bab-iv-tanggungjawab-sosial-perusahaan.pdf

125
365 BAB IV MASALAH-MASALAH DALAM PENERAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI INDONESIA Banyak permasalahan yang muncul dalam penerapan CSR di Indonesia. Persoalan tersebut terletak pada ranah pengaturan, dan sumber pembiayaan untuk pelaksanaan CSR. BAB berikut ini akan menguraikan secara rinci mengenai persoalan tersebut. Bagian terakhir dari bab ini akan memaparkan berbagai bentuk pelaksanaan CSR oleh Perusahaan Multi Nasional, Perusahaan Swasta Nasional dan Badan Usaha Milik Negara yang telah melaksanakan CSR . A. Pengaturan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di Indonesia Persoalan pengaturan CSR di Indoensia akan dikaji secara mendalam dalam sub bab ini. Tidak adanya kejelasan definisi CSR diantara peraturan perundang-undangan yang ada menimbulkan masalah pelaksanaan CSR. Bagian ini juga akan membahas mengenai pengaturan CSR yang berbasis pada sistem pasar. 1. Tidak Adanya Kejelasan Definisi Menimbulkan Masalah Pengaturan CSR Pengaturan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dalam sistem hukum di Indonesia secara tegas telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Upload: dr-mukti-fajar-ndshmhum

Post on 02-Dec-2015

395 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

365

BAB IV

MASALAH-MASALAH DALAM PENERAPAN

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI INDONESIA

Banyak permasalahan yang muncul dalam penerapan CSR di

Indonesia. Persoalan tersebut terletak pada ranah pengaturan, dan

sumber pembiayaan untuk pelaksanaan CSR. BAB berikut ini akan

menguraikan secara rinci mengenai persoalan tersebut. Bagian

terakhir dari bab ini akan memaparkan berbagai bentuk pelaksanaan

CSR oleh Perusahaan Multi Nasional, Perusahaan Swasta Nasional dan

Badan Usaha Milik Negara yang telah melaksanakan CSR .

A. Pengaturan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di Indonesia

Persoalan pengaturan CSR di Indoensia akan dikaji secara

mendalam dalam sub bab ini. Tidak adanya kejelasan definisi CSR

diantara peraturan perundang-undangan yang ada menimbulkan

masalah pelaksanaan CSR. Bagian ini juga akan membahas mengenai

pengaturan CSR yang berbasis pada sistem pasar.

1. Tidak Adanya Kejelasan Definisi Menimbulkan Masalah

Pengaturan CSR

Pengaturan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dalam

sistem hukum di Indonesia secara tegas telah diatur dalam

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas.

366

Namun hal tersebut menimbulkan beberapa persoalan yaitu:

1) Perbedaan definisi diantara kedua Undang-Undang

tersebut menimbulkan contradicio in terminis, sehingga

mengakibatkan kebingungan bagi pelaku usaha untuk

melaksanakan CSR secara tepat.

2) Adanya diskriminasi bagi perusahaan tertentu yang

terkena kewajiban untuk melaksanakan CSR.

3) Banyaknya peraturan perundang-undangan yang ada

terkait dengan ruang lingkup dan isu-isu CSR.

Penjelasan berbagai persoalan di atas sebagai berikut:

Pertama , mengenai istilah, dalam Pasal 15 huruf b Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

menyebutkan: “setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan

tanggung jawab sosial perusahaan”. Sementara dalam penjelasan

Pasal tersebut, yang dimaksud dengan CSR adalah:

“Yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial perusahaan

adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma

dan budaya masyarakat setempat.”

Sedangkan pengertian CSR dalam Pasal 1 angka 3

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas menyebutkan:

“Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen

Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas

kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi

367

Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.”

Hal ini akan menimbulkan persoalan mengenai ketidak-

konsistenan istilah. “tanggung jawab sosial perusahaan” dalam

Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal apakah memiliki makna yang sama dengan

istilah “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan” dalam Pasal 1

angka 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas? Jika melihat definisi masing-masing tidak

memperlihatkan adanya hubungan “maknawi” diantara keduanya.

Dari dua pengertian di atas menunjukan bahwa pengertian

CSR dalam Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal hanya sebatas pada “menciptakan

hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan,

nilai, norma dan budaya masyarakat setempat“. Kalimat tersebut

menekankan “penciptaan hubungan yang serasi” antara korporasi

dengan masyarakat. Hubungan baik ini sangat luas maknanya dan

tidak menjelaskan adanya kontribusi tertentu oleh korporasi bagi

masyarakat. Penanam modal hanya dituntut untuk tidak

menimbulkan keresahan dan menjaga hubungan baik dengan

masyarakat.

Sedangkan CSR dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menitik

beratkan pada “berperan serta dalam pembangunan ekonomi”.

368

Di dalam kalimat ini perseroan dituntut untuk meningkatkan

kualitas kehidupan ekonomi masyarakat. Artinya, ada kewajiban

bagi korporasi secara aktif untuk memberikan kontribusi, baik

dalam bentuk bantuan maupun kemitraan.

Mas Achmad Daniri memberi komentar, bahwa substansi

dalam ketentuan Pasal 74 Undang-Undang nomor 40 tentang

Perseroan Terbatas mengandung makna, mewajibkan tanggung

jawab sosial dan lingkungan mencakup pemenuhan peraturan

perundangan terkait, penyediaan anggaran tanggung jawab sosial

dan lingkungan, dan kewajiban melaporkannya.690

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 40 tentang

Perseroan Terbatas menyatakan bahwa CSR adalah “komitmen

Perseroan”. Tetapi Pasal 74 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang

Nomor 40 tentang Perseroan Terbatas merumuskannya menjadi

suatu kewajiban bagi perseroan untuk menjalankan CSR serta

wajib menganggarkan dan memperhitungkannya sebagai biaya

Perseroan. Kewajiban menganggarkan biaya CSR justru juga

menimbulkan kerancuan pengertian, karena CSR didefinisikan

seolah-olah hanya kegiatan yang harus mengeluarkan biaya saja.

Sementara dalam prakteknya, ada begitu banyak kegiatan CSR

yang tidak selalu menimbulkan konsekuensi biaya, bahkan dapat

menghemat biaya, seperti upaya penghematan energi dan air,

690 Mas Achmad Daniri, “Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”,

hal. 1 . Diunduh dari http://www.madani-ri.com/2008/01/17/standarisasi-tanggung-jawab-sosial-perusahaan-bag-iii/

369

pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan lembaga keuangan

mikro, dan memperlakukan karyawan dengan lebih manusiawi.691

Namun, ada beberapa hal tentang pengaturan CSR di

Indonesia yang perlu diperjelas, yaitu :

Pertama, apakah pengertian CSR dalam Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

memiliki makna yang sama atau tidak?. Sebab salah satu fungsi

hukum adalah memberikan batasan secara tegas mana yang boleh

dan yang tidak, atau memberikan perintah secara definitif.

Perbedaan definisi akan memberikan perbedaan dalam

pelaksanaannya dan akibat hukumnya.

Kedua, aroma diskriminasi juga terasa dalam Pasal 74

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, yang dengan jelas menyebutkan bahwa kewajiban CSR

hanya untuk perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas.

Sementara dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal kewajiban CSR diperuntukkan bagi semua

penanam modal. Artinya, segala bentuk perusahaan penanaman

modal yang bersifat direct investment diwajibkan untuk

melaksanakan CSR, baik usaha kecil, menengah atau korporasi

691 Surat Permohonan Judicial Review Ke Mahkamah Konstitusi untuk

pengujian Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, yang diajukan pada tanggal 28 November 2008 dengan No Regristasi 53/PUU-VI/2008 Angka III Kedudukan Hukum (Legal Standing) dan Kepentingan Pemohon No 26, butir keempat.

370

besar. Termasuk, tidak dibedakannya bagi perusahaan asing

(MNC), BUMN maupun Swasta Nasional.

Begitu pula mengenai bidang usaha dari perusahaan.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

tidak memberikan batasan bidang usaha bagi penanam modal

yang dikenai kewajiban melaksanakan CSR. Aturan tersebut hanya

menyebutkan : “setiap penanam modal berkewajiban...“.

Sementara Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas secara tegas menyebutkan “Perseroan yang

menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan

dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab

Sosial dan Lingkungan.“

Menurut Penjelasan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas , yang dimaksud dengan

“Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang sumber

daya alam”, adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola

dan memanfaatkan sumber daya alam.

Sementara itu yang dimaksud dengan “Perseroan yang

menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber

daya alam” adalah perseroan yang tidak mengelola dan tidak

memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya

berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam. Dengan

demikian, bagi perseroan-perseroan yang tidak menjalankan

kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam atau tidak

371

berkaitan dengan sumber daya alam, maka pelaksanaan CSR

hanya sebatas kewajiban moral, bukan kewajiban hukum.692

Ketua Umum Corporate Forum for Community Development,

Thendri Supriatmo, mengajukan pertanyaan yang membutuhkan

penjelasan lebih luas, yaitu:

“Kalau disebutkan, hanya perusahaan yang bergerak di bidang lingkungan sumber daya alam saja yang wajib memenuhi

CSR. Apakah perusahaan lain seperti pabrik rokok, pabrik sirup, itu tidak juga dikenakan kewajiban CSR, bahkan

termasuk bank yang mengeluarkan kredit bagi perusahaan-perusahaan yang melakukan eksploitasi alam?".“Perusahaan seperti pabrik rokok dan perusahaan sirup sebenarnya bisa

masuk kategori perusahaan yang terkait dengan sumber daya alam. Karena, produknya ataupun proses produksinya bisa

menggunakan bahan-bahan yang terkait pada kerusakan alam. Misalnya bahan pengawet. Apakah itu tidak

berpengaruh terhadap lingkungan juga?". 693

Sependapat dengan Thendri, Gunoto Saparie memberikan

penjelasan berikut ini:

“CSR dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas seharusnya diterapkan tidak hanya pada perusahaan yang menggunakan sumber daya alam yang tidak

bisa diperbaharui, karena perusahaan lain pun bisa menimbulkan kerusakan lingkungan dan sosial budaya. Bahkan sektor keuangan seperti lembaga keuangan bank dan

bukan bank. Dalam hal ini, karena banyak industri yang telah merusak lingkungan, melanggar HAM, melakukan pemutusan

hubungan kerja sepihak pun masih saja eksis karena dibantu permodalannya dengan diberi kucuran kredit. Hal ini tentu berhubungan walaupun secara tidak langsung, karena

692 Sutan Remy Sjahdeini, “Corporate Social Responsibility”, Jurnal Hukum

Bisnis , Volume 26-No 3 Tahun 2007, hal. 66 693 “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Belum Optimal”, Kompas, Jumat, 10

Agustus 2007, diunduh dari http://www2.kompas.com/ver1/Ekonomi

/0708/10/173509.htm

372

lembaga keuangan tersebut telah membantu perusahaan dalam bidang permodalan.” 694

Sutan Remy Sjahdeini juga menanyakan apa maksud

pembatasan tersebut , menurutnya:

“Tidak jelas apa latar belakang dari pembatasan tersebut,

sedangkan di dalam praktek bisnis CSR sudah dilaksanakan oleh banyak perusahaan yang melakukan kegiatan usahanya yang bukan hanya di bidang sumber daya alam atau terkait

dengan sumber daya alam. Apabila tidak dilakukan pembatasan seperti itu, maka kewajiban CSR bagi

perseroan-perseroan bukan saja akan sangat memberikan manfaat kepada masyarakat tetapi seperti telah diuraikan diatas juga akan mendatangkan manfaat bagi perseroan-

perseroan itu sendiri”. 695

Tetapi menurut Chaerul Sholeh Rasyid anggota Panitia

Khusus Rancangan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas

dari Fraksi PKB bahwa istilah tanggung jawab sosial perusahaan

dalam Undang-Undang Penanaman Modal memang berbeda dengan

konsep tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam Undang-

Undang Perseroan terbatas. Dia mengatakan:

“Tidak semua penanam modal itu masuk ke dalam wilayah

lingkungan. Tidak semua penanam modal juga berkaitan dengan masalah pertambangan. Apakah semua Perseroan Terbatas nanti juga berurusan dengan lingkungan. Kan tidak

juga. Itu logika saat itu. Sehingga tidak harus membuat

694 Gunoto Saparie, “CSR: Tambahan Pajak, Zakat Fitrah atau Sedekah?”,

Koran Sinar Harapan, Selasa 21 Agustus 2007 diunduh dari http://www.sinarharapan. co.id/ berita/0708/21/opi01.html

695 Pembatasan ini hanya berdasarkan pertimbangan banyaknya kerusakan lingkungan akibat opersional korporasi yang bergerak di bidang SDA . Sutan Remy Sjahdeini, Op. cit.,hal. 67. Bandingkan dengan Risalah Sidang RUU Perseroan Terbatas

yang menyebutkan pembatasan ini hanya berdasarkan pertimbangan banyaknya kerusakan lingkungan akibat opersional korporasi yang bergerak di bidang SDA. Risalah Sidang RUU Perseroan Terbatas Masa sidang ke IV Senin, 9 Juli 2007., hal. 9

373

pertanggungjawaban lingkungan. Tetapi cukup tanggungjawab sosial.” 696

Tetapi menurut ketua sidang M. Akil Mochtar, bahwa kata

“lingkungan” memang menjadi penekanan, khususnya bagi

perseroan yang bergerak di bidang SDA. Dia menyampaikan:

“Apakah dengan memasukkan kata lingkungan ini memberi

sesuatu yang mengganggu bagi proses investasi yang ada di kita atau ini sebagai sesuatu hal yang merupakan komitmen bagi kita dalam rangka menjaga lingkungan hidup?.”

“Memang kita ini susah, jangankan tidak ditulis, ditulis di dalam undang-undang saja pun masih tetap melabrak. Dan

kita memang kalau soal lingkungan, terus terang komitmen kita sangat rendah. Bagaimana kita melahirkan Perpu, kita bisa mengelola pertambangan di kawasan hutan lindung pun

kita terbatas, padahal bagaimana kita menguasai hajat hidup orang banyak itu juga tidak secara sungguh-sungguh”. 697

Sebenarnya para anggota Panitia Khusus Rancangan

Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas bermaksud baik untuk

melindungi lingkungan hidup Negeri Indonesa yang dirusak oleh

korporasi. Hanya saja pertimbangannya sangat emosional dan

kurang mengindahkan dasar ilmu hukum dan perundang-undangan.

Ketiga, ruang lingkup dan isu-isu mengenai CSR sudah

banyak diatur dalam undang-undang secara parsial. Misalnya

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan

Hidup,698 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber

696 Risalah Rapat Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Tentang

Perseroan Terbatas, Masa sidang ke IV Senin, 9 Juli 2007, hal. 9. 697 Risalah Rapat Panitia Khusus ... op cit., hal. 10. 698 Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Lingkungan Hidup menyebutkan: ”Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan

374

Daya Air,699 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak

dan Gas Bumi,700 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak,701 Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan,702 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang lainnya.

Persoalan ini akan menimbulkan konflik normatif dan

hambatan bagi penegakan hukumnya. Untuk itu sebaiknya

pengaturan CSR dipisahkan dari keterkaitan dan benturan antar

peraturan perundang-undangan yang sudah ada.

limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup”.

699 Pasal 24 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air disebutkan; Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air

700 Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi disebutkan Pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa kewajiban untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan atas terjadinya kerusakan lingkungan hidup, termasuk kewajiban pascaoperasi pertambangan.

701 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal

78 ayat 2 menyebutkan: “Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, anak korban perdagangan, atau anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal anak tersebut

memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)” Yang dimaksud “Setiap orang” dalam Pasal 1 angka 16 adalah orang perseorangan atau korporasi

702 Konsideran Undang-undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan huruf d menyebutkan bahwa “Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta

perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha”

375

2. Ketidakjelasan Definisi CSR Menimbulkan Kesulitan dalam

Pelaksanaan dan Penegakan Hukum.

Seperti telah dibahas dalam bab sebelumnya, bahwa ruang

lingkup CSR semakin hari semakin berkembang. Dahulu hanya

berbicara mengenai perburuhan, sekarang sudah masuk wilayah

Hak Asasi Manusia dan gerakan anti korupsi. Begitu pula dengan

motivasi yang melatarbelakangi korporasi melaksanakan CSR. Ada

yang mempersepsikan CSR sebagai donasi, community

development hingga bagian dari strategi bisnis. Sehingga masing-

masing korporasi melaksanakan CSR sangat beragam disesuaikan

dengan kepentingan bisnisnya dan kondisi sosial masyarakat yang

dihadapi.

Beberapa perusahaan yang memberi sumbangan dana

(donasi) pada masyarakat menyatakan telah melakukan CSR.703

Perusahaan lain yang melakukan kemitraan atau community

development dengan masyarakat setempat juga mengklaim telah

melakukan CSR .704

Alexader Dahlsrud telah mengumpulkan seluruh definisi

CSR yang populer, kemudian mengujinya dengan statistik. Hasilnya

adalah 37 definisi CSR paling populer memiliki konsistensi dalam

lima dimensi yaitu: (1) ekonomi; (2) sosial; (3) lingkungan ;(4)

703 Pamadi Wibowo, “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Masyarakat”,

Pusat Data dan Analisa Tempo , 2004 dunduh dari 2004/09/28/opn,20040928-03,id.html

704 Widiyanarti, “Corporate Social Responsibility: Model Community Development Oleh Korporat”, Etnovisi, Jurnal Antropologi Sosial Budaya (2005). LPM ANTROP- FISIP-USU. Vol 1. No.2

376

pemangku kepentingan dan ;(5) bersifat voluntary705. Tetapi

kesimpulan ini masih memberi ruang untuk ditafsirkan dalam

bentuk pelaksanaan yang beragam.

Menurut Fainta Susilo Negoro, Manager Bidang CSR PT

Tirta Investama Cabang Klaten, produsen minuman Aqua yang

merupakan anak perusahaan dari Group Danone asal Perancis,

mengatakan:

“Dalam dunia nyata, adalah kumpulan dari entitas kegiatan yang hidup. Tiap program atau kegiatan CSR memiliki dasar dan sasaran yang akan dituju. Jalan atau cara yang

ditempuh akan selalu berbeda antara satu program dengan yang lain. Mirip dengan pakaian, selalu tidak ada kepastian

bahwa sebuah baju akan selalu pas dan diterima oleh beberapa orang. Mulai desain, warna, corak hingga gaya

menjahit menentukan pas dan enak tidaknya sebuah baju dikenakan. Indikator sebuah program juga demikian. Tidak ada satu jenis indikator yang diterapkan seragam. Namun

setidaknya perusahaan memiliki standar tersendiri yang harus menjadi atribusi di tiap program. Beberapa

diantaranya adalah keterbukaan (openness/transparency), keterlibatan cross functional resources, baik intra, internal maupun eksternal, dan tentu saja keberlanjutan.” 706

Bahkan dari perspektif marketing manajement, secara

tegas Philip Kotler dan Nancy Lee mengajak korporasi untuk

menerapkan CSR menjadi bagian dari promosi, untuk menaikkan

corporate image, brand image dan profit. 707 Kotler dan Nancy Lee

ingin mengatakan bahwa CSR tidak lagi hanya sebagai hiasan,

705 Jalal, “ CSR Perbankan di Indonesia : Antara Konsep dan Realitas”,

Disampaikan pada Temu Forum XVIII CFCD, Jakarta , 31 Maret 2008 diunduh dari www.csrindonesia.com,

706 Wawancara dengan Fainta Susilo Negoro, pada tanggal 14 Oktober 2008 707 Philip Kotler dan Nancy Lee, Corporate Social Responsibility : Dong the

Most Good for Your Company and Your Causes (New Jersey : John Wiley and Sons. Inc., 2005) hal. 23-24

377

apalagi aktivitas yang termarginalkan, namun sudah merupakan

nyawa perusahaan.708

Oleh karena itu seringkali korporasi mengiklankan melalui

media cetak maupun elektronik mengenai program-program CSR

nya. Misalnya program 1 liter Aqua untuk 10 liter air bersih di

Sumbawa NTB. Usaha daur ulang dari kemasan plastik produk

Unilever yang dibuat tas, dompet atau payung dengan

memberdayakan ibu-ibu rumah tangga agar mendapatkan

tambahan penghasilan dan melestarikan lingkungan. Perusahaan

rokok yang menjadi sponsor pertandingan sepak bola, seperti

Djarum Super Soccer, Copa Dji Sam Soe. PT Sampoerna melalui

Putera Sampoerna Foundation memberikan beasiswa. Berbagai

perusahaan mie instan dan makanan mengiklankan sumbangan

bagi masyarakat yang terkena bencana alam. Bahkan ada

beberapa bank yang membuka rekening untuk membantu

menyalurkan donasi masyarakat kepada orang yang menderita

sakit tetapi miskin, dan lain sebagainya.709

Fenomena ini sudah jamak pada saat ini dimana bisnis harus

menghubungkan antara mencari keuntungan dengan

memperhatikan masalah sosial. Igor Abramov mengatakan bahwa:

“Commercial activities and businesses can and should

improve the quality of life of the world's poorest communities. Today, businesses are taking a largely reactive

708 I Komang Ardana, “Bisnis Dan Tanggung Jawab Sosial” , Buletin Studi

Ekonomi, Volume 13 Nomor 1 Tahun 2008, hal. 33 709 Iklan-iklan tersebut dapat disaksikan hampir di seluruh media televisi atau

media cetak

378

approach to corporate social responsibility. Business participation would provide investment that would help meet

basic needs, such as food and clean water as well as jobs and opportunities for self-empowerment and manajement

know-how and expertise, to enable sustainable development”. 710

Dari perspektif bisnis, hal ini sah-sah saja. Seperti yang

dikatakan Nancy J. Knauer bahwa penggunaan media sangat

mendukung untuk increased competition melalui kedermawanan

sosial.711

Tetapi dari perspektif hukum hal tersebut menjadi

persoalan. Ketidakjelasan terminologi dan multipersepsi dari CSR

menjadikan hukum sulit untuk menentukan mana korporasi yang

telah melakukan CSR dengan benar dan mana yang tidak. Padahal

tugas hukum adalah memberi justifikasi. Hal ini secara teknis

menimbulkan banyak sekali kesulitan dalam penegakan hukum

terhadap CSR, apabila dilaksanakan dalam bentuk yang sangat

beragam.

Misalnya CSR yang dicampur dengan promosi. Apabila

pembiayaan CSR akan mendapatkan insentif pajak, maka

pertanyaannya : berapa besar dana riil yang dikeluarkan oleh

korporasi untuk CSR ?. Bagaimana pula dengan status dana

promosi yang mengiklankan CSR ?. Apakah termasuk pengurang

710 Igor Abramov, “Responsible Business: Weaving The Fabric Of A Stable

Marketplace”, American Business Law Journal, 44 (Summer, 2007) : 233 711 Nancy J. Knauer mencatat pengaruh media sangat besar terhadap

kesadaran masyarakat untuk berderma, Nancy J. Knauer, "Reinventing Government: The Promise Of Institutional Choice And Government Created Charitable Organizations”, New York Law School Law Review 41 (1997) : 981

379

pajak atau tidak?. Seharusnya yang dapat menjadi pengurang

pajak adalah besarnya dana yang langsung disalurkan kepada

masyarakat, dan bukan termasuk yang digunakan untuk promosi.

3. Regulasi CSR Sebaiknya Berbasis Sistem Pasar

CSR pada dasarnya adalah bagian yang tak terpisahkan dari

operasional korporasi. Sehingga banyak pihak telah mendukung

pelaksanaan CSR tersebut, baik dalam prinsip voluntary maupun

diarahkan pada prinsip mandatory. Tetapi karena kondisi politik

ekonomi dalam globalisasi yang tidak menghendaki campur tangan

pemerintah terlalu banyak, maka regulasi CSR sebaiknya

didasarkan pada mekanisme pasar, agar lebih efektif. Seperti yang

dikatakan Niamh Garvey dan Peter Newell: “Market-based

approaches are regarded as more effective solutions than formal

“command and control” mechanisms”.712

Namun demikian, banyak pula pihak yang tidak meyakini

bahwa prinsip voluntary dalam penerapan CSR akan berjalan baik

jika hanya diserahkan pada kebebasan dan kesadaran korporasi.

Oleh karena itu, ada upaya-upaya untuk mencari jalan tengah.

Pemerintah seharusnya tetap memberikan kewajiban bagi

korporasi untuk membuat social reporting yang dipublikasikan

secara luas.

712 World Bank, Greening industry: new roles for communities, markets and

governments, World Bank Policy Research Report (New York: Oxford University Press, 2000), dikutip oleh Niamh Garvey and Peter Newell, “Corporate accountability to the

poor?: Assessing the effectiveness of community-based strategies”, IDS Working Paper 227, Institute Of Development Studies Brighton, Sussex BN1 9RE England (October 2004) hal. 2.

380

David Hess menawarkan Reflexive Law Theory sebagai

pendekatan untuk mencari jalan keluar bagi regulasi CSR.

Korporasi diberi kewajiban untuk mengatur dirinya sendiri dalam

memperhatikan persoalan sosial dan memberikan laporan kepada

masyarakat (pasar), dan selanjutnya, biarlah masyarakat (pasar)

yang akan memberikan penilaian.713

Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas, telah mewajibkan bagi Direksi untuk

menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh

Dewan Komisaris. Laporan tersebut menurut ayat (2) harus

memuat beberapa hal. Dimana salah satunya adalah laporan

mengenai pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.714

Namun Pasal tersebut tidak memberikan kewajiban bagi Perseroan

untuk memberikan laporan kepada masyarakat umum.

Gagasan ini sebenarnya bukan hal yang baru. Dalam Good

Corporate Governance (GCG), sudah diatur mengenai prinsip-

713 David Hess, “Social Reporting: A Reflexive Law Approach To Corporate

Social Responsiveness”, Journal of Corporation Law, 25 (Fall 1999): 63 714 Lebih lengkapnya dalam Pasal 60 Ayat (2) disebutkan bahwa Laporan

tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya: a. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang- kurangnya neraca akhir tahun

buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut;

b. laporan mengenai kegiatan Perseroan; c. laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan; d. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan

usaha Perseroan; e. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan

Komisaris selama tahun buku yang baru lampau; f. nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;

g. gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau.

381

prinsip tatakelola perusahaan yang baik. Prinsip prinsip tersebut

adalah 715:

1). Transparansi

Adalah prinsip keterbukaan informasi, baik dalam proses

pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan

informasi material dan relevan dalam perusahaan.

2). Akuntabiltas

Adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan

pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga

pengelolaan perusahaan menjadi efektif.

3). Responsibilitas

Adalah kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan

terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

4). Independensi

Adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara

profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh

tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan

prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

5). Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)

715 Daniri juga mengajukan konsep bahwa CSR sebagai bentuk kepedulian

korporasi terhadap persoalan sosial masyarakat adalah bagian dari penerapan prinsip-prinsip GCG , Mas Acmad Daniri, Good Corporate Governance , Konsep dan Penerapannya di Indonesia (Jakarta: Ray Indonesia, 2005), hal. 9-12

382

Fairness adalah perilaku yang adil dan setara didalam

memenuhi hak hak stakeholder yang timbul berdasarkan

perjanjian atau perundang-undangan.

Penerapan GCG juga berfungsi untuk menumbuhkan

kepercayaan investor dan pasar secara umum terhadap

perusahaan. Fungsi lainnya adalah untuk mengendalikan

perilaku pengelola perusahaan agar tidak bertindak hanya untuk

kepentingan diri sendiri. Tetapi juga harus memperhatikan

kepentingan shareholder dan stakeholder.716

Social Reporting terkait dengan GCG telah banyak diatur

dan dilaksanakan dalam bisnis di Pasar Modal. Asas disclousure

telah diwajibkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995

tentang Pasar Modal (UU Pasar Modal), dan berbagai aturan

pelaksanaannya. Asas ini mewajibkan setiap emiten untuk

memberikan informasi secara terbuka dan jelas kepada publik.

Seperti yang diatur dalam Pasal 86 mengenai pelaporan dan

keterbukaan informasi. Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyebutkan:

“Emiten yang Pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif atau Perusahaan Publik wajib menyampaikan laporan secara berkala kepada Bapepam dan mengumumkan

laporan tersebut kepada masyarakat; dan menyampaikan laporan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada

masyarakat tentang peristiwa material yang dapat mempengaruhi harga Efek selambat-lambatnya pada akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah terjadinya peristiwa

tersebut.”

716 Joni Emirzon, Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance: Paradigma Baru

Dala Praktek Bisnis Indonesia (Yogyakarta: Genta Press, 2007), hal. 43-44

383

Praktek tersebut telah dilakukan di berbagai negara,

bahkan secara tegas telah diarahkan pada pelaksanaan CSR.

Sebagai contoh, New York Stock Exchange memiliki Dow Jones

Sustainability Index (DJSI) bagi saham-saham perusahaan yang

dikategorikan memiliki nilai corporate sustainability dengan

salah satu kriterianya adalah praktek CSR. Begitu pula London

Stock Exchange yang memiliki Socially Responsible Investment

Index (SRI Index) dan Financial Times Stock Exchange (FTSE)

yang memiliki FTSE4Good sejak 2001.717

Setiap korporasi, khususnya korporasi yang go publik

sudah sering dilakukan proses Audit Keuangan untuk melihat

kesehatan keuangan perusahaan. Dalam CSR, muncul gagasan

agar korporasi melakukan “Audit Sosial” untuk melihat

efektifitas dan kredibilitas jalannya program CSR. Korporasi

tidak cukup hanya mencakup pengumpulan informasi tentang

keuangan perusahaan, melainkan pula aspek lingkungan dan

bahkan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Para pekerja sosial

(social worker), konsultan atau analis kebijakan biasanya

melakukan audit sosial (social audit) ini.

Walaupun gagasan tersebut cukup relevan, tetapi Edi

Suharto menjelaskan bahwa, proses audit sosial memerlukan

komitmen yang kuat dari orang-orang kunci, seperti CEO dan

717 Mas Achmad Daniri, “Standarisasi...”, op. cit.

384

Board of Director pada organisasi yang diaudit. Dalam

implementasinya, audit sosial juga memerlukan keterlibatan

stakeholders, termasuk pekerja, klien, voluntir, pendiri,

kontraktor, supplier dan penduduk setempat yang terkait

dengan operasi perusahaan. Para auditor sosial biasanya

bekerja sama dengan shareholders dan stakeholders untuk

merancang, mengumpulkan, mengkoordinasikan, dan

menganalisis informasi. Metoda penelitian yang digunakan

melibatkan survei, wawancara, bookeeping dan bahkan studi

kasus.718

Beberapa persoalan dalam audit sosial tidak hanya

terletak dalam kompleksitas perumusannya, tapi juga dalam

implementasinya. Audit sosial melibatkan aspek lingkungan dan

sosial yang relatif lebih sulit dirumuskan dan diukur daripada

aspek finansial. Audit sosial ini memerlukan ahli yang

mempunyai kompetensi komprehensif di bidang lingkungan dan

sosial, serta kemampuan menerapkan sebagai metode

penelitian.719

Kesulitan utama dalam merancang sistem audit terhadap

program CSR yang standar adalah merumuskan variabel dan

718 Edi Suharto, “Audit CSR”, Majalah Bisnis & CSR , Vol 1 No 5 , April 2008

op. cit., hal. 208-209 719 Sebagai ilustrasi, The Social Econimic Agency di Irlandia Utara mulai

mempromosikan audit sosial sejak tahun 1996. Konsultan eksternal dilibatkan untuk merancang metodologi audit sosial dan memberikan pelatihan dan pendampingan

terhadap para auditor di masing-masing organisasi. Audit sosial pertama dilakukan setelah pelatihan dan monitoring terhadap 10 organisasi. Proses ini memerlukan antara 18 sampai 24 bulan, Ibid., hal. 209

385

indikator yang tepat dan dapat diterapkan kepada seluruh

sektor. Dua syarat utama yang perlu dipenuhi adalah 720:

1). Definisi berbagai kategori harus dapat diterapkan terhadap semua perusahaan, industri, dan bahkan sistem sosial yang memungkinkan analisis komparatif.

2). Kategori untuk mengklasifikasikan keberlangsungan kegiatan

perusahaan dalam kurun waktu tertentu sehingga perbandingan historis dapat dilakukan.

Senada dengan Edi Suharto, Ikhsan dan Ishak

menyatakan bahwa informasi mengenai tanggung jawab sosial

dapat diketahui jika perusahaan menerapkan akuntansi sosial.

Akuntansi sosial dalam hal ini berarti identifikasi, mengukur dan

melaporkan hubungan antara bisnis dan lingkungannya.

Lingkungan di sini meliputi sumber daya alam, komunitas

dimana bisnis beroperasi, orang-orang yang dipekerjakan,

pelanggan, pesaing dan perusahaan serta kelompok lain yang

berurusan dengan bisnis tersebut. Akuntansi sosial berperan

dalam menghasilkan informasi mengenai biaya dan manfaat

sosial. Hanya saja sulit untuk menentukan mana yang

merupakan biaya dan manfaat sosial itu sendiri dan kemudian

mengkuantifikasi seluruh pos-pos yang relevan dengan biaya

dan manfaat sosial tersebut.721

720 Ibid. 721 Ikhsan dan Ishak (2005) dalam Yenni Mangoting, “Biaya Tanggung Jawab

Sosial Sebagai Tax Benefit”, Jurusan Ekonomi Akuntansi Vol . 9, NO. 1, Mei 2007, Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra, Surabaya, hal. 40 -41. Diunduh dari http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting

386

Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam

rangka penerapan akuntansi sosial yaitu 722:

1) Audit sosial.

Audit sosial mengukur dan melaporkan dampak ekonomi,

sosial, dan lingkungan dari program-program yang berorientasi sosial, dan operasi perusahaan yang reguler.

Audit sosial adalah serupa dengan audit keuangan dalam hal bahwa sosial mencoba untuk secara independen menganalisis suatu perusahaan dan nilai kinerja.

2) Laporan-laporan sosial.

Laporan eksternal terpisah yang menggambarkan hubungan perusahaan dengan komunitasnya. Dengan menghitung

manfaat sosial sebagai seluruh kepada masyarakat yang berasal dari operasi perusahaan kemudian dikurangi dengan

semua biaya sosial.

3) Pengungkapan informasi sosial dalam laporan keuangan tahunan.

Antara lain misalnya pengeluaran untuk mendukung kegiatan sosial budaya, kegiatan olahraga (menjadi sponsor),

dukungan terhadap pendidikan (program beasiswa, kesempatan magang dan penelitian), partisipasi dalam kegiatan perayaan hari-hari besar, dukungan terhadap

lembaga keagamaan, dukungan terhadap lembaga sosial, informasi mengenai mutu dan kualitas, penghargaan

terhadap kualitas (sertifikasi kualitas, sertifikasi halal), kepuasan konsumen (upaya-upaya untuk meningkatkan kepuasan konsumen).

Sebagai pembanding, Global Reporting Initiative

menekankan pentingnya enam prinsip yang perlu diperhatikan

dalam membuat Audit Sosial dalam pelaporan CSR yang baik,

yaitu723:

722 Ibid. 723 Edi Suharto, “Audit CSR” ...,op. cit., hal. 213-214

387

1) Accuracy: informasi harus lengkap dan cukup detail agar bisa dinilai oleh pemangku kepentingan secara jelas, tepat dan

akurat.

2) Balance: seimbang yang mencerminkan aspek-aspek positif dan negatif dari kegiatan CSR yang dilakukan.

3) Comparability: aspek atau variabel yang digunakan dan dilaporkan harus konsisten sehingga dapat dibandingkan antar

waktu.

4) Clarity: informasi harus tersedia dalam bentuk yang mudah

dipahami dan bisa diakses oleh pemangku kepentingan.

5) Reliability: informasi harus ajeg dan terpercaya yang dikumpulkan, direkam, dianalisis, dan disajikan berdasarkan cara atau metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan.

6) Timeliness: laporan dibuat secara reguler dan tersedia tepat

waktu bagi pemangku kepentingan dan pihak-pihak lain yang memerlukan.

Berdasarkan pada reflexive law theory, CSR dapat

diwajibkan oleh pemerintah kepada setiap korporasi. Karena CSR

tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan bisnis dan

reaksi pasar, maka aturan yang diterapkan adalah dengan

mewajibkan setiap korporasi untuk membuat laporan kepada

masyarakat (social reporting). Pemerintah dapat mewajiban CSR

secara hukum tetapi tanpa diberikan sanksi hukum (lex

imperfecta), tetapi biarkan pasar (masyarakat) yang memberikan

reward and punishmet, seperti boikot atau kampanye anti korporasi

yang tidak menjalankan CSR.

Hal tersebut akan efektif apabila masyarakat mempunyai

kesetaraan kekuatan untuk bargaining, seperti yang dilakukan

388

LSM–LSM Internasional di negara-negara maju, Green Peace

misalnya.

Yanti Koestoer dari Indonesia Business Link setuju dengan

pendapat tersebut hanya saja, apakah hubungan antara

masyarakat dan korporasi telah berimbang?. Dia mengatakan:

“Saya setuju dengan ide tersebut. Tetapi bergantung dari jenis masyarakat dan perusahaannya apakah mampu/siap

atau tidak untuk saling berhadapan. Jika attitude yg dianut adalah “kemitraan” seharusnya tidak ada masalah.

Tapi mungkin perlu waktu untuk mengubah pola pikir masyarakat dan korporasi tentang CSR.” 724

Katamsi Ginano, Startegic Stakeholder Relation Manager dan

Mochamad Kasmali, Senior Corporate Counsel dari PT Newmont

Pacific Nusantara juga menyatakan sepakat, hanya mungkin perlu

waktu untuk lebih optimal. Dia mengatakan dengan memberikan

contoh kasus:

“Masyarakat kita sepertinya sudah mempunyai kesadaran ke arah sana (berhadapan dengan korporasi). Contohnya kasus

Teluk Buyat yang kami hadapi. Walaupun Newmont tidak terbukti bersalah, tetapi kekuatan masyarakat untuk

menggugat cukup mendapat perhatian publik”. 725

724 Wawancara dengan Yanti Koestoer, pada tanggal 12 November 2008. 725Wawancara dengan Katamsi Ginano dan Mochamad Kasmali, pada tanggal

17 November 2008

389

B. Problematika Tentang Pembiayaan Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan

Perdebatan mengenai pembiayaan untuk CSR akan dikaji

dalam bagian ini. Apakah dari anggaran operasional perusahaan atau

dari sebagian keuntungan. Bagian akhir dari sub bab ini akan

membahas insentif pajak untuk perusahaan yang melaksanakan CSR.

1. Pendanaan CSR Bagian dari Anggaran Operasional

Perusahaan

Persoalan lain dalam pelaksanaan CSR adalah menyangkut

sumber pembiayaan untuk pelaksanaan CSR. Perseroan Terbatas

yang kegiatan usahanya di bidang atau terkait dengan Sumber

Daya Alam (SDA) harus mengalokasikan anggaran tertentu untuk

tanggung jawab sosial (CSR). Ketua Panitia Khusus (Pansus)

Undang-Undang Perseroan Terbatas, Akil Mochtar, dalam Rapat

Paripurna DPR untuk menyepakati RUU PT tersebut menjadi

Undang-Undang mengatakan:

"Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya hubungan perseroan yang seimbang, dan sesuai dengan

lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat." 726

Seperti tersebut di atas, Pasal 74 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan

dengan tegas bahwa:

726 “PT Terkait SDA Wajib Alokasi Anggaran CSR”, Antara , Rabu, Januari 23,

2008 . Diunduh dari http://www.antara.co.id/en/arc/2007/7/20/pt-terkait-sda-wajib-alokasi-anggaran-csr/

390

“Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan

sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.”727

Klausula tersebut menuntut penjelasan lebih lanjut.

Setidaknya ada dua hal yang perlu dikaji dari susunan kalimat di

atas, yaitu :

Pertama, Kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan

diperhitungkan sebagai biaya Perseroan. Ada kata “dianggarkan”

dan “diperhitungkan” sebagai biaya Perseroan. „Dianggarkan‟

memiliki makna bahwa biaya untuk CSR sudah “direncanakan”

sejak awal tahun oleh suatu perseroan, sedangkan „diperhitungkan‟

adalah biaya yang nyata-nyata dikeluarkan oleh suatu perseroan

untuk CSR baik direncanakan ataupun tidak. Dengan demikian

biaya yang dikeluarkan secara nyata untuk CSR sama dapat saja

lebih besar atau lebih kecil dari biaya yang dianggarkan.

Kedua, “yang pelaksanaannya dilakukan dengan

memperhatikan kepatutan dan kewajaran”. Kata „memperhatikan

kepatutan dan kewajaran’, tidak memberikan kejelasan parameter

mengenai jumlah tertentu.728 Sehingga tidak ada nominal ataupun

prosentase yang jelas berapa besar biaya yang harus dipersiapkan

oleh korporasi untuk melaksanakan CSR.

Menurut Curt Weeden seperti yang dikutip Parsudi Suparlan,

Korporasi yang memaknai CSR sebagai bentuk corporate social

727 Underline oleh penulis 728 Penjelasan Pasal tersebut hanya dikatakan „cukup jelas‟

391

investment , akan mengambil kebijakan dari sekedar menyumbang

(charity/philantrophy) menjadi bagian dari investasi.729

Makna dari investasi adalah penanaman modal. Sedangkan

definisi dari modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain

yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang

mempunyai nilai ekonomis.730 Artinya CSR yang dimaknai sebagai

corporate social investment sudah seharusnya didanai dari modal

korporasi. Artinya, secara teknis dana CSR adalah bagian anggaran

operasional korporasi.

Sudah lebih dari satu dekade yang lalu, Young-Chul Kang

dan Donna Wood menyatakan bahwa kebutuhan anggaran CSR

tidak bisa dihitung secara after profit. Mereka secara tegas

menyatakannya hal itu ketika menyunting Before-Profit Social

Responsibility di tahun 1995. Menurutnya dengan mengambil

argumentasi CSR sebagai after profit maka perusahaan akan

menghindari melakukan CSR sebelum masuk ke periode untung.

Padahal, dampak negatif perusahaan bisa saja terjadi ketika

perusahaan mulai beroperasi. Sudah seharusnya CSR dilakukan

oleh perusahaan sejak periode awal ia bersinggungan dengan

pemangku kepentingannya. Kemudian, perusahaan juga bisa

menghindari melakukan CSR apabila tahun sebelumnya ia

mengalami kerugian. Secara logis, perusahaan harus melakukan

729 Parsudi Suparlan, “Pembangunan Komuniti dan Tanggung Jawab Sosial

Korporasi”, dalam Investasi Sosial , Pusat Penyuluhan Sosial Depertemen Sosial RI,

(Jakarta : LaTofi Enterprise, 2005) hal. 5 730 Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 25 Tahun

2007 Tentang Penanaman Modal

392

bisnisnya dengan bertanggung jawab, terlepas dari apakah ia

untung atau tidak.731

Claudio Nidasio juga menyatakan, bahwa mereka yang

masih mempertahankan pendirian bahwa CSR adalah bersifat after

profit sesungguhnya tidak memahami CSR dengan benar.732

Bagi perusahaan yang mempunyai kesadaran untuk

menerapkan tanggung jawab sosial, CSR sudah menjadi bagian

dari strategi bisnis dalam upaya menambah nilai positif perusahaan

di mata publik yakni membangun image perusahaan. Beberapa

perusahaan bahkan melihat CSR sebagai bagian dari manajemen

risiko. Mengembangkan program CSR yang berkelanjutan dan

berkaitan dengan bidang usaha merupakan konsekuensi

mekanisme pasar. Kesadaran ini menjadi tren global seiring

semakin maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk-

produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan

memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan prinsip-prinsip HAM. 733

Tetapi meregulasi CSR hanya dari sisi pandang sumber

biaya atau besaran anggaran adalah kesalahan fatal. Hal ini

menunjukan bahwa pemerintah tidak memahami esensi dari CSR.

CSR adalah upaya manajemen untuk meminimumkan dampak

negatif dan memaksimumkan dampak positifnya terhadap seluruh

731 Young-Chul Kang dan Donna Wood dalam Jalal, “Pemerintah dan

Kehendak Meregulasi CSR”, Lingkar Studi CSR, Jakarta 12 Juni 2007, hal.2. Diunduh dari www.csrIndonesia.com,

732 Claudio Nidasio dalam Jalal, “Pemerintah ..., Ibid. 733“Kontraversi Kewajiban CSR bagi Perusahaan”., Diunduh dari

http://fe.elcom.umy.ac.id/file.php/70/moddata/forum/379/6916/Lily_Afiah_20050410007_GCG_Kontraversi_Kewajiban_CSR_bagi_Perusahaan.doc,

393

pemangku kepentingan dalam ranah ekonomi, sosial dan

lingkungan. Perusahaan dari sudut pandang CSR memang

memiliki tanggung jawab untuk melakukan manajemen dampak,

namun tanggung jawab itu terbatas pada wilayah dampaknya saja,

serta hanya bagi pemangku kepentingannya. Karenanya, berapa

besaran dana yang dicurahkan oleh perusahaan untuk

kegiatan CSR sangat tergantung dari dampak operasinya.734

Bagaimana jika dampak yang terjadi lebih besar dari biaya

yang dianggarkan seperti dalam kasus Lapindo?. Meregulasi input

CSR berupa dana sebetulnya sangat tidak strategis. Secara

umum, meregulasi batasan kinerja minimum tentu lebih

bermanfaat, dengan secara umum, meregulasi batasan kinerja

minimum tentu lebih bermanfaat, dengan menyerahkan pada

perusahaan bagaimana kinerja itu dicapai.735

Bagi Korporasi Multi Nasional (MNC) persoalan sumber

pembiayaan CSR ini tidak begitu penting untuk dibicarakan.

Seperti yang dikatakan oleh Katamsi Ginano (Strategic Stakeholder

Relation Manager), Mochamad Kasmali (Senior Corporate Counsel)

dan Rubi W Purnomo (Head of Corporate Communications) dari PT

Newmont Pacific Nusantara (PT NPN) berikut ini:

“Bagi Newmont CSR adalah komitmen perusahaan,

sebuah visi, misi dan bagian strategi keberlanjutan perusahaan, persoalan sumber pembiayaan mutlak menjadi bagian dari anggaran operasional korporasi” ...

“CSR tidak saja mengenai program membantu

734 Jalal, op. cit. , hal. 1 735 Ibid., hal. 3

394

masyarakat, tetapi sudah menjadi dasar pertimbangan kebijakan korporasi sejak mulai beroperasi, termasuk di

dalamnya adalah mengenai besarnya anggaran CSR.” 736

Tetapi mereka mengkhawatirkan atas pengaturan CSR

dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas hanya dipersepsikan mengenai berapa

besarnya biaya, maka korporasi akan mulai berhitung dengan

pendekatan kuantitas biaya. Mereka menambahkan:

“CSR sudah dilaksanakan oleh Newmont sebelum Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas diundangkan. Kami telah habiskan jutaan dollar untuk CSR, dan itu kami lakukan dengan kesadaran demi

keberlanjutan bisnis. Tetapi kalau pemerintah sudah mulai berbicara mengenai jumlah uang, maka kami dan

korporasi lainnya juga akan mulai berpikir berdasarkan perhitungan angka-angka keuangan dan ini mengkhawatirkan, sebab korporasi tidak lagi

menempatkan CSR menjadi bagian dari keseluruhan manajemen tetapi hanya menjadi bagian anggaran saja,

untuk memenuhi formalitas hukum yang berlaku”. 737

Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Yanti

Koestoer, Direktur Eksekutif Indonesia Business Links, sebagai

berikut:

“Semestinya pembiayaan CSR dianggarkan dalam

operasional, karena CSR terkait dengan strategi bisnis dan bukan sekedar donasi. Jadi masuk dalam strategi produksi hingga pemasaran. Kalau hanya sebagian

keuntungan, kesannya seperti zakat. Kalau untung ya menyumbang, jika tidak untung ya tidak usah buat

program apapun. Pola pikir ini harus diubah.” 738

736 Wawancara dengan Katamsi Ginano, Mochamad Kasmali (Senior

Corporate Counsel) dan Rubi W Purnomo pada tanggal 17 November 2008 737 Ibid. 738 Wawancara dengan Yanti Koestoer pada tanggal 12 November 2008

395

Sinta Kaniawati (General Manager Yayasan Unilever

Indonesia), bersama Franky Jamin ( Corporate Secretary) dan

Imelda Manulu (Corporate Legal) mewakili PT Unilever Indonesia

Tbk menyampaikan:

“kami tidak masalah, apakah CSR baik dari profit atau

anggaran operasional. Suatu perusahaan melakukan CSR dengan melihat bagaimana keadaan perusahaan, bagaimana pengaruh terhadap masyarakat dan

lingkungan.Dari hal tersebut CSR merupakan bagian dari bisnis. Jadi CSR sudah kita anggarkan untuk kegiatan bagi

masyarakat.” 739 Jika CSR sudah merupakan bagian dari komitmen bisnis,

sudah seharusnya masuk dalam anggaran operasional. Tetapi hal

tersebut tidak menjadi masalah bagi korporasi besar yang setiap

tahun meraup untung jutaan dollar. Tetapi bagaimana dengan

perusahaan Perseroan Terbatas yang kecil atau baru saja berdiri?.

Untungpun belum didapatnya, untuk membayar karyawannya

belum tentu sesuai ketentuan upah minimum, apalagi harus

memasukan CSR dalam anggaran operasional. Karena itu,

memasukkan sumber pembiayaan CSR dalam anggaran

operasional korporasi terasa tidak adil bagi korporasi yang belum

mendapatkan keuntungan dari bisnisnya.

2. Pembiayaan CSR Lebih Adil Jika Diambil Dari Sebagian

Keuntungan Perusahaan

Kewajiban melakukan CSR dengan sumber pendanaan yang

harus dianggarkan dalam biaya operasional, dianggap tidak

739 Wawancara dengan Sinta Kaniawati pada tanggal 7 Oktober 2008

396

memenuhi rasa keadilan. Sebab, korporasi yang beroperasi dan

belum mendapat keuntungan, tetapi sudah terkena kewajiban

untuk memberikan sumbangan bagi masyarakat.740

Untuk Perusahaan BUMN, ketentuan tersebut lebih jelas.

Walaupun istilahnya bukan tanggung jawab sosial perusahaan

seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 25

Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, tetapi substansi dan

tujuannya adalah sama dengan konsep CSR pada umumnya.

Melalui Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara

Nomor Per-05/Mbu/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha

Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan

(selanjutnya ditulis Per-05/Mbu/2007) ditentukan mengenai definisi

Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan. Menurut Pasal 1

angka 6, Program Kemitraan adalah:

“Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi

tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.”

Sedangkan menurut Pasal 1 angka 7, definisi Program Bina

Lingkungan adalah:

“Program Bina Lingkungan yang selanjutnya disebut Program BL adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN di wilayah usaha BUMN tersebut

melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN”.

740 Meuthia Ganie-Rochman, “Meregulasi Gagasan CSR”, Kompas, 10 Agustus

2007, Diunduh dari http://kompas.com/kompas-cetak/0708/10/opini/3737896.htm

397

Program Kemitraan dan Bina lingkungan (selanjutnya ditulis

PKBL) ini menurut Pasal 2 Per-05/Mbu/2007 menjadi kewajiban

bagi setiap BUMN baik Perum maupun Persero untuk

melaksanakannya. Untuk BUMN yang berbentuk PERSERO Terbuka

berpedoman pada Keputusan tersebut yang ditetapkan

berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 741

Sedangkan pendanaan dari PKBL disebutkan dengan jelas

bersumber dari sebagian keuntungan, yang besarnya menurut

Pasal 9 ayat (1)-(3) Per-05/Mbu/2007 sebagai berikut:

(1) Dana Program Kemitraan bersumber dari:

a. Penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2% (dua persen);

b. Jasa administrasi pinjaman/marjin/bagi hasil, bunga deposito dan/atau jasa giro dari dana Program Kemitraan setelah dikurangi beban operasional;

c. Pelimpahan dana Program Kemitraan dari BUMN lain, jika ada.

(2) Dana Program BL bersumber dari: a. Penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2% (dua

persen);

b. Hasil bunga deposito dan atau jasa giro dari dana Program BL.

(3) Besarnya dana Program Kemitraan dan Program BL yang berasal dari penyisihan laba setelah pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh :

a. Menteri untuk Perum; b. RUPS untuk Persero;

Namun bagi Perusahan BUMN yang berbentuk Perseroan, hal

ini menimbulkan masalah. Sebab dalam Pasal 88 ayat (1)

741 Pasal 2 Per-05/Mbu/2007 menyebutkan :

(1) Perum dan Persero wajib melaksanakan Program Kemitraan dan Program BL dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan ini.

(2) Persero Terbuka dapat melaksanakan Program Kemitraan dan Program BL dengan berpedoman pada Peraturan ini yang ditetapkan berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

398

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik

Negara menyebutkan: ”BUMN dapat menyisihkan sebagian laba

bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/ koperasi serta

pembinaan masyarakat sekitar BUMN.”

Juga dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik

Negara Nomor Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan

Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina

Lingkungan, dalam Pasal 9 disebutkan dana PKBL diambilkan dari

Penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2%.

Di sisi lain BUMN yang berbentuk Perseroan harus tunduk

pada rejim Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas. Hal ini bisa diasumsikan bahwa Perseroan

BUMN tersebut terkena kewajiban ganda yang terkait dengan

sumber pembiayaan CSR, yaitu melalui penganggaran dan

mengambil dari sebagian keuntungan. Apabila asumsi tersebut

benar, maka Perseroan BUMN akan menjadi sangat terbebani.

Sementara PT Swasta belum diberi kejelasan besarnya dana

yang harus digunakan untuk CSR melalui penganggaran tersebut.742

Persoalan ini jelas akan menjadikan Persero BUMN tidak

mendapatkan kondisi yang fair untuk berkompetisi dengan

Perseroan Swasta.

742 Peranan Perilaku Sosial PT “X” Sebagai Bentuk Pertanggungjawaban Sosial

Perusahaan”, Posted April 23rd 2008, Diunduh dari http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/akuntansi/peranan-perilaku-sosial-pt

399

Perihal penentuan besarnya biaya untuk CSR tersebut

menjadi penting sebagai salah satu unsur penilaian

pertanggungjawaban sosial perusahaan. Beberapa hal lainnya

adalah mengenai sumber daya manusia, produk dan jasa yang

dihasilkan serta format laporan.743

Format laporan pertanggungjawaban sosial perusahaan yang

belum diatur dalam sebuah standar yang baku, membuat

perusahaan masih belum bisa melaporkan biaya

pertanggungjawaban sosial perusahaan secara tepat, dan aturan

terhadap alokasi biaya pertanggungjawaban sosial terhadap pihak

pihak yang berkepentingan dengan korporasi.744 Bagi perusahaan

BUMN, dalam Pasal 21 Per-05/Mbu/2007 menyebutkan dengan

tegas bahwa setiap BUMN yang melaksanakan PKBL harus

membuat laporan dalam bentuk laporan Triwulanan dan Laporan

Tahunan.745 Bagi perusahaan BUMN, dalam Pasal 21 Per-

05/Mbu/2007 menyebutkan dengan tegas bahwa setiap BUMN yang

melaksanakan PKBL harus membuat laporan dalam bentuk laporan

Triwulanan dan Laporan Tahunan.746

743 Ibid. 744 Ibid. 745Pasal 21 Per-05/MBU/2007 (1) Setiap BUMN Pembina wajib menyusun

laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL. (2) Laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL terdiri dari Laporan Triwulanan dan Laporan Tahunan. (3) Laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara terpisah dari Laporan Berkala dan Laporan Tahunan BUMN Pembina

746Pasal 21 Per-05/MBU/2007 (1) Setiap BUMN Pembina wajib menyusun

laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL. (2) Laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL terdiri dari Laporan Triwulanan dan Laporan Tahunan. (3) Laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL sebagaimana

400

Namun ada catatan dari Ketua Umum Corporate Forum for

Community Development, Thendri Supriatmo. Ia mengatakan jika

dibandingkan dengan jumlah perusahaan di Indonesia yang

mencapai ribuan maka pengumpulan dana CSR saat ini masih

sangat kecil. Sebanyak ribuan perusahaan yang ada di Indonesia

hingga saat ini baru 250 perusahaan yang menyetorkan dan

melakukan tanggung jawab sosial terhadap lingkungannya. Dari

250 perusahaan, jika masing-masing perusahaan melakukan CSR

sebesar 2-2,5% dari keuntungan, total dana CSR yang terkumpul

baru sekitar Rp. 3 trilyun. Padahal jika dibandingkan dengan

keuntungan perusahaan dan efek kerusakan lingkungan yang

terjadi, jumlah itu masih belum sebanding.747

Pembiayaan CSR dari sebagian keuntungan dirasa lebih

adil. Korporasi wajib memberikan sebagian kekayaan perusahaan

jika mendapatkan keuntungan dan tidak wajib jika perusahaan

merugi. Hanya saja perlu transparansi dari laporan keuangan

perusahaan. Sesuai Reflexive Law Theory, laporan tersebut juga

disampaikan kepada masyarakat umum dalam bentuk social

reporting sehingga masyarakat dapat melakukan penilaian secara

lebih objektif terhadap kinerja CSR korporasi.

dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara terpisah dari Laporan Berkala dan Laporan Tahunan BUMN Pembina

747 “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Belum Optimal” , KOMPAS ,Jumat 10 Agustus 2007di unduh dari http://www2.kompas.com/ver1/Ekonomi 0708/10/173509.htm

401

3. Insentif Pajak Bagi Perusahaan Yang Melaksanakan CSR

Salah satu alasan para pelaku usaha (khususnya di

Indonesia) menolak diwajibkannya CSR karena menjadi beban

tambahan bagi korporasi. Selama ini korporasi sudah dibebani

dengan berbagai pungutan dan pajak.748

Pajak adalah kontribusi terbesar dari korporasi pada

negara. Tetapi masih jarang yang melakukan analisis perpajakan

terkait dengan isu CSR sehingga muncul beberapa pertanyaan:

apakah memang tidak ada keterkaitan antara pajak dengan CSR?

atau, bagaimana menerapkan CSR untuk menjadi bagian dari

perpajakan?.749

Namun demikian, ada perbedaan mendasar antara

pungutan melalui sistem perpajakan dengan kewajiban untuk

menyumbang kepada masyarakat melalui CSR, yaitu:

Pertama, pajak dibayarkan kepada negara, sedangkan CSR

disalurkan kepada masyarakat secara langsung. 750 Kedua, Tidak

adanya pilihan bagi perpajakan selain mengikuti apa yang diatur

dalam Peraturan, sementara kewajiban CSR dapat disesuaikan

748 “Wajib CSR Disertai Insentif Pajak”, Kolom Ekonomi dan Bisnis, Koran

Tempo Senin, 23 Juli 2007, diunduh dari http://korantempo.com/korantempo/ 2007/07/23/Ekonomi_dan_Bisnis/krn,20070723,18.id.html

749Mihir A Desai dan Dhammika Dharmapala, “CSR and Taxation: The Missing

Link”, Journal of Financial Economic, (Harvard University, Winter 2006) : 1 750 Menurut Pasal 1 angka 1 UU no.28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga Atas

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, Definisi Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat . “taxes are the enforced

proportional contributions from person and property, levied by state by virtue of Its sovereigntyfor the support of government and for all public needs” Bryan A Garner, 2004 , Black’s Law Dictionary … ,op. cit. hal. 1496

402

dengan strategi perusahaan dan kondisi masyarakat penerima.

Ketiga, Perpajakan diatur langsung oleh peraturan negara,

sedangkan CSR dapat dilakukan dengan berdasarkan kontrak.751

Pajak dihitung dengan menggunakan informasi dalam laporan

keuangan komersial, karena untuk kepentingan penerimaan

negara, informasi dalam laporan keuangan komersial tersebut

disesuaikan dulu dengan peraturan perpajakan.752

Dalam ekonomi global yang sangat kompetitif, menuntut

korporasi melakukan rekayasa keuangan (finacial engineering)

seefisien mungkin. Menurut Reuven S. Avi-Yonah ada 2 fungsi

pengaturan pajak terkait dengan aktivitas bisnis. Pertama, dengan

membatasi secara langsung tingkat kekayaan perusahaan

(corporate power) , dan kedua, dengan menyediakan mekanisme

insentif dan disinsentif bagi perusahaan perusahaan tertentu.753

751Dijelaskan secara detail : First, Tax paid only to the state. For tax

transactions there is normally only one counterparty in any jurisdiction. Many of the commercial decisions influenced by CSR relate to choice of supplier or of target markets. Tax, by contrast, is paid only to the state or to subdivisions of it; there is no choice as to whom the company deals with on tax matters, except insofar as decisions

on location of activities and transfer pricing determine the state in which the liability

arises. Secondly, The absence of choice. Unlike most business arrangements, the payment of tax and the quantum of the liability are to a large extent not matters of choice. There may be circumstances where tax mitigation arrangements can reduce the liability, Nevertheless, once a commercial decision has been made, in general specific tax results follow inexorably from it. While the commercial transactions on which tax arises may be influenced by CSR considerations, that influence is generally tax-neutral; the decisions taken will affect the company’s fortunes for good or ill, and

whatever the resulting profit is, the same proportion of it will be payable in tax. Thirdly, The role of statute . Tax obligations are determined by statute law rather than by commercially agreed contracts. While there may be room for negotiation on how the tax legislation applies to the company’s particular circumstances, there is no scope for negotiation on whether or not the company is subject to that law in principle, David F Williams, “Tax and Corporate Social Responsibility”, KPMG‟s Tax Business School, (September, 2007), hal. 13-14

752 Yenni Mangoting, “Biaya Tanggung Jawab..., op cit., hal 39 753 Reuven S. Avi-Yonah, “Corporations, Society, And The State: A Defense Of

The Corporate Tax”, Virginia Law Review, 90 (September, 2004): 1246

403

Untuk itu banyak upaya dilakukan untuk memperkecil pajak

dan berbagai pungutan dalam regulasi bidang ekonomi. Termasuk

juga dalam konteks penerapan CSR. Mihir A Desai dan Dhammika

Dharmapala berpendapat dana CSR sebagai bagian untuk

melakukan pengurangan pajak.754

Alternatif ini didasarkan pada argumen. Pertama, bahwa hal

tersebut tidak menimbulkan kontradiksi bagi korporasi untuk

memaksimalisasi keuntungan sebagai tujuan utamanya, sehingga

investor tetap mempunyai kesempatan yang baik dalam investasi.

Kedua, dengan kompensasi pengurangan pajak, maka korporasi

akan dapat secara transparan dalam melaksanakan CSR dan

membayar pajak sesuai dengan norma sosial dan peraturan

perundang-undangan.755

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin)

Bidang Kebijakan Publik, Perpajakan, Kepabeanan & Cukai serta

Sistem Fiskal Moneter, Hariyadi BS Sukamdani menyampaikan,

bahwa kewajiban CSR akan menimbulkan dampak negatif terhadap

iklim investasi akibat bertambahnya beban perseroan. Kemudian

muncul wacana pemberian insentif pajak terhadap perusahaan

yang melaksanakan CSR. Insentif pajak berupa pengurangan pajak

penghasilan (PPh) diminta sebagai konsekuensi yang sepadan

karena CSR menambah beban pengusaha.756

754 Mihir A Desai dan Dhammika Dharmapala, op. cit., hal. 2 755 Ibid., hal. 3-4 756 “Wajib CSR Disertai Insentif Pajak”, Koran Tempo …, op cit

404

Haula Rosdiana mencermati polemik CSR ini dalam

kaitannya dengan keserasian dengan perpajakan. Dia katakan

bahwa perlakuan pajak atas kegiatan filantropi yang saat ini

berlaku sebenarnya tetap mempunyai cost of taxtation dan beban

PPh yang dialihkan pada penyumbang sehingga diperlukan

perubahan paradigma pemerintah yang mendorong partisipasi

rakyat dan pemahaman atas fungsi distribusi (bahkan alokasi) lebih

lebar dan komprehensif. Hal itu akan mendorong pemahaman

alasan-alasan yang mendasari pemberian insentif pajak. Baik pada

korporasi, dunia usaha bahkan pada orang pribadi seperti di

beberapa negara.757

Tetapi menurut Siti Maemunah, Koordinator Nasional

Jaringan Advokasi Tambang mengatakan bahwa:

“permintaan insentif pajak untuk CSR menunjukkan pengusaha, khususnya di bidang tambang bersikap manja. Mereka selalu gembar-gembor sudah lakukan CSR, tapi

ternyata minta keringanan pajak.” 758

Selanjutnya David F Williams mengatakan, kalau memang

pemerintah menghendaki korporasi untuk melakukan CSR,

seharusnya memberikan dukungan, salah satunya melalui sistem

perpajakan. David F Williams menambahkan :

“While corporate social responsibility is by definition the

task of companies, governments have a role to play in fostering a climate where companies are encouraged to

757 M Husni Nanang, “Berharap Insentif Pajak CSR”, diunduh dari

www.inilah.com 758 Siti Maemunah, “Permintaan Insentif Pajak untuk CSR Tunjukkan

Pengusaha Manja”, Kolom Ekonomi dan Bisnis, Senin, 23 Juli 2007

405

meet this responsibility.In the tax system this may be done by the adoption of environmentally friendly taxation

policies”.759

Tetapi David F Williams juga mempertanyakan hubungan

antara pelaksanaan CSR dengan sistem perpajakan. Dia

menjelaskan:

“Tax is not a business expense, but an appropriation of profits. From this it might be said to follow that CSR

principles as to the conduct of business have no application because tax does not arise as an issue until the business

transactions in question are completed”. 760

Pendapat lain juga mempertanyakan, apakah CSR dapat

diperbolehkan sebagai pengurang atas penghasilan kena pajak?.

Gunadi merujuk pendapat Hyman, bahwa setiap ketentuan PPh

yang mengadopsi definisi “penghasilan” (seperti Pasal 4 ayat(1) UU

PPh), akan menganggap CSR (misalnya dalam bentuk bantuan atau

sumbangan) sebagai pemakaian atau konsumsi atas penghasilan

yang diterima atau diperoleh korporasi. Oleh karena itu tidak dapat

dikurangkan dari penghasilan kena pajak donor. Sementara itu,

CSR di tangan penerima karena menambah kemampuan

ekonomisnya maka dianggap sebagai penghasilan yang dapat

dikenakan pajak. Sebagai bukan pengurang penghasilan kena

pajak, maka CSR seluruhnya (100%) merupakan tanggungan

759 David F Williams, “Tax and Corporate Social …, op. cit.,hal. 38 760 Ibid.,hal. 11

406

korporasi dan merupakan konsumsi atas penghasilan setelah

pajak.761

Sutan Remy Sjahdeini mengatakan, banyak negara yang

belum memasukkan CSR sebagai kewajiban hukum, tetapi

mengatur secara tidak langsung yaitu sebagai insentif berupa

pengurangan pajak bagi perseroan yang melaksanakannya. Dengan

kata lain, di banyak negara hal tersebut tetap menjadi kewajiban

moral semata, tetapi bagi perseroan yang bersedia melaksanakan

kewajiban moral itu akan memperoleh insentif karena

pengeluarannya dapat diperhitungkan sebagai pengurang pajak.

Insentif tersebut telah mendorong perusahaan untuk

menganggarkan dan melaksanakan program-program CSR

tersebut.762

Menurut Linda Sugin, ada tiga persoalan dalam

menganalisa hal tersebut. Satu hal, adalah persoalan internal dari

hukum pajak itu sendiri, dan lainnya adalah mengenai hubungan

antara teori korporasi dengan hukum pajak. Lebih lengkapnya dia

menjelaskan:

“First, as a matter of the Code's internal consistency, the corporate charitable deduction is INCOmpatible with the Code's general treatment of the corporation as a purely

profit-maximizing entity. Second, adoption of an entity theory for the corporation alone does not establish that

corporations have the moral capacity for charity, which seems to be a prerequisite for the individual deduction.

761 Gunadi, “Bagaimana perlakuan pajak atas CSR?”, Bisnis Indonesia, 3

September 2007 762 Sutan Remy Sjahdeini, “Corporate Social Responsibility”, Jurnal Hukum

Bisnis, Volume 26-No 3 Tahun 2007, hal. 65

407

Therefore, assuming that the corporation is an entity does not require parallel taxation for corporations and

individuals, and does not necessarily support a charitable contribution deduction for the entity. Corporations should

only be entitled to the charitable deduction if they can, in fact, act charitably. Finally, if the corporation is to be treated as an entity, the entity's acts must be distinguished

from the individual acts of the people who make up the corporation. In determining what constitutes legitimate

corporate action, the existence of conflicts among the individuals associated with the corporation, particularly owners and managers, must be recognized and

addressed”.763

Namun pelaku usaha tetap menghendaki pemerintah

memberikan kebijakan fasilitas pajak seperti tax deduction

(pengurangan pajak) ataupun tax exemption (penghasilan tidak

kena pajak) bagi perusahaan. Khususnya bagi perusahaan-

perusahaan yang berkomitmen melaksanakan tanggung jawab

sosial. 764

Persoalan insentif pajak dikatakan oleh Jusuf Kalla dalam

International Investment Conference di Jakarta Convention Center,

sebagai berikut:

“Pemerintah akan memberikan insentif pajak untuk

menarik para investor. Insentif perpajakan tersebut diberikan untuk menggairahkan para investor dibidang

minyak dan gas bumi di Indonesia. Jusuf mengatakan, selama ini produksi minyak Indonesia menurun, berarti telah terjadi pengurangan investasi. Itu artinya insentifnya

kurang maka butuh investasi.” 765

763Linda Sugin, “Theories Of The Corporation And The Tax Treatment Of

Corporate Philanthropy”, New York Law School Law Review, 41 (1997) : 843-844 764 Ikhsan dan Ishak (2005) dalam Yenni Mangoting, “Biaya Tanggung Jawab

Sosial Sebagai Tax Benefit” …, op cit, hal. 40 765 “Pemerintah akan Beri Insentif Pajak,” Kolom Ekonomi dan Bisnis, Majalah

Tempo, Senin, 13 Desember 2004

408

Fahmi Idris sebagai wakil dari pihak pemerintah juga

mengusulkan agar dana yang dikeluarkan perusahaan untuk

pelaksanaan tanggung jawab sosial (CSR) tidak dikenakan pajak.

Sehingga perusahaan di Indonesia terdorong melakukan tanggung

jawab sosial baik bagi masyarakat maupun lingkungan.766

Secara normatif, pemerintah telah memberikan fasilitas

berupa pengurangan pajak, seperti yang termaktub dalam Pasal 18

ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal yaitu :

(4) Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat berupa:

a. pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;

Sementara fasilitas pengurangan pajak bagi penanam

modal terkait dengan konsep CSR tertulis dalam Pasal 18 ayat (3)

huruf g, yaitu diberikan kepada penanam modal yang menjaga

kelestarian lingkungan hidup; dan huruf i, yaitu yang bermitra

dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi.

Di Filipina dalam Section 4 Corporate Social Responsibility

Act 2007 disebutkan mengenai pengurangan pajak bagi korporasi

yang melaksanakan CSR. Pasal tersebut berbunyi “All expenses

incurred by any corporation in the exercise of its corporate

766 “Menperin Usulkan Dana CSR Tak Kena Pajak”, Senin, 16 Juli 2007.

Diunduh dari http://www.kapanlagi.com/h/0000181582.html

409

social responsibility shall be fukly deducted from its gross

income”.767

Menurut Miguel Ángel Cabra de Luna dan Clara Gaztelu San

Pio, di Spanyol diberlakukan insentif pajak bagi korporasi yang

melakukan CSR dalam bentuk donasi, perhatian pada lingkungan

hidup, karyawan dan perusahaan yang membuat kebijakan non

diskriminasi. Ketentuan ini diatur dalam Act 49/2002 (Ley 49/2002,

de 23 de diciembre, de régimen fiscal de las entidades sin fines

lucrativos y de los incentivos fiscales al mecenazgo).768

Di Amerika, insentif pajak diberikan bagi perorangan maupun

korporasi yang memberikan sumbangan. Bentuk pengurangan pajak

tersebut diatur dalam US Code: Title 26,170. Charitable, Etc.,

Contributions And Gifts yang lebih dikenal dengan Internal

Revenue Code section 170 (IRC 170).

Dalam IRC 170 subtitle (a) disebutkan769:

(a) Allowance of deduction

(1) General rule There shall be allowed as a deduction any charitable contribution (as defined in subsection (c)) payment of which

is made within the taxable year. A charitable contribution shall be allowable as a deduction only if verified under

regulations prescribed by the Secretary

767 Section 4 Philippines Corporate Social Responsibility Act 2007. Diunduh

dari http://www.senate.gov.ph/lis/bill_res.aspx?congress=14&q=SBN-1928 , 768 Miguel Ángel Cabra de Luna and Clara Gaztelu San Pio, “Corporate Social

Responsibility in Spain”, Diunduh dari http://www.efc.be/cgibin/articlepublisher. pl?filename=ML-SE-10-03-1.html

769 Internal Revenue Code, Title 26 , Subtitle A, Chapter 1, Subchapter B, Part VI, § 170 , Diunduh http://www.law.cornell.edu/uscode/html/uscode26/ usc_sec

_26_00000170-000-.html

410

Lebih lanjut mengenai sumbangan dalam subsection (c)

disebutkan :

(c) Charitable contribution defined

For purposes of this section, the term “charitable contribution”

means a contribution or gift to or for the use of— (1) A State, a possession of the United States, or any political

subdivision of any of the foregoing, or the United States or the District of Columbia, but only if the contribution or gift is made for exclusively public purposes.

(2) A corporation, trust, or community chest, fund, or foundation

(3) A post or organization of war veterans, or an auxiliary unit or society of, or trust or foundation for, any such post or organization

(4) In the case of a contribution or gift by an individual, a domestic fraternal society, order, or association, operating

under the lodge system, but only if such contribution or gift is to be used exclusively for religious, charitable, scientific,

literary, or educational purposes, or for the prevention of cruelty to children or animals.

(5) A cemetery company owned and operated exclusively for

the benefit of its members, or any corporation chartered solely for burial purposes as a cemetery corporation and

not permitted by its charter to engage in any business not necessarily incident to that purpose, if such company or corporation is not operated for profit and no part of the net

earnings of such company or corporation inures to the benefit of any private shareholder or individual.

Khusus sumbangan dari korporasi dijelaskan dalam

subsection (d)(2)(A) bahwa setiap sumbangan dari korporasi setiap

tahunnya dapat menjadi pengurang pajak.770 Batasan pemberian

pengurangan pajak tersebut menurut subsection (b)(2)(A)” tidak

melebihi 10% dari pajak pendapatan pertahun.771

770 IRC 170 subsection (d)(2)(A) “any contribution made by a corporation in a

taxable year (hereinafter in this paragraph referred to as the “contribution year”) in excess of the amount deductible for such year under subsection (b)(2)(A)” ., Ibid.

771 IRC 170 subsection (b)(2)(A)” The total deductions under subsection (a) for any taxable year (other than for contributions to which subparagraph (B) applies) shall not exceed 10 percent of the taxpayer’s taxable Income., Ibid.

411

Pada masa pemerintahan Presiden Reagen, banyak

kebijakan ekonomi dalam memberikan berbagai fasilitas untuk

mendukung investasi (termasuk insentif pajak). Gerakan ini juga

didukung kampanye untuk mengajak korporasi meningkatkan

sumbangan bagi masyarakat serta menyadarkan bahwa korporasi

adalah bagian masyarakat (corporate citizenship). Sebab, menurut

hasil penelitian Hayden Smith, bahwa insentif pajak tidak cukup

kuat untuk mengajak korporasi berkomitmen terhadap persoalan

sosial.772 Faktor-faktor lain seperti industry norms, corporate

cultures, and locational variables influenced charitable giving lebih

kuat dari potensi perpajakan.773

Tetapi menurut Linda Sugin, pengurangan pajak korporasi

untuk sumbangan (deduction for charitable gifts) tidak konsisten

dengan doktrin IRC. Dikatakan lebih jelas :

The corporate deduction for charitable gifts was never

completely consistent with the theory or doctrine of Internal Revenue Code section 170 and changes in both the tax

law's treatment of dividends and the accepted practices of business suggest that the special deduction for charitable giving by corporations be replaced by the ordinary business

deduction, which broadly governs ordinary and necessary business expenses. While it may seem unremarkable to

alter the treatment of corporate philanthropy by shifting a deduction from one Internal Revenue Code (Code) section

772Tax incentives proved insufficient to fuel large-scale corporate

commitments (as Hayden Smith's 1983 study shows, companies with deep commitments to social responsibility often contributed at levels greater than could be justified by tax savings, while companies lacking such commitments did not bother to take advantage of potential savings, Peter Dobkin Hall, “Business Giving And Social

Investment In The United States, 1790-1995”, New York Law School Law Review, 41 (1997): 817

773 Ibid., hal. 789

412

to another, in light of recent developments, it offers significant promise for improving the law. 774

Selanjutnya Linda Sugin mengajukan beberapa hal yang

diperlukan untuk mengeliminasi dikotomi antara beban

pengeluaran perusahaan dengan kontribusi sumbangan. Untuk itu

diperlukan argumen baru yang mempertimbangkan pengaturan

corporate charity agar dapat dipertahankan. Diantaranya yaitu,

pengaturan yang mengurangi besarnya pajak (rate of tax) terhadap

penerimaan dividen oleh pemegang saham dan adanya bukti

empiris yang menunjukan mengenai rendahnya penerimaan pajak

yang dibayarkan oleh korporasi.775

Di Indonesia, program CSR yang dilaksanakan di

perusahaan-perusahaan jika ditinjau dari hukum pajak dapat terkait

dengan Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai

(PPn).

Dari sudut PPh, perusahaan biasanya harus memilih strategi

sehingga semua biaya yang dikeluarkan untuk program CSR yang

dipilih dapat dibebankan sebagai biaya yang mengurangi laba kena

pajak. Dari sudut pandang PPn, perusahaan biasanya memilih

strategi sehingga barang atau jasa yang diberikan kepada pihak

penerima tidak terhutang PPn atau kalau pun terhutang adalah

seminimal mungkin. Strategi ini diambil dengan asumsi bahwa

semua program CSR yang dipilih oleh perusahaan adalah benar-

774 Linda Sugin, “Encouraging Corporate Charity”, Virginia Tax Review, 16

(Summer 2006) : 127-128 775 Ibid.,128

413

benar untuk maksud yang mulia, peningkatan kualitas sumberdaya

alam, maupun peningkatan aspek sosial dan kesejahteraan rakyat.

Dengan demikian, apapun bentuk program yang dipilih oleh

perusahaan mendapat keringanan dan kemudahan dalam aspek

pajaknya.776

Menurut Yenni Mangoting, perlakuan pajak untuk biaya

tanggung jawab sosial yang boleh menjadi pengurang telah diatur

oleh Undang-Undang No 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan

dalam Pasal 6 ayat (1) huruf g, disebutkan untuk biaya beasiswa,

magang dan pelatihan.777 Mengenai pengeluaran tersebut, penulis

memberikan catatan untuk siapa sesungguhnya program

tersebut? Seharusnya praktek CSR yang berbentuk program

edukatif diperuntukkan bagi masyarakat umum yang kurang

mampu. Tetapi, jika program tersebut digunakan untuk peningkatan

SDM dari karyawan perusahaan itu sendiri, jelas bukan dalam arti

CSR.

Penjelasan lebih lanjut disebutkan bahwa biaya yang

dikeluarkan untuk biaya beasiswa, magang dan pelatihan tersebut

776 Ronny Irawan, “Corporate Social Responsibility :Tinjauan Menurut

Peraturan Perpajakan Di Indonesia”, Makalah dalam The 2nd National Conference UKWMS, Surabaya, 6 September 2008

777 Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No 17 tahun 2000, dalam

Pasal 6 ayat (1) disebutkan : Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi: g. biaya bea siswa, magang, dan pelatihan

414

dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam

rangka bantuan kemanusiaan.778

Yenni Mangoting menganalogikan sebagai mana bantuan

kemanusiaan bencana dalam di Nanggroe Aceh Darussalam dan

Sumatera Utara yang terjadi pada bulan Desember 2004 dan

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.

609/PMK.03/2004.779 Artinya untuk membebankan sebuah biaya

tanggung jawab sosial harus dengan penetapan melalui peraturan,

itupun dengan catatan khusus, yaitu dalam Pasal 9 ayat (1) huruf g

yang berbunyi, bahwa untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak

yang tidak boleh dikurangkan adalah harta yang dihibahkan,

bantuan, atau sumbangan . Selain itu tidak ada lagi pengeluaran

perusahaan yang menurut peraturan pajak boleh menjadi

pengurang penghasilan kena pajak.780

Tetapi tidak demikian halnya dengan perusahaan yang

memilih program CSR dengan memberikan sumbangan untuk

penyediaan sarana dan prasarana sekolah dan kesehatan. Biaya

yang dikeluarkan untuk sumbangan ini tidak dapat dikurangkan

pada penghasilan bruto perusahaan (non deductible expenses). Hal

ini sesuai dengan Pasal 9 ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor 17

778 Yenni Mangoting, “Biaya Tanggung Jawab Sosial Sebagai Tax Benefit”., op

cit ., 40 779Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 609/PMK.03/2004

tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Bantuan Kemanusiaan Bencana Alam Di Nanggroe Aceh Darussalam Dan Sumatera Utara.

780 Yenni Mangoting, loc.cit

415

Tahun 2000.781 Artinya pelaksanaan program CSR tidak selalu

mendapatkan fasilitas insentif pajak. Program CSR tersebut harus

disesuaikan dengan peruntukkannya sesuai peraturan perpajakan.

Lebih rincinya, Ronny Irawan memberikan contoh

berdasarkan beberapa isu CSR terkait dengan perpajakan sebagai

berikut 782:

a. Sumbangan sosial

Dalam Peraturan Menteri Keuangan No 95/PMK.03/2006

tersirat bahwa fasilitas pajak hanya diberikan bagi perusahaan

yang menyumbang untuk bencana alam semata. Sumbangan

dalam bentuk lain, seperti pembangunan gedung sekolah,

peralatan sekolah dan komputer bukan merupakan komponen

pengurang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.783

b. Ketenagakerjaan

Program CSR perusahaan yang memilih meningkatkan

kesejahteraan karyawan melalui pemberian tunjangan atau

fasilitas tertentu,maka perusahaan harus lebih hati-hati dengan

781 Pasal 9 ayat 1 huruf g yaitu (1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan

Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk

agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah

782 Ronny Irawan, “Corporate Social Responsibility : Tinjauan ... loc. cit. 783 Pemberian sumbangan dalam bentuk barang merupakan Obyek Pajak

Pertambahan Nilai seperti diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.251/KMK.03/2002 sebagai Penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan No567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain yang dapat digunakan sebagai Dasar

Pengenaan Pajak, sehingga perusahaan harus menyetor PPN yang Terhutang kepada kas Negara dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor

416

aspek perpajakan yang terkait. Jika tunjangan tersebut

menambah gaji bruto karyawan atau diberikan dalam bentuk

uang, maka merupakan Obyek PPh Pasal 21 / Pasal 26,

sehingga biaya yang dikeluarkan untuk tunjangan tersebut

dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.

Sebaliknya jika tunjangan tersebut tidak menambah gaji

bruto karyawan atau dalam bentuk kenikmatan atau natura

(tidak merupakan Obyek PPh Pasal 21 / Pasal 26), maka biaya

yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk tunjangan tersebut

tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Hal ini sesuai

dengan prinsip taxability dan deductibility.

Tetapi bila program tersebut berbentuk pemberian

fasilitas misalnya perumahan karyawan, maka biaya tersebut

merupakan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan

bruto karena merupakan penggantian atau imbalan yang

diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan seperti yang

diatur dalam Pasal 9 ayat 1 huruf e Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2000 tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.784

c. Konsumen

Terkait dengan kepuasan pelanggan, ada beberapa

perusahaan yang menyisihkan sebagian pendapatan dari

784 Pasal 9 ayat 1 huruf e UU No 17 tahu 2000 berbunyi sebagai berikut :

”penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan,kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi

seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaiatan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuagan”

417

penjualan produknya untuk program CSR. Beberapa perusahaan

lain memilih memberikan produknya secara gratis atau

membagikan hadiah kepada masyarakat.

Apabila perusahaan memilih untuk menyisihkan

sebagian dari hasil penjualannya untuk program CSR dari aspek

PPN maka setiap kenaikan harga dari produk yang dijual karena

program CSR terhutang PPN sebesar kenaikan harga dari produk

tersebut.

Ditinjau dari aspek Pajak Penghasilan, kenaikan

pendapatan karena program CSR dengan sendirinya menambah

penghasilan bruto kena pajak. Ketika dana yang dihasilkan

dibagikan, maka harus diperhatikan dalam bentuk apakah

program tersebut akan didistribusikan, sebab akan berbeda

perlakuan perpajakannya.

Jika hal tersebut berkaitan dengan promosi, menurut

penjelasan Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2000 maka biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan harus dapat

dipisahkan mana yang benar-benar kegiatan iklan atau promosi

dan mana yang bukan.785

d. Lingkungan hidup

Banyak perusahaan menerapkan CSR dengan tema

yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Dilihat dari aspek

785 Penjelasan Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang No. 17 tahun 2000

menyebutkan ”mengenai pengeluaran untuk promosi, perlu dibedakan antara biaya

yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi dengan biaya yang pada hakikatnya merupakan sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto”.

418

Pajak Penghasilan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2000 dapat mengurangi penghasilan bruto.

Dengan demikian apabila perusahaan mengeluarkan

biaya pengolah limbah dan pengendalian polusi dalam

menjalankan operasi bisnisnya serta biaya yang dikeluarkan

untuk pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan yang

berkaitan dengan usaha mendapatkan, menagih dan

memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan

bruto.786

Berbagai contoh di atas memberikan asumsi bahwa

pelaksanaan CSR terkait dengan insentif pajak menuntut penjelasan

yang definitif. Ketidaktepatan program CSR dapat mengakibatkan

tidak adanya insentif pajak yang diberikan.

Kecuali, jika pembiayaan CSR secara umum disepakati

untuk dipersepsikan sebagai sumbangan seperti halnya sumbangan

bagi bencana alam (walaupun diwajibkan oleh Undang-Undang),

maka di dalam hukum positif pajak yang berlaku di Indonesia, CSR

boleh dikurangkan sebagai biaya dalam menghitung Penghasilan

Netto.787

Jika biaya CSR yang diatur dalam Undang-Undang Nomor

40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah dianggarkan dan

786Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang No.17 tahun 2000 berbunyi ” biaya untuk

mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan dan jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa,

royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan”

787 Peraturan Menteri Keuangan No 609/PMK.03/2004

419

diperhitungkan sebagai biaya Perseroan, maka berdasar prinsip

akuntansi, semua biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat

dibebankan sebagai biaya perusahaan untuk mencari Laba Bersih

Sebelum Pajak, sehingga berapapun biaya yang dikeluarkan

perusahaan untuk CSR tidak akan menjadi masalah secara

komersial.

Menurut Erna Witoelar, ada kesamaan antar pajak dengan

CSR, jika melihat tujuan akhirnya, yaitu untuk membantu

menyelesaikan persoalan sosial dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Logika tersebut menggunakan argumentasi, seolah-

olah perusahaan mestinya memberikan pajak ke pemerintah,

namun pajak itu dilokasikan langsung kepada masyarakat dengan

program CSR, sehingga tidak perlu lewat pemerintah.

Konsekuensinya bagi korporasi yang melakukan CSR perlu

mendapat keringanan pajak maupun pembebasan pajak. Tentu saja

dalam hal ini perusahaan harus benar-benar membuktikan praktek

CSR yang dilakukannya.788

Di negara-negara barat seperti Uni Eropa, Kanada, Amerika

dan Australia, ada mekanisme yang mirip dengan gagasan

memberikan pajak untuk langsung diberikan atau digunakan oleh

korporasi tanpa melalui pemerintah. Mekanisme ini disebut dengan

Pigouvian Tax.

788 Erna Witoelar, “CSR Bisa Percepat Pencapaian MDGs”, Majalah BISNIS dan

CSR , Vol 1 No 2 November 2007., hal. 117-119

420

Istilah Pigouvian Tax diambil dari nama penggagasannya

yaitu Arthur Pigou (1877-1959).789 Definisi dari Pigouvian Tax

adalah : is a tax levied on an agent causing an environmental

externality (environmental damage) as an incentive to avert or

mitigate such damage.790

Pigouvian Tax sering pula disebut dengan istilah “sin tax”

atau “pajak dosa”, yaitu pajak yang dikenakan bagi korporasi

karena melakukan “keburukan ekternalitas” (negative

externalities).791 Seperti menciptakan polusi air atau udara dan

pengrusakan lingkungan hidup. Pigouvian Tax juga dapat

dikenakan bagi korporasi yang produknya menimbulkan masalah

kesehatan, seperti pabrik alkohol dan rokok.792

Konsep Pigouvian Tax ini, korporasi diperkenankan oleh

pemerintah menggunakan pajak untuk digunakan memperbaiki

berbagai negative externalities yang ditimbulkan dari aktivitas

bisnisnya.

Secara eksplisit, Pigouvian Tax tersebut belum dikenal

dalam peraturan perundang-undangan tentang perpajakan di

Indonesia. Tetapi terdapat “kemiripan” tujuan dengan Pasal 25 UU

Lingkungan Hidup. Klausula tersebut menyebutkan, bahwa

789 Alain Désiré Nimubona dan Bernard Sinclair Desgagné, “The Pigouvian Tax

Rule in the Presence of an Eco-Industry”, Institute of Applied Economics, HEC Montréal, Canada H3T 2A7

790 OECD, Glossary of Statistical Terms, diunduh dari http://stats.oecd.org/ glossary/ detail.asp?ID=2065

791 Baumol, W.J. “On Taxation and the Control of Externalities”, American

Economic Review, (1972), : 307-322 . Lihat juga Pigouvian tax dalam Wikipedia Ensiklopedia diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/Pigouvian_tax

792 Pigouvian Tax, diunduh dari http://www.answers.com/topic/pigovian-tax

421

pemerintah dapat memberikan sanksi administrasi bagi pelaku

usaha dengan bentuk pembayaran sejumlah uang. Biaya tersebut

digunakan untuk penyelamatan, penanggulangan dan/atau

pemulihan dari lingkungan hidup yang rusak akibat aktivitas

korporasi.

Bahkan secara lebih tegas dalam Pasal 34 UU Lingkungan

hidup disebutkan :

1. Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan

penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.

2. Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu

sebagaimana pada ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan

penyelesaian tindakan tertentu tersebut.

Sanksi tersebut diklasifikasikan sebagai tanggung jawab

mutlak (absolut liability) bagi pelaku usaha, seperti yang

disebutkan dalam Pasal 35.

1. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting

terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara

mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat

terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Konsep ini juga telah diwajibkan dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 7

huruf f dan Pasal 19 ayat 1, yang menyebutkan secara tegas

422

bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban memberi kompensasi,

ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,

pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan.

Ada persoalan secara terminologi hukumnya. Pigovian Tax

adalah mekanisme pajak sementara Peraturan-peraturan diatas

mengenai ganti rugi.

Pajak adalah iuran wajib dari orang atau lembaga kepada

negara (pemerintah) dengan tidak mendapat jasa/timbal balik

secara langsung yang digunakan untuk peningkatan pelayanan

umum dan kesejahteraan. Pungutan tersebut bukan disebabkan

karena adanya kesalahan atau sebagai hukuman.793

Sementara ganti rugi adalah bentuk pembayaran suatu

pihak kepada pihak lain sebagai hukuman karena adanya

kesalahan. Seperti halnya yang dijelaskan dalam Pasal 1365 KUH

Perdata yang menyebutkan: “Tiap perbuatan yang melanggar

hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan

orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk

mengganti kerugian tersebut.”

Pada akhirnya, kajian mengenai perlu tidaknya

memberikan insentif pajak bagi korporasi yang melaksanakan CSR,

harus ditarik pada fungsi dan asas pajak itu sendiri.

793 Tunggul Ashari SN, Pengantar Hukum Pajak (Malang : Bayu Media

Publishing, 2005) Hal. 5

423

Salah satu fungsi pajak adalah untuk redistribusi

pendapatan. Dalam fungsi tersebut, pajak yang sudah dipungut

oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan

umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga

dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat.794

Sedangkan salah satu asas pemungutan pajak menurut

W.J. Langen adalah asas kesejahteraan. Bahwa pajak yang

dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat.795

794 Pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu: (1) Fungsi anggaran

(budgetair), yaitu : Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pahak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang

semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak; (2) Fungsi mengatur (regulerend) yaitu : Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan

pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea

masuk yang tinggi untuk produk luar negeri;(3) Fungsi stabilitas yaitu : Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efesien dan ;(4) Fungsi redistribusi pendapatan seperti yang dijelaskan diatas. Pajak dalam Wikipedia Ensiklopedia diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak.

795 Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut: (1) Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan;(2) Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum;(3) Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama);(4) Asas beban

yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandinglan sengan nilai obyek pajak. Sehingga tidak memberatkan para wajib pajak;(5) Asas kesejahteraan seperti yang dijelaskan diatas, Ibid.

424

Kedua hal tersebut di atas, sangat relevan dengan CSR

sebagai aktivitas perusahaan yang dimaksudkan untuk ikut

meningkatkan kesejaheraan masyarakat. Oleh karena itu penulis

berpendapat bahwa insentif pajak dapat saja diterapkan bagi

korporasi yang melaksanakan CSR.

Namun demikian penulis melihat masih adanya sedikit

persoalan, yaitu: (1) bahwa pajak dapat dipungut hanya

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang secara jelas

mengatur peruntukannya; (2) padahal praktek pelaksanaan CSR

dari masing-masing korporasi sangat beragam dan berkembang

sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat dan kepentingan

korporasi. Hal ini menjadi sedikit hambatan ketika harus

dituangkan dalam bentuk regulasi.

Oleh karena isu insentif pajak tersebut lebih bermuatan politik

ekonomi daripada yuridis, maka solusi mengenai persoalan

tersebut harus dilakukan dengan pendekatan political negotiation

seperti yang disampaikan oleh Archana Sridhar. Pada intinya

Archana Sridhar mengatakan bahwa pemerintah perlu melakukan

Tax Reform untuk mendorong budaya kedermawanan (culture of

philanthropy), guna mendorong setiap pihak untuk ikut membantu

bagi masyarakat lain (miskin) yang membutuhkan.796

796Archana Sridhar mencontohkan keputusan politik yang diambil oleh

pemerintah Guatemala melalui "2000 Pacto Fiscal Commission" untuk memberikan insentive pajak bagi para donator demi menyelesaikan persoalan kemiskinan dan

menciptakan kedamaian di Guatemala, Archana Sridhar, “Tax Reform And Promoting A Culture Of Philanthropy: Guatemala's "third Sector" In An Era Of Peace”, Fordham International Law Journal, 31 (December, 2007) : 197-198

425

Oleh karena itu tidak ada salahnya pemerintah Indonesia

memberikan insentif pajak bagi korporasi yang melaksanakan CSR

sebagai keputusan politik. Hal ini juga sudah sering dilakukan

untuk merangsang pembangunan ekonomi dan investasi, sepeti

yang diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2007 tentang Penanaman Modal mengenai Fasilitas Penanaman

Modal. Pada Pasal tersebut pemerintah memberikan berbagai

fasilitas dan kemudahan bagi penanam modal yang memenuhi

syarat tertentu. Termasuk di dalamnya adalah fasilitas

pembebasan, penangguhan dan pengurangan pajak.797

Jadi pemberian insentif pajak bagi korporasi yang

melaksanakan CSR mungkin sekali untuk dilakukan sebagai upaya

pemerintah dalam mendorong korporasi untuk melakukan CSR,

demi tercapainya penyelesaian persoalan-persoalan sosial dan

lingkungan.

797 Menurut Undang No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Dalam Pasal

18 ayat (4) Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal dapat berupa: a. pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat

tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu

tertentu;

b. pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;

c. pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;

d. pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat

diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu; e. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan f. keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu,

pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu. Pada ayat (5) disebutkan

(5) Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan dalam jumlah dan waktu tertentu hanya dapat diberikan kepada penanaman modal baru yang

merupakan industri pionir, yaitu industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional

426

C. Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di Indonesia

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

Modal dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas belum begitu jelas mengatur mengenai bentuk-bentuk

pelaksanaan CSR. Sehingga ada beberapa perusahaan di Indonesia

yang telah melaksanakan CSR dalam program yang disesuaikan

dengan kepentingan masyarakat dan korporasi itu sendiri.

Penamaan program CSR tersebut juga beragam. Ada istilah

communty development, community empowerment, sustainability

development, Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL),

Program Kepedulian Sosial atau secara tegas menyebut Tanggung

Jawab Sosial Perusahaan.

Berikut adalah beberapa bentuk pelaksanaan CSR dari

Perusahaan Multi Nasional, Perusahaan Swasta Nasional dan Badan

Usaha Milik Negara di Indonesia.

1. Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial di Perusahaan Multi

Nasional

a. Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di PT

Unilever Indonesia Tbk 798

CSR merupakan ambisi PT Unilever Indonesia untuk

mengelola dan menumbuhkan bisnis kami dengan secara

bertanggung jawab dan berkelanjutan dan kami percaya bahwa

sukses jangka panjang bisnis kami berhubungan erat dengan

798 Annual Report 2007, PT Unilever Indonesia Tbk

427

vitalitas lingkungan dan masyarakat di mana kami beroperasi.

Yayasan PT Unilever peduli, yang didirikan pada tahun 2000,

memutuskan sumber daya dan inisiatif yang akan memenuhi

komitmen tanggung jawab sosial perusahaan kami.

Berbagai sumber daya untuk membuat kehidupan lebih

baik merupakan visi kami yang sangat luas. Oleh karena itu PT

Unilever peduli memusatkan upayanya di seputar beberapa

program inti. Tahun ini inisiatif sosial kami yang utama meliputi:

1) Program pendidikan kesehatan terpadu dan program

sekolah yang telah berhasil dilakukan di Jawa Timur dan

Yogyakarta, bekerjasama dengan lifebuoy dan pepsodent.

2) Program-program untuk menghubungkan usaha kecil dan

menengah dengan lembaga keuangan. Ketika para petani

kedelai hitam ternyata memerlukan pinjaman uang guna

membeli peralatan dan biji untuk musim tanam berikutnya

kami telah menawarkan akses keuangan yang kemudian

dibagikan melalui kelompok-kelompok petani atau koperasi.

3) Road Show pencegahan HIV/AIDS di Yogyakarta, Bandung

dan Jakarta bekerja sama dengan YCAB, BNN dan Radio

Prambos. PT Unilever Indonesia bekerja sama dengan enam

perusahaan besar lainnya di Indonesia membentuk koalisi

yang dinamakan IBCA. Koalisi ini bertujuan untuk

memerangi penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, khususnya

di tempat kerja.

428

4) Sesuai dengan misi untuk menambah vitalitas dalam

kehidupan, kami telah bermitra dengan World Food

Program untuk meningkatkan gizi dan kesehatan anak-anak

miskin usia sekolah dasar.

5) Memprakarsai program bantuan teknis bagi para petani gula

kelapa di Lampung sehingga menciptakan pasokan yang

lebih kompetitif untuk komunitas yang merupakan bahan

utama bagi kecap bango.

PT Unilever Indonesia percaya bahwa menangani

masalah lingkungan adalah bermanfaat bagi bisnis kami.

Beberapa inisiatif lingkungan seperti program-program “Green &

Clean” di Jakarta dan Surabaya telah mendorong kesadaran

akan masalah lingkungan pada tingkatan akar rumput dan telah

menghasilkan pengembangan lebih dari 13.000 kader

lingkungan. Semangat dan dedikasi yang luar biasa dari

masyarakat ini telah mendorong terjadinya berbagai perubahan

besar. Bersama dengan Sunlight, program Litterbug telah

meningkatkan pemberdayaan perempuan dengan menciptakan

usaha daur ulang sampah plastik yang diberi nama “Wirausaha

sampah.”

Upaya masyarakat Surabaya dan Jakarta untuk

membantu menyelamatkan bumi telah diakui sampai tingkat

internasional. Pada akhir tahun 2007 program lingkungan kami

menerima penghargaan MDGs dari Metro TV untuk kategori

429

lingkungan dan program lingkungan Surabaya menerima

penghargaan International Green Apple untuk kategori

Enviromental Best Practices.

PT Unilever bangga dengan sejarahnya tentang

penanganan bencana alam yang melanda komunitas kami di

Indonesia. Pada tahun 2007 kami mengeluarkan uang sekitar

Rp. 3,4 milliar untuk bantuan kemanusiaan. Ini termasuk

penyediaan pertolongan darurat banjir di Jakarta pada bulan

februari 2007. Peresmian Puskesmas, sebuah balai dusun dan

sekolah di Yogyakarta sebagai bagian dari program pemulihan

bencana alam di Yogyakarta dan dalam penyediaan pertolongan

darurat kepada korban gempa di Bengkulu pada bulan Oktober

2007. Bantuan tidak hanya berupa uang dan selama terjadi

banjir di Jakarta Tim Boga Foodsolutions PT Unilever dan Tim

Relawan Unilever menyiapkan 3.000 paket makanan siap-santap

untuk lima hari pada saat terparah terjadinya bencana banjir.

Tujuan PT Unilever Indonesia adalah membangun dan

meningkatkan efektifitas dan efisiensi program-program kami

dan juga membuat reflikasi dari kegiatan-kegiatan kami yang

sukses serta melakukannya di daerah-daerah lain. Sebagai

contoh program pencegahan HIV-AIDS akan diperluas ke

sekolah-sekolah di Surabaya dan program kesehatan terpadu

akan diperluas ke lima kabupaten di Jawa Barat.

430

PT Unilever Indonesia berusaha untuk menjadi warga

usaha terpercaya yang dapat memenuhi tanggung jawab

kepada masyarakat dimana kami beroperasi sambil

mengembangkan program-program yang meningkatkan dan

berkaitan dengan bisnis kami.

b. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT. International

Nickel Indonesia TBK (PT INCO)799

Keterlibatan dalam semua segi pengembangan

masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

komitmen tanggung jawab sosial perusahaan PT INCO kepada

Indonesia, karena PT INCO tumbuh dan menjadi sejahtera

secara bersama-sama. Seluruh inisiatif yang ada bertujuan

untuk menyokong pengembangan yang berkelanjutan. Proses

yang kami jalani didasarkan pada dialog konstruktif yang

mendorong kemitraan antara perseroan, pemerintah setempat,

lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat.

Tahun 2007 lalu, PT INCO telah menyumbang sebanyak

$5,9 juta, yang mana jumlah ini adalah lebih dua kali lipat

daripada sumbangan untuk tahun 2006 sebanyak $2,8 juta,

untuk berbagai inisiatif dalam kisaran yang luas dalam bidang

pendidikan, kesehatan, pengembangan ekonomi, pertanian dan

perikanan, seni budaya, dan kampaye perdamaian, serta

bantuan darurat. Sumbangan PT INCO akan jauh lebih besar

799 Annual Report 2007 PT International Nickel Indonesia TBK

431

lagi pada tahun 2008, yakni US $ 7,4 juta seperti yang telah

direncanakan. Peningkatan ini mencerminkan keberhasilan kami

dalam meningkatkan produksi di atas 72.570 metrik ton (160

juta pound) nikel per tahun.

Beberapa pelaksanaan CSR dilakukan oleh PT INCO

mengenai beberapa isu, yaitu:

1) Prioritas-prioritas Pendidikan

PT INCO percaya bahwa keunggulan dalam pendidikan

adalah satu jalan menuju sukses baik dari sudut pandang

sosial maupun ekonomi. Oleh karena itu, pendidikan

merupakan fokus utama yang ingin PT INCO berikan kepada

masyarakat.

PT INCO banyak membiayai program-program

pendidikan yang ditunjukan kepada karyawan dan

masyarakat luas. Sebagai contoh, pada tahun 2007 lalu,

kami telah memberikan 117 beasiswa dari tingkat sekolah

dasar hingga ke jenjang doktoral, yang semuanya bernilai

kurang lebih $16.000, membantu para guru

mengembangkan kursus-kurus dan mengembangkan

metode-metode pengajaran, membangun tiga taman kanak-

kanak dan memberikan dana untuk pembelian buku-buku

pelajaran, komputer, laboratorium dan perpustakaan kepada

banyak anggota masyarakat. PT INCO juga memberikan

bantuan keuangan kepada para guru, terutama bagi mereka

432

yang ada di daerah terpencil. Kami telah mendirikan dan

memberikan subsidi penuh kepada suatu yayasan yang

bernama Yayasan Pendidikan Sorowako, yang memiliki 2.168

siswa yang terdaftar pada tahun 2007.

Selain itu, sebanyak 483 mahasiswa telah lulus dari

institusi diploma yang dimiliki dan diselenggarakan oleh PT

INCO, yakni Akademi Sorowako (ATS) dan PPI, suatu

program pelatihan industri non gelar. Institusi-institusi ini

mempersiapkan generasi muda untuk bekerja baik diluar

maupun PT INCO. ATS memiliki sertifikasi ISO 17025 dan

ISO 9001:2000, berdasarkan sistem manajemen mutu yang

digunakan dalam laboratorium proses teknologi. Pada tahun

2007, PPI telah memberikan pelatihan kepada kurang lebih

184 siswa dari Luwu Timur, Kabupaten Morowali di Sulawesi

Tengah, dan Kolaka di Sulawesi Tenggara.

PT INCO peka terhadap pentingnya untuk memastikan

bahwa wanita mendapat perlakuan yang adil dan sama.

Baru-baru ini untuk program pelatihan industri PPI telah ada

41 wanita yang mengikuti program, kemudian juga dengan

ATS, ada 41 wanita yang mengikuti kuliah.

PT INCO menjalin hubungan jangka panjang dengan

institusi perguruan tinggi. Tahun 2007 lalu PT INCO bekerja

sama dengan pemerintah Luwu Timur dan Universitas Negeri

Makasar (dahulu IKIP Makasar) telah menawarkan sejumlah

433

program pelatihan bagi guru-guru lokal dan pimpinan-

pimpinan sekolah. PT INCO juga menggalang kerja sama

dengan Universitas Hasannudin Makasar untuk memberikan

pelatihan kepada para geologis untuk dipekerjakan di PT

INCO dan 12 mahasiswa dari Universitas Hasannudin telah

ikut serta dalam program magang di perusahaan PT INCO.

2) Penggalakan Kesehatan

PT INCO beranggapan bahwa pemberian pelayanan

kesehatan yang baik bisa menyentuh dan menjawab

kebutuhan dan hak manusia yang paling mendasar. Sama

halnya dengan anggapan tersebut, PT INCO juga peduli akan

kesehatan karyawan dan masyarakat pada umumnya dan

kami terbiasa meneruskan tradisi pemberian pelayanan

kesehatan yang berkualitas, bebas biaya dan terjangkau,

terutama kepada warga pribumi setempat.

PT INCO mengoperasikan rumah sakit dengan fasilitas

yang memadai di Sorowako dan mengelola klinik-klinik

kesehatan di Wowondula, Wasupoda dan Malili, termasuk

pusat pelayanan ibu dan anak di Tabarano. Kami ikut

membantu puskesmas-puskesmas di Towuti dan Sorowako

dengan cara menyumbang mobil-mobil ambulan, obat-

obatan dan sejumlah peralatan medis, dan memberikan

bantuan secara keuangan kepada para dokter, juru rawat,

dan karyawan-karyawan lain di puskesmas. Di area-area

434

terpencil kami ikut menggalakkan kualitas pelayanan

kesehatan yang tinggi dengan memberikan sejumlah insentif

kepada paramedis, dokter dan karyawan puskesmas. Kurang

lebih sebanyak 30.000 orang telah mendapatkan pelayanan

kesehatan dari puskesmas-puskesmas yang disponsori oleh

PT INCO.

3) Membantu Pengembangan Ekonomi Lokal

Selama tahun 2007 lalu, PT INCO terus melanjutkan

upayanya untuk meningkatkan pengembangan ekonomi

dengan menyediakan bus-bus sekolah, mengelola

pengumpulan sampah, membangun jembatan-jembatan,

memperbaiki dan membuat trotoar jalan untuk

meningkatkan akses ke area-area terpencil,

mendistribusikan air bersih, menyediakan penerangan jalan,

menyediakan generator untuk desa-desa yang kekurangan

pasokan listrik serta memperbaiki fasilitas-fasilitas drainase.

PT INCO juga memberikan program kerja untuk

pendirian koperasi disejumlah masyarakat tambahan,

termasuk koperasi lentera, koperasi mega lestari dan

koperasi nasa lestari. Koperasi-koperasi ini menyediakan

suatu mekanisme modal kerja untuk didistribusikan kepada

masyarakat setempat yang bekerja dalam bidang pertanian.

Program-progam pengembangan ekonomi yang

dibiayai oleh PT INCO termasuk memberikan pelatihan

435

kepada juru las dan menggalakan pengembangan ternak

berhama. Kami juga bekerja sama dengan koperasi karang

taruna setempat untuk menyediakan pupuk organik dan

spesies tanaman lokal untuk program pembibitan dan

rehabilitasi tembaga yang kami miliki.

Di samping itu pada tahun 2007, PT INCO sedang

bekerja sama dengan Pemda di Sorowako untuk menjaga

infrastruktur dan juga mempersiapkan anggaran pemerintah

pusat untuk mengembangkan rumah susun bersubsidi

dengan biaya rendah (anggaran pemerintah pusat sebesar

35 miliyar ruipah). Ini adalah program kerja sama untuk

periode tiga tahun antara anggaran pemerintah pusat,

propinsi dan daerah serta PT INCO dengan tujuan untuk

meningkatkan pemukiman masyarakat di desa Sorowoko.

4) Penggalakkan Pertanian dan Perikanan

PT INCO aktif dalam sejumlah program untuk

menggalakkan pertanian ulat sutera dan memacu ekonomi

pertanian lokal. Kami memberikan kepada para petani dan

nelayan berbagai macam alat, termasuk traktor tangan,

pupuk dan bibit padi. PT INCO membiayai sistem irigasi dan

memberikan pelatihan dalam berbagai ketrampilan seperti

pelatihan holtikultural.

5) Menumbuhkan Pemahaman Melalui Seni, Budaya dan

Kampaye Perdamaian

436

Kontribusi PT INCO kepada budaya lokal mencakup

kontribusi untuk program-program bagi generasi muda,

seperti kelompok-kelompok karang taruna.

PT INCO menyediakan berbagai alat musik,

mendukung pelestarian musik tradisional, dan membiayai

sejumlah festival musik. Kami membantu kelompok-

kelompok yang ada dalam masyarakat dengan acara budaya-

budaya lokal seperti Macceratasi dan membiayai sejumlah

acara budaya setiap tahunnya di Sorowako.

Dukungan PT INCO untuk kejuaraan renang di air

terbuka danau Matano menegakkan komitmen PT INCO

terhadap pelaksanaan program olah raga maupun program

lingkungan melalui pelestarian dana Matano dan sumber

daya alam lainnya. Sejak tahun 2004 PT INCO telah

mendanai kampaye perdamaian yang berkelanjutan dan

program resolusi konflik yang bernama FKUB (Forum

Komunikasi Umat Beragama). Program ini melibatkan

sejumlah tokoh masyarakat dan kelompok karang taruna di

wilayah-wilayah layanan PT INCO terutama Malili, Nuha,

Wasuponda dan Towuti.

6) Bantuan Tanggap Darurat

Disamping program-program kemasyarakatan yang

rutin diadakan, PT INCO telah memberikan bantuan dan

tenaga tanggap darurat. PT INCO telah memberikan bantuan

437

dan tenaga tanggap darurat pada tahun 2007. Upaya-upaya

utama yang dilakukan antara lain bantuan kepada para

korban banjir di Wulu Timur dan korban longsor di Morowali

di Sulawesi Tengah.

PT INCO menyediakan tim paramedis, personil

pertolongan, alat-alat berat untuk membuat jalan akses,

pasokan dan obat-obat peralatan medis, makanan, buku-

buku pelajaran dan 2500 seragam sekolah, dan sebuah

helikopter (kerjasama dengan SAR Indonesia). Diantara

korban bencana alam ada yang dirawat di rumah sakit PT

INCO.

Selain program-program di atas, selama tahun 2007 PT

INCO telah mengembangkan kerja sama dengan UNICEF, dan

Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Timur, dalam mendukung

program UNICEF yang bernama chiled-friendly schools and

creating lerning communites for children (CFS-CLCC). Tujuan

keseluruhan dari program ini adalah untuk menciptakan

lingkungan belajar mengajar yang aman, sehat dan kondusif

bagi seluruh anak sekolah.

Proyek ini khususnya bertujuan untuk meningkatkan

kualitas pendidikan disekolah dasar. Menciptakan praktek

manajemen yang terbuka efisien dan efektif serta pemanfaatan

sumberdaya, melibatkan para orang tua dan anggota

masyarakat dalam mendukung peningkatan sekolah dan

438

termasuk pengelolaan sumber keuangan. Pembuatan kebijakan

sekolah dan membuat serta menyebarkan model-model yang

berhasil yang berkelanjutan bagi sistem pendidikan dasar di

Indonesia untuk replikasi oleh pemerintah dan sejumlah mitra

pengembangan lainnya. Dengan pendanaan untuk memberikan

pengaruh kepada kebijakan pendidikan nasional, PT INCO

memberikan sumbangan sebesar kurang lebih $260.000 untuk

program ini selama tiga tahun.

PT INCO bekerja sama dengan Canadian Internasional

Development Agency (CIDA) untuk mengembangkan usaha kecil

melalui suatu program yang disebut pusat pengembangan

usaha atau Business Development Center (BDC).

PT INCO melihat bahwa masyarakat merupakan bagian

yang tidak terpisah dari PT INCO sebagai suatu perusahaan.

Melalui kerjasama antara masyarakat dengan PT INCO melalui

CSR, mencerminkan sifat yang menyatu dan senantiasa akan

menjadikan PT INCO semakin kuat karena keberhasilan adalah

milik bersama.

c. PT. Newmont Nusa Tenggara

Corporate Social Responsibility (CSR) bukan sebatas

wacana belaka bagi perusahaan multinasional sekelas PT.

Newmont Nusa Tenggara (PT.NNT). Setidaknya beragam

penghargaan baik dari pemerintah Indonesia, swasta maupun

dari luar negeri berhasil disandangnya karena keberhasilan

439

menjalankan program CSR di wilayah Tambang Batu Hijau

Sumbawa Barat.

Sudah ada beberapa dokumentasi dalam bentuk buku

yang diterbitkan oleh beberapa Instansi termasuk dari

Departemen Sosial yang menjadikan Project Batu Hijau sebagai

salah satu "Best Practise" penerapan CSR di Indonesia.

PT.NNT mengakui ada sedikit perbedaan antara satu jenis

industri dengan industri lainnya dalam menerapkan strategi CSR

nya, misalnya antara Unilever dengan PT.NNT. Diantara mereka

jelas menggunakan pendekatan berbeda karena jenis

industrinya juga berbeda. Untuk industri tambang sendiri

PT.NNT mengambarkan program yang dijalankan hampir mirip

antara satu sama lainya.

Dalam hal keberhasilan CSR yang telah dijalankan selama

ini oleh pihak PT.NNT mengakui perlu ada peningkatan baik dari

rencana program maupun dari kapasitas orang-orang yang ada

di dalamnya. Kami mengikuti acara konferensi ini bertujuan

untuk belajar tentang praktek-praktek CSR yang baik dari

perusahaan lain. Sehingga nantinya bisa diterapkan di PT.NNT

beserta seluruh stafnya.

Untuk program CSR yang telah dijalankan, ada tiga aspek

utama yang selama ini dijalankan oleh PT.NNT, yaitu :

Pertama, hubungan perusahaan dengan karyawannya

dalam hal ini termasuk perlakuan keselamatan kerja. Kedua,

440

pengelolaan lingkungan, dan ketiga, adalah hubungan dengan

masyarakat. Dalam hubungan dengan masyarakat PT.NNT

mencanangkan konsep bertetangga yang baik, sehingga

hubungan yang terjadi bukan saja sebatas hubungan formalitas

antara perusahaan dengan masyarakat, namun lebih mendalam

keberadaan karyawan diarahkan menjadi bagian dari

masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini perusahaan menganjurkan

agar karyawan berbaur dengan masyarakat setempat.

2. Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Swasta

Nasional

a. Perusahaan Bakrie & Brothers 800

“Setiap rupiah yang dihasilkan Bakrie harus dapat

bermanfaat untuk banyak orang ”.

Inilah seuntai kalimat filosofis Alm H.Achmad Bakrie

dan pendiri pertama perusahaan sejak 66 tahun yang silam.

Ungkapan ini pula yang mengilhami manajemen dan menjadi

landasan filosofis kepedulian sosial perusahaan yang saat ini

dikenal dengan program CSR.

Nilai-nilai perusahaan yang terpusat pada uang dan

materi diakui kerap menyebabkan ketidakseimbangan terhadap

lingkungan. Peran perusahaan kini mengalami pergeseran. Tidak

sekedar melakukan eksploitasi tanpa perawatan dengan hanya

mengutamakan kepentingan shareholder pemegang saham,

800 Annual Report 2007, PT Bakrie & Brothers Tbk

441

namun juga kepentingan stakeholder. Nilai-nilai perusahaan

yang sebelumnya terpusat pada perolehan keuntungan (profit),

kini beralih kepada kehidupan (planet and people) yang

bermakna luas.

Bagi Bakrie & Brothers, CSR bukan hanya merupakan

aksesoris, pelengkap atau sekedar kepatuhan, namun lebih jauh

dari itu harus menjadi komitmen dalam bisnis yang dijalankan.

Dengan kata lain, dalam Bakrie & Brothers CSR telah

dikaitkan dalam strategi bisnis perseroan. Sehingga setiap

rupiah yang timbul dalam pelaksanaan CSR bukan lagi dianggap

sebagai suatu external cost dari entitas operasi perseroan.

Tetapi telah menjadi komitmen usaha bagi perseroan dalam

tujuannya menciptakan suatu iklim usaha yang aman dan sehat,

serta saling menguntungkan antara pihak terkait di dalam

aktifitas pembangunan.

Menurut Bakrie & Brothers, ruang lingkup CSR dapat

dirangkum ke dalam empat katagori yaitu piramida CSR yang

meliputi: (1) tanggung jawab sebagai Warga Negara yang baik;

(2) tanggung jawab etis; (3) tanggung jawab dalam menjunjung

hukum dan ; (4) tanggung jawab terhadap nilai ekonomi.

Dalam pelaksanaan program CSR, prinsip yang

dipegang kukuh perusahaan adalah adanya keseimbangan

antara profit sebagai orientasi dunia usaha dengan

kesejahteraan manusia dan lingkungannya. Untuk itu prinsip the

442

Triple Bottom Line atau “tiga P” yaittu People, Planet, Profit

harus menjadi koridor dalam kegiatan usaha di perseroan.

Berikut ini adalah gambaran Implementasi CSR di

Bakrie & Brothers, yang disebut dengan jargon “Bakrie Untuk

Negeri.”

443

Bagan : 7

444

Sebagai bagian dari kelompok usaha yaitu Bakrie Group,

perseroan menyadari besarnya potensi pelaksanaan program

CSR. Dengan demikian, perseroan memandang perlu adanya

keterlibatan dan kerjasama dengan pihak terkait, antara lain

melalui forum CSR-Comdev Bakrie. Perseroan, melalui Yayasan

Bina Mitra Bakrie bertindak sebagai sekretariat dan fasilitator bagi

forum CSR Bakrie.

Forum ini merupakan wadah yang mengkoordinasi

pelaksanaan program CSR di Bakrie Group, sehingga dapat

diperoleh sinergi dan arah yang jelas atas program CSR

perseroan. Dalam forum CSR Bakrie ini, setiap unit usaha dapat

berbagai pengalaman dalam melakukan program CSR di unit

usaha masing-masing.

Pada tanggal 17 Agustus 2007 telah diresmikan “Bakrie

untuk Negeri” sebagai brand name untuk kegiatan sosial keluarga

besar Bakrie yang terdiri dari dua pilar, yaitu keluarga dan

perusahaan.

Sejak itu, perseroan telah menggunakan nama “Bakrie

untuk Negeri” dalam kegiatan CSR. Bakrie untuk Negeri sendiri

merupakan wadah untuk seluruh aktivitas sosial keluarga besar

Bakrie termasuk koperasi dalam kelompok usaha Bakrie.

445

Mengenai anggaran dan realisasi program CSR, pada tahun

2007 perseroan telah mengeluarkan dana untuk program CSR

lebih kurang sebesar Rp. 4,8 miliar dengan protofolio pada empat

bidang utama yaitu:

1) Ekonomi

2) Sosial (pendidikan, kesehatan dan sosial keagamaan)

3) Lingkungan

4) Keadaan darurat/bencana alam

Implementasi program CSR perseroan dilaksanakan

melalui pendekatan pengembangan berbasis masyarakat sekitar,

dengan menggunakan sumber daya setempat secara

berkelanjutan dan sejalan dengan program pembangunan

pemerintah setempat untuk mencapai hal ini, penyusunan

program dilaksanakan melalui tahapan identifikasi masalah,

analisa kebutuhan sosial, pemetaan sumber daya yang ada,

partisipasi masyarakat sekitar dan berkoordinasi dengan program

pembangunan daerah. Melalui pendekatan ini diharapkan potensi

sumber daya masyarakat dapat dimanfaatkan secara optimal dan

berdampak pada peningkatan kemandirian dan kepercayaan

masyarakat atas potensinya dalam mencapai kemajuan dan

kemakmuran bersama.

446

Adapun penjelasan masing-masing bidang sebagai

berikut:

1) Bidang Ekonomi

a) Pendampingan usaha kecil menengah

Komitmen perusahaan untuk berperan aktif didalam

membantu pengembangan usaha kecil dan menengah

(UKM) di Indonesia terus-menerus dilakukan oleh

perseroan. Melalui Yayasan Bina Mitra Bakrie (YBMB) yang

didirikan sejak 1996, setelah difasilitasi program kemitraan

antara unit usaha bakrie yang berada di perseroan dengan

mitra usahanya baik dari kelompok pemasok (barang dan

jasa plasma) kontraktor ataupun distributor.

Selain pembinaan terhadap UKM terkait dengan unit

usaha Bakrie, YBMB juga melakukan pembinaan pada

kelompok UKM lainnya. Dalam aktivitasnya YBMB

melaksanakan pendampingan UKM melalui pelatihan dan

konsultasi dengan bidang manajemen, teknologi,

pemasaran, dan informasi.

Suatu kegiatan rutin yang dilakukan YBMB terhadap

mitra binaannya adalah menyelenggarakan forum UKM

sebagai media komunikasi dan berbagai informasi antar

UKM. Kegiatan lainnya adalah usaha dalam memfasilitasi

447

kegiatan pemasaran UKM dengan melaksanakan bisnis

matching dengan menghadirkan investor dan atau pembeli

asing dan domestik. Kegiatan lain dalam bidang

pemasaran adalah mengikutsertakan mitra binaan ke

dalam kegiatan-kegiatan pameran inacrafet yang

diselenggarakan setiap tahun, pameran produk budaya

Indonesia, pecinta lingkungan Indonesia dan lain-lain.

b) Pendirian Induk Koperasi Bakrie dan Optimalisasi Koperasi

Karyawan Perseroan

Pada bulan Agustus 2007, melalui YBMB telah

berhasil mendirikan Induk Koperasi Bakrie (INKOPBA)

yang beranggotakan koperasi-koperasi karyawan di setiap

unit usaha yang tergabung dalam Bakrie Group. Tujuan

pendirian INKOPBA ini adalah untuk mengoptimalkan

peran KOPKAR dalam pengembangan keuangan mikro

termasuk menunjang pembangunan kegiatan ekonomi

masyarakat di sekitar perseroan.

c) Pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar

Sejalan dengan filosofi dan sasaran jangka panjang

pelaksanaan program CSR yaitu tercapainya kemandirian

dan kesejahteraan masyarakat sekitar, maka program CSR

sudah mulai diarahkan untuk pemberdayaan ekonomi

448

masyarakat sekitar. pengembangan ekonomi lokal ini

dimaksudkan untuk memperkuat struktur perekonomian

masyarakat di sekitar perseroan melalui pemberdayaan

unit-unit usaha di masyarakat. Prioritas program adalah

pengembangan unit usaha masyarakat yang dapat

disenergiskan dengan perseroan baik dalam bentuk

hubungan pemasokan/ vendor ataupun pengolahan limbah

untuk diolah masyarakat.

2) Bidang Sosial

a) Program pendidikan

Di luar ketahanan secara ekonomi, program di

bidang sosial, yang salah satunya pada sektor pendidikan,

memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

hidup masyarakat sekitar. Berangkat dari pemahaman ini,

maka di beberapa anak perusahaan perkebunan perseroan

telah dibentuk yayasan pendidikan yang akan mengelola

pendidikan dan penyaluran beasiswa bagi anak yang

kurang mampu dan berprestasi. Saat ini yayasan

pendidikan tersebut selain telah memiliki sarana sekolah

dasar dan taman kanak-kanak, juga sudah mulai

menyelenggarakan pendidikan tingkat sekolah menengah

pertama (SMP) di beberapa lokasi. Selain itu perseroan

449

telah memberikan beasiswa kepada siswa tingkat SMU

sebagai perwakilan daerah di dekat perkebunan perseroan

melalui kerjasama dengan IPB.

b) Program Kesehatan Masyarakat.

Seperti halnya program pendidikan, maka program

kesehatan merupakan salah satu indikator dari kualitas

hidup masyarakat. Program ini dilaksanakan dengan

berbagai macam jenis kegiatan, terutama diarahkan pada

pembinaan kesehatan, peningkatan sanitasi lingkungan,

donor darah, pengobatan gratis dan pengembangan

fasilitas kesehatan.

Pada unit usaha perkebunan di kisaran, program ini

dipusatkan di rumah sakit milik perseroan dalam bentuk

penyuluhan kesehatan, subsidi biaya kesehatan, posyandu,

imunisasi, pemeriksaan ibu hamil dan pelaksanaan KB.

Perseroan juga secara proaktif memberikan bantuan dalam

peningkatan kualitas lingkungan hidup dan pemberantasan

nyamuk demam berdarah. Sementara itu pada unit usaha

perseroan di Bekasi, program pembinaan kesehatan

masyarakat juga dilakukan melalui bantuan-bantuan

seperti penyediaan jet pump/penyediaan air bersih, tempat

450

pembuangan sampah sementara, penyuluhan pola hidup

sehat dan program peduli lingkungan hidup.

c) Program sosial kemasyarakatan

Program ini ditunjukkan untuk secara langsung

membina komunitas yang baik dengan masyarakat melalui

berbagai program. Secara proaktif perseroan telah

memfasilitasi program rehabilitasi fasilitas sosial ekonomi

dan keagamaan, seperti bantuan pembangunan pasar,

masjid dan mushola. Selain itu perseroan juga secara

proaktif mendukung kegiatan keagamaan seperti

peringatan hari-hari besar keagamaan, program buka

puasa bersama, pembagian zakat dan pembagian hewan

kurban pada hari raya Idul Adha.

d) Bantuan sarana olahraga dan kesenian

Dalam rangka pembangunan kesehatan jasmani

karyawan dan masyarakat sekitar, perseroan membantu

penyediaan sarana olahraga, diantaranya adalah lapangan

sepak bola, lapangan tenis, serta pembinaan kegiatan,

seperti pertandingan persahabatan (sepak bola, tenis

lapangan) dengan masyarakat sekitar dan pemberian

sponsor untuk berbagai kegiatan seni dan olah raga.

451

3) Bidang Lingkungan

Perseroan memahami bahwa pembangunan yang

berkelanjutan merupakan suatu keniscayaan dalam menjamin

kehidupan yang lebih baik untuk generasi mendatang. Dengan

landasan pemikiran ini, pembangunan yang berwawasan

lingkungan senantiasa menjadi perhatian untuk setiap unit

usaha dalam perseroan. Salah satu bentuk perhatian

perseroan adalah dengan menerapkan sertifikasi ISO 14000.

Unit usaha di perkebunan selain telah mendapatkan peringkat

proper biru di tingkat propinsi juga aktif dalam meng-

embangkan hutan konservasi divisi 03 Estate Air Balam, yang

diberi nama hutan konversi H Achmad Bakrie seluas 15,4 Ha.

Pembangunan lingkungan juga dikaitkan dengan

pembangunan infrastruktur di daerah sekitar perseroan yang

meliputi peningkatan sarana jalan yang merupakan kebutuhan

penting dan mampu memberikan manfaat ganda, baik secara

ekonomi maupun secara sosial. Secara ekonomi akses jalan

merupakan sarana bagi kemudahan pemenuhan kebutuhan

masyarakat. Dalam hal ini unit usaha perseroan yang berada

di wilayah Bekasi berperan aktif sebagai koordinator program

perbaikan jalan dan perbaikan jembatan yang dibiayai oleh

kontribusi bersama degan perusahaan zona industri di Bekasi.

452

4) Bentuk Darurat Untuk Korban Bencana Alam

Kepedulian dan komitmen kemitraan perseroan juga

ditunjukkan dalam bentuk partisipasi aktif penanganan korban

bencana alam, khususnya bencana banjir dan tanah longsor,

yang dilaksanakan bersama dengan perusahaan kelompok

usaha Bakrie lainnya melalui program Bakrie untuk negeri dan

ANTV peduli.

Selama tahun 2007 perseroan telah membantu

program banjir di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain

itu bantuan insidentil tetap dilakukan seperti pembagian

sembako, obat-obatan, tenda penampungan, dan tenaga

sukarela dari karyawan perseroan yang langsung terjun ke

tempat lokasi bencana.

5) Aliansi Strategis

Sejalan dengan visinya, salah satu kegiatan CSR

perseroan adalah berpartisipasi aktif dalam gerakan CSR

nasional. Melalui Yayasan Bina Mitra Bakrie (YBMB) perseroan

terlibat aktif dalam upaya memajukan gerakan CSR nasional.

YBMB secara aktif membina kerja sama sinergis

dengan berbagai pihak yang terkait dengan implementasi CSR,

seperti CFDC. Departemen Sosial, Departemen Kehutanan,

453

Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Pemda DKI

dan Indonesia Business Links (IBL).

Selain ini kerjasama sinergi juga dilakukan dengan

institusi perguruan tinggi seperti Universitas Djuanda (UNIDA)

Bogor untuk pelaksanaan dalam hal pembinaan UKM dalam hal

kemitraan usaha, penelitian dan pengembangan PTEK untuk

UKM, Bakrie School of Manajemen (BSM), IPB, UIN,

Universitas Trisakti, Universitas Pancasila dan lain-lain.

6) Media Mitra Bakrie

Implementasi CSR tidak dapat dipisahkan dengan

kegiatan komunikasi, khususnya dengan masyarakat sekitar.

Untuk itu YBMB telah menerbitkan Media Mitra Bakrie (MMB)

yang terbit setiap dua bulan sekali. MMB ini memuat informasi

kegiatan CSR perseroan dan telah didistribusikan ke seluruh

kelompok usaha Bakrie.

Selain itu Media Mitra Bakrie juga didistribusikan

kepada masyarakat dan instansi atau lembaga terkait, seperti

lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, perbankan,

KADIN, HIPPI, PNM, BEI, YDBA-Astra, PKPI, Pemda dan lain-

lain.

454

b. Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT Medco

Energi International Tbk. 112

PT Medco Energy International Tbk (Selanjutnya ditulis

Medco) , yang didirikan pada tahun 1980, telah menegaskan visi

dan misinya dalam paradigma keberlanjutan.

Untuk itu Medco menetapkan empat tujuan utama

perusahaan yaitu: (1) Tanggung jawab ekonomi, adalah tanggung

jawab sebagai perusahaan untuk menciptakan nilai bagi pemegang

sahamnya,meningkatkan kesejahteraan karyawan dan memberi

kontribusi pada komunitas sekitarnya; (2) Tanggung jawab hukum

yang berupa kepatuhan terhadap semua peraturan perundang-

undangan yang terkait dengan aktivitasnya; (3) Tanggung jawab

etika yaitu menjaga interaksi baik dalam lingkup internal maupun

eksternal berdasarkan perilaku yang baik berdasarkan corporate

governance; dan (4) Tanggung jawab sosial, yaitu bisnis tidak

semata mencari keuntungan tetapi juga memberi nilai tambah

bagi masyarakat dan lingkungan. Perusahaan harus secara

sukarela memberikan sumbangsih terhadap kemajuan dan

kesejahteraan masyarakat.

112 Medco Energi CSR Profile, 2007

455

Medco mempunyai Program CSR yang bertujuan untuk:

1. Mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran dengan

memberdayakan usaha kecil;

2. Menyediakan akses untuk meningkatkan kualitas pendidikan

dan kehidupan spiritual; dan

3. Membantu perbaikan infrastruktur yang menunjang

peningkatan kualitas pendidikan dan kehidupan spiritual.

Adapun program CSR tersebut dilaksanakan dalam

bidang–bidang:

1. Program-program bantuan pendidikan dalam bentuk

pemberian beasiswa bagi siswa pendidikan dasar dan

menengah;

2. Pemberdayaan masyarakat yang meliput pemberian

pendanaan untuk membantu usaha masyarakat dan UKM

yang disebut program Micro Financing Services (MFS). MFS

adalah bentuk dana bergulir bagi usaha usaha berskala mikro.

Program ini di ilhami oleh Grameen Bank di Bangladesh. Pola

operasionalnya dengan cara bagi hasil;

3. Kehidupan Spiritual: Menanamkan nilai-nilai kebajikan

universal.

456

MedcoEnergi meyakini bahwa dengan menjalani kehidupan

spiritual secara baik akan berdampak pada pembentukan

kualitas karakter manusia yang positif, yang pada gilirannya

akan dapat berperan pada perkembangan kehidupan sosial

masyarakat yang lebih baik. Dukungan MedcoEnergi bagi

pengembangan kehidupan spiritual terutama diwujudkan

melalui donasi bagi pembangunan atau renovasi sarana

beribadah bagi masyarakat di lokasi operasional Perseroan

serta kegiatan sponsor dalam berbagai acara atau perayaan

hari besar keagamaan.

4. Bantuan Kemanusiaan merupakan salah satu fokus perhatian

Perseroan dalam mewujudkan aspek tanggung jawab sosial

perusahaan, melalui uluran tangan untuk membantu

meringankan penderitaan sesama yang sedang dilanda

musibah atau kesulitan. Khususnya setelah dalam beberapa

tahun terakhir ini dimana Indonesia mengalami serangkaian

bencana alam dengan skala besar seperti tsunami di Aceh,

gempa bumi di Yogyakarta, tsunami di Pangandaran, dan

bencana banjir yang melanda di banyak bagian Indonesia.

Program ini bertujuan untuk memberikan bantuan bagi

korban dalam waktu singkat.

457

5. Budaya dan Seni, yaitu MedcoEnergi aktif memberikan

dukungan kepada berbagai aktivitas kebudayaan dan seni

sebagai salah satu cara untuk membangkitkan minat dan

apresiasi masyarakat terhadap kehidupan. Perseroan percaya

bahwa aktivitas kesenian dapat memperkaya batiniah

manusia. Dukungan Perseroan di bidang kesenian umumnya

dilakukan dengan menyediakan dukungan pendanaan bagi

penyelenggaraan acara-acara seni tradisional dan modern

baik yang bersifat kompetisi maupun pertunjukan. Beberapa

acara yang dibantu MedcoEnergi antara lain Pentas Seni

Kemerdekan RI ke-60 pada tahun 2005. MedcoEnergi

merupakan salah satu sponsor dalam pergelaran musik

tahunan Java Jazz pada tahun 2006 dan 2007.

6. Keseimbangan raga dan jiwa melalui olah raga. Medco pada

tahun 2005, Perseroan membantu Persatuan Bulutangkis

Indonesia (PBSI) dengan memberikan dana sebesar Rp 1

miliar untuk Program Indonesia Bangkit. Perseroan bekerja

sama dengan BPMigas turut bagian dalam pembangunan

stadion Palembang, Sumatera Selatan, senilai Rp 9,5 miliar

untuk digunakan pada Pekan Olahraga (PON) in 2004.

Nasional (PON) ke-6 pada tahun 2004.

458

Pada tahun 2006 MedcoEnergi telah mengeluakan dana untuk

CSR sebesar Rp. 11 milyar dan tahun 2007 sebesar Rp. 14, 6

milyar.113

Bagan : 8

3. Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan oleh Badan

Usaha Milik Negara

a. PT Tambang Batu Bara Bukit Asam (Persero) Tbk114

Sebagai perusahaan tambang yang keberadaannya menjadi

tumpuan penggerak ekonomi di daerah, perseroan selalu menjaga

sikap sebagai warga komunitas yang baik (Good Corporate Citizen).

Dengan pemahaman ini, PT Tambang Batu Bara Bukit Asam

(Persero) Tbk. (PT. Bukit Asam) berperan aktif dalam upaya

113 Annual Report 2007, PT Medco Energi International Tbk 114 Annual Report 2007, PT Tambang Batu Bara Bukit Asam (Persero) Tbk

459

memberdayakan ekonomi, sosial dan lingkungan, terutama

diwilayah sekitar operasi PT. Bukit Asam. Oleh karena itu, PT. Bukit

Asam menempatkan tanggung jawab sosial (CSR) sebagai sistem

yang inheren dalam operasi PT. Bukit Asam.

Pada saat yang sama pemerintah juga menegaskan

pentingnya komitmen perusahaan dalam mewujudkan tanggung

jawab sosial dengan mencantumkan kewajiban bagi perusahaan

yang melaksanakan kegiatan usahanya di bidang atau berkaitan

dengan sumber daya alam dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas. Terbitnya peraturan tersebut

semakin menguatkan komitmen PT. Bukit Asam untuk

melaksanakan CSR dengan lebih baik lagi.

Dengan menerapkan program CSR, PT. Bukit Asam tidak

hanya mengejar keuntungan tetapi juga berperan serta dalam

pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas

kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan

sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.

Program-program CSR yang dikembangkan perseroan juga

telah terbukti maupun mencegah timbulnya ketegangan atau

konflik dengan komunitas dan masyarakat luas yang

mempengaruhi operasi PT. Bukit Asam.

460

Program CSR oleh PT Bukit Asam dilaksanakan secara

sistematis dan terencana dengan baik. Untuk itu PT. Bukit Asam

telah menyusun “Pedoman CSR PT Bukit Asam” yang mencakup

enam kriteria keberhasilan implementasi CSR yaitu:

1) Ekonomi;

2) Lingkungan;

3) Hak Asasi Manusia;

4) Praktek-praktek ketenagakerjaan;

5) Tanggung jawab produksi; dan

6) Kemasyarakatan.

Keenam kriteria tersebut sesuai dengan standar

internasional Global Reporting Initiative” (GRI).

Sepanjang tahun 2007 program CSR PT Bukit Asam

dilaksanakan melalui program kemitraan dan Bina Lingkungan,

Bina Wilayah, pengelolaan dan pemantauan lingkungan, serta

program-program yang berhubungan dengan pemenuhan hak-hak

pegawai. Uraian masing-masing program tersebut adalah:

1) Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan (PKBL)

Perseroan menjalankan PKBL program kemitraan dan

berpedoman kepada peraturan Menteri Negara BUMN RI No.

PER-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007. PT Bukit Asam

461

mengintegrasikan PKBL ini dalam program CSR yang

dilaksanakan sepanjang tahun 2007.

Secara umum pelaksanaan PKBL pada tahun 2007 telah

berjalan dengan baik dan sesuai dengan ketentuan yang

digariskan pemerintah. Pada tahun 2007 PT. Bukit Asam

menyalurkan dana sebasar Rp. 16,7 miliyar, turun 4% dari

realisasi tahun 2006. Dana tersebut disalurkan sebesar Rp.13,3

milyar untuk Program Kemitraan dan Rp. 3,4 milyar untuk

Program Bina Lingkungan.

a) Program Kemitraan

Pada tahun 2007, PT. Bukit Asam berhasil

merealisasikan penyaluran dana Kemitraan sebesar Rp.

13,3 milyar atau naik 5% dibandingkan tahun 2006 maupun

dari target yang direncanakan pada awal tahun. Dana

tersebut disalurkan kepada 607 unit usaha kecil dan

koperasi yang tersebar di delapan propinsi dalam bentuk

pinjaman lunak dan dana pembinaan.

Sumber dana Program Kemitraan berasal dari sisa dana

tahun lalu sebesar Rp.850 juta, alokasi dari laba PT. Bukit

Asam sebesar Rp. 4,9 milyar, penerimaan angsuran pokok

pinjaman dan jasa administrasi sebesar Rp. 8,8 milyar serta

462

penerimaan jasa giro dan bunga deposito sebesar Rp. 100

juta.

b) Program Bina Lingkungan

Hingga Desember 2007, PT. Bukit Asam telah

menyalurkan dana untuk berbagai Program Bina Lingkungan

sebesar Rp. 3,4 milyar atau 70 persen dari pembagian jasa

PT. Bukit Asam tahun 2006 yang mencapai Rp. 4,9 milyar.

Sisanya sebesar 30 % dicadangkan untuk Program Bina

Lingkungan “BUMN Peduli” yang diatur dalam Peraturan

Menteri Negara BUMN RI tersebut di atas. Selama tahun

2007 Program Bina Lingkungan “BUMN Peduli” tidak

terealisasi.

Dalam menyusun program CSR PT. Bukit Asam

mengacu kepada peraturan pemerintah yang difokuskan

pada bantuan kepada korban bencana alam, pendidikan dan

pelatihan masyarakat, peningkatan kesehatan masyarakat,

pengembangan dan peningkatan sarana publik, termasuk

tempat ibadah, serta pelestarian alam.

Selain mengacu kepada peraturan, perseroan aktif

melakukan komunikasi dengan tokoh masyarakat dan

aparat pemerintah di sekitar wilayah operasi PT. Bukit Asam

untuk mengembangkan program-program tersebut.

463

c) Program Bina Wilayah

Selain sejumlah program dalam PKBL, PT Bukit Asam

juga menjalankan Program Bina Wilayah yang merupakan

inisiatif PT. Bukit Asam dalam rangka menguatkan interaksi

dengan pemangku kepentingan di sekitar wilayah operasi

PT. Bukit Asam.

Program ini telah menyalurkan dana sebesar Rp. 9,4

milyar yang berasal dari biaya yang telah dianggarkan PT.

Bukit Asam pada tahun berjalan.

Adapun yang tercakup dalam program ini antara lain

adalah pembangunan fasilitas umum dan prasarana umum

lainnya seperti jalan, jembatan dan rehabilitasi sungai.

Secara khusus pada tahun 2007, PT. Bukit Asam

mengalokasikan dana untuk penyelesaian lapangan sepak

bola di Tanjung Enim, bantuan pembangunan gelanggang

olah raga dan taman di Muara Enim serta pembangunan

pasar di Tanjung Enim. Dalam melaksanakan program ini

Perseroan berkoordinasi dengan Pemda dimana operasi

perusahaan berada.

d) Tanggung Jawab terhadap Lingkungan

Isu yang berkembang terhadap industri tambang batu

bara adalah isu tambang ramah lingkungan (green

464

mining). Saat ini isu sudah menjadi wacana global

mengingat kesadaran akan perubahan iklim semakin

menguat di Indonesia, semenjak selesainya Konvensi PBB

tentang perubahan iklim (UNFCCC) yang diadakan di Bali

akhir tahun 2007 lalu. Diharapkan dengan penerapan

tambang ramah lingkungan, keberadaan dan perubahan

sektor tambang batu bara di dalam negeri akan terus

berlanjut.

Komitmen dan tanggung jawab untuk menjadi Good

Corporate Citizen diwujudkan dengan menerapkan ISO

14001;2004 tentang Pengelolaan Lingkungan.

Penerapan standar ini bertujuan meningkatkan

efektivitas kegiatan pengelolaan lingkungan, yang

mencakup sistem manajemen lingkungan, audit

lingkungan, evaluasi kinerja lingkungan dan kajian daur

hidup produk.

Pengelolaan lingkungan yang dilakukan mencakup

pemantauan air limbah, pengendalian air asam tambang,

penanganan dan pemantauan serta keanekaragaman

hayati. Dalam menjaga keanekaragaman hayati, perseroan

telah mengintegrasikan berbagai aktivitas ke dalam operasi

pertambangan, yang meliputi penanganan tanah puncak,

465

penanganan erosi dan revegetasi, pemantauan tanaman,

pemantauan kualitas biota aquatic, dan pemantauan satwa

liar.

2) Pemenuhan Hak-hak Pegawai

a) Kesejahteraan

PT. Bukit Asam mengembangkan sistem remunerasi

pegawai yang layak dan kompetitif. Secara berkala dan

berkelanjutan dilakukan pengkajian terhadap standar gaji

dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan

industri batu bara nasional yang menjadi salah satu dasar

perimbangan penetapan gaji pegawai.

b) Dana Pensiun dan Jaminan Hari Tua

PT. Bukit Asam mengapresiasi dedikasi para

pegawainya yang turut berperan dalam memajukan

perusahaan. Bentuk apresiasi tersebut adalah dengan

diperhatikannya jaminan hari tua bagi para pegawainya

yang sudah purna tugas. Oleh karena itu sejak tahun 1993,

perseroan telah membentuk “Jaminan Hari Tua” (JHT).

Pengelolaan program ini adalah PT. Asuransi Jiwasraya

(Persero). Saat ini perusahaan sedang memperoleh

peningkatan jumlah akhir yang diterima pegawai pada saat

pensiun sehingga jumlah tersebut tidak berselisih terlalu

466

banyak dengan jumlah gaji (take home pay) yang diterima

pegawai pada saat masih bekerja.

Sejak tahun 2002 PT. Bukit Asam membentuk dana

pensiun PT. Bukit Asam dengan persetujuan Menteri

Keuangan RI. Program dana pensiun ini berupa program

pensiun manfaat pasti. Aktiva dana pensiun PT. Bukit Asam

terdiri dari deposito berjangka, surat berharga dan

investasi jangka panjang lainnya seperti ruang sewa dan

pompa bersih.

Pada tahun 2003 PT. Bukit Asam dan anak

perusahaan memulai program pensiun “Tabungan Hari

Tua” bekerja sama dengan Asuransi Jiwa Bersama

Bumiputera 1912. Program ini meliputi seluruh karyawan

PT. Bukit Asam dan anak perusahaan berdasarkan masa

kerja dan tingkat pendapatan.

c) Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Komitmen terhadap kesehatan dan keselamatan kerja

semakin dilakukan dengan dirumuskannya visi bagaimana

menjadi penambang profesional dengan melakukan

kegiatan operasi penambangan sesuai dengan praktek

penambangan yang baik (good mining practice) menuju

467

proses yang bebas kecelakaan, bebas pengaduan

(complain) dan efisien pada tahun 2007.

Visi tersebut diterjemahkan ke dalam misi yaitu

mengutamakan keselamatan kerja, orientasi pada

produktivitas, menambang secara efektif dan efisien serta

mengedepankan aspek lingkungan. Satuan kerja

operasional pertambangan mempunyai tugas utama untuk

mengorganisasikan dan mengendalikan kegiatan

penambangan meliputi operasional, pengelolaan,

pengawasan kontraktor dan administrasi.

Sebagai tindak lanjut dari visi tersebut PT. Bukit Asam

telah melakukan sertifikasi tenaga kerja khusus tambang

dan peningkatan implementasi keamanan dan keselamatan

kerja (K3) secara perorangan untuk 370 orang.

PT. Bukit Asam juga meningkatkan implementasinya

penuh sistem manajemen K3 (SMK3) dan inspeksi K3 di 22

lokasi kerja dengan 254 temuan dan 389 pelanggaran.

Implementasi serta pengawasan syarat kerja dan kondisi

lingkungan kerja diperlukan untuk mempertahankan

sertifikasi SMK3. PT. Bukit Asam memperoleh serifikasi

SMK3 dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI

pada tanggal 30 November 2007.

468

Salah satu pengakuan atas komitmen PT. Bukit Asam

dalam keselamatan dan kesehatan kerja adalah Anugerah

Business Review 2007 untuk katagori Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja, mutu dan lingkungan,

serta Program Kepedulian Sosial dari Majalah Business

Review.

d) Rumah sakit

Rumah sakit PTBA didirikan dengan visi untuk

melayani karyawan dan keluarganya dan keluarganya

dalam bidang kesehatan. Dalam perjalanannya, RS PTBA

juga menjadi pilihan masyarakat sekitar untuk mendapat

pelayanan kesehatan. Kondisi ini dapat dilihat dari data

tahun 2007 dimana sekitar 80 persen pasien rawat inap

berasal dari masyarakat sekitar.

Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan tersebut,

perseroan juga mendedikasikan dana setiap tahun. Secara

umum, karyawan dan keluarganya dibebaskan dari biaya

perawatan, sementara untuk masyarakat, persero

mensubsidi sekitar 40 % dari biaya pelayanan kesehatan

yang dinikmati masyarakat.

RS PTBA telah dilengkapi dengan spesialisasi di bidang

penyakit dalam, bedah, anak dan mata. Dokter umum

469

yang melayani rumah sakit ini berjumlah 8 orang dokter

purnawaktu serta tersedia poliklinik gigi dengan dua orang

dokter gigi purnawaktu.

Pada tahun 2007 RS PTBA telah memenuhi akreditasi

untuk bidang-bidang pelayanan dasar yang meliputi UGD,

pelayanan medis, keperawatan, administrasi dan

manajemen serta rekam medis. Akreditasi dilakukan oleh

Komite Akreditasi Rumah Sakit Pusat. Pada tahun 2008 RS

PTBA menyiapkan diri untuk memenuhi akreditasi dalam 12

layanan dasar.

Selain itu, bersama dengan satuan kerja PKBL

melakukan pengobatan gratis untuk masyarakat di Ring I

dan Ring II sekitar wilayah operasi PT. Bukit Asam.

RS PTBA juga mendukung kegiatan-kegiatan sosial

perseroan yang berhubungan dengan kesehatan seperti

khitanan massal atau pengobatan gratis dalam rangka

ulang tahun PT. Bukit Asam dan perayaan hari besar

keagamaan.

e) Serikat pekerja

Pegawai PT. Bukit Asam telah membentuk Serikat Pekerja

(SP) di lingkungan perusahaan yang keberadaannya

dijamin Undang-Undang. PT. Bukit Asam sangat

470

menghormati hak pegawai dengan menghormat

keberadaan SP sebagai mitra kerja. Sehingga PT. Bukit

Asam terus menjalin komunikasi yang baik dengan SP.

f) Laporan Keberlanjutan

Dalam mewujudkan CSR PT. Bukit Asam menerbitkan

Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) yang

merupakan bagian tak terpisahkan dari Annual Report PT.

Bukit Asam. Maksud dari Sustainability Report tersebut

adalah untuk membangun komitmen dengan para

stakeholder.

b. PT.TELKOM (Persero) Tbk

Sebagai bagian dari masyarakat, PT. TELKOM (Persero) Tbk

(PT.TELKOM) memiliki komitmen untuk mendukung pengembangan

kualitas hidup masyarakat secara berkelanjutan sebagai bagian

dari strategi bisnis PT. TELKOM.

Kebijakan CSR PT.TELKOM diintegrasikan dalam suatu

keputusan direksi yang menjadi dasar bagi pengelolaan CSR PT.

TELKOM sehingga pelaksanaannya sejalan dengan visi dan misi

perusahaan, serta sesuai dengan ketentuan perundangan dan

norma yang berlaku di dalam masyarakat.

Strategi dan kebijakan pengelolaan CSR PT.TELKOM jangka

panjang ditetapkan dalam Corporate Strategic Scenario (CSS) yang

471

selanjutnya dituangkan menjadi rencana tahunan dalam Rencana

Kerja dan Anggaran (RKA) serta ditetapkan kontrak manajemen

pada tingkat kantor perusahaan, unit bisnis, anak perusahaan dan

afiliasi.

Dalam pelaksanaannya CSR PT.TELKOM ditopang dengan

tujuan pilar kegiatan. Selain dilakukan secara mandiri, PT.TELKOM

juga melakukan sinergi melalui PT.TELKOM group, lembaga atau

perusahaan lainnya. Mengikutsertakan partisipasi seluruh karyawan

dan keluarganya, membentuk satuan tugas serta melibatkan peran

dari seluruh lapisan masyarakat, termasuk lembaga swadaya

masyarakat (LSM).

Acuan PT.TELKOM mengadopsi Sustainability Reporting

Guidelines Generasi Ketiga (G3) yang dikeluarkan oleh Global

Reporting Initatives (GRI) sebagai acuan kebijakan dan

pelaksanaan kegiatan CSR PT.TELKOM. Pada bulan oktober 2007,

bertempat di Amsterdam Belanda, GRI meluncurkan G3 sebagai

acuan penyusunan laporan keberlanjutan generasi ketiga. Pedoman

GRI ini juga telah diadopsi oleh perusahaan-perusahaan lain di

dunia.

Selain itu, pelaksanaan kewajiban CSR PT. TELKOM

mengacu pada Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara

Nomor PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan dan Bina

472

Lingkungan (PKBL) Program Kemitraan dan Program Bina

Lingkungan. Penyelenggaraan Program Kemitraan dengan usaha

kecil dan Program Bina Lingkungan dengan pemberdayaan kondisi

sosial masyarakat. Program Kemitraan dengan usaha kecil

bertujuan untuk mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi,

terciptanya lapangan kerja serta kesempatan berusaha untuk

masyarakat. Sedangkan Program Bina Lingkungan mempunyai

tujuan untuk memberdayakan dan mengembangkan kondisi sosial

masyarakat dan lingkungan di sekitar wilayah usaha perusahaan.

Pelaksanaan kewajiban CSR yang dilaksanakan oleh PT.

TELKOM yaitu dalam program:

1) Program Kemitraan (PK)

Dalam Program Kemitraan PT.TELKOM menerapkan jenis

programnya yaitu: sektor industri, sektor perkebunan, sektor

peternakan, sektor perdagangan, sektor jasa, sektor perikanan

dan sektor pertanian.

a. Program Bina Lingkungan

Adapun Program Bina Lingkungan yang dilakukan oleh

PT.TELKOM melalui program yaitu: korban bencana alam,

pendidikan dan atau pelatihan, peningkatan kesehatan

masyarakat, pengembangan sarana dan prasarana umum,

dan bantuan sarana ibadah.

473

Motivasi PT. Telkom terhadap penerapan CSR yaitu

tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungan

sekitar. Penerapan CSR juga merupakan bentuk investasi

bagi masa depan perusahaan. Dimana diharapkan

masyarakat sekitar yang menerima bantuan baik dalam

program kemitraan dan program bina lingkungan akan

merasa ikut memiliki dan melindungi perusahaan yang

melaksanakan CSR, hal ini merupakan suatu bentuk modal

bagi perusahaan juga.

Bagan : 9

Cara pelaksanaan kewajiban yang dikeluarkan oleh

PT.TELKOM adalah sesuai dengan teknologi yang ada di Telkom,

dengan sasaran aktif meningkatkan kualitas hidup masyarakat

dan menjaga keseimbangan lingkungan yaitu dengan

474

menggunakan tiga dasar pembangunan yang berkelanjutan

yaitu:

1). Pembangunan di bidang sosial

Untuk aspek sosial PT.TELKOM memberikan

dukungan pada peningkatan kualitas pendidkan masyarakat

melalui bantuan fasilitas dan pengetahuan, khusus

pendidikan yang berkaitan dengan teknologi infoComm:

mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat;

serta peduli pada pelestarian kebudayaan dan keadaban

nasional.

2). Pembangunan di bidang ekonomi

Untuk aspek ekonomi CSR PT.TELKOM berupaya

memberikan kontribusi bagi para pemangku kepentingan,

mulai dari peningkatan kesejahteraan hidup karyawan,

membangun loyalitas dan kepercayaan para pelanggan,

mitra usaha, dan investor, menjaga kepatuhan regulasi,

sampai dengan kontribusi pada pengembangan kegiatan

usaha kecil dan menengah. Selain itu juga membantu

penyebaran sarana dan sarana telekomunikasi umum yang

kemudian akses informasi bagi masyarakat sehingga dapat

memicu pertumbuhan ekonomi nasional.

3). Pembangunan di bidang lingkungan

475

Untuk aspek lingkungan, selain pelestarian

lingkungan CSR PT.TELKOM pun cepat tanggap dalam

memberikan bantuan kemanusiaan pada saat terjadi bencana

maupun pascabencana.

Penerapan model yang dilakukan PT.TELKOM yaitu

dengan menggunakan tujuh area CSR :

1). Bidang pendidikan (Education)

Perusahaan Telkom sebagai perusahaan milik bangsa

Indonesia sangat peduli dengan pendidikan generasi muda.

Kerjasama ini dilakukan dengan berbagai elemen

masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan, salah

satu adalah kerjasama dengan koran harian Republika untuk

meningkatkan kepercayaan diri bagi guru-guru di Indonesia.

Keberadaan Telkom sebagai perusahaan BUMN milik bangsa

Indonesia harus dirasakan oleh masyarakat. Program value

Telkom dilaksanakan untuk sekolah dengan menggelar

banyak kerjasama dalam peningkatan kualitas guru, murid

serta sarana dan prasarana pendidikan. Telkom akan

memberikan lima keuntungan atau value dalam MOU Speedy

Schoolnet yaitu:

a) Pembuatan Web rehab gedung online untuk reporting

4000 sekolah yang mendapat bantuan Diknas;

476

b) Pemberian pilihan lima template Web sekolah;

c) Pelatihan internet;

d) Web desigen dan up load rehab gedung Diknas online;

e) Pemberian Web hostingnya serta pelatihan Quantum

Teaching dan Learning.

PT.TELKOM bekerjasama dengan Diknas melalui

dana ICT dan BOS akan membantu dan mensubsidi

sekolah-sekolah tersebut dalam berlangganan akses

speedy untuk internet. Pada saat yang sama

diselenggarakan pelatihan Quantum Teaching dan Learning,

serta internet (Web desigen, Up Load Web Rehab dan

Internet) untuk guru-guru sekolah yang mendapat bantuan

dari Diknas. Target 3000 sekolah dapat direalisasikan dan

ini merupakan suatu sinergis CSR dan bisnis yang

terimplementasikan dengan baik.

Dalam bidang pendidikan Telkom juga

melaksanakan Program Comperative Academic Education

(CO-OP) bagi perusahaan adalah merupakan salah satu

implementasi program CSR yang bertujuan:

a) Membantu dunia pendidikan di dalam negeri dengan

memberikan kesempatan melaksanakan praktek kerja

bagi mahasiswa dari lembaga pendidikan tinggi;

477

b) Menyesuaikan kurikulum di lembaga pendidikan tinggi

menjadi lebih relevan dengan kebutuhan dunia usaha

atau kerja.

2) Bidang Sosial

Telkom peduli melakukan donor darah di

Yogyakarta, hal ini terbukti saat dilaksanakan dengan

kegiatan utama donor darah. Pelaksanaan kegiatan donor

darah berlangsung selama dua hari kegiatan tersebut hasil

kerja sama CSR Telkom dengan SCTV dari 786 orang yang

mendaftar 660 orang yang diambil dalam pelaksanaan

donor darah tersebut. Selain itu kegiatan yang dilakukan

Telkom yaitu gerak jalan, warga Yogyakarta dan sekitarnya

begitu antusias mengikuti gerak jalan SCTV bersama flexi

dan dihadiri oleh 10.000 orang.

3) Bidang kebudayaan

Telkom melakukan pelestarian budaya tradisional di

berbagai pusat-pusat kebudayaan di Indonesia.

4) Bidang Peradaban Indonesia

Telkom memberikan bantuan fasilitas kemudahan

komunikasi terhadap tempat-tempat yang merupakan

peninggalan yang masih dilestarikan di Indonesia.

5) Bidang kemitraan

478

Dalam bidang kemitraan Telkom memberikan

pinjaman modal kepada petani salak di Yogyakarta dan

diberikan bantuan berupa penambahan modal untuk

mengembangkan usahanya. Selain itu untuk menyerap

tenaga kerja dan untuk memperbaiki perekonomian,

pemberian bantuan yang diberikan oleh Telkom sangat

membantu para petani salak. Selain itu Telkom

memberikan bantuan kepada BMT dengan tujuan agar bisa

dirasakan oleh masyarakat di sekelilingnya dan menjadikan

masyarakat kecil yang mempunyai kemampuan dan dapat

menggunakan fasilitas yang diberikan oleh BMT. Selain itu

Telkom juga memberi bantuan modal kepada pengrajin,

baik kerajinan tangan maupun miniatur.

6) Bidang layanan umum

Telkom memberikan bantuan kepada rumah singgah

bagi anak jalanan. Selain itu, anak jalanan juga diberi

fasilitas atau kegiatan berupa:

a) Pernikahan gratis;

b) Pendidikan bagi para anak jalanan;

c) Advokasi kesehatan;

d) Advokasi hukum, pendampingan terhadap anak jalanan

yang bermasalah.

479

7) Bidang Bencana Alam

Khusus bencana alam dilakukan di daerah tertentu

misalnya gempa bumi Yogyakarta, Telkom memberi bantuan

dengan memberikan sembako, obat-obatan dan lain-lain

terhadap masyarakat korban gempa.

Dari tujuh area program ini enam dilakukan di setiap lokasi

pelaksanaan CSR sebanyak 40 titik lokasi dan yang terakhir yaitu

bantuan bencana alam hanya dilakukan di daerah tertentu. Adapun

cara pengukuran keberhasilan terhadap pelaksanaan kewajiban

CSR di Telkom yaitu melakukan cara monitoring dan dipakai

ukuran-ukuran tertentu sebagai tolok ukur keberhasilan program

yang dilakukan. Cara pengukuran keberhasilan di bidang kemitraan

yaitu apabila mereka sudah mandiri, berkarya dan mendapatkan

hasilnya. Dengan kata lain apabila mereka sudah mempunyai

kemandirian dalam ruang lingkupnya maka program dikatakan

berhasil.

Proses pelaksanaan pada lingkungan korporasi inisiatif dan

pelaksanaan PT.TELKOM dikoordinasikan secara khusus oleh Head

of Corporate Communication (HCC). Fungsi CSR PT.TELKOM pada

tingkat divisi menjadi tanggung jawab Executive General Manager

(EGM), kepala unit bisnis lainnya. Sedangkan pada tingkat

Kandatel menjadi tanggung jawab GM Kandatel dan pada tingkat

480

anak perusahaan dan afiliasi menjadi tanggung jawab pimpinan

anak perusahaan atau afiliasi terkait.

Pengendalian dan pengawasan, pada setiap akhir tahun

penanggung jawab kegiatan CSR memberikan laporan kepada HCC

mengenai kegiatan yang telah dilakukan di lingkungan masing-

masing dan kepatuhannya pada CSS, rencana tahunan dalam RKA

serta kontrak manajemen (KM).

PT.TELKOM juga melakukan CSR bagi para pemangku

kepentingan seperti pemegang saham, karyawan, mitra kerja, dan

pelanggan (konsumen) sebagai berikut:

1). Pemegang Saham

PT.TELKOM berusaha memaksimalkan profit pemegang

saham dalam setiap kegiatan bisnis yang dilakukan. PT.TELKOM

selalu berusaha menjaga dan meningkatkan nilai usaha sesuai

dengan harapan pemegang saham. PT.TELKOM selalu berusaha

menghormati hak-hak pemegang saham sebagaimana diatur

dalam undang-undang, ketetapan pasar modal, serta

ketentuan-ketentuan lain yang berlaku.

2). Karyawan

PT.TELKOM membina hubungan dengan karyawan

dengan menjalankan prinsip kesetaraan dan menghindari

481

praktek diskriminasi dan bertekad untuk memelihara

keamanan dan keselamatan karyawan.

Menjalankan prinsip kesetaraan mengandung

pengertian bahwa PT.TELKOM menghormati hak dan kewajiban

karyawan berdasarkan peraturan perusahaan dan kesepakatan

dalam perjalanan kerja sama.

PT.TELKOM memberikan kesempatan yang sama tanpa

membedakan umur, suku, bangsa, agama, dan jender,

PT.TELKOM memperlakukan karyawan sebagai sumber daya

yang berharga, PT.TELKOM menghargai kebebasan beragama,

dan PT.TELKOM memberikan kesetaraan dan berkeadilan dalam

hal ketenagakerjaan menjalankan ketentuan dan pemberian

benefit dan kompensasi lainnya.

PT.TELKOM memiliki komitmen untuk menjaga

keamanan, kesejahteraan, kesehatan dan keselamatan kerja

dengan kebijakan memberikan jaminan perlindungan hukum

kepada pegawai dalam kaitannya dengan tugas-tugas di

TELKOM. Menyediakan lingkungan kerja yang nyaman dan

memberikan jaminan kesehatan bagi karyawan dan keluarga.

Memberikan imbal jasa yang layak dan jaminan pensiun sesuai

kemampuan PT.TELKOM. Memberikan jamainan bekerja

482

terutama bagi karyawan yang memberikan kontribusi baik dan

memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan PT.TELKOM.

3). Mitra Usaha

PT.TELKOM dalam menjalankan bisnisnya tidak akan

terlepas dan saling membutuhkan satu sama lain dengan mitra

kerja, meliputi; pemasok, vendor, agen, reseller (wartel, plasa

TELKOM), instalatur (PSB, IKR/G).

Untuk menjaga hubungan yang baik terhadap mitra

kerja maka PT.TELKOM dan karyawan diharapkan bertindak

sebagai berikut:

a). PT.TELKOM berkewajiban memberikan peningkatan

ketrampilan, kompetensi dan pelatihan tentang produk/jasa,

prosedur layanan dan etika pelayanan kepada agen, reseller

dalam rangka memberikan pengetahuan produk/layanan

(product knowledge) sehingga dapat mengurangi komplain

pelanggan dalam pengadaan barang dan jasa.

b). PT.TELKOM harus selalu melakukan cara yang fair,

transparan dan dapat dipertanggungjawabkan dengan

melibatkan calon pemasok/rekanan yang memiliki reputasi

yang baik yang sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku serta prinsip-prinsip GCG dalam

melaksanakan pemeliharaan mitra usaha.

483

c). PT.TELKOM melakukan seleksi dan evaluasi secara obyektif

terhadap kualitas, kuantitas, biaya dan waktu penyerahan

memberikan manfaat kepada PT.TELKOM.

Secara kumulatif mulai tahun 2003 sampai dengan

tahun 2007, jumlah mitra binaan dan besarnya penyaluran dana

kemitraan per sektor adalah sebagai berikut:

Bagan : 10

Berikut adalah beberapa kegiatan pembinaan mitra

binaan yang diselenggarakan PT. TELKOM:

a). Penyaluran dan pembekalan program kemitraan pada tanggal

23 Maret 2007, di Banjarmasin dan diikuti oleh 77 mitra

binaan

b). Mitra binaan TELKOM mengikuti pameran yang dikemas

dengan tajuk “Pameran Sampan Ekspo 2007” di Tegal pada

tanggal 26 Juli 2007

484

c). Lokakarya dan seminar untuk Meningkatkan Daya Saing

dan Kemampuan Berwirausaha bagi para mitra binaan.

Pelatihan tersebut dilakukan secara bergiliran di kota-kota

Solo, Pekalongan, Purwokerto, dan Semarang yang dimulai

pada minggu kedua hingga minggu ke-empat di bulan

November 2007

d). Mitra binaan TELKOM turut berpartisipasi dalam

Pameran Texcraft 2007 di Jogja Expo Center Hall yang

berlangsung pada Juli 2007. Dalam kesempatan tersebut

10 mitra binaan TELKOM memamerkan karya dan

inovasi mereka antara lain piring bercorak batik, batik

sutra, jilbab lukis, batik kayu, dan keranjang kerang.

e). Mitra binaan TELKOM kembali berpartisipasi dalam

serangkaian pameran pada bulan September 2007:

Indonesia Textile & Apparel Fair 2007 (6-9 September),

Indocraft 2007 (12-16 September), dan Gelar Batik

Nusantara (19-23 September) yang seluruhnya

berlangsung di Jakarta Convention Center. Selain batik,

mitra binaan TELKOM juga memamerkan ukiran kayu

Jepara dan gerabah.

4). Pelanggan

485

PT.TELKOM memposisikan kepuasan pelanggan

sebagai komponen kunci sukses pelayanan. Kepuasan

pelanggan harus diutamakan melalui pelayanan dengan mutu

yang melebihi harapan pelanggan dan meningkatkan nilai bagi

pelanggan.

5). Masyarakat Umum

PT.TELKOM menempatkan program Good Corporate

Citizenship (GCC) sebagai salah satu dari program prioritas

TELKOM. Dalam mengembangkan tanggung jawab sosial dan

pengabdian kepada masyarakat PT.TELKOM. Dalam

mengembangkan tanggung jawab sosial dan pengabdian

kepada masyarakat PT.TELKOM membangun dan membina

hubungan yang serasi dan harmonis serta memberikan kepada

masyarakat sekitar tempat usaha PT.TELKOM.

PT.TELKOM berusaha mendorong hubungan perasaan

ikut memiliki bagi masyarakat di sekitar perusahaan dengan

tujuan agar masyarakat turut menjaga aset perusahaan. Dalam

kegiatan usahanya PT.TELKOM senantiasa berusaha mengurangi

seminimal mungkin dampak terhadap lingkungan hidup,

misalnya dalam hal penggalian jalur kabel dan penggunaan

frekuensi.

486

Dari seluruh uraian tersebut di atas, TELKOM pada Tahun

2007 telah menjalankan Program CSR di berbagai daerah sebagai

berikut:

Bagan : 11

Pada akhir pembahasan bab ini, dapat dilihat bahwa banyak

korporasi yang secara sadar telah melaksanakan CSR sebagai sebuah

komitmen bisnis, bahkan sebelum diwajibkan oleh Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. CSR pada

saat itu diberi istilah yang beragam seperti community development,

487

community empowerment, Program Kemitraan dan Bina Lingkungan,

sustinability development dan sebagainya.

Begitu pula dalam bentuk pelaksanaannya juga sangat

beraneka macam. Berawal dari memberikan sumbangan bencana

alam atau masyarakat miskin, membuat program pemberdayaan

masyarakat, memberi pelatihan atau memberi sponsor bagi kegiatan

olah raga, keagamaan dan kebudayaan. Ini semua didesain sesuai

dengan situasi dan kondisi yang dihadapi korporasi dan kebutuhan

masyarakat.

Karena sangat beragamnya bentuk pelaksanaan CSR tersebut

maka tidak mudah untuk diatur dalam hukum. Menurut reflexive law

theory ada keterbatasan hukum untuk mengatur aktivitas masyarakat

(termasuk korporasi) yang kompleks. Kesulitan ini jelas mengenai

keterbatasan teks untuk dirumuskan dalam peraturan perundang-

undangan yang dapat meng-cover semua kegiatan tersebut, yang

setiap saat akan selalu berubah mengikuti situasi dan kondisi yang

dinamis. Namun pelaporan CSR pada masyarakat secara berkala

dalam laporan tahunan perusahaan sudah merupakan bentuk social

reporting seperti yang dikehendaki dalam reflexive law theory.

488

Kesimpulan

Dari pembahasan diatas melahirkan beberapa kesimpulan sebagai

berikut :

Pertama, bahwa kejelasan definisi dalam pengaturan sangat

diperlukan, agar tidak menjadi hambatan bagi pelaksanaan CSR . Oleh

karena itu Undang-Undang No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

dan Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

perlu direvisi dengan menggunakan definisi CSR yang sama. Definisi CSR

tersebut harus mengandung makna adanya perilaku korporasi untk ikut

menngkatkan kualitas hidup masyarakat. Sesuai dengan reflexive law

theory, definisi tersebut diarahkan pada kewajiban korporasi untuk

merespon kondisi sosial sebagai tanggung jawab etis, legal dan ekonomis

kepada masyarakat luas. Selain itu pengaturan tersebut diarahkan pada

prosedur dan mekanisme sebagai proses reflektif bagi korporasi dalam

berinterkasi dengan masyarakat dan bukannya pada hasil yang

ditentukan. Hal ini menurut reflexive law theory sebagai upaya untuk

mengatasai berbagai bentuk hubungan masyarakat yang semakin

komplek.

Kedua. Menginggat CSR dalam arti luas tidak selalu dengan

memberikan sumbangan atau menyalurkan sebagian kekayaan korporasi

kepada masyarakat, maka persoalan sumber pembiayaan tidak perlu

diatur dalam Peraturan Perundang-undangan. Sebab akan menjadi

489

hambatan bagi korporasi yang kecil maupun yang belum mendapatkan

keuntungan untuk melaksanakan CSR.

Ketiga, pemberian insentif pajak dalam bentuk pengurangan

pajak (tax deductive) sangat diperlukan bagi korporasi yang benar benar

menyalurkan sebagian kekayaannya kepada masyarakat. Hal ini sebagai

upaya pemerintah untuk mendorong korporasi dalam melaksanakan CSR

dan menjaga iklim usaha yang kondusif. Pengurangan pajak adalah

mekanisme untuk tidak memberi tambahan beban bagi korporasi

Keempat, berbagai bentuk pelaksanaan CSR yang sudah

dilaksanakan oleh Perusahaan Multi Nasional, Perusahaan Swasta

Nasional maupun Badan Usaha Milik Negara, baik dengan nama

community development, Program Kemitraan dan Bina Lingkungan atau

dengan nama-nama yang lain, tetap harus didukung dan diakui sebagai

pelaksanaan CSR. Sebab aktifitas tersebut secara esensial adalah bentuk

kepedulian korporasi untuk mengatasi persoalan sosial dan meningkatkan

kualitas kehidupan masyarakat.