bab iv-v tb paru

20
50 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 1. Keadaan Geografis Kota Depok Kota Depok terletak di bagian utara propinsi Jawa Barat. Luas wilayah sekitar 200.29 km2 atau 0,58% dari luas Propinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kota Depok sebagai berikut (Profil Kesehatan Kota Depok, 2008): Tabel. 3 Luas Wilayah Kelurahan Di Kota Depok Kecamatan Luas wilayah (Km2) Jumlah Kelurahan Pancoran Mas 29,83 11 Beji 14,30 6 Sukmajaya 34,13 11 Cimanggis 53,54 13 Sawangan 45,69 14 Limo 22,80 8 Total 200,29 63 Sumber : Profil Kesehatan Kota Depok Tahun 2008 Wilayah penelitian dilakukan di Kecamatan Sawangan yang memiliki luas wilayah 45,69 km2. Kecamatan Sawangan memiliki 14 kelurahan yang masing-masing kelurahan terdiri dari 4 desa. Jumlah penduduk pada Kecamatan Sawangan sebanyak 56.635 jiwa dengan jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki ada

Upload: csii-mpy

Post on 27-Dec-2015

33 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV-V tb paru

50

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

1. Keadaan Geografis Kota Depok

Kota Depok terletak di bagian utara propinsi Jawa Barat. Luas

wilayah sekitar 200.29 km2 atau 0,58% dari luas Propinsi Jawa Barat.

Luas wilayah Kota Depok sebagai berikut (Profil Kesehatan Kota

Depok, 2008):

Tabel. 3 Luas Wilayah Kelurahan Di Kota Depok

Kecamatan Luas wilayah (Km2) Jumlah Kelurahan

Pancoran Mas 29,83 11

Beji 14,30 6

Sukmajaya 34,13 11

Cimanggis 53,54 13

Sawangan 45,69 14

Limo 22,80 8

Total 200,29 63

Sumber : Profil Kesehatan Kota Depok Tahun 2008

Wilayah penelitian dilakukan di Kecamatan Sawangan yang

memiliki luas wilayah 45,69 km2. Kecamatan Sawangan memiliki 14

kelurahan yang masing-masing kelurahan terdiri dari 4 desa.

Jumlah penduduk pada Kecamatan Sawangan sebanyak 56.635

jiwa dengan jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki ada

Page 2: BAB IV-V tb paru

51

sebanyak 24.812 dan 24.802 jiwa berjenis kelamin perempuan (Profil

Kesehatan Puskesmas Sawangan Depok, 2009).

2. Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kota Depok

a. Visi

“ Mewujudkan masyarakat Depok yang sehat”

b. Misi

1. Menggerakan pembangunan yang berwawasan kesehatan

2. Memberikan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan prima

yang bermutu, merata, terjangkau dan berkesinambungan

(www.dinkes.go.id).

3. Fasilitas Kesehatan Kecamatan Sawangan Depok

Pada Kecamatan Sawangan terdapat 8 puskesmas yang melayani

kesehatan. Puskesmas Sawangan merupakan salah satu puskesmas di

Kecamatan Sawangan. Puskesmas Sawangan memiliki wilayah kerja

kelurahan Sawangan Lama, Sawangan Baru, Bojong Sari, Bedahan dan

Pasir Putih (Profil Kesehatan Kota Depok, 2008). Jumlah penderita TB

paru yang berobat pada Puskesmas Sawangan sebesar 50 orang dan

sembuh 8 orang atau 27,6% (Profil Kesehatan Puskesmas Sawangan,

2009).

4. Tenaga Kesehatan di Puskesmas Sawangan Depok

Puskesmas Sawangan Depok mempunyai 3 dokter umum, 1 dokter

gigi, 1 asisten apoteker, 1 tenaga gizi, 5 perawat, 3 bidan, 16 tenaga

kesmas, 1 tenaga sanitasi dan 1 tenaga teknis medis (Profil Kesehatan

Puskesmas Sawangan Depok, 2009).

Page 3: BAB IV-V tb paru

52

IV.2. Analisis Hasil Penelitian

1. Analisi Deskriptif (Univariat)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas

Sawangan Depok, didapatkan 33 responden yang menderita TB paru

positif dengan karkteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu akan

dilakukan analisis deskriptif untuk mengetahui gambaran umum

responden. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mendeskripsikan

karakteristik masing-masing variabel yang diteliti (Sutanto, 2007).

Karakteristik Responden

1.1 Usia Responden

Tabel.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Di

Puskesmas Sawangan Depok Tahun 2010

Usia Responden Frekuensi Persentase

<15 tahun/ > 50 tahun 13 39,4

15 – 50 tahun 20 60,6

Total 33 100

Data di atas menunjukkan usia responden TB Paru yang menjadi

responden yang berobat di Puskesmas Sawangan Depok. Hal ini dapat

diketahui dari jumlah responden sebanyak 33 responden yang berusia

< 15 tahun dan > 50 tahun ada sebanyak 13 responden (39,4%)

sedangkan responden yang berusia 15 – 50 tahun ada sebanyak 20

responden (60,6%).

Page 4: BAB IV-V tb paru

53

1.2 Jenis Kelamin Responden

Tabel.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Di Puskesmas Sawangan Depok Tahun 2010

Jenis Kelamin

Responden

Frekuensi Persentase

Laki-laki 17 51,5

Perempuan 16 48,5

Total 33 100

Berdasarkan data di atas menunjukkan jenis kelamin responden yaitu

pasien TB Paru yang berobat di Puskesmas Sawangan Depok.

Didapatkan dari jumlah responden yaitu 33 responden dengan jenis

kelamin laki-laki 17 responden atau 51,5%, responden perempuan

sebanyak 16 responden atau 48,5%, responden. Jadi terlihat persentase

tertinggi adalah responden jenis kelamin laki-laki 17 responden atau

51,5%.

1.3 Tingkat Pendidikan Responden

Tabel.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Di Puskesmas Sawangan Depok Tahun 2010

Pendidikan

Responden

Frekuensi Persentase

Rendah (tidak

sekolah)

16 48,5

Sedang (SD-SMP) 8 24,2

Tinggi (SMA-PT) 9 27,3

Page 5: BAB IV-V tb paru

54

Dari tabel diatas dari 33 responden yang diteliti dapat diketahui

bahwa paling banyak responden yang tidak sekolah yaitu 16 responden

(48,5%), sedangkan responden dengan pendidikan sedang (SD-SMP)

sebanyak 8 responden (24,2%), dan responden dengan pendidikan

tinggi (SMA-PT) sebanyak 9 responden (27,3%).

1.4 Pekerjaan Responden

Tabel.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Responden Di Puskesmas Sawangan Depok Tahun

2010

Pekerjaan

Responden

Frekuensi Persentase

Tidak Bekerja 16 48,5

Bekerja 17 51,5

Total 33 100

Tabel di atas menunjukkan pekerjaan pasien TB Paru di Puskesmas

Sawangan Depok. Dari data di atas dapat dilihat bahwa yang paling

banyak pasien yang tidak bekerja dengan jumlah responden sebesar 16

responden (48,5%), sedangkan responden yang bekerja sebanyak 17

responden (51,5%).

Page 6: BAB IV-V tb paru

55

1.5 Tingkat Pengetahuan Responden

Tabel.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat

Pengetahuan Di Puskesmas Sawangan Depok Tahun

2010

Tingkat Pengetahuan

Responden

Frekuensi Persentase

Baik 14 42,4

Buruk/kurang 19 57,6

Total 33 100

Berdasarkan data di atas, didapatkan jumlah pasien TB paru di

Puskesmas Sawangan Depok dengan pengetahuan yang baik sebanyak

14 responden (42,4%), sedangkan responden dengan pengetahuan yang

buruk sebanyak 19 responden (57,6%).

1.6 Perilaku Pencegahan Penularan Responden

Tabel.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku

Pencegahan TB Paru Di Puskesmas Sawangan Depok

Tahun 2010

Perilaku Pencegahan

TB paru

Frekuensi Persentase

Baik 13 39,4

Buruk/kurang 20 60,6

Total 33 100

Page 7: BAB IV-V tb paru

56

Dari hasil penelitian pada TB paru positif di Puskesmas Sawangan

Depokok, didapatkan dari 33 responden yang berperilaku baik ada

sebanyak 13 responden (39,4%), sedangkan responden yang

berperilaku buruk baik 20 responden (60,6%).

2. Analisi Bivariat

Setelah dilakukan analisis univariat untuk mendeskripsikan

masing-masing variabel, selanjutnya akan dilakukan analisis bivariat

untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara

variabel bebas dengan variabel terikat. Tingkat kemaknaan yang

digunakan adalah nilai α 5 % (Sutanto, 2007).

2.1 Hubungan Antara Usia Responden Dengan Perilaku

Pencegahan

Tabel.10 Hubungan Antara Usia Responden Dengan Perilaku

Pencegahan Penularan TB Paru

Usia

responden

Perilaku pencegahan Total P

valueBuruk/Kurang Baik

n % n % N %

<15/>50

tahun

10 76,9 3 23,1 13 100 0,237

15-50

tahun

10 50,0 10 50,0 20 100

Total 20 60,6 13 39,4 33 100

Hasil analisis hubungan antara usia responden dengan perilaku

pencegahan diperoleh bahwa ada sebanyak 10 responden (50,0%)

yang berusia 15 - 50 tahun yang memliki perilaku pencegahan baik dan

Page 8: BAB IV-V tb paru

57

10 responden (50,0%) yang memiliki perilaku pencegahan

buruk/kurang. Sedangkan pada responden yang berusia <15 tahun dan

> 50 tahun didapatkan responden 3 (23,1%) yang memiliki perilaku

pencegahan baik dan 10 responden (76,9%) yang memiliki perilaku

pencegahan buruk/kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,237

maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara

umur responden dengan perilaku pencegahan TB paru.

2.2 Hubungan Antara Jenis Kelamin Responden Dengan Perilaku

Responden

Tabel.11 Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Perilaku

Pencegahan Penularan TB Paru

Jenis

kelamin

Perilaku pencegahan Total P

valueBuruk/Kurang Baik

n % n % N %

Laki-laki 11 64,7 6 35,3 17 100 0,888

Perempuan 9 56,3 7 43,8 16 100

Total 20 60,6 13 39,4 33 100

Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku

pencegahan diperoleh bahwa ada sebanyak 7 responden (43,8%)

perempuan yang memiliki perilaku pencegahan baik dan 9 responden

(56,3%) yang memiliki perilaku pencegahan buruk/kurang. Sedangkan

pada jenis kelamin laki-laki didapatkan 6 responden (35,3%) yang

memiliki perilaku pencegahan baik dan 11 responden (64,7%) yang

memiliki perilaku pencegahan buruk/kurang. Hasil uji statistik

diperoleh nilai p = 0,888 maka dapat disimpulkan tidak hubungan yang

signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku pencegahan TB paru.

Page 9: BAB IV-V tb paru

58

2.3 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Perilaku

Responden

Tabel.12 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Perilaku

Pencegahan Penularan TB Paru

Pendidikan Perilaku pencegahan Total P

valueBuruk/Kurang Baik

n % n % N %

Rendah

(Tidak

Sekolah)

13 81,3 3 18,8 16 100 0,001

Sedang

(SD-SMP)

7 87,5 1 12,5 8 100

Tinggi

(SMA-PT)

0 0 9 100 9 100

Total 20 60,6 13 39,4 33 100

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa pendidikan dalam penelitian

ini dibagi menjadi tiga yaitu responden tidak sekolah, responden

dengan pendidikan SD-SMP dan responden dengan pendidikan SMA-

PT. Dari tabel diatas dikatakan bahwa responden yang tidak sekolah

dengan perilaku baik atau mencegah sebanyak 3 responden (18,3%)

dan 13 responden (81,3%) dengan perilaku buruk atau tidak mencegah.

Sedangkan responden berpendidikan SD-SMP dengan perilaku baik

atau mencegah sebanyak 1 responden (12,5%) dan 7 responden

(87,5%) dengan perilaku buruk atau tidak mencegah. Responden yang

berpendidikan SMA-PT dengan perilaku baik atau mencegah sebanyak

Page 10: BAB IV-V tb paru

59

9 responden (100%) dan 0 responden (0%) dengan perilaku buruk atau

tidak mencegah.Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,001,

berarti P < 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang

bermakna antara tingkat pendidikan dengan perilaku mencegah yang

berarti tolak Ho. Tetapi pada variabel tidak memenuhi untuk syarat

untuk dilakukan uji chi-square, dikarenakan ada tiga cell yang

mempunyai nilai expected < 5. Oleh karena itu digunakan uji

kolmogorov smirnov dengan nilai signifikannya adalah 0,001 sehingga

dapat disimpulkan ada hubungan bermakna antara tingkat pendidikan

dengan perilaku pencegahan peularan TB paru.

2.4 Hubungan Antara Pekerjaan Responden Dengan Perilaku

Pencegahan

Tabel.13 Hubungan Antara Jenis Pekerjaan Dengan Perilaku

Pencegahan Penularan TB Paru

Pekerjaan

responden

Perilaku pencegahan Total P

valeuBuruk/Kurang Baik

n % n % N %

Bekerja 7 41,2 10 58,8 17 100 0,046

Tidak

bekerja

13 81,3 3 18,8 16 100

Total 20 60,6 13 39,4 33 100

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa pekerjaan dalam penelitian

ini dibagi menjadi dua yaitu responden yang bekerja dan responden

yang tidak bekerja. Dari tabel diatas dikatakan bahwa responden yang

bekerja dengan perilaku baik atau mencegah sebanyak 10 responden

(58,8%) dan 7 responden (41,2%) dengan perilaku buruk atau tidak

mencegah. Sedangkan responden yang tidak bekerja dengan perilaku

Page 11: BAB IV-V tb paru

60

baik atau mencegah sebanyak 3 responden (18,8%) dan 13 responden

(81,3%) dengan perilaku buruk atau tidak mencegah. Dari hasil uji

statistik didapatkan nilai P = 0,046, berarti P < 0,05 sehingga dapat

disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan

perilaku mencegah. Maka keputusannya Ho ditolak.

2.5 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Responden Dengan

Perilaku Pencegahan

Tabel.14 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan

Perilaku Pencegahan Penularan TB Paru

Tingkat

Pengetahuan

Perilaku pencegahan Total P

valueBuruk/Kurang Baik

n % n % N %

Buruk 15 78,9 4 21,1 19 100 0,031

Baik 5 35,7 9 64,3 14 100

Total 20 60,6 13 39,4 33 100

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa pengetahuan dalam

penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu responden dengan tingkat

pengetahuan baik dan responden dengan tingkat pengetahuan buruk.

Dari tabel diatas dikatakan bahwa responden yang mempunyai

pengetahuan baik dengan perilaku baik atau mencegah sebanyak 9

responden (64,3%) dan 5 responden (35,7%) dengan perilaku buruk

atau tidak mencegah. Sedangkan responden yang mempunyai

pengetahuan buruk dengan perilaku baik atau mencegah sebanyak 4

responden (21,1%) dan 15 responden (78,9%) dengan perilaku buruk

atau tidak mencegah. Dari hasil uji statistic didapatkan nilai P = 0,031,

berarti P < 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang

Page 12: BAB IV-V tb paru

61

bermakna antara pengetahuan dengan perilaku mencegah. Maka

keputusaannya adalah Ho ditolak.

3 Rekapitulasi Hasil Uji Chi-Square Dari Hubungan Variabel-

Variabel Bebas Dengan Perilaku Pencegahan Penularan TB

Paru

Tabel.15 Rekapitulasi Hasil Uji Chi Square Dari Hubungan

Variabel-Variabel Bebas Dengan Perilaku Pencegahan

TB Paru

No Variabel

Bebas

Uji

Data

α Nilai P Keterangan

1 Usia

Responden

Uji chi-

square

0,05 0,237 Tidak terdapat

hubungan yang

bermakna

2 Jenis

Kelamin

Uji chi-

square

0,05 0,888 Tidak terdapat

hubungan yang

bermakna

3 Tingkat

Pendidikan

Uji

kolmogo

rov

smirnov

0,05 0,001 Terdapat hubungan

yang bermakna

antara pendidikan

dengan perilaku

pencegahan

4 Pekerjaan Uji chi-

square

0,05 0,046 Terdapat hubungan

bermakna pada

antara pekerjaan

dengan perilaku

pencegahan

5 Pengetahuan

Tentang TB

Paru

Uji chi-

square

0,05 0,031 Terdapat hubungan

bermakna antara

pengetahuan

dengan perilaku

pencegahan

Page 13: BAB IV-V tb paru

62

IV.3. Pembahasan

Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan analisis chi square

menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan, pendidikan dan

tingkat pengetahuan responden TB paru dengan perilaku pencegahan TB

paru. Sedangkan usia dan jenis kelamin tidak memiliki hubungan dengan

perilaku pencegahan penularan TB paru di Puskesmas Sawangan Kota

Depok.

1. Hubungan Antara Usia dengan Perilaku Pencegahan Penularan

TB Paru

Berdasarkan hasil penelitian, umur responden yang berobat di

Puskesmas Sawangan, dari 33 responden didapatakan responden yang

berusia < 15 tahun dan > 50 tahun ada sebanyak 13 responden (39,4%)

sedangkan responden yang berusia 15 – 50 tahun ada sebanyak 20

responden (60,6%). Dari karakteristik diketahui bahwa responden yang

berumur 15-50 tahun merupakan persentase yang tertinggi. Hal ini

sesuai dengan teori bahwa di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB

Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun (Depkes RI,

2006 dan Depkes RI, 2007).

Dikarenakan pada usia produktif mempunyai mobilitas atau

aktifitas yang tinggi. Sehingga lebih mudah terpapar kuman

Mycobacterium tuberculosis.. Selain itu setelah pubertas tubuh lebih

mampu mencegah penyebaran penyakit melalui darah, tetapi

kemampuan untuk mencegah penyebaran penyakit di dalam paru

berkurang (Crofton,2002). Kelompok usia produktif juga bekerja yang

terlalu banyak dan gaya hidup yang kurang baik seperti merokok.

Sehingga menyebabkan stamina atau sistem pertahan tubuh menjadi

turun sehingga mudah terserang penyakit mudah tertular TB paru.

Berdasarkan hasil uji chi square, usia responden tidak ada

hubungan bermakna dengan perilaku pencegahan penularan TB paru

(p = 0,237 > 0,05) yang berarti gagal menolak Ho. Hal ini dikarenakan

pasien TB paru yang berobat di Puskesmas Sawangan Depok

Page 14: BAB IV-V tb paru

63

mempunyai keinginan yang besar untuk sembuh, sehingga mereka

minum obat secara teratur setiap hari. Penelitian terkait yang dilakukan

oleh Luh Budhaning Suthari yang berjudul Hubungan Antara Tingkat

Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan Penularan TB Paru Di RS

Pasar Rebo Jakarta Timur Tahun 2009 yaitu didapatkan hasilnya

bahwa sebagian besar responden berusia 20-45 tahun 40,0%. Penelitian

ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nana Supriatna

dengan judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status BTA

Pada Penderita TB Paru Di Kabupaten Tasikmalaya Tahun 1998 yang

menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan

kejadian TB paru.

Penelitian ini sesuai dengan hasil peneltian Imelda Zuliana dengan

judul Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan

dan Faktor Peran PMO Terhadap Tingkat Kepatuhan Penderita TB

paru Dalam Pengobatan Di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan

2009, 2010 didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan bermakna

antara umur dengan tingkat kepatuhan penderita TB Paru. Jadi

penelitian yang dilakukan di Puskesmas Sawangan sesuai atau sejalan

dengan penelitian Luh Budhaning Suthari dan Nana Supriatna.

2. Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Pencegahan

Penularan TB Paru

Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, Proporsi kasus

baru BTA positif menurut jenis kelamin di Indonesia pada tahun 2005-

2008 tidak banyak berubah, laki-laki berkisar 57-59% dan perempuan

40-43% (Profil Kesehatan Indonesia, 2008).

Berdasarkan hasil uji chie square diperoleh jenis kelamin tidak

berpengaruh atau berhubungan dengan perilaku pencegahan penularan

TB paru yaitu nilai (P = 0,88 > 0,05) yang berarti gagal menolak Ho.

Didapatkan dari jumlah responden yaitu 33 responden dengan jenis

kelamin laki-laki 17 responden atau 51,5%, responden perempuan

sebanyak 16 responden atau 48,5%, responden. Jadi terlihat persentase

tertinggi adalah responden jenis kelamin laki-laki 17 responden atau

Page 15: BAB IV-V tb paru

64

48,5%. Berarti hasil penelitian sejalan dengan pernyataan Profil

Kesehatan Indonesia 2008, mengenai penderita TB Paru menurut jenis

kelamin di Indonesia tahun 2005-2008 yang mayoritas laki- laki

(Profil Kesehatan Indonesia, 2008). Hal ini juga sesuai dengan teori

yang menyatakan bahwa laki-laki memiliki mobilitas atau aktivitas

yang tinggi daripada perempuan sehingga kemungkinan untuk terpapar

kuman tuberkulosis lebih besar, selain itu kebiasaan merokok dan

minum alkohol pada laki-laki dapat menurunkan daya pertahanan

tubuh sehingga lebih mudah terjangkit TB paru (Crofton, 1998).

Namun di beberapa negara tingkat interaksi sosial antara laki-laki

dengan perempuan berbeda menurut jenis kelamin. Kesempatan untuk

mendapatkan kontak dengan penderita TB paru baik di dalam maupun

luar rumah berbeda antara laki-laki dan perempuan. Tetapi di

Indonesia prevalensi TB paru masih cukup tinggi dan kesempatan

untuk tertular tidak membedakan jenis kelamin baik pada laki-laki

maupun perempuan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Helda Suarni dengan judul

Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penderita Penyakit

Tuberkulosis Paru BTA Positif Di Kecamatan Pancoran Mas Kota

Depok Bulan Oktober Tahun 2008 – April Tahun 2009 yang

menyatakan dari hasil uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan

bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian TB paru dengan nilai P

= 0,288 (P > 0,05). Kemudian penelitian ini juga sejalan dengan

penelitian Junedino yang menyatakan tidak ada hubungan bermakna

antara jenis kelamin dengan kejadian TB paru.

3. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Perilaku

Pencegahan Penularan TB Paru

Berdasarkan hasil uji kolmogorov smirnov menunjukkan, bahwa

pendidikan memiliki hubungan bermakna dengan perilaku pencegahan

TB paru (P = 0,001 < 0,05) yang berarti menolak Ho. Hasil ini sesuai

dengan hasil penelitian Jais Prihanto dengan judul penelitian

Hubungan Antara Karakteristik Pasien TB Paru Dengan perilaku

Page 16: BAB IV-V tb paru

65

Pencegahan Penularan Pada Anggota Keluarga Di Kecamatan

Ngadirejo Kabupaten Temanggung Tahun 2009 bahwa tingkat

pendidikan memiliki hubungan bermakna terhadap perilaku

pencegahan TB paru. Hasil penelitian sesuai dengan teori yang

menyebutkan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi

terhadap pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang

memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB Paru,

sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan

mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat (Imelda

Zuliana, 2009).

Hal ini sesuai dengan teori bahwa tingkat pendidikan seseorang

akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang diantaranya

mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan

penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang baik maka

seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan

sehat. Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan berpengaruh

terhadap jenis pekerjaannya (Faktor Risiko TB.

http://putraprabu.wordpress.com/2008/12/24/faktor-resiko-tbc/).

Disamping itu hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang

menyebutkan bahwa peranan pendidikan terhadap perilaku kesehatan.

Dengan pendidikan yang baik atau tinggi maka mendorong individu

tersebut untuk berperilaku yang baik sesuai dengan nilai-nilai

kesehatan (Notoatmodjo, 2005).

4. Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Perilaku Pencegahan

Penularan TB Paru

Hasil uji chi square menunjukkan, bahwa terdapat hubungan antara

pekerjaan dengan perilaku pencegahan TB paru dengan P value

sebesar 0,046 < 0,05 yang berarti menolak Ho. Hal ini sesuai dengan

penelitian Jais Prihadi yang menyebutkan bahwa pendapatan memiliki

hubungan dengan perilaku pencegahan TB paru. Dari hasil penelitian

didapatkan 17 responden yang bekerja. Responden yang memilki

Page 17: BAB IV-V tb paru

66

perilaku mencegah yang baik kebanyakan dari responden yang

memiliki pekerjaan dibandingkan dengan responden yang tidak

bekerja.Hasil ini dikarenakan pekerjaan akan mempengaruhi

pemanfaatan pelayanan kesehatan, selain itu pekerjaan seseorang dapat

mencerminkan sedikit banyaknya informasi yang diterima. Dengan

demikian informasi tersebut dapat digunakannya untuk mencari

pelayanan kesehatan (Imelda Zuliana, 2009).

Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pendapatan keluarga

yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari

diantaranya konsumsi makanan yang bergizi, pemeliharaan kesehatan

dan konstruksi rumah. Keluarga yang memiliki pendapatan di bawah

UMR akan mengkonsumsi makanan yang bergizi rendah, sehingga

bisa menyebabkan gizi kurang dan mudah terserang inkeksi seperti TB

paru. Konstruski rumah dengan pendepatan yang kurang akan

menyebabkan tidak terpenuhinya standard rumah sehat. Hal ini sesuai

dengan teori yang disebutkan pada halaman sebelumnya tentang

faktor-faktor individu yang mempengaruhi penderita TB paru. Tetapi

penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Nana Supriatna dengan

judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status BTA Pada

Penderita TB Paru Di Kabupaten Tasikmalaya Tahun 1998, yang

menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan

dengan kejadian TB paru.

5. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku pencegahan TB

Paru

Hasil uji chie square menunjukkan, bahwa tingkat pengetahuan

memilki hubungan bermakna dengan perilaku pencegahan TB paru

yaitu P value sebesar 0,031 < 0,05 yang berati tolak Ho. Hal ini sesuai

dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang menyebutkan tindakan

seseorang terhadap masalah kesehatan pada dasarnya akan dipengaruhi

oleh pengetahuan seseorang tentang masalah tersebut. Dalam hal ini,

pengetahuan yang dimiliki oleh penderita TB paru berhubungan

Page 18: BAB IV-V tb paru

67

perilaku penderita sehari-hari yang meliputi menutup mulut sewaktu

batuk atau bersin, membuka jendela setiap hari dan sebagainya.

Semakin tinggi pengetahuan seseorang akan semakin baik perilakunya.

Selain itu, perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan

(Notoatmodjo, 2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan pada

responden masih rendah atau kurang tentang TB paru. Hal ini

dikarenakan kurangnya penyuluhan dari petugas kesehatan kepada

pasien TB paru tentang TB paru dan pengobatannya. Petugas

kesehatan hanya memberikan informasi tentang bagaimana cara

minum obat dan jadwal pengambilan obat ke puskesmas. Hasil

penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian dari Luh Budhaning

Suthari yang berjudul Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan

Perilaku Pencegahan Penularan TB paru di RS Pasar Rebo tahun 2009

yaitu pasien dengan tingkat pengetehuan tinggi dengan perilaku

mencegah sebanyak 45 responden (62,5%) dan 27 responden (37,5%)

dengan perilaku tidak mencegah. Sedangkan responden yang

mempunyai pengetahuan rendah dengan perilaku mencegah sebanyak

18 responden (37,5%) dan 30 responden (62,5%) dengan perilaku tidak

mencegah.

Page 19: BAB IV-V tb paru

68

BAB V

PENUTUP

IV.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan pada bab sebelumnya,

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan responden sebagian besar

berusia 15-50 tahun yaitu 20 responden (60,6%).

2. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan responden sebagian besar

berjenis kelamin laki-laki yaitu 17 responden (51,5%).

3. Berdasarkan latar pendidikan responden terbanyak adalah tidak

bersekolah yaitu ada 16 responden (48,5%).

4. Berdasarkan hasil penelitian, terbanyak adalah responden bekerja 17

responden (51,5%)

5. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa

pengetahuan responden yang terbanyak berada pada nilai buruk/kurang

yaitu sebanyak 19 responden (57,6%), ada sebanyak 20 responden

(60,6%) yang memiliki perilaku pencegahan TB paru yang buruk.

6. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hubungan

bermakna antara tingkat pendidikan, pekerjaan, dan tingkat

pengetahuan dengan perilaku pencegahan TB paru di Puskesmas

Sawangan Depok , di mana nilai P value lebih kecil dari 0,05.

7. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa tidak

terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dan usia

terhadap perilaku pencegahan TB paru di Puskesmas Sawangan

Depok, dimana nilai P value lebih besar dari 0,05.

IV.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti ingin menyampaikan beberapa saran

yaitu :

68

Page 20: BAB IV-V tb paru

69

1. Bagi Dinas Kesehatan

Dari hasil penelitian, maka saran saya untuk lebih meningkatkan upaya

penanggulangan TB seperti memonitoring pendistribusian OAT,

melakukan pengawasan dan pemantauan mutu obat. Selain itu

diadakan pelatihan-pelatihan kepada petugas kesehatan tentang

bagaiman cara mengkomunikasikan pesan kesehatan mengenai

perilaku pencegahan TB paru secara tepat sehingga bisa meningkatkan

pengetahuan masyarakat tentang TB paru.

2. Bagi Puskesmas Sawangan Depok

Hasil penelitian semoga bisa menjadi bahan masukan bagi puskesmas

untuk lebih meningkatkan pelayanan pengobatan dan supaya

penyuluhan dapat berjalan dengan baik. Penyuluhan yang secara

berksinambungan tentang TB paru yang antara lain meliputi gejala

bahaya dan gejala yang ditimbulkannya, pola hidup sehat dan makanan

bergizi dalam rangka meningkatkan pengetahuan penderita TB paru.

Selain itu melakukan pelatihan kepada PMO serta mengadakan

kunjungan ke rumah penderita TB paru.

3. Bagi Pasien TB paru

Diharapkan pada pasien TB paru untuk teratur meminum obat setiap

hari dan selalu mempunyai semangat untuk tetap sembuh. Semoga

dengan penelitian ini, pengetahuan dan perilaku pasien TB paru dapat

membawa pengaruh yang positif bagi pasien TB paru.

4. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat sebagai bahan untuk pemgembangan keilmuan dan wawasan

mengenai TB paru dan penanggulangannya serta bisa menyampaikan

pengaruh perilaku kesehatan terhadap penyakit TB paru.