bab iv tinjauan hasil penelitian - institutional...

23
BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN “Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang yang dikenakan Disiplin Gereja” Dalam bab ini, penulis akan meninjau hasil penelitian dalam Bab III dan menghubungkannya dengan landasan teori yang telah dirumuskan dalam Bab II. Tinjauan ini dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian sebagaimana telah ditulis dalam Bab I, yaitu Mendeskripsikan dampak psikologis terhadap orang yang dikenakan disiplin gereja di Jemaat GPM Hative Besar dan membahas tentang tinjauan teologis terhadap persoalan disiplin gereja. 4.1 Tinjauan Tentang Dampak Psikologis bagi Orang yang Dikenakan Disiplin Gereja. Kalau dianalisis secara lebih jauh, maka dapat dilihat bahwa seseorang telah bermasalah sebelum malakukan perselingkuhan, hamil di luar nikah. Masalah-masalah yang dialami bisa saja membuat seseorang stres dan mengambil jalan pintas yang mana bisa juga berujung pada selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan saja hal-ekonomi, ada hal lain juga yang dapat dilihat yaitu soal relasi antar suami istri misalnya. Dari data yang diperlihatkan, tergambar jelas bahwa hampir semua pelanggaran yang dilakukan adalah selingkuh. Terhadap itulah maka jelas pelanggaran selingkuh menjadi akibat dari suatu sebab. Orang selingkuh disebabkan oleh banyak faktor. Tidak banyak, tetapi setidaknya dapat diketahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seseorang itu melakukan perselingkuhan. Aspek ekonomi, aspek biologis, aspek kultural, aspek kebiasaan, aspek sosial dan mungkin masih banyak lagi yang menjadi sesuatu yang turut mempengaruhi seseorang selingkuh. Dari sini, dapat dipahami bahwa sesungguhnya ada hal lain yang belum diperhatikan secara baik oleh gereja. bisa dipastikan juga bahwa soal pelayanan terhadap pasangan suami istri belum maksimal dilakukan,

Upload: buidung

Post on 16-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

BAB IV

TINJAUAN HASIL PENELITIAN

“Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang yang dikenakan Disiplin Gereja”

Dalam bab ini, penulis akan meninjau hasil penelitian dalam Bab III dan

menghubungkannya dengan landasan teori yang telah dirumuskan dalam Bab II. Tinjauan ini

dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian sebagaimana telah ditulis dalam Bab I, yaitu

Mendeskripsikan dampak psikologis terhadap orang yang dikenakan disiplin gereja di Jemaat

GPM Hative Besar dan membahas tentang tinjauan teologis terhadap persoalan disiplin gereja.

4.1 Tinjauan Tentang Dampak Psikologis bagi Orang yang Dikenakan Disiplin Gereja.

Kalau dianalisis secara lebih jauh, maka dapat dilihat bahwa seseorang telah bermasalah

sebelum malakukan perselingkuhan, hamil di luar nikah. Masalah-masalah yang dialami bisa

saja membuat seseorang stres dan mengambil jalan pintas yang mana bisa juga berujung pada

selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan saja hal-ekonomi, ada hal lain juga

yang dapat dilihat yaitu soal relasi antar suami istri misalnya. Dari data yang diperlihatkan,

tergambar jelas bahwa hampir semua pelanggaran yang dilakukan adalah selingkuh. Terhadap

itulah maka jelas pelanggaran selingkuh menjadi akibat dari suatu sebab. Orang selingkuh

disebabkan oleh banyak faktor. Tidak banyak, tetapi setidaknya dapat diketahui faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi seseorang itu melakukan perselingkuhan. Aspek ekonomi, aspek

biologis, aspek kultural, aspek kebiasaan, aspek sosial dan mungkin masih banyak lagi yang

menjadi sesuatu yang turut mempengaruhi seseorang selingkuh. Dari sini, dapat dipahami

bahwa sesungguhnya ada hal lain yang belum diperhatikan secara baik oleh gereja. bisa

dipastikan juga bahwa soal pelayanan terhadap pasangan suami istri belum maksimal dilakukan,

Page 2: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

sehingga hal ini masih menjadi masalah serius yang harus diperhatikan oleh para perangkat

pelayan di jemaat GPM Hative Besar. Bertolak dari hal itu maka, bukan tidak mungkin aspek-

aspek seperti di ini menjadi aspek penting yang harus didengar oleh pelayan. Dari sisi ini maka

lagi-lagi menjadi tugas dan tanggung jawab pelayan, yaitu lebih memperhatikan aspek-aspek

menyangkut pernikahan Kristen. Untuk menyiasati hal ini maka konseling pra-nikah, nikah, dan

pasca nikah harus di lihat menjadi tanggung jawab yang juga penting.

Dari dampak-dampak yang ditampilkan maka dapat dipastikan bahwa seseorang kemudian

sedang mengalami stres karena dikenakan disiplin gereja. Jelasnya bahwa dampak selalu

berkaitan dengan reaksi yang ditimbulkan. Ada dua reaksi ketika seseorang mengalami stres,

yaitu: agresif dan depresif. Kalau seseorang sering marah dan selalu melakukan tindakan

kekerasan maka orang tersebut sementara stres dan reaksinya adalah agresif; selanjutnya kalau

seseorang kemudian sering menyendiri, menangis, rasa bersalah yang berlebihan, maka reasinya

adalah depresif. Dari reaksi yang telah dijelaskan diatas (reaksi orang dikenakan tindakan

disiplin) dan bila dikaitkan dengan reaksi seseorang yang sementara stres (reaksi agresif dan

agresif), maka jelas bahwa disiplin gereja dapat mengakibatkan seseorang stres.

Stres kelanjutannya akan berdampak kepada apa saja yang ada di dalam diri orang yang

dikenakan disiplin gereja. Ada lima aspek diri yang dipengaruhi: Pertama, Fisik-diri, tubuh dan

semua aktifitas biologi berlangsung di dalam diri orang yang dikenakan disiplin gereja. Kedua,

diri-sebagai-proses: suatu aliran akal. Emosi dan perilaku manusia yang konstan. Apabila

mendapat masalah maka pemberian respons secara emosional, membuat suatu rencana dan

tindakan dari orang yang dikenakan disiplin gereja turut dipengaruhi. Ketiga, Diri-sosial, artinya

bahwa relasi antara sesama menjadi turut dipengaruhi. Seseorang yang dikenakan disiplin gereja

kemudian akan kesulitan untuk berelasi dengan orang lain. Keempat, Konsep-diri, pendangan

Page 3: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

pribadi yang dimiliki oleh orang yang dikenakan disiplin gereja tentang dirinya sendiri entah

tentang masa depan, cita-cita pun turut dipengaruhi. Kelima, Cita-diri, yang merupakan faktor

penting dari perilaku manusia (orang yang dikenakan disiplin gereja) pun dipengaruhi.

Ketika orang yang dikenakan disiplin gereja mengalami stres maka lima aspek di atas

menjadi tempat bermuaranya dampak-dampak psikologis itu. Hal ini disebabkan kerena adanya

ketergantungan antara sesama elemen di dalam diri manusia. Berbagai macam elemen yang ada

ini kemudian menjadi satu kesatuan yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya, yang

kemudian juga akan berkumpul menjadi kesatuan yang kokoh dan kuat. Dengan demikian maka

jelas untuk setiap perilaku dan konsep tidak terlepas dari pengaruh tempat di mana seseorang

berada. Atau dengan kata lain dapat dijelaskan juga bahwa setiap orang akan mempunyai

perilaku dan konsep diri tergantung tempat di mana orang itu ada. Dari situ maka dapat dipahami

bahwa setiap orang kemudian memiliki perilaku dan konsep diri yang berbeda dengan orang lain

karena berada di tempat yang berbeda pula.

4.1.1 Pelayanan gereja

a. Realitas konteks

Sudah merupakan tanggung jawab gereja dalam memberikan pendampingan pastoral

kepada orang yang sementara dikenakan disiplin gereja. Upaya yang dilakukan ini sedapatnya

memberikan kesadaran bagi mereka yang dikenakan tindakan disiplin.1 Proses penggembalaan

biasanya ditangani oleh Ketua Mejelis Jemaat dan penghentar jemaat. Namun tidak menutup

kemungkinan juga bagi majelis jemaat atau koordinator unit untuk melakukan proses

penggembalaan. Namun hal ini sangat ditentukan oleh orang yang mau dilayani. Sebab

terkadang umat lebih cenderung ingin dilayani oleh pendeta, dibandingkan majelis jemaat atau

1 Hasil wawancara dengan Pdt.J.N.P.S.Th (Ketua Majelis Jemaat GPM Hative Besar) , Tanggal 1 September

2010.

Page 4: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

kordinator unit.”biasanya anggota jemaat lebih memilih Pendeta dibandingkan dengan mejelis

dan kordinator unit”2 karena pelayanan penggembalaan yang dilakukan lebih banyak kepada

nasihat-nasihat, selesai dengan memberikan nasihat, selanjutnya adalah berdoa dengan orang

tersebut. Doa yang disampaikan selalu berisikan permintaan, sekiranya Tuhan selalu

memberikan pengampunan dan kekuatan bagi mereka yang dikenakan dikenakan disiplin gereja.

Konteks ini memperlihatkan bahwa sungguh baik setiap konsep dan pemahaman dari

para pelayan. Namun ada hal yang kurang dilihat secara baik. Hal ini adalah soal praksis di

lapangan. Pada umumnya para pelayan memiliki pikiran-pikiran yang baik, tetapi tidak seimbang

dengan penerapannya di lapangan. Selanjutnya fungsi penggembalaan yang benar nampak

kurang dimiliki oleh seorang pelayan. Hal ini dapat dipahami dari kebiasaan para pelayan yang

lebih banyak memberi nasihat dibandingkan mendengar keluh kesah dari orang yang dikenakan

disiplin gereja. Memang tidak salah bahwa seorang pelayan harus memberikan nasihat-nasihat,

namun yang mau ditekankan di sini adalah bahwa bagaimana proses penggembalaan yang

dilakukan melebihi sekedar memberi nasihat atau penguatan-penguatan kepada mereka yang

dikenakan disiplin gereja, agar tidak berdampak pada psikologis mereka. Pada hakekatnya hal

yang penting dan merupakan langkah awal menolong seseorang yaitu soal mendengarkan apa

yang dikatakan seorang, hal ini terkait dengan keinginannya, harapannya, kendala-kendala yang

dihadapi dan lain-lain.

Siap mendengarkan keluh kesah, harapan, keinginan seseorang tentang hidup orang yang

dikenakan disiplin gereja akan membuka setiap lembaran dokumen-dokumen hidup seseorang.

Dan proses ini akan memungkinkan terjadinya suatu proses menolong. Dengan demikian terlihat

jelas di sini bahwa proses disiplin gereja yang dilakukan oleh para pelayan di jemaat GPM

Hative Besar terkesan hanya sebagai suatu tuntutan dari aturan yang mesti dijalankan, tanpa

2 Ibid;

Page 5: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

melihat orang yang dikenakan disiplin gereja secara mendalam. Orang yang dikenakan disiplin

dengan seluruh keberadaannya terkesan dilupakan. Perasaannya, kebutuhannya tidak disentuh

sama sekali dalam proses penggembalaan.

b. Kendala dan cara menghadapinya.

Disadari sungguh bahwa tidak ada suatu pelayanan yang tanpa tantangan dan kendala.

Kendala-kendala yang masih dialami dan dirasakan dalam melayani orang yang dikenakan

disiplin gereja seperti misalnya permintaan mendadak untuk melakukan proses penggembalan.

Ketika seseorang menginginkan pendeta, sudah pasti yang dicari adalah pendeta untuk

melayani. Berhubung dengan jumlah pendeta yang kurang, dan mungkin saja berhalangan maka

proses melayani tidak akan berlangsung.3 Soal kepercayaan dan relasi antar anggota yang

dikenakan tindakan disiplin dengan pendeta, mejelis jemaat dan kordinator unit juga menjadi

tantangan yang berikutnya. Ketika relasinya tidak baik maka sudah pasti akan menghambat

proses pengembalan.4 Pengaruh pemahaman disiplin sebagai suatu hukuman oleh masyarakat

turut menjadi tantangan dalam proses pelayanan yang dilakukan. Hal ini didasari oleh

pemahaman bahwa lingkungan kemudian turut mempengaruhi seseorang. Proses pertolongan

kepada orang-orang yang dikenakan disiplin gereja tidak terlepas dari dukungan dari komunitas

di mana dia tinggal.5

Faktor kurang adanya dukungan dari keluarga juga akan menjadi kendala selanjutnya.

Keluarga pada dasarnya adalah mitra dari para pelayan yang juga semestinya menopang proses

pemulihan seseorang. Peran serta istri suami dan anak-anak sangatlah dibutuhkan. Dengan

3 Hasil wawancara dengan penghentar jemaat GPM Hative Besar. 4 Hasil wawancara dengan T. Petta, Majelis jemaat GPM Hative Besar, Tanggal 1 September 2010. 5 Ibid;

Page 6: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

demikian ketika tidak ada dukungan dari keluarga maka hal ini akan menjadi kendala dalam

proses pemulihan seseorang yang dikenakan disiplin gereja.6

Dari setiap kendala yang ada maka dapat dilihat beberapa hal yakni, soal relasi yang kurang

baik. Dari sisi tanggug jawab maka seorang pelayan atau pendeta harus mampu menciptakan

suatu relasi yang baik dengan umat. Kendala yang disampaikan terkait dengan soal relasi akan

mempengaruhi proses penggembalaan dilihat sebagai suatu masalah dari seorang pelayan.

Artinya bahwa seorang pendeta atau pelayan mesti menciptakan relasi yang baik, agar kelak hal

ini bukan menjadi kendala dalam proses penggembalaan yang dilakukannya. Dilihat bahwa ada

kecendrungan umat yang lebih menginginkan dilayani oleh pendeta. Hal ini tidaklah salah,

namun kalau dilihat dari jumlah pendeta yang hanya dua orang dan harus menangani banyak

persoalan di dalam jemaat, maka sudah jelas pelaksanaan pelayanan kepada orang yang

dikenakan disiplin gereja akan tidak efektif.

Soal pemahaman umat tentang disiplin gereja yang adalah hukuman, tempat rehabilitasi,

dan ada juga yang tidak tahu disiplin gereja itu apa, hal ini sekaligus mempengaruhi sikap

seseorang dalam melihat orang yang dikenakan disiplin gereja tersebut. Maka dari itu mesti

dilihat secara baik oleh pelayan gereja. Kendala berkaitan dengan soal pemahaman seperti yang

dijelaskan di atas sesungguhnya tidak terlepas dari tanggung jawab pelayan. Untuk

mensiasatinya, media-media seperti khotbah, sharing, PA, kekunjungan awal tahun atau akhir

tahun, proses penggembalaan harus dijadikan media untuk memberikan pemahaman kepada

umat. Terkait dengan itu maka dilihat jelas bahwa hal pemahaman menjadi kendala disebabkan

karena media-media seperti dijelaskan di atas sebahagian besar berisikan tema-tema yang lain,

dibandingkan dengan tema tentang disiplin gereja sebagai salah satu bentuk penggembalaan.

6 Ibid;

Page 7: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

Dari data di bab III yang terkait dengan dampak psikologis dari orang-orang yang

dikenakan disiplin gereja. Dampak-dampak dari tindakan disiplin dilihat sangatlah berhubungan

dengan proses penggembalaan yang dilakukan. Setiap proses yang dilakukan menunjukan

beberapa hal, yakni pertama, soal pemahaman terhadap disiplin gereja secara benar oleh para

pelayan dan umat secara keseluruhan menjadi hal yang penting sekaligus sebagai titik tolak

bersama dalam menyikapi dan menolong orang yang dikenakan disiplin gereja. Soal pemahaman

akan menentukan proses dan hasil dari tindakan disiplin yang dilakukan. Menjadi masalahnya

adalah ketika pemahaman ini tidak semuanya dimiliki oleh umat. Kedua, proses penggembalaan

yang dilakukan oleh MJ GPM Hative Besar terkesan satu arah, pelayan sebagai pembicara dan

orang yang dikenakan dikenakan disiplin gereja adalah pendengar. Tidak ada kesempatan bagi

terciptanya dialog antar pelayan dan orang yang dikenakan disiplin gereja. Proses seperti ini akan

menutup kesempatan bagi orang yang dikenakan disiplin gereja untuk menyampaikan apa yang

dia rasakan dan apa yang dia butuhkan. Dengan demikian maka hal ini akan berdampak pada diri

orang yang dikenakan tindakan disiplin tersebut. Ketiga, Para pelayan seperti pendeta dan

majelis jemaat dilihat terbatas dalam melakukan fungsi penggembalaan. Dengan demikian hal ini

turut mempengaruhi hasil dari proses penggembalaan yang dilakukan. Keempat, Proses

penggembalaan yang dilakukan dinilai kurang maksimal, proses ini dilakukan terkesan hanya

sebagai rutinitas. Hanya datang, menasihati, berdoa dan seterusnya pulang. Disiplin gereja yang

dilakukan hanya sebagai suatu tuntutan pengimplementasian dari aturan gereja.

Aspek kemanusiaan dari orang yang dikenakan disiplin gereja terkesan terabaikan.

Proses ini menandakan adanya jarak antara orang yang memberikan tindakan disiplin dengan

orang yang dikenakan tindakan disiplin tersebut. Dengan itu maka dapat dipastikan bahwa orang

yang dikenakan disiplin gereja selalu diabaikan. Diri yang di dalamnya ada perasaan, harapan

Page 8: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

dan kebutuhan-kebutuhan mendasar lainnya dari orang dikenakan disiplin gereja tidak disentuh

oleh proses penggembalaan yang dilakukan, dan mereka tidak mengalami suatu perubahan,

justru sebaliknya dampak psikologis terjadi dalam diri mereka.

Dari keseluruhan data dan analisis, tanpa mengabaikan aspek-aspek lain dari keseluruhan

analisis yang dilakukan, ada salah satu aspek yang dilihat sangat penting untuk diperhatikan,

sekaligus merupakan hal utama yang menciptakan masalah, yakni aspek dari diri orang yang

dikenakan disiplin gereja. Di sini tergambar jelas pada diri TT dan TN yang dikenakan disiplin

selalu diabaikan dalam setiap proses penggembalaan. Fokusnya dititik beratkan hanya pada

pengimplementasian aturan gereja, serta nasihat-nasihat. Orang yang dikenakan disiplin gereja,

entah hidupnya, harapannya, perasaannya tidak dilihat secara serius di dalam proses disiplin

gereja tersebut, maka ini berdampak pada psikologisnya. Dikatakan tidak serius karena orang

yang dikenakan disiplin gereja tidak diberikan kesempatan untuk mengungkapkan apa yang ada

di dalam hatinya. Sisi kemanusiaan dari orang yang dikenakan disiplin gereja tidak disentuh oleh

proses ini, entah perasaannya, kegelisahannya, harapannya, dan hal-hal mendasar lain dari diri

manusia. Dengan demikian maka sudah jelas faktor pengabaian terhadap manusia (orang yang

dikenakan disiplin gereja) ini menjadi faktor yang memungkinkan tidak terciptanya suatu

perubahan yang signifikan dari orang yang dikenakan tindakan disiplin.

4.2 Tinjauan Tentang Pemahaman Jemaat GPM Hative Besar Dalam Tindakan Disiplin Gereja.

Pemahaman umat terhadap disiplin gereja yang beragam ini dipengaruhi oleh dua faktor,

yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pribadi dari seseorang, entah itu

pendidikan maupun pekerjan. Artinya bahwa pendidikan dan pekerjaan seseorang sangatlah

menentukan pemahaman seseorang tentang disiplin gereja. Data dari jemaat GPM

memperlihatkan bahwa jumlah lulusan SMP dan SMA 80% lebih besar dari yang sementara

Page 9: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

kuliah atau yang sudah sarjana. Selain itu juga, hampir semua informan yang diwawancarai

berpendidikan akhir SMA. Hal ini, tidak mengindikasikan bahwa orang yang berpendidikan

akhir SMA memilki pemahaman yang keliru, namun sedapatnya mau dikatakan bahwa pedidikan

seseorang turut mempengaruhi pemahamannya. seorang guru akan memiliki pemahaman yang

beda juga dengan seorang tukang bangunan. Seseorang akan memahami disiplin gereja hanya

dari satu sisi saja, menurut pendidikan dan keahliannya. Selain faktor internal seperti yang telah

dijelaskan di atas, ada pun faktor eksternal yaitu lingkungan di mana seseorang berada, hidup

dan berkarya turut mempengaruhi pemahamannya. Bila seseorang tinggal di dalam keluarga

yang salah satu anggota keluarganya dikenakan disiplin gereja, maka sangat mungkin

pemahamannya tentang disiplin gereja akan negatif.

Gereja dalam tugas dan pelayanannya turut mempengaruhi pemahaman. Dengan demikian

dengan menyiasatinya pemahaman disiplin gereja secara benar dapat diberikan dalam bentuk-

bentuk pelayanan seperti dalam khotbah, PA, sharing, reat-reat, bahkan terlebih di dalam

pelayanan pastoral yang dilakukan oleh gereja. Umat harus diberi penjelasan untuk memahami

disiplin gereja sesuai dengan apa yang sebenarnya. Sebab pemahaman benar dari umat akan

berimplikasi pada proses pendampingan dan pertolongan kepada seseorang yang dikenakan

disiplin gereja. Artinya, ketika umat memahami disiplin gereja secara benar, maka umat akan

merasa terpanggil untuk sama-sama menolong orang tersebut ke arah perubahan sikap dan relasi

yang baik dengan diri sendiri, dengan orang lain, terlebih relasi dengan Tuhan.

4.2.1 Proses dan bentuk disiplin gereja.

Dalam tugas penatalayanan, maka gereja akan tetap konsisten dan taat terhadap aturan

gereja yang telah ditetapkan. Terkait dengan hal itu maka ketika seseorang anggota, pegawai,

Page 10: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

dan pejabat khusus gereja melakukan sesuatu pelanggaran maka sesuai peraturan gereja orang

tersebut mesti dikenakan Disiplin Gereja.

Awalnya ada fenomena pelanggaran yang dilakukan oleh warga jemaat, pegawai, dan

pelayan khusus. Pelanggaran yang teridentifikasi antara lain selingkuh dan hamil diluar nikah.

Kasus selingkuh dilakukan oleh beberapa majelis jemaat dan kordinator unit, seterusnya kasus

hamil di luar nikah dilakukan oleh beberapa warga jemaat. Pelanggaran-pelanggaran yang

dilakukan selanjutnya diketahui oleh MJ (Majelis Jemaat), dan berdasarkan pertimbangan

bersama semua perangkat pelayan serta sesuai aturan gereja, maka orang-orang tersebut

semestinya diberikan disiplin gereja. Selanjutnya upaya yang nampak dilakukan sebagai tangung

jawab pelayanan adalah dengan melakukan proses penggembalaan. Proses ini disepakati

dilakukan sebelum dan sesudah disiplin gereja diberikan kepada seseorang. Bentuk

penggembalaan yang dilakukan sebelum tindakan disiplin diberikan kepada seseorang adalah

memberikan beberapa pertanyaan-pertanyaana terkait dengan perbuatan yang telah dilakukan

dan kemudian menyampaikan maksud disiplin yang akan diberikan. Tidak terlepas dari proses

ini juga yaitu memberikan penguatan-penguatan dan pengertian-pengertian terkait dengan

tindakan disiplin yang akan diberikan kepadanya.

Isi dari pelayanan penggembalaan yang dilakukan adalah lebih banyak kepada nasihat-

nasihat. Bentuk dari nasihat itu seperti: Pertama, manusia tidaklah sempurna, bisa saja

melakukan kesalahan. Termasuk anda juga. Tapi biarlah semua itu menjadi bahan koreksi bagi

kita, agar kita bisa tau mana yang baik untuk kita. Kedua, anggaplah ini tantangan buat kita.

Untuk itu kita mesti tabah untuk menjalaninya. Jelas Tuhan maha pengasih dan penyayang. Ia

akan tetap memberikan kesempatan buat umat-Nya yang mau untuk bertobat. Ketiga, terkadang

kita merasa berdosa oleh karena tindakan salah yang mungkin sudah kita lakukan. Mungkin

Page 11: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

menganggap dosa yang kita lakukan itu besar. Namun tenanglah karena menurut Tuhan semua

dosa itu sama.

Akhir dari setiap proses pendampingan adalah berdoa. Doa yang disampaikan adalah;

selalu meminta Tuhan berikan kekuatan bagi orang tersebut; selanjutnya berdoa meminta

tuntunan Roh Kudus supaya selalu memberikan kesabaran bagi mereka; selanjutnya meminta

sekiranya Tuhan memberikan pengampunan bagi mereka, sehingga mereka dapat disebut anak-

anak Allah.

Dilihat dari segi jumlah pelayanan penggembalaan yang dilakukan, maka terlihat jelas

proses penggembalaan yang dilakukan kurang maksimal. Hal ini tergambar jelas pada waktu

pendeta yang lebih cendrung lebih banyak pada tugas-tugas fungsional lainnya, dibanding datang

dan melakukan penggembalaan kepada orang yang dikenakan disiplin gereja. Dalam hal ini

kepedulian terhadap orang yang dikenakan disiplin gereja hanya dilakukan waktu awal proses

disiplin dilakukan, selanjutnya ditambah dengan pertemuan yang tidak juga menentu, tergantung

dari waktu pelayan.

4.3 REFLEKSI TEOLOGIS

4.3.1 Disiplin gereja sebagai cara pemuridan

Disiplin gereja sebagai bentuk penggembalaan merupakan kemenangan terang atas

kegelapan; inilah awal dari penyembuhan diri seseorang. Bila diterima dalam pengertian ini –

pengertian yang benar – itulah rahmat. Disiplin gereja sebagai bentuk penggembalaan didasari

atas pengakuan di dalam Perjanjian Baru yang selalu berbicara tentang bela rasa, kasih, dan

keramahan besar yang datang dari Roh dan kemudian merupakan tanggung jawab gereja untuk

selalu menunjukan kasih ini bagi sesama, terlebih khusus bagi orang pendosa.

Page 12: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

Tindakan disiplin sebagai bentuk penggembalaan memiliki pendasaran Alkitab, dengan

demikian mengarahkan pengertian, sejarah, proses, pendekatan dan metode. I Petrus 5:2,3

mencatat kesaksian “Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan

paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena kamu mau

mencari keuntungan tetapi dengan pengabdian diri” (ayat 2); “Janganlah seolah-olah kamu mau

memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan

bagi kawanan domba itu” (ayat 3).

Kesaksian ini menunjukan dengan tegas secara teologis, tindakan disiplin sebagai salah satu

pelayanan pastoral merupakan bentuk pemberitaan dan kesaksian gereja yang berlangsung

dalam kerangka karya Allah yang berorientasi antropologis. Orientasi ini akan bergerak, akan

berproses dalam gerak melingkar dengan pendekatan yang holistik. Layanan ini ditujukan bagi

manusia dalam sejarah hidupnya baik dalam kesaksian fisik maupun mental prima atau keadaan

sakit yang tak tersembuhkan, dalam keadaan sukacita atau sedih, dalam keadaan

menggembirakan atau menyedihkan. Setiap situasi manusia merupakan peluang untuk suatu

proses penggembalaan. Kebutuhan akan layanan ini ditandai dengan keadaan tekanan tegangan

hidup yang mempengaruhi tubuh dan jiwa. 7

Ketika menyebut disiplin gereja sebagai salah satu bentuk penggembalaan maka tindakan

pengembalaan itu memiliki fungsi yaitu, Pertama, penyembuhan (healing) : merupakan suatu

fungsi pastoral yang bertujuan untuk mengatasi kondisi fisik (darah tinggi dan magg), emosi

yang tidak terkontrol secara baik (pemarah), dan suka mengasingkan diri, dengan cara

mengembalikan orang itu pada suatu keutuhan hidup, tidak bermasalah pada kondisi fisik, emosi

bisa terkontrol secara baik, dan kemudian menuntun dia kearah yang lebih baik dari kondisi

sebelumnya. Kedua, Penopangan (sustaining) berarti, menolong orang yang stres karena

7 Mesach Krisetya, Materi Kuliah Teologi Pastoral (Salatiga : fakultas Teologi, 2006), 1-3.

Page 13: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

dikenakan disiplin gereja untuk tetap bertahan dan melewati suatu keadaan yang di dalamnya

pemulihan kepada kondisi semula. Ketiga, pembimbingan (guiding). Hidup di dalam situasi

karena dikenakan disiplin gereja bisa membuat seseorang bingung ketika ingin mengambil suatu

keputusan. Fungsi ini merupakan suatu upaya untuk membantu orang-orang yang kebingungan

itu untuk menentukan pilihan-pilihan yang pasti dalam upaya pemaknaan. Keempat, pendamaian

(reconciling). Kenyataan bahwa orang yang dikenakan disiplin adalah orang-orang yang

kemudian merasa terasing dari dirinya, dari persekutuan, bahkan dengan Allah. Dengan

demikian fungsi ini berupaya membangun ulang relasi yang cendrung rusak itu ke relasi yang

baik kembali.

Ke empat fungsi dari penggembalaan ini yang selanjutnya harus nampak pada tindakan

pendisiplinan. Dengan kalimat lain, pelayanan gereja dalam bentuk tindakan disiplin kepada

orang-orang yang melakukan pelanggaran akan fungsional ketika ke empat fungsi ini dilakukan

secara baik. Dampak baik atau buruknya dari tindakan disiplin ditentukan oleh pemahaman yang

benar, dan tergantung juga pada para pelayan yang adalah pelaksana dari tindakan disiplin.

Disiplin gereja sebagai salah satu pelayanan pastoral memiliki usaha untuk memperkuat

pertumbuhan seseorang kearah keutuhan dalam enam aspek kehidupan, yang mana satu sama

lainnya saling berkaitan. Enam aspek itu adalah: Pertama, Menyegarkan pikiran, yang mencakup

pengembangan sumber-sumber personalitas seperti kemampuan berpikir. Manusia normal,

kemampuan berpikirnya hanya sedikit saja yang dipakai. Karena itu mempekaya horizon-

horizon intelektual dan arstistik manusia merupakan begian dari pendekatan dan konseling

pastoral yang dipusatkan pada keutuhan hidup. Kedua, Membuat tubuh lebih bergairah. Dimensi

ini berkaitan dengan dimensi pertama. Hal ini berarti kita belajar untuk mengalami dan

menikmati tubuh lebih sempurna dan memanfaatkannya dengan lebih efektif dan lebih

Page 14: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

mengasihinya. Ini sering melibatkan perhatian atas kebutuhan jasmani misalnya makan, dan

istirahat yang cukup bagi tubuh. Ketiga, Memperbaharui dan memperkaya hubungan-hubungan

dekat. Baik penyembuhan atau pertumbuhan bergantung pada kualitas hubungan-hubungan yang

penting. Karena itu, penyembuhan yang mencakup hubungan-hubungan itu dan latihan

ketrampilan kearah pertumbuhan adalah bahagian hakiki dari dari suatu layanan pastoral.

Keempat, Membebaskan hubungan manusia dengan lingkunan hidup serta memperluas

kesadaran, juga hubungan erat dan pemeliharaan lingkungan oleh menusia. Kelima,

Pembebasan, penyembuhan dan pertumbuhan lembaga-lembaga dan masyarakat. Pengembalaan

dan konseling pastoral sepatutnya mencakup membangkitkan kesadaran orang untuk melihat

akar-akar sosial dari rasa sakit dan kehancuran mereka secara individual, serta akar-akar sosial

untuk merintangi pertumbuhan mereka. Keenam, Pertumbuhan rohani berkaitan dengan ke lima

dimensi terdahulu, dan merupakan ikatan yang mempersatukan keseluruhan dimensi lainnya.8

Dari keenam aspek yang telah ditunjukan di atas, maka idealnya seseorang yang dikenakan

tindakan disiplin harus bisa bertumbuh sesuai dengan keenam aspek tersebut. Karena di situlah

disiplin gereja menjadi suatu tindakan penggembalaan yang efektif dan fungsional.

4.3.2 Penggembalaan Berorientasi pada Manusia

Harus dipahami bahwa disiplin gereja yang merupakan salah satu bentuk penggembalaan

selalu bertujuan mengembalikan orang yang bersalah (berdosa) untuk melakukan kehendak

Allah. Dalam proses pengimplementasian aturan gereja tentang disiplin gereja, aspek penting

dan mendasar yang mesti diperhatikan adalah sisi kemanusiaan dari orang yang dikenakan

disiplin gereja, sebab proses penggembalaan yang dilakukan tidak akan menjadi efektif bila

mana sisi kemanusiaan dari seseorang terabaikan. Dalam pengimplementasian disiplin gereja

8 Howard Clinebell, op.cit; 40-42.

Page 15: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

yang selama ini dilakukan, tidak dapat disangkal bahwa sisi kemanusiaan telah terabaikan dan

penekanan pada hal-hal yang berkaitan dengan teknis pelaksanaan tindakan disiplin menjadi

sangat kental. Oleh karena itu, perhatian serius terhadap sisi kemanusiaan setiap pribadi yang

dikenakan disiplin gereja mesti menjadi prioritas dan merupakan sebuah keharusan yang mesti

terimplementasi dalam kepedulian terhadap apa saja yang dirasakan dan apa saja yang menjadi

harapan seseorang.

Agar disiplin gereja menjadi salah satu bentuk penggembalaan, maka disiplin gereja harus

memberi perhatian khusus bagi sisi kemanusiaan setiap orang yang dikenakan tindakan disiplin.

Perhatian terhadap sisi kemanusiaan dalam terwujud dalam berbagai tindakan, antara lain:

menghargai orang yang terkena disiplin gereja. Menjadi pertanyaan sekarang ialah mengapa

orang yang sudah melakukan kesalahan itu harus dihargai? Terkait dengan pertanyaan ini, maka

ada dua hal yang akan dijelaskan yakni: “manusia adalah citra Allah”, dan “manusia adalah

makluk yang bermartabat”.

1. Manusia adalah citra Allah

Semua manusia bisa saja melakukan kesalahan (dosa) dan hal itu dipandang sebagai

sesuatu yang manusiawi, karena kesalahan adalah bagian eksistensial dari kehidupan manusia.

Kesalahan tidak pernah memandang status, jabatan, atau profesi apa pun. Orang miskin, orang

kaya, pejabat, bahkan orang-orang yang selalu memperjuangkan kebenaran, keadilan, kasih, dan

perbuatan-perbuatan yang baik bahkan pendeta dan majelis jemaat sekalipun berpotensi untuk

melakukan kesalahan. Dengan demikian, maka sengaja atau tidak sengaja, yang namanya

kesalahan adalah suatu realita hidup yang bisa saja dilakukan oleh setiap orang percaya. Hal ini

tergambar jelas bahwa ada pengakuan diri bahwa sebagai manusia yang terbatas, ada

Page 16: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

kecenderungan untuk berbuat dosa. dosa dipahami sebagai suatu perbuatan manusia yang tidak

taat pada perintah Allah.9

Terlepas dari sisi kemanusiaan manusia yang memiliki kecendrungan untuk berbuat

kesalahan, di sisi lain pada hakekatnya manusia merupakan ciptaan Allah yang “baik”. Di dalam

kesaksian Alkitab, terutama pada kitab Kejadian menyebutkan bahwa manusia diciptakan

menurut “gambar Allah” (Kej 1:27). Maksud dari kata serupa dan segambar dengan Allah

sebenarnya mau mengarahkan pada adanya suatu relasi khusus antara Allah dengan manusia.

Dalam pertemuannya Allah memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada manusia dan selanjutnya

manusia mesti memberikan jawaban kepada Allah. Jawaban itu nampak dalam sikap dan

perbuatan manusia. Gambaran Allah mau menyebutkan juga bahwa, manusia merupakan

representasi dari Allah. Artinya bahwa sifat-sifat Allah yang baik itu harus juga tercermin dalam

sifat manusia. Hal inilah yang membedakan manusia dengan makluk ciptaan Allah yang lain.

Pada kejadian 1:22 tergambar bahwa Allah menciptakan manusia tidak hanya laki-laki,

melainkan juga perempuan. Manusia tidak bisa hidup sendiri, tetapi ia mesti hidup dengan orang

lain. Dipahami bahwa ada perbedaan secara eksistensial antara satu manusia dengan manusia

yang lain, namun perbedaan itu bukanlah menjadi suatu masalah melainkan perbedaan itu ada

untuk saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Itu berarti ciptaan Allah baru baik kalau

manusia itu tidak hidup sendiri saja, tetapi bersama-sama dengan orang lain. Bersama-sama

dengan sesamanya manusia.

Konsep yang ditawarkan di atas memperlihatkan bahwa manusia sesungguhnya adalah

ciptaan Allah yang baik. Erich Fromm pun mengakui itu dan menyebutkan bahwa manusia itu

baik, karena bisa meniru sifat-sifat Allah, bukan berati bahwa manusia itu sama dengan Allah,

namun jika dia mendapatkan kualitas ketuhanan itu berarti ia berada di bawah Tuhan, melainkan

9 J . L. Ch. Abineno, Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2003), 65.

Page 17: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

berjalan bersama-sama dengan-Nya. 10 Walaupun demikian, terkadang ada manusia yang

cenderung kurang memahami betapa ia adalah ciptaan Allah yang sangat baik, di mana bisa

meniru sifat-sifat Allah. Manusia di antara potensi yang baik dalam dirinya, adapun potensi yang

tidak baik, yang cenderung tidak mengikuti kehendak Allah. Walaupun demikian manusia tetap

ciptaan Allah yang baik yang mesti dihargai kemanusiaannya. Orang-orang yang berdosa adalah

orang-orang yang tidak melakukan kehendak Allah, walaupun demikian mereka tetap ciptaan

Allah yang baik. Jauhnya seseorang dari kehendak Allah memberikan tanggungjawab kepada

sesamanya untuk menolong kembali menjadi manusia yang baik sesuai dengan kehendak Allah.

Allah yang diimani adalah Allah yang penuh kasih dan pemurah, yang selalu memberikan

peluang bagi setiap manusia yang berdosa untuk kembali dan mengikuti apa yang dikehendaki-

Nya. Kasih Allah adalah sempurna dan tanpa syarat. Kasih-Nya itu tidak didasarkan pada

perbuatan manusia. Manusia tidak dapat menambah kasih-Nya itu dengan apa pun yang manusia

lakukan. Allah tetap mengasihi manusia, karena manusia adalah ciptaan-Nya.

Telah dijelaskan pada bagian awalnya bahwa ada hubungan yang khusus antara Allah

dengan manusia. Manusia adalah patner kerja Allah, yang bertanggung jawab memberitakan

kasih Allah kepada sesamanya. Termasuk kepada sesama manusia yang berdosa. Itu berarti kasih

Allah akan menjadi nyata dalam kehidupan manusia ketika ada kepedulian terhadap sesamanya

manusia.

Di atas telah dijelaskan bahwa betapa berharganya manusia, dan harus tetap dihargai sebagai

ciptaan Allah yang baik. Kesalahan manusia tidak menghapuskan status manusia yang adalah

ciptaan Allah yang baik. Dalam konteks pelaksanaan disiplin gereja misalkan, manusia yang

mesti menjadi fokus dari setiap proses penggembalaan. Orang-orang yang melakukan

pelanggaran dan dikenakan disiplin gereja adalah ciptaan Allah yang baik, yang tetap dikasihi

10 Fromm Erich, manusia menjadi Tuhan (Belakabang , Jakarta-Timur: HYENA, 2004), 110.

Page 18: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

oleh Allah, yang selalu terbuka peluang untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah. Para pelayan

dan persekutuan umat secara umum adalah patner kerja Allah di dunia, yang bertanggung jawab

untuk tetap menyatakan kasih-Nya bagi setiap mereka melakukan kesalahan, dengan mengasihi

mereka dan menolong mereka untuk kembali kepada jalan yang Allah kehendaki.

2. Manusia adalah Subjek yang Bermartabat

Pada hakekatnya manusia selalu menginginkan sesuatu yang baik untuk kehidupannya.

Keinginan untuk menjadi baik selalu tidak terbatas pada satu aspek kehidupannya, misalkan

hanya ingin menjadi baik di dalam pekerjaan. Namun keinginan menjadi baik ini selalu

difokuskan di dalam semua aspek kehidupan manusia. hal ini disebabkan karena manusia

memiliki rasa dan kemampuan untuk berpikir sesuai dengan apa yang diinginkannya. Manusia

adalah mahluk yang bereksistensi dan memiliki jati diri. Jati diri manusia adalah kenyataan

sepanjang masa yang tidak pernah hilang selama manusia itu hidup. Manusia adalah bukan apa-

apa, selain apa yang ia buat dirinya sendiri entah dalam berpikir atau pun dalam berperilaku.

Manusia adalah salah satu ciptaan Allah yang paling mulia. Hal ini tidak ingin menunjukan

bahwa ciptaan Allah yang lain itu tidak demikian, namun yang mulia mau menunjuk pada akal

dan pikiran untuk berpikir yang diberikan kepada manusia. Ketika manusia itu memiliki pikiran,

dan selalu sadar akan segala sesuatunya, maka manusia sesunguhnya adalah mahluk yang

bermartabat. Mahluk yang memiliki rasa, keinginan dan harapan serta makluk yang berdinamika.

Manusia dalam kemanusiaannya tidak hidup sendiri melainkan orang lain. Sama-sama

tinggal dan hidup dalam satu lingkungan tertentu. Manusia pada hakekatnya adalah makluk

sosial, tidak bisa hidup sendiri, melainkan dengan orang lain. Dengan demikian ajaran cintailah

sesamamu seperti dirimu sendiri adalah tepat. Ini berarti bahwa hormat terhadap keutuhan

kekhususannya sendiri, cinta dan pengertian akan diri sendiri, tidak terpisahkan dari hormat,

Page 19: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

cinta dan pengertian kepada orang lain. Cinta akan diri sendiri tergabung akan cinta kepada

orang lain. 11

Di dalam lingkungan, sadar atau tidak sadar manusia akan melakukan apa saja untuk tetap

menjaga martabatnya di antara manusia-manusia yang lain. Manusia dikatakan subjek yang

bermartabat oleh karena ia memiliki perasaan. Manusia bisa merasakan senang maupun

merasakan sakit hati, merasa ingin dihargai, dihormati, dicintai, dan lain-lain. Dan hal ini tidak

dimiliki oleh makluk-makluk lain.

Di dalam konteks pemberlakuan disiplin gereja, terlepas dari kesalahan yang dilakukan,

orang-orang yang dikenakan disiplin gereja adalah manusia yang bermartabat, yang memiliki

perasaan. Mereka menginginkan sesuatu yang baik walaupun di dalam kemanusiaannya yang

terbatas. Penghargaan kepada martabat manusia, memungkinkan lahirnya kesadaran untuk

menolong.

Para pelayan dan persekutuan umat adalah manusia yang juga bermartabat, yang memiliki

tanggung jawab untuk tetap menjaga dan menjunjung martabat dalam wujud menolong orang

yang jauh dari kehendak Allah untuk kembali kepada apa yang dikehendaki-Nya. Melihat

tangung jawab itulah maka sudah jelas para pelayan (pendeta) menjadi sosok yang mesti

diperhatikan. Dalam pelayanan-Nya Yesus mengutus manusia sebagai alat kesaksian-Nya,

mereka adalah ke-12 murid (Lukas 10:1) dan diteruskan oleh kita semua. Pada masa kini yang

mengemban tugas pelayanan ini adalah pendeta, bishop, uskup, imam, penatua, penginjil dan

pengkhotbah.12 Bukan nama atau jabatan yang penting disini melainkan tugas yang diemban dan

dipercayakan. Mereka diutus untuk bersaksi tentang Allah dan untuk menyatakan “tahun rahmat

11 Louis Leahy, Siapakah Manusia (sintesis Filosofis tentang Manusia) (Yogyakarta : Kanisius, 2001), 132. 12 G. O. Danlenburg, Siapakah Pendeta Itu (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 7

Page 20: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

Tuhan” karena kerajaan Surga sudah dekat.13 Kerajaan Allah yang dimaksudkan adalah kerajaan

yang membawa kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus (Roma 14:17) yang

ditemukan dalam Gereja. Tugas itu bukan hak milik pribadi melainkan gereja dalam perluasan

kerajaan Allah.

Terkait dengan itu tugas panggilan di atas maka para pelayan mesti memiliki karakter yang

baik. Karakter sangat membentuk perilaku, dengan demikian dibawah ini akan dijelaskan dua

motif Alkitabiah layanan pastoral. Yakni motif Hamba dan Gembala;

a. Motif Hamba

Imam, Nabi, Raja, menurut Perjanjian Lama hanyalah alat atau sarana hamba Allah. Hal ini

sama dengan pelayanan Yesus pada zaman Perjanjian Baru (Filipi 2 : 7-8)14. Pelayan (pendeta

dan majelis jemaat) merupakan hamba Allah yang diharuskan untuk tetap taat pada Allah

sebagai tuannya. Wujud ketaatan kepada Allah dinyatakan di dalam sikap hidup, di mana siap

melakukan kehendak Allah dan terus meyatakan kasih-Nya bagi dunia. Ketika konsep ini dibawa

dalam konteks disiplin gereja, maka pendeta dan para perangkat pelayan adalah merupakan

hamba Allah yang memiliki tanggung jawab untuk tetap taat untuk menyampaikan dan

menunjukan kasih Allah bagi semua orang. Bukan saja orang-orang benar, tetapi juga

memereka-mereka yang jauh dari Allah.

b. Motif gembala

Sistem pastoralia teologis dibangun atas dasar gembala. Karakter Allah dilihat lebih kuat

sebagai gembala (Yes. 40:1-11) yang memimpin , memberi makan, mendisiplin dan melindungi

umat-Nya. Selain sifat yang ditunjukan Allah ini, para pelayan juga semestinya menunjukan

ketrampilan pendidikan, status, tetapi juga mempelajari peraturan-peraturan yang ada dan belajar

13 Ibid; 3 14 Mesack Krisetya, Op. cit; 2-3

Page 21: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

menganalisa situasi dan keadaan warga jamaat dalam bidangnya. Yesus dalam karya-Nya hadir

dan memberi resolusi nilai kepemimpinan baru. Ia mengukur kebesaran seseorang dari sudut

kualitas moral pelayanan berdasarkan pada ketaatan Firman Tuhan.15

Seorang pendeta mesti memulai pelayanannya dengan mendengar kehendak Allah karena

Allahlah yang memanggil. Dengan demikian pendeta atau pelayan itu harus memiliki

pengakuan akan Allah sehingga tugas itu dilakukan dengan ketulusan hati. Kasih inilah yang

mesti menjadi sesuatu yang utama dalam pelayanan. Selain itu, para pelayan tidak mempunyai

hak-hak khusus atau kekuasaan selain malayani Tuhan-Nya, sehingga tidak perlu mencari-cari

puji-pujian atau penghormatan dari manusia. Menurut Pdt.Richard Baxter yang menulis di abad

ke-17, pendeta mesti mampu hadir dalam kesulitan-kesulitan, rendah hati, mampu hadir dalam

keadaan-keadaan yang berkekurangan, bijaksana, lembut, setia, tekun, serius, mampu memberi

jalan keluar yang terbaik bagi semua orang. Pendeta mesti hadir dengan warna cinta, sabar, dan

teliti, tekun mandapatkan persatuan dan pendamaian gereja. termasuk mengembalikan orang-

orang berdosa ke jalan yang dikehendaki Allah16

Karakteristik personal yang perlu diperhatikan untuk membantu memersiapkan diri

penolong orang lain adalah sebagai berikut: keaslian menolong, berpikir jernih dan positif, nalar

yang baik, kesadaran diri, kehangatan, sikap tenang, bertanggung jawab, tidak menghakimi,

memiliki rasa humor, jujur dan percaya diri, menghargai orang lain dan terbuka, rajin, dapat

menyimpan rahasia, rendah hati, organisator yang baik, memiliki visi dan misi yang jelas serta

disiplin. Pelayanan adalah tugas semua orang, namun disadari bahwa ada perbedaan dalam tugas

dan tanggung jawab serta peran masing-masing orang sesuai dengan apa yang telah ditetapkan

Allah. Dengan begitu, jika salah satu anggota tubuh tidak berfungsi maka akan terjadi

15 Ibid;, 7 16 Seward Hiltner, preface To Pastoral Theology (New York: Abingdon Press, 1953), 31.

Page 22: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

ketidaksempurnaan dalam menjalankan tugas yang diemban. Meski dipahami bersama bahwa

gereja adalah persekutuan orang kudus yang saling menolong, melayani dan mendukung.17

Tugas serta karakter dari seorang pelayan seperti yang ditunjukan di atas merupakan hal-

hal yang mestinya dimiliki oleh para pelayan. Karakter para pelayan kemudian sangatlah

berpengaruh pada proses pelayanan yang dilakukan. Kesadaran sebagai hamba yang melayani

dan gembala yang memulihkan dari seorang pelayan, seperti yang dijelaskan, akan berdampak

pada proses pelayanan yang dilakukannya. Konsep hamba dan gembala dan berbagai karakter

yang boleh ditampilkan dan ditawarkan kepada pada pelayan akan memungkinkan lahirnya

suatu motifasi yang kuat dalam melayani orang-orang berdosa (dalam hal ini orang-orang yang

melakukan pelanggaran dan dikenakan tindakan disiplin).

Ada pun hal-hal yang mesti diperhatikan oleh seorang pelayan adalah fungsi-fungsi pastoral

yang dipakai. Fungsi-fungsi pastoral menjadi suatu cara yang penting dalam suatu proses

penggembalaan. Berbicara tentang fungsi-fungsi pastoral maka secara langsung akan

berhubungan dengan kualitas seorang pelayan. Seorang pelayan seharusnya memiliki

pengetahuan di bidang pastoral, yang mana di antaranya terselip pengetahuan tentang fungsi-

fungsi pastoral yang dipakai. Fungsi-fungsi pastoral yang sesuai, akan berdampak pada hasil dari

proses konseling pastoral.

4.4 Penutup

Pada akhirnya, penulis dapat menyimpulkan bahwa ketika orang dikenakan disiplin gereja

mengalami stres. Stress akan berdampak pada apa saja yang ada di dalam diri orang yang

dikenakan disiplin gereja. Ada lima aspek diri yang dipengaruhi, yaitu: fisik diri, diri sebagai

proses, diri sosial, konsep diri, dan citra diri. Oleh karena itu, Gereja bertanggung jawab dalam

memberikan pendampingan pastoral kepada orang yang sementara dikenakan disiplin gereja.

17 G. D. Dahlemburg, Op. Cit; 13.

Page 23: BAB IV TINJAUAN HASIL PENELITIAN - Institutional ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6831/4/T1_712006058_BAB IV.pdf · selingkuh atau tidak kontrol dalam hal berpacaran. Bukan

Gereja juga memilki kendala-kendala ketika melayani orang yang dikenakan disiplin gereja.

Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut pelayan Gereja harus membangun relasi yang baik

dengan jemaat, ada siasat yang dilakukan dimana menjadi media-media seperti khotbah-khotbah,

sharing, PA, perkunjungan serta proses penggembalaan untuk memberikan pemahaman kepada

jemaat. Seseorang akan memahami disiplin Gereja dari satu sisi saja, menurut latar belakang

pendidikan dan keadaan di mana ia hidup. Penulis dapat menyimpulkan bahwa pelayanan yang

dilakukan GPM Hative Besar tidak dilakukan dengan sepenuhnya dan kurang maksimal

sehingga terjadi dampak psikologis bagi jemaat pada Gereja tersebut.