bab v analisis untuk membahas lebih lanjut tentang skripsi...
TRANSCRIPT
25
Bab V
ANALISIS
Untuk membahas lebih lanjut tentang skripsi ini, penulis menggunakan teori
komunikasi budaya. Karena topik bahasan dari skripsi ini adalah perbedaan budaya antara
penulis dengan murid, guru, serta masyarakat yang ada di negara Thailand.
Selain komunikasi lintas budaya, penulis juga menggunakan teori komunikasi antar
pribadi serta penetrasi sosial untuk melihat bagaimana proses komunikasi antar pribadi
dengan murid, guru, serta masyarakat Thailand serta bagaimana penulis mencoba membuka
diri untuk menyesuaikan dengan kebudayaan Thailand.
5.1 Komunikasi Lintas Budaya
Komunikasi lintas budaya merupakan proses yang mempelajari komunikasi baik antar
individu maupun kelompok suku bangsa dan ras yang berbeda. Komunikasi lintas budaya
lebih menekankan pada proses pertukaran pesan yang terjadi antara ras, suku, bangsa,
serta kebudayaan yang berbeda. Komunikasi lintas budaya juga menekankan pada
perbandingan pola komunikasi antar pribadi pada komunikator maupun komunikan yang
memiliki kebudayaan yang berbeda.
Dalam menganalisis proses komunikasi lintas budaya yang terjadi, penulis
mengunakan pendekatan adaptasi dan konlik lintas budaya. Dimana dalam pendekatan
adaptasi melihat bagaimana penulis beradaptasi dengan budaya yang berbeda dan
menyesuaikan diri. Sedangkan dalam konflik sosial melihat bagaimana penulis mengalami
konflik baik dari dalam diri sendiri, dengan kegiatan sekolah yang berbeda dari Indonesia,
maupun lingkungan sosial di Thailand akibat perbedaan budaya.
5.2 Komunikasi Antar Pribadi dan Penetrasi Sosial
Teori selanjutnya yang penulis gunakan adalah teori komunikasi antar pribadi dan
penetrasi sosial.
Komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi yang terjadi antar dua orang, adanya
umpan balik dan bersifat dua arah. Proses komunikasi antar pribadi sendiri terjadi dalam
bentuk kontak langsung. Dalam komunikasi antar pribadi penulis ingin melihat bagaimana
proses komunikasi antar pribadi baik dengan murid, guru, maupun teman-teman sesama
guru Sawasdee Project 21.
Teori penetrasi sosial menjelaskan bagaimana berkembangnya kedekatan hubungan
terutama hubungan interpersonal atau bisa disebut antar pribadi. Hubungan interpersonal
26
yang baik akan berakhir menjadi teman terbaik hanya jika mereka memproses dalam
sebuah “tahapan dan bentuk yang teratur dari permukaan ketingkatan pertukaran yang
intimsebagai fungsi dari hasil langsung yang diperkirakan.
Terdapat tahapan-tahapan hubungan interpersonal hingga sseseorang menjadi akrab
bahkan intim dengan orang lain.
1. Pengungkapan diri
2. Kedekatan melalui pengungkapan diri
3. Kedalaman dan luasnya penyingkapan diri – keintiman
4. Pengaturan kedekatan berdasarkan penghargaan dan biaya
5. Evaluasi: penarikan kembali dan penetrasi soisal
5.3 Kasus-Kasus Yang Terjadi Selama Sawasdee Project 21
5.3.1 Guru dan Murid di Kelas
Penulis sebagai guru disini mengajar kelas 1 hingga kelas 3 di sekolah Don Kra
Bueng. Jujur saja mengajar merupakan pengalaman baru bagi penulis. Penulis belum
pernah mengajar baik untuk perorangan maupun mengajar untuk kelas.
Mengikuti Sawasdee Project 21 dan mengajar di kelas merupakan pengalaman
baru bagi penulis. Penulis juga harus mengajar murid yang berasal dari negara yang
berbeda. Bisa dipastikan bahwa terdapat banyak kebuadayaan yang berbeda antara
penulis sebagai guru dan orang asing serta para murid yang merupakan orang lokal.
Perbedaan budaya yang terjadi baik dari segi bahasa, kebiasaan, serta norma atau nilai
yang berlaku.
Mengajar bahasa Inggris di Thailand bukan hal yang mudah. Penulis sering
bingung bagaimana cara menyampaikan materi agar para murid dapat mengerti dengan
cepat dan mengingat materi tersebut. Metode belajar bahasa Inggris di Thailand lebih
cenderung ke menghafalkan daripada memahami. Mereka sering diberi kosakata bahasa
Inggris, mencatat, dan membaca. Tapi, jika kita menunjukan kata bahasa Inggris secara
acak mereka akan kebingungan. Penulis biasanya mengajak para murid untuk membaca
kata dalam bahasa Inggris selama berkali-kali. Penulis sering mengulang satu kata yang
disebutkan secara tidak benar. Penulis akan melakukannya sampai para murid
mengucapkan kata dengan benar.
27
Setelah membaca bersama, penulis akan menyuruh para murid untuk
mengerjakan tugas di lembar kerja murid. Hal yang mengejutkan bagi penulis adalah,
ketika penulis hanya menyuruh para murid untuk mengisi 1 tugas di lembar kerja
murid, mereka akan mengisi beberapa tugas setelahnya. Penulis juga biasanya berkata
jika tidak mengerti boleh bertanya, maka banyak sekali murid yang mengangkat tangan
mereka. Akhirnya penulis datang kesetiap meja dan membantu mereka untuk
mengerjakan tugasnya. Beruntung susunan meja di sekolah menulis bukanlah susunan
meja untuk perorangan melainkan dibentuk menjadi beberapa kelompok kecil. Dimana
1 kelompok kecil terdiri dari 3 hingga 5 meja kursi, sehingga memudahkan penulis
untuk keliling melihat para murid dan membantu mereka.
Penulis sempat diberitahu oleh teman penulis bernama Danu bahwa murid-murid
di Thailand suka sekali mewarnai. Danu sendiri merupakan peserta Sawasdee Project
pada tahun 2015. Setelah mengetahui hal itu penuli mencoba memanfaatkan kegiatan
mewarnai sebagai sarana untuk belajar bahasa inggris. Ketika penulis memasuki kelas
dan berkata bahwa kegiatan hari ini adalah mewarnai reaksi ara murid tampak senang.
Bahkan ada yang memberika penulis permen. Tidak hanya mewarnai, penulis juga
meminta para murid untuk menamai obyek pada gambar dalam bahasa inggris. Penulis
berharap dengan kegiatan tersebut para murid jadi lebih mudah untuk mempelajari kata
baru dalam bahasa inggirs.
Selain mewarnai, penulis pernah mengajak murid kelas 3 untuk melipat kertas
dan membentuknya menjadi panda. Penulis juga memberikan arahan dalam bahasa
inggris secara perlahan di depan kelas agar para murid bisa mengerti dan mengikutinya.
Apabila ada murid yang kewalahan penulis akan menghampiri serta membantunya.
Penulis juga pernah mengajak murid kelas 2 dan 3 untuk bermain hangman.
Penulis membuat garis-garis kosong yang akan diisi huruf-huruf dan membentuk 1 kata
dalam bahasa inggris. Apabila mereka berhasil mereka tidak akan mendapat gambar
orang dengan leher yang tergantung tali, tetapi apabila mereka gagal mereka akan
mendapatkan gambar tersebut. Bagi penulis permainan ini cukup menyenangkan,
ditambah ketika melihak wajah panik para murid ketika mereka mendapat gambar
tersebut. Penulis akan tersenyum dan berusaha menahan tawa. Penulis juga senang
ketika para murid berhasil memecahkan kata yang dimaksud penulis. Menurut penulis
28
permainan ini membantu mereka untuk mengeja huruf dan menghafal 1 kata bahasa
inggris. Penulis merasa jika para murid juga sangat menikmati permainan ini.
1. Bahasa
Perbedaan bahasa merupakan perbedaan yang paling mencolok diantara
penulis dan para murid. Penulis hanya bisa berbicara bahasa Indonesia dan
Inggris secara lancar. Sedangkan para murid tidak dapat berbicara bahasa
Inggris dengan lancar. Pada awalnya penulis kebingungan bagaimana harus
menyampaiakan materi bahasa inggris kepada murid-murid disana.
Beruntung penulis dibantu oleh guru wali atau guru mata pelajaran bahasa
inggris untuk menerangkan materi.
Akan tetapi penulis selalu dibantu oleh mereka. Terkadang penulis ditinggal
oleh guru wali dan dibiarkan mengajar sendirian. Akhirnya penulis
mencoba sebisa mungkin menerangkan materi sesederhana mungkin
dengan mengajak murid membaca atau mengeja kata bahasa inggris,
menggambar benda dalam bahasa inggris, bermain hangman, mewarnai,
atau memberi tugas untuk mengerjakan soal yang ada dibuku tugas mereka.
2. Kebiasaan
Kebiasaan murid di kelas sangat beragam. Ada yang memperhatikan, sibuk
mengobrol, bahkan mainan sendiri, berlarian, dan mengganggu teman atau
penulis.
Pengalaman menarik bagi penulis adalah ketika penulis akan menuju ke
kelas 1. Ruangan penulis yang disediakan sekolah berada di lantai atas,
sedangkan ruangan kelas 1 berada di lanntai bawah. Ketika penulis
menuruni tangga, beberapa murid sudah menunggu dibawah tangga dan
menarik tangan penulis agar segera masuk kedalam kelas. Setelah penulis
amsuk kedalam kelas mereka berteriak kegirangan. Jujur saja hal tersebut
membuat penulis senang dan juga bingung. Hal tersebut tidak terjadi di
kelas 2 dan 3.
Kebiasaan lainnya ketika mereka meminta izin untuk pergi ke toilet atau
mengambil air minum di belakang kelas mereka. Para murid biasanya
menggunakan bahasa Thailand untuk meminta izin kepada penullis.
Meskipun mereka mengetahui kalau penulis tidak bisa bahasa Thailand dan
penulis merupakan orang asing. Tapi mereka tetap melakukannya. Ada juga
29
beberapa murid yang menggunakan bahasa Inggris untuk meminta izin
mengambil minum atau pergi ke toilet.
Ketika selesai mengajar di kelas 1 dan 2, penulis selalu di kerumuni para
murid untuk dipeluk. Pernah suatu kali penulis berteriak secara spontan
karena penulis hampir jatuh ketika dipeluk.
3. Norma atau nilai
Untuk norma dan nilai menurut penulis hampir sama dengan norma atau
nilai yang ada di Indonesia. Ketika guru memasuki ruangan ketua kelas
akan memberikan aba-aba supaya para murid lainnya memberi hormat
kepada yang lain. Akan tetapi ada sedikit perbedaan yang penulis rasakan.
Ketika kelas ribut biasanya guru Thailand akan memukul papan tulis
dengan kayu panjang atau penggaris dengan keras suapaya semua murid
diam. Ketika ada murid yang dianggap membuat masalah atau kekacauan
maka murid tersebut akan dipukul dengan kayu panjang atau tangan sang
guru sendiri.
Meskipun ketika SD penulis melihat hal yang sama, akan tetapi dengan
maraknya isu Hak Asasi Manusia dan perlindungan anak di Indonesia saat
ini. Hal tersebut bisa dibilang langka di temui di sekolah yang ada di Negeri
ini.
Pernah penulis disodorkan kayu panjang oleh murid untuk membuat kelas
agar lebih tenang atau mendisiplin murid. Penulis pernah memukul papan
tulis untuk mendapatkan perhatian murid tapi gagal. Akhirnya penulis
mencoba diam dan menunggu agar para murid diam dengan sendirinya.
Beruntung cara penulis untuk memilih diam cukup berhasil. Akhirnya para
murid diam dan lanjut memperhatikan penulis.
30
Berikut ini adalah beberapa gambaran ketika berada di kelas dengan para murid:
gambar 5.3.1.1 : hari pertama perkenalan dengan seluruh murid di kelas 3
Gambar 5.3.1.2: suasana kelas 2 yang ramai hampir setiap hari
Gambar 5.3.1.3: suasana kelas 1
31
5.3.2 Guru dan Murid di Luar Kelas
Interaksi antara penulis sebagai guru dan murid tidak hanya berlangsung di dalam
kelas. Interaksi juga terjadi di luar kelas. Misalnya, pada saat jam istirahat, jam pagi
sebelum masuk kelas, jam pulang sekolah, bahkan ketika tidak sengaja berpapasan di
luar sekolah.
Ketika istirahat, meja makan para guru dan para murid berbeda. Biasanya guru
akan mendapat lebih banyak macam lauk untuk makan siang dan air es untuk minum.
Sedangkan murid hanya mendapat nasi dan satu macam lauk. Sebelum para murid
makan, mereka harus berbaris untuk mengambil makanan, lalu duduk, dan
mengucapkan doa sebagai ucapan syukur atas makanan mereka. Setelah berdoa mereka
makan. Ketika para murid selesai menghabiskan makanan mereka, mereka menaruh
piring kotor mereka ke tempat cuci piring. Disana ada petugas yang akan mencucinya.
Terkadang ada juga murid yang membantu untuk mencuci. Setelah makan biasanya
para murid akan bermain atau membeli jajanan di kantin sekolah mereka. Ada yang
membeli makanan ringan dan ada yang membeli es krim. Harga makanan ringan dan es
krim di kantin terbilang murah sekitar 5 Baht atau Rp2.000,00 hingga 20 Bath atau
Rp8.000,00. Sedangkan para guru biasanya ketika makan siang mereka akan mengobrol
dengan sesama guru lainnya. Tidak banyak guru yang mengajak ngobrol panjang
dengan penulis karena keterbatasan bahasa Inggris mereka serta keterbatasan bahasa
Thailand penulis. Ketika makan siang menulis biasanya hanya mengambil 1 atau 2
macam lauk yang ada. Karena penulis tidak memilik halangan dalam makanan seperti
alergi atau pantangan makan daging tertentu seperti daging babi, penulis sering
mendapat makanan dengan daging babi di dalamnya. Bisa dibilang hampir setiap hari
di sekolah penulis memakan daging babi. Jarang sekali penulis makan daging ayam,
ikan, bahkan sapi. Ketika di Indonesia penulis sebih sering makan ayam maka di
Thailand penulis lebih sering makan babi.
Setelah makan penulis menaruh piring, sendok garpu, serta gelas kotor ketempat
cuci piring lalu pergi. Biasanya penulis akan menghampiri beberapa murid untuk
bercanda sebentar atau sekedar bertanya “apakah mereka sudah makan”. Terkadang
penulis juga mengajak murid untuk berfoto. Pengalaman yang paling berkesan ketika
penulis melihat murid kelas 3 makan es krim penulis berkata “es krim yang enak” lalu
pergi ke toilet sebentar untuk buang air. Ternyata murid dan temannya yang memakan
32
es krim menunggu penulis di depan pintu toilet. Ketika pintu dibuka penulis ditawari es
krim oleh mereka. Jujur saja penulis sangat kaget dan senang, karena itu pertama
kalinya penulis ditawari es krim oleh anak yang usianya jauh dibawah penulis. Tapi
sayang sekali, dengan berat hati penulis harus menolak tawaran mereka karena penulis
sedang mengalami flu berat sejak akhir Desember hingga minggu kedua Januari.
penulis melihat wajah kecewa murid dan sangat berat hati, tapi jika penulis terima
mungkin flu yang penulis derita akan bertambah parah.
Ketika pagi hari sebelum pelajran dimulai biasanya ada murid yang mendatangi
gurunya untuk membantu membawakan tas guru tersebut. Biasanya para guru akan
masuk ke ruang rapat untuk mengisi absensi lalu menuju ruangan masing-masing.
Ketika penulis berjalan ke ruangan penulis yang ada di lantai 2 beberapa murid kelas 1
dan 2 menyapa dengan menaruh kedua tanggan di depan dada atau disebut “wai”
sambil berkata “Sawasdee ka/kab” atau “Good Morning, teacher”. Ada juga yang
menyapa dengan toss atau “high-five” ada juga yang memeluk dan menarik tangan.
Ketika sampai di lantai 2 penulis juga disapa oleh beberapa murid kelas 3 dengan
sapaan “Good Morning, teacher”
Beberapa gambar penulis dengan murid-murid di luar kelas:
Gambar 5.3.2.1: dengan beberapa murid kelas 2 pada jam istirahat
33
Gambar 5.3.2.2: dengan beberapa murid TK. Warna jingga untuk murid TK A dan hijau
untuk murid TK B
Gambar 5.3.2.3: dengan salah satu murid kelas 2 (yang memakai baju kuning) dan 3 (yang
memakai baju putih)
34
Gambar 5.3.2.4: menu makan siang untuk para guru.
35
5.3.3 Guru dengan Kegiatan Sekolah
Setiap pukul 8 pagi, selalu diadakan upacara bendera. Berbeda dengan di
Indonesia yang mengadakan upacara bendera setiap hari senin, di Thailand upacara
bendera dilakukan setiap hari pada pukul 8 pagi hingga setengah 9. Pada saat upacara
para murid menyanyikan lagu kebangsaan Thailand untuk mengiringi pengibaran
bendera Negara Thailand. Setelah mereka menyanyikan lagu kebangsaan dan bendera
sudah berada di puncak tiang bendera, pemimpin upacara yang terdiri dari 2 orang
murid biasanya dari kelas 4 hingga kelas 6 mengucapkan doa kepada Buddha di
mimbar upacara. Setelah mengucapkan doa, mereka akan mengatakan “we morn the
loose of our beloved King and we pray that He reaches Heaven Safely” perlu diketahui,
keadaan masyarakat di Thailand masih dalam keadaan berduka pasca wafatnya Raja
Bhumibol Adulyadej Rama IX. Setelah mengucapkan kalimat tersebut para murid
memberikan penghormatan dan menyanyikan lagu penghormatan untuk Raja mereka.
Setelah lagu selesai pemimpin upacara mengundang apara guru unuk maju kedepan
agar diberi hormat oleh para murid. Penulis juga sering disuruh maju kedepan oleh
beberapa murid. Setelah maju, para purid mengucapkan “Sawasdee Ka/Khab” sambil
menaruh kedua tangan di depan dada mereka. Setelah memberi penghormatan kepada
para guru, mereka menghadap kearah teman mereka masing-masing dan memberi
salam dengan cara yang sama. Setelah memberi salam pemimpin upacara turun dari
mimbar upacara digantikan oleh 1 orang murid yang akan memimpin senam pagi. Para
murid mengikuti aba-aba pemimpin senam dengan baik. Setelah senam pagi salah satu
guru akan naik ke mimbar upacara untuk menyampaikan beberapa pengumuman atau
penulis sebut sebagai amanat upacara. Setelah amanat upacara selesai diucapkan, para
murid kembali ke kelas mereka masing-masing, begitu juga dengan para guru.
Selain upacara yang diadakan setiap pagi, ada 2 kegiatan sekolah lainnya yang
biasa dilakukan para murid yang membuat penulis merasa “ini adalah hal baru”.
Kegiatan pertama, minum susu. Setiap pukul setengah 11 murid-murid akan keluar
kelas, duduk di koridor depan kelas mereka sambil meminum susu. Susu yang mereka
dapatkan adalah susu dingin yang disuplai dari parbirk susu distrik Nong Pho. Setelah
mereka meminum susu sampai habis, mereka kembali ke kelas masing-masing untuk
belajar.
36
Kegiatan lainnya adalah olahraga bersama setiap rabu sore sekitar pukul hingga
waktu pulang sekolah tiba. Untuk kegiatan olahraga, ini adalah program dari
pemerintah untuk setiap sekolah Negeri di Thailand. Don Kra Bueng School
merupakan sekolah negeri, maka dari itu Don Kra Bueng School juga menerapkan
kegiatan ini setiap hari Rabu. Jujur saja untuk kegiatan olahraga setiap hari Rabu,
penulis hanya mengikutinya selama 2 kali dalam kurn waktu 6 minggu. Alasanya
karena penulis kelelahan setelah mengajar.
Selain itu, setiap seminggu sekali salah satu kelas dan guru akan mengunjungi
kuil yang berada di depan sekolah untuk beribadah sejenak dan memberi persembahan
untuk para Biksu disana. Kata salah satu teman penulis bernama Erin, persembahan
yang diberikan sekolah kepada para Biksu bisa berupa makanan atau beasiswa untuk
belajar di Universitas. Pada hari dimana akan ke Kuil setiap orang di Sekolah akan
memakai baju berwarna putih. Bahkan penulis juga diminta untuk memakai baju putih.
Kunjungan ke Kuil dilakukan pada jam pelajaran pertama setelah upacara. Setelah
selesai para murid yang ditunjuk untuk mengunjungi Kuil kembali ke kelas untuk
belajar lagi.
Pada tanggal 13 Januari 2017, sekolah tempat penulis mengajar mengadakan
perayaan Hari Anak Thailand. Perayaan tersebut dimulai setelah upacara pagi. Semua
murid dan guru berkumpul di aula untuk merayakan hari anak. Terdapat beberapa
pertunjukan dari para murid, acara menyanyi bersama, dan pembagian hadiah. Haidah
yang dibagikan bermacam-macam, ada sepeda, boneka, makanan ringan, kasur, bahkan
uang tunai atau beasiswa. Selain itu ada beberapa stand makanan dan minuman yang
dibuka di dalam aula. Makanan dan minuman disana diberikan secara gratis kepada
para murid dan guru yang ada. Pada saat jam makan siang semua murid dan guru pergi
ke stand makanan atau minuman yang ada dan mengambilnya. Bahkan bisa mengambil
makanan yang sama secara berkali-kali tergantung persediaan yang ada di meja stand.
Setelah makan siang para murid dan guru melanjutkan acara pembagian hadiah hingga
jam 12:30. Setelah acara selesai semua murid kembali pulang. Yang menarik selama
perayaan Hari Anak di sekolah penulis diminta oleh beberapa murid untuk berfoto, baik
murid taman kanak-kanak maupun murid kelas 6. Penulis menanggapi dengan senang
dan merasa tidak keberatan. Karena penulis memang ingi agar bisa dekat dengan para
murid. Maka dari itu penulis tidak keberatan jika harus berfoto dengan para murid.
37
Sedangkan keesokan harinya terdapat perayaan hari anak di lapangan dekat
sekolah. Acaranya hampir sama dengan yang di sekolah, ada pertunjukan, pembagian
hadiah, dan makanan. Akan tetapi ada pembagian makanan untuk para Biksu dan stand
permainan disana. Disamping itu pengunjung yang datang juga lebih banyak daripada
yang di sekolah serta acaranya selesai lebih lama. Karena hadiah yang dibagikan lebih
banyak. Bahkan ada anak yang mendapat kursi berroda seperti yang ada di kantor
kebanyakan.
Gambar 5.3.3.1: salah satu anak mendapat kursi kantor pada saat perayaan Hari Anak di Desa
Gambar 5.3.3.2: suasana perayaan Hari Anak di Sekolah
38
Gambar 5.3.3.3: hadiah yang dibagikan pada perayaan Hari Anak di Sekolah
Gambar 5.3.3.4: hadiah berupa uang beasiswa yang dibagikan pada perayaan Hari Anak di Sekolah
Gambar 5.3.3.5: makanan pada perayaan Hari Anak di Sekolah
39
Gambar 5.3.3.6: makanan pada perayaan Hari Anak di Sekolah
Gambar 5.3.3.7: salah satu kegiatan di Kuil dekat Sekolah
Gambar 5.3.3.8: upacara bendera pada pagi hari
40
Gambar 5.3.3.9: upacara bendera pada pagi hari
Gambar 5.3.3.10: pembagian susu
Gambar 5.3.3.11: olahraga rutin setiap hari Rabu
41
5.3.4 Guru Indonesia dengan Guru Thailand
Guru-guru di sekolah cukup banyak, ada beberapa guru yang mengajar di mata
pelajaran tertentu dan yang lainnya menjadi wali kelas dan mengajar begitu banyak
mata pelajaran di kelas mereka masing-masing. Guru-guru juga membantu penulis
ketika penulis menyampaikan materi dalam bahasa inggris. Mereka akan
menerjemahkan apa yang penulis katakan kepada para murid agar mereka dapat
dimengerti para murid. Selain menerjemahkan, para guru juga membantu penulis untuk
menenangkan para murid ketika mereka sedang ribut di kelas.
Tidak hanya membantu ketika di kelas, para guru juga membantu penulis ketika
membutuhkan transportasi ke van station untuk ke Bangkok dan untuk pergi ke Tesco
Lotus (Hypermarket sekelas Transmart, Hero, Lotte Mart, atau Hypermart jika
dibandingkan dengan Indonesia) atau ke 7Eleven untuk membeli beberapa keperluan
logistik penulis seperti air mineral, makanan kecil, mie instan, perlengkapan mandi,
kantong plastik, tissue, bahkan paket data. Tidak hanya mengantar, terkadang beberapa
guru juga mengajak penulis untuk jalan-jalan di Tesco Lotus, pabrik susu Nong Pho,
Big Market, Ban Pong, dan beberapa tempat lainnya.
Guru-guru di Sekolah sangat baik dan perhatian, mereka akan khawatir jika
penulis pergi sendirian. Mereka akan memastikan jika ada teman yang ikut pergi
dengan penulis. Contohnya saja ketika penulis meminta izin untuk pergi ke Bangkok,
Kru (sebutan untuk guru) Noei berkata bahwa penulis harus pergi bersama teman. Dia
khawatir jika penulis pergi sendirian karena penulis adalah orang asing dan perempuan.
Menurutnya, sangat tidak aman bagi orang asing untuk pergi jauh sendirian terutama
jika ia adalah perempuan.
Selain masalah kekhawatiran, penulis juga sering diberikan banyak sekali
makanan oleh beberapa guru. Guru yang sering memberi makanan kepada penulis
adalah Kru Tik dan Kru Pin. Kru Tik adalah guru matematika yang tinggal di dorm
guru, sedangkan Kru Pin adalah guru sains yang tinggal di rumah dekat sekolah. Kru
Tik seorang vegetarian dia terkadang memasak kra pao dengan protein khusus untuk
vegetarian, akan tetapi dia dan Kru Pin juga terkadang membelikan penulis makanan
berbahan daging dan berbagai macam makanan lainnya. Kru Tik juga berkata bahwa
sekolah terlah menyediakan beberapa uang untuk keperluan penulis. Pernah penulis
mengalami flu berat selama 3 minggu awal di Thailand. Penulis diantar Kru Tik untuk
42
membeli obat flu di Ban Pong. Untuk membayar obatnya Kru Tik menggunakan uang
pemberian sekolah yang disediakan bagi penulis.
Salah satu hal yang mengagetkan penulis adalah ketika Kru Tik berkata bahwa
dirinya adalah gay. Pada awalnya teman sekamar penulis bernama Khuong Tran
bertanya mengapa Kru Tik mengenakan cincin di salah satu jarinya. Khoung bertanya
apakah Kru Tik sudah menikah, lalu Kru Tik menjawab bahwa ia tidak menikah dan
menambahkan ia adalah gay.
Pada saat perpisahan dengan para murid dan guru di sekolah, penulis mendapat 2
kaus Thailand berwarna hitam dan bergambar Hanoman. Selain itu penulis juga berfoto
dengan para murid dan beberapa guru. Ada guru kelas 1 dan kelas 3 yang meminta
kontak pribadi penulis. Penulis memberikanya dengan senang hati dan berharap agar
hubungan baik tetap terjaga meskipun sudah berada di Negara berbeda.
Gambar 5.3.4.1: dengan Kru Pin (guru sains wanita) dan Kru Tik (guru matmatika pria) pada hari pertama sampai di Ratchaburi, Thailand.
43
Gambar 5.3.4.2: dengan para guru dan 2 volunteer lain
Gambar 5.3.4.3: pada hari terakhir di Sekolah. Penulis mendapat karangan bunga dari beberapa murid kelas 1
44
Gambar 5.3.4.4: sesudah memberikan salam perpisahan di depan para murid dan guru.
Gambar 5.3.4.5: makan malam pada hari terakhir di Ratchaburi.
45
5.3.5 Guru dengan Guru Sawasdee 21 Lainnya
Guru-guru sawasdee 21 merupakan peserta pertukaran yang mengikuti Sawasdee
Project 21. Mereka semua berasal dari beberapa negara berbeda seperti Indonesia,
Vietnam, China, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, India, Brasil, dan Argentina.
Perlu diketahui pada Sawasdee Project 21, perserta dari Indonesia merupakan
peserta terbanyak. Penulis menemui banyak orang Indonesia dan sering berlibur dengan
mereka. Tidak hanya berlibur bersama, terkadang kami juga sering membagikan apa
yang kami alami di sekolah bahkan di tempat tinggal. Seperti ketika kami bingung apa
materi yang harus diajarkan kepada siswa sd atau smp, kondisi murid masing-masing
serta kesulitan yang dialami, kondisi tempat tinggal seperti tidur beralas tikar, matras
tipis atau mendapat kasur, culture schok terhadap makanan, dan masih banyak hal lagi.
Bahkan pada saat Sawasdee Project 21 berakhir salah satu teman penulis meminta
tanggapan dari kami semua mengenai apa yang kurang dengan pendidikan bahasa
inggris yang ada di Thailand.
Selain dengan peserta dari Indonesia, penulis juga berinteraksi dengan beberapa
peserta dari luar negeri seperti Sri Lanka, Nepal, Portugal, dan Vietnam. Salah satu
teman penulis dari Vietnam bernama Khuong Tran, merupakan teman satu kamar
penulis pada minggu ketiga hingga minggu terakhir. Dia mengajar bahasa inggris di TK
Don Kra Bueng. Kami sering pergi ke pasar bersama, mengobrol, makan bersama,
bahkan bertukar budaya. Penulis pernah menunjukan video aransemen lagu Indonesia
Raya sedangkan ia menunjukan video tentang salah satu lagu Vietnam. Ia juga pernah
memasakan hidangan untuk dimakan bersama seperti ayam goreng dan sushi. Tentu
saja penulis juga ikut membantunya memasak tidak hanya menerima hidangan jadi dan
makan saja.
Kami bahkan berdiskusi mengenai paham LGBT (Lesbian Gay Bisexual and
Transgender) di negara kami. Jujur kami cukup kaget ketika Kru Tik mengatakan kalau
dia adalah gay. Menurut Khuong, di Vietnam paham LGBT cukup tabu dan penulis
juga berkata serupa. Berbeda dengan negara Thailand yang bisa dibilang sudah terbuka
dengan paham LGBT.
46
Gambar 5.3.5.1: diskusi mengenai pendidikan bahasa Inggris di Thailand
Gambar 5.3.5.2: diskusi mengenai pendidikan bahasa Inggris di Thailand (2)
47
Gambar 5.3.5.3: Dengan Khuong Tran atau Kitty di teacher dorm
Gambar 5.3.5.4: bersama teman-teman Indonesia, India, dan Sri Lanka
48
5.4 Analisis dengan Komunikasi Lintas Budaya
5.4.1 Kasus pertama yaitu hubungan antra penulis sebagai guru dengan murid.
Mengajar di luar negeri merupakan pengalaman baru bagi penulis. Perbedaan
bahasa dan perbedaan budaya merupakan hal yang cukup menantang. Maka
dari itu proses komunikasi lintas budaya sering terjadi. Perbedaan bahasa
merupakan salah satu unsur yang nampak dalam komunikasi lintas budaya
yang dialami penulis. Selain bahasa ada kebiasaan serta norma atau nilai yang
menjadi unsur komunikasi lintas budaya.
Di dalam komunikasi lintas budaya pada kasus ini penulis juga menggunakan
pendekatan adaptasi dan konflik sosial. Untuk mencapai komunikasi lintas
budaya yang baik dengan para murid di kelas, penulis mencoba beradaptasi
dengan lingkungan kelas. Cara yang penulis lakukan adalah dengan
memperhatikan tingkah laku para murid ketika sedang mengajar atau
mengawasi mereka saat mengerjakan tugas. Ketika mengajar banyak murid
terutama kelas 1 dan 2 yang sibuk sendiri, mencoba mengajak ngobrol penulis,
berlari, bahkan berteriak. Bisa dikatakan sedikit murid yang memperhatikan
atau duduk tenang di kelas 1 dan 2. Sedangkan di kelas 3 suasana kelasnya
cenderung lebih tenang dan kondusif. Akan tetapi penulis juga tetap harus
beradaptasi dengan murid kelas 3. Penulis harus memperhatikan bagaimana
sikap dan tanggapan mereka ketika penulis berusaha menjelaskan materi
bahasa Inggris, serta bagaimana mereka mengerjakan tugas yang penulis
berikan.
Selain melakukan adaptasi, penulis juga mengalami konflik sosial dimana
ketika kelas 1 dan 2 mulai ribut dan penulis kebingungan bagaimana caranya
menenangkan para murid dan mendapatkan perhatian mereka. Pernah penulis
mencoba memukul papan tulis dan berteriak namun para murid tetap saja
sibuk dengan urusan mereka sendiri. Penulis hanya merasa bahwa mereka
hanya aktif bukanlah nakal. Beruntungnya terkadang ada guru yang membantu
penulis untuk menenangkan para murid yang ribut. Penulis juga pernah berdiri
diam di depan kelas ketika para murid kelas 2 mulai ribut. Melihat penulis
diam di kelas, salah satu murid berinisiatif untuk mengajak teman-temannya
untuk diam. Setelah mereka diam, penulis bida melanjutkan kembali
penelasan yang tertunda.
49
5.4.1.1 Bahasa
Dalam kasus ini komunikasi lintas budaya terjadi antara penulis
sebagai guru dengan para murid. Faktor yang pertama adalah soal bahasa.
Penulis berasal dari Indonesia berbicara dalam bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris, sedangkan para murid berasal dari Thailand dimana
mereka berbicara dalam bahasa Thailand. Bagi penulis dan para murid
bahasa Inggris merupakan bahasa asing. Akan tetapi penulis hanya bisa
berkomunikasi dengan bahasa Inggris sedangankan para murid bisa
dikatakan masih kesulitan untuk mengerti kalimat dalam bahasa Inggris.
Pada 3 minggu awal penulis mengalami konflik lintas budaya dalam
segi bahasa. Dimana penulis kebingungan bagaimana cara menyampaikan
materi bahasa Inggris kepada para murid agar dapat dimengerti dengan
baik. Akan tetapi penulis juga berusaha beradaptasi dengan cara meminta
bantuan guru wali kelas atau guru bahasa inggris di Don Kra Bueng,
mencoba memahami sedikit apa yang biasa para murid katakan jika
mereka meminta izin ke toilet atau mengambil air minum. Jika penulis
masih kebingungan penuli akan mencoba bertanya apa yang para murid
katakan kepada salah satu guru yang sedang menemani penulis di kelas.
Perlu diakui penulis juga mengalami konflik ketika penulis diajak biacara
oleh beberapa murid akan tetapi penulis tidak mengerti apa yang murid
tersebut katakan. Biasanya reaksi penulis hanya “yes”, “no”, dan “I am
sorry, I do not know”. Dan reaksi murid tersebut bisa dipastikan
kebingungan dengan apa yang penulis katakan.
Perlu akui, selain ingin memiliki hubungan antar pribadi yang baik
penulis juga berharap agar para murid juga bisa berbicara dalam bahasa
inggris dengan penulis. Akan tetapi penulis merasa perlu banyak usaha
untuk membantu mereka belajar dan menanamkan keberanian untuk
berbicara bahasa inggris. Penulis merasa waktu 6 minggu belumlah cukup
untuk membuat para murid lebih baik dalam berbahasa inggris.
Disamping itu penulis juga merasa karena pengalaman mengajar penulis
yang kurang sehingga cara penulis untuk menyampaikan materi tidak pas
dan penulis sering kewalahan ketika kelas mulai ramai.
50
5.4.1.2 Kebiasaan
Sebenarnya kebiasaan ribut di kelas bukanlah hal yang asing bagi
penulis. Karena ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, penulis juga
melihat sendiri bagaimana ketika teman-teman sebaya penulis membuat
keributan di kelas pada jam pelajaran.
Akan tetapi ketika penulis ditunggu dan ditarik untuk masuk kedalam
kelas oleh para murid kelas 1, penulis merasa sangat terkejut. Jarang
sekali penulis melihat di Indonesia ada murid sekolah dasar yang menarik-
narik tangan gurunya untuk masuk kedalam kelas. Bakhan mendapat
reaksi teriakan girang ketika masuk kedalam kelas 1. Konflik yang penulis
rasakan adalah penulis terkejut dan heran. Karena menurut penulis jarang
sekali ada guru yang mendapat perlakuan seperti itu oleh murid-muridnya.
Akan tetapi penulis juga senang karena mereka terlihat gembira ketika
penulis datang. Maka penulis mencoba beradaptasi dengan memasrahkan
diri dan menyodorkan tangan penulis ketika di tarik dan dituntun ke dalam
kelas.
Kejadian lainnya ketika penulis selesai mengajar dan para murid maju
ke depan untuk memeluk penulis. Ketika di kerumuni oleh para murid,
penulis hampir saja terjatuh dan secara spontan berteriak karena terkejut.
Konflik yang penulis alami disini adalah ketika penulis secara spontan
berteriak ketika hampir jatuh akibat dikerumuni para murid yang ingin
memeluk. Terlebih fisik para murid rata-rata jauh lebih kecil daripada
penulis. Penulis khawatir jika penulis jatuh, salah satu murid akan
tertimpa badan penulis dan murid tersebut akan kesakitan. Maka dari
kejadian itu penulis berusaha menjaga keseimbangan agar tidak mudah
jatuh dengan menyandarkan tangan pada tembok atau berpegangan pada
meja. Selain itu penulis mencoba beradaptasi dengan menerima pelukan
baik dari salah satu murid atau beberapa murid. Sehingga mereka merasa
dekat dan nyaman dengan penulis.
5.4.1.3 Norma atau nilai
Untuk masalah memberi salam penulis tidak merasa terkejut atau
mengalami konflik. Karena penulis ketika masih menjadi murid sekolah
dasar, setiap murid termasuk penulis harus memberikan salam kepada
guru yang masuk kedalam kelas.
51
Penulis baru merasakan adanya konflik ketika melihat guru Thailand
menghukum muridnya dengan memukul dan mencoba membuat kelas
tenang dengan memukul papan tulis. Meskipun penulis juga pernah
memelihat hal serupa namun dengan perkembangan zaman hal tersebut
sudah jarang dilihat lagi di Indonesia. Adanya kasus guru yang dilaporkan
ke polisi karena mencubit muridnya atau guru yang dipukul oleh orang tua
murid karena hal serupa, membuat penulis berpikir mungkin saja
hukuman memukul sudah jarang dilakukan di sekolah Indonesia. Akan
tetapi penulis berpikir mungkin cara tersebut dilakukan agar para murid
bisa hormat kepada guru mereka. Bahkan penulis juga pernah disodorkan
kayu pemukul. Penulis kadang menggunakannya untuk menarik perhatian
dengan cara memukulnya ke papan tulis atau pinggiran meja. Akan tetapi
penulis tidak pernah menggunakannya untuk memukul. Karena penulis
sendiri ingin agar dapat dekat dengan para murid tanpa mereka merasa
takut. Maka dari itu penulis membuka diri, tidak menghukum mereka
dengan keras, dan memberikan kesan baik. Meskipun dari sikap tersebut
para murid jadi cenderung lebih santai dengan penulis dan bisa ribut
kapan saja. Akan tetapi penulis tetap tidak ingin menghukum terlalu keras.
5.4.2 Guru dan Murid di Luar Kelas
Proses komunikasi lintas budaya tidak hanya terjadi di dalam kelas.
Proses komunikasi tersebut terjadi ketika di luar kelas. Seperti, pada saat
makan siang, istirahat, pulang sekolah, bahkan di luar sekolah.
Ketika makan siang penulis akan makan di meja dengan para guru.
Tentunya lauknya lebih beragam daripada para murid. Penulis selalu
mengambil nasi dan lauk yang penulis akan habiskan. Hampir setiap hari di
sekolah, penulis disuguhkan dengan makanan yang ada daging babi di
dalamnya. Akan tetapi banyak juga makanan yang mengandung sayur
didalamnya. Jujur saja penulis tidak suka makan sayur dan tekadang penulis
merasa bosan makan daging babi. Meskipun sering ditawarkan untuk
mengambil lebih. Terkadang penulis menuruti tawaran beberapa guru untuk
mengambil lagi. Penulis juga terkadang menolak karena sudah sangat
kenyang. Penulis beradaptasi dengan ikut makan di meja guru seperti
kebiasaan para guru lainnya. Terkadang penulis juga membantu menyalurkan
gelas yang sudah terisi air dan memberikannya kepada guru lainnya. Dalam
52
hal ini tidak terjadi konflik pada diri penulis. Setelah makan pun penulis
menaruh piring serta gelas yang sudah penulis pakai di tempat cuci piring.
Setelah itu penulis akan mampir ke kantin, memperhatikan atau menghampiri
beberapa murid yang sedang bermain.
Ketika pagi sebelum pelajaran di mulai penulis selalu mendapatkan
sapaan dari para murid, baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Thailand.
Penulis berusaha beradaptasi dengan menyapa balik para murid tersebut.
Bahkan penulis juga menyapa duluan beberapa murid yang lewat. Tidak ada
konflik pada diri penulis mengenai hal ini. Karena hal ini bagi penulis adalah
wajar, di Indonesia pun juga dalam hal memberikan salam ke guru ketika
lewat pun sama. Hanya saja dengan bahasa dan simbol non-verbal yang
berbeda. Jika di Indonesia penulis memberi salam “selamat pagi” dengan
sedikit menundukan kepala kepada orang yang lebih tua dan kepala tegap
kepada orang yang sebaya bahkan lebih muda, di Thailand penulis dan para
murid mengucapkan “sawasdee ka/kab” dengan menaruh kedua tangan di
depan dada atau bisa disebut dengan “wai”. Baik memberi salam kepada
murid maupun kepada guru atau orang-orang yang ada di sekolah.
5.4.3 Guru dengan Kegiatan Sekolah
Kegiatan setiap hari yang penulis lakukan adalah mengikuti upacara
pagi. Penulis mencoba beradaptasi dengan mencoba mengikuti prosesi upacar
yang ada. Seperti berdiri tegap menghadap bendera kebangsaan negara
Thailand ketika lagu kebangsaan dikumandangkan. Apabila penulis tidak
sempat turun kelapangan setelah berada di ruangan, penulis akan berdiri
menghadap tiang bendera dari ruangan. Perlu diketahui berdiri tegap ketika
lagu kebangsaan Thailand dikumandangkan merupakan hal yang wajib
dilakukan. Meskipun penulis adalah orang luar negeri disana, penulis juga
harus menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku. Agar tidak
menimbulkan konflik dari luar diri penulis. Akan tetapi penulis mengalami
konflik dari dalam diri ketika semua murid dan guru-guru mulai memanjatkan
doa. Penulis beragama Kristen dan rata-rata murid serta guru-guru yang ada di
sekolah beragama Buddha. Untuk mengatasinya penulis tetap mengikuti
mereka ketika mulai berdoa namun penulis sendiri berdoa menurut keyakinan
penulis sendiri.
53
Selain itu, seperti yang penulis katakan kondisi masyarakat Thailand
masih dalam keadaan berduka setelah wafatnya Raja Bhumibol Adulyadej
atau Rama IX. Maka semua murid dan guru-guru masih mendoakan Raja
mereka.bahkan mereka juga masih memberikan penghormatan dengan
bersujud. Penulis pun juga diharapkan melakukan hal yang sama. Maka
penulis pun sempat bersujud ketika mereka semua memberikan penghormatan.
Bisa dikatakan penulis melakukan hal tersebut untuk beradaptasi dengan
kondisi masyarakat yang ada.
Untuk kebiasaan minum susu yang dilakukan oleh para murid penulis
hanya memperhatikan mereka. Karena yang mendapat susu hanyalah para
murid. Awalnya penulis bingung dengan kebiasaan ini, lalu penulis diberitahu
oleh Kru Tik dan Erin kalau ini merupakan program pemerintah untuk sekolah
negeri yang ada di Thailand. Setiap hari para murid akan mendapat dan
meminum susu.
Untuk kegiatan olehraga yang diadakan setiap hari rabu jujur penulis
hanya mengikutinya sebanyak 2 kali selama 6 minggu berada di sekolah.
Penulis sering merasa kelelahan setelah mengajar 3 kelas dalam sehari.
Ketika sekolah akan memberi persembahan di Kuil, penulis akan
diberitahu untuk memakai baju berwarna putih. Bahkan penulis diberi
kalender Thailand oleh sekolah. Dari kalender tersebut penulis dapat
mengetahui kapan saja penulis harus memakai baju putih dan kapan penulis
tidak perlu memakainya. Hal tersebut merupakan cara penulis beradaptasi
dengan kegiatan sekolah. Selain itu penulis juga berusaha mencari tahu apa
yang biasa dilakukan pada saat kegiatan itu berlangsung.
Pada Hari Anak baik di Sekolah maupun di Desa, penulis selalu ikut
melihat dan memeriahkan. Jujur saja penulis cukup terkejut dengan banyaknya
hadiah yang dibagikan pada perayaan Hari Anak. Makanan dan minuman
yang ada juga sangat banyak. Pada awalnya penulis pikir bahwa makanan dan
minuman tersebut untuk diperjual belikan, ternyata makanan dan minuman
tersebut dibagikan secara gratis. Penulis membuka diri dengan mengikuti
perayaan hari anak. Ketika ada beberapa murid yang meminta penulis untuk
berfoto penulis merasa tidak keberatan. Pengalaman merayakan Hari Anak di
Thailand merupakan pengalaman yang tidak terlupakan bagi penulis. Ketika di
Indonesia kebanyakan Hari anak di warnai dengan perlombaan mewarnai,
54
fashion show, atau perlombaan lainnya sejauh yang penulis amati selama ini di
Indonesia. Sedangkan di Thailand perayaan Hari Anak diwarnai dengan
banyakanya makanan dan minuman gratis serta pembagian hadiah untuk anak-
anak yang ikut hadir dalam perayaan hari anak.
5.4.4 Guru Indonesia dengan Guru Thailand
Para guru Thailand yang berada di sekolah menurut penulis sangat baik
dan ringan tangan. Mereka bersedia membantu penulis baik di dalam kelas
maupun di luar kelas. Seperti menenangkan para murid, membantu penulis me
yang ribut dan mengantar penulis ke Tesco Lotus, Big Market, pabrik susu
Nong Pho, maupun 7-11 terdekat.
Selain itu guru-guru Thailand yang ada di sekolah sangat perhatian.
Bahkan bisa khawatir jika penulis akan pergi keluar kota. Mereka harus tahu
pasti jika penulis tidak pergi sendirian. Mereka juga sering memberikan
banyak makanan.
Penulis sempat mengalami konflik mengenai banyak makanan yang
diberikan mereka. Penulis merasa kebingungan bagaimana cara
menghabiskannya. Penulis merasa segan jika penulis tidak menghabiskannya.
Beruntungnya ada teman penulis yang berasal dari Thailand memberitahu
bahwa orang Thailand memang suka menyuguhkan banyak makanan.
Akhirnya penulis pun mengerti mengapa penulis selalu disuguhkan banyak
makanan. Penulispun mencoba beradaptasi dengan menerima makanan yang
diberi serta memberanikan diri untuk berkata tidak jika makanan yang diberi
sudah cukup banyak.
Selain masalah makanan penulis juga sempat mengalami konflik
mengenai ke khawatiran. Penulis merasa para guru tidak jauh berbeda dengan
orang tua penulis sendiri. Orang tua penulis selalu khawatir jika penulis belum
makan atau pergi sendirian. Jujur saja penulis sering berpergian keluar kota
sendiri di Indonesia. Penulis bisa ke Semarang atau ke Solo sendirian. Lalu
teman penulis juga berkata bahwa orang Thailand akan khawatir dengan kita
jika kita pergi sendirian ataupun belum makan. Meskipun kita bukan bagian
dari keluarga mereka, tetapi mereka akan tetap menghwatirkanmu. Maka dari
itu penulis mencoba beradaptasi dan berpikir mungkin saja mereka seperti itu
karena mereka tidak ingin penulis mengalami hal buruk selama di Thailand.
55
Maka dari itu mereka berusaha semaksimal mungkin untuk memperhatikan
dan menjaga penulis.
Selain itu, penulis juga terkejut setelah mengetahui bahwa Kru Tik salah
satu guru laki-laki di sekolah adalah Gay atau penyuka sesama jenis. Mungkin
penulis tidak akan mengetahuinya apabila Khuong Tran teman penulis dari
Vietnam tidak menanyakan cicin yang ada di jari Kru Tik. Dari kejadian itu
penulis mencoba lebih terbuka dengan para guru di sekolah terutama dengan
Kru Tik. Karena menurut penetrasi sosial untuk menghasilkan komunikasi
antar pribadi yang baik harus ada keterbukaan. Ketika seseorang suda
mengungkapkan dirinya maka sedikit demi sedikit korang tersebut akan
menjadi lebih dekat dengan orang lain.
Maka dari itu penulis mencoba lebih terbuka jika penulis meginginkan
sesuatu seperti meminta diantarkan pergi ke tempat pemberhentian van, di
antar membeli air mineral atau pergi ke pasar, bahkan meminta ikut pergi ke
Tesco Lotus. Penulis juga lebih terbuka mengenai Indonesia. Penulis pernah
memperlihatkan bagaimana parahnya kemacetan di Jakarta, sedikit sejarah
Indonesia sebelum merdeka, bahkan penulis memberitahu tentang salah satu
produk mie instan Indonesia yang juga dijual di Thailand yaitu Indomie.
Bahkan Kru Tik sempat mencoba Indomie Goreng kemasan cup yang dibeli di
7-11.
Pada akhirnya penulis juga harus berpisah dengan sekolah, semua murid
dan guru-guru. Penulis merasa berterima kasih dan sedikit sedih. Penulis
merasa penulis menjadi lebih terbuka dengan para guru dan murid yang ada di
sekolah. Bahkan penulis juga diberi hadiah oleh sekolah, surat-surat, origami
bentuk hati, serta bunga dari para murid. Penulis bahkan meminta tolong
kepada para guru wali kelas 1 sampai 3 untuk mengizinkan penulis berfoto
bersama dengan murid-murid di kelas. Penulis juga meminta tolong kepada
Kru Tk untuk mengambil foto melalui handphone penulis. Penulis bahkan
memberikan kontak pribadi penulis kepada Kru Nit guru kelas 1 dan Kru Fai
guru kelas 3 ketika mereka meminta kontak pribadi penulis.
Meskipun penulis sering megalami konflik ketika melakukan
komunikasi lintas budaya dengan para guru, namun penulis berusaha
beradaptasi dengan mencari informasi lebih dan mencoba lebih terbuka
56
dengan para guru. Sehingga komunikasi lintas budaya dan antar pribadi pun
berjalan dengan baik.
5.4.5 Guru dengan Guru Sawasdee Project 21
Komunikasi lintas budaya sering terjadi ketika penulis berbicara dengan
teman sekamar penulis yang berasal dari Vietnam bernama Khuong Tran.
Penulis pernah berdiskusi mengenai paham LGBT di Indonesia dan Vietnam.
Lalu kami juga membandingkannya dengan apa yang terjadi di Thailand.
Kami berdua juga merasakan adanya konflik mengenai paham LGBT akan
tetapi kami sadar bahwa paham LGBT disetiap negara berbeda. Misalnya di
Thailand paham LGBT bukanlah hal tabu, akan tetapi di Indonesia dan di
Vietnam paham LGBT merupakan hal tabu. Karena kita berada di Thailand,
kita harus membiasakan diri untuk tidak terlalu terkejut dengan paham LGBT.
Selain dengan teman Vietnam penulis, penulis terkadang juga
melakukan komunikasi lintas budaya dengan peserta Sawasdee Project yang
lain. Kami biasanya berdiskusi tentang culture shock yang kami alami. Kami
juga sering berdiskusi bagaimana cara mengajar murid dan apa yang perlu
diajarkan kepada para murid di kelas.
5.5 Analisis dengan Komunikasi Antar Pribadi dan Penetrasi Sosial
5.5.1 Guru dan Murid di Kelas
Selain menggunakan teori komunikasi lintas budaya, penulis juga
menggunakan teori komunikasi antar pribadi dan penetrasi sosial. Dengan
komunikasi antar pribadi penulis melihat bagaimana penulis membangun
kedekatan dengan para murid. Sedangkan penetrasi sosial penulis ingin
melihat bagaimana penulis berusaha membuka diri dengan para murid agar
komunikasi antar pribadi bisa berjalan dengan baik.
5.5.1.1 Bahasa
Penulis mencoba membuka diri dengan mencoba memahami apa yang
para murid katakan dan berusaha mendengarkan ketika diajak biacar oleh
beberapa murid. Meskipun penulis sering sekali tidaak mengerti dengan apa
yang mereka katakan. Namun penulis ingin membuka diri dengan cara seperti
itu agar penulis bisa lebih dekat dengan para murid. Tidak hanya sebagai
pengajar, penulis juga ingin dekat dan memiliki hubungan antar pribadi yang
baik. Sehingga ketika penulis harus kembali ke Indonesia, para murid masih
57
mengingat penulis dan tidak takut untuk menghubungi penulis melalui
facebook.
5.5.1.2 Kebiasaan
Meskipun bukan hal biasa bagi penulis ketika ditarik untuk masuk
kedalam kelas serta dipeluk oleh anak-anak, penulis berusaha membuka diri
dengan menuruti apa yang murid-murid inginkan seperti dituntun kekelas
maupun dipeluk oleh banyak murid dalam waktu bersamaan.
Dalam penetrasi sosial agar tercipta hubungan antar pribadi yang baik
penulis haruslah berusaha membuka diri. Maka dari itu penulis membuka diri
dengan mengikuti apa yang para murid inginkan. Hasilnya penulis bisa
semakin dekat dengan para murid. Bahkan dihari terakhir penulis diberi
banyak surat dan ditempelkan banyak stiker di seluruh badan penulis.
Jujur saja penulis memang tidak biasa dengan hal tersebut. Namun,
karena pernulis berharap agar memiliki hubungan antar pribadi yang dekat
maka penulis haruslah terbuka dengan hal tersebut.
5.5.1.3 Norma atau Nilai
Terkadang penulis masih belum terbiasa mendapat salam yang biasa
para murid berikan untuk guru mereka. Bahkan penulis sempat kebingungan
menjawab salam mereka di depan kelas. Akan tetapi mau tidak mau penulis
harus membiasakan diri dengan cepat.
Penulis juga sempat terkejut jika banyak murid yang masih menerima
pukulan kayu oleh guru mereka. Namun penulis berusaha membuka pikiran
penulis bahwa metode mengajar dan mendidik di setiap tempat bahkan negara
adalah berbeda. Mungkin saja metode tersebut memang sudah biasa dilakukan
sejak lama hingga saat ini.
Meskipun begitu, penulis tetap tidak ingin memukul murid karena
penulis merasa tidak tega dan kasihan melihat murid dipukul gurunya
5.5.2 Guru dan Murid di Luar Kelas
Proses komunikasi antar pribadi dan penetrasi sosial di luar Kelas paling
sering terjadi pada saat jam istirahat. Penulis berusaha membuka diri ketika
dihampiri oleh beberapa murid pada saat istirahat. Kadang dipeluk secara tiba-
tiba, digandeng, bahkan diberikan permen atau makanan ringan dari mereka.
Penulis juga beberapa kali mengajak foto bersama dengan para murid ketika
jam istirahat. Akan tetapi ketika 3 minggu awal penulis mengalami flu berat.
58
Penulis kadang langsung pergi ke ruangangan untuk istirahat karena merasa
pusing. Penulis juga pernah ditawarkan es krim oleh salah satu murid kelas 3
akan tetapi penulis menolaknya. Penulis merasa sedih dan mungkin murid
tersebut merasa sedikit kecewa karena tawarannya ditolak. Penulis akhirnya
memberi penjelasan singkat mengapa penulis menolaknya. Meskipun mungkin
ia tidak mengerti apa yang dikatakan penulis. Penulis berharap ia mengerti dan
tidak kecwa. Akan tetapi kendala bahasa yang menyebabkan penulis kesulitan
menyampaikan apa yang penulis maksud kepada murid tersebut.
5.5.3 Guru dengan Kegiatan Sekolah
Perlu diakui kegiatan yang ada di sekolah waktu itu cukup banyak,
penulis diharapkan bisa mengikuti semua kegiatan tersebut. Maka dari itu
penulis berusaha mengikuti upacara bendera setiap pagi, olahraga setiap hari
rabu, dan memeriahkan perayaan Hari Anak baik di sekolah maupun di Desa.
Meskipun sangat disayangkan penulis hanya mengikuti kegiatan
olahraga bersama hanya 2 kali dalam waktu 6 minggu. Perlu diakui mengikuti
kegiatan olahraga setiap hari rabu merupakan salah satu cara agar penulis bisa
lebih terbuka dengan semua murid dan guru. Mereka akan beranggapan bahwa
penulis merupakan salah satu bagian dari mereka. Penulis merasa menyesal
karena penulis tidak terlalu sering mengikuti kegiatan tersebut.
5.5.4 Guru Indonesia dengan Guru Thailand
Dalam hal ini penulis mencoba lebih terbuka jika penulis meginginkan
sesuatu seperti meminta diantarkan pergi ke tempat pemberhentian van, di
antar membeli air mineral atau pergi ke pasar, bahkan meminta ikut pergi ke
Tesco Lotus. Penulis juga lebih terbuka mengenai Indonesia. Penulis pernah
memperlihatkan bagaimana parahnya kemacetan di Jakarta, sedikit sejarah
Indonesia sebelum merdeka, bahkan penulis memberitahu tentang salah satu
produk mie instan Indonesia yang juga dijual di Thailand yaitu Indomie.
Bahkan Kru Tik sempat mencoba Indomie Goreng kemasan cup yang dibeli di
7-11.
Penulis belajar untuk membuka diri ketika penulis membutuhkan
bantuan dari para gur baik dikelas maupun di luar kelas. Penulis berusaha
untuk tidak terlalu sungkan meminta bantuan mereka, agar mereka bisa
mengetahui apa yang penulis butuhkan dan inginkan.
59
Selain masalah kebutuhan, penulis juga membuka diri dengan para guru
mengenai hal pribadi setelah mengetahui bahwa Kru Tik salah satu guru laki-
laki di sekolah adalah Gay atau penyuka sesama jenis. Bagi penulis sangat
sulit untuk membuka diri pada hal-hal yang bersifat pribadi kepada orang yang
belum memiliki relasi yang dalam dengan kita. Namun setelah kejadian
tersebut penulis berusaha membuka diri ke hal-hal yang pribadi dengan para
guru terutama Kru Tik. Bahkan penulis tidak masalah memberikan kontak
pribadi kepada Kru Fay maupun Kru Nit.
5.5.5 Guru dengan Guru Sawasdee Project 21
Interaksi penulis dengan guru-guru Sawasdee Project 21 cenderung lebih
mengarah kepada komunikasi antar pribadi dan penetrasi sosial. Kami semua
lebih sering berdiskusi mengenai para murid, sekolah, tempat tinggal,
kesulitan yang kami alami, bahkan culture shock yang kami semua alami.
Selain itu kami semua sering pergi jalan-jalan pada akhir pekan bersama.
Penulis mencoba terbuka membagikan hal tersebut kepada mereka.
Dengan membagikan hal tersebut penulis bisa mendapat lebih banyak
informasi seperti bagaimana cara mengajar di kelas secara lebih efisien, materi
apa yang harus diajarkan ketika kehabisan bahan mengajar dari buku, atau
bagaimana cara menghilangkan rasa tidak enak di lidah ketika tidak sengaja
mengunyah daun basil.
Selain terbuka dalam hal tersebut penulis juga membuka diri ketika ada
ajakan untuk pergi jalan-jalan bersama. Meskipun tidak setiap akhir minggu
penulis pergi, namun jika penulis bisa dan sudah mendapat izin dari guru di
sekolah penulis akan ikut.
Penulis berharap dengan membuka diri kepada guru-guru Sawasdee
Project 21, penulis dapat lebih akrab dengan mereka dan hubungan antar
pribadi kami bertahan dalam jangka waktu yang lama.
60
5.6 Penutup
Dari setiap kasus yang ada pada komunikasi lintas budaya akan terjadi konflik
maupun adaptasi. Konflik maupun adaptasi tersebut terjadi dari dalam diri penulis.
Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah perbedaan bahasa serta budaya. Akan tetapi
tidak semua kasus yang penulis alami terdapat konflik dalam diri penulis. Ketika
perbedaan budaya atau bahasa terlalu banyak maka disitu lah konflik di dalam diri
sendiri paling sering terjadi. Selain itu kondisi sosial pada masyarakat juga
mempengaruhi adanya konflik atau tidak.
Perlu diakui, proses adaptasi di negara berbeda dengan bahasa, budaya, dan kondisi
sosial yang berbeda merupakan hal yang sulit. Tetapi ketika penulis mau terbuka untuk
menerima perbedaan maka proses adaptasi pun akan berjalan lebih mudah. Ditambah
dengan banyaknya informasi yang penulis peroleh juga dapat memudahkan penulis untuk
beradaptasi lebih baik lagi. Beruntungnya penulis masih bisa berkomunikasi dengan
bahasa Internasional, yaitu bahasa Inggris.
Selain komunikasi lintas budaya, juga terdapat komunikasi antar pribadi dan
penetrasi sosial. Komunikasi antar pribadi akan berjalan baik dan bertahan dalam jangka
panjang apabila ada keterbukaan dan keinginan untuk menjadi lebih dekat dengan orang
lain. Keterbukaan tersebut bisa saja dimulai dari dalam diri sendiri maupun adanya
stimulus dari orang lain. Stimulus dari orang lain yaitu ketika orang tersebut membuka
diri dan mengungkapkan dirinya terebih dahulu. Penulis secara sadar juga akhirnya
mengungkapkan diri dan menjadi lebih terbuka. Dengan begitu komunikasi antar pribadi
yang terbentuk menjadi lebih baik.
Meskipun perlu diakui di dalam berinteraksi antar pribadi ada beberapa harapan
penulis yang belum tercapai seperti harapan agar para murid bisa lebih baik dalam
berbicara bahasa Inggris. Namun penulis berusaha untuk tidak terlalu berfokus terhadap
harapan tersebut dan mencoba berinteraksi dengan baik.