bab pdf
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN POLA HIDUP PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DENGAN PENINGKATAN KADAR GULA DARAH
DI POLIKLINIK RSUD KOTA BANDUNG TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Studi Strata-1 Keperawatan
Disusun Oleh :LILIK SEPTIAWATI
NIM 4002080062
PROGRAM STUDI STRATA - 1 KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA
BANDUNG2012
1
2
PROGRAM STUDI STRATA - 1 KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG
Skripsi, Maret 2012
Lilik Septiawati4002080062
HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN POLA HIDUP PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DENGAN PENINGKATAN KADAR GULA DARAH
DI POLIKLINIK RSUD KOTA BANDUNGABSTRAK
V Bab + 64 halaman + 9 tabel + 2 bagan + 10 Lampiran
Kepatuhan adalah suatu manifestasi dari sikap dan perilaku yang berkaitan erat dengan motivasi seseorang dalam menjalankan pola hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepatuhan pola hidup pasien diabetes mellitus tipe II dengan peningkatan kadar gula darah di poliklinik RSUD Kota Bandung. Jenis penelitian yang di gunakan adalah deskriptif korelasi. Populasi yang digunakan adalah seluruh pasien diabetes mellitus yang menjalani rawat jalan di Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung. Pengambilan sampel dilakukan secara porposive sampling sebanyak 73 responden pada pasien diabetes mellitus tipe II. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket tertutup. Analisis data yang digunakan adalah univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi setiap variabel dan bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yang di hitung dengan menggunakan uji kuadrat (x2). Hasil penelitian univariat menunjukkan 45 (61,6%) pasien diabetes mellitus tipe II tidak patuh dalam melakukan diet diabetes mellitus, 50 (68,5%) pasien diabetes mellitus tipe II tidak patuh dalam melakukan olahraga, dan hampir setengahnya dari 34 (46,6%) pasien diabetes mellitus tipe II tidak patuh dalam mengkonsumsi obat diabetes mellitus. Sedangkan hasil kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe II di Poliklinik Dalam RSUD Kota bandung di dapatkan 54 (74,0%) pasien diabetes mellitus tipe II memiliki kadar gula darah yang tinggi. Hasil penelitian bivariat menunjukkan terdapat hubungan antara kepatuhan pola hidup pasien diabetes mellitus tipe II dengan peningkatan kadar gula darah. Dengan diketahuinya hasil tersebut di harapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi pasien tersebut untuk mengubah pola hidupnya menjadi lebih baik. guna menghindari terjadinya peningkatan kadar gula darah.
Kata kunci : Kepatuhan, diabetes mellitus, Daftar Pustaka : 15 Buku + 2 Jurnal (2002 - 2011)
3
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit dimana kadar glukosa di
dalam darah mempunyai kadar yang tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan
atau menggunakan insulin secara cukup (Nabyl,2009). Laporan data McCarty dan
Zimmet menunjukkan, bahwa jumlah penderita diabetes mellitus di dunia dari
110,4 juta pada tahun 1994 melonjak 1,5 kali lipat (175,4 juta) pada tahun 2000,
dan akan melonjak dua kali lipat (239,3 juta) pada tahun 2010 (Tjokroprawiro,
2007).
Menurut WHO (World Health Organization), pada tahun 2000 terdapat
171 juta orang di dunia menderita diabetes mellitus (DM), dan sekitar 2.8 % dari
total populasi. Selain itu diabetes mellitus tipe II sudah sangat merajalela dan
menjelang tahun 2015 - 2030 akan jauh lebih meningkat lagi terutama di Asia
Tenggara termasuk Indonesia. Insidensnya terus meningkat dengan cepat dan di
perkirakan pada tahun 2030, angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau
sekitar 4,4% dari populasi dunia diakibatkan oleh perubahan gaya hidup seperti
pola makan “Western-style” yang tidak sehat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh data bahwa hasil proporsi penyebab
kematian akibat diabetes mellitus pada kelompok usia 45-54 tahun dengan
presentasi 14.7% di daerah perkotaan dan 7,2% di pedesaan. Sedangkan dari hasil
4
data Departement Kesehatan yang di publikasikan pada tahun 2008 jumlah pasien
Diabetes mellitus yang menjalani rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit
menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin (Depkes, 2008).
Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat.
Sacket mendefinisikan kepatuhan pasien adalah sejauh mana perilaku pasien
dalam melakukan ketentuan yang diberikan oleh petugas kesehatan (Niven, 2008).
Apabila di kaitkan dengan penelitian ini, Kepatuhan adalah perilaku yang taat
pada pedoman dan standar yang telah di terapkan, yaitu kepatuhan pasien diabetes
melitus tipe II dalam melakukan penanganan diet, olahraga, dan terapi obat secara
teratur.
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang di pengaruhi oleh berbagai
aspek gaya hidup termasuk pola makan dan aktifitas fisik. Sehingga diabetes
mellitus membutuhkan perhatian terus-menerus dan kewaspadaan dalam hal,
kandungan makanan, aktifitas fisik, pemantauan kadar gula darah, pengelolaan
berbagai upaya pengobatan termasuk insulin dan perawatan diri lainnya (Nathan,
2010). Pola hidup sehat pada penderita diabetes mellitus perlu dijaga dalam hal
perencanaan makan dengan menjaga asupan makan yang seimbang yaitu dengan
melakukan diet diabetes mellitus dengan tujuan mempertahankan kadar glukosa
darah mendekati normal, jenis makanan yang harus diperhatikan, mencegah
komplikasi akut dan kronik dengan memperhatikan jumlah kalori yang
dibutuhkan, dan melakukan aktifitas fisik secara teratur (Askandar,2007). Apabila
penanganan tersebut tidak dapat dipatuhi, maka insulin dalam tubuh tidak dapat
5
berkerja dengan baik sehingga pemecahan gula akan terganggu dan meningkatkan
kadar gula darah (Nabyl, 2009).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Poliklinik RSUD Kota Bandung di
dapatkan data Rekam Medis mengenai hasil jumlah kunjungan pasien diabetes
mellitus yang melakukan rawat jalan. Tercatat jumlah kunjungan pada bulan
Oktober 2011 sebanyak 410 orang. Data ini menunjukan Diabetes mellitus
menempati urutan pertama di ikuti penyakit kronis lainnya diantaranya Hipertensi
287 orang, Heart Failure 85 orang, Asma Bronchiale dan Gastritis 83 orang,
HHD 68 orang, TB paru 46 orang, Arthritis 35 orang, CAD 19 orang, dan terakhir
ISPA sebanyak 16 orang dari data 10 penyakit terbesar di Poliklinik dalam RSUD
Kota Bandung (Data Rekam Medis, 2011).
Hasil wawancara yang di lakukan pada tanggal 4 dan 7 November 2011,
penulis melakukan wawancara pada 7 orang diabetes mellitus tipe II yang sedang
menjalani rawat jalan di Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung. Di dapatkan
kadar gula darah dari kisaran 180 mmHg – 224 mmHg pada pemeriksaan glukosa
puasa. dan 243 mmHg – 395 mmHg yang di ambil setelah 2 jam sesudah makan.
Dari 7 orang tersebut di dapatkan 4 orang tidak dapat mengontrol asupan makanan
dikarenakan kejenuhan dalam hal menu makanan yang terlalu di batasi, sedangkan
3 orang melakukan diet diabetes mellitus. Dari 7 orang tersebut didapatkan 2
orang selalu melakukan olahraga, sementara 5 orang diantaranya jarang
melakukan olahraga karena malas, tidak sempat, dan mudah lelah. dari 7 orang
tersebut terdapat 3 orang pasien yang belum patuh dalam melakukan terapi obat
secara teratur. Sementara 4 orang di antaranya patuh dalam melakukan terapi obat.
6
Berdasarkan studi pendahuluan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “ Hubungan Antara Kepatuhan Pola Hidup Pasien Diabetes
Melitus Tipe II Dengan Peningkatan Kadar Gula Darah Di Poliklinik Dalam
RSUD Kota Bandung “.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas maka peneliti
merumuskan permasalahannya : “Adakah Hubungan Antara Kepatuhan Pola
Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Dengan Peningkatan Kadar Gula Darah
Di Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan yang ingin di capai peneliti dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui “ Hubungan Antara Kepatuhan Pola Hidup Pasien
Diabetes Mellitus Tipe II Dengan Peningkatan Kadar Gula Darah Di
Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung “.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi kepatuhan pola hidup pasien diabetes tipe II di
Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung
b. Mengidentifikasi peningkatan kadar gula darah pasien diabetes
mellitus di Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung
7
c. Mengidentifikasi hubungan antara kepatuhan pola hidup pasien
diabetes mellitus tipe II dengan peningkatan kadar gula darah di
Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini di harapkan dapat menjadikan suatu sumber
informasi bagi peneliti selanjutnya serta dapat bermanfaat untuk
pengembangan teori kesehatan khususnya dalam penanganan diabetes
mellitus.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Instansi Rumah Sakit
Sebagai bahan acuan untuk memperoleh data terbaru tentang
permasalahan diabetes melitus, sehingga dapat di jadikan suatu
pembaharuan untuk melakukan penanganan yang lebih baik lagi
untuk kedepannya.
b. Bagi Perawat
Dapat meningkatkan kinerja perawat dengan cara memberikan
pendidikan kesehatan tentang perawatan diabetes mellitus pada
pasien diabetes melitus yang melakukan rawat jalan.
c. Bagi Pasien Diabetes Mellitus
Sebagai bahan informasi tentang pentingnya melakukan perawatan
diabetes melitus untuk menghindari terjadinya kompikasi seperti
kerusakan ginjal, kerusakan saraf, kebutaan dan ulkus diabetikum.
8
d. Bagi Peneliti
Sebagai bahan informasi dan menambah wawasan bagi peneliti
untuk dapat memahami permasalahan diabetes mellitus dengan
lebih spesifik lagi. Sehingga peneliti dapat termotivasi dalam
membuat suatu program yang isinya bisa mengurangi angka
kejadian terjadinya komplikasi akut maupun kronis terhadap
penderita diabetes mellitus.
E. Ruang Lingkup
1. Ruang Lingkup Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2011-Januari 2012
2. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini bertempat di RSUD Kota Bandung
3. Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi penelitian ini yaitu kepatuhan pola hidup pasien
diabetes mellitus tipe II dengan peningkatan kadar gula darah.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum tentang Kepatuhan
1. Definisi kepatuhan
Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin
dan taat. Sacket mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai sejauh
mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh
petugas kesehatan (Niven, 2008). Kepatuhan adalah perubahan sikap
dan tingkah laku seseorang untuk mengikuti permintaan atau perintah
orang lain (Hartono,2006).
Menurut Darly & Blass dalam Hartono (2006), seseorang dapat
dikatakan patuh terhadap orang lain apabila orang tersebut dapat
mempercayai (belief), menerima (accept) dan melakukan (act) sesuatu
atau permintaan dan perintah orang lain. Dalam penelitian ini, maka
kepatuhan adalah perilaku yang mengikuti pedoman dan standar yang
telah di tetapkan yaitu kepatuhan klien terhadap faktor yang dapat
mempengaruhi peningkatan kadar gula darah.
Kepatuhan penderita adalah suatu manifestasi dari suatu sikap
dan perilaku yang berkaitan erat dengan motivasi. Manusia
mempunyai daya dalam dirinya sendiri untuk bergerak, melakukan
satu hal, dalam hal ini bergerak untuk patuh terhadap berobat/kontrol
10
yang memerlukan jangka waktu yang panjang dan ini disebut
motivasi.
Menurut Darly & Blass dalam Hartono (2006), kepatuhan
berobat merupakan hal yang penting untuk keberhasilan suatu
pengobatan, terutama pengobatan yang memerlukan jangka waktu
yang lama akan memberikan pengaruh pada penderita sebagai berikut:
a. Bagi pasien dengan keluhan atau gejala penyakit, setelah
menjalani pengobatan 1-2 bulan atau lebih, keluhan akan segera
berkurang atau hilang, pasien akan merasa sembuh dan malas
untuk meneruskan pengobatan.
b. Datang ketempat pengobatan akan sangat menyita waktu apalagi
dengan lamanya waktu pengobatan, sehingga memerlukan
motivasi.
c. Pengobatan yang lama merupakan beban, karena hal ini
menyangkut biaya yang harus dikeluarkan.
2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan
a. Faktor Internal
1) Pengetahuan
Menurut Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo
(2007) mengklasifikasikan pengetahuan sebagai berikut :
a) Pengetahuan yaitu mampu mengatakan kembali tentang
hal-hal yang khusus dan umum.
11
b) Pengertian atau pemahaman yaitu mampu menangkap
komunikasi yang tepat, menyajikan dalam bentuk
ringkasan.
c) Penerapan yaitu ide, prinsip atau metode pada keadaan
yang baru.
d) Analisis yaitu merinci menjadi bagian tertentu dan
menemukan hubungan antara bagian-bagian tersebut
menjadi suatu keseluruhan yang masuk akal.
e) Evaluasi yaitu membuat pertimbangan atau pendapat
mengenai hal tersebut dan berdasarkan pengalaman serta
penelitian ternyata perilaku yang di dasari oleh
pengetahuan akan lebih langsung dari pada perilaku yang
tidak di sadari oleh pengetahun.
2) Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon emosional
seseorang terhadap stimulus atau objek di luarnya, respon
emosional lebih bersifat penilaian atau evaluasi peribadi
terhadap stimulus, dan penilaian ini dapat dilakukan dengan
kecenderungan untuk melakukan atau tidak melakukan
terhadap objek. Batasan lain dari sikap yaitu, merupakan
suatu respon atau reaksi seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek dilingkungan tertentu
12
sebagai penghayatan terhadap objek tersebut (Notoatmodjo,
2007).
a) Komponen-komponen Sikap
Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2007), sikap
mempunyai 3 komponen pokok yaitu :
(1) Kepercayaan ,ide, dan konsep terhadap suatu objek.
(2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu
objek.
(3) Kecenderungan untuk bertindak.
Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama
membentuk sikap yang utuh (total attitude) dalam
penentuan sikap yang utuh untuk pengetahuan, berfikir.
Keyakinan dan emosi memegang peranan yang sangat
penting.
b) Tingkatan Sikap
Notoatmodjo (2007), mengemukakan tentang
tingkatan-tingkatan sikap yaitu sebagai berikut :
(1) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang di berikan (objek).
(2) Merespon yaitu memberikan jawaban apabila
ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang di berikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Karena dengan suatu usaha untuk menjawab
13
pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,
terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah
berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
(3) Menghargai yaitu mengajak oranglain untuk
mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
(4) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap
yang paling tinggi.
3) Motivasi
Motivasi berdasarkan Notoatmodjo (2010),
mengemukakan bahwa pengertian motivasi yaitu suatu
keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan,
tindakan tingkah laku atau perilaku.
b. Faktor eksternal
1). Dukungan keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang
terkumpul atau tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap
dalam keadaan saling ketergantungan . keluarga berfungsi
sebagai variabel intervensi kritis atau sebgai buffer antara
masyarakat dan individu, menurut friedman terdapat lima
14
fungsi keluarga sebagai dasar keluarga untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan anggota, kebutuhan individu
keluarga dan masyarakat yang lebih luas yaitu fungsi
afektif, fungsi sosialisasi, fungsi perawatan kesehatan,
fungsi reproduksi, dan fungsi ekonomi..
2). Penyuluhan
Menurut kamus bahasa indonesia yaitu
menerangkan, memberitahukan atau menginformasikan
sesuatu. Biasanya penyuluhan dilakukan melalui
penyampaian informasi oleh pihak-pihak terkait kepada
pihak yang akan dijasikan sasaran informasi. Pada hal ini
kader dan tenaga kesehatan yang merupakan pihak yang
menerima penyuluhan terhadap para ibu dan keluarga.
Penyuluhan sangat berperan penting sebagai salah satu
media atau alat komunikasi dalam mempromosikan atau
mengenal masalah kesehatan kepada masyarakat
(Notoatmodjo, 2010)
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan
Secara umum ketidakpatuhan dapat meningkatkan resiko
berkembangnya masalah kesehatan dalam memperpanjang atau
memperburuk kesakitan yang di derita. dalam hal ini ada beberapa
faktor yang mempengaruhi yaitu (Hartono, 2006) :
15
a. Faktor Pasien
Kebiasaan pasien tidak disiplin untuk mentaati anjuran
pengobatan sesuai jadwal akan mempengaruhi kepatuhan dalam
terapi obat dan diet diabetes, karena dengan lamanya suatu
penyakit dapat menimbulkan tingkat kejenuhan seseorang
terhadap pengendalian yang harus dilakukan.
b. Faktor Terapi Obat
Lama pengobatan, semakin lama pengobatan semakin
rendah motivasi pasien untuk mematuhi petunjuk yang di
terapkan, pemakaian obat dalam rentang waktu yang lama akan
memperbesar frekuensi ataupun kemungkinan terjadinya
ketidakpatuhan pasien.
Pemakaian kombinasi beberapa obat, pengobatan yang
menggunakan banyak obat, harus diminum tiap hari dalam
menurunkan derajat kepatuhan pasien.
c. Faktor Petugas Kesehatan
Sikap petugas kesehatan yang penuh perhatian, simpatik
dan pemberikan pendidikan kesehatan tentang pengobatan yang
dijalani dan mengingatkan jadwal kontrol pengobatan sesuai
jadwal yang telah di tetapkan akan meningkatkan kepatuhan.
d. Faktor Penyakit
Dengan lamanya suatu penyakit akan menimbulkan
tingkat kejenuhan pada penderita sehingga pengendalian dalam
16
kadar gula darah, diet yang dilakukan dan jadwal terapi obat
akan mengalami kemunduran.
B. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Melitus
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia. Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah
tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk dihati dari makanan yang
dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang di produksi pankreas,
mengendalikan kadar gula glukosa darah dengan mengatur produksi
dan penyimpanannya.
Diabetes mellitus, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap
insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali
produksi insulin. Keadaan ini menimbulkan hiperglikemia yang dapat
mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti diabetes
ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik
(HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut menyebabkan
komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan
komplikasi neuropati (penyakit pada saraf). Diabetes mellitus juga di
sertai dengan peningkatan insidens penyakit makrovaskuler yang
mencakup infark miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer
(Smeltzer, 2002).
17
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di
dalam darah mempunyai kadar yang tinggi karena tubuh tidak dapat
melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup (Nabyl, 2009).
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang di pengaruhi oleh
berbagai aspek gaya hidup termasuk pola makan, aktifitas fisik,.
Sehingga diabetes melitus membutuhan perhatian terus-menerus dan
kewaspadaan dalam hal penentuan waktu, kandungan makanan,
aktifitas fisik, pemantauan kadar gula darah, pengelolaan berbagai
upaya pengobatan termasuk insulin dan perawatan diri lainnya
(Nathan, 2010).
2. Tipe Diabetes Mellitus
Ada beberapa tipe diabetes mellitus yang berbeda : penyakit ini
dibedakan berdasarkan penyebab. Perjalanan klinis dan terapinya.
Klasifikasi diabetes mellitus yang utama adalah :
a. Tipe I
Diabetes mellitus tergantung insulin (insulin dependent
diabetes mellitus [IDDM]).
b. Tipe II
Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (non-insulin
dependent diabetes mellitus [NIDDM]).
c. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau
sindrom lainnya.
18
d. Diabetes mellitus gestasional (gestasional diabetes
mellitus [GDM]).
Kurang lebih 90% hingga 95% penderita mengalami diabetes
mellitus Tipe II, yaitu diabetes mellitus yang tidak tergantung insulin.
Diabetes tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin
(yang disebut resistensi insulin). Atau akibat penurunan jumlah
produksi insulin. Diabetes mellitus tipe II pada mulanya diatasi
dengan diet dan latihan. Jika kenaikan glukosa darah tetap terjadi
maka dapat di kombinasikan dengan penggunaan obat hipoglikemia
oral. Diabetes mellitus tipe II paling sering ditemukan pada individu
yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas.
Komplikasi diabetes mellitus dapat terjadi pada setiap individu
dengan diabetes mellitus tipe I atau tipe II dan bukan hanya pada
pasien yang memerlukan insulin. Sebagian penyandang diabetes
mellitus tipe II yang mendapat terapi obat oral mempunyai kesan
bahwa mereka tidak sungguh-sungguh menderita diabetes mellitus
(DM). Penyandang diabetes mellitus ini mungkin beranggapan bahwa
penyakit mereka derita ini bukanlah suatu masalah “serius” jika di
bandingkan dengan pasien yang memerlukan penyuntikan insulin.
Disini perawat mempunyai tugas yang sangat penting untuk
menekankan kepada orang-orang tersebut bahwa mereka
sesungguhnya menderita diabetes mellitus dan bukan hanya sekedar
berhubungan dengan masalah toleransi glukosa (TGT = Toleransi
19
Glukosa Terganggu) dan merupakan keadaan dimana kadar gula darah
berada diantara kadar normal dan kadar yang dianggap sebagai tanda
diagnostik untuk penyakit diabetes mellitus (Smeltzer, 2002).
3. Tinjauan Patofisiologi
a. Patofisiologi diabetes mellitus tipe II
1) Diabetes mellitus Tipe II
Pada diabetes mellitus tipe II terdapat dua masalah
utama yang berhubungan dengan insulin yaitu : resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe II di sertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan. Dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
20
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka
kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus
tipe II.
Diabetes mellitus tipe II paling sering terjadi pada
penderita yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas.
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif. Maka awitan diabetes mellitus
tipe II dapat berjalan tanpa terditeksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuri, polipagia, luka pada
kulit yang lama sembuh-sembuh dan pandangan kabur (jika
kadar glukosanya sangat tinggi).
4. Gejala - Gejala Diabetes Melitus
Menurut Kirana (2011), terdapat beberapa gejala pada diabetes
mellitus diantaranya :
a. Gejala Awal
Banyak minum / mudah haus (polidipsia)
Banyak kencing (poliuria)
Banyak makan / mudah lapar (Polifagia)
b. Gejala Lanjutan
Banyak minum / mudah haus (polidipsia)
Banyak kencing (poliuria)
Berat badan menurun
21
Mudah lelah
c. Gejala Kronis
Banyak minum / mudah haus (poliuria)
Banyak kencing (poliuria)
Sering kesemutan
Kulit terasa panas dan tebal
Kram
Mudah mengantuk
Mata menjadi kabur
Kemampuan seksual menurun
Bagi ibu hamil, sering mengalami keguguran atau
kematian janin dalam kandungan, atau melahirkan
dengan berat badan janin > 4 kg.
5. Perawatan Pada Diabetes Mellitus
a. Melakukan Diet
Diet diabetes mellitus bukan merupakan pengobatan,
tetapi mampu mencegah kadar gula darah naik lebih tinggi lagi.
Bahkan, jika dilakukan secara kontinu kondisi kesehatan akan
stabil. Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan terapi
diabetes mellitus, diet yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak.
Sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut :
22
a) Karbohidrat : 60-70 %
b) Protein : 10-15 %
c) Lemak : 20-25%
Jumlah kalori di sesuaikan dengan pertumbuhan, status
gizi, umur, dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan
untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.
Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga
sebaiknya diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan,
namun jangan melebihi 300 mg/hari. Sumber lemak diupayakan
yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak
asam lemak tak jenuh di bandingkan dengan asam lemak jenuh.
Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam,
tahu dan tempe. Karena tidak banyak mengandung lemak.
Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes mellitus di
usahakan paling tidak 25 g/hari.
Selain akan menolong menghambat penyerapan lemak,
makanan berserat yang tidak dapat di cerna oleh tubuh juga
dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan
penderita diabetes mellitus tanpa resiko masukan kalori yang
berlebih, makanan sumber serat seperti sayuran dan buah-
buahan segar umumnya juga kaya akan vitamin dan mineral
(Nabyl,2009).
23
Diet pada pasien diabetes mellitus tipe II, lebih baik jika
mengkonsumsi makanan dan cemilan secara teratur dari pada
melewatkan waktu makan kemudian makan 1 atau 2 kali saja
dalam porsi besar. Karena pankreas harus memproduksi insulin
setiap kali anda makan sesuai dengan jumlah yang dikonsumsi.
Jika mengkonsumsi makanan dalam porsi besar yang
mengandung banyak karbohidrat, maka pankreas akan terus
bekerjakeras dalam memproduksi lebih banyak insulin, sehingga
kadar gula darahpun akan meningkat. Sebaliknya, jika anda
membagi kalori dengan makan tiga kali sehari dan diselingi satu
atau dua cemilan dalam sehari, maka pankreas akan lebih mudah
memproduksi cukup insulin untuk mengimbangi jumlah
makanan dan karbohidrat yang lebih sedikit ketika makan
(Nathan, 2010).
b. Olahraga
Berolahraga dengan teratur dapat membantu menurunkan
berat badan dan mengendalikan kadar gula darah. Olahraga yang
sesuai untuk penderita diabetes mellitus, prinsipnya tidak perlu
olahraga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur
akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
24
Olahraga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan
aktifitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan
penggunaan glukosa,jadi olahraga bagi penyandang diabetes
mellitus bermanfaat untuk :
1) Menurunkan kadar gula darah
2) Mencegah kegemukan
3) Menurunkan lemak darah (kolesterol)
4) Mencegah tekanan darah tinggi
5) Mengurangi resiko penyakit jantung koroner
6) Meningkatkan kualitas hidup dan kemampuan kerja
Prinsip olahraga bagi penyandang diabetes mellitus sama
seperti latihan jasmani pada umumnya, yaitu :
1) Frekuensi 3-5 kali/minggu secara teratur
2) Intensitas olahraga ringan dan sedang
3) Durasi 30-60 menit setiap latihan
Jenis latihan yang dianjurkan adalah aerobik, seperti jalan,
joging, berenang, bersepeda, dan lain-lain (Nabyl,2009).
c. Terapi Obat
Selain pola makan dan olahraga, obat tablet juga dapat
pembantu penderita diabetes mellitus untuk mengontol gula
darahnya. Pada dasarnya obat dapat membantu tubuh untuk
menekan nafsu makan ataupun membantu tubuh dalam
mengoptimalkan kerja insulin atau menghasilkan insulin.
25
Terdapat beberapa jenis obat yang dapat dikonsumsi
penderita diabetes mellitus. Obat-obat tersebut memiliki fungsi
dan manfaat yang berbeda-beda. Beberapa obat tersebut
diantaranya :
1) Sulphonylureas terdiri atas gliclazide, glibenclamide,
glipzide dan glimepiride. Obat-obatan tersebut berfungsi
untuk meningkatkan produk insulin oleh pankreas.
2) Biguanides, contohnya metformin (Glucophage®) dan
pioglitazone (Acros®). Kedua obat tersebut tersedia
dalam bentuk yang sudah dikombinasikan dengan
metformin, seperti Avandamet® dan Actoplus Met®.
3) Alpha glukosidae inhibitor (Acarbose atau Glucobay®).
Obat ini bisa memperhambat proses perencanaan
makanan dalam usus dan menekan peningkatan gula
darah sehabis makan.
4) Prandial (mealtime) glukosa regulator, diantaranya
repaglinide (Prandin®) dan nateglide (Starlix®). Obat
tersebut membantu pankreas dalam memproduksi insulin
dan bisa menyatu dengan makanan. Obat tersebut juga
bisa dikombinasikan dengan metformin (Charles, 2011).
Dalam kaitan antara diabetes mellitus dengan gula darah,
ada empat hal utama yang dapat dilakukan untuk mengendalikan
kadar gula darah, yaitu :
26
1) Pengaturan makan atau diet dengan penekanan pada
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,
jenis, dan jumlah makanan.
2) Olahraga atau aktifitas fisik secara teratur yakni 3-5 kali
seminggu selama 30-60 menit.
3) Pengobatan yang sesuai petunjuk dokter bila gula darah
tidak dapat di kendalikan dengan pengaturan pola makan
dan latihan fisik.
4) Evaluasi kesehatan dengan melakukan evaluasi medis
secara lengkap meliputi pemeriksaan fisik, riwayat
penyakit dan pemeriksaan laboraturium (Charles, 2011).
6. Komplikasi Penyakit Diabetes Mellitus
Komplikasi diabetes mellitus dapat muncul secara akut dan
secara kronik, yaitu timbul beberapa bulan atau beberapa tahun
sesudah mengidap diabetes mellitus. Adapun komplikasi diabetes
mellitus sebagai berikut (Askandar, 2007) :
a. Komplikasi akut Diabetes Mellitus
Dua komplikasi akut diabetes mellitus yang paling sering
adalah reaksi Hipoglikemia dan koma diabetik :
1). Reaksi Hipoglikemia
Reaksi Hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat
tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda : adanya rasa
lapar, gemetar, keringat dingin, pusing dan sebagainya. Dalam
27
keadaan hipoglikemia, penderita harus segera diberi roti atau
pisang. Apabila tidak tertolong, berilah minuman manis dari
gula, satu atau dua gelas. Jika keadaan ini tidak segera diobati,
penderita tidak akan sadarkan diri, karena koma ini disebabkan
oleh kurangnya glukosa dalam darah, Koma tersebut di sebut
"Koma Hipoglikemik” (Askandar, 2007).
Penderita koma hipoglikemik harus segera dibawa ke
Rumah sakit karena perlu mendapatkan suntikan glukosa 40%
dan infus glukosa. Penderita diabetes mellitus yang mengalami
resiko hipoglikemik (masih sadar), atau koma hipoglikemik
biasanya disebabkan oleh obat anti Diabetes yang diminum
dengan dosis yang terlalu tinggi, atau penderita terlambat
makan, atau bisa jadi karena latihan fisik yang berlebihan teratur
(Askandar, 2007).
2). Koma Diabetik
Berlawanan dengan koma Hipoglikemik, koma diabetik
ini timbul karena kadar glukosa dalam darah terlalu tinggi dan
biasanya lebih dari 600 mg /dl. Gejala koma diabetik yang
sering timbul adalah nafsu makan menurun (biasanya penderita
diabetes mellitus mempunyai nafsu makan yang besar), haus,
minum banyak, kencing banyak, yang kemudian disusul dengan
rasa mual, muntah, nafas penderita menjadi cepat dan dalam,
serta berbau aseton, sering disertai panas badan karena biasanya
28
ada infeksi, serta penderita koma diabetik harus segera dibawa
ke Rumah Sakit (Askandar, 2007)
b. Komplikasi Kronik Diabetes Mellitus
Pada penderita yang lengah komplikasi diabetes mellitus
dapat menyerang seluruh alat tubuh, mulai dari rambut sampai
ujung kaki termasuk semua alat tubuh di dalamnya. Sebaliknya,
komplikasi tersebut tidak akan muncul jika perawatan diabetes
mellitus dilaksanakan dengan baik, tertib dan teratur.
Komplikasi kronik diabetes mellitus disebabkan oleh perubahan
dalam dinding pembuluh darah, sehingga terjadi atherosklerosis
yang khas yaitu Mikroangiopati.
Mikroangiopati ini mengenai pembuluh darah di seluruh
tubuh yang terutama menyebabkan retinopati,
glamerulosklerosis, neoropati, dan dapat pula timbul infeksi
kronik yaitu tuberkolosis yang secara umum terjadi komplikasi
tersebut yaitu kardiovaskuler (Infark miokaid, insufisiensi
koroner), mata (Retinopati diabetika, katarak), saraf (Neuropati
diabetika), paru-paru (TBC), ginjal (Pielonefritis,
glumerulosklerosis), kulit (gangren, furunkel, karbunkel, ulkus),
hati (sirosis hepatitis) (Askandar, 2007).
29
7. Kriteria Diagnostik
Menurut World Health Organization (WHO) , Diabetes Mellitus,
Report of a WHO study group. Tech Report Series No. 727, 1985).
untuk Diabetes Melitus pada orang dewasa yang tidak hamil. Pada
sedikitnya di lakukan dua kali pemeriksaan.
a. Glukosa plasma sewaktu /random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa / nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sempel yang diambil 2 jam kemudian
sesudah mengkonsumsi 75 g karbohidrat (2 jam post prandial
[pp] > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
Menurut Kirana (2011), terbagi atas 2 bagian kriteria diagnostik
pada diabetes mellitus diantaranya :
a. Ada gejala, pemeriksaan Laboraturium di dapatkan :
1) Kadar Gula Darah Puasa > 120 mg/dl
2) Kadar Gula 2 jam sesudah makan > 200 mg/dl
3) Kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl
b. Tidak ada gejala , pemeriksaan Laboraturium didapatkan :
1) Gula Darah Puasa > 120 mg/dl dan Kadar Gula 2 jam
sesudah makan > 200 mg/dl
2) Gula Darah Puasa > 120 mg/dl dan Kadar Gula sewaktu
> 200mg/dl
3) Gula Darah 2 jam sesudah makan > 200 mg/dl dan Gula
Darah sewaktu > 200 mg/dl.
30
Bagan 2.1 Kerangka Teori
(Diadopsi dari Nathan 2010 & Nabyl 2009)
Diabetes Mellitus
Tipe I [IDDM]
Tipe II [NIDDM]
Dibetes melitus yang berhubungan dengan sindrom lain
Diabetes Gestasional
Faktor PenyebabGenetik
Pola hidup tidak sehat :
1. Pola makan tinggi kalori
2. Kurang olahraga
Terjadi peningkatan kadar gula
darah
Terapi obat
Diabetes kronis
Komplikasi
Kadar gula darah terkontrol
Kepatuhan
Perawatan Diabetes
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, ukuran
yang dimiliki atau di dapatkan oleh satuan penelitian tentang konsep
pengertian tertentu (Notoatmojo,2005). Variabel penelitian ini terdiri dari :
1. Variabel Independen
Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor.
Dalam bahasa indonesia sering disebut sebagai variabel bebas,
variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen
(terikat). (Sugiyono, 2010). Variabel independen penelitian ini yaitu
“kepatuhan pola hidup pasien diabetes mellitus tipe II ”.
2. Variabel Dependen
Variabel ini sering disebut sebagai variabel output, kriteria,
konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel
terikat. Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010).
Variabel dependen penelitian ini, yaitu ”peningkatan kadar gula darah
pada pasien diabetes mellitus tipe II ”.
32
B. Hipotesis
“Ada hubungan antara kepatuhan pola hidup pasien diabetes melitus
tipe II dengan peningkatan kadar gula darah di poliklinik dalam RSUD Kota
Bandung “
C. Kerangka Konsep Penelitian
Kepatuhan perawatan diabetes mellitus tipe II dalam hal ini
penderita harus melaksanakan program perawatan diabetes mellitus dengan
cara melakukan pola hidup sehat seperti menjaga asupan makan yang
seimbang yaitu dengan melakukan diet diabetes mellitus, melakukan
pengobatan yang telah ditetapkan dan aktifitas fisik secara teratur untuk
mengontrol kadar gula darah. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah
pencegahan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olahraga. Apabila dengan
langkah pertama ini tujuan pencegahan belum tercapai, maka dapat
dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi obat
hipoglikemik oral atau insulin atau dengan kombinasi keduanya, apabila
pencegahan tersebut tidak dapat dipatuhi, maka insulin dalam tubuh
penderita tidak dapat berkerja dengan baik dan dapat mengakibatkan
terjadinya peningkatan kadar gula darah.
33
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Hubungan Antara Kepatuhan Pola Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe II
Dengan Peningkatan Kadar Gula Darah
Di Poliklinik RSUD Kota Bandung
( Diadopsi dari Nabyl 2009 & Nathan 2010 )
Kepatuhan Pola Hidup Pasien Diabetes Mellitus
Tipe II
Kepatuhan
Terhadap Pola Makan
Kepatuhan
Terhadap Olahraga
Kepatuhan
Terhadap Terapi Obat
Kadar Gula Darah
Tinggi
Normal
34
D. Rancangan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan jenis penelitian kuantitatif dan Deskriptif korelasi.
Kuantitatif adalah penelitian yang berhubungan dengan angka-angka,
baik yang di peroleh dari hasil pengukuran (Notoatmodjo, 2010).
Deskriptif korelasi merupakan penelitian yang bertujuan untuk melihat
hubungan kepatuhan pola hidup pasien diabetes mellitus tipe II dengan
peningkatan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe II dan
mengetahui korelasinya dengan cara mengidentifikasi variabel yang
ada pada suatu objek, kemudian diidentifikasi pula variabel lain yang
ada pada objek yang sama dengan dilihat apakah ada hubungan antara
keduanya. (Notoatmodjo, 2010).
2. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data
Penelitian ini peneliti menggunakan teknik pendekatan waktu
secara cross sectional dalam pengumpulan data. Cross sectional,
variabel sebab dan variabel akibat yang terjadi pada objek penelitian
diukur atau dikumpulkan secara simultan/dalam waktu yang bersamaan
(Notoatmodjo, 2010).
3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
kuesioner (angket). Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau
35
pernyataan tertulis kepada responden untuk di jawab dan di berikan
kembali kepada peneliti setelah di isi (Arikunto, 2006).
4. Populasi dan Sempel Penelitian
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila
seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah
penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.
(Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah 410 orang
penderita diabetes melitus yang melakukan rawat jalan di
poliklinik dalam RSUD Kota Bandung pada bulan Oktober 2011.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang di teliti
(Arikunto, 2006). Sempel yang di gunakan dalam penelitian ini
yaitu dengan teknik porposive sampling yang di dasarkan pada
suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri.
Berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya.
Menurut Notoatmodjo (2010) cara menghitung besarnya
sampel untuk mengukur proporsi dengan derajat akurasi pada
tingkatan statistik yang bermakna dengan menggunakan rumus :
d=Z x√ P x qn
x √ N−nN−1
36
Keterangan :
d = Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang
diinginkan, biasanya 0,05 atau 0,01
Z = Standar deviasi normal, biasanya ditentukan pada 1,95 atau
2,0 yang sesuai dengan kemaknaan 95%
p = Proporsi sifat tertentu yang diperkirakan terjadi pada populasi.
Apabila tidak diketahui proporsi atau sifat tertentu tersebut,
maka p= 0,05
q = 1,0 – p
N = Besar Populasi
n = Besar sampel
Dalam hal ini jumlah sampel Pasien Diabetes mellitus Tipe II
di RSUD Kota Bandung pada bulan Desember 2011-Januari 2012
sebanyak 73 orang.
5. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala1. Kepatuhan
dalam menjaga pola diet
Kepatuhan pasien Diabetes mellitus Tipe II dalam melakukan pola diet
Kuesioner Bila :(1) Patuh diet :
makan sesuai dengan anjuran diet DM
(2) Tidak patuh diet :
Nominal
37
makan tidak sesuai dengan anjuran diet DM
2. Kepatuhan dalam melakukan olahraga
Berolahraga dengan teratur dapat membantu mengontrol dan mengendali-kan kadar gula darah
Kuesioner Bila :(1) Patuh
Olahraga :Jika olahraga3-5 kali/mingguDurasi :30-60 menit
(2) Tidak Patuh Olahraga : Jika olahraga < 3
kali/minggu Durasi : 10-15 menit
Ordinal
3. Kepatuhan dalam terapi obat
Kepatuhan Pasien Diabetes Mellitus Tipe II dalam mengkonsu-msi Obat untuk mengontrol kadar gula darah
Kuesioner Bila :
(1) Patuh Obat:Jika obat oral / suntik insulin di konsumsi secara teratur sesuai jadwal sebelum atau sesudah makan
(2) Tidak patuh obat :
Nominal
38
Jika obat oral / suntik insulin tidak di konsumsi sesuai dengan jadwal sebelum atau sesudah makan
4. Peningkatan Kadar Gula Darah
Pengukuran kadar gula darah yang dilakukan pada saat pasien kontrol ke Poliklinik RSUD Kota Bandung
Lembar hasil data lab.
Bila : Kadar Gula
Darah 2 Jam sesudah makan (Kadar Gula Darah postprandial) didapat :
(1) Normal :< 200 mg/dl
(2) Tinggi :200 - 400 mg/dl
(3) Sangat tinggi :> 400 mg/dl
Ordinal
6. Instrumen Penelitian
Menurut Arikunto (2006), instrumen penelitian adalah alat
bantu yang digunakan untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data
dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan instrumen
kuesioner, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
39
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya atau hal-hal yang biasa ia kerjakan.
Kuesioner ini terdiri dari pertanyaan tentang kepatuhan pola
hidup pasien dalam melakukan diet, olahraga dan terapi obat, dan
hasil kadar gula darah yang didapat setelah pemeriksaan kemudian
responden diminta untuk memilih salah satu jawaban dengan cara
memberi tanda silang (X) serta membubuhkan tanda check list ()
pada jawaban yang telah tersedia.
a. Uji validitas
Validitas adalah sebuah instrumen yang dikatakan valid jika mampu
mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari
variabel yang di ingin diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Dalam
menghitung validitas digunakan metode “ Point Biserial Correlation ”
dengan rumus sebagai berikut :
r pbis=M p−M t
S t √ Pq
Dimana :
Rpbis = Koefisien korelasi point biserial
Mp = Mean skor dari subjek-subjek yang menjawab betul item yang
dicari korelasinya dengan tes
Mt = Mean skor total (skor rata-rata dari seluruh pengikut tes)
St = Standar deviasi skor total
p = Proporsi subjek yang menjawab betul item tersebut
q = 1- p
40
Hasil perhitungan dengan korelasi point biserial dapat
dikonsultasikan ke tabel r hasil korelasi product-moment. (Arikunto, 2006)
Untuk mengetahui apakah nilai korelasi tiap-tiap pertanyaan itu significan,
maka perlu dilihat pada tabel harga kritik dari r product moment, dengan
ketentuan jika r hitung > r tabel, maka pertanyaan tersebut valid dan jika r
hitung < r tabel, maka pertanyaan tersebut tidak valid. Uji instrumen
dilakukan pada 20 pasien diabetes mellitus tipe II yang melakukan rawat
jalan di poliklinik dalam RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi.
Setelah dilakukan uji validilitas di RSUD Sekarwangi Kabupaten
Sukabumi, instrumen variabel independen mendapatkan hasil “Point
Biserial Correlation” dengan nilai paling tinggi (0,647) pada pernyataan
29, dan nilai yang terendah dengan nilai (0,447) pada pernyataan 13.
Setelah dibandingkan dengan nilai harga kritik dalam tabel dengan jumlah
responden 20 yaitu, (0,444) maka semua instrumen independen bisa
dikatakan valid karena lebih dari nilai harga kritik dalam tabel.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat
dapat dipercaya atau diandalkan (Notoatmodjo, 2010). Reliabilitas
instrumen merupakan syarat untuk pengujian validitas instrumen
(Sugiyono, 2010). Hal ini berarti menunjukan sejauh mana hasil
pengukuran itu tepat konsisten atau tetap bila dilakukan pengukuran dua
kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur
yang sama maka hasilnya akan tetap atau tidak berubah-ubah.
41
Uji reliabilitas dengan menggunakan rumus K-R 20 dengan
membandingkan nilai r dengan nilai r hasil. Dengan ketentuan bila r hasil
> r tabel (0,700) maka pertanyaan tersebut reabilitas.
Rumus :
r11=( KK−1 )(V t−∑ pq
V t)
Dimana :
r11 : Reliabilitas instrumen
K : Banyaknya butir pertanyaan
V t : Varians total
p : Proporsi subjek yang menjawab betul pada sesuatu butir
(proporsi subjek yang mendapat skor 1)
P = Proporsi subjek yang skornya 1
N
Q = Proporsi subjek yang skornya 0
N
Setelah dilakukan uji reabilitas pada semua instrumen didapat nilai
“Reliability Statistics” dengan “K-R 20” (0,996) pada instrumen variabel
independen. Dengan nilai tersebut maka semua instrumen bisa dikatakan
reabilitas, hal ini dikarenakan hasil “Reliability Statistics” lebih dari
ketentuan yaitu (> 0,700).
42
7. Teknik Pengolahan dan analisis Data
a. Teknik pengolahan data
1) Editing
Pada tahap editing peneliti memeriksa daftar pertanyaan
kuesioner/angket yang telah di isi oleh responden.
2) Coding
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf
menjadi data berbentuk angka/bilangan untuk mempermudah
pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry
data.
3) Entry Data
Merupakan aktifitas memasukan data ke dalam program
komputer.
4) Cek data
Setelah proses memasukan data (entry data) selesai dilakukan,
langkah berikutnya adalah melakukan cek terhadap data untuk
memperoleh akurasi (accuraty).
b. Analisis data
1) Univariat
Univariabel adalah analisis yang dilakukan untuk satu
variabel atau pervariabel. Ini dilakukan untuk mengetahui
gambaran hasil penelitian mengenai :
a) Kepatuhan pola hidup pasien diabetes mellitus tipe II
43
Teknik yang digunakan dalam analisa kepatuhan pola
hidup yaitu dengan menggunakan pilihan ganda dan skala
dikotomi.
Pada variabel ini di ukur dengan menggunakan pilihan
ganda, pada pertanyaan positif jika jawaban benar maka akan
di beri skor 1 dan jika jawaban salah akan diberi skor 0, jika
pertanyaan negatif di beri nilai sebaliknya sedangkan variabel
yang di ukur dengan menggunakan skala dikotomi, jawaban
Ya akan diberi skor 1 dan jawaban tidak akan diberi skor 0.
Jika pertanyaan negatif akan diberikan nilai sebaliknya.
Setelah setiap item diberi nilai, kemudian dilakukan tabulasi
dan dimasukan dalam rumus sebagai berikut :
Me=∑ x i
n
(Sugiyono, 2010)
Dimana :
M = Mean (rata-rata)
∑ ¿ Epsilon (jumlah)
Xi = Nilai x ke i sampai k n
n = Jumlah individu
Untuk kategori kepatuhan pola diet dilakukan dengan kriteria
sebagai berikut :
44
(1) Patuh diet : Sesuai dengan anjuran diet DM
(2) Tidak patuh diet : Tidak sesuai dengan anjuran diet DM
Untuk kategori kepatuhan Olahraga dilakukan dengan kriteria
sebagai berikut :
(1) Patuh olahraga : Olahraga dilakukan 3-5
kali/minggu
(2) Tidak patuh olahraga : Olahraga dilakukan < 3
kali/minggu.
Untuk kategori kepatuhan terapi obat dilakukan dengan
kriteria sebagai berikut :
(1) Patuh obat : Jika obat oral / suntik insulin di
konsumsi secara teratur sesuai dengan jadwal sebelum
atau sesudah makan
(2) Tidak patuh obat : Jika obat oral / suntik insulin tidak
dikonsumsi secara teratur sesuai dengan jadwal
sebelum atau sesudah makan .
b) Peningkatan kadar gula darah
Variabel peningkatan kadar gula darah dikategorikan ke
dalam 3 (tiga) kategori, yaitu: Normal, Tinggi, dan Sangat
tinggi.
Untuk kategori dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :
Kadar Gula darah 2 jam setelah makan
45
(1)Normal : Jika < 200 mg/dl
(2)Tinggi : Jika 200 - 400 mg/dl
(3)Sangat tinggi sekali : Jika > 400 mg/dl
Setelah diperoleh kriteria untuk respon kepatuhan pola hidup
dan kadar gula darah kemudian kategori di atas dihitung
dengan rumus presentase :
p= fn
x100 %
(Hidayat, 2009)
Dimana :
P = presentase
f = frekuensi kategori tertentu
n = jumlah responden
Interpretasi data tersebut dipersentasikan dalam kategori yang
dikemukakan Hidayat (2009) sebagai berikut :
0% = Tidak seorang pun dari responden
1-26% = Sebagian kecil dari responden
27-49% = Hampir setengahnya dari responden
50% = Setengahnya dari responden
51-75% = Sebagian besar dari responden
76-99% = Hampir seluruh responden
100% = Seluruh responden
2) Bivariat
46
Analisis bivariat ini dilakukan untuk mengetahui
hubungan hasil penelitian mengenai kepatuhan pola hidup
pasien diabetes mellitus tipe II dengan peningkatan kadar gula
darah. Analisis bivariat ini dilakukan dengan menggunakan chi
kuadrat ( x2)
X2=∑ ¿¿¿
Keterangan :
x2 = Chi kuadrat
fo = Frekuensi observasi
fh = Frekuensi harapan
Kemudian hasil chi kuadrat hitung dibandingkan dengan
chi kuadrat tabel dengan taraf kesalahan (0,5%). Jika chi kuadrat
hitung < dari tabel, maka H0 diterima dan jika chi kuadrat > dari
tabel, maka H0 ditolak (Sugiyono, 2010).
E. Etika Penelitian
47
Dalam melakukan penelitian ini peneliti mendapatkan rekomendasi
dari program studi ilmu keperawatan STIKes Dharma Husada Bandung dan
permintaan izin ke RSUD Kota bandung. Setelah mendapatkan persetujuan,
peneliti melakukan penelitian dengan menekankan pada masalah etika yang
meliputi :
1. Penentuan responden
Responden yang di teliti yaitu pasien diabetes mellitus tipe II yang
datang ke Poliklinik dalam RSUD Kota Bandung untuk melakukan
rawat jalan dan bersedia menjadi responden penelitian.
2. Informed consent
Sebelum dilakukan penelitian, pasien diberikan penjelasan mengenai
tujuan dan manfaat penelitian.
3. Persetujuan menjadi responden
Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti.
Penelitian menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta proses
pengumpulan data yang dilakukan. Jika responden bersedia untuk
diteliti maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan
tersebut. Jika responden menolak untuk di teliti, maka peneliti tidak
akan memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden.
4. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan responden yang di teliti di jamin oleh peneliti.
F. Jadwal penelitian
48
KEGIATANNovember Desember Januari Februari Maret
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Penyusunan
proposal
Seminar
proposal
Pelaksanaan
penelitian
Penyusunan
skripsi dan
sidang
BAB IV
49
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan yang di
sajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Tetapi sebelumnya, di bawah ini
akan di sajikan tabel karakteristik responden terlebih dahulu yaitu berupa jenis
kelamin dan usia pasien diabetes mellitus tipe II.
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Diabetes Mellitus Tipe II
Jenis kelamin F %
Laki – laki
Perempuan
Total
47
26
73
64.4
35.6
100.0
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar dari (64,4 %) pasien
diabetes mellitus tipe II berjenis kelamin laki-laki, dan hampir setengahnya dari
(35,6 %) pasien diabetes mellitus tipe II berjenis kelamin perempuan.
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Usia Pasien Diabetes Mellitus Tipe II
Usia F %
40 – 65 th
66 – 75 th
≥ 75 th
Total
54
13
6
73
74.0
17.8
8.2
100.0
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa sebagian besar dari (74,0 %) pasien
diabetes mellitus tipe II berusia 40-65 tahun, (17,8 %) pasien diabetes mellitus
50
tipe II berusia 66-75 tahun, dan sebagian kecil dari (8,2 %) pasien diabetes
mellitus tipe II berusia lebih dari 75 tahun.
A. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
a. Gambaran kepatuhan pola hidup pasien diabetes mellitus tipe II di
Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung Tahun 2012
1) Gambaran kepatuhan diet pasien diabetes mellitus tipe II tahun 2012
di Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung
Tabel 4.3
Gambaran Kepatuhan Diet Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Tahun 2012 di
Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung
Kepatuhan diet F %
Patuh
Tidak patuh
Total
28
45
73
38.4
61.6
100.0
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar dari (61,6%) pasien
diabetes mellitus tipe II tidak patuh dalam melakukan diet diabetes mellitus, dan
hampir setengahnya dari (38,4%) pasien diabetes mellitus tipe II patuh dalam
melakukan diet diabetes mellitus.
2) Gambaran kepatuhan olahraga pasien diabetes mellitus tipe II tahun
2012 di Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung
Tabel 4.4
51
Gambaran Kepatuhan Olahraga Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Tahun 2012 di
Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung
Kepatuhan olahraga F %
Patuh
Tidak patuh
Total
23
50
73
31.5
68.5
100.0
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar dari (68,5%) pasien
diabetes mellitus tipe II tidak patuh melakukan olahraga, dan hampir setengahnya
dari (31,5%) pasien diabetes mellitus tipe II patuh dalam melakukan olahraga.
3) Gambaran kepatuhan obat pasien diabetes mellitus tipe II tahun 2012
di Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung
Tabel 4.5
Gambaran Kepatuhan Obat Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Tahun 2012 di
Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung
Kepatuhan obat F %
Patuh
Tidak patuh
Total
39
34
73
53.4
46.6
100.0
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar dari (53,4%) pasien
diabetes mellitus tipe II patuh dalam mengkonsumsi obat diabetes mellitus, dan
hampir setengahnya dari (46,6%) pasien diabetes mellitus tipe II tidak patuh
dalam mengkonsumsi obat diabetes mellitus.
52
b. Hasil kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe II di Poliklinik
Dalam RSUD Kota Bandung Tahun 2012
Tabel 4.6
Hasil kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe II di Poliklinik Dalam
RSUD Kota Bandung Tahun 2012
KGD
Post PrandialF %
Normal
Tinggi
Sangat tinggi
Total
3
54
16
73
4.1
74.0
21.9
100.0
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa sebagian besar dari (74,0%) pasien
diabetes mellitus tipe II memiliki kadar gula darah post prandial yang tinggi,
(21.9%) pasien diabetes mellitus tipe II memiliki kadar gula darah post prandial
yang sangat tinggi. Sementara hanya (4.1%) pasien diabetes mellitus tipe II yang
memiliki kadar gula darah normal.
2. Analisis Bivariat
a. Hubungan kepatuhan diet pasien diabetes mellitus tipe II dengan
peningkatan kadar gula darah di Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung.
Tabel 4.7
53
Hubungan Kepatuhan Diet Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Dengan Peningkatan
Kadar Gula Darah di Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung
Kepatuhan
Diet
Kadar Gula Darah Post Prandial Tota
l % p valueNorma
l %
Tingg
i %
Sangat
tinggi %
Patuh 3
10
0 22
40.
7 3
18.
7 28
38.
4
Tidak patuh 0 0 32
59.
3 13
81.
3 45
61.
6 0.023
Total 3
10
0 54 100 16 100 73 100
Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa, dari 3 pasien diabetes mellitus tipe II
yang memiliki kadar gula darah normal, 3 orang (100%) patuh terhadap diet
diabetes mellitus dan tidak ada (0%) pasien diebetes mellitus tipe II yang tidak
patuh terhadap diet diabetes mellitus. Dari 54 pasien diabetes mellitus tipe II yang
memiliki kadar gula darah tinggi , 22 orang (40,7%) patuh terhadap diet diabetes
mellitus dan 32 orang (59,3%) tidak patuh terhadap diet diabetes mellitus.
Sementara dari 16 pasien diabetes mellitus tipe II yang memiliki kadar gula darah
sangat tinggi, 3 orang (18.7,%) patuh terhadap diet diabetes mellitus dan 13 orang
(81.3%) tidak patuh terdahap diet diabetes mellitus.
Berdasarkan hasil perhitungan statistik tersebut diperoleh nilai p-value
sebesar 0,023. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa p-value (0,023) < α (0,05),
54
artinya, terdapat hubungan antara kepatuhan diet pasien diabetes mellitus tipe II
dengan peningkatan kadar gula darah di Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung.
b. Hubungan kepatuhan olahraga pasien diabetes mellitus tipe II dengan
peningkatan kadar gula darah di Poliklinik Dalam RSUD Kota bandung
Tabel 4.8
Hubungan Kepatuhan Olahraga Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Dengan
Peningkatan Kadar Gula Darah di Poliklinik Dalam RSUD Kota bandung
Kepatuhan
Olahraga
Kadar Gula Darah Post Prandial Tota
l % p valueNorma
l %
Tingg
i %
Sangat
tinggi %
Patuh 3
10
0 19
35.
1 1
6.
3 23
31.
5
Tidak patuh 0 0 35
64.
9 15
93.
7 50
68.
5 0.003
Total 3
10
0 54 100 16 100 73 100
Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa, dari 3 pasien diabetes mellitus tipe II
yang memiliki kadar gula darah normal, 3 orang (100%) patuh melakukan
olahraga dan tidak ada (0%) yang tidak patuh melakukan olahraga. Dari 54 pasien
diabetes mellitus tipe II yang memiliki kadar gula darah tinggi , 19 orang (35,1%)
patuh melakukan olahraga dan 35 orang (64,9%) tidak patuh melakukan olahraga.
Sementara dari 16 pasien diabetes mellitus tipe II yang memiliki kadar gula darah
sangat tinggi, 1 orang (6,3%) patuh melakukan olahraga dan 15 orang (93,7%)
tidak patuh melakukan olahraga.
55
Berdasarkan hasil perhitungan statistik tersebut diperoleh nilai p-value
sebesar 0,003. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa p-value (0,003) < α (0,05),
artinya, terdapat hubungan antara kepatuhan olahraga pasien diabetes mellitus tipe
II dengan peningkatan kadar gula darah di Poliklinik RSUD Kota Bandung.
c. Hubungan kepatuhan obat pasien diabetes mellitus tipe II dengan
peningkatan kadar gula darah di Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung.
Tabel 4.9
Hubungan Kepatuhan Obat Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Dengan Peningkatan
Kadar Gula Darah di Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung
Kepatuhan
Obat
Kadar Gula Darah Post Prandial Tota
l % p valueNorma
l %
Tingg
i %
Sangat
tinggi %
Patuh 3
10
0 33
61.
1 3
18.
8 39
53.
4
Tidak patuh 0 0 21
38.
9 13
81.
2 34
46.
6 0.003
Total 3
10
0 54 100 16 100 73 100
Dari tabel 4.9 dapat dilihat bahwa, dari 3 pasien diabetes mellitus tipe II
yang memiliki kadar gula darah normal, 3 orang (100%) patuh mengkonsumsi
obat diabetes mellitus sesuai dengan anjuran dokter dan tidak ada (0%) yang tidak
patuh mengkonsumsi obat diabetes mellitus sesuai anjuran dokter. Dari 54 pasien
diabetes mellitus tipe II yang memiliki kadar gula darah tinggi, 33 orang (61,1%)
patuh mengkonsumsi obat diabetes mellitus sesuai dengan anjuran dokter dan 21
orang (38,9%) tidak patuh mengkonsumsi obat diabetes mellitus secara teratur
56
sesuai dengan anjuran dokter. Sementara dari 16 pasien diabetes mellitus tipe II
yang memiliki kadar gula darah sangat tinggi, 3 orang (18,8%) patuh
mengkonsumsi obat diabetes mellitus sesuai dengan anjuran dokter dan 13 orang
(81,2%) tidak patuh mengkonsumsi obat diabetes mellitus sesuai dengan anjuran
dokter.
Berdasarkan hasil perhitungan statistik tersebut diperoleh nilai p-value
sebesar 0,003. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa p-value (0,003) < α (0,05),
artinya, terdapat hubungan antara kepatuhan obat pasien diabetes mellitus tipe II
dengan peningkatan kadar gula darah di Poliklinik RSUD Kota Bandung.
B. Pembahasan
1. Kepatuhan Pola hidup pasien diabetes mellitus tipe II di Poliklinik Dalam
RSUD Kota Bandung.
a. Kepatuhan diet pasien diabetes mellitus tipe II di Poliklinik Dalam
RSUD Kota Bandung
Hasil penelitian yang dilakukan di Poliklinik Dalam RSUD Kota
Bandung. Dapat di lihat pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar dari
(61,6%) pasien diabetes mellitus tipe II tidak patuh dalam melakukan diet diabetes
mellitus, dan hampir setengahnya dari (38,4%) pasien diabetes mellitus tipe II
patuh dalam melakukan diet diabetes mellitus.
Darly & Blass dalam Hartono (2006) menegaskan bahwa Kepatuhan
adalah suatu manifestasi dari suatu sikap dan perilaku yang berkaitan erat dengan
motivasi. Manusia mempunyai daya dalam dirinya sendiri untuk bergerak,
57
melakukan satu hal, dalam hal ini bergerak untuk patuh terhadap
berobat/pengontrolan yang memerlukan jangka waktu yang panjang.
Kepatuhan jangka panjang terhadap perencanaan makan merupakan
salah satu aspek yang paling menimbulkan tantangan dalam penatalaksanaan
diabetes. Bagi pasien obesitas, tindakan membatasi kalori yang moderat mungkin
lebih realitas. Bagi pasien yang berat badannya sudah turun, upaya
mempertahankan berat badannya sering lebih sulit dikerjakan. Untuk membantu
pasien ini dalam mengikutsertakan kebiasaan diet yang baru kedalam gaya
hidupnya maka keikutsertaannya dalam terapi perilaku yang berkelanjutan sangat
dianjurkan (Smeltzer, 2002).
Sebagian besar dari mereka beranggapan bahwa diet menjadi suatu
kegiatan yang membosankan dan merepotkan karena kesulitan mereka dalam
mengukur porsi secara tepat sehingga hal ini sering kali di abaikan.
b. Kepatuhan olahraga pasien diabetes mellitus tipe II di Poliklinik
Dalam RSUD Kota Bandung
Kepatuhan pasien diabetes mellitus tipe II terhadap olahraga dapat
dilihat pada tabel 4.4 bahwa sebagian besar dari (68,5%) pasien diabetes mellitus
tipe II tidak patuh melakukan olahraga, dan hampir setengahnya dari (31,5%)
pasien diabetes mellitus tipe II patuh dalam melakukan olahraga.
Olahraga sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena dapat
membantu menurunkan kadar gula darah dan mengurangi faktor resiko
kardiovaskuler (Smeltzer, 2002). Berolahraga dengan teratur dapat membantu
58
mengendalikan kadar gula darah. Olahraga yang sesuai untuk penderita diabetes
mellitus, prinsipnya tidak perlu olahraga berat, olahraga ringan asal dilakukan
secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan (Nathan,2010).
Ketidakpatuhan olahraga itu disebabkan oleh faktor kondisi pasien
setelah mengalami diabetes mellitus, yang seringkali mudah lelah dan lemas
apabila kadar gula darah mereka meningkat. Dan tidak adanya keinginan dari
mereka sendiri untuk mau menyempatkan waktu dalam melakukan olahraga.
c. Kepatuhan obat pasien diabetes mellitus tipe II di Poliklinik Dalam
RSUD Kota Bandung
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar dari (53,4%) pasien
diabetes mellitus tipe II patuh dalam mengkonsumsi obat diabtes mellitus sesuai
dengan anjuran dokter, dan hampir setengahnya dari (46,6%) pasien diabetes
mellitus tipe II tidak patuh dalam mengkonsumsi obat diabetes mellitus sesuai
dengan anjuran dokter.
Pada dasarnya obat dapat membantu tubuh untuk menekan nafsu
makan ataupun membantu tubuh dalam mengoptimalkan kerja insulin atau
menghasilkan insulin (Charles,2011). Semakin lama pengobatan semakin rendah
motivasi klien untuk mematuhi petunjuk yang di terapkan, pemakaian obat dalam
rentang waktu yang lama akan memperbesar frekuensi ataupun kemungkinan
terjadinya ketidakpatuhan klien. Pemakaian kombinasi beberapa obat, pengobatan
yang menggunakan banyak obat dan harus diminum tiap hari dapat menurunkan
derajat kepatuhan pasien (Hartono,2006).
59
Alasan dari ketidakpatuhan mereka dalam mengkonsumsi obat
diabetes mellitus secara teratur adalah ketidakcocokan jenis obat yang di berikan,
membuat mereka berani mencoba untuk menggunakan obat-obat herbal yang
didapatkan dari informasi rekan-rekan atau kerabat terdekatnya.
2. Kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe II di Poliklinik Dalam
RSUD Kota Bandung Tahun 2012
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa sebagian besar dari (74,0%) pasien
diabetes mellitus tipe II memiliki kadar gula darah post prandial yang tinggi,
(21.9%) pasien diabetes mellitus tipe II memiliki kadar gula darah post prandial
yang sangat tinggi. Sementara hanya (4.1%) pasien diabetes mellitus tipe II yang
memiliki kadar gula darah normal.
Menurut World Health Organization (WHO) , Diabetes Mellitus, Report of
a WHO study group. Tech Report Series No. 727, 1985). Menegaskan bahwa
Glukosa plasma dari sempel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 g karbohidrat (2 jam postprandial [pp] > 200 mg/dl (11,1
mmol/L). Penyebab terjadinya Peningkatan kadar gula darah sangat berkaitan
dengan gaya hidup yang tidak sehat seperti kurang berolahraga, kurang
mengkonsumsi serat. Riskesdas 2007 melaporkan bahwa terdapat 93,6 persen
tidak mengonsumsi buah dan sayuran, serta 38,2 persen masyarakat kurang
melakukan olahraga.
Hal ini mengindikasikan bahwa pasien diabetes mellitus tipe II yang
menjalani rawat jalan di Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung memiliki kadar
gula darah tinggi.
60
3. Hubungan antara kepatuhan pola hidup pasien diabetes mellitus tipe II
dengan peningkatan kadar gula darah di Poliklinik Dalam RSUD Kota
Bandung.
a. Hubungan Kepatuhan diet pasien diabetes mellitus tipe II dengan
peningkatan kadar gula darah di Poliklinik Dalam RSUD Kota
Bandung.
Berdasarkan hasil perhitungan statistik diperoleh nilai p-value sebesar
0,023. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa p-value (0,023) < α (0,05), artinya,
terdapat hubungan antara kepatuhan diet pasien diabetes mellitus tipe II dengan
peningkatan kadar gula darah di Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung.
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan terapi diabetes mellitus,
diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak. Sesuai dengan kecukupan gizi baik
(Nathan,2010). Kepatuhan jangka panjang terhadap diet merupakan salah satu
aspek yang paling menimbulkan tantangan dalam penatalaksanaan diabetes. Bagi
pasien obesitas, tindakan membatasi kalori yang moderat mungkin lebih realitas.
Bagi pasien yang berat badannya sudah turun, upaya mempertahankan berat
badannya sering lebih sulit dikerjakan. Untuk membantu pasien ini dalam
mengikutsertakan kebiasaan diet yang baru kedalam gaya hidupnya maka
keikutsertaannya dalam terapi perilaku yang berkelanjutan sangat dianjurkan
(Smeltzer, 2002).
61
Diet pada pasien diabetes mellitus tipe II, lebih baik jika
mengkonsumsi makanan dan cemilan secara teratur dari pada melewatkan waktu
makan kemudian makan 1 atau 2 kali saja dalam porsi besar. Karena pankreas
harus memproduksi insulin setiap kali anda makan sesuai dengan jumlah yang
dikonsumsi. Jika mengkonsumsi makanan dalam porsi besar yang mengandung
banyak karbohidrat, maka pankreas akan terus bekerja keras dalam memproduksi
lebih banyak insulin, sehingga kadar gula darahpun akan meningkat. Sebaliknya,
jika anda membagi kalori dengan makan tiga kali sehari dan diselingi satu atau
dua cemilan dalam sehari, maka pankreas akan lebih mudah memproduksi cukup
insulin untuk mengimbangi jumlah makanan dan karbohidrat yang lebih sedikit
ketika makan (Nathan, 2010).
Pasien diabetes mellitus yang melakukan rawat jalan di Poliklinik
Dalam RSUD Kota Bandung mengatakan bahwa diet dianggap sebagai kegiatan
yang membosankan dan merepotkan karena kesulitan mereka dalam mengukur
porsi secara tepat sehingga hal ini sering kali di abaikan.
b. Hubungan Kepatuhan olahraga pasien diabetes mellitus tipe II dengan
peningkatan kadar gula darah di Poliklinik dalam RSUD Kota
Bandung.
Berdasarkan hasil perhitungan statistik diperoleh nilai p-value sebesar
0,003. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa p-value (0,003) < α (0,05), artinya,
terdapat hubungan antara kepatuhan olahraga pasien diabetes mellitus tipe II
dengan peningkatan kadar gula darah di Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung.
62
Olahraga yang sesuai untuk penderita diabetes mellitus, prinsipnya
tidak perlu olahraga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan
sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan (Nathan,2010). Olahraga sangat penting
dalam penatalaksanaan diabetes karena dapat membantu menurunkan kadar gula
darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler sehingga olahraga yang
dilakukan setiap hari secara teratur lebih dianjurkan dari pada latihan sporadik
(Smeltzer, 2002). Olahraga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan
aktifitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa
bagi penyandang diabetes mellitus (Nabyl, 2009).
Tetapi pada kenyataannya pasien diabetes melitus yang melakukan
rawat jalan di Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung ini lebih mengabaikan hal
tersebut, meski mereka mengetahui bahwa olahraga sangat baik untuk kesehatan.
Tetapi faktor kondisi mereka seringkali di jadikan suatu alasan untuk tidak
berolahraga.
c. Hubungan Kepatuhan obat pasien diabetes mellitus tipe II dengan
peningkatan kadar gula darah di Poliklinik Dalam RSUD Kota
Bandung.
Berdasarkan hasil perhitungan statistik tersebut diperoleh nilai p-value
sebesar 0,003. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa p-value (0,003) < α (0,05),
artinya, terdapat hubungan antara kepatuhan obat pasien diabetes mellitus tipe II
dengan peningkatan kadar gula darah di Poliklinik Dalam RSUD Kota Bandung.
63
Selain pola makan dan olahraga, terapi obat juga dapat pembantu
penderita diabetes mellitus untuk mengontol gula darah. Pada dasarnya obat dapat
membantu tubuh untuk menekan nafsu makan ataupun membantu tubuh dalam
mengoptimalkan kerja insulin atau menghasilkan insulin (Charles,2011).
Alasan dari ketidakpatuhan mereka dalam mengkonsumsi obat secara
teratur adalah ketidakcocokan jenis obat yang di berikan, membuat mereka berani
mencoba untuk menggunakan obat-obat herbal yang didapatkan dari informasi
rekan-rekan atau kerabat terdekatnya.
C. Keterbatasan Penelitian
Berkaitan dengan proses penelitian yang telah dilaksanakan, terdapat
beberapa keterbatasan antara lain : desain penelitian ini adalah Deskriptif korelasi
sehingga penelitian ini terbatas untuk mencari hubungan antara variabel dependen
dengan variabel independen dilakukan bersama-sama, sampel penelitian
selanjutnya bisa dilakukan dalam jumlah yang lebih baik lagi, dan keterbatasan
pada penelitian ini juga terletak pada saat prosedur pengumpulan data. Dimana
peneliti tidak melakukan observasi pada responden, untuk lebih menggali lagi
faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan kadar gula darah.
64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Poliklinik Dalam
RSUD Kota Bandung dan didukung oleh teori-teori yang telah penulis pelajari
serta pembahasan yang telah disajikan dalam bab-bab sebelumnya, maka peneliti
dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Sebagian besar pasien diabetes mellitus tipe II di Poliklinik Dalam
RSUD Kota Bandung memiliki kadar gula darah tinggi yang
diakibatkan oleh ketidakpatuhan mereka dalam melakukan
penatalaksanaan diet dan olahraga secara rutin, meskipun obat yang
mereka konsumsi sudah dapat di lakukan dengan baik sesuai jadwal
yang di anjurkan dokter.
2. Terdapat hubungan antara kepatuhan diet pada pasien diabetes mellitus
tipe II dengan peningkatan kadar gula darah di Poliklinik Dalam
RSUD Kota Bandung dengan hasil uji statistik p-value (0,023) < α
(0,05).
3. Terdapat hubungan antara kepatuhan olahraga pada pasien diabetes
mellitus tipe II dengan peningkatan kadar gula darah di Poliklinik
Dalam RSUD Kota Bandung dengan hasil uji statistik p-value (0,003)
< α (0,05).
65
4. Terdapat hubungan antara kepatuhan terapi obat pada pasien diabetes
mellitus tipe II dengan peningkatan kadar gula darah di Poliklinik
Dalam RSUD Kota Bandung dengan hasil uji statistik p-value (0,003)
< α (0,05).
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara kepatuhan pola
hidup pasien diabetes mellitus tipe II dengan peningkatan kadar gula darah di
Poliklinik RSUD Kota bandung, maka peneliti mengajukan saran kepada :
1. Bagi Rumah Sakit
Bagi Rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan pelayanan yang
jauh lebih baik lagi dalam hal pemberian informasi kesehatan
khususnya pada bagian instansi Poliklinik Gizi. Sehingga dapat
menarik minat masyarakat terutama bagi pasien diabetes mellitus.
2. Bagi Perawat
Untuk meningkatkan kinerja, diharapkan perawat tidak hanya
memberikan pelayanan dalam hal medis saja tetapi perawat juga
dapat memberikan informasi kepada pasien rawat jalan terutama pada
pasien diabetes mellitus untuk memberikan pengarahan dalam
pemantauan diet dan hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya
peningkatan kadar gula darah dalam bentuk penyuluhan.
66
3. Bagi Pasien Diabetes Mellitus
Diharapkan pasien bisa lebih termotivasi untuk melakukan konsultasi
pada ahli gizi dan dapat menerapkannya pada penatalaksanaan diet
dengan baik. Serta di dukung oleh olahraga secara rutin sehingga
dapat membantu menurunkan kadar gula darah dan menghindari
terjadinya komplikasi seperti kerusakan ginjal, kerusakan saraf,
kebutaan dan ulkus diabetikum.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini lebih terfokus pada kepatuhan pola hidup pasien rawat
jalan yang menjadi suatu subjek penelitian. Sehingga di perlukan
penelitian selanjutnya pada faktor lain yang menyebabkan angka
kejadian pasien diabetes mellitus semakin meningkat.
67
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz Hidayat.2009.Metode Penelitian Keperawatan teknik analisis data.
Jakarta : Salemba Medika
Arikunto,Suharsimi.2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : Rineka Cipta
Fox,Charles,Kilvert Anne.2011. Bersahabat Dengan Diabetes Tipe 2. Jakarta : Penebar Plus+
Hartono.2006.Teori Kepatuhan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Kirana,Lisa.2011.Awas Diabetes Asam Urat dan Kolesterol. Jakarta : Syura
Media Utama.
Nabyl RA.2009.Cara Mudah Mencegah dan Mengobati Diabetes Mellitus.
Yogyakarta: Aulia Publishing
Nathan, M David, Delahanty. Linda.2010. Menaklukkan Diabetes.Jakarta: Bhuana
Ilmu Populer
Notoatmodjo,Soekidjo.2010. Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : Rineka
Cipta.
.2010. Ilmu Perilaku Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta.
.2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.Jakarta :
Rineka Cipta.
Paul R. Niven.2008. Balanced Scorecard Step-by-Step: Maximizing Performance
and Maintaining Results.Senalosa : Wiley
Price,Sylvia Anderson.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta : EGC
Sulistyastuti,Dyah.2011.Metode Penelitian Kuantitatif.Yogyakarta :Gava Media
68
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G.Bare.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta : EGC
Setyandrian,Yunani.2010.Penderita Diabetes di indonesia meningkat. Available at
: http://assets.kompas.com/data/photo/2008/11/13/162955t.jpg (diakses tanggal 27
Oktober 2011).
Tjokroprawiro, Askandar.2007.Diabetes Melitus : Klasifikasi, diagnosis dan
terapi.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Yoga,Tjandra.2007.Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus Di Indonesia
Mencapai 21,3 Juta Orang. Available at :
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/414-tahun-2030-
prevalensi-diabetes-melitus-di-indonesia-mencapai-213-juta-orang.html (diakses
tanggal 27 Oktober 2011).