak-hak politik personal dan individual tetapi juga

harus sampai pada pengakuan hukum dan konstitusional.

2. Hak Polietnis : membahas mengenai kebebasan untuk

mengekspresikan unsur-unsur budayanya yang khas tanpa harus

mengganggu stabilitas ekonomi dan politik mayoritas. Yang utama

adah hak akan pengecualian dari undang – undang yang penerapannya

merugikan kelompok etnis itu seperti bahasa, gaya hidup, agama, dan

lain sebagainya. Salah satu kepentingan komunal yang fundamental

disamping kepentingan kebangsaan, adalah kepentingan unsur-unsur

polietnisitas.kepentingan ini penting untuk diberikan kepada

komunitas etnis baik yang berbasis suku, agama, ras ataupun golongan.

Hak polietnis ini dibutuhkan untuk melindungi setiap kelompok etnis

agar dapat mengekspresikan seni dan kebudayaan mereka, ritual

keagamaan mereka dan yang terpenting adalah bahasa asli mereka.

3. Hak Perwakilan Khusus : lebih difungsikan untuk membuka kran

keterwakilan atau representasi bagi pihak-pihak atau kelompok etnis

tertentu yang secara historis dirugikan.

10 Will Kymlicka, Kewargaan Multikultural: Teori Liberal Mengenai Hak-Hak Minoritas,

(Jakarta:LP3ES 2002) hal. 13

Page 21: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

21

Dari ketiga hak kolektif yang dikemukakan oleh Will Kymlicka yang

sesuai dengan upaya perjuangan yang dilakukan oleh suku Osing adalah hak

polietnis. Dalam hak polietnis dijelaskan bahwa hak tersebut membahas

bagaimana melakukan kebebasan untuk mengekspresikan unsur – unsur budaya

tanpa mengganggu stabilitas ekonomi dari politik mayoritas. Dalam hal ini yang

dimaksud melakukan kebebasan adalah bagaimana Suku Osing dapat melakukan

kebebasan dalam menggunakan bahasanya dan mengajarkan bahasa Osing kepada

semua Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama tanpa mengganggu

stabilitas ekonomi dari pihak Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Selain itu hak

Polietnis ini dibutuhkan untuk melindungi setiap kelompok etnis agar dapat

mengekspresikan seni dan kebudayaan mereka, ritual keagamaan mereka, atau

yang terpenting adalah bahasa asli mereka yaitu Bahasa Osing.

Sebagai rasa simpatinya terhadap suku yang membesarkan nama

mereka pihak Suku Osing melakukan beberapa protes dan tindakan yang

menggambarkan rasa ketidakadilan atas apa yang dibuat oleh gubernur dalam

bentuk Peraturan Gubernur No. 19 Tahun 2014. Bentuk penolakan yang dilakukan

oleh Suku Osing diantaranya adalah : 11

1. Mengirimkan surat protes kepada Gubernur Jawa Timur terkait

dikeluarkannya Peraturan Gubernur No. 19 Tahun 2014 yang

dilakukan oleh Dewan Kesenian Blambangan (DKB). Protes yang

dilakukan oleh DKB serta para seniman dan budayawan ini adalah

dengan cara mengirimkan surat yang isinya adalah hasil dari seminar

11 Hasil Wawancara dengan anggota Dewan Kesenian Blambangan pada tanggal 29 April 2017

Page 22: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

22

yang mereka lakukan terkait dengan penolakan Peraturan Gubernur

No. 19 Tahun 2014 yang bertemakan mengungkap perbedaan Bahasa

Osing dengan Bahasa Jawa. Dari hasil seminar tersebut mereka

membuat keputusan yaitu menuliskan segala hasil seminar dan

mengirimkan hasil dari keputusan seminar tersebut kepada Pemerintah

Provinsi Jawa Timur. Hasil dari seminar tersebut menjelaskan tentang

berbagai perbedaan antara bahasa osing dengan bahasa jawa dari sisi

pengucapan maupun sisi arti, selain itu menjelaskan tentang

bagaimana kelanjutan bahasa osing kedepan apabila bahasa mereka

tidak diajarkan kedalam sekolah otomatis akan membuat bahasa osing

menjadi punah. Sehingga apabila bahasa osing telah punah maka

keaslian budaya Banyuwangi secara otomatis lama kelamaan juga akan

hilang. Karena bahasa osing sangat erat kaitannya dengan segala

kebudayaan Banyuwangi.

2. Tindakan lebih lanjut yang dilakukan oleh DKB adalah pihaknya akan

memboikot pagelaran seni budaya yang dilaksanakan oleh Pemerintah

Provinsi Jawa Timur jika Bahasa Osing tidak dimasukkan ke dalam

pembelajaran bahasa lokal versi pemerintah provinsi.12 Seperti

diketahui akhir-akhir ini segala kegiatan kebudayaan dan kesenian

Banyuwangi membawa nama baik Jawa Timur dengan partisipasi dari

masyarakat Banyuwangi kepada Provinsi Jawa Timur. Namun

semangat masyarakat Banyuwangi untuk mengikuti berbagai pagelaran

12www.mtempo.co oleh Ika Ningtyas 2015, “Bahasa Lokal Osing Tak Diakui, Banyuwangi Protes

Gubernur”, diakses pada 15 Juni 2017 pukul 22.05

Page 23: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

23

acara kebudayaan yang diadakan oleh Pemerintan Provinsi Jawa Timur

kini berhenti. Hal ini disebabkan dengan adanya penghapusan Bahasa

Osing kedalam peraturan gubernur tentang bahasa daerah yang wajib

diajarkan pada siswa sekolah.

3. Melestarikan bahasa dan budaya Osing sebagai bentuk perlawanan

mereka melalui :

a. Menggunakan Bahasa Osing sebagai bahasa sehari – hari.

b. Mengabdikan Bahasa Osing dalam segala ritual kebudayaan

Osing.

c. Mempromosikan Bahasa Osing ke berbagai media. Contohnya

memperkenalkan kosakata Bahasa Osing dalam radio

Banyuwangi

d. Mengenalkan Bahasa Osing melalui lagu daerah Banyuwangi

yang menggunakan Bahasa Osing pada lirik lagunya.

Semua bentuk dari pelestarian bahasa dan budaya Suku Osing ini

merupakan simbol dari bentuk perlawanan yang dilakukan oleh Suku

Osing. Mereka tetap melestarikan keaslian bahasa dan budaya mereka

walaupun terjadi masalah yang menimpa Suku Osing dalam tingkat

provinsi.

4. Mendukung Program Pemerintah Kabupaten Banyuwangi yang

menetapkan Kemiren menjadi Desa Wisata Osing.

Page 24: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

24

5. Mendukung Program Pemerintah dalam menetapkan Peraturan Bupati

No. 27 Tahun 2016 tentang penetapan pakaian adat osing bagi seluruh

Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Banyuwangi.

6. Penetapan Kepala Desa di Desa Adat Wisata Osing harus asli orang

yang berasal dari Suku Osing.

Gambar 5.3 Pakaian Adat Osing Untuk ASN di Hari Kamis

Sumber : banyuwangikab.go.id, online 2017

Sebagai akibat dari peraturan ini sejumlah sekolah sudah tidak

mengajarkan Bahasa Osing dengan alasan karena tidak diwajibkan oleh

pemerintah provinsi sebagai institusi di atas pemerintah kabupaten. Dengan hal ini

ancaman yang diberikan oleh DKB kepada pemerintah provinsi adalah sebuah

ancaman yang mengkagetkan hal ini bertujuan agar pemerintah Provinsi Jawa

Timur segera menimbang kembali keputusan yang telah dibuat dalam bentuk

peraturan gubernur tersebut.13 Karena selama ini kesenian Banyuwangi sering

menjadi andalan Provinsi Jawa Timur untuk mengisi acara-acara mereka termasuk

13 Hasil Wawancara dengan salah satu anggota DKB pada 29 April 2017

Page 25: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Polemik Identitas ...repository.ub.ac.id/5379/6/6. BAB V.pdfdari sebuah komunitas, lebih dari itu bahasa merupakan medium untuk mempresentasikan budaya

25

sebagai duta seni ke tingkat nasional maupun internasional. Acara kesenian

Banyuwangi yang rutin diikuti di tingkat provinsi adalah sebagai berikut : 14

1. FKKS (Festifal Kawasan Selatan) yang diikuti oleh beberapa

Kabupaten di Jawa Timur yaitu Banyuwangi, Situbondo, Bondowoso,

Lumajang, Jember dan Probolinggo.

2. FKT (Festival Karya Tari se Kabupaten – Kota)

3. Festival Wayang Dalang Muda tahun 2017

4. Festival Sinden 2017

5. Gelar Seni Budaya Daerah

6. Pertunjukan Janger

7. Pawai Seni Budaya Jatim

8. Jatim Next Specta

9. Pawai Ta’aruf 15

Acara-acara diatas adalah acara kesenian yang diikuti Kabupaten

Banyuwangi di Tingkat Provinsi setiap tahunnya. selain dari Kabupaten

Banyuwangi, acara tersebut juga diikuti oleh beberapa kabupaten di Jawa Timur

lainnya. Hanya saja dengan adanya kasus ini, pihak dari Dewan Kesenian

Blambangan berusaha untuk tidak melibatkan Kabupaten Banyuwangi kedalam

acara-acara kesenian yang dilaksanakan oleh Provinsi tersebut. Hal ini sebagai

bentuk ancaman yang dilakukan oleh pihak Kabupaten Banyuwangi.

14 Arsip Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi 15 Hasil wawancara dengan staff Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi Pada

Tanggal 3 Mei 2017