bab iv hasil penelitian dan...

21
51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Puskesmas Tirto I Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan yang terletak di dataran rendah Pantai Utara Pulau Jawa, berada diposisi 109- 110 BT dan 6-7 LS, luas wilayah 1.738,777 ha. Puskesmas Tirto I terletak di Kecamatan Tirto yang membawahi 16 desa binaan. Kepadatan penduduknya sekitar 3.822 jiwa/km2. Jumlah penduduk pada tahun 2012 adalah 33.352 jiwa. Ketenagaan di Puskesmas Tirto I sejumlah 44 orang, yang terdiri: Kepala Puskesmas 1 orang, dokter umum 1 orang, dokter gigi 1 orang, perawat 7 orang, Bidan 19 orang, asisten apoteker 2 orang, petugas hygine Sanitasi 1, non paramedis 14 orang. Puskesmas Tirto I memiliki 2 unit poli umum,1 unit poli KIA, poli gigi, loket, klinik sanitasi, laboratorium, dan lainnya. Data jumlah kunjungan rawat jalan di Puskesmas Tirto I pada tahun 2012 tercatat 51.427 orang 2. Karakteristik Sampel Jumlah penderita filariasis di Puskesmas Tirto I sebanyak 22 orang. Penelitian ini melibatkan 44 responden pada bulan Mei 2013. Hasil penelitian diuraikan sebagai berikut:

Upload: nguyenque

Post on 14-Feb-2018

220 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

51

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Puskesmas Tirto I

Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

yang terletak di dataran rendah Pantai Utara Pulau Jawa, berada diposisi 109-

110 BT dan 6-7 LS, luas wilayah 1.738,777 ha. Puskesmas Tirto I terletak di

Kecamatan Tirto yang membawahi 16 desa binaan. Kepadatan penduduknya

sekitar 3.822 jiwa/km2. Jumlah penduduk pada tahun 2012 adalah 33.352

jiwa.

Ketenagaan di Puskesmas Tirto I sejumlah 44 orang, yang terdiri: Kepala

Puskesmas 1 orang, dokter umum 1 orang, dokter gigi 1 orang, perawat 7

orang, Bidan 19 orang, asisten apoteker 2 orang, petugas hygine Sanitasi 1,

non paramedis 14 orang. Puskesmas Tirto I memiliki 2 unit poli umum,1 unit

poli KIA, poli gigi, loket, klinik sanitasi, laboratorium, dan lainnya. Data

jumlah kunjungan rawat jalan di Puskesmas Tirto I pada tahun 2012 tercatat

51.427 orang

2. Karakteristik Sampel

Jumlah penderita filariasis di Puskesmas Tirto I sebanyak 22 orang. Penelitian

ini melibatkan 44 responden pada bulan Mei 2013. Hasil penelitian diuraikan

sebagai berikut:

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

52

Tabel 4.1.

Distribusi jumlah penderita filariasis di Puskesmas Tirto I Kabupaten Pekalongan Jawa

Tengah Mei 2013 (n1=n2=22)

No Desa Jumlah

1 Ngalian 1

2 Wuled 1

3 Pucung 1

4 Dadirejo 2

5 Sidorejo 1

6 Tanjung 3

7 Samborejo 11

8 Pacar 2

JUMLAH 22

Sumber: Dinas Kesehatan Pekalongan

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penderita terbanyak ditemukan di desa

Samborejo yaitu 11 orang. Jumlah responden yang berhasil di wawancarai

dalam penelitian ini sebanyak 44 orang yang terdiri dari 22 kasus dan 22

kontrol. Sehingga sesuai dengan yang direncanakan sebelumya.

3. Analisis Univariat

Tujuan analisis ini adalah untuk mendiskripsikan karateristik masing-masing

variabel yang diteliti, bentuknya tergantung dari jenis datanya. Analisa

univariat ini dilakukan pada tiap-tiap variabel penelitian. Dalam penelitian ini

menggunakan data numerik dan kategorik

a. Karakteristik Individu

Karakteristik individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang

yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dengan lingkungannya.

Diskripsi faktor karakteristik individu dapat dilihat pada tabel sebagai

berikut:

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

53

Tabel 4.2.

Distribusi Faktor Karakteristik Individu berupa umur dan jenis kelamin responden di

Puskesmas Tirto I Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah Mei 2013 (n1=n2=22)

Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)

Kasus Kontrol Kasus Kontrol

Usia

Usia Muda 6 6 13.64 13.64

Usia Dewasa 8 9 18.18 20.45

Usia Tua 8 7 18.18 15.91

Jenis Kelamin

Laki-Laki 10 9 22.73 20.45

Perempuan 12 13 27.27 29.55

Dari tabel diatas, diketahui Jumlah responden yang tergolong dalam usia

muda (15-24 tahun) sebanyak 12 orang (27.3%) yaitu 6 (13.64%) orang

dari kelompok kasus dan 6 (13.64%) orang dari kelompok kontrol,

responden yang tergolong dewasa (25-49 tahun) sebanyak 17 (38.6%)

yaitu 8 orang (18.18%) dari kelompok kasus dan 9 orang (20.45%) dari

kelompok kontrol, serta responden pada tua(>50 tahun) sebanyak 14 orang

(31.8%) yaitu 8 orang (18.18%) dari kelompok kasus dan 7 orang

(15.91%) dari kelompok kontrol , responden dalam penelitian ini paling

banyak berumur 24 dan 20 tahun, masing-masing 3 orang responden.

Jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 19 orang

(43.18%), dengan rincian 10 orang (22.73%) dari kelompok kasus dan 9

orang (20.45%) dari kelompok kontrol dan responden berjenis kelamin

perempuan sebanyak 25 orang (56.8%) yaitu 12 orang (27.27%) dari

kelompok kasus dan 13 orang (29.55%) dari kelompok kontrol.

b. Faktor Perilaku

Perilaku individu berkaitan dengan kejadian filariasis, perilaku individu

meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan. Diskripsi faktor perilaku dapat

dilihat pada tabel sebagai berikut:

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

54

Tabel 4.3

Distribusi Faktor perilaku responden berupa pengetahuan, sikap dan tindakan di Puskesmas

Tirto I Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah Mei 2013 (n1=n2=22)

Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)

Kasus Kontrol Kasus Kontrol

Pengetahuan Baik 3 13 6.82 29.55

Kurang 19 9 43.18 20.45

Sikap

Setuju 4 16 9.09 36.36

Tidak Setuju 18 6 40.91 13.64

Tindakan

Tidak Dilakukan 5 16 11.36 36.36

Dilakukan 17 6 38.64 13.64

Dari tabel diatas, dikatahui jumlah responden yang berpengetahuan baik

sebanyak 16 orang (36.4%) yaitu 3 orang (6.82%) dari kelompok kasus

dan 13 orang (29.55%) dari kelompok kontrol, dan responden yang

berpengetahuan kurang sebanyak 28 (63.6%) yaitu 19 orang (43.18%) dari

kelompok kasus dan 9 orang (20.45%) dari kelompok kontrol, 33

responden tidak mengetahui pengertian dari penyakit filariasis dan tidak

mengerti bahwa lingkungan rumah yang kurang bersih dapat menjadikan

seseorang terkena filariasis, 30 responden kurang begitu paham bahwa

semua usia bisa terkena penyakit filariasis.

Jumlah responden yang memiliki sikap setuju dengan upaya pencegahan

filariasis sebanyak 20 orang (45.5%) yaitu 4 orang (9.09%) dari kelompok

kasus dan 16 orang (36.36%) dari kelompok kontrol, dan responden yang

memiliki sikap tidak setuju sebanyak 24 (54.5%) yaitu 18 orang (40.91%)

dari kelompok kasus dan 6 orang (13.64%) dari kelompok kontrol.

Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit filariasis

menyebabkan sikap mereka pun kurang baik, warga memilih melakukan

penyemprotan dari pada melakukan PSN, selain itu warga juga menjauhi

warga lain yang mederita filariasis. Warga yang memiliki sikap demikian

berjumlah 23 responden.

Jumlah responden yang melakukan upaya pencegahan filariasis sebanyak

21 responden yaitu 5 oresponden dari kelompok kasus dan 16 responden

dari kelompok kontrol, dan responden yang tidak melakukan tindakan

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

55

pencegahan sebanyak 23 responden yaitu 17 responden dari kelompok

kasus dan 6 responden dari kelompok kontrol. Sebagian besar warga yang

menjadi responden dalam penelitian ini tidak memasang kawat kasa pada

ventilasi yang ada dirumah mereka, jumlahnya sebanyak 30 responden.

c. Faktor Lingkungan

Lingkungan berkaitan dengan kejadian filariasis, Faktor lingkungan dapat

menunjang kelangsungan hidup hospes. Hospes reservoir dan vektor

filariasis yang ada di suatu daerah endemis. Diskripsi faktor lingkungan

dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.4

Distribusi Faktor lingkungan berupa tempat istirahat vektor dan tempat berkembangbiak

vektor di Puskesmas Tirto I Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah Mei 2013 (n1=n2=22)

Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)

Kasus Kontrol Kasus Kontrol

Tempat Istirahat

vector

Baik 3 14 6.82% 31.82%

Kurang 19 8 43.18% 18.18%

Tempat berkembang

biak vektor

Baik 1 9 2.22% 20.00%

Kurang 21 13 46.67% 28.89%

Dari tabel diatas, diketahui jumlah responden yang dilingkungannya

terdapat tempat istirahat vektor dan masuk dalam kondisi kurang baik

berjumlah 27 (61.4%) responden yaitu 19 orang (43.18%) dari kelompok

kasus dan 8 orang (18.18%) dari kelompok kontrol, sedangkan yang

masuk dalam kategori baik berjumlah 17 (38.6%) responden yaitu 3 orang

(6.82%) dari kelompok kasus dan 14 orang (31.82%) dari kelompok

kontrol. Sebagian besar lingkungan responden terdapat tempat istirahat

vektor berupa gantungan baju, jumlah responden yang dilingkungannya

terdapat tempat istirahat vektor berupa gantungan baju sebanyak 39

responden.

Jumlah responden yang dilingkungannya terdapat tempat berkembang biak

vektor dan masuk dalam kategori kurang baik berjumlah 34 responden

yaitu 21 responden dari kelompok kasus dan 13 responden dari kelompok

kontrol, sedangkan yang masuk dalam kondisi baik berjumlah 10

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

56

responden yaitu 1 responden dari kelompok kasus dan 9 responden dari

kelompok kontrol. Dilingkungan responden sebagian besar terdapat

tambak/ kolam keruh, dan kotor, genangan air kotor, jumlahnya sebanyak

40 responden.

4. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan dan besarnya nilai

odds ratio antara faktor-faktor risiko (variabel independen) dengan kejadian

filariasis, (variabel dependen), dengan tingkat kemaknaan 95%. Ada atau

tidaknya hubungan antara faktor risiko dengan kejadian filariasis ditunjukkan

dengan nilai p < 0,05, sedangkan faktor risiko dengan nilai OR > 1 =

mempertinggi risiko, OR = 1 maka dinyatakan tidak terdapat asosiasi dan OR

< 1 bersifat protektip atau mengurangi risiko.

a. Hubungan antara umur dengan kejadian filariasis di Puskesmas Tirto I

Kabupaten Pekalongan

Tabel 4.5

Hubungan antara umur dengan kejadian filariasis di Puskesmas Tirto I Kabupaten

Pekalongan Mei 2013 (n1=n2=22)

Variabel umur digolongkan menjadi tiga kategori yaitu muda apabila

responden berumur 15-24 tahun, dewasa apabila responden berumur 25-49

tahun dan tua apabila responden berumur lebih dari 50 tahun. Berdasarkan

tabel silang di atas diketahui bahwa proporsi usia muda pada kelompok

kasus sebanyak 6 (27.3%) responden, usia dewasa pada kelompok kasus

sebanyak 8 (36.4%) responden dan proporsi usia tua pada kelompok kasus

sebanyak 7 (36.4%).

Umur Kasus Kontrol Total value

OR dg 95%CI N % n %

Usia Muda 6 27.3 6 27.3 12 0.939

Usia Dewasa 8 36.4 9 40.9 17

Usia Tua 8 36.4 7 31.8 15 - Total 22 100 22 100 44

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

57

Proporsi usia muda pada kelompok kontrol yaitu 6 (27.3%) responden,

usia dewasa pada kelompok kontrol sebanyak 9 (40.9%) responden dan

proporsi usia tua pada kelompok kontrol sebanyak 7 (31.8%) responden.

Hasil uji chisquare didapatkan nilai value sebesar 0,939>0,05 yang

artinya tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian filariasis di

Puskesmas Tirto I Kabupaten Pekalongan. Nilai OR usia tidak dapat

ditampilkan dikarenkan usia digolongkan menjadi 3 golongan sehingga

bentuk tabel 3x2 tidak mendukung nilai OR.

b. Hubungan antara Jenis kelamin dengan kejadian filariasis di Puskesmas

Tirto I Kabupaten Pekalongan

Tabel 4.6

Hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian filariasis di Puskesmas Tirto I

Kabupaten Pekalongan Mei 2013 (n1=n2=22)

Variabel jenis kelamin digolongkan menjadi dua kategori yaitu laki-laki

dan perempuan. Berdasarkan tabel silang di atas diketahui bahwa proporsi

jenis laki-laki kelompok kasus sebanyak 10 (45.5%) responden, dan jenis

kelamin perempuan pada kelompok kasus sebanyak 12 (54.5%)

responden. Proporsi jenis kelamin laki-laki pada kelompok kontrol yaitu 9

(40.9%) responden, dan jenis kelamin perempuan pada kelompok kontrol

sebanyak 13 (59.1%) responden. Hasil uji chisquare didapatkan nilai

value sebesar 1.000>0,05 , OR= 1,204 dengan 95% Cl= 0,365-3,974 yang

artinya tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian filariasis

di Puskesmas Tirto I Kabupaten Pekalongan, jenis kelamin perempuan

merupakan faktor risiko kejadian filariasis.

c. Hubungan antara Pengetahuan dengan kejadian filariasis di Puskesmas

Tirto I Kabupaten Pekalongan

Jenis Kelamin Kasus Kontrol Total value

OR dg 95%CI N % n %

Laki-laki 10 45.5 9 40.9 19 1.000

Perempuan 12 54.5 13 59.1 25 1,204 (0,365-3,974)

Total 22 100 22 100 44

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

58

Tabel 4.7

Hubungan antara pengetahuan dengan kejadian filariasis di Puskesmas Tirto I

Kabupaten Pekalongan Mei 2013 (n1=n2=22)

Variabel pengetahuan digolongkan menjadi dua kategori yaitu baik dan

kurang, kategori baik skor yang diperoleh > median (5,0) dan kategori

kurang skor yang diperoleh < 5,0. Berdasarkan tabel silang diatas

diketahui bahwa proporsi responden yang memiliki pengetahuan baik

kelompok kasus sebanyak 3 (13.6%) responden, dan responden dengan

pengetahuan kurang pada kelompok kasus sebanyak 19 (86.4%) responden

Proporsi responden dengan pengetahuan baik pada kelompok kontrol yaitu

13(50.9%) responden, dan responden dengan pengetahuan kurang pada

kelompok kontrol sebanyak 9 (59.1%) responden. Hasil uji chisquare

didapatkan nilai value sebesar 0.004<0,05 OR=0,109 dengan 95%

Cl=0,25-0,483 yang artinya ada hubungan antara pengetahuan dengan

kejadian filariasis di Puskesmas Tirto I Kabupaten Pekalongan dan

pengetahuan merupakan faktor protektif atau faktor yang bisa mengurangi

risiko kejadian filariasis.

d. Hubungan antara Sikap dengan kejadian filariasis di Puskesmas Tirto I

Kabupaten Pekalongan

Tabel 4.8

Hubungan antara sikap dengan kejadian filariasis di Puskesmas Tirto I Kabupaten

Pekalongan Mei 2013 (n1=n2=22)

Pengetahuan Kasus Kontrol Total value

OR dg 95%CI N % n %

Baik 3 13.6 13 59.1 16 0.004

Kurang 19 86.4 9 40.9 28 0,109 (0,25-0,483)

Total 22 100 22 100 44

Sikap Kasus Kontrol Total value

OR dg

95%CI

n % n %

Setuju 4 18.2 16 72.7 20 0.001

Tidak Setuju 18 81.8 6 27.3 24 0,083(0,0020-

0,349)

Total 22 100 22 100 44

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

59

Variabel sikap digolongkan menjadi dua kategori yaitu setuju, skor > 4,00

(median) dan tidak setuju, skor <=4,00 (median). Berdasarkan tabel silang

diatas diketahui bahwa proporsi responden yang sikap setuju pada

kelompok kasus sebanyak 4 (18.2%) responden, dan responden sikap tidak

setuju pada kelompok kasus sebanyak 18 (81.8%) responden

Proporsi responden dengan sikap setuju pada kelompok kontrol yaitu 16

(72.7%) responden, dan responden dengan sikap tidak setuju pada

kelompok kontrol sebanyak 6 (27.3%) responden. Hasil uji chisquare

didapatkan nilai value sebesar 0.001<0,05 OR=0,083 dengan 95%

Cl=0,02-0,349 yang artinya ada hubungan antara sikap dengan kejadian

filariasis di Puskesmas Tirto I Kabupaten Pekalongan dan sikap

merupakan faktor protektif kejadian filariasis.

e. Hubungan tindakan dengan kejadian filariasis di Puskesmas Tirto I

Kabupaten Pekalongan

Tabel 4.9

Hubungan antara tindakan dengan kejadian filariasis di Puskesmas Tirto I Kabupaten

Pekalongan Mei 2013 (n1=n2=22)

V

Variabel tindakan dikategorikan menjadi dua yaitu tidak dilakukan apabila

skor 20-49,5%, dan dilakukan apabila skor 49,6-80%. Berdasarkan tabel

silang diatas diketahui bahwa proporsi responden yang melakukan

tindakan pencegahan pada kelompok kasus sebanyak 5 (22.7%)

responden, dan responden sikap tidak melakukan tindakan pencegahan

pada kelompok kasus sebanyak 17 (77.3%) responden

Proporsi responden yang melakukan pencegahan pada kelompok kontrol

yaitu 16 (72.7%) responden, dan responden tidak melakukan pencegahan

Tindakan Kasus Kontrol Total value

OR dg 95%CI n % n %

Dilakukan 5 22.7 16 72.7 20 0.002

Tidak dilakukan 17 77.3 6 27.3 24 0,110 (0,28-0,434)

Total 22 100 22 100 44

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

60

pada kelompok kontrol sebanyak 6 (27.3%) responden. Hasil uji chisquare

didapatkan nilai value sebesar 0.002<0,05 OR=0,11 dengan 95%

Cl=0,28-0,43 yang artinya ada hubungan antara tindakan dengan kejadian

filariasis di Puskesmas Tirto I Kabupaten Pekalongan dan tindakan

merupakan faktor protektif kejadian filariasis.

f. Hubungan faktor lingkungan berupa keberadaan tempat istirahat vektor

dengan kejadian filariasis di Puskesmas Tirto I Kabupaten Pekalongan

Tabel 4.10

Hubungan antara tempat istirahat vektor dengan kejadian filariasis di Puskesmas

Tirto I Kabupaten Pekalongan Mei 2013 (n1=n2=22)

Variabel lingkungan berupa tempat istirahat vektor dikategorikan menjadi

dua yaitu baik jika skor yang diperoleh 49,6-80%, dan kurang baik jika

skor yang diperoleh 20-49,6%. Berdasarkan tabel silang diatas diketahui

bahwa proporsi responden pada kelompok kasus yang lingkungannya

terdapat tempat istirahat vektor dan masuk dalam kategori buruk

berjumlah 19 (86.4%) responden. Hasil uji chisquare didapatkan nilai

value sebesar 0.002<0,05 OR=0,09 dengan 95% Cl=0,02-0,4 yang artinya

ada hubungan antara faktor lingkungan berupa tempat istirahat vektor

dengan kejadian filariasis di Puskesmas Tirto I Kabupaten Pekalongan dan

tempat istirahat vektor merupakan faktor protektif kejadian filariasis.

g. Hubungan faktor lingkungan berupa keberadaan tempat berkembang biak

vektor dengan kejadian filariasis di Puskesmas Tirto I Kabupaten

Pekalongan

Tempat istirahat

Vektor

Kasus Kontrol Total value

OR dg 95%CI N % n %

Baik 3 13.6 14 63.6 17 0.002

Kurang baik 19 86.4 8 36.4 27 0,09 (0,02-0,403)

Total 22 100 22 100 44

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

61

Tabel 4.11

Hubungan antara tempat berkembang biak vektor dengan kejadian filariasis di

Puskesmas Tirto I Kabupaten Pekalongan Mei 2013 (n1=n2=22)

V

V

Variabel Lingkungan berupa tempat berkembang biak vektor

dikategorikan menjadi dua yaitu baik jika skor yang diperoleh 49,6%-

80%, dan kurang baik jika skor yang diperoleh 20-49,5%. Berdasarkan

tabel silang diatas diketahui bahwa proporsi responden pada kelompok

kasus yang lingkungannya terdapat tempat berkembang biak vektor dan

masuk dalam kategori kurang baik berjumlah 21 (95.5%) responden. Hasil

uji chisquare didapatkan nilai value sebesar 0.009<0,05 OR=0,069

dengan 95% Cl= 0,008-0,608 yang artinya ada hubungan antara faktor

lingkungan berupa tempat berkembang biak vektor dengan kejadian

filariasis di Puskesmas Tirto I Kabupaten Pekalongan dan tempat

berkembang biak vektor merupakan faktor protektif kejadian filariasis.

B. Pembahasan

Hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti dapat diuraikan dalam

pembahasan sebagai berikut:

1. Faktor Karakteristik Individu

a. Umur

Hasil penelitian menunjukkan nilai value 0,939 yang berarti tidak ada

hubungan antara umur dengan kejadian filariasis. Filariasis menyerang

pada semua kelompok umur. Responden penelitian banyak berumur

antara 25-49 tahun (dewasa) yang bekerja buruh batik dan garmen

diluar dan didalam ruangan kurang pencahayaan dan penuh dengan

Tempat istirahat

Vektor

Kasus Kontrol Total value

OR dg 95%CI n % N %

Baik 1 4.5 9 40.5 10 0.09

Kurang baik 21 95.5 13 59.5 34 0,069 (0,008-0,608)

Total 22 100 22 100 44

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

62

tumpukan kain garmen tidak rapi. Pada dasarnya setiap orang dapat

tertular filariasis apabila mendapat tusukan nyamuk infektif

(mengandung larva stadium 3) ribuan kali (Depkes RI, 2008).

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan

sebelumnya oleh Kadarusman (2003) yang menyatakan terdapat

hubungan antara umur dengan kejadian filariasis. Sebab variabel umur

ini tidak berhubungan dengan kejadian filariasis dimungkinkan karena

nyamuk sebagai vektor filariasis ketika mencari makan atau menghisap

darah tidak memilih umur, jadi umur berapapun bisa berisiko terkena

filariasis. Pada kelompok kasus maupun kontrol kebanyakan usia

produktif (15-45 tahun). Penggolongan umur didasarkan pada

kemampuan seseorang bekerja.

b. Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukan nilai value 1.000 OR= 1,24 dengan

95% Cl= 0,365-3,974 yang artinya tidak ada hubungan antara jenis

kelamin dengan kejadian filariasis dan jenis kelamin bukan merupakan

faktor risiko kejadian filariasis. Responden kasus berjenis kelamin

laki-laki 10 orang, perempun 12 orang. Tidak adanya hubungan antara

jenis kelamin dengan kejadian filariasis karena nyamuk tidak pilih-

pilih ketika menghisap darah atau mencari makan, nyamuk tidak kenal

laki-laki maupun perempuan, jadi baik laki-laki maupun perempuan

mempunyai risiko yang sama untuk terkena filariasis.

Semua jenis kelamin dapat terinfeksi mikrofilaria. insiden filariasis

pada laki-laki lebih tinggi daripada insiden filariasis pada perempuan

karena umumnya laki-laki lebih sering kontak dengan vektor karena

pekerjaannya (Depkes RI, 2008).

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

63

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian terdahulu yang

dilakukan Kadarusman (2003) yang menyatakan ada hubungan antara

jenis kelamin dengan kejadian filariasis. Pada dasarnya adanya

perbedaan sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan perempuan

dengan laki-laki sehingga penderita filariasis pada penelitian ini

hampir sama antara laki-laki dan perempuan. Secara umum untuk

hampir semua penyakit, jenis kelamin perempuan mengalami angka

kesakitan tertinggi (Sub. Dit. Surveilans Depkes RI, 2008).

2. Faktor Perilaku

a. Pengetahuan

Hasil penelitian menujukan nilai value 0,004 OR=0,109 dengan 95%

Cl=0,25-0,483 yang berarti ada hubungan pengetahuan dengan

kejadian filariasis dan merupakan faktor protektif atau faktor yang bisa

mengurangi faktor risiko kejadian filariasis. Hasil penelitian diketahui

bahwa 86.4% responden kelompok kasus berpengetahuan kurang. Tiga

puluh tiga responden berpengetahuan kurang dalam pengertian

penyakit filariasis dan tidak memahami bahwa lingkungan rumah yang

kurang bersih dapat menjadikan seseorang terkena penyakit filariasis.

Tiga puluh responden tidak memahami bahwa semua usia bisa berisiko

tertular filariasis. Kurangnya pengetahuan responden dikarenakan

sebagian besar responden berpendidikan rendah, seseorang yang

berpendidikan rendah sulit untuk menerima informasi atau pesan-pesan

kesehatan yang disampaikan, mereka tidak perhatian dengan hal-hal

yang sebenarnya penting.

Pemahaman tentang gejala-gejala filariasis sangat penting, kurangnya

pengetahuan mengenai gejala-gejala filariasis menyebabkan

pengobatan penderita sering terlambat. Pada umumnya penderita yang

datang ke pelayanan kesehatan sudah masuk ke stadium lanjut, hingga

dapat menyebabkan cacat yang menetap, dengan demikian tingkat

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

64

pengetahuan yang baik akan berpengaruh terhadap kejadian filariasis

demikian juga sebaliknya, keadaan ini sesuai dengan teori bahwa

perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng (Long

Lasting) dari pada tidak didasari oleh pengetahuan (Roger , 1974).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nasrin (2008) yang menyatakan adanya hubungan pengetahuan dengan

kejadian Filariasis. Pengetahuan disini dimaksudkan pengetahuan

responden tentang pencegahan filariasis.

b. Sikap

Hasil penelitian menujukkan nilai value 0,001 OR 0,083 dengan

95%CI= 0,020-0,349 yang berarti ada hubungan sikap dengan kejadian

filariasis dan merupakan faktor protektif atau faktor yang bisa

mengurangi faktor risiko. Dari hasil penelitian 23 responden memilih

melakukan penyemprotan dari pada melakukan PSN, selain itu warga

juga menjauhi warga lain yang menderita filariasis. Responden

menganggap PSN tugas dari jajaran pemerintah dan pemasangan kassa

mngeluarkan banyak uang.

Sikap adalah anggapan atau persepsi seseorang terhadap apa yang

diketahui, tidak dapat dilihat secara nyata, tetapi dapat ditafsirkan

sebagai perilaku tertutup. Oleh karena itu sikap masyarakat atau

responden yang kurang mengenai penyakit filariasis dikarenakan

persepsi atau tanggapan yang keliru tentang sesuatu yang dianggap

benar (Notoatmodjo, 2003)

Perilaku sikap responden yang setuju terhadap pencegahan filariasis

dikarenakan pengetahuan yang cukup akan pencegahan suatu penyakit.

Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang menyatakan

bahwa perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana

manusia berespon baik secara aktif maupun pasif yang dilakukan

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

65

sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut sesuai tingkat

pencegahan penyakit.

Sikap masyarakat yang setuju dengan tindakan pencegahan dan siapa

saja yang bertanggung jawab untuk melakukan pencegahan filariasis

berhubungan dengan kejadian filariasis, hal ini dapat dilihat dari

jumlah responden pada kelompok kontrol yang memiliki sikap setuju

sebanyak 72.7%. dengan adanya sikap yang baik ini akan

memunculkan tindakan pencegahan terhadap filariasis.

Hasil penelitian ini berlawanan dengan penelitian Pulungan (2012)

yang tidak menemukan adanya hubungan antara sikap dengan kejadian

filariasis dikarenakan responden sudah mempunyai kesadaran akan

pentingnya sikap pencegahan penyakit.

c. Tindakan

Hasil penelitian menunjukkan nilai value 0,002 OR 0,11 dengan

95%CI= 0,28-0,434 yang artinya ada hubungan tindakan dengan

kejadian filariasis dan merupakan faktor protektif atau faktor yang bisa

mengurangi faktor risiko. Dari hasil penelitian didapatkan responden

yang tidak melakukan tindakan pencegahan pada kelompok kasus

sebanyak 77,3% dikarenakan kurang setuju akan sikap pencegahan

dengan PSN sehingga tidak melakukan tindakan PSN juga.

Tindakan pemberantasan sarang nyamuk merupakan salah satu cara

metode pengelolaan lingkungan. Cara pemberantasan sarang nyamuk

yang dapat dilakukan adalah dengan membersihkan tanaman air,

menimbun genangan air, membersihkan selokan, mengalirkan air yang

menggenang.

Selain itu kebiasaan keluar rumah pada malam hari. Pola kebiasaan

waktu menggigit nyamuk dewasa yang membentuk dua kali puncak

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

66

pada malam hari yaitu sesaat setelah matahari terbenam dan menjelang

matahari terbit dapat dijelaskan bahwa kondisi tersebut dipengaruhi

oleh suhu dan kelembaban udara yang dapat menambah atau

mengurangi aktivitas menggigit nyamuk dewasa. Oleh sebab itu,

responden yang memiliki kebiasaan untuk keluar pada malam hari

lebih berisiko dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki

kebiasaan tersebut

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Juriastuti (2010), yang

menyatakan adanya hubungan antara tindakan mencegah penularan

filariasis melalui perantara gigitan nyamuk dengan kejadian filariasis

3. Faktor Lingkungan

a. Keberadaan tempat istirahat vektor

Hasil penelitian menunjukan nilai value 0,002 OR 0,09 dengan

95%CI= 0,02-0,403 yang artinya ada hubungan keberadaan tempat

istirahat vektor dengan kejadian filariasis dan merupakan faktor

protektif atau merupakan faktor yang bisa mengurangi faktor risiko.

Dari hasil observasi lingkungan 70,4% responden kasus didapatkan

banyak gantungan baju dan barang-barang bekas yang dapat

menampung air hujan disekitar rumah.

Keberadaan barang-barang bergantung yang diketahui berhubungan

dengan kejadian filariasis ini terkait dengan resting place atau tempat

beristirahat nyamuk sebagai vektor dari filariasis. Karena pada

umumnya daerah ini bersifat lembab. Kandang ternak merupakan

tempat peristirahatan vektor nyamuk sebelum dan sesudah kontak

dengan manusia, karena sifatnya terlindung dari cahaya matahari dan

lembab. Selain itu beberapa jenis nyamuk yang bersifat zoofilik dan

antropofilik atau menyukai darah binatang dan darah manusia.

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

67

Sehingga keberadaan kandang ternak berisiko untuk terjadinya kasus

filariasis.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian terdahulu yang

dilakukan Kadarusman (2003)) yang menemukan tidak ada hubungan

antara keberadaan tempat istirahat vektor dengan kejadian filariasis.

b. Keberadaan tempat berkembangbiak vektor dengan kejadian filariasis

Hasil penelitian menunjukan nilai value 0,009 OR 0,069 dengan

95%CI= 0,008-0,608 yang artinya ada hubungan keberadaan tempat

berkembangbiak vektor dengan kejadian filariasis dan merupakan

faktor protektif atau faktor yang bisa mengurangi faktor risiko. Dari

hasil observasi yang dilakukan di wilayah Puskesmas Tirto I

Kabupaten Pekalongan diperoleh hasil bahwa sebagian besar

responden memiliki selokan air di sekitar rumah. Kondisi selokan

rumah pada saat dilakukan observasi dalam keadaan tergenang air,

kotor, banyak terdapat sampah sehingga sangat cocok untuk tempat

perkembangbiakan Cx. quinquefasciatus. Rata-rata selokan air pada

rumah responden berbentuk terbuka dengan jarak kurang lebih 3 meter

dari rumah. Semakin dekat selokan air dengan rumah responden

semakin sering responden kontak dengan Cx. Quinquefasciatus.

Berdasarkan teori kondisi parit/selokan yang merupakan tempat

perkembangbiakan nyamuk (breeding place) adalah parit yang airnya

menggenang/tidak mengalir.

Saluran air (parit) merupakan tempat

bersembunyi bagi larva dan nyamuk Cx. quinquefasciatus. Selain itu

genangan air limbah rumah tangga yang mengalir melalui parit

menjadi tempat perindukan yang baik sekali bagi Cx. quinquefasciatus

karena masih banyak mengandung nutrisi dan bahan organik yang di

butuhkan nyamuk Cx. Quinquefasciatus ( Prince PW, 2003 )

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

68

Cx. quinquefasciatus suka berkembang biak di air keruh dan kotor

dekat seperti genangan air, got terbuka, kolam, empang ikan dan

selokan yang kotor. Pada penelitian terbukti bahwa selokan yang

tersumbat merupakan tempat yang paling ideal untuk

perkembangbiakan nyamuk Cx. Quinquefasciatus (Muslim, 2005).

Genangan air yang kotor seperti air limbah rumah tangga merupakan

tempat yang baik sekali bagi perkembangbiakan nyamuk Cx.

quinquefasciatus karena pada tempat-tempat tersebut nyamuk Cx.

quinquefasciatus mudah mendapatkan nutrisi dan bahan organik untuk

perkembangan larva nyamuk.

Rawa-rawa merupakan ekosistem dengan habitat yang sering

digenangi air tawar yang kaya mineral dengan ph sekitar 6 (asam)

kondisi permukaan air tidak selalu tetap dan terdapat tumbuhan air

tertentu seperti eceng gondok yang merupakan inang bagi vektor

filariasis. Selain itu rawa merupakan tempat yang disenangi oleh

nyamuk untuk berkembang biak, serta mempunyai ukuran yang lebih

luas dibandingkan dengan tempat berkembang biak yang lain. Kondisi

rawa yang banyak tumbuhan air sangat cocok untuk perkembang

biakan nyamuk terutama nyamuk culex. Sebagaimana diketahui bahwa

nyamuk culex salah satu spesies nyamuk vektor filariasis. Dengan

demikian semakin dekat jarak rawa dengan rumah maka semakin

sering pula terjadi seseorang kontak dengan nyamuk.

Keberadaan genangan air berhubungan dengan kejadian filariasis, pada

genangan air kotor biasanya kita jumpai keberadaan tumbuhan air.

Keberadaan tumbuhan air merupakan syarat utama nyamuk vektor

filariasis berkembang biak. Culex merupakan salah satu vektor

filariasis, telur culex ditemukan melekat pada permukaan bawah daun

tumbuhan inang dalam bentuk kelompok yang terdiri dari 10-16 butir.

Telurnya berbentuk lonjong dengan salah satu ujungnya meruncing.

Lalu larva dan pupanya melekat pada akar atau batang tumbuhan air

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

69

dengan menggunakan alat kaitnya. Alat kait tersebut, kalau pada larva

terdapat pada ujung siphon, sedangkan pada pupa ditemukan pada

terompet. Sehingga, dengan alat kait itu, baik siphon maupun terompet

dapat berhubungan langsung dengan udara (oksigen) yang ada di

jaringan udara tumbuhan air.

Keberadaan tumbuhan air mutlak diperlukan bagi kehidupan nyamuk

culex, dan kita tahu bersama kalau spesies nyamuk ini merupakan

salah satu vektor penularan dari penyakit kaki gajah. Adapun

tumbuhan air yang dijadikan sebagai inang culex sp., antara lain eceng

gondok, kayambang, dan lainnya. Akhirnya, untuk memberantas dan

memutuskan penularan penyakit filariasis ini, selain melakukan

pengobatan pada penderita juga perlu dilakukan pemberantasan vektor

penyakitnya. Caranya, bisa dengan menggunakan herbisida yang

mematikan tumbuhan inangnya. Atau bisa juga secara mekanis

melakukan pembersihan perairan dari tumbuhan air yang dijadikan

inang oleh nyamuk culex sp

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan

Nasrin (2008) yang menemukan adanya hubungan antara keberadaan

tempat berkembang biak vektor dengan kejadian filariasis. Hal ini

dapat dijelaskan bahwa dirawa kepadatan nyamuk lebih tinggi, karena

rawa merupakan tempat yang disenangi oleh nyamuk untuk

berkembang biak, serta mempunyai ukuran yang lebih luas

dibandingkan dengan tempat berkembang biak yang lain. Kondisi rawa

yang banyak tumbuhan air sangat cocok untuk perkembang biakan

nyamuk terutama nyamuk mansonia. Sebagaimana diketahui bahwa

nyamuk Mansonia salah satu spesies nyamuk vektor filariasis. Dengan

demikian semakin dekat jarak rawa dengan rumah maka semakin

sering pula terjadi seseorang kontak dengan nyamuk.

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

70

C. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini mencakup proses penelitian dan metode penelitian,

dalam kaitannya dengan proses penelitian, penguasaan ilmu dan pengetahuan

yang belum cukup yang menjadikan peneliti berusaha untuk memperkaya

bacaan melalui kunjungan ke perpustakaan, browsing internet sebelum

penelitian ini dimulai dan saat penelitian berlangsung.

Sedangkan kaitannya dengan metode penelitian, rancangan studi epidemiologi

yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus kontrol yaitu suatu

rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara paparan

(faktor penelitian) dengan penyakit dengan cara membandingkan status

paparan pada kontrol. Alur metodologi penelitian ini adalah dengan

melihatnya dulu, baru kemudian menyelidiki apa penyebabnya. Oleh karena

pemilihan subyek berdasarkan status penyakitnya ketika paparan telah

berlangsung, maka studi kasus kontrol ini rawan terhadap berbagai bias

diantaranya kontrol adalah orang sehat, biasanya tidak peduli akan status

kesehatanya yang memang pada saat wawancara dalam kondisi sehat sehingga

kadang-kadang hanya menjawab sekenanya ketika diajukan pertanyaan oleh

peneliti.

D. Implikasi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada petugas kesehatan

untuk melakukan pendekatan interpersonal pada penduduk dalam memberikan

informasi tentang pentingnya kesehatan lingkungan dalam upaya mencegah

terjadinya filariasis.

Petugas kesehatan diharapkan membuat suatu media informasi yang menarik

seperti leaflet atau poster yang dipasang ditempat-tempat umum di desa dan

tempat strategis lainnya, seperti papan informasi, pos siskamling dan balai

desa.

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-candrianay... · Puskesmas Tirto I merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Pekalongan

71

Pihak Puskesmas Tirto I kabupaten Pekalongan perlu melakukan penyuluhan

secara teratur tentang filariasis guna meningkatkan pengetahuan masyarakat

tentang faktor yang dapat berisiko tertular filariasis

Masyarakat disarankan menggunakan kelambu atau anti nyamuk sewaktu

tidur, memakai pelindung diri (baju dan celana panjang, refelent) waktu keluar

rumah pada malam hari.

Masyarakat diharapkan dapat meminimalkan adanya tanaman air, guna

mengurangi breeding place dan resting place dengan menggalakkan kegiatan

kerja bakti.