bab iv pengaruh deklinasi magnetik pada kompas...

27
71 BAB IV PENGARUH DEKLINASI MAGNETIK PADA KOMPAS TERHADAP PENENTUAN UTARA SEJATI DI KOTA SALATIGA Untuk mengetahui pengaruh deklinasi magnetik pada kompas terhadap penentuan utara sejati, jalan yang dilakukan peneliti adalah pengukuran secara langsung. Pada pelaksanaannya pengukuran secara langsung dilakukan dengan menggunakan theodolite. Pengukuran secara langsung ditujukan untuk mengetahui nilai deklinasi yang terjadi secara nyata. Nilai inilah yang menjadi bukti bahwa deklinasi pada kompas berpengaruh terhadap penentuan utara sejati . Disamping itu, pengukuran secara langsung juga bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kesesuaian antara hasil lapangan dengan hasil yang dikeluarkan oleh WMM (World Magnetic Model) dan IGRF (International Geomagnetic Reference Field). A. Observasi deklinasi magnetik pada kompas di Kota Salatiga Sebelum melakukan observasi, alat-alat penting yang digunakan untuk observasi harus disiapkan terlebih dahulu. Alat-alat tersebut adalah : 1. Theodolite 2. Tripod 3. Kompas Suunto KB-14 beserta seat nya 4. Waterpass 5. GPS Garmin 6. Buku Ephemeris Hisab Rukyat 2013

Upload: duonghanh

Post on 15-May-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

71

BAB IV

PENGARUH DEKLINASI MAGNETIK PADA KOMPAS

TERHADAP PENENTUAN UTARA SEJATI DI KOTA SALATIGA

Untuk mengetahui pengaruh deklinasi magnetik pada kompas terhadap

penentuan utara sejati, jalan yang dilakukan peneliti adalah pengukuran

secara langsung. Pada pelaksanaannya pengukuran secara langsung dilakukan

dengan menggunakan theodolite. Pengukuran secara langsung ditujukan

untuk mengetahui nilai deklinasi yang terjadi secara nyata. Nilai inilah yang

menjadi bukti bahwa deklinasi pada kompas berpengaruh terhadap penentuan

utara sejati .

Disamping itu, pengukuran secara langsung juga bertujuan untuk

mengetahui ada tidaknya kesesuaian antara hasil lapangan dengan hasil yang

dikeluarkan oleh WMM (World Magnetic Model) dan IGRF (International

Geomagnetic Reference Field).

A. Observasi deklinasi magnetik pada kompas di Kota Salatiga

Sebelum melakukan observasi, alat-alat penting yang digunakan untuk

observasi harus disiapkan terlebih dahulu. Alat-alat tersebut adalah :

1. Theodolite

2. Tripod

3. Kompas Suunto KB-14 beserta seat nya

4. Waterpass

5. GPS Garmin

6. Buku Ephemeris Hisab Rukyat 2013

72

7. Kalkulator

8. Pena

9. Block Note

Setelah alat-alat disiapkan, selanjutnya adalah memasang dan

mengoperasikan theodolite. Langkah-langkahnya adalah (Hambali, 2013: 63-

64):

1. Mempersiapkan hasil hisab yang berkaitan dengan Matahari pada saat

pengukuran yang meliputi sudut waktu, tinggi Matahari, arah Matahari dan

azimuth Matahari.

2. Memasang baterai yang masih bagus pada theodolite.

3. Memasang theodolite dalam posisi yang benar-benar tegak lurus ke

segala arah dengan memperhatikan water pass yang ada padanya.

4. Membidik Matahari dengan mendasarkan pada tinggi Matahari.

Setelah Matahari terbidik, gerak horizontal dikunci kemudian di "0" set.

Pembidikan harus sesuai dengan waktu yang diperhitungkan atau waktu

pembidikan menjadi acuan untuk menghitung arah Matahari dan azimuth

Matahari.

5. Lepas kunci, putar sesuai bilangan titik utara, kemudian kunci dan

nolkan. Theodolite sudah mengarah ke titik utara sejati. Utara sejati = 360º –

azimuth Matahari.

Untuk menghitung sudut waktu Matahari, arah Matahari dan azimuth

Matahari langkah-langkahnya sebagai berikut (Hambali, 2013: 84-86) :

1. Menyiapkan data-data yang diperlukan:

a) Hari, Tanggal dan Waktu

73

b) Deklinasi Matahari (δ)

c) Equation of time (e)

d) Lintang (Φ) dan Bujur (λ) tempat

2. Menghitung sudut waktu (t) dengan rumus

t = LMT+e- ( - ) : 15 – 12) x 15

Keterangan:

t adalah sudut waktu Matahari dihitung dari lingkaran meridian atas. Jika

hasil perhitungan positif, maka posisi Matahari di sebelah barat lingkaran

meridian atas. Jika hasil perhitungan negatif maka posisi Matahari di sebelah

timur meridian atas.

LMT adalah singkatan local mean time. Untuk di Indonesia sama dengan

waktu daerah (WD) yang meliputi WIB, WITA, dan WIT.

e adalah equation of time (perata waktu).

adalah bujur timur local mean time, yaitu BT 0°, BT 15°, BT 30°

dan seterusnya lipatan dari 15°.

adalah bujur timur lokasi yang akan diukur.

Dalam perhitungan selanjutnya, jika sudut waktu (t) negatif maka harus

diubah menjadi positif.

3. Menghitung arah Matahari.

Rumus mencari arah Matahari dari titik utara atau selatan

Cotan A = tan δ x cos Φ : sin t – sin Φ : tan t

A adalah arah Matahari dihitung dari titik utara atau dari titik selatan.

Jika hasil perhitungan positif (+) maka arah Matahari dihitung dari titik utara,

dan jika negatif (-) maka arah Matahari dihitung dari titik selatan.

74

δ adalah deklinasi Matahari

Φ adalah lintang tempat yang diukur arah Mataharinya.

t adalah sudut waktu Matahari

4. Untuk mendapatkan azimuth Matahari (Az) rumusnya sebagai berikut:

a) Jika arah Matahari (A)= UT; maka Az = A (tetap).

b) Jika arah Matahari (A) = ST; maka Az = 180°+ A.

c) Jika arah Matahari (A) = SB; maka Az = 180°- A.

d) Jika arah Matahari (A) = UB; maka Az = 360°-A.

Berikut ini perhitungan dan hasil observasi yang dilakukan

1. Observasi Pertama

Lokasi: Lapangan Klumpit, Kel. Kalibening Kec. Tingkir Kota Salatiga

Waktu: 19 Juni 2013, 10.30 WIB

Berdasarkan GPS Garmin diperoleh data Lintang dan Bujur tempat

sebagai berikut:

Lintang (Φ) = 7° 20́ 41.6˝ LS

Bujur (λ) = 110° 31́ 12.5˝ BT

Kemudian tabel Deklinasi Matahari (δ) dan equation of time dari

Ephemeris Hisab Rukyat (Kemenag RI: 2013: 187) diinterpolasi antara pk. 10

WIB (03 GMT) dan pk. 11 WIB (04 GMT).

Deklinasi Matahari (δ) 19 Juni 2013 pk. 10 WIB (03 GMT) = 23° 25΄ 14˝

Deklinasi Matahari (δ) 19 Juni 2013 pk. 11 WIB (04 GMT) = 23° 25΄ 16˝

Deklinasi Matahari (δ) 19 Juni 2013 pk. 10.30 WIB (03.30 GMT) =

23° 25́ 14˝ + 0�30�0� x (23° 25́ 16˝ - 23° 25́ 14˝) = 23° 25́ 15˝

Equation of time pk. 10 WIB (03 GMT) = -0�01�19�

75

Equation of time pk. 11 WIB (04 GMT) =-0�01�19�

Equation of time (e) pk. 10.30 WIB (03.30 GMT) =

-0�01�19� + 0�30�0� x (-0�01�19� - -0�01�19�) = -0�01�19�

a) Menghitung sudut waktu Matahari (t), arah Matahari (A) dan azimuth

Matahari (Az).

Rumus: t = LMT+e- (� - �) : 15 – 12) x 15

t = (pk. 10.30 + -0j 1�19d - (105° - 110° 31́12.5˝) :15 -12) x 15

t = - 17° 18́ 32.5˝ = 17° 18́ 32.5˝

b) mencari arah Matahari dengan rumus:

Cotan A = tan δ x cos Φ : sin t – sin Φ : tan t

Cotan A = tan 23° 25́ 15 ˝ x cos -7° 20’ 41.6˝ : sin 17° 18΄ 32˝ – sin -

7° 20’ 41.6˝: tan 17° 18΄ 32˝

A = 28° 20́ 19.81˝ (UT)

Arah Matahari pada hari Rabu, 19 Juni 2013 pk.10.30 di lokasi observasi

adalah 28° 20́ 19.81˝ UT (Utara Timur)

c) menghitung azimuth Matahari pada saat observasi

Karena arah Matahari (A) di lokasi observasi adalah UT, maka azimuth

Matahari adalah sama dengan arah Matahari (tetap) yaitu 28° 20́ 19.81˝

d) menghitung utara sejati

Utara sejati dari arah Matahari diperoleh dengan rumus:

360°- azimuth Matahari

Utara Sejati = 360°- 28° 20΄ 19.81˝ = 331° 39́ 40.19˝

Setelah utara sejati dengan theodolite diperoleh, kemudian angka pada

kompas Suunto Kb-14 dilihat melalui lubang kecil pada kompas tersebut.

76

Ternyata garis penunjuk arah pada kompas tidak tepat menunjuk angka 0.

Artinya ada selisih sudut antara utara kompas (magnetic north) dan utara

sejati (true north) yang disebut dengan deklinasi magnetik.

Untuk mengetahui berapa besar nilai sudut tersebut, theodolite yang tadi

telah dikunci dan di “0set” dilepas kunci horizontalnya lalu diarahkan ke arah

utara kompas. Nilai yang muncul pada layar teodolit inilah yang dianggap

sebagai nilai deklinasi magnetik pada saat observasi. Nilai yang keluar adalah

1° 35́15˝ = 1° 35́. Karena utara magnet berada di sebelah timur/kanan utara

sejati, maka deklinasinya positif.

2. Observasi Kedua

Lokasi: Halaman Graha KORPRI Salatiga, Kec. Sidomukti Salatiga

Waktu: 19 Juni 2013, 13.37 WIB

Berdasarkan GPS Garmin diperoleh data Lintang dan Bujur tempat

sebagai berikut:

Lintang (Φ) = 7° 19́ 43.5˝ LS

Bujur (λ) = 110° 29́ 54.1˝ BT

Kemudian tabel Deklinasi Matahari (δ) dan equation of time dari

Ephemeris Hisab Rukyat (Kemenag RI: 2013: 187) diinterpolasi antara pk. 13

WIB (06 GMT) dan pk. 14 WIB (07 GMT).

Deklinasi Matahari (δ) 19 Juni 2013 pk. 13 WIB (06 GMT) = 23° 25΄ 20˝

Deklinasi Matahari (δ) 19 Juni 2013 pk. 14 WIB (07 GMT) = 23° 25΄ 22˝

Deklinasi Matahari (δ) 19 Juni 2013 pk. 13.37 WIB (06.37 GMT) =

23° 25́ 20˝ + 0�37�0� x (23° 25́ 22˝ - 23° 25́ 20˝) = 23° 25́ 21.23˝

Equation of time 19 Juni 2013pk. 13 WIB (06 GMT) = -0° 1΄ 20˝

77

Equation of time 19 Juni 2013 pk. 14 WIB (07 GMT) =-0° 1΄ 21˝

Equation of time (e) 19 Juni 2013pk. 13.37 WIB (06.37 GMT)=

-0�01�20� + 0�37�0� x (-0�01�22� - -0�01�20�) = -0�01�20.62�

a) Menghitung sudut waktu Matahari (t), arah Matahari (A) dan azimuth

Matahari (Az).

Rumus: t = LMT+e- (� - �) : 15 – 12) x 15

t = (pk. 13.37 + -0j 1�20.62d - (105° - 110° 29́54.1˝) : 15 -12) x 15

t = 29° 24́ 44.85˝ (Barat)

b) mencari arah Matahari dengan rumus:

Cotan A = tan δ x cos Φ : sin t – sin Φ : tan t

Cotan A = tan 23° 25́ 21.23˝ x cos -7° 19’ 43.5˝ : sin 29° 24΄ 44.85˝

– sin -7° 19’ 43.5˝: tan 29° 24΄ 44.85˝

A = 42° 14́ 34.13˝ (UB)

Arah Matahari pada hari Rabu, 19 Juni 2013 pk.10.30 di lokasi observasi

adalah 42° 14́ 34.13˝ UB (Utara Timur)

c) menghitung azimuth Matahari pada saat observasi

Karena arah Matahari (A) di lokasi observasi adalah UB, maka azimuth

Matahari adalah 360°- A = 360° - 42° 14΄ 34.13˝= 317° 45’ 25.87”

d) menghitung utara sejati

Utara sejati dari arah Matahari diperoleh dengan rumus:

360°- azimuth Matahari

Utara Sejati = 360°- 317° 45΄ 25.87˝ = 42° 14́ 34.13˝

Setelah utara sejati dengan theodolite diperoleh, kemudian angka pada

kompas Suunto Kb-14 dilihat melalui lubang kecil pada kompas tersebut.

78

Ternyata garis penunjuk arah pada kompas tidak tepat menunjuk angka 0.

Artinya ada selisih sudut antara utara kompas (magnetic north) dan utara

sejati (true north) yang disebut dengan deklinasi magnetik.

Untuk mengetahui berapa besar nilai sudut tersebut, theodolite yang tadi

telah dikunci dan di “0set” dilepas kunci horizontalnya lalu diarahkan ke arah

utara kompas. Nilai yang muncul pada layar teodolit inilah yang dianggap

sebagai nilai deklinasi magnetik pada saat observasi. Nilai yang keluar adalah

2° 33́43” = 2° 34́. Karena utara magnet berada di sebelah timur/kanan utara

sejati, maka deklinasinya positif.

3. Observasi Ketiga

Lokasi: Lapangan Jambesari, Pulutan, Kec. Sidorejo, Kota Salatiga

Waktu: 20 Juni 2013, 10.22 WIB

Berdasarkan GPS Garmin diperoleh data Lintang dan Bujur tempat

sebagai berikut:

Lintang (Φ) = 7° 18́ 51.5˝ LS

Bujur (λ) = 110° 28́ 39.1˝ BT

Kemudian tabel dari Ephemeris Hisab Rukyat (Kemenag RI: 2013: 188)

dengan diinterpolasi antara pk. 10 WIB (03 GMT) dan pk. 11 WIB (04 GMT)

diperoleh :

Deklinasi Matahari (δ) 20 Juni 2013 pk. 10 WIB (03 GMT) = 23° 25΄ 53˝

Deklinasi Matahari (δ) 20 Juni 2013pk. 11 WIB (04 GMT) = 23° 25΄ 54˝

Deklinasi Matahari (δ) 20 Juni 2013 pk. 10.22 WIB (03.22 GMT)=

23° 25́ 53˝+ 0�22�0� x (23° 25́ 54́ - 23° 25́ 53˝) = 23° 25́ 53.37˝

Equation of time 20 Juni 2013 pk. 10 WIB (03 GMT) = -0�01�32�

79

Equation of time 20 Juni 2013 pk. 11 WIB (04 GMT) = -0�01�32�

Equation of time (e) 20 Juni 2013 pk. 10.22 WIB (03.22 GMT) =

-0�01�32� + 0�22�0� x (-0�01�32� - -0�01�32�) = -0�01�32�

a) Menghitung sudut waktu Matahari (t), arah Matahari (A) dan azimuth

Matahari (Az).

Rumus: t = LMT+e- (� - �) : 15 – 12) x 15

t = (pk. 10.22 + -0j1 32d (105° - 110° 28́39.1˝) : 15 -12) x 15

t = -19° 24́ 20.9˝ = 19° 24́ 20.9˝ (T)

b) mencari arah Matahari dengan rumus:

Cotan A = tan δ x cos Φ : sin t – sin Φ : tan t

Cotan A = tan 23° 25́ 53.37˝x cos -7° 18́ 51.5˝ : sin 19° 24́ 20.9˝ – sin-

7° 18́ 51.5˝: tan 19° 24́ 20.9˝

A = 31° 08́ 19.95˝ UT (Utara Timur)

Arah Matahari pada hari Kamis, 20 Juni 2013 pk.10.22 di lokasi

observasi adalah 31°08΄19.95˝ UT (Utara Timur).

c) menghitung azimuth Matahari pada saat observasi

Karena arah Matahari (A) di lokasi observasi adalah UT , maka

azimuth Matahari adalah sama dengan arah Matahari (tetap), yaitu 31° 08́

19.95˝

d) menghitung utara sejati

Utara sejati dari arah Matahari diperoleh dengan rumus:

360°- azimuth Matahari

Utara Sejati = 360°- 31° 08΄ 19.95˝ = 328° 51́ 40.05˝

80

Setelah utara sejati dengan theodolite diperoleh, kemudian angka pada

kompas Suunto Kb-14 dilihat melalui lubang kecil pada kompas tersebut.

Ternyata garis penunjuk arah pada kompas tidak tepat menunjuk angka 0

melainkan Artinya ada selisih sudut antara utara kompas (magnetic north)

dan utara sejati (true north) yang disebut dengan deklinasi magnetik. Untuk

mengetahui berapa besar nilai sudut tersebut, theodolite yang tadi telah

dikunci dan di “0set” dilepas kunci horizontalnya lalu diarahkan ke arah utara

kompas. Nilai yang muncul pada layar teodolit inilah yang dianggap sebagai

nilai deklinasi magnetik. pada saat observasi. Nilai yang keluar adalah

1°38́ 59˝ = 1° 39́. Karena utara magnet berada di sebelah timur/kanan utara

sejati, maka deklinasinya positif.

4. Observasi Keempat

Lokasi: Lapangan Kembangarum, Kembangarum, Kec. Sidomukti, Kota

Salatiga

Waktu: 23 Juni 2013, 10.33 WIB

Berdasarkan GPS Garmin diperoleh data Lintang dan Bujur tempat

sebagai berikut:

Lintang (Φ) = 7° 20́ 07˝ LS

Bujur (λ) = 110° 29́ 24˝ BT

Kemudian tabel dari Ephemeris Hisab Rukyat (Kemenag RI: 2013: 191)

diinterpolasi antara pk. 10 WIB (03 GMT) dan pk. 11 WIB (04 GMT).

Deklinasi Matahari (δ) pk. 23 Juni 2013 10 WIB (03 GMT) = 23° 25΄ 23˝

Deklinasi Matahari (δ) pk. 23 Juni 2013 11 WIB (04 GMT) = 23° 25΄ 21˝

Deklinasi Matahari (δ) 23 Juni 2013 pk. 10.33 WIB (03.33 GMT) =

81

23° 25́ 23˝+ 0�33�0� x (23° 25́ 21́ - 23° 25́ 23˝) = 23° 25́ 21.9˝

Equation of time (e) 23 Juni 2013 pk. 10 WIB (03 GMT) = -0�02�11�

Equation of time (e) 23 Juni 2013 pk. 11 WIB (04 GMT) = -0�02�11�

Equation of time (e) 23 Juni 2013 pk. 10.33 WIB (03.33 GMT) =

-0�02�11� + 0�33�0� x (-0�02�11� - -0�02�11�) = -0�02�11�

a) Menghitung sudut waktu Matahari (t), arah Matahari (A) dan azimuth

Matahari (Az).

Rumus: t = LMT+e- (� - �) : 15 – 12) x 15

t = (pk. 10.33 + -0j2� 11d - (105° - 110° 29́ 24˝) : 15 -12) x 15

t = -16° 48́ 21˝ = 16° 48́ 21˝ (T)

b) mencari arah Matahari dengan rumus:

Cotan A = tan δ x cos Φ : sin t – sin Φ : tan t

Cotan A = tan 23° 25́ 21.9˝x cos -7° 20’ 07˝ : sin 16° 48΄ 21˝ – sin-7°

20’ 07˝: tan 16° 48́ 21˝

A = 27° 38́ 58.87˝ UT (Utara Timur)

Arah Matahari pada hari Kamis, 23 Juni 2013 pk.10.33 di lokasi

observasi adalah 27° 38΄ 58.87˝UT (Utara Timur).

c) menghitung azimuth Matahari pada saat observasi

Karena arah Matahari (A) di lokasi observasi adalah UT , maka

azimuth Matahari adalah sama dengan arah Matahari, yaitu 27° 38́ 58.87˝.

d) menghitung utara sejati

Utara sejati dari arah Matahari diperoleh dengan rumus:

360°- azimuth Matahari

Utara Sejati = 360°- 27° 38΄ 58.87˝= 332° 21́ 01.13˝

82

Setelah utara sejati dengan theodolite diperoleh, kemudian angka pada

kompas Suunto Kb-14 dilihat melalui lubang kecil pada kompas tersebut.

Ternyata garis penunjuk arah pada kompas tidak tepat menunjuk angka 0.

Artinya ada selisih sudut antara utara kompas (magnetic north) dan utara

sejati (true north) yang disebut dengan deklinasi magnetik.

Untuk mengetahui berapa besar nilai sudut tersebut, theodolite yang tadi

telah dikunci dan di 0set dilepas kunci horizontalnya lalu diarahkan ke arah

utara kompas. Nilai yang muncul pada layar teodolit inilah yang dianggap

sebagai nilai deklinasi magnetik pada saat observasi. Nilai yang keluar adalah

1° 38́17˝ = 1° 38́. Karena utara magnet berada di sebelah timur/kanan utara

sejati, maka deklinasinya positif.

5. Observasi Kelima

Lokasi: Lapangan Tingkir, Kel. Cebongan Kec. Argomulyo Kota Salatiga

Waktu: 23 Juni 2013, 13.37.40 WIB

Berdasarkan GPS Garmin diperoleh data Lintang dan Bujur tempat

sebagai berikut:

Lintang (Φ) = 7° 21́ 33.9˝ LS

Bujur (λ) = 110° 30́ 54.4˝ BT

Kemudian tabel dari Ephemeris Hisab Rukyat (Kemenag RI: 2013: 191)

dengan diinterpolasi antara pk. 13 WIB (06 GMT) dan pk. 14 WIB (07 GMT)

Deklinasi Matahari (δ) 23 Juni 2013 pk. 13 WIB (06 GMT) = 23° 25΄ 17˝

Deklinasi Matahari (δ) 23 Juni 2013 pk. 14 WIB (07 GMT) = 23° 25΄ 15˝

Deklinasi Matahari (δ)23 Juni 2013 pk. 13.37.40 WIB (06.37.40 GMT) =

23° 25́ 17˝ + 0�37�40� x (23° 25́ 15˝- 23° 25́ 17˝) = 23° 25́ 15.74˝

83

Equation of time (e) 23 Juni 2013 pk. 13 WIB (06 GMT) = -0�02�12�

Equation of time (e) 23 Juni 2013 pk. 14 WIB (07 GMT) = -0�02�13�

Equation of time (e) 23 Juni 2013 pk. 13.37.40 WIB (06.37.40 GMT) =

-0�02�12� + 0�37�40� x (-0�02�13� - -0�02�12�) = -

0�02�12.63�

a) Menghitung sudut waktu Matahari (t), arah Matahari (A) dan azimuth

Matahari (Az).

Rumus: t = LMT+e- (� - �) : 15 – 12) x 15

t = (pk. 13.37.40 + -0j 2�12.63d - (105° - 110° 30́54.4˝) : 15 -12) x 15

t = 29° 22́ 44.98˝ = 29° 22́ 44.98˝ B (barat)

b) mencari arah Matahari dengan rumus:

Cotan A = tan δ x cos Φ : sin t – sin Φ : tan t

Cotan A = tan 23° 25́ 15.74 ˝ x cos -7° 21’ 33.9˝ : sin 29° 22΄ 44.98˝ –

sin -7° 21’ 33.9˝: tan 29° 22΄ 44.98˝

A = 42° 11́ 25.15˝ UB (Utara Barat)

Arah Matahari pada hari Kamis, 23 Juni 2013 pk.13.37.40 di lokasi

observasi adalah 42° 11΄ 25.15˝ UB (Utara Barat)

c) menghitung azimuth Matahari pada saat observasi

Karena arah Matahari (A) di lokasi observasi adalah UT , maka

azimuth Matahari adalah 360°- A = 360° - 42° 11΄ 25.15˝ = 317° 48́ 34.85˝

d) menghitung utara sejati

Utara sejati dari arah Matahari diperoleh dengan rumus:

360°- azimuth Matahari

Utara Sejati = 360°- 317° 48΄ 34.85˝= 42° 11́ 25.15˝

84

Setelah utara sejati dengan theodolite diperoleh, kemudian angka pada

kompas Suunto Kb-14 dilihat melalui lubang kecil pada kompas tersebut.

Ternyata garis penunjuk arah pada kompas tidak tepat menunjuk angka 0.

Artinya ada selisih sudut antara utara kompas (magnetic north) dan utara

sejati (true north) yang disebut dengan deklinasi magnetik.

Untuk mengetahui berapa besar nilai sudut tersebut, theodolite yang tadi

telah dikunci dan di 0set dilepas kunci horizontalnya lalu diarahkan ke arah

utara kompas. Nilai yang muncul pada layar teodolit inilah yang dianggap

sebagai nilai deklinasi magnetik pada saat itu. Nilai yang keluar adalah 1°

37́ 56˝ = 1° 38́. Karena utara magnet berada di sebelah timur/kanan utara

sejati, maka deklinasinya positif.

6. Observasi Keenam

Lokasi: Lapangan Nglempong, Kel. Tingkir Lor, Kec. Tingkir Kota Salatiga

Waktu: 23 Juni 2013, 14.44.30 WIB

Berdasarkan GPS Garmin diperoleh data Lintang dan Bujur tempat

sebagai berikut:

Lintang (Φ) = 7° 21́ 16.7˝ LS

Bujur (λ) = 110° 31́ 07.4˝ BT

Kemudian tabel dari Ephemeris Hisab Rukyat (Kemenag RI: 2013: 191)

diinterpolasi antara pk. 14 WIB (07 GMT) dan pk. 15 WIB (08 GMT)

Deklinasi Matahari (δ) 23 Juni 2013 pk. 14 WIB (07 GMT) = 23° 25΄ 15˝

Deklinasi Matahari (δ) 23 Juni 2013 pk. 15 WIB (08 GMT) = 23° 25΄ 13˝

Deklinasi Matahari (δ) 23 Juni 2013 (δ) pk. 14.44.30WIB (07.44.30

GMT) =

85

23° 25́ 15˝ + 0�44�30� x (23° 25́ 13˝- 23° 25́ 15˝) = 23° 25́ 13.52˝

Equation of time (e) 23 Juni 2013 pk. 10 WIB (03 GMT) = -0�02�13�

Equation of time (e) 23 Juni 2013 pk. 11 WIB (04 GMT) = -0�02�13�

Equation of time (e) 23 Juni 2013 pk. 14.44.30 WIB (07.44.30 GMT) =

-0�02�13� + 0�44�30� x (-0�02�13� - -0�02�13�) = -0�02�13�

a) Menghitung sudut waktu Matahari (t), arah Matahari (A) dan azimuth

Matahari (Az).

Rumus: t = LMT+e- (� - �) : 15 – 12) x 15

t = (pk. 14.44.30 + -0j 2�13d - (105° - 110° 31́07.4˝) : 15 -12) x 15

t = 46° 05́ 22.4” B (Barat)

b) mencari arah Matahari dengan rumus:

Cotan A = tan δ x cos Φ : sin t – sin Φ : tan t

Cotan A = tan 23° 25́ 13.52 ˝ x cos -7° 21’ 16.7˝ : sin 46° 05΄ 22.4”–

sin -7° 21’ 16.7˝: tan 46° 05΄ 22.4”

A = 54° 15́ 47.89˝ UB (Utara Barat)

Arah Matahari pada hari Kamis, 23 Juni 2013 pk.13.37.40 di lokasi

observasi adalah 54° 15΄ 47.89˝ UB (Utara Barat)

c) menghitung azimuth Matahari pada saat observasi

Karena arah Matahari (A) di lokasi observasi adalah UB, maka

azimuth Matahari adalah 360°- A = 360° - 54° 15΄ 47.89˝ = 305° 44́ 12.11˝

d) menghitung utara sejati

Utara sejati dari arah Matahari diperoleh dengan rumus:

360°- azimuth Matahari

86

Utara Sejati = 360°- 305° 44΄ 12.11˝= 54° 15́ 47.89˝

Setelah utara sejati dengan theodolite diperoleh, kemudian angka pada

kompas Suunto Kb-14 dilihat melalui lubang kecil pada kompas tersebut.

Ternyata garis penunjuk arah pada kompas tidak tepat menunjuk angka 0.

Artinya ada selisih sudut antara utara kompas (magnetic north) dan utara

sejati (true north) yang disebut dengan deklinasi magnetik.

Untuk mengetahui berapa besar nilai sudut tersebut, theodolite yang tadi

telah dikunci dan di 0set dilepas kunci horizontalnya lalu diarahkan ke arah

utara kompas. Nilai yang muncul pada layar teodolit inilah yang dianggap

sebagai nilai deklinasi magnetik pada saat observasi. Nilai yang keluar adalah

0° 43́ 53˝. Karena utara magnet berada di sebelah timur/kanan utara sejati,

maka deklinasinya positif.

B. Pengaruh Deklinasi Magnetik pada Kompas terhadap penentuan utara

sejati di Kota Salatiga

Deklinasi magnetik adalah sudut antara utara sejati dengan utara

magnetik. Deklinasi magnetik pada kompas menunjukkan adanya hubungan

erat antara utara sejati dengan utara magnet. Hubungan tersebut adalah arah

yang ditunjuk kompas sama-sama utara. Hal ini mendorong anggapan

beberapa kalangan masyarakat awam tentang arah yang ditunjukkan kompas

sebagai arah sejati, padahal untuk mendapatkan arah sejati atau arah

geografik dari kompas perlu diadakan koreksi deklinasi magnetik.

Dari penelitian lapangan yang dilakukan di Salatiga, nilai deklinasi

magnetik untuk Kota Salatiga adalah sebagaimana tabel berikut ini:

87

NO Tempat Koordinat Deklinasi

1 Lapangan Klumpit 7° 20΄ 41.6˝ LS

110° 31́ 12.5˝ BT

1° 35́15˝

2. Halaman Graha Korpri 7° 19΄ 43.5˝ LS

110° 29́ 54.1˝ BT

2° 33́43”

3. Lapangan Jambesari 7° 18΄ 51.5˝ LS

110° 28́ 39.1˝ BT

1°38́ 59˝

4. Lapangan Kembangarum 7° 20΄ 07˝ LS

110° 29́ 24˝ BT

1° 38́17˝

5. Lapangan Tingkir 7° 21΄ 33.9˝ LS

110° 30́ 54.4˝ BT

1° 37́56˝

6. Lapangan Nglempong 7° 21΄ 16.7˝ LS

110° 31́ 07.4˝ BT

0° 43́ 53˝

Tabel 4.1 Hasil observasi deklinasi magnetik Kota Salatiga

Dari data di atas bisa dilihat nilai deklinasi magnetik (dalam pembulatan)

adalah 1º38' (tabel no.4 dan 5) pada 2 tempat; 1º39' (tabel no.3) pada 1

tempat; 1º35'(tabel no.1) pada 1 tempat. Empat nilai ini bisa dianggap nilai

rata-rata karena selisihnya hanya antara 1 hingga 4 menit. Berbeda dengan

nilai deklinasi magnetik yang tersisa (tabel no.2 dan 6) yang berbeda jauh

dengan hasil observasi pada tempat-tempat lainnya yang diteliti yakni dengan

nilai deklinasi 2° 33́ 43˝ (02° 34́) dan 0° 43́ 53˝(0° 44́).

Dari enam kali observasi, empat kali observasi (observasi pertama,

ketiga, keempat, dan kelima) menghasilkan angka deklinasi magnetik yang

88

selisihnya sekitar 1́ hingga 4́. Jika diurutkan dari yang paling kecil,

urutannya adalah 1°35΄, 1°38́ , dan 1°39́. Angka ini memiliki perbedaan

dengan perkiraan deklinasi magnetik untuk Kota Salatiga yang dikeluarkan

WMM (World Magnetic Model) dan IGRF (International Geomagnetic

Reference Field).

Perbedaan nilai deklinasi magnetik yang dihasilkan dalam keempat observasi

tersebut dianggap wajar karena selisihnya yang masih di kisaran 30 menit. Hal ini

karena akurasi perkiraan deklinasi magnetik yang dinyatakan dalam situs resmi

NGDC (National Geophysic Data Center), pengelola software WMM2010 dan

IGRF11, adalah hingga 30 menit busur.

Menurut Amhar (2004: 5) di Eropa atau Amerika nilai deklinasi

magnetik sangat besar (beberap belas/puluh derajat), namun perubahannya

tampak teratur (periodis), sedangkan di Indonesia angka deklinasinya kecil

namun perubahannya tidak teratur dan bisa lebih besar dari angka

deklinasinya sendiri. Oleh karenanya, nilai deklinasi magnetik yang

dihasilkan keempat observasi tersebut dianggap akurat untuk dijadikan acuan

dalam melakukan koreksi deklinasi magnetik pada kompas dalam

menentukan utara sejati di Kota Salatiga.

Untuk dua observasi tersisa (observasi kedua dan keenam) menghasilkan

nilai deklinasi magnetik yang jauh berbeda dibandingkan dengan hasil yang

dikeluarkan WMM (World Magnetic Model) dan IGRF (International

Geomagnetic Reference Field). Observasi kedua menghasilkan nilai deklinasi

magnetik sebesar 2° 34΄, sedangkan observasi keenam menghasilkan nilai

deklinasi magnetik sebesar 44’. Perbedaan tersebut dianggap tidak wajar

karena selisihnya yang lebih dari 30 menit dari perkiraan deklinasi magnetik

89

untuk Kota Salatiga yang dikeluarkan WMM (World Magnetic Model) dan

IGRF (International Geomagnetic Reference Field). Adanya anomali tersebut

oleh karenanya menjadikan nilai deklinasi magnetik yang dihasilkan tidak

bisa dianggap akurat untuk dijadikan acuan dalam melakukan koreksi kompas

dalam menentukan utara sejati di Kota Salatiga.

Terkait dengan pengaruh deklinasi magnetik pada kompas terhadap

penentuan utara sejati di Kota Salatiga, berdasarkan observasi yang telah

dilakukan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

a. Pengaruh kemagnetan Bumi

Magnet Bumi adalah besaran vektor yang bervariasi dalam ruang, dan

waktu. Magnet Bumi (Earth’s magnetic) biasanya disimbolkan dengan B,

ruang (space) dengan r, dan waktu (time) dengan t. Medan magnet yang

diukur dengan sensor magnetik pada permukaan atau di atas permukaan

Bumi, sebenarnya merupakan gabungan dari beberapa kontribusi medan

magnet yang dihasilkan oleh berbagai macam sumber. Medan ini berlapis-

lapis dengan masing-masing sumber dan medan yang berinteraksi satu sama

lain melalui proses induksi (Thomson, 2010: 20).

Sumber-sumber geomagnetik adalah (Thomson, 2010: 20):

a. Medan inti (Bcore), yang dihasilkan dalam konduksi Bumi, fluida luar

inti Bumi;

b. Medan kerak (Bcrust), dari kerak Bumi / lapisan atas;

c. Medan gangguan terkombinasi (Bdisturbance), dari arus listrik di atas

atmosfer dan magnetosfer, yang juga menyebabkan arus listrik di laut dan

tanah.

90

Dengan demikian, medan magnet yang diamati adalah jumlah kontribusi:

B (r, t) = Bcore (r, t) + Bcrust (r) + Bdisturbance (r, t)

Bcore, dihasilkan dari dalam konduksi Bumi dan fluida luar inti Bumi.

Bcore adalah bagian yang mendominasi medan. Terhitung lebih dari 95% dari

kekuatan medan magnet berada pada tempat ini. Variasi sekular pada bagian

ini terjadi secara lambat (Thomson, 2010: 21)

Bcrust, dihasilkan dari kerak Bumi atau lapisan atas. Medan kerak timbul

dari batuan kerak yang termagnetikasi. Bcrust bervariasi secara spasial, tetapi

hampir konstan pada waktu untuk skala waktu yang dianggap di sini. Di

sebagian besar lokasi Bcrust jauh lebih kecil magnitudonya dari Bcore tetapi

dapat memiliki dampak lokal yang signifikan pada penggunaan perangkat

kompas magnetik (Thomson, 2010: 21)

Bdisturbance timbul dari arus yang mengalir di ionosfer dan

magnetosfer. Bdisturbance juga merupakan arus induksi yang dihasilkan dari

lapisan dan kerak Bumi. Bdisturbance sangat bervariasi. Variasi tersebut

sesuai dengan lokasi dan waktu (Thomson, 2010: 21).

Magnetosfer adalah suatu daerah di angkasa yang bentuknya ditentukan

oleh luasnya medan magnet internal Bumi, plasma angin surya, dan medan

magnet antarplanet. Magnetosfer ibarat perisai, sehingga seperti biasanya

akan menjadi pelindung Bumi ketika aktivitas badai Matahari sedang

mengalami puncaknya. Magnetosfer juga berfungsi sebagai penangkal petir

bagi Bumi, yang berarti lapisan ini menangkal radiasi berbahaya dari

Matahari, misalnya, partikel alpha, beta, angin surya dan semburan massa

korona (Admiranto, 2009: 99).

91

Thomson menyatakan bahwa arus magnetosfer utamanya dapat memicu

interaksi medan magnet internal Bumi dengan angin Matahari. Akibatnya

sumber-sumber ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas Matahari dan dapat

berfluktuasi secara tak terprediksi (Thomson, et al, 2011: 20).

Ionosfer adalah bagian atmosfer yang terionisasi oleh radiasi Matahari.

Lapisan ini berperan penting bagi keelektrikan atmosfer dan membentuk

batas dalam lapisan magnetosfer. Fungsi utamanya, di antara fungsi-fungsi

yang dimilikinya, adalah memengaruhi rambatan radio ke tempat-tempat

yang jauh di muka Bumi (Thomson, et.al, 2011:21).

Dari tiga hal di atas, lapisan-lapisan Bumi, magnetosfer dan ionosfer,

yang memberi pengaruh terhadap besaran deklinasi magnetik lahirlah

rumusan baru. Rumusan tersebut mendefinisikan total medan magnet di atas

permukaan Bumi (Varatharajoo, 2007: 1). Rumusan tersebut adalah :

B (r, t) = Bm (r, t) + Bl (r, t) + Bc (r, t)

Bm adalah medan yang dihasilkan oleh inti luar Bumi, biasanya disebut

medan utama. Bl adalah medan yang dihasilkan oleh kerak Bumi dan wilayah

lapisan atas pada litosfer. Bc adalah medan yang dihasilkan oleh arus listrik

ionosfer dan magnetosfer. Simbol “r” merepresentasikan posisi vektor di

mana medan disebutkan dan “t” adalah waktu. Medan utama (Bm)

memberikan kontribusi lebih dari 95% dari total medan. Besar gaya dari

medan di permukaan Bumi bervariasi dari sekitar 50.000 nT (nanotesla) atau

0,5 G (Gauss) untuk kutub dan 30.000 nT ( nanotesla ) atau 0,3 G (Gaus )

untuk khatulistiwa (Varatharajoo, 2007: 2).

92

Hasil observasi pada Lapangan Nglempong, Kelurahan Tingkir Lor,

Kecamatan Tingkir yang nilai deklinasi magnetiknya jauh berbeda dengan

nilai deklinasi magnetik Kota Salatiga pada umumnya saat observasi sangat

mungkin dikarenakan pengaruh aktivitas dan radiasi Matahari yang

berdampak terhadap kemagnetan Bumi pada lapisan magnetosfer dan

ionosfer.

Hal ini berdasarkan fakta bahwa penelitian dilakukan kurang lebih

selama satu setengah jam dari 14.00 sampai 15.00 WIB di mana saat itu

kondisi Matahari sangat terik, sedangkan tempat pengukuran berada di tengah

lapangan desa yang relatif minim dari pengaruh benda-benda magnetik

seperti besi, tiang listrik maupun kendaraan. Setelah beberapa kali ujicoba

nilai deklinasi magnetik yang dihasilkan selalu menunjuk pada kisaran 0º 43'

dan 0º 44'.

b. Pengaruh benda-benda magnetik di sekitar kompas

Pemakaian bahan yang dapat menarik atau menolak magnet terbagi

menjadi tiga (Umar, 2008: 14) :

1. Bahan magnetik atau ferromagnetik, yaitu bahan yang ditarik dengan

mudah oleh magnet. Contoh dari bahan ini adalah besi, nikel, cobalt, dan

baja.

2. Bahan paramagnetik, yaitu bahan yang ditarik lemah oleh magnet.

Contoh dari bahan ini adalah aluminium dan kayu.

3. Bahan diamagnetik, yaitu bahan yang menolak magnet. Contohnya

adalah emas.

93

Kerja kompas dipengaruhi oleh magnet yang berada di sekitarnya. Agar

penggunaan kompas dalam mencari arah dapat maksimal hendaknya benda-

benda yang mengandung magnet disingkirkan. Pemakaian kompas yang jauh

dari benda-benda magnetik saat observasi harus diupayakan jika ingin

memperoleh angka deklinasi magnetik yang cukup akurat. Pemakaian

tersebut seperti di tengah lapangan, di tengah sawah, atau di tengah hutan,

atau di tempat-tempat lain yang minim benda magnetik. Sebaliknya, tempat

observasi yang banyak benda magnetik, akan menghasilkan angka deklinasi

yang tidak akurat.

Hal tersebut telah dibuktikan lewat penelitian yang dilakukan di halaman

Graha Korpri. Halaman Graha Korpri menyerupai lapangan basket yang

terletak di tengah Kota. Peneliti memilih tempat penelitian tersebut dengan

tujuan untuk membuktikan pengaruh benda-benda magnetik di sekitar

terhadap nilai deklinasi magnetik yang dihasilkan. Oleh karenanya tempat

yang dipilih pun juga berbeda dari tempat-tempat observasi yang lainnya.

Jika tempat observasi kesemuanya berupa lapangan yang berada cukup

jauh dari Kota dan benda-benda magnetik lainnya, bahkan ada yang di

sekelilingnya masih berupa perkebunan kayu, maka Halaman Graha Korpri

ini merupakan pengecualian karena berada di tengah Kota, dekat dengan

bangunan, dan cukup dekat dengan jalan raya yang dilalui banyak sekali

kendaraan, bahkan beberapa mobil tampak berada di sekeliling halaman

tersebut.

Halaman Graha Korpri, tepatnya di sekitar titik tengahnya, mempunyai

koordinat 7° 19́ 43.5˝ LS dan 110° 29΄ 54.1˝ BT. Pengujian dilakukan pada

94

tanggal 19 Juni 2013, diantara pukul 13.15-14.00. Setelah dilakukan

pengujian beberapa kali angka deklinasi yang dihasilkan berkisar antara 2º 44'

dan 2º 45'. Ini menunjukkan bahwa penggunaan kompas di tengah lapangan

yang terletak di tengah Kota dengan kondisi sekitar yang tidak terlalu jauh

dari benda-benda magnetik berpengaruh terhadap nilai deklinasi bahkan

hingga hitungan derajat.

Hasil ini tidak hanya menegaskan atau membuktikan validitas pengaruh

magnet terhadap kerja kompas, tetapi juga menyiratkan perlunya penelitian

lanjutan yang berhubungan dengan pengaruh benda magnetik terhadap

kompas.

c. Sumber data deklinasi magnetik

Ada banyak lembaga yang mengeluarkan data deklinasi magnetik di

dunia ini. Di Indonesia lembaga tersebut adalah Badan Meteorologi

Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Sebelumnya lembaga ini bernama

Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). Masalah kemagnetan Bumi berada

di bawah Bidang Geofisika Potensial dan Tanda Waktu.

Pada saat ini BMKG melakukan pengamatan fenomena kemagnetan

bumi di 5 stasiun, yaitu di stasiun Geofisika Tangerang (1964), stasiun

Geofisika Tuntungan, Medan (1980), dan stasiun Geofisika Manado di

Tondano (1990). Sedangkan 2 stasiun lainnya baru mulai operasi akhir tahun

2006, yaitu di Stasiun Geofisika Kupang dan dan Stasiun Geofisika Bandung

di Pelabuhan Ratu. Selain melakukan pengamatan magnet bumi secara

stasioner, BMG juga melakukan pengamatan magnet bumi secara berkala di

titik-titik tertentu yang disebut sebagai repeat stations, setiap 5 (lima) tahun

95

sekali. Jumlah repeat station saat ini ada 84 titik. Hasil pengukuran ini

digunakan untuk memperbaharuhi peta iso-magnetic di Indonesia (Noor

Efendi, wawancara 11 Juni 2013).

Pada tahun 1960, survey magnetik untuk setiap stasiun pengulangan

sudah dilakuanoleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Dalam catatan geofisika lima komponen geomagnetik dikoreksi untuk tahun

epoch 2010.0. Kelima komponen magnetik tersebut terdiri atas komponen

deklinasi (D), komponen inklinasi (I), komponen vertikal (Z), komponen

horizontal (H) dan komponen magnet total (F). Keseluruhan data dikoreksi

dengan base stasiun yang berada di stasiun geomagnetik Tondano, sebagai

standarisasi (Noor Efendi, wawancara 11 Juni 2013).

Di dunia internasional salah satu lembaga yang membidangi kemagnetan

Bumi adalah The International Association of Geomagnetikm and Aeronomy

(IAGA). IAGA adalah salah satu delapan asosiasi internasional yang

tergabung dalam International Union of Geodesy and Geophysic (IUGG).

IAGA adalah organisasi internasional yang mengeluarkan serangkaian model

matematis, yang terkenal dengan sebutan International Geomagnetic

Reference Field (IGRF) (Macmillan, 2007: 1)

Selain itu juga dikenal World Magnetic Model (WMM) yang merupakan

produk gabungan dari National Geospatial-Intelligence Agency Amerika

Serikat (NGA) dan Defense Geographic Centre (DGC) Inggris. WMM

dikembangkan bersama oleh National Geophysical Data Center (NGDC) dan

British Geological Survey (BGS) (Thomson, 2009: 2)

96

Data yang dikeluarkan lembaga-lembaga di atas satu sama lain saling

berbeda. Perbedaan tersebut berkisar pada hitungan menit, yang artinya

perbedaan tersebut tidak sampai derajat diantara nilai deklinasi yang

dikeluarkan lembaga-lembaga tersebut. Berikut ini adalah perbandingan hasil

pengukuran langsung dengan hasil WMM (World Magnetic Model) dan IGRF

(International Geomagnetic Reference Field):

N

o

Nama

Tempat

Waktu Hasil

Observasi

Hasil

WMM

Hasil

IGRF

1

Lapangan

Klumpit

19 Juni

2013

1° 35́15˝ 1° 9' 6" 1°7'14"

2

Halaman Graha

Korpri

19 Juni

2013

2° 33́43” 1° 9' 0" 1° 7' 8"

3

Lapangan

Jambesari

20 Juni

2013

1°38́ 59˝ 1°8' 53" 1° 7' 1"

4

Lapangan

Kembangarum

23 Juni

2013

1° 38́17˝ 1° 8' 57" 1° 7' 5"

5

Lapangan

Tingkir

23 Juni

2013

1° 37́56˝ 1° 9' 7" 1°7'15"

6

Lapangan

Nglempong

23 Juni

2013

0° 43́ 53˝ 1° 9' 6" 1°7'14"

Tabel 4.2 Perbandingan Hasil observasi deklinasi magnetik dan perkiraan deklinasi

magnetik versi WMM dan IGRF

97

Pengaruh dari perbedaan angka-angka di atas bisa dilihat saat seseorang

mengoreksi kompas. Jika dia mengikuti versi yang menyatakan bahwa angka

koreksinya kecil maka perubahan pada kompas pada saat dikoreksi pun juga

kecil. Sedangkan jika angka koreksinya bertambah maka perubahan kompas

saat dikoreksi juga bertambah. Begitu juga jika angka yang diperlihatkan

besar. Dari sini bisa dilihat bahwa ketepatan sebuah model dalam menghitung

medan magnet yang mempengaruhi kompas atau sensor magnetik lainnya

dipengaruhi oleh banyak hal, termasuk tempat di mana kompas digunakan.

Oleh karena itu, mengukur deklinasi magnetik pada kompas secara

langsung memiliki nilai lebih dibandingkan dengan mendapatkan angka

deklinasi magnetik dari model medan magnet berupa kalkulator deklinasi

magnetik. Hal ini dikarenakan pengukuran secara langsung menghasilkan

nilai deklinasi magnetik yang secara otomatis sudah mencakup faktor

eksternal medan magnet Bumi.

Secara umum, model medan magnet saat ini seperti WMM (World

Magnetic Model) dan IGRF (International Geomagnetic Reference Field)

memiliki akurasi deklinasi sekitar 30 menit busur atau 0.5 derajat dan

inklinasi sekitar 200 nanotesla untuk elemen intensitas. Hal lain yang penting

untuk dipahami adalah anomali lokal bisa melebihi 10 derajat. Hal tersebut

memang ada meskipun tergolong jarang. Salah satunya adalah daerah di

Minnesota yang memiliki daerah anomaly terpetakan sebesar 16 derajat

deklinasi timur. Ukuran relatif anomali lokal berkisar 3 sampai 4 derajat

(Thomson, 2009: 52).