bab iv hasil penelitian dan pembahasan a. kondisi...

60
27 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Geografis Desa Kebonbimo Desa Kebonbimo masuk wilayah di Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali. Di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pager Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Dlingo Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mudal Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ngargosari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Desa Kebonbimo terletak sekitar 4 KM ke arah Utara dari pusat kota Boyolali. Desa ini beriklim tropis dan kaya akan sumber mata air yang pada masa pemerintah Hindia Belanda sampai tahun 1945 sumber mata air tersebut dijadikan tempat untuk mencuci Serat, karena di lokasi dekat sumber mata air itu dahulu berdiri sebuah pabrik Serat yang dibangun tahun 1918 dan mulai beroperasi dari tahun 1922 - 1945 (Wawancara dengan Minto Suwarno, 13 Oktober 2013). Menurut penuturan dari Minto Suwarno yang didapat dari cerita orang tuanya yang bernama Marto Rejo, mengatakan bahwa sebelum Republik Indonesia berdiri. Tanah Desa Kebonbimo dulunya merupakan tanah milik Keraton Kasunanan Surakarta. Karena Raja yang berkuasa pada masa itu lebih berpihak dengan Belanda, melalui politik sewa tanah

Upload: trancong

Post on 02-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

27

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Geografis Desa Kebonbimo

Desa Kebonbimo masuk wilayah di Kecamatan Boyolali,

Kabupaten Boyolali. Di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pager

Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang, sebelah Timur berbatasan

dengan Desa Dlingo Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali, sebelah

Selatan berbatasan dengan Desa Mudal Kecamatan Boyolali Kabupaten

Boyolali, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ngargosari

Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Desa Kebonbimo terletak sekitar

4 KM ke arah Utara dari pusat kota Boyolali. Desa ini beriklim tropis dan

kaya akan sumber mata air yang pada masa pemerintah Hindia Belanda

sampai tahun 1945 sumber mata air tersebut dijadikan tempat untuk

mencuci Serat, karena di lokasi dekat sumber mata air itu dahulu berdiri

sebuah pabrik Serat yang dibangun tahun 1918 dan mulai beroperasi dari

tahun 1922 - 1945 (Wawancara dengan Minto Suwarno, 13 Oktober

2013).

Menurut penuturan dari Minto Suwarno yang didapat dari cerita

orang tuanya yang bernama Marto Rejo, mengatakan bahwa sebelum

Republik Indonesia berdiri. Tanah Desa Kebonbimo dulunya merupakan

tanah milik Keraton Kasunanan Surakarta. Karena Raja yang berkuasa

pada masa itu lebih berpihak dengan Belanda, melalui politik sewa tanah

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

28

yang dilakukan, Pemerintah Hindia Belanda membuat proyek di wilayah

Desa Kebonbimo dengan mendirikan perkebunan Kopi, namun dalam

perkembangannya mulai tahun 1918 perkebunan Kopi diganti dengan

ditanami Serat dan dibarengi dengan membangun Pabrik Serat yang

berada di Dukuh Tlatar yang dapat digunakan mulai tahun 1922. Karena

secara kebetulan orang tua dari Minto Suwarno yang bernama Marto Rejo

merupakan salah satu pegawai pabrik sejak awal berdiri dari perkebunan

kopi sampai dengan perkebunan Serat. Selain sebagai kaki tangan orang

Belanda yaitu dijadikan “Jongos” (pembantu Laki-laki), Marto Rejo juga

sebagai perawat dan penebang di perkebunan (Wawancara dengan Minto

Suwarno, 13 Oktober 2013).

Luas wilayah Desa Kebonbimo sebagian besar masih berupa tanah

bekas perkebunan Serat yang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda.

Tanaman serat memiliki bentuk menyerupai tanaman nanas, karena hanya

dapat melihat dan menyebutkan ciri-ciri bentuk fisiknya yang menyerupai

pohon nanas maka masyarakat Desa Kebonbimo dan sekitarnya sering

menyebut dengan nama Serat nanas. Sebelum banyaknya tali tambang

yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa penjajahan Belanda

dalam membuat tali tambang menggunakan bahan dari serat. Jenis

tanaman serat yang ditanam di perkebunan milik Belanda di Desa

Kebonbimo dan sekitarnya dari tahun 1918-1945 di produksi sebagai

bahan pembuatan tali tambang Dadung dengan ukuran besar yang

digunakan untuk kebutuhan kapal-kapal Belanda. Khusus pada masa

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

29

Jepang ditambah dengan jenis produksi yang tidak hanya membuat tali

tambang tetapi juga membuat karung goni dan selendang serat. Berikut

ciri-ciri fisik dari pohon serat yang ditanam di perkebunan milik Belanda

di Desa Kebonbimo diantaranya sebagai berikut (Wawancara dengan

Henri Sugiman, 12 Mei 2014):

a. Bentuk pohon serat seperti pohon nanas, tetapi pohon serat lebih

besar dan tinggi.

b. Tebal daun serat, kurang lebih 1 cm.

c. Mempunyai bunga warna putih dan jika sudah tua tangkai bunga

tinggi menjorok ke atas.

d. Tinggi pohon serat, kurang lebih 150 cm.

e. Panjang helai daun serat, kurang lebih 100 cm.

f. Pohon serat tidak berbuah.

g. Daun serat berduri dibagian tepi dan di bagian pucuk depan berduri

dengan warna hitam.

h. Lebar daun serat, kurang lebih 10-15 cm.

i. Setiap pohon serat mempunyai daun kurang lebih berjumlah 20

helai daun.

j. Daun serat yang digunakan yaitu daun yang sudah tua untuk

diproses produksi di pabrik serat di Dukuh Tlatar.

k. Daun serat berwarna hijau keputih-putihan.

Pada tahun 1948 Desa Kebonbimo terdiri dari 10 padukuhan,

diantaranya yaitu: Wates, Gombol, Tlatar, Gatak, Baturan, Dukuh, Titang,

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

30

Kebonbimo, Karang Tengah, dan Ngablak. Dukuh Tlatar mempunyai

jumlah kepala keluarga paling banyak dibandingkan dengan dukuh lain di

wilayah Desa Kebonbimo yakni sekitar 30 kepala keluarga, sedangkan

dukuh yang lainnya rata-rata sekitar 10 kepala keluarga. Jumlah penduduk

Desa Kebonbimo kurang lebih 500 orang (Wawancara dengan Henri

Sugiman, 28 Januari 2014).

Dukuh Tlatar memiliki jumlah penduduk paling banyak, hal ini

dikarenakan Dukuh Tlatar berfungsi sebagai pusat pemerintahan Desa

Kebonbimo dan terdapat pabrik Serat yang pada waktu masih aktif

berproduksi memiliki tenaga kerja yang cukup banyak sehingga

mempengaruhi peningkatan jumlah warga (Wawancara dengan Haryono, 3

Februari 2014). Menurut Henri Sugiman, di lokasi sekitar pabrik Serat di

Dukuh Tlatar terdapat perumahan atau mess. Mess tersebut pada waktu

pabrik masih aktif berproduksi digunakan untuk tempat tinggal bagi

karyawan-karyawan pabrik Serat yang berasal dari luar daerah seperti:

Klaten dan Tasikmadu, yang bekerja di bagian teknisi mesin pabrik.

Pabrik Serat berproduksi sampai kekuasaan Jepang berakhir di Indonesia

tahun 1945. Selama periode tahun 1942-1945 pabrik Serat tetap

memproduksi seperti biasanya, tetapi tidak seaktif pada masa hindia

Belanda. Setelah kekuasaan Jepang di Indonesia berakhir pada tahun 1945,

bangunan pabrik Serat tersebut pada masa Agresi Militer Belanda I

dijadikan asrama sementara dari pasukan Pesindo. Menjelang terjadinya

Agresi Militer Belanda II tahun 1948 komplek bangunan pabrik Serat

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

31

dibumihanguskan oleh masyarakat Desa Kebonbimo dibarengi dengan

penghancuran Jembatan Tlatar yang di bangun pada tahun 1922. Tujuan

bumihangus kawasan pabrik dan penghancuran jembatan adalah supaya

Belanda tidak kembali lagi ke Desa Kebonbimo untuk menguasai pabrik

Serat dan Desa Kebonbimo. Lokasi pabrik serat telah berubah menjadi

perkampungan warga Umbul Rejo Timur, kurang lebih mulai tahun 1950

dan disusul dengan dukuh-dukuh baru yang lainnya di wilayah Desa

Kebonbimo, objek wisata Umbul Tlatar serta sebagai saluran irigasi tanah

pertanian masyarakat Desa Kebonbimo dan Desa Pager. Selain Dukuh

Umbul Rejo Timur, ada juga dukuh-dukuh baru lainnya yang merupakan

sebagian dari bekas perkebunan Serat diantaranya seperti: Umbul Rejo

Barat, Gatak Baturan, Kebon Rejo, dan Karang Mojo (Wawancara dengan

Henri Sugiman, 28 Januari 2014). Tempat yang dulunya masih berupa

lapangan di Dukuh Tlatar, sekarang sudah berdiri bangunan SMA N 2

Boyolali. Lapangan tersebut merupakan lokasi Perang Pruputan pada

tanggal 14 Juli 1949. Perang Pruputan adalah perang yang dilakukan pada

waktu masih pagi-pagi buta (Wawancara dengan Karso Diharjo, 27

Januari 2014).

Pada tahun 1922-1945 mata pencaharian masyarakat Kebonbimo

pada umumnya menjadi pegawai buruh kasar (Kuli) pabrik Serat, adapun

tugas mereka ialah (Wawancara dengan Henri Sugiman, 28 Januari 2014):

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

32

a. Perawat dan penebang di perkebunan Serat. Salah satu karyawannya

bernama Marto Rejo (orang tua dari Minto Suwarno) yang bertempat

tinggal di Dukuh Gatak.

b. Penyortir Serat.

c. Bagian gerobak yang bertugas mengangkut Serat dari kebun ke pusat

pabrik di Dukuh Tlatar.

d. Pencuci Serat yang sudah terbentuk seperti helai benang.

e. Tukang penjemuran Serat setelah selesai dicuci di Umbul.

Kedatangan pemerintah militer Jepang pada tahun 1942 membuat

wilayah seluruh kekuasaan Belanda dan aset-aset yang dimiliki Belanda

beralih ke tangan Jepang. Setelah adanya peralihan kekuasaan, pabrik

Serat yang berada di Dukuh Tlatar tetap beroperasi. Atas kebijakan

pemerintah militer Jepang selain perkebunan Serat masih tetap ada, bagi

warga masyarakat yang mempunyai tanah (tidak termasuk tanah

perkebunan serat) seperti tanah pekarangan di sekitar rumah tempat

tinggal diwajibkan untuk menanam jarak maupun palawija, salah satunya

seperti Jagung. Bagi masyarakat yang mempunyai tanah sawah

diwajibkan untuk menanam padi dan setiap panen, minimal setengah dari

jumlah total hasilnya harus diserahkan kepada Jepang. Hal ini bertujuan

untuk mendukung kebutuhan perang dan sebagai cadangan persediaan

pangan, dengan memanfaatkan tenaga-tenaga masyarakat Desa

Kebonbimo sebagai pekerja, Selama masa pendudukan Jepang pada

tahun 1942-1945 masyarakat Desa Kebonbimo menjadi buruh kasar tanpa

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

33

upah di perkebunan serat yang sebagian besar bertugas sebagai pekerja

lapangan seperti perawat dan penebang (Wawancara dengan Henri

Sugiman, 28 Januari 2014). Masyarakat Desa Kebonbimo selama

pendudukan Jepang diajarkan pendidikan semi militer terutama bagi para

pemuda-pemuda, yang sangat berguna pada masa perang gerilya tahun

1948-1949 (Wawancara dengan Minto Suwarno, 13 Oktober 2013). Di

Desa Kebonbimo pada masa pendudukan Jepang, para pemuda yang

berusia 15 tahun ke atas dalam satu kelurahan dilatih pendidikan semi

militer yang di pusatkan di lapangan Dukuh Tlatar (Wawancara dengan

Tarjo Suwito, 27 Januari 2014).

Setelah berakhirnya kekuasaan pemerintah militer Jepang pada

tahun 1945, tanah perkebunan di wilayah Desa Kebonbimo antara tahun

1945-1948 terbengkalai. Dengan adanya siasat bumihangus menjelang

Agresi Militer Belanda II pada tahun 1948, secara otomatis tanah

perkebunan menjadi tanpa pemilik. Atas kebijakan dari pemerintah Desa

Kebonbimo yang dipimpin Citro Budoyo, tanah perkebunan yang sudah

ditinggalkan Belanda tersebut kemudian di bagi-bagikan kepada

masyarakat Desa Kebonbimo. Tanah bekas perkebunan oleh masyarakat

Desa Kebonbimo dikenal dengan nama tanah DC. Masyarakat Desa

Kebonbimo rata-rata mendapat jatah tanah DC seluas 1000 M2

- 2000

M2. Pembagian tanah diatur secara merata disesuaikan dengan kondisi

ekonomi setiap masyarakat. Setelah adanya pembagian tanah DC,

masyarakat Desa Kebonbimo pada tahun 1948 bermata pencaharian

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

34

sebagai petani penggarap lahan sendiri (Wawancara dengan Henri

Sugiman, 28 Januari 2014). Menurut Haryono, yang disebut dengan tanah

Drooge Culture (DC) yaitu tanah tanaman kering peninggalan milik

Belanda. Adapun luas dari wilayah Desa Kebonbimo kurang lebih 239

Ha, terdiri dari 119 Ha luas tanah DC dan 120 Ha yang terdiri dari luas

padukuhan dan sawah (Wawancara dengan Haryono, 3 Februari 2014).

B. Kondisi Pemerintahan Desa Kebonbimo

Pada masa Agresi Militer Belanda II, pemerintahan Desa

Kebonbimo dipimpin oleh Citro Budoyo sebagai Kepala Desa pertama

yang menjabat sampai tahun 1974 dan Mangun Suyoto sebagai Sekretaris

Desa atau Carik (Wawancara dengan Tarjo Suwito, 27 Januari 2014).

Kantor Balai Desa Kebonbimo bertempat di rumah Citro Budoyo

dikarenakan pada waktu itu belum mempunyai kantor Balai Desa sehingga

harus menumpang di rumah Kepala Desa. Padukuhan Desa Kebonbimo

pada masa Agresi Militer Belanda II dipimpin oleh 2 Kepala Dusun

(Bayan). Kepala Dusun wilayah Barat dipimpin oleh Bandi yang meliputi:

Baturan, Kebonbimo, Karang Tengah, Titang, Dukuh, dan Ngablak.

Sedangkan di wilayah Timur dipimpin Suroso meliputi: Wates, Gombol,

Tlatar, dan Gatak (Wawancara Henri Sugiman, 28 Januari 2014).

Pada tahun 1948 pemerintah Desa Kebonbimo membentuk badan

keamanan desa yang disebut dengan Pasukan Gerilya Desa (Pager Desa).

Masyarakat Desa Kebonbimo sering melakukan gerilya setiap malam

selama masa Agresi Militer Belanda II, hal ini membuat Tentara Belanda

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

35

menjadikan daerah Kebonbimo terutama Dukuh Tlatar sebagai daerah

pusat para gerilyawan. Melalui mata-matanya yang ditugaskan di

Kebonbimo, Tentara Belanda mendapat banyak informasi, diantaranya

seperti kegiatan-kegiatan para gerilyawan. Tentara Belanda sering

melakukan patroli di Desa Kebonbimo dengan tujuan untuk mencari dan

menangkap pemimpin Gerilya Desa Kebonbimo. Hal ini dikarenakan

seringnya Pager Desa Kebonbimo melakukan kegiatan pengrusakan

Jembatan darurat Kenteng (Wawancara dengan Henri Sugiman, 5 Oktober

2013).

Menurut Minto Suwarno, Sekitar tahun 1948-1949 di radio sering

di perdengarkan (diputarkan) lagu yang bersifat nasionalisme dan

patriotisme yang ditujukan kepada para gerilyawan untuk melawan

penjajah (pasukan Belanda). Berikut salah satu lirik lagu yang masih

diingat oleh Minto Suwarno, “Ayo marilah pandai bergerilya”. Sering

diputar-putarnya lagu mengenai semangat bergerilya itu dikarenakan

pemerintah Republik Indonesia merasa persenjataan maupun kekuatan

pasukan yang dimiliki Tentara atau gerilyawan lainnya tidak bisa

mengimbangi kekuatan musuh (pasukan Belanda). Lagu-lagu bertema

nasionalisme dan patriotisme tersebut bertujuan supaya rakyat Indonesia

tidak takut menghadapi musuh serta dapat mengobarkan semangat para

gerilyawan yang berjuang di medan perang untuk mempertahankan

kemerdekaan Repulik Indonesia (Wawancara dengan Minto Suwarno, 13

Oktober 2013).

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

36

Peran perangkat desa selain sebagai pemimpin pemerintahan desa,

juga sebagai pemimpin gerilya tertinggi di tingkat desa. Karena Tentara

Belanda belum menguasai sepenuhnya wilayah Desa Kebonbimo maka

pada saat penyerangan, Belanda sering mengalami kegagalan. Seperti pada

saat akan menangkap salah satu pemimpin gerilya Desa Kebonbimo yang

bernama Citro Budoyo, Kepala Desa Kebonbimo pada masa Agresi

Militer Belanda II. Tentara Belanda berencana masuk ke dalam rumah

Citro Budoyo namun keliru masuk ke dalam rumah Wiro Kartiko yang

pada waktu itu rumahnya berdekatan. Wiro Kartiko diserang dan

ditembaki oleh Tentara Belanda hingga meninggal dunia. Kesalahan

tersebut disebabkan karena adanya papan bertuliskan Lurah (tanda

penunjuk) di pinggir jalan menuju kearah rumah Citro Budoyo maupun

Wiro Kartiko, sehingga pasukan Belanda mengira bahwa rumah Wiro

Kartiko sebagai rumah dari Kepala Desa Kebonbimo (Wawancara dengan

Minto Suwarno, 13 Oktober 2013).

Perangkat Desa Kebonbimo pada masa Agresi Militer Belanda II

sangat berpengaruh dalam menggerakkan maupun memimpin masyarakat

untuk berperan aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan

Republik Indonesia (Wawancara dengan Henri Sugiman, 28 Januari 2014).

Desa Kebonbimo merupakan desa yang paling aktif diantara desa-desa

sekitarnya dalam upaya mengusir Tentara Belanda pada masa Agresi

Militer Belanda II, terutama di Jalan Ampel-Boyolali Kota tepatnya di

Jembatan Darurat Kenteng. Sebelum Tentara Pelajar SA/CSA masuk Desa

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

37

Kebonbimo, pemerintah desa telah membentuk Pasukan Gerilya Desa

sebagai satuan keamanan tingkat desa karena melihat letak Desa

Kebonbimo yang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten

Semarang (Wawancara dengan Haryono, 3 Februari 2014).

C. Kedatangan Tentara Sekutu dan Nederland Indies Civil

Administration (NICA) di Indonesia

Sekutu datang ke Indonesia pertama kali pada tanggal 8 September

1945 yang dipimpin oleh Mayor Grenhalgh. Tugas dari misi Grenhalgh

adalah untuk memberikan laporan untuk mempersiapkan pembentukan

markas Sekutu di Jakarta. Kedatangan misi Grenhalgh yang kemudian di

ikuti oleh kedatangan Laksamana Muda Patterson pada tanggal 16

September 1946 yang mendarat di Jakarta dengan menggunakan kapal

Camberland. Tujuan dari Sekutu ke Indonesia, bertugas untuk: menerima

penyerahan Tentara Jepang, Membebaskan tawanan perang dan tahanan

Sekutu, melucuti dan mengumpulkan Tentara Jepang untuk dipulangkan

ke negaranya, menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk

diserahkan kepada pemerintah sipil, menghimpun keterangan dan

menuntut penjahat perang di pengadilan (Moehkardi, 2012:237-238).

Tentara Sekutu yang datang ke Indonesia di samping untuk

melaksanakan tujuan utama diatas, secara tidak langsung Inggris telah

membantu NICA dalam upaya menegakkan kembali kekuasaan Belanda di

Indonesia. Hal ini dikarenakan Inggris selaku wakil Sekutu di Indonesia

sebelumnya telah terikat perjanjian dengan Belanda pada tanggal 24

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

38

Agustus 1945 di kota Chequers, yang dikenal dengan perjanjian Civil

Affairs Agrement yang isinya memperbantukan perwira-perwira NICA

terhadap Tentara Sekutu untuk menjalankan kembali pemerintahan sipil di

Hindia Belanda (Subaryana, 2004:10-11).

Masyarakat Indonesia menyambut dengan gembira atas kedatangan

Tentara Sekutu karena masyarakat melihat tujuan awal dari tugas di

Indonesia. Tetapi setelah mengetahui bahwa Tentara Sekutu mempunyai

tujuan yang lain dengan dibuktikannya membawa serta Tentara NICA

yang ingin menegakkan kembali kekuasaan Kolonial Hindia Belanda di

Indonesia, sehingga rakyat Indonesia mengambil sikap untuk bermusuhan

karena NICA terbukti membonceng Tentara Sekutu untuk datang kembali

ke Indonesia (Garda Maeswara, 2010:35-36).

D. Kedatangan Tentara Sekutu dan Nederland Indies Civil

Administration ( NICA) di Jawa Tengah

Pada tanggal 19 Oktober 1945 jam 07.45 WIB telah mendarat

kapal perang Sekutu HMS Glenroy yang membawa pasukan Inggris dari

Brigade 37 yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal Bethel. Sebelum

kedatangan Tentara Sekutu, para pemuda sudah bertempur dengan

pasukan Jepang. Pada saat kedatangan pasukan Sekutu telah menghentikan

pertempuran lima hari di Semarang dan besuk pagi harinya Tentara

Sekutu menduduki lapangan udara Kalibanteng (sekarang menjadi

lapangan udara Ahmad Yani). Di lapangan Kalibanteng, didalamnya

terdapat para tawanan perang Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

39

(KNIL) dan akhirnya dapat dibebaskan oleh Tentara Sekutu. Di antara

Tentara Sekutu yang mendarat di Semarang, terdapat Tentara Belanda

yang memakai seragam dan senjata Tentara Amerika. Dengan ini Pasukan

NICA-Belanda sudah terlihat jelas mempunyai tujuan untuk

mengembalikan kekuasaan di Indonesia. Setelah berhasil menduduki

lapangan udara Kalibanteng. Tentara Sekutu melanjutkan gerakannya ke

Magelang. Para pejuang sudah mengetahui bahwa Tentara Belanda ikut

dalam gerakan Tentara Sekutu yang bermaksud untuk mengembalikan

kekuasaan Belanda di Indonesia, sehingga terjadi aksi penghadangan yang

dilakukan oleh para pejuang. Salah satunya dengan menahan gerakan

Tentara Sekutu yang akan menuju Magelang. Pada tanggal 31 Oktober

1945 pertempuran Magelang meletus. Angkatan Udara Inggris atau Royal

Air Force (RAF) dengan pesawat Thunder Bolt berangkat ke Magelang

mengadakan dropping amunisi yaitu mengumpulkan alat-alat pendukung

perang dan perbekalan pangan kepada pasukan Sekutu yang sudah berada

dalam kepungan masyarakat. Melihat perlawanan masyarakat yang gigih,

Tentara Sekutu terpaksa mengadakan penghentian tembak menembak

(Ceasefire) pada tanggal 3 November 1945 dengan diadakan perundingan

genjatan senjata antara RI dan Sekutu. Namun gencatan senjata tidak

berlangsung lama karena sejak tanggal 9 November 1945 terjadi

pertempuran yang tidak hanya berpusat di Magelang, tetapi meluas ke

daerah-daerah lainnya (Wiyono dkk, 1991:84-85). Pada tanggal 16 Mei

1946 Inggris menyerahkan Kota Semarang kepada Belanda, dengan

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

40

demikian semakin jelas bahwa Inggris telah diperalat oleh NICA-Belanda

dalam usahanya menguasai kembali wilayah Republik Indonesia (Wiyono

dkk, 1991:90).

E. Tentara Pelajar SA/CSA

Pada tahun 1946 sampai 1947 terjadi proses konsolidasi diantara

Laskar-Laskar Pelajar untuk dihimpun dalam satu kesatuan khusus yang

terdiri dari Para Pelajar di Solo. Laskar Alap-alap berganti nama menjadi

pasukan Sturm Abteilung (SA) dan Corps Sukarela Angkatan (CSA),

dalam penggantian nama tersebut, atas gagasan dari para pimpinan

Pasukan Pelajar diantaranya Achmadi, Prakoso, dan Soemitro yang

menyebutkan bahwa adanya pasukan khusus di Jerman selama perang

dunia II yaitu Sturm Abteilung (Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, 1985:23).

Pembentukan pasukan Sturm Abteilung (SA) pada akhir tahun

1946 digunakan sebagai pasukan inti dari Tentara Pelajar Solo dengan

harapan bahwa kedisiplinan, semangat maupun ketrampilan dalam

bertempur dapat menyamai dengan pasukan SA di Jerman. Pada awal

terbentuk pasukan SA dipimpin oleh Gajah Suranto dan Muktio sebagai

wakilnya. Karena dengan alasan Gajah Suranto kurang aktif dalam

memimpin pasukan SA, maka jabatan pimpinan pasukan SA diambil alih

oleh Muktio. Kurang aktifnya Gajah Suranto dikarenakan selain sudah

diberi tanggung jawab sebagai pimpinan SA dia juga menjabat sebagai

komandan Tentara Genie Pelajar (TGP) (Keluarga Besar SA/CSA,

T.T.:58-59). Dalam proses konsolidasi antara laskar-laskar pelajar Solo

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

41

menghasilkan terbentuknya Markas Pertahanan Pelajar (MPP) dengan

sebagai ketuanya Sulaiman dan wakilnya Prakoso. Akibat dari

terbentuknya MPP, Pasukan Pelajar tersusun dalam bentuk Regu, Seksi,

dan Kompi. Setelah berjalan selama satu tahun susunan pasukan pelajar

kurang efektif sehingga mengakibatkan ada perubahan dengan

dibentuknya satu Batalyon yang dikenal dengan nama Batalyon 100

(Julius Paur, 2008:118-119). Pasca setelah perjanjian Renville pada

tanggal 17 Januari 1948, pada bulan Februari tahun 1948 pasukan Divisi

Siliwangi yang berkekuatan kurang lebih 4 Brigade dari Jawa Barat

melakukan hijrah ke Jawa Tengah. Kedatangan Divisi Siliwangi dari Jawa

Barat yang menuju ke Jawa Tengah merupakan sebagai kekuatan

tambahan untuk mempertahankan daerah Republik Indonesia (Bulletin

SA/CSA, edisi No 9/1995:16).

Pada saat bangsa Indonesia sedang bersiap-siap untuk menghadapi

serangan Pasukan Belanda yang dikenal dengan Agresi Militer Belanda II

untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Bangsa

Indonesia terlebih dahulu menghadapi gerakan pemberontakan PKI di

Madiun yang mana pada masa penumpasan pemberontakan PKI dari

kesatuan TNI menugaskan Divisi Siliwangi yang dibantu oleh Tentara

Pelajar (TP) Solo pimpinan Achmadi untuk menumpas gerakan tersebut.

Dalam penumpasan gerakan Muso kekuatan utama yang digunakan yaitu

pasukan Siliwangi dari Jawa Barat yang mendapat tugas sampai di

Madiun. Pasukan TP Solo pimpinan Achmadi dan pasukan Siliwangi

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

42

mengadakan penumpasan pemberontakan dan melucuti senjata dari Front

Demokrasi Rakyat (FDR yang dianggap sebagai PKI) dibawah pimpinan

Muso dan pengikut beraliran kiri yang lainnya seperti Pesindo dan

Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) yang dipimpin Ahmad Yadau,

serta TNI resmi yang dianggap berpihak pada Muso. Masa penumpasan

pada tahun 1948 ini lebih dikenal dengan seruan “ Pilih Karno atau Muso”

(Wawancara dengan Sardijono, 6 Februari 2014).

Tentang seruan pilih Karno atau Muso yang disampaikan oleh

Sardijono memang benar terjadi dibuktikan dengan pidato Presiden

Soekarno di Yogyakarta melalui Radio Republik Indonesia (RRI) (Warta

SA/CSA edisi No.17/2012:8) :

“Beberapa hari yang lalu, Partai Komunis Indonesia pimpinan Muso telah

memproklamasikan berdirinya negara Soviet Republik Indonesia dan tidak

mengakui negara Republik Indonesia. Proklamasi itu diumumkan di kota

Madiun. Dengan ini saya Presiden Republik Indonesia memerintahkan kepada

seluruh rakyat Indonesia untuk memilih sekarang juga, memilih saya Soekarno

atau Muso!”

Setelah mengetahui adanya pemberitaan tentang mengenai seruan

untuk memilih Soekarno atau Muso, Para Tentara Pelajar Solo dari Kompi

I yang dipimpin Prakoso, Wiryawan dan Hartomo mengambil keputusan

untuk memilih Soekarno yang dipertegas dengan adanya laporan hasil

keputusan ke Markas Detasemen II dan Markas Komando Militer Kota

(KMK). Pasukan TP Solo bersama 2 Pasukan Batalyon Siliwangi yang

berada di Solo terdiri dari Batalyon Kosasih dan Kemal Idris dengan

ditambah satu kompi Mobiele Brigade (Mobrig) polisi negara yang

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

43

ditugaskan untuk menumpas pemberontakan PKI yang dipimpin Muso

(Warta SA/CSA Edisi No.17/2012:8).

Pasukan TP Solo yang masuk dalam Sub Wehrkreise (SWK)

106/PPS 106 Arjuno pimpinan Achmadi yang diperbantukan dalam

penumpasan FDR terutama dari kelompok Tentara Pelajar Sturm

Abteilung (TP SA) yang dipimpin oleh Mashuri sebagai Komandan Seksi.

Selama melakukan tugas dalam penumpasan pemberontakan PKI di

Madiun, Kelompok TP SA berhasil mendapat banyak senjata dari hasil

rampasan senjata pemberontak pengikut muso dan yang beraliran kiri

lainnya sehingga TP SA menjadi pasukan yang kuat. Setelah gerakan

penumpasan PKI selesai pada bulan November 1948, TP SA yang

awalnya dikomando Seksi Mashuri dan sebagai komandan Kompi oleh

Muktio mengambil jalan untuk keluar dari TP Solo yang dipimpin

Achmadi yang mana sebelumnya menjadi induk dari TP SA. Seiring

dengan berjalannya waktu terjadi perselisihan, karena adanya

ketidakpuasan dari kelompok TP Solo yang masih menjadi kesatuan

pimpinan Achmadi. Meskipun memisahkan diri dari kesatuan TP Solo

yang dipimpin Achmadi, TP kelompok Muktio tetap menggunakan nama

TP SA (Wawancara dengan Sardijono, 4 Februari 2014).

Karena ketegangan diantara TP pihak Achmadi dengan TP SA

yang dipimpin Muktio diketahui oleh Letkol Slamet Riyadi, akhirnya TP

SA diakui dan dimasukkan dalam kesatuan pimpinan LetKol Slamet

Riyadi. Laskar Alap-Alap dan rakyat pejuang lainnya yang belum

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

44

mempunyai wadah kesatuan maka atas inisiatif dari Letkol Slamet Riyadi,

dilebur menjadi satu wadah yang bernama Corps Sukarela Angkatan

(CSA). Sehingga kesatuan TP SA dengan CSA digabung menjadi satu

dengan nama Tentara Pelajar SA/CSA yang di pimpin Muktio di bawah

komando Letkol Slamet Riyadi yang sekaligus menjabat komandan

kesatuan resmi TNI dan memimpin kesatuan diluar TNI (Wawancara

dengan Sardijono, 4 Februari 2014)

Dalam perkembangannya setelah TP SA dengan CSA digabung

menjadi satu kesatuan dengan nama TP SA/CSA selama masa Agresi

Militer II yang mana berkembang menjadi 4 kompi yaitu 1 Kompi SA dan

3 Kompi CSA yang terdiri dari :

a. Kompi I dipimpin oleh Muktio

b. Kompi 2 dipimpin oleh Robikhan

c. Kompi 3 dipimpin Kenyung Sardijono

d. Kompi 4 dipimpin Suryo Soelarto

Kemudian TP SA/CSA masuk dibawah kesatuan Batalyon 55 Brigadir V

(Wawancara dengan Sardijino, 6 Februari 2014). Pernyataan dari

Sardijono sama dengan apa yang dijelaskan oleh pengurus pusat keluarga

besar SA/CSA di Jakarta pada tanggal 26 Oktober 1993 dengan nomor

64/B/PKB.SACSA/1993 mengenai kesatuan pada masa Agresi Militer II

atas balasan surat dari pengurus Keluarga Besar SA/CSA perwakilan

wilayah Surakarta-Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Solo. Salah satu

bagian isi surat balasan tersebut menjelaskan bahwa formasi Batalyon 55

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

45

Brigade V tentang pasukan CSA adalah Kompi Muktio, Kompi Robikan,

Kompi Kenyung Sardijono dan Kompi Suryosoelarto. Sedangkan pasukan

Corps Sukarela lainnya tidak masuk formasi Batalyon 55 Brigade V.

Setelah selesai dalam penumpasan pemberontakan PKI, kesatuan

kelompok Tentara Pelajar Solo dalam perkembangannya menjadi 2

kelompok pasukan Tentara Pelajar yaitu TP Solo dipimpin Achmadi dan

TP SA/CSA dipimpin Muktio (Wawancara dengan Sardijono, 4 Februari

2014). TP SA awalnya hanya berjumlah beberapa puluh orang kemudian

berkembang menjadi satu kompi. Dalam proses masa gerilya pasukan TP

SA pimpinan Muktio melakukan perang gerilya ke luar kota Solo dari

bulan Desember 1948 - Agustus 1949 dengan ditugaskan oleh Letkol

Slamet Riyadi di wilayah Kabupaten Boyolali untuk menghambat jalur

logistik Belanda baik yang dari Solo maupun Salatiga atau sebaliknya

(Wawancara dengan Sardijono, 6 Februari 2014). Hal ini juga di benarkan

oleh Sudarman Wongsoguna bahwa Tentara Pelajar SA/CSA Kompi I

pimpinan Muktio ditugaskan di daerah Boyolali, berada di Tlatar dan

sekitar (Wawancara dengan Sudarman Wongsoguno, 4 Februari 2014).

Dalam buku Ign. Slamet Rijadi Dari Mengusir Kempetai Sampai

Menumpas RMS (2008), Batalyon II yang dipimpin Letkol Slamet Rijadi

mendapat tugas untuk menguasai daerah Kabupaten Boyolali, khususnya

wilayah perbatasan Karesidenan Semarang dengan Karesidenan Surakarta

yang tugas intinya untuk menghadapi pasukan Belanda yang sudah

menduduki daerah Kopeng di luar Salatiga. Markas Batalyon II berada di

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

46

Desa Paras, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali (Julius Paur, 2008:

61).

F. Agresi Militer Belanda II Di Boyolali

Pada tanggal 21 Desember 1948 pasukan Belanda menyerang Kota

Solo dari arah Barat melalui Kartosuro dan Pada tanggal 22 Desember

1948 pasukan Belanda berhasil menduduki Kota Solo yang sebelumnya

telah dihambat TNI yang dibantu oleh Tentara Pelajar (Keluarga Besar

SA/CSA, T.T.:102). Demikian juga dengan kesatuan Tentara Pelajar

SA/CSA yang berkembang menjadi 1 Kompi yang terdiri dari 4 Seksi

dipimpin secara resmi oleh Muktio. Sore hari pada tanggal 21 Desember

1948 diawali dengan bersiap-siap di Nusukan tepatnya di sekolah

Madyotaman sebelah Selatan Stasiun Balapan dengan tujuan untuk

melakukan penghadangan pasukan Belanda dari arah Kartosuro dan secara

bersamaan pengambilan alih kepemimpinan atas kesepakatan bersama dari

para anggota, pimpinan kesatuan Tentara Pelajar SA/CSA diserahkan

kepada Hartono Cilik dengan dibantu oleh Haryono,Wasisto dan Robikan.

Adanya pergantian Pimpinan karena Muktio pada waktu itu sedang berada

di Kaliboto dan sebagian besar anggota Tentara Pelajar SA/CSA berada di

Kota Solo. Dari usaha Tentara Pelajar SA/CSA melakukan penghadangan

di Nusukan selama semalam tersebut, ternyata pasukan Belanda tidak

kunjung datang. Setelah dipastikan pasukan Belanda tidak datang

melewati Nusukan maka pasukan Tentara Pelajar SA/CSA yang dipimpin

Hartono Cilik, paginya tanggal 22 Desember 1948 memutuskan untuk

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

47

meneruskan perjalanan ke luar kota Solo menuju Daerah Kalioso dengan

kekuatan 1 Kompi. Setelah sampai di Kalioso pasukan bertemu dengan

Letkol Slamet Riyadi. Setelah bertemu dan mendapat tugas dari Letkol

Slamet Riyadi, pada tanggal 23 Desember 1948 pasukan Tentara Pelajar

SA/CSA melanjutkan perjalanan ke Simo melewati daerah Klego dengan

tujuan utama ke Bangak. Kompi SA/CSA ditugaskan untuk mengganggu

konvoi pasukan Belanda dalam pengiriman logistik dari Salatiga di

sepanjang jalan Tengaran sampai Bangak Boyolali (Keluarga Besar

SA/CSA, T.T.:66-67).

Daerah Bangak merupakan kawasan perkebunan tembakau yang

berada di pinggir jalan raya Solo-Salatiga. Bangak merupakan lokasi

rawan untuk jalur lalu lintas darat antara Solo-Salatiga, khususnya untuk

konvoi Tentara Belanda. Selain jalannya yang berkelok dan menanjak,

kendaraan yang akan melewati jalan tersebut harus memperlambat

gerakannya. Daerah Bangak merupakan tempat yang disukai oleh para

gerilyawan yang di maksud disini adalah TNI, Tentara Pelajar atau

Masyarakat Pejuang untuk menghadang konvoi pasukan Belanda. Hal ini

juga dinyatakan oleh Residen Surakarta yang bernama Link mengatakan

secara terang-terangan mengakui bahwa di sepanjang jalan Solo-Salatiga

bagi pihak Belanda tidak aman, berikut isi pernyataan dari Link:

“Als de mensen zeggen dat de weg Solo-Salatiga veilig is, das hebben we wat

anders te denken. Vooral Teras en omstreken”. (Kalau orang-orang berkata

bahwa jalan Solo-Salatiga aman, kami berpendapat lain. Terlebih Teras dan

sekitarnya)”(Julius Paur, 2008:154).

.

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

48

Setelah berjalan kaki sampai di Simo pasukan Tentara Pelajar

SA/CSA dengan melihat kondisi geografis daerah Simo yang masih jauh

dengan daerah Bangak, diputuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju

daerah Sambi. Setelah sampai di Sambi dan pasukan Tentara Pelajar

SA/CSA menumpang hidup bersama warga desa yang sebagian besar

bekerja sebagai petani (Keluarga Besar SA/CSA, T.T.:103). Di Sambi

pimpinan Kompi SA/CSA yang terdiri dari Hartono Cilik, Haryono,

Wasisto dan Robikan mengadakan rapat. Karena Selama perjalanan dari

Simo menuju Sambi, ada usulan-usulan dari para anggota Kompi SA/CSA

yang mempunyai gagasan alternatif dalam menghambat iring-iringan

pengiriman logistik pasukan Belanda. Pada waktu yang bersamaan selama

beberapa hari di Sambi dengan melakukan rapat yang diadakan oleh

pimpinan Kompi, datanglah seorang utusan Muktio yang bernama

Mulyani untuk menyampaikan pesan bahwa pasukan Kompi SA/CSA

diperintah untuk datang dan berkumpul ke Kaliboto untuk rapat, sehingga

rapat yang baru saja diadakan akhirnya dibubarkan tanpa hasil. Namun

setelah utusan dari Muktio selesai menyampaikan pesan, satu kelompok di

dalam kompi SA/CSA yaitu Regu Badran tidak setuju untuk datang ke

Kaliboto karena sudah jelas adanya tugas dari Letkol Slamet Riyadi dan

mengingat sudah melakukan perjalanan gerilya sampai daerah Sambi.

Sangat disayangkan apabila harus kembali lagi ke Solo untuk menuju ke

Desa Kaliboto. Untuk meredam ego dari masing-masing anggota, melalu

pimpinan diputuskan bahwa kelompok Badran bersama Hartono Cilik

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

49

tetap tinggal di Sambi untuk sementara waktu dan melaksanakan aksi

percobaan penyerangan dengan Regu Badran di Pos Pasukan Belanda di

Bangak dengan tujuan untuk mengukur kekuatan di pihak lawan. Dengan

dipimpin Robikan, Haryono, dan Wasisto bersama utusan dari Muktio

yang bernama Mulyani, pasukan Kompi SA/CSA lainnya berangkat ke

Kaliboto dengan menempuh perjalanan dalam waktu semalam dan paginya

sampai di tempat tujuan (Keluarga Besar SA/CSA, T.T.:67-68).

Pasukan Tentara Pelajar SA/CSA dari Regu Badran dengan jumlah

20 orang, dari sebagian anggotanya sebanyak 7 orang yang masih bertahan

dengan dipimpin Hartono Cilik berangkat dari Desa Sambi untuk

melakukan aksi penyerangan ke desa sebelah Timur Bangak yang jaraknya

sekitar 5 Km dari Sambi yang dipisahkan dengan Kali Pepe. Serangan

diawali dengan mengganggu pos Pasukan Belanda di Bangak melewati

kebun Tebu. Dua tembakan dari anggota yang bernama Lik Wukirman

berhasil membuat 2 orang Tentara Belanda tersungkur dan terjadi

perlawanan dari pihak Tentara Belanda. Setelah dirasa cukup dengan

beberapa tembakan, pasukan mundur dari pos Belanda untuk kembali ke

Sambi. Sehari Setelah melakukan penyerangan ke pos Tentara Belanda

yang berada di Bangak, Hartono Cilik dengan regu Badran yang berjumlah

20 orang berangkat dari Sambi pada malam hari menuju kearah Timur

untuk bergabung bersama dengan teman-teman lainnya dari kesatuan

Tentara Pelajar SA/CSA yang sudah terlebih dahulu berada di Desa

Kaliboto (Keluarga Besar SA/CSA, T.T.:104-105).

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

50

Setelah beberapa hari di Kaliboto Pasukan Tentara Pelajar SA/CSA

yang dipimpin kembali oleh Muktio, melanjutkan perjalanan kembali ke

Sambi dan berencana untuk melakukan gerilya di daerah Mojosongo

Boyolali. Dengan berjalan kaki dari Kaliboto-Sambi selama 4 malam,

Tentara Pelajar SA/CSA mendapat pengumuman lagi dari pimpinan

Letkol Slamet Riyadi mengenai tugas untuk Kompi I SA/CSA di daerah

Pager dan Tlatar. Tugasnya sama dengan yang digariskan oleh Letkol

Slamet Riyadi pada waktu bertemu di Kaliyoso yaitu mengganggu

jalannya konvoi Pasukan Belanda yang datang dari Salatiga menuju Solo

atau sebaliknya (Keluarga Besar SA/CSA, T.T.:107).

Dengan adanya tugas untuk Kompi I SA/CSA dari sebagian

anggota dari Seksi II SA/CSA, Regu Wasisto berangkat dari Sambi

menuju arah Boyolali Kota dengan menyusuri jalan besar yang jaraknya

kurang lebih 2 KM dengan menyeberangi Kali Pepe. Dilanjutkan berjalan

kurang lebih 200 meter, Pasukan Tentara Pelajar SA/CSA Seksi II Regu

Wasisto sampai di Desa Metuk, Kecamatan Mojosongo untuk bermalam.

Karena tidak membawa peta, pada pagi harinya Regu Wasisto diserang

pasukan Belanda. Tidak ada perlawanan di pihak pasukan SA/CSA Seksi

II Regu Wasisto. Pasukan melarikan diri dari kepungan pasukan Belanda

menuju Gunung Ketangga. Di Gunung Ketangga Seksi II Regu Wasisto

beristirahat selama satu hari sambil siap siaga untuk menghadapi

kemungkinan yang akan terjadi. Setelah sehari di Gunung Ketangga

pasukan SA/CSA Seksi II Regu Wasisto, sebagian diputuskan untuk tetap

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

51

tinggal di Gunung Ketangga dan sebagian lagi meneruskan perjalanan

gerilya menuju daerah Mojosongo serta mulai mengadakan pencegatan di

pagi hari. Namun, ketika pasukan berada di bagian Selatan pinggir jalan

raya Solo-Salatiga secara kebetulan pasukan Belanda datang mendekat

pada saat konvoi menuju Solo dari arah Boyolali kota dengan jarak hanya

50 meter. Karena pasukan SA/CSA Seksi II Regu Wasisto belum siap

melakukan penyerangan, pasukan mengambil inisiatif untuk bersembunyi

di semak-semak dipinggir jalan. Karena pasukan Belanda tidak

mengetahui adanya pasukan SA/CSA Seksi II Regu Wasisto, maka

pasukan Belanda tetap melanjutkan perjalanan ke Bangak (Keluarga Besar

SA/CSA, T.T.:68-69).

Sejak Pasukan Belanda dapat menguasai Solo, Pasukan Belanda

sering berkonvoi di sepanjang jalan Solo-Salatiga untuk mengirim logistik.

Pasukan Belanda mendirikan pos di sepanjang jalan antara Salatiga–Solo

sampai di dalam kota Solo. Pos-pos Belanda di antaranya terletak di

Tengaran, Ampel, Boyolali, Bangak, dan Solo. Pendirian pos-pos tersebut

berguna untuk menjaga keamanan dalam pengiriman logistik konvoi

Belanda yang datang dari arah Salatiga-Solo atau sebaliknya karena

mendapat perlawanan dari Tentara Pelajar, TNI, maupun masyarakat

pejuang baik dari sisi kanan dan kiri jalan di sepanjang jalur logistik

Pasukan Belanda (Wawancara dengan Sidik Suwarno, 16 Januari 2014).

Karena pasukan SA/CSA dari Seksi II Regu Wasisto pada aksi

yang pertama mengalami kegagalan di daerah Mojosongo akibat

Page 26: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

52

kurangnya persiapan, Seksi II Regu Wasisto mengadakan penghadangan

yang kedua kalinya dengan di bantu masyarakat sekitar. Dengan cara

memotong pohon lalu ditumbangkan di Tengah jalan raya Solo-Salatiga

tepatnya di daerah antara Teras dan Mojosongo untuk menghadang konvoi

Belanda. Adanya pohon yang menghalangi di Tengah jalan, pasukan

Belanda berhenti dan menyingkirkannya ke tepi jalan. Dari kelengahan

pasukan Belanda karena fokus perhatian tertuju untuk menyingkirkan

pohon yang berada di tengah jalan tersebut, dengan kesempatan itu

dimanfaatkan oleh pasukan SA/CSA Seksi II Regu Wasisto untuk

menyerang dengan cara menembaki. Di tempat lain di daerah Boyolali

Kota, Pasukan SA/CSA Seksi II Regu Suharno (Gandul) sebagian besar

sedang menunggu patroli pasukan Belanda di daerah Singkil. Karena

pasukan Belanda masih mencurigai daerah Metuk dan sekitarnya sebagai

markas para Pasukan SA/CSA dari Seksi II Regu Wasisto, pasukan

Belanda memutuskan untuk melakukan operasi kembali ke daerah Metuk.

Pasukan Belanda melanjutkan operasinya ke Dukuh Tawangsari, Desa

Dlingo (dekat Gunung Ketangga), Kecamatan Mojosongo untuk

menyerang Regu Wasisto setelah mengetahui regu tersebut tidak berada di

Desa Metuk. Setelah diberi info oleh masyarakat sekitar bahwa pasukan

Belanda berjalan menuju ke Dukuh Tawangsari Pasukan Seksi II dari

Regu Wasisto yang masih bertahan di Gunung Ketangga mengambil

keputusan untuk melakukan aksi turun gunung yang bertujuan untuk

menghadang gerak pasukan Belanda yang datang dari arah Desa Metuk.

Page 27: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

53

Namun pasukan Tentara Pelajar SA/CSA Seksi II dari Regu Wasisto

dalam aksi turun gunung tersebut sudah didahului dihadang pasukan

Belanda dan akhirnya pasukan Seksi II Regu Wasisto terjebak di Dukuh

Ngangkrang sehingga terjadilah pertempuran. Setelah pasukan SA/CSA

seksi II pimpinan Suharno (Gandul) yang ada di Singkil mengetahui

bahwa pasukan Belanda yang akan dihadang sudah berada di Desa Metuk

untuk melakukan kembali operasi kepada Regu Wasisto, sehingga Regu

Suharno yang berada di Singkil datang dari arah Barat memutuskan untuk

bergabung dan membantu pasukan Tentara Pelajar SA/CSA Seksi II Regu

Wasisto yang sudah terjebak di Dukuh Ngangkrang, Desa Dlingo,

Kecamatan Mojosongo. Dalam pertempuran itu, Suharno pimpinan

Pasukan SA/CSA Seksi II dari Regu Suharno terkena tembakan

ditangannya. Akhirnya pimpinan Seksi II Regu Suharno digantikan oleh

Mulyani, namun tidak disetujui oleh para anggota Regu Suharno.

Sehingga kemudian pimpinan digantikan oleh anggota lain dari Seksi II

Regu Suharno yaitu Sunardi (Kebo). Pergantian kepemimpinan juga

dilakukan oleh Seksi I dari Kompi I SA/CSA yang berada di daerah Teras

di bawah pimpinan Soeyono menggantikan Hartono Cilik dikarenakan

Hartono Cilik pergi ke Jawa Barat (Keluarga Besar SA/CSA, T.T.:69).

Setelah terjadinya pertempuran di daerah Metuk dan sekitarnya disertai

dengan secara kebetulan terjadi pergantian komandan seksi-seksi di

pasukan Kompi I SA/CSA, pasukan Kompi I SA/CSA mendapat tugas di

wilayah Sub Wehkreise (SWK) yang dipimpin Mayor Supardi yang

Page 28: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

54

meliputi wilayah Boyolali. Sedangkan daerah yang ditugaskan untuk

pasukan SA/CSA Kompi I dibagi menjadi 3 Subsektor yaitu :

a. Subsektor I meliputi daerah Banyudono-Teras yang dipimpin oleh

Soeyono

b. Subsektor II meliputi daerah Teras-Boyolali yang dipimpin oleh

Sunardi (Kebo)

c. Subsektor III daerah Boyolali-Tengaran dipimpin oleh Supomo.

Markas Seksi II yang awalnya dari Metuk pindah ke Tlatar dan Seksi I

dari daerah Teras Pindah ke Metuk (Keluarga Besar SA/CSA,

T.T.:70).

Desa Kebonbimo merupakan markas Tentara Pelajar SA/CSA dari

Seksi II/Kompi I yang dipimpin oleh Sunardi (Kebo). Anggotanya tersebar

di wilayah Desa Kebonbimo dan Ngargosari. Sedangkan Seksi I yang

dipimpin oleh Soeyono para anggotanya tersebar di Desa Metuk, Dlingo

dan Mudal. Kompi I SA/CSA yang dipimpin oleh Muktio bermarkas di

Timur Desa Pager tepatnya di Dukuh Kentengsari, Desa Kener yang

masuk wilayah dari Kabupaten Semarang (Panitia Peresmian Gedung

SMA Tlatar-Boyolali, 1982:5). Selama Agresi Militer Belanda II tahun

1948-1949 masyarakat ikut berjuang dengan tidak memperdulikan jiwa

raga maupun harta bendanya bersama Tentara Pelajar SA/CSA dengan

umur rata-rata 14 sampai 18 tahun. Meskipun masih sangat muda situasi

dan kondisi yang pada waktu itu memaksa untuk berfikir dewasa sebelum

waktunya. Musuh Tentara Pelajar SA/CSA adalah Tentara Belanda yang

Page 29: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

55

sudah professional dan mempunyai pengalaman dalam Perang Dunia II.

Tentara Belanda dikenal dengan perilaku keji, kejam dan tidak segan-

segan untuk menembaki rakyat yang tidak bersalah, membakar rumah dan

merampas harta benda. Apalagi daerah Tlatar dan sekitarnya yang sudah

terkepung oleh markas Tentara Belanda yang berada di Kota Boyolali,

Bangak, Simo dan Ampel (Ex Tentara Pelajar SA/CSA, 1994:2).

Secara tidak resmi Dukuh Tlatar Desa Kebonbimo menjadi pusat

tempat berkumpulnya Tentara Pelajar SA/CSA dari Kompi I yang meliputi

Seksi I yang bermarkas di Desa Metuk, Seksi II di Desa Kebonbimo

maupun pasukan Staf Kompi yang bermarkas di Dukuh Kentengsari Desa

Kener (Timur Desa Pager). Dengan seringnya Dukuh Tlatar digunakan

sebagai tempat berkumpul, sehingga pasukan Belanda mengira bahwa

Tlatar adalah sebagai markas resmi dari Pasukan SA/CSA Kompi I

pimpinan Muktio. Karena sebetulnya hanya dari Seksi II yang bemarkas di

Dukuh Tlatar Desa Kebonbimo (Panitia Peresmian Gedung SMA Tlatar

Boyolali, 1982:17).

Selain ada kesatuan dari Tentara Pelajar SA/CSA yang bermarkas

di Desa Kebonbimo, juga terdapat kesatuan-kesatuan lainnya seperti

Kepolisian yang dipimpin oleh Bapak Heru Santoso (Panitia Peresmian

Gedung SMA Tlatar Boyolali, 1982:5). Sedangkan untuk desa - desa

disekitar Desa Kebonbimo, seperti: Desa Siwal, Pager, Udanuwuh dan

Kradenan dijadikan tempat berpindah-pindah dari kesatuan Tentara Pelajar

Page 30: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

56

SA/CSA maupun Kepolisian yang bermarkas di Desa Kebonbimo (Panitia

Peresmian Gedung SMA Tlatar Boyolali, 1982:16).

Herwin Soemarso (Gembur) dan teman-teman, dari Seksi II Kompi

I mengatakan bahwa Staff Komando SA/CSA berada di Dukuh

Kentengsari Desa Kener dipimpin oleh Muktio. Dimana yang

menggabungkan ke Sektor Muktio adalah CPM Salatiga yang kurang lebih

berjumlah 30 orang yang menjadi Seksi III SA/CSA dari Kompi I dengan

ditambah beberapa orang yang turut ikut bergabung (Keluarga Besar

SA/CSA T.T.:70).

Selama masa Agresi militer Belanda II pasukan Tentara Pelajar

SA/CSA yang berada di Desa Kebonbimo beserta Pager Desa yang

dibentuk oleh pemerintah Desa Kebonbimo sering mengadakan

penghadangan iring-iringan pasukan Belanda yang datang dari di jalan

raya arah Salatiga-Solo atau sebaliknya di Jembatan darurat Kenteng.

Usaha yang dilakukan yaitu melakukan pembongkaran jembatan yang

bagian-bagiannya masih terbuat dari kayu menggunakan peralatan

seadanya. Cara ini telah diketahui pasukan Belanda karena seringnya

Jembatan darurat Kenteng dirusak oleh warga sekitar termasuk Pager Desa

Kebonbimo yang dipimpin Bayan Suroso. Pasukan Belanda mempunyai

inisiatif untuk menjebak Pager Desa dengan cara bersembunyi terlebih

dahulu di sekitar Jembatan darurat Kenteng (Wawancara dengan Henri

Sugiman, 28 Januari 2014).

Page 31: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

57

Sebelum sampai di Desa Ngargosari salah satu warga dari Dukuh

Ngablak yang juga sebagai mata-mata sudah mengingatkan para pasukan

Pager Desa dari kelompok Bayan Suroso untuk tidak melakukan aksi

gerilya ke Jembatan darurat Kenteng karena ada Tentara Belanda, tetapi

Pager Desa kelompok Bayan Suroso tidak percaya dan tetap melanjutkan

perjalanan menuju Barat Desa Kebonbimo. Setelah sampai di Desa

Ngargosari kembali untuk yang kedua kali diingatkan oleh warga bahwa

Tentara Belanda sudah ada di sekitar Jembatan darurat Kenteng, namun

kembali tidak dihiraukan oleh Pager Desa Kebonbimo pimpinan Bayan

Suroso dan tetap melanjutkan perjalanan untuk mengadakan aksi gerilya

dengan melakukan sabotase di Jembatan darurat Kenteng seperti biasanya

dan pada akhirnya hingga terjebak oleh pasukan Belanda yang sebelumnya

sudah bersembunyi di sekitar Jembatan darurat Kenteng (Wawancara

dengan Karso Diharjo, 27 Januari 2014).

Bayan Suroso tertembak hingga meninggal di tempat. Setelah

melihat dari pimpinan Pager Desa Kebonbimo tertembak, Para anggota

Pager Desa yang lainnya dari kelompok pimpinan Bayan Suroso, lari ke

arah Timur menuju Desa Kebonbimo untuk menyelamatkan diri dari

serangan pasukan Belanda karena kalah dalam persenjataan (Wawancara

dengan Henri Sugiman, 5 Oktober 2013). Tentara Pelajar SA/CSA dari

Seksi II yang dipimpin Sunardi (Kebo) bersama masyarakat sekitar, sering

juga melakukan sabotase di Jembatan darurat Kenteng. Masyarakat yang

memanggil Tentara Pelajar SA/CSA dengan nama Mase Tepe bahu

Page 32: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

58

membahu membongkar Jembatan darurat Kenteng yang berada di jalan

raya Ampel-Boyolali Kota hingga tidak dapat dilalui kendaraan pasukan

Belanda. Dalam melakukan penghadangan konvoi Belanda yaitu dengan

cara memasang Howitzer yang dijadikan ranjau darat (Keluarga Besar

SA/CSA, T.T.: 70-71).

Serangan operasi yang dilakukan pasukan Belanda di Desa

Kebonbimo merupakan akibat diketahuinya pelaku pengrusakan Jembatan

darurat Kenteng yang dilakukan setiap sore menjelang malam oleh Pager

Desa Kebonbimo. Menurut Henri Sugiman, saat pemimpin Pager Desa

tertembak oleh pasukan Belanda, Bayan Suroso membawa lampu “Senter”

yang di dalamnya terdapat selembar kertas yang bertuliskan nama-nama

anggota Pager Desa Kebonbimo yang kebanyakan beralamat di Dukuh

Tlatar. Hal ini menyebabkan pasukan Belanda mencurigai bahwa di Desa

Kebonbimo terutama Dukuh Tlatar merupakan sebagai pusat gerilyawan

yang sering mengganggu konvoi Pasukan Belanda (Wawancara dengan

Henri Sugiman, 5 Oktober 2013).

Desa Kebonbimo menjadi incaran Tentara Belanda karena mengira

bahwa markas Kompi I dari Tentara Pelajar SA/CSA berada di Dukuh

Tlatar. Karena Desa Kebonbimo terletak paling belakang dibandingkan

desa-desa yang ditempati selain dari Seksi II, karena yang lainnya berada

di dekat dengan kota Boyolali. Dukuh Tlatar Desa Kebonbimo sering

didatangi teman-teman dari Seksi I yang bermarkas di Desa Metuk,

maupun pasukan eks Pesindo untuk mandi atau berenang karena ada mata

Page 33: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

59

air yang jernih dan melimpah. Selama masa Agresi Militer Belanda II di

Desa Kebonbimo diserang Belanda sebanyak 3 kali. Pada serangan yang

pertama pasukan Belanda menghujani mortir dari luar Desa Kebonbimo.

Serangan yang kedua Tentara Belanda berhasil dipukul mundur karena

Tentara Pelajar SA/CSA sudah mengetahui dan bersiap ketika pasukan

Belanda sudah sampai di pinggir Desa Kebonbimo. Serangan ketiga terjadi

pada dini hari kurang lebih pukul 04.00 WIB (Keluarga Besar SA/CSA,

T.T.:71-72).

Untuk serangan yang ketiga kalinya, Tentara Belanda sudah masuk

Desa Kebonbimo dan membangunkan Tentara Pelajar SA/CSA yang

dikenal dengan “TNI Bangun”. Tepatnya pada hari Sabtu tanggal 14 Juli

1949 dini hari, pasukan Belanda menyerang dari Boyolali melewati Dukuh

Karang Tengah, Kebonbimo, dan Gatak yang datang dari arah Desa

Kiringan. Pada saat itu kebetulan Tentara Pelajar SA/CSA masih belum

pulas tidurnya setelah pulang dari Boyolali untuk bergerilya. Begitu

mendengar Belanda masuk di depan pintu rumah bagian luar yang

ditinggali, Tentara Pelajar SA/CSA berhasil meloloskan diri melewati

belakang dan berhenti di lapangan. Setelah pasukan Belanda mengetahui

para Tentara Pelajar SA/CSA berhasil lolos melarikan diri ke arah Timur

menuju Dukuh Tlatar melewati pintu belakang, sehingga pasukan Belanda

mengejar Tentara Pelajar SA/CSA dari anggota Seksi II pimpinan Sunardi

(Kebo) yang berada di Dukuh Kebonbimo dan Dukuh Gatak untuk

bergabung dengan Tentara Pelajar SA/CSA yang berada di Tlatar. Dengan

Page 34: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

60

terjadinya kejar-kejaran dari arah Barat Desa Kebonbimo, setelah sampai

di lapangan Dukuh Tlatar terjadi insiden tembak menembak antara

pasukan Belanda dengan Tentara Pelajar SA/CSA yang dibantu oleh

masyarakat Tlatar dan sekitarnya (Panitia Peresmian Gedung SMA Tlatar

Boyolali, 1982:17).

Pada waktu terjadinya serangan Pasukan Belanda di Tlatar, yang

berpusat dilapangan Dukuh Tlatar. Para Tentara Pelajar SA/CSA dengan

masyarakat sekitar memberikan perlawanan disertai dengan

menyelamatkan diri melalui jalan kearah Timur Dukuh Tlatar karena pada

waktu itu pasukan Belanda menyerang dari berbagai arah, salah satu jalan

untuk keluar dari kepungan pasukan Belanda hanya bisa melewati jalan

arah Timur dari lapangan Dukuh Tlatar (Wawancara dengan Karso

Diharjo, 18 Maret 2014). Dukuh Tlatar sudah terkepung rapat oleh Tentara

Belanda. Hanya ada sedikit celah untuk menghindari kepungan dari

Tentara Belanda yaitu menuju arah Timur yaitu ke arah Umbul. Kekuatan

sama sekali tidak seimbang karena satu kompi pasukan komando Tentara

Belanda berjumlah 120 orang, sedangkan melawan satu regu Tentara

Pelajar SA/CSA yang hanya berjumlah 15 orang. Pasukan Belanda

mengira bahwa dengan penyusupan mendadak ke tengah markas gerilya

Tentara Pelajar SA/CSA banyak yang terbunuh dan ada yang menyerah

diri untuk ditawan. Tetapi perkiraan dari Pasukan Belanda itu tidak tepat,

malah sebaliknya dengan gigih berani Tentara Pelajar SA/CSA melawan

meskipun kalah dalam persenjataan (Ex Tentara Pelajar SA/CSA,1994:4).

Page 35: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

61

Dalam melarikan diri ke Timur dari lapangan Tlatar para Tentara

Pelajar SA/CSA maupun masyarakat setelah sampai di Umbul lalu masuk

sungai untuk menyeberang dengan cara berenang di Timur Dukuh Tlatar

yaitu sungai Pepe (Kali Pepe) untuk mencari tempat yang aman dan

akhirnya bersembunyi di kebun dan persawahan di sebelah Timur Dukuh

Gombol (Wawancara dengan Karso Diharjo, 18 Maret 2014). Akibat dari

kontak senjata dari kedua belah pihak, maka dari salah satu anggota

Tentara Pelajar SA/CSA yang bernama Sugiman, tertembak di bagian

betis. Pasukan Belanda tidak berhasil melumpuhkan dan menghabisi

pasukan dari Tentara Pelajar SA/CSA Seksi II yang ada di Dukuh Tlatar.

Hal ini membuat Tentara Belanda frustasi dan sebagai pelampiasan

kegagalannya, Tentara Belanda menyerang dan membunuh siapa saja yang

bertemu mereka di Dukuh Tlatar, Desa Kebonbimo. Akibat dari tembakan

yang dilepaskan oleh pasukan Belanda di pihak masyarakat Kebonbimo

khususnya warga Dukuh Tlatar mengakibatkan 7 orang menjadi korban.

Rumah yang dicurigai pihak Belanda sebagai tempat persembunyian

Tentara Pelajar SA/CSA dibakar, harta benda dirampok sampai kuda pun

dibawa untuk mengangkut korban mereka sendiri dari pihak Tentara

Belanda. Peristiwa ini dikalangan masyarakat Dukuh Tlatar dan sekitarnya

dinamakan dengan “Perang Pruputan”. Selang beberapa minggu setelah

peristiwa dari tanggal 14 Juli 1949, terjadi serangan dengan cara yang

lebih besar di Markas Kompi I yang berada di Dukuh Kentengsari, Desa

Kener dengan cara diserang dan dikepung dari berbagai arah oleh Tentara

Page 36: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

62

Belanda yang diantaranya datang dari Simo dan Bangak. Akibat dari itu

seorang penduduk dan seorang anggota dari pasukan pengawas staf gugur

di Desa Udanuwuh (Panitia Peresmian Gedung SMA Tlatar Boyolali,

1982:17).

Peristiwa yang pernah terjadi di Desa Kebonbimo dan sekitarnya

terutama yaitu peristiwa di Jembatan darurat Kenteng dan Perang

Pruputan, telah di gambarkan dalam bentuk ukiran di pintu kantor sekolah

SMA N 2 Boyolali yang intinya melukiskan kepahlawanan masyarakat

Kebonbimo dalam membongkar Jembatan darurat Kenteng yang dibuat

Belanda maupun pada saat Perang Pruputan (Ex. Tentara Pelajar SA/CSA

1994:6). Ukiran mengenai gambaran peristiwa Jembatan darurat Kenteng

dan Perang Pruputan yang pernah terjadi dan dialami oleh masyarakat di

Desa Kebonbimo merupakan salah satu cara penanaman jiwa patriotisme

dan nasionalisme kepada generasi muda melalui media Seni Ukir terutama

bagi para peserta didik yang bersekolah di SMA N 2 Boyolali, karena

peristiwa perjuangan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari

sejarah suatu bangsa.

G. Peran Masyarakat Kebonbimo Dalam Mendukung Perjuangan

Tentara Pelajar SA/CSA

1. Bidang Perjuangan Fisik

Pemerintahan militer mempunyai tugas utama untuk

menghidupkan kantong-kantong gerilya sebagai pangkalan kekuatan

pasukan sehingga akan timbul kerjasama antara masyarakat dengan

Page 37: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

63

militer. Melalui adanya pemerintahan militer maka perjuangan dapat

lebih terkoordinasi dan aksi-aksi gerilya dapat lebih ditingkatkan

(Kemendikbud RI, 2011:403). Pemerintah militer pada masa perang

gerilya melawan Pasukan Belanda dengan tersusun dari panglima

Besar Angkatan Perang, Panglima Tentara, Gubernur Militer, Sub

Teritorial Comando (STC), Komando Daerah Militer (KMD),

Komando Onder Distrik Militer (KODM), Kader-kader Desa dan

Kader-kader Dukuh (Moehkardi, 1983:181).

Desa menempati posisi khusus sebagai pusat kekuatan

penyusupan pertahanan, sehingga Peranan Kepala Desa atau Lurah

sangat penting dan dibutuhkan. Kepala Desa adalah pemimpin yang

ditaati oleh masyarakatnya diwilayah yang dipimpin dan secara

tradisional kepala desa menguasai dan memahami aspirasi-aspirasi

masyarakatnya. Karena Kepala desa mengetahui dan menguasai

daerahnya, maka hal ini sangat diperlukan untuk melindungi dari

pasukan gerilya (Kemendikbud RI, 2011: 403-404). Pada masa Agresi

Militer Belanda II di Desa Kebonbimo dibentuk Pasukan Gerilya Desa

(Pager Desa). Karena Desa Kebonbimo termasuk daerah yang maju

dan aktif dibandingkan desa-desa disekitarnya dalam menghadapi

Agresi Militer Belanda II, sehingga pemerintah Desa Kebonbimo

membentuk pasukan gerilya desa (Pager Desa). Pager Desa bertugas

sebagai keamanan desa atau memperluas dan memperdalam

pertahanan keamanan ditingkat desa, kegiatan utama mengkoordinasi

Page 38: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

64

kegiatan Siskamling (sistem keamanan lingkungan) atau ronda setiap

malam di lingkungan di seluruh wilayah Desa Kebonbimo seperti

Hansip atau Linmas pada masa sekarang (Wawancara dengan Karso

Diharjo, 27 Januari 2014).

Pemerintah Desa Kebonbimo membuat badan pertahanan desa

yang berfungsi untuk keamanan didalam desa dan umumnya

diperbantukan untuk tenaga cadangan pasukan tentara untuk

mempertahankan Negara Republik Indonesia. Sistem perekrutan untuk

menjadi anggota Pager Desa Kebonbimo ialah dengan cara

memanfaatkan para pemuda disetiap dukuh di wilayah Desa

Kebonbimo. Rata-rata setiap dukuh ada 2 orang pemuda yang ditunjuk

menjadi anggota Pager Desa Kebonbimo, yang sebelumnya sudah

diseleksi oleh petugas dari pemerintah Desa Kebonbimo. Namun, jika

dalam satu dukuh terdapat banyak pemuda maka tidak menutup

kemungkinan lebih dari 2 orang yang ditunjuk sebagai perwakilan.

Bayan Suroso ditugaskan pemerintah Desa Kebonbimo untuk

menunjuk pemuda-pemuda di setiap dukuh yang memenuhi kriteria

persyaratan menjadi anggota Pager Desa seperti diutamakan yang

mempunyai pengalaman dalam ilmu kemiliteran dan belum menikah

contohnya: dapat baris berbaris, mampu dalam menggunakan senjata,

dan mampu bekerja sama secara kelompok. Pager Desa Kebonbimo

mempunyai anggota kurang lebih 30 orang (Wawancara dengan Karso

Diharjo, 18 Maret 2014).

Page 39: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

65

Setelah terbentuk dan disahkan oleh pemerintah militer tingkat

Kecamatan dengan disaksikan oleh Kepala Desa, anggota Pager Desa

Kebonbimo diberi pembekalan di Balai Desa tentang fungsi maupun

tugas yang akan dilakukan beserta jadwal gerilya yang sudah dibagi

dalam bentuk kelompok. Masing-masing kelompok yang sudah

ditetapkan oleh Pemerintah Desa Kebonbimo memiliki tugas dan

jadwal gerilya yang berbeda. Setiap malam, satu kelompok ditugaskan

berjaga di kantor Balai Desa secara bergiliran sesuai jadwal yang

sudah ditentukan. Pada masa Agresi Militer Belanda II selain sudah

dibentuk Pager Desa, di Desa Kebonbimo juga terdapat kesatuan

Tentara Pelajar SA/CSA, Pasukan eks Pesindo, dan ada juga dari

Kepolisian (Wawancara dengan Tarjo Suwito, 18 Maret 2014).

Setiap sore menjelang malam selama masa Agresi Militer

Belanda II, Pager Desa Kebonbimo bergerilya di Barat desa tepatnya

di Jembatan darurat Kenteng (jalan raya Ampel-Boyolali Kota). Pada

malam hari dirusak oleh Pager Desa Kebonbimo dan siangnya

diperbaiki oleh Pasukan Belanda. Hal tersebut terjadi setiap hari

dilakukan berulang-ulang. Untuk lima kali awal sabotase Jembatan

Kenteng para Pager Desa Kebonbimo masih aman, namun setelah

yang selanjutnya tidak aman karena Belanda sudah mengetahui

kegiatan yang dilakukan hingga akhirnya ada yang menjadi korban

(Wawancara dengan Karso Diharjo, 18 Maret 2014). Dari kegiatan

Pager Desa selama Agresi Militer Belanda II tersebut mengakibatkan 2

Page 40: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

66

orang dari masyarakat Desa Kebonbimo tertembak oleh Pasukan

Belanda sehingga meninggal dunia, salah satunya ialah pemimpin dari

Pager Desa Kebonbimo yaitu Bayan Suroso yang meninggal langsung

di tempat kejadian (Jembatan darurat Kenteng). Para anggota Pager

Desa Kebonbimo kebanyakan merupakan bekas anggota Seinendan

pada masa pendudukan Jepang di Indonesia pada tahun 1942-1945

(Wawancara dengan Tarjo Suwito, 27 Januari 2014). Barisan

Seinendan dibentuk Jepang pada masa pendudukan di Indonesia,baik

di Kota, Desa, maupun di pabrik, yang mana terbuka untuk para

pemuda laki-laki Indonesia yang berusia antara 15 sampai 25 tahun

untuk masuk menjadi anggota Seinendan dengan tujuan dapat

bekerjasama dalam mendukung bala tentara Dai Nippon. Para pemuda

diberi latihan dasar kemiliteran dan gerak badan, serta pengetahuan

umum (Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, 1985:14). Di kalangan

masyarakat Indonesia, masa pendudukan Jepang merupakan masa

penjajahan yang sangat kejam dibanding dengan masa penjajahan

Belanda. Dengan banyak sisi negativenya, masyarakat Indonesia perlu

melihat bahwa kenyataannya masih ada sisi positif yang dapat diambil

selama masa pendudukan Jepang di Indonesia. Sisi positifnya antara

lain dengan cara menanamkan jiwa nasionalisme, seperti rasa cinta

tanah air kepada para pemuda bangsa Indonesia yang pada akhirnya

semangat inilah yang mendorong semangat para pemuda pejuang

Page 41: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

67

Indonesia melawan para penjajah melalui pendidikan semi militer yang

sangat berguna pada masa Agresi Militer Belanda II.

Selain membentuk Pager Desa, Desa Kebonbimo juga

mengaktifkan gerakan Siskamling di setiap dukuh yang lebih dikenal

dengan sebutan “Ronda”. Selain untuk menjaga keamanan desa dan

melakukan gerilya di luar wilayah desa seperti di Jembatan darurat

Kenteng, Pager Desa Kebonbimo juga berkewajiban untuk berkeliling

dukuh setiap malam untuk mengontrol di pos-pos ronda apakah sudah

ada yang berjaga atau belum. Jika di salah satu pos yang dikontrol

tidak ada yang berjaga, Pager Desa mendatangi rumah-rumah

masyarakat yang mendapat giliran jaga, mereka diingatkan agar

berkumpul dan melaksanakan Siskamling di Pos Ronda di setiap

padukuhan. Pos Ronda disebut juga dengan Gardu (Gardu, dalam

Bahasa Jawa) (Wawancara dengan Karso Diharjo, 18 Maret 2014).

Menurut pengalaman Karso Diharjo, Kelurahan Kebonbimo

terutama Dukuh Tlatar menjadi pusat para gerilyawan dari berbagai

kesatuan. Selain adanya Pager Desa juga terdapat pasukan dari Tentara

Pelajar SA/CSA, pasukan dari eks Pesindo yang bermarkas di rumah

Wiryo Sukiman dan ada juga dari Kepolisian yang bermarkas di rumah

Kami dan Mustawi, yang berada di Dukuh Tlatar. Sedangkan Tentara

Pelajar SA/CSA selain bertempat di rumah Kepala Desa dan Carik,

sebagian berada di rumah Yatman (putra dari Iman Ghozali). Khusus

untuk pasukan dari kepolisian sering berpindah-pindah tempat untuk

Page 42: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

68

dijadikan markas, bahkan sempat bermarkas di Desa Kradenan.

Seringnya kesatuan Kepolisian pindah tempat karena di Dukuh Tlatar

sudah banyak pasukan gerlyawan agar kekuatan gerilyawan merata

tidak menumpuk di satu tempat saja. Menurut pengalaman Karso

Diharjo, ia pernah membantu membawa alat-alat perang seperti

amunisi ketika pasukan Kepolisian, dari Dukuh Tlatar pindah ke Desa

Kradenan yang bertempat di rumah Yitno. Seperti di dukuh-dukuh

lainnya di wilayah Desa Kebonbimo, Dukuh Tlatar juga mengadakan

kegiatan Siskamling. Sistem pembagian jadwal jaga di pos Ronda di

Dukuh Tlatar biasanya setiap malam ada 6 orang yang bertugas jaga.

Pada masa itu pos ronda berada di depan rumah Amir (menantu dari

Iman Ghozali). Jika dilihat sekarang tepatnya terdapat di sebelah Barat

Balai Desa Kebonbimo (Wawancara dengan Karso Diharjo, 18 Maret

2014).

Sebelum melakukan gerilya di Jembatan darurat Kenteng,

Pager Desa Kebonbimo biasanya berkumpul terlebih dahulu di Barat

Desa Kebonbimo. Pager Desa Kebonbimo juga membantu para

Tentara Pelajar SA/CSA untuk membawa persenjataan misalnya

Granat. Sedangkan Pager Desa sendiri membawa alat-alat sederhana

seperti Bambu runcing dan Pentungan, masyarakat Kebonbimo

terutama dikalangan anggota Pager Desa dikenal dengan nama

“Gembel”. Bentuk Gembel seperti tongkat pemukul dengan panjang

kurang lebih antara 50-70 cm yang terbuat dari kayu. Senjata

Page 43: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

69

sederhana ini berukuran kecil dan mudah diayun dengan menggunakan

satu tangan. Menurut Tarjo Suwito, alat pentungan ini kebanyakan

masyarakat dalam membuat Gembel menggunakan kayu ”Galih

Asem” yang dianggap mempunyai kekuatan magis. Adapun kegunakan

dari alat yang dinamakan Gembel yaitu untuk memukul papan kayu

dari bagian Jembatan darurat Kenteng, selain itu juga berguna untuk

memutus kabel-kabel Listrik maupun Telpon yang berada di sepanjang

jalan Ampel-Boyolali Kota dengan cara diayun (Wawancara dengan

Tarjo Suwito, 18 Maret 2014).

Dengan alat-alat yang sederhana dan pengawalan dari pasukan

Tentara Pelajar SA/CSA yang dipimpin Sunardi (Kebo) dengan

masyarakat Desa Kebonbimo dan sekitarnya berhasil membongkar

Jembatan darurat yang dibuat Belanda di Kenteng dalam satu malam,

sehingga jalur logistik Belanda terhenti sampai dapat diperbaiki lagi.

Pembongkaran atau pengrusakan Jembatan darurat Kenteng diulangi

lagi untuk beberapa kali tetapi gagal dan menelan korban dua orang

penduduk Dukuh Tlatar gugur (Panitia Peresmian Gedung SMA Tlatar

Boyolali, 1982:18). Pada saat itu bagian dari Jembatan daruratKenteng

masih terbuat dari kayu. Dari hasil pembongkaran Jembatan darurat

Kenteng yang dilakukan Pager Desa Kebonbimo, ada kayu yang

dimanfaatkan untuk membuat pintu rumah Kepala Desa Kebonbimo

seperti yang diceritakan oleh Haryono, dimana rumah yang sekarang

ditinggali ialah rumah peninggalan dari orang tuanya bernama Citro

Page 44: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

70

Budoyo. Pintu yang ada di rumahnya, salah satunya terbuat dari papan

kayu yang diambil oleh para Pager Desa Kebonbimo pada saat

bergerilya di Jembatan darurat Kenteng. Haryono merupakan putra

kelima dari Citro Budoyo (Wawancara dengan Haryono, 3 Februari

2014).

Pusat perlindungan para gerilyawan dari Pager Desa

Kebonbimo maupun Tentara Pelajar SA/CSA berada di Dukuh Tlatar

bertempat di rumah lurah Citro Budoyo. Dari Tentara Pelajar SA/CSA

salah satunya Sri Mulyono Herlambang selama bergerilya di

Kebonbimo pernah bertempat di rumah Citro Budoyo di Dukuh Tlatar.

Ada juga yang bernama Mashuri yang pada waktu perang gerilya

setelah bertugas dari Magelang karena dalam perjalanan kembali ke

Solo sudah larut malam, pernah bermalam di rumah Citro Budoyo di

Tlatar (Wawancara dengan Haryono, 3 Februari 2014).

Selain bergerilya di Jembatan darurat Kenteng untuk

menghambat konvoi Belanda dari arah Salatiga maupun arah Solo,

Pager Desa Kebonbimo juga memutus kabel telepon maupun listrik

disekitar Desa Kebonbimo terutama di sepanjang jalan Ampel-

Boyolali Kota. Kabel telepon dan listrik yang diputus dibawa ke Desa

Kebonbimo dan disembunyikan di rumah Joyo Suwito. Supaya dalam

menyembunyikan kabel-kabel telepon dan listrik agar tidak diketahui

oleh Belanda, masyarakat menutupi dengan tumpukan kedelai. Karena

pada waktu itu secara kebetulan pemilik rumah (Joyo Suwito) sedang

Page 45: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

71

panen Kedelai.Tujuan dari pemutusan kabel telepon dan listrik ialah

supaya tidak dapat berhubungan atau berkomunikasi dengan sesama

Tentara Belanda (Wawancara dengan Henri Sugiman, 5 Oktober

2013).

Peranan masyarakat yang cukup besar menunjukkan adanya

inisiatif dari masyarakat dalam mempertahankan kemerdekaan

Republik Indonesia. Hal ini berarti dukungan masyarakat baik dari segi

moril maupun material (kebutuhan primer/pokok, seperti: pangan dan

perlindungan) sangat membantu dalam perjuangan para Tentara

Pelajar SA/CSA dalam menghadapi Pasukan Belanda pada masa

Agresi Militer Belanda II di daerah Boyolali khususnya di Desa

Kebonbimo dan sekitarnya yang berdekatan dengan jalan raya Solo-

Salatiga.

Di Kebonbimo dalam satu kelurahan kurang lebih terdapat 50

Tentara Pelajar SA/CSA. Dalam setiap bergerilya melawan Belanda, 1

senjata digunakan untuk 5 orang dan sebagian lainnya jika ada,

membawa granat. Senjata yang dimiliki Tentara Pelajar SA/CSA

diperoleh dari pemerintah, tetapi paling banyak mendapatkan

persenjataan dari hasil menjarah atau mencuri dari Pasukan Belanda

(Wawancara dengan Henri Sugiman, 5 Oktober 2013). Wanita di

Kebonbimo juga ikut membantu dalam hal menyembunyikan senjata

berupa Pistol dan Granat milik Tentara Pelajar SA/CSA. Mereka

menyembunyikannya di tumpukan pupuk di tempat kandang hewan

Page 46: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

72

peliharaan masyarakat tujuannya agar tidak di rampas oleh Pasukan

Belanda, seperti pada waktu terjadinya Perang Pruputan pada hari

Sabtu Pahing, 14 Juli 1949 yang berpusat di Dukuh Tlatar Desa

Kebonbimo. Akibat adanya serangan mendadak yang dilakukan

Pasukan Belanda dari arah Barat Desa Kebonbimo. Tentara Pelajar

SA/CSA yang berada di Dukuh Kebonbimo dan Dukuh Gatak, karena

fokus untuk menyelamatkan diri maka banyak senjata yang tertinggal

di dalam rumah warga yang ditempati oleh Tentara Pelajar SA/CSA

(Wawancara dengan Slamet, 13 Oktober 2013). Dalam Perang

Pruputan ada 7 korban meninggal, dan 4 diantaranya yakni: Mukimin,

Ramlan, Siyo dan Wiryo. Semua korban meninggal dari masyarakat

merupakan warga Dukuh Tlatar (Wawancara dengan Henri Sugiman,

28 Januari 2014).

Pasukan Belanda yang sering berpatroli di Desa Kebonbimo

dikenal masyarakat dengan sebutan dalam Bahasa Jawa dengan nama

“Jungsat” (patroli). Menurut Henri Sugiman, disebut Jungsat: karena

setiap Pasukan Belanda yang akan melakukan gerakan operasi

gerilyawan (masyarakat pejuang, tentara resmi RI, tentara TP) dengan

cara patroli ke desa-desa, di ujung jalan sebelum masuk desa yang

dituju biasanya Pasukan Belanda mengawali dengan melakukan

tembakan peringatan ke udara. Dengan adanya patroli yang dilakukan

pasukan Belanda ke desa-desa, sehingga membuat masyarakat menjadi

ketakutan setelah mendengar tembakan peringatan yang

Page 47: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

73

mengakibatkan situasi desa menjadi kacau karena masyarakat berlarian

menyelamatkan diri ke daerah yang aman. Biasanya jika ada patroli

pasukan Belanda, masyarakat Desa Kebonbimo mengungsi kearah

Utara wilayah Kabupaten Semarang seperti: Desa Pager bagian Utara,

Siwal dan sekitarnya bahkan sampai Desa Kradenan. Apabila Pasukan

Belanda sudah keluar dari Desa Kebonbimo, masyarakat kembali lagi

ke Desa Kebonbimo setelah ada warga “Cenguk” atau mata-mata yang

memberi kabar untuk memastikan atau menjamin bahwa desa sudah

aman. Pasukan Belanda ini yang sering melakukan patroli,

beranggotakan 2 sampai 3 orang Belanda asli, sedangkan yang lain

adalah orang-orang pribumi atau Indonesia yang masuk menjadi

Tentara Belanda. Pasukan Belanda memasukkan para tawanan untuk

dimanfaatkan sebagai prajurit (Wawancara dengan Henri Sugiman, 5

Oktober 2013). Maka tidak mengherankan jika sistem patroli pasukan

Belanda dilakukan secara mendadak karena sudah mengetahui daerah

atau lokasi, dengan cara memanfaatkan orang-orang Indonesia yang

menjadi anggota Tentara Belanda maupun tawanan mereka.

2. Bidang Logistik

Masyarakat desa terutama suku Jawa dikenal dengan memiliki

kesadaran solidaritas yang sangat tinggi. Salah satunya yaitu adanya

sistem saling tolong menolong dengan tanpa mengharapkan imbalan

seperti Gotong Royong dalam Bahasa Jawa diistilahkan “sambat

sinambat“ atau “sambatan” Dengan sifat yang demikian sangat

Page 48: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

74

diperlukan dalam mendukung perjuangan selama masa perang

kemerdekaan. Hal ini membuktikan bahwa peranan masyarakat desa

cukup besar selama Agresi Militer Belanda II. Masyarakat banyak

membantu kesulitan-kesulitan yang dialami pasukan-pasukan gerilya

yang berjuang di garis pertempuran. Dengan demikian masyarakat

telah memainkan peranan penting dalam membantu perjuangan

melawan Belanda (Chusnul Hajati, 1997:49). Dukungan masyarakat

yang sangat besar dengan ditambah keinginan yang kuat di kalangan

masyarakat. Perang melawan Belanda adalah perang melawan

penjajahan, perang untuk mempertahankan kemerdekaan dan

kedaulatan bangsa. Masyarakat ikhlas berkorban baik dengan harta

benda maupun jiwanya yang menjadikan sebagai sumber kekuatan

Republik Indonesia dalam berperang menghadapi Agresi Militer

Belanda II (Moehkardi 1983:177).

Dalam sambutan dari sesepuh (orang yang dituakan) Eks

Tentara Pelajar SA/CSA pada peresmian gedung SMA Tlatar Boyolali

di Dukuh Tlatar mengatakan bahwa betapa besar bantuan serta

dukungan masyarakat Tlatar dan sekitarnya kepada Tentara Pelajar

SA/CSA para pejuang gerilya. Semua itu diberikan dengan secara tulus

ikhlas tanpa mengharapkan imbalan dengan dibuktikannya para

Tentara Pelajar SA/CSA sudah dianggap sebagai keluarga sendiri,

rumah dibukakan untuk berlindung dari ancaman Tentara Belanda dan

makanan yang sudah pas-pasan disisihkan untuk Tentara Pelajar

Page 49: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

75

SA/CSA tanpa menghitung apa dan berapa yang sudah diberikan

dengan tulus ikhlas (Panitia Peresmian Gedung SMA Tlatar-Boyolali,

1982:7).

Pada masa Agresi Militer Belanda II, Desa Kebonbimo

menjadi salah satu daerah yang dijadikan markas Tentara Pelajar

SA/CSA. Untuk makan dan tempat tinggal dibantu oleh masyarakat

Desa Kebonbimo. Masyarakat bertanggung jawab dalam pemenuhan

kebutuhan bagi Tentara Pelajar SA/CSA terutama dalam hal makan

dan tempat tinggal. Dari pemerintah Desa Kebonbimo, selain Kepala

Desa dan Perangkat Desa juga sudah menunjuk dan membagi kepada

warga masyarakat yang dianggap mampu untuk bertanggung jawab

kepada Tentara Pelajar SA/CSA. Di Desa Kebonbimo hanya 3 Dukuh

yakni: Tlatar, Gatak, dan Kebonbimo yang terlihat secara kebetulan

masyarakatnya dianggap mampu untuk bertanggung jawab kepada

Tentara Pelajar SA/CSA sehingga tidak membebankan kepada rakyat

yang tidak mampu. Ada 5 keluarga di setiap dukuh yang ditunjuk

Kepala Desa Kebonbimo yaitu Citro Budoyo, diutamakan yang

berketempatan untuk bertanggung jawab memberi makan dan

menyediakan tempat tinggal. Kepala Desa bertanggung jawab untuk

10 Tentara Pelajar SA/CSA, Perangkat Desa bertanggung jawab untuk

5 Tentara Pelajar SA/CSA, sedangkan untuk masyarakat biasa maupun

Modin (tokoh agama) bertanggung jawab untuk 2 sampai 3 orang

Tentara Pelajar SA/CSA (Wawancara dengan Henri Sugiman 5

Page 50: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

76

Oktober 2013). Pada masa Agresi Militer Belanda II di Desa

Kebonbimo terutama Dukuh Tlatar selain dijadikan markas dari

kesatuan Tentara Pelajar SA/CSA juga kedatangan dari kesatuan

lainnya seperti eks Pesindo dan Kepolisian yang mana juga

diperlakukan sama dengan Tentara Pelajar SA/CSA dalam hal

perlindungan, tempat tinggal maupun Logistik seperti kebutuhan

makan (Wawancara dengan Karso Diharjo, 18 Maret 2014).

Di Dukuh Tlatar yang diberikan tanggung jawab untuk

memberi makan dan tempat untuk perlindungan maupun beristirahat

Tentara Pelajar SA/CSA diantaranya yaitu rumah Kepala Desa

Kebonbimo (Citro Budoyo), Carik Mangun Suyoto, Yatman (putra

Iman Ghozali) (Wawancara dengan Karso Diharjo, 27 Januari 2014).

Sedangkan untuk kesatuan eks Pesindo dan Kepolisian yang

bertanggung jawab yaitu Kami dan Mustawi (orang tua Karso Diharjo)

(Wawancara dengan Karso Diharjo, 18 Maret 2014). Masyarakat yang

tidak ditunjuk bertanggung jawab untuk para Tentara Pelajar SA/CSA

maupun para gerilyawan lainnya, apabila ada yang ingin membantu

sesuai kemampuan berupa bahan makanan dari hasil kebun, mereka

berinisiatif dengan sukarela datang sendiri ke rumah Kepala Desa yang

pada waktu itu berfungsi juga sebagai kantor Balai Desa (Wawancara

dengan Karso Diharjo, 27 Januari 2014).

Sedangkan di Dukuh Gatak, para Tentara Pelajar SA/CSA

bertempat di rumah Towirjo, Karto Pawiro, Wiryo Tinoyo, Joyo

Page 51: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

77

Suwito, dan Iman Subari. Tentara Pelajar SA/CSA yang bertempat di

rumah Karto Pawiro (orang tua Henri Sugiman) bernama Sudomo dan

Noli sedangkan yang ada di Dukuh Tlatar, empat diantaranya bernama

Bawono, Gembur, Sunardi dan Sri Mulyono Herlambang (Wawancara

dengan Henri Sugiman, 28 Januari 2014). Di Dukuh Kebonbimo yang

ditunjuk Lurah Citro Budoyo untuk dijadikan tempat perlidungan dan

istirahat maupun bertanggung jawab memberi makan, 3 diantaranya di

rumah Cokrorejo (orang tua Tarjo Suwito), Kromorejo dan Kartorejo.

Dalam hal memberikan kebutuhan makan untuk Tentara Pelajar

SA/CSA, masyarakat Desa Kebonbimo memanfaatkan hasil kebun

untuk dibuat sayur seperti daun bayam, daun singkong, daun pepaya.

Selain itu juga ada Jagung sebagai pengganti Beras, jika persediaan

Beras habis. Para Pager Desa Kebonbimo sering berkumpul di Dukuh

Tlatar di tempat Kepala Desa. Sebelum melakukan gerilya ke

Jembatan darurat Kenteng maupun keliling di dalam Desa Kebonbimo

untuk berjaga-jaga, jika Belanda datang dapat diketahui (Wawancara

dengan Tarjo Suwito, 27 Januari 2014). Pada masa perang gerilya

Tentara Pelajar SA/CSA yang tidak ada kegiatan melakukan gerilya

mereka membantu masyarakat terutama kepada keluarga yang

ditempati selama perang gerilya dengan mencangkul di sawah maupun

kebun, karena mata pencaharian masyarakat Desa Kebonbimo

sebagian besar sebagai Petani (Wawancara dengan Henri Sugiman, 5

Oktober 2013).

Page 52: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

78

Tugas dari para wanita pada masa Agresi Militer Belanda II

yaitu memasak atau menyediakan makan untuk keluarga dan Tentara

Pelajar SA/CSA. Tentara Pelajar SA/CSA tidak dibedakan dengan

keluarga yang ditinggali dan sudah dianggap menjadi keluarga sendiri.

Semuanya membaur dan menyatu saling membantu (Wawancara

dengan Slamet, 13 Oktober 2013). Peran wanita pada masa perang

gerilya selain memasak seperti yang dilakukan oleh kakak pertama

dari Haryono yang bernama Sri Harti, juga menerima setiap bantuan

dari masyarakat yang tidak bertanggung jawab ditempati para Tentara

Pelajar SA/CSA sebagai wakil dari pemerintah Desa Kebonbimo. Bagi

yang ingin membantu, masyarakat datang sendiri ke rumah Citro

Budoyo. Sri Harti sering berkeliling dukuh untuk mengurus

mengumpulkan bantuan bahan makanan dari masyarakat seperti:

Beras, Jagung, Singkong, Ketela, kedelai, Kelapa maupun sayur-

sayuran hasil kebun seperti daun Pepaya, buah Pepaya muda, daun

Bayam, Bambu muda dan daun Singkong dari warga masyarakat

Kebonbimo yang dikumpulkan di rumahnya. Karena pada waktu itu

rumahnya menjadi pusat para gerilyawan yaitu Tentara Pelajar

SA/CSA, eks Pesindo, Kepolisian maupun Pager Desa Kebonbimo

dalam sistem membantu pengumpulan bahan pangan ada masyarakat

yang datang sendiri dan ada juga lewat sistem didatangi tiap rumah-

rumah. Sehingga dulu rumah dari Kepala Desa selain berfungsi

sebagai pusat berkumpulnya para gerilyawan juga sebagai dapur

Page 53: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

79

umum Desa Kebonbimo. Meskipun sudah dibagi-bagi oleh pemerintah

Desa Kebonbimo dalam mengurus untuk bertanggung jawab kepada

Tentara Pelajar SA/CSA maupun gerilyawan yang lain, tetapi

pemerintah desa tetap mendirikan dapur umum (Wawancara dengan

Haryono, 3 Februari 2014).

Masa Agresi Militer Belanda II masyarakat Desa Kebonbimo

sebagian besar bermata pencaharian sebagai Petani, kebijakan dari

pemerintah Desa Kebonbimo setelah adanya siasat bumihangus pada

tahun 1948, untuk membagikan tanah bekas perkebunan Serat nanas

milik Belanda, yang pernah dikuasai pemerintah militer jepang pada

tahun 1942-1945. Tanah perkebunan serat tersebut masyarakat Desa

Kebonbimo lebih mengenal dengan tanah DC. Dengan kebijakan

pemerintah Desa Kebonbimo untuk membagi tanah DC kepada

masyarakat Desa Kebonbimo yang pada waktu itu disesuaikan dengan

mempertimbangkan kondisi ekonomi masing-masing kepala keluarga

sudah tepat karena setelah diserahkan kepada masyarakat, perkebunan

tersebut menjadi penopang peningkatan pendapatan ekonomi

masyarakat selain itu juga pada masa perang gerilya dari hasil

perkebunan masyarakat dapat membantu sebagai persediaan bahan

pangan bagi para gerilyawan, salah satunya Jagung yang berguna

sebagai pengganti Beras, apabila persediaan Beras sudah habis.

Page 54: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

80

3. Bidang Komunikasi

Perang gerilya Tentara Pelajar SA/CSA berhasil karena

dukungan penuh dari rakyat yang berjuang tanpa pamrih, tanpa

imbalan uang, malah seringkali mengalami resiko balas dendam dari

Tentara Belanda berupa penyiksaan, pembakaran rumah-rumah desa

serta perampasan harta benda mereka. Dalam bidang komunikasi

peranan masyarakat Desa Kebonbimo sangatlah penting, salah satunya

ialah menjadi mata-mata untuk para Tentara Pelajar SA/CSA atau

“Cenguk”. Masyarakat Desa Kebonbimo ada yang yang bertugas

menjadi mata-mata dengan cara memanjat pohon tinggi dan

mengamati dari atas pohon. Tujuannya agar jika ada patroli Belanda

yang akan masuk Desa Kebonbimo dapat diketahui dan segera

memberitahu kepada masyarakat maupun Tentara Pelajar SA/CSA

dengan cara memberi kode berupa suara atau memanfaatkan bambu

dengan cara meletakkan potongan di samping pohon. Jika masih

berdiri berarti tidak ada pasukan Belanda yang datang, sedangkan jika

potongan bambu dijatuhkan atau dirobohkan pertanda pasukan

Belanda datang. Peran Pager Desa Kebonbimo sangat penting. Mereka

membantu dalam bidang tenaga seperti memasang ranjau bom atau

trekbom, membongkar jembatan, pemotong kabel-kabel telfon,

penunjuk jalan pada saat gerilya, dan sebagai pengantar Tentara

Pelajar SA/CSA yang sakit ke rumah sakit (Wawancara dengan Henri

Sugiman, 5 Oktober 2013).

Page 55: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

81

Sebelum melakukan beberapa aksi gerilya di wilayah Desa

Kebonbimo maupun diluar Desa Kebonbimo, Pager Desa sepakat

untuk menggunakan kode khusus seperti tiruan suara binatang demi

keamanan dari anggota Pager Desa Kebonbimo itu sendiri. Setiap

kelompok Pager Desa memiliki kode yang berbeda dan hanya berlaku

semalam saja, misalnya kelompok Pager Desa dari Tarjo Suwito

sepakat menggunakan kode suara Kucing. Caranya yaitu apabila salah

satu anggota dari kelompok berbicara menirukan suara kucing, yang

benar adalah menjawab dengan suara hewan selain Kucing. Jika sandi

itu menjawabnya sama maka dianggap musuh jadi perlu konsentrasi

pada saat bergerilya (Wawancara dengan Tarjo Suwito, 18 Maret

2014).

Masyarakat merupakan bagian yang mengetahui keadaan

situasi kondisi tempat dan geografis desa. Seperti tokoh agama (dalam

bahasa Jawa disebut Modin) di Dukuh Tlatar seperti Iman Gozhali,

belum begitu sangat berperan secara maksimal untuk mempengaruhi

masyarakat di lingkup desa hanya baru bisa berperan dalam membantu

logistik dan perlindungan masih sama dengan masyarakat pada

umumnya. Sebagai tokoh Agama media yang bisa untuk

dimaksimalkan seperti melalui media dakwah di Langgar atau

Mushola karena pada masa Agresi Militer Belanda II, masyarakat di

Desa Kebonbimo masih bersifat “Abangan” (beragama Islam tetapi

tidak menjalankan ibadah sesuai kewajiban syariat Islam). Berbeda

Page 56: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

82

dengan Desa Pager yang sejak dulu sampai sekarang masyarakatnya

dikenal sangat religius dalam menjalankan kehidupan beragama Islam

yang taat sehingga sangat mudah jika tokoh agama berperan secara

maksimal dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik

Indonesia. Mata-mata untuk Belanda, dalam masyarakat dikenal

dengan istilah “lurahe Londo”. Di Kebonbimo sering kedatangan

mata-mata dari pihak Belanda yaitu warga dari Desa Kiringan,

Kecamatan Boyolali yang bernama Kardimun. Karso Diharjo

mengatakan bahwa mata-mata tersebut bertugas mencari informasi di

Desa Kebonbimo untuk melaporkan ke pihak Belanda di Tangsi

Boyolali Kota yaitu kegiatan apa saja yang akan dilakukan atau gerak-

gerik para Tentara Pelajar SA/CSA maupun masyarakat pejuang yang

berada di Desa Kebonbimo (Wawancara dengan Karso Diharjo, 27

Januari 2014).

Sedangkan mata-mata dari Desa Kebonbimo untuk para

gerilyawan bernama Singo yang merupakan warga Dukuh Ngablak

(Wawancara dengan Karso Diharjo, 18 Maret 2014). Jika Tentara

Belanda tidak berhasil menangkap masyarakat pejuang maupun

Tentara Pelajar SA/CSA pada saat melakukan patroli di Desa

Kebonbimo, mereka melakukan penjarahan hewan peliharaan

masyarakat seperti diantaranya Kuda, Sapi, Kerbau dan Kambing. Hal

ini dilakukan oleh Belanda untuk bahan makanan di pos-pos atau

Page 57: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

83

Tangsi Belanda di Boyolali Kota (Wawancara dengan Tarjo Suwito,

27 Januari 2014).

4. Bidang Kesehatan

Untuk menjaga kesehatan pada masa Agresi Militer Belanda II,

masyarakat seringkali membuat ramuan sendiri untuk mengobati

penyakitnya dengan cara tradisional. Mereka menggunakan daun-

daunan yang mereka temukan meskipun pengetahuan mengenai obat-

obatan sangat terbatas, hanya sebatas pertolongan pertama. Untuk

mengobati diare masyarakat menggunakan daun Jambu biji. Penyakit

yang sering menyerang para Tentara Pelajar SA/CSA adalah gatal dan

banyak kutu-kutu, untuk mengobati gatal-gatal seperti kudis

menggunakan Belerang (“Lirang” dalam Bahasa Jawa), dengan cara

Belerang ditumbuk lalu dicampurkan dengan air dibuat untuk mandi

karena pada waktu itu para Tentara Pelajar SA/CSA pakaiannya

terbatas (Wawancara dengan Karso Diharjo, 18 Maret 2014).

Sedangkan untuk menghilangkan kutu-kutu yang menempel di pakaian

para Tentara Pelajar SA/CSA salah satu caranya dicuci di sungai atau

umbul. Kebanyakan dari masyarakat Kebonbimo berasal dari golongan

menengah ke bawah sehingga tidak mampu membeli obat-obatan.

Yang paling diutamakan adalah makan sedangkan untuk kesehatan

diobati dengan seadanya yaitu melalui pengobatan tradisional

(Wawancara dengan Henri Sugiman, 5 Oktober 2013). Kegiatan

Tentara Pelajar SA/CSA jika tidak ada tugas untuk menghadang

Page 58: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

84

konvoi iring-iringan Tentara Belanda yang akan ke arah Solo maupun

yang sebaliknya pada saat patroli ialah berkumpul di Umbul Tlatar

untuk mandi atau berenang sekaligus mencuci pakaian dan sambil

mencari kutu baju karena pakaian Tentara Pelajar SA/CSA hanya

melekat di badan saja atau dalam Bahasa Jawa disebut dengan “Tok

Mbiji” yang artinya celana satu baju satu (Panitia Peresmian Gedung

SMA Tlatar-Boyolali, 1982:17).

Pada masa Agresi Militer Belanda II masyarakat Kebonbimo

masih mempercayai hal-hal yang Irasional (tidak masuk akal) seperti

dalam pengobatan tradisional. Misalnya jika terkena masuk angin

disertai badan panas tinggi dan pusing, mereka memanfaatkan daun

Awar-awar dengan cara orang yang sakit terlebih dahulu ditutup

dengan kain jarik, setelah itu digepyok (dipukul-pukulkan) dengan

daun tersebut ke badan. Tujuannya orang yang sakit tadi terkejut

sehingga bisa sembuh, akibat dari efek terkejut tersebut. Untuk sakit

panas biasa, masyarakat dianjurkan mandi di Kali Tlatar yang terletak

di selatan Dukuh Tlatar. Masyarakat Dukuh Tlatar dan sekitarnya

percaya adanya penunggu kali yang dikenal masyarakat dengan nama

Mbah Crobo. Setelah mandi di kali Tlatar menurut Karso Diharjo,

kebanyakan masyarakat bisa sembuh (Wawancara dengan Karso

Diharjo, 18 Maret 2014).

Masyarakat Desa Kebonbimo dengan sukarela menyediakan

jasa-jasa untuk pendukung peperangan. Misalnya selain penyedia

Page 59: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

85

makanan, masyarakat Desa Kebonbimo juga membantu Tentara

Pelajar SA/CSA yang sakit dan terluka yang bersifat pertolongan

pertama sesuai dengan kemampuan. Jika ada Tentara Pelajar SA/CSA

atau masyarakat yang terluka parah, masyarakat membawanya ke

Rumah Sakit di daerah Simo yang dianggap paling aman, karena pada

masa Agresi Militer Belanda II rumah sakit di daerah Boyolali belum

banyak seperti masa sekarang dan jika ada rumah sakit, tenaga dokter,

perawat atau mantri kesehatan maupun obat-obatan masih sangat

terbatas. Secara kebetulan banyak dipihak masyarakat Desa

Kebonbimo khususnya warga Dukuh Tlatar yang menjadi Korban,

terutama pada saat terjadinya Perang Pruputan (Wawancara dengan

Henri Sugiman, 5 Oktober 2013).

Pada masa gerilya di daerah Kebonbimo dan sekitarnya para

Tentara Pelajar SA/CSA khususnya yang bermarkas di Desa

Kebonbimo hanya sedikit yang kena luka dan tidak ada korban

meninggal. Sedangkan Korban meninggal kebanyakan dari masyarakat

Desa Kebonbimo, salah satunya yaitu Bayan Suroso yang menjadi

ketua kelompok Pager Desa yang menyerang Jembatan darurat

Kenteng (Wawancara dengan Tarjo Suwito, 27 Januari 2014). Selain

Bayan Suroso yang menjadi korban meninggal dalam peristiwa di

Jembatan darurat Kenteng yang bernama Panut. Panut yang juga

merupakan warga Dukuh Tlatar tidak meninggal di Jembatan darurat

Kenteng melainkan meninggal di rumah sakit di Simo, karena

Page 60: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4888/5/T1_152010013_BAB IV.pdf · yang terbuat dari bahan plastik dan senar, pada masa

86

pendarahan di bagian perut terkena tembakan dari Tentara Belanda.

Sehingga dalam peristiwa di Jembatan darurat Kenteng ada 2 korban

meninggal (Wawancara dengan Karso Diharjo, 18 Maret 2014).