bab tujuh penutup kesimpulan, implikasi, keterbatasan ... · bab tujuh . penutup . kesimpulan,...
TRANSCRIPT
205
Bab Tujuh
Penutup
Kesimpulan, Implikasi, Keterbatasan
Penelitian dan Rekomendasi
Bab ini menyajikan kesimpulan dan saran dari hasil-hasil temuan
teoritis dan empiris serta implikasi teoritis dan manajerial, serta kebijakan
publik dari hasil penelitian pada industri kreatif di Jawa Timur, dan
dipaparkan juga keterbatasan penelitian.
Kesimpulan
a. Knowledge management mampu memberikan kontribusi yang berarti
terhadap intellectual capital dengan arah hubungan yang selaras. Hal ini
mengandung makna bahwa semakin kuat kemampuan knowledge
management yang dimiliki akan di ikuti kenaikan intellectual capital
industri kreatif. Hal tersebut sebagaimana disampaikan Nonaka dan
Takeuchi (1995),: intellectual capital yang berwujud keterampilan
adalah hasil terbentuknya knowledge management yang kokoh.
Pelaksanaan KM dalam industri kreatif, nampak proses KM
berjalan di dalam aktivitas industri kreatif sehari-hari dengan model
secara konvensional dan sederhana. Proses KM dalam industri kreatif
sebagaimana UKM belum dapat berjalan dengan maksimal, walaupun
206
mampu memberikan efek perubahan terhadap intellectual capital.
Dalam pengertian bahwa kegotong royongan dalam keseharian
karyawan dalam bekerja, curahan-curahan pengalaman dan
pengetahuan yang pernah dimiliki secara tidak formal dapat
didiskusikan, yang dapat mendorong komunikasi antar individu, hal
tersebut sebagai cerminan adanya knowledge transfer. Tiga jenis
pengetahuan seperti yang telah dijelaskan di atas yaitu human
knowledge, structural knowledge, dan relational knowledge menjadi
dasar yang sangat diperlukan dalam proses peningkatan kemampuan
dalam berinovasi dan berkreasi (Lu dan Sexton, 2006).
b. Intellectual capital mampu memberikan kontribusi yang berarti terhadap
kinerja industri kreatif. Hal ini mengandung makna bahwa intellectual
capital benar-benar mempunyai kontribusi yang sangat berarti terhadap
kinerja industri kreatif. Artinya semakin kuat kemampuan intellectual
capital yang dimiliki semakin tinggi pula kinerja industri kreatif.
Fenomena ini menggambarkan bahwa intellectual capital pada industri
kreatif tersebut yang berupa modal insani, modal struktural, dan modal
relasi lebih mudah diterapkan sehingga mampu memberikan efek yang
berarti terhadap kinerja industri kreatif. Hal tersebut sebagaimana
temuan dari Nick Bontis et al., (2000) menyatakan bahwa intelellectual
capital yang terdiri dari 3 elemen yaitu human capital, structural capital,
relational capital, dimana seluruh element Intelellectual Capital
mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja bisnis.
c. Moderasi knowledge broker dalam hubungannya dengan knowledge
management dan intellectual capital mampu memberikan kontribusi
yang berarti. Hal ini mengandung makna bahwa knowledge broker
benar-benar mempunyai kontribusi yang sangat berarti dalam
memediasi hubungan antara knowledge management dengan
intellectual capital industri kreatif. Artinya Semakin kuat peran
207
knowledge broker yang dimiliki semakin tinggi pula pengaruh knowledge
management dengan intellectual capital. Fenomena tersebut
mengindikasikan dalam realitanya modal intelektual yang dimiliki
industri kreatif dapat ditingkatkan melalui peran pihak lain sebagai
broker pengetahuan. Kesimpulan tersebut diperkuat oleh (Oldham dan
McLean, 1997) dalam “framework knowledge broker” dalam hal
menghubungkan antara pengguna dan pencipta pengetahuan;
memfasilitasi menafsirkan pengetahuan untuk pengguna pengetahuan,
memfasilitasi dalam menyebarkan pengetahuan bagi pengguna
pengetahuan. Namun agar pengetahuan yang dimiliki dapat
memberikan nilai tambah bagi lembaga/ perusahaan, maka
pengetahuan harus “SECI” (disosialisasikan, dieksternalisasikan,
dikombinasikan, dan diinternalisasi (Nonakadan Takeuchi, 1995).
d. Dengan memasukkan lama usaha dan tingkat pendidikan sebagai
variabel kontrol, menghasilkan temuan bahwa perubahan knowledge
management terhadap kinerja industri kreatif benar-benar bukan
disebabkan variabel lain diluar variabel penelitian, namun disebabkan
oleh lama usaha yang dini (<5th) dan tingkat pendidikan pengelola
(SMA). Artinya semakin lama pengalaman usaha dan semakin tinggi
tingkat pendidikan pengelola, akan semakin kuat pengaruh knowledge
management terhadap kinerja industri kreatif. Hal tersebut sesuai
dengan yang disampaikan Hibbard & Carrillo, (1998): selain tingkat
pendidikan, faktor pengalaman usaha juga menjadi kendala dalam
mengembangkan sektor usaha kecil yang menimbulkan kesulitan
tersendiri ketika harus mengimplementasikan pengetahuan yang baru
(Hibbard & Carrillo, 1998). Sejalan yang disampaikan William dan Gibson
(1991) dalam Wahab (2009), pendekatan komunikasi merupakan cara
yang baik untuk melakukan interaksi dua arah secara berkelanjutan dan
simultan untuk mengungkapkan ide gagasan. Mengigat tingkat
208
pendidikan mereka yang relatif rendah, maka model komunikasi akan
dilakukan melalui kelompok.
Implikasi Penelitian
Temuan penelitian memberikan kontribusi terhadap beberapa hal
sebagai berikut:
Implikasi Teoritis
a. Temuan dalam studi ini memperlihatkan gambaran bahwa knowledge
management (KM) belum mampu memberikan kontribusi terhadap
peningkatan kinerja industri kreatif. Fenomena ini dapat
mengungkapkan bahwa proses knowledge management tidaklah
semudah secara teoritikal. Artinya ada beberapa karakteristik organisasi
yang nampaknya dapat mempermudah kelancaran dan hambatan
proses knowledge management tersebut. Hal tersebut sebagaimana
yang disampaikan Nonaka dan Takeuchi (1995), alasan fundamental
mengapa perusahaan di Jepang menjadi sukses karena keterampilan
dan pengalaman mereka terdapat pengelolaan/ penciptaan pengeta-
huan (management/ creation of knowledge) pada organisasi.Studi ini
menduga bahwa kharakteristik industri kreatif di Jawa Timur sangat
berbeda jauh dengan perusahaan di Jepang. Penerapan knowledge
management nampaknya tidak dapat dilepaskan dari kemajuan
teknologi, hal tersebut sebagaimana yang disampaikan Cong dan
Pandya (2003), bahwa komponen KM terdiri dari: People, Process,
Technology.
b. Basis teori berikutnya adalah resource based views, yang berpandangan
bahwa organisasi adalah sekumpulan sumberdaya dan kemampuan
yang merupakan asset strategis bagi organisasi. Dimana, asset strategis
yang dimiliki perusahaan adalah modal intelektual (intellectual capital).
209
Temuan dalam studi ini menunjukkan bahwa intellectual capital mampu
memberikan kontribusi terhadap kinerja industri kreatif. Bontis adalah
salah satu pengkaji keterhubungan antara intellectual capital dengan
kinerja bisnis. Bontis et al., (2000) menyatakan bahwa intelellectual
capital yang terdiri dari 3 elemen yaitu human capital, structural capital,
relational capital, dimana seluruh element intelellectual capital
mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja bisnis. Implikasi teoritis
tersebut cukup menarik karena hal tersebut menggambarkan bahwa
intellectual capital ternyata benar-benar dapat berdampak terhadap
kinerja industri kreatif. Di mana konteks industri kreatif merupakan
salah satu gap dalam studi ini.
c. Walau sifatnya sebagai mediator, namun peran knowledge broker dapat
memperkuat hubungan antara knowledge management dan intellectual
capital. Temuan ini dapat memperluas kajian knowledge broker (KB)
yang merupakan gap dalam studi ini. Kehadiran KB tersebut menjadi
lebih menarik sebagai upaya yang secara kebetulan proses knowledge
management belum terlaksana secara maksimal. Sehingga pemodera-
sian KB sangat tepat keberuntukannya dalam memperkuat hubungan
antara knowledge management dan intellectual capital.
Pernyataan tersebut sesuai sebagaimana yang disampaikan oleh Ziam et
al., (2009) secara dinamis peran knowledge broker semakin dirasakan
manfaatnya bagi transfer pengetahuan.
Implikasi Manajerial :
a. Penataan proses knowledge management
Pimpinan/ pengelola industri kreatif perlu mengkaji hal-hal yang
terkait dengan KM: mencari pengetahuan, membuat pengetahuan
mudah diakses, membuat berbagi pengetahuan, merangsang berbagi
210
pengetahuan, menyimpan pengetahuan, memungkinkan orang lain
bekerja sama. Pelaku industri kreatif termasuk karyawan dalam
meningkatkan pengetahuannya perlu “mencari pengetahuan”,
pengetahuan yang terkait dengan bidang industri kreatif. Keengganan
untuk mencari pengetahuan inilah yang menyebabkan KM tidak
maksimal. Hal tersebut nampak dalam hal membuat pengetahuan
mudah diakses, membuat berbagi pengetahuan, merangsang berbagi
pengetahuan belum dilaksanakan secara maksimal. Pihak pimpinan/
pengelola industri kreatif perlu mengkaji lebih lanjut untuk
meminimalkan hal-hal tersebut di atas di antaranya melalui peningkatan
“budaya berbagi pengetahuan” melalui: Membangun budaya yang
mendukung berbagi pengetahuan; - Membangun kesadaran diantara
karyawan dari nilai menciptakan, berbagi, dan menggunakan
pengetahuan; -Mengembangkan dan memelihara jaringan manusia yang
saat ini berbagi pengetahuan dan menciptakan baru pengetahuan.
Dengan menguatkan budaya berbagi pengetahuan diharapkan akan
meningkatkan keinginan mencari pengetahuan, membuat pengetahuan
mudah diakses, membuat berbagi pengetahuan, merangsang berbagi
pengetahuan. Diharapkan melalui budaya sharing pengetahuan tacit
dan explicit, akan diperoleh berbagai macam pengetahuan yang dapat
memperkaya wawasan dalam industri kreatif.
b. Penguatan modal insani, modal struktural, dan modal relasi
Kenyataan temuan penelitian tersebut mempertebal
keterhubungan antara intellectual capital dengan kinerja industri
kreatif. Dengan dimensi intellectual capital yang cukup bagus yang
tercermin dari indikator indikatornya maka akan menjadikan
Intellectual capital yang cukup kuat. Dengan intellectual capital yang
kuat akan berdampak terhadap meningkatnya kinerja industri kreatif.
Pengelola industri kreatif harus mampu memelihara keberadaan
211
Intellectual capital yang kuat, tercermin dalam dimensi human capital
yang merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan
seseorang yang dapat digunakan untuk menghasilkan layanan
professional industri kreatif. Demikian juga pengelola industri kreatif
hendaknya dapat menjaga terciptanya modal structural yang cukup
kuat dapat digambarkan bahwa usahanya memiliki relasi/ mitra dalam
pembiayaan/ pendanaan yang kuat, hal tersebut terlihat dari adanya
pihak lain (bank) dalam membantu pendanaan dalam oprasional
industri kreatif. Usahanya memiliki infrastruktur informasi teknologi
yang lengkap, hal ini dapat dipahami karena industri kreatif tidak dapat
dilepaskan dari penggunaan IT yang kokoh. Relational capital yang
cukup kuat harus dapat dimiliki oleh pengelola industri kreatif agar
usahanya memiliki merek yang menarik bagi konsumen, usahanya
memiliki nama perusahaan yang menarik bagi konsumen, serta
usahanya memiliki pelanggan yang loyal.
c. Memperkuat budaya berbagi pengetahuan
Kondisi demikian perlu menjadikan pertimbangan manajemen/
pemilik/ pengelola industri kreatif dalam mengevaluasi kebiasaan
karyawan dan manajemen terkait dengan pengembangan wawasan
pengetahuan hingga pengembangan budaya berbagi pengetahuan.
Kebiasaan karyawan yang enggan berbagi pengetahuan ke sesama
karyawan merupakan salah satu kendala dalam industri kreatif.
Keengganan tersebut mungkin dapat disebabkan tidak mudahnya
karyawan menceritakan/ menyampaikan pengalaman (tacit
knowledge) ke karyawan lain. Hal tersebut akan menyebabkan
rendahnya keinginan karyawan mencari pengetahuan, membuat
berbagi pengetahuan, serta menangkap berbagi pengetahuan. Tugas
yang tidak kecil harus dilakukan manajemen/ pengelola industri kreatif
212
untuk merekonstruksi pengelolaan pengetahuan (KM) dari model
konvensional berubah ke dalam pengelolaan pengetahuan yang
sistematis dan terprogram. Terprogram bagaimana dalam memperoleh
pengetahuan (mengikutkan karyawan pelatihan secara periodik),
terprogram dalam menyebarkan pengetahuan (secara periodik sesama
karyawan diajak diskusi, atau sosialisasi dari pimpinan perihal pengeta-
huan baru), terprogram dalam menyimpan pengetahuan (jika
pengetahuan explicit diperlukan dokumentasi yang tertib dan rapi),
hingga terprogram dalam menggunakan pengetahuan untuk
memajukan kinerja industri kreatif.
d. Menempatkan pihak pemoderasi sebagai agent of change
Pihak manajemen indutri kreatif perlu mendapat perhatian
perihal keberadaan KB yang ternyata dapat memperkuat
keterhubungannya antara KM dan intellectual capital. Pihak
manajemen harus dapat mengidentifikasi peran-peran KB apa yang
dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan intellectual capital, baik
KB berperan sebagai interface, integrator, distributor, maupun sebagai
Intermediaries. Manajemen industri kreatif yang jeli sudah barang
tentu akan dapat mengambil kebijakan terkait perlunya KB dalam
meningkatkan kinerja industri kreatif. Pertumbuhan industri kreatif
sangat dipengaruhi perubahan selera konsumen, gaya hidup
masyarakat, kemajuan teknologi dan komunikasi. Sehingga pihak
manajemen industri kreatif dituntut agar bergerak dengan cepat untuk
menata jejaring dengan pihak-pihak lain tersebut, sebagai pihak yang
bertindak sebagai mediator, fasilitator. Di mana peran mereka baik
dalam keterkaitannya pada sub sektor periklanan, sub sektor film,
video & potographie, sub sektor musik, maupun sub sektor TV & Radio.
213
Implikasi Kebijakan Publik
a. Industri kreatif adalah sebuah Industri yang berasal dari pemanfaatan
kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan
kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan
pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Keberadaan
industri kreatif ini sangat memerlukan dan keterlibatan pihak
Pemerintah terkait dengan perlindungan industri musik. Pemerintah
perlu memberi jaminan pemenuhan hak seniman musik dan pelaku
industri musik, termasuk perlindungan terhadap pembajakan melalui
kebijakan pro industri musik. Dalam hal ini diperlukan sinergitas antara
Badan Ekonomi Kreatif dan Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu,
dan Pemusik RI (PAPPRI), serta kementerian perindustrian. Perlindungan
dimaksud diantaranya dari pembajakan. Hal ini diperlukan sebagai
bagian peran pemerintah untuk memfasilitasi perolehan HKI dari
keluaran sebuah produk industri kreatif, baik dari sub sektor musik,
permainan interaktif, maupun merek produk.
b. Sub sektor industri TV & Radio adalah salah satu dari 14 sektor industri
kreatif. Hadirnya kebijakan pemerintah terkait dengan migrasi dari
model penyiaran analog ke model penyiaran digital membawa dampak
peluang dan ancaman. Periode transisi tersebut diharapkan pemerintah
dapat mengeliminir ancaman bagi industri TV & Radio yang belum siap
maupun ancaman bagi penderita penyandang kebutaan dan gangguan
penglihatan yang memiliki hak yang sama mengakses siaran.
c. Industri kreatif merupakan serangkaian kumpulan sub sektor yang terdiri
14 sub sektor. Keberadaannya tidak mudah untuk dipisahkan satu per
satu, dengan beberapa penekanan tangible based, intangible based,
media, seni budaya, desain, dan IPTEK. Sehingga memerlukan peran
serta pihak lain tidak hanya cukup dari Pemerintah sebagai pembuat
214
regulasi saja, akan tetapi juga peran dari Akademisi, maupun pihak
pebisnis atau sering disebut Triple Helix. Keberpihakan pihak akademisi
tidak hanya sebatas penelitian saja akan tetapi peran sertanya untuk
memberikan edukasi pengetahuan sebagaimana pengetahuan tentang
digital, IT, animasi, desain, gambar serta pengetahuan lainnya. Pihak
pebisnis perannya dibutuhkan sebagaimana halnya dalam hal bermitra
dengan pelaku industri kreatif dalam hal komersialisasi hasil karya.
Keterbatasan Penelitian dan Rekomendasinya
Menurut Chad Perry (1998, 2002), menyatakan bahwa keterbatasan
penelitian perlu disampaikan dalam setiap hasil studi, karena banyak hal
yang tidak dapat ditangkap dalam model penelitian.
a. Temuan dalam studi ini yang lebih menarik adalah peranan Knowledge
broker dalam memoderasi keterhubungan antara knowledge
management dan intellectual capital. Namun kesimpulan dalam studi
ini tidak dapat di generalisir untuk seluruh sektor (14 sektor) dalam
industri kreatif. Karakteristik setiap sektor tidak dapat dipisahkan dalam
mengelola industri kreatif (sub sekor musik membutuhkan sub sektor
periklanan). Direkomendasikan penelitian mendatang untuk memper-
timbangkan sub sektor yang lebih komprehensif dalam keterkaitan
keberadaan knowledge broker.
b. Responden dalam sampel ini yang menarik adalah karakteristiknya yang
sebagian besar didominasi oleh: SDM wanita, berpendidikan SMA,
masa usaha yang masih baru, SDM < 10 karyawan. Karakter demikian
menjadikan keterbatasan dalam memahami kuesioner yang disebar-
kan. Direkomendasikan penelitian mendatang untuk mempertimbang-
kan mengekplore responden sebagai sampel dengan kriteria yang lebih
luas dari semua karakteristik.
215
c. Secara statistik kemampuan menjelaskan dari variabel-variabel yang
mempengaruhi (anteseden) terhadap variabel kinerja industri kreatif
dikatakan sempurna apabila memiliki kemampuan menjelaskan 100%,
yang dilihat dari nilai R2=1. Berdasarkan hasil pengujian statistik
diketahui Nilai R2 secara keseluruhan = 0.7947. Hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa model Cukup Baik dan mampu menjelaskan
fenomena/ masalah Kinerja Industri Kreatif sebesar 79,47 %.
Sedangkan sisanya (20.53%) dijelaskan oleh variabel lain (selain
Knowlegde Management, Intelectual Capital, Knowledge Broker , dan
variabel Moderasi) yang belum masuk ke dalam model dan error.
Artinya Kinerja Industri Kreatif dipengaruhi oleh Knowlegde
Management, Intellectual Capital, Knowledge Broker, dan variabel
Moderasi sebesar 79,47% sedang sebesar 20.53% dipengaruhi oleh
selain variabel Knowlegde Management, Intellectual Capital,
Knowledge Broker, dan variabel Moderasi. Dengan demikian
direkomendasikan penelitian akan datang untuk mempertimbangkan
variabel lain yang perlu dimasukkan ke dalam model ini seperti Social
capital maupun peran 4 pihak (Quadruple Helix = Intellectual,
Government, Business, Civil society).
d. Setting studi ini untuk menguji pengaruh variabel knowledge
management, intellectual capital, knowledge broker, kemudian
dipilihlah konteks industri kreatif dengan 6 sub sektor yang
mendasarkan pada intangible based. Industri kreatif yang karakte-
ristiknya penuh dengan kreatifitas dan inovasi, masing-masing sub
sektor baik intangible based maupun yang tangible based mempunyai
saling ketergantungan yang kuat. Direkomendasikan penelitian
mendatang untuk mengkaji tangible based sebagai penyempurna
kajian intangible based dalam kajian studi ini.
216