bab iv hasil penelitian dan pembahasan a. hasil penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/bab iv -...

28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Data Primer a. Wawancara dengan Briptu Rudi Sulistiawan selaku Penyidik Pembantu SATRESKRIM POLRES Kebumen Berdasarkan wawancara tanggal 12 Maret 2015 dengan Briptu Rudi Sulistiawan selaku Penyidik Pembantu SATRESKRIM POLRES Kebumen tentang imigran gelap pencari suaka yang terdampar di Pantai Mekaran Kebumen bahwa: 1. Pada tanggal 24 Februari 2014 di wilayah Pantai Mekaran Desa Argopeni, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen telah terdampar sebuah kapal sekoci yang membawa 26 (dua puluh enam) warga negara asing yang berasal dari Irak, Iran, Mesir, Pakistan, Bangladesh dan Nepal. 2. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh petugas diketahui bahwa 26 warga negara asing tersebut tidak memiliki dokumen yang sah dan 2 orang yang membawa warga negara asing tersebut juga tidak dilengkapi dengan dokumen perjalanan yang sah. 3. Kapal yang membawa imigran gelap tersebut dinahkodai oleh 2 orang WNI yang berasal dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi

Upload: buibao

Post on 30-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

61

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Data Primer

a. Wawancara dengan Briptu Rudi Sulistiawan selaku Penyidik Pembantu

SATRESKRIM POLRES Kebumen

Berdasarkan wawancara tanggal 12 Maret 2015 dengan Briptu

Rudi Sulistiawan selaku Penyidik Pembantu SATRESKRIM POLRES

Kebumen tentang imigran gelap pencari suaka yang terdampar di

Pantai Mekaran Kebumen bahwa:

1. Pada tanggal 24 Februari 2014 di wilayah Pantai Mekaran Desa

Argopeni, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen telah terdampar

sebuah kapal sekoci yang membawa 26 (dua puluh enam) warga

negara asing yang berasal dari Irak, Iran, Mesir, Pakistan,

Bangladesh dan Nepal.

2. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh petugas diketahui bahwa 26

warga negara asing tersebut tidak memiliki dokumen yang sah dan

2 orang yang membawa warga negara asing tersebut juga tidak

dilengkapi dengan dokumen perjalanan yang sah.

3. Kapal yang membawa imigran gelap tersebut dinahkodai oleh 2

orang WNI yang berasal dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

62

4. Tenggara. Kedua orang tersebut adalah nahkoda kapal yang tidak

mempunyai dokumen perjalanan yang sah.

5. Mereka mengangkut 26 warga negara asing/imigran gelap tersebut

menggunakan kapal kayu dari Pelabuhan Ratu, Kecamatan Tatar

Pasundan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat menuju Pulau

Christmas, Australia.

6. Nahkoda tersebut melakukan perbuatannya atas perintah temannya

dengan upah atau imbalan sebesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh

juta Rupiah) yang akan dibayar jika kedua nahkoda tersebut telah

berhasil menghantarkan warga negara asing/imigran gelap tersebut

sampai ke Pulau Christmas Australia.

7. Sebelum sampai ke Australia, kapal yang dikemudikan nahkoda

tersebut dihadang oleh kapal Australia, kemudian nahkoda tersebut

dan seluruh warga negara asing/imigran gelap dinaikan dan

dikurung di dalam kapal tentara Australia.

8. Kapal kayu milik nahkoda asal Sulawesi tersebut diledakkan oleh

tentara Australia, kemudian kapal kayu tersebut hancur dan

tenggelam. Setelah 4 hari didalam kapal tentara Australia

selanjutnya nahkoda dan seluruh penumpang warga negara asing

dinaikkan ke dalam kapal sekoci milik tentara Australia, kedua

nahkoda tersebut diperintahkan oleh tentara Australia untuk

membawa penumpang dengan mengemudikan kapal sekoci

tersebut ke sebuah daratan Cilacap yang sudah kelihatan dari

tengah laut.

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

63

9. Setelah sampai di daratan, kapal pecah terkena karang dan

terdampar. Selanjutnya datang petugas bersama dengan penduduk

setempat dan kedua nahkoda tersebut ditangkap oleh Polisi.

Hambatan yang dihadapi Kepolisian dalam menangani imigran

gelap yang terdampar di Pantai Mekaran Kebumen menurut Briptu

Rudi Sulistiawan, yaitu:

a. Terkendala dalam bahasa, kesulitan untuk mencari juru bahasa

selain Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, karena imigran gelap

datang dari berbagai negara untuk melakukan pemeriksaan dengan

mewawancarai imigran dengan bahasa yang mereka kuasai.

b. Kesulitan mengamankan barang bukti kapal sekoci yang susah

diangkut, karena kondisi geografis diwilayah Desa Argopeni

Kecamatan Ayah Kebumen berupa pegunungan dan lokasi kejadian

di bibir pantai yang letaknya di bawah jurang.

c. Mengungkap jaringan agen yang membawa imigran gelap, karena

agen tersebut mencari WNA untuk dijadikan imigran gelap.

Jaringan agen tersebut telah berkoordinasi dengan pihak-pihak yang

akan mencari WNA untuk mendapatkan keuntungan, seperti pihak

hotel, agen taxi, dan anggota lain yang ada dalam agen tersebut.

Kendala yang dihadapi pihak Kepolisian untuk melakukan penanganan

imigran gelap yang datang ke Indonesia menurut Briptu Rudi

Sulistiawan, sebagai berikut:

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

64

1. Perairan wilayah Indonesia yang sangat luas dan masih berupa

daerah-daerah yang terpencil, sehingga pengawasan transportasi di

laut terhadap imigran yang masuk ke Indonesia kurang terkendali

oleh petugas.

2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan perundang-

undangan dan mengenai imigran gelap terutama warga pantai yang

menjadi perlintasan kapal yang mengangkut imigran gelap. Bahkan

diantaranya seperti nelayan banyak yang membantu melancarkan

kegiatan para imigran gelap.Kurangnya rasa kepedulian masyarakat

terhadap kasus yang sering terjadi di sekitar mereka. Seakan-akan

mereka tidak mengetahui kejadian yang terjadi disekitarnya,

dengan tidak melaporkan ke kantor Polisi di daerahnya.

3. Kurangnya koordinasi yang baik sesama intansi kepolisian. Kasus

imigran gelap terjadi antar wilayah di Indonesia, akan lebih baik

jika koordinasi Police to Police lebih diperlancar dengan

komunikasi mengenai informasi sebab akibat dari kasus imigran

gelap antar wilayah yang menjadi perlintasan imigran gelap

tersebut.

4. Keterbatasanya anggaran penyidikan ditingkat POLSEK untuk

mengungkap perkara imigran gelap.

5. Kurangnya pengetahuan tentang Peraturan Perundang-

undangan/Undang-undang khusus yang mengatur suatu tindak

pidana yang tidak dikuasai oleh semua anggota polisi.

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

65

b. Wawancara dengan Adithia Perdana, SH selaku Kasubsi Komunikasi

Keimigrasian di Kantor Imigrasi Cilacap

Berdasarkan wawancara pada tangal 11 Juni 2015 dengan

Adithia Perdana, SH selaku Kasubsi Komunikasi Keimigrasian di

kantor imigrasi Cilacap tentang imigran gelap pencari suaka yang

terdampar di Pantai Mekaran Kebumen bahwa:

1. Tugas kantor imigrasi dalam kasus imigran gelap yaitu

berkoordinasi dengan IOM, lalu mengirimkan surat ke DITJENIM

(Direktorat Jenderal Imigrasi) yang nantinya akan memerintahkan

kantor imigrasi untuk menempatkan orang-orang asing/imigran

gelap ke RUDENIM (Rumah Detensi Imigrasi) dan akan

ditempatkan Rudenim mana nantinya.

2. Pada kasus imigran gelap yang terdampar di Pantai Mekaran

Kebumen, para imigran gelap tersebut diperiksa oleh petugas

Imigrasi Cilacap. Selanjutnya, kantor imigrasi berkoordinasi

dengan IOM (International Organization for Migration)

mengirimkan surat ke Direktorat Jenderal Imigrasi (DITJENIM)

pusat.

3. DITJENIM kemudian merintahkan Kantor Imigrasi Cilacap untuk

menempatkan para imigran gelap tersebut di penginapan Cilacap

untuk kepentingan pemeriksaan, kemudian dipindahkan di

Rudenim Medan atas persetujuan dari IOM.

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

66

Menurut Adithia Perdana, SH, hambatan yang dihadapi

Keimigrasian dalam menangani imigran gelap yang terdampar di

Pantai Mekaran Kebumen, yaitu:

a) Proses evakuasi, karena tidak adanya anggaran khusus untuk

penanganan imigran yang terdampar di Pantai Mekaran

Kebumen dalam memberikan kebutuhan sehari-hari selama

berada dalam penanganan Keimigrasian Cilacap.

b) Tidak ada penginapan di Cilacap yang menampung, karena

banyaknya imigran ilegal tersebut yang ditempatkan di suatu

hotel mengalami gangguan psikologis seperti mengamuk

kemudian membuat keributan dan membuat jera pihak hotel

sehingga tidak ada penginapan yang berkenan untuk

menampung para imigran ilegal. Kejadian seperti ini yang

memberikan dampak kepada imigran gelap yang terdampar di

Kebumen untuk mendapatkan tempat tinggal sementara.

c) Tidak diterima di lingkungan Cilacap, karena kejadian

sebagian imigran yang berada di lingkungan masyarakat

dengan perilakunya yang tidak wajar membuat tidak nyaman

masyarakat Cilacap, para imigran tersebut dianggap

meresahkan wargasehingga berdampak pada imigran yang

ditangani Keimigrasian selanjutnya.

d) Konflik sosial, karena sikap dan perilaku imigran yang

sebagian tidak sesuai dengan lingkungan. Sehingga,

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

67

lingkungan masyarakat terutama di Cilacap tidak nyaman

dengan adanya perilaku imigran yang tidak bisa diterima

masyarakat.

Hambatan yang dihadapi oleh pihak Keimigrasian dalam

menangani para imigran yang berada di Indonesia menurut Adithia

Perdana, SH yaitu sebagai berikut:

1. Cost/Anggaran yang khusus untuk penanganan imigran,

karena Indonesia bukan salah satu negara yang meratifikasi

Konvensi Jenewa 1951 dan merupakan tanggung jawab IOM

dan UNHCR.

2. Proses evakuasi, karena sebelum penyerahan imigran kepada

IOM dan UNHCR pihak Keimigrasian sebagai penempatan

pertama bagi para imigran tersebut dan Keimigrasian

mengalami kesulitan dalam penanganan seperti memberikan

kebutuhan sehari-hari para imigran tersebut, seperti makan,

pakaian dan tempat tinggal.

3. Proses identifikasi, karena belum tentu keterangan yang

diberikan para imigran itu benar. Mereka memberikan

identitas yang palsu karena tidak mempunyai dokumen yang

tidak bisa diselidiki petugas Imigrasi sehingga mereka tidaak

memberikan keterangan yang tidak benar.

4. Kurangnya personel, karena imigran gelap yang datang dan

ditangani bukan dengan jumlah yang sedikit. Imigran datang

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

68

berbondong-bondong dalam jumlah puluhan orang, sedangkan

petugas imigrasi yang menangani hanya sedikit.

c. Wawancara dengan Regina selaku Kepala IOM Yogyakarta di Kantor

IOM Yogyakarta

Berdasarkan wawancara pada tanggal 15 Februari 2015 dengan

Regina selaku Kepala IOM Yogya bahwa:

1. Hanya ada 6000 imigran dari 13.000 imigran di Indonesia yang

ditangani oleh IOM. Selebihnya dari sisa penanganan dari IOM

dibantu oleh UNHCR dan LSM. Imigran yang ada di Yogyakarta

sendiri adalah imigran yang didatangkan dari berbagai detensi, ada

yang dari detensi Semarang, Pontianak, Kupang, dan Bali. Imigran

yang ada di Yogya ditempatkan di Asrama Haji Yogyakarta.

2. Sedikitnya kasus yang imigran gelap yang ada di Yogya, selama

kasus yang berada di Gunung Kidul sekarang belum ditemukan lagi

kasus imigran gelap yang terdampar di Yogya. IOM dalam

menangani imigran dibantu oleh LSM dan UNHCR. Imigran

tersebut akan diwawancarai oleh komisi tinggi PBB apakah mereka

mencari suaka atau akan menjadi pengungsi.

3. Prosesnya dari penemuan kasus akan ditangkap oleh Polisi lalu

ditangani oleh Kantor Imigrasi, kemudian aparat akan

menghubungi UNHCR lalu diberikan bantuan. Bantuan yang

diberikan yaitu memberikan tempat tinggal ada yang dari

pemerintah, maupun yang menetap di masyarakat.

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

69

4. IOM juga memberikan bantuan kepada para imigran yang

mempunyai masalah psikologis dan kesehatan yang menangani

yaitu dari Health Department dan Pusat Pemulihan Psikologis.

Setelah proses penempatan sementara itu para imigran tersebut

akan ditempatkan di Rudenim.

5. Penanganan yang dilakukan IOM untuk para imigran menggunakan

dana yang diperoleh dari iuran negara peserta konvensi, seperti

Australia, New Zealand, dan Amerika, Inggris, Canada dan negara

Eropa lainnya.

Hambatan yang terjadi pada proses penangkapan (interception)

untuk memberikan live saving kepada para imigran menurut Regina,

yaitu:

a) Kurangnya ketersediaan fasilitas pendukung, seharusnya imigran

ditempatkan pada fasilitas pemerintah karena mereka tidak

memiliki dokumen resmi berarti mereka tidak memenuhi peraturan

keimigrasian apabila di Pemerintahan daerah tidak ada fasilitas

yang tersedia maka IOM akan mencari fasilitas pendukung.

b) Kesiapan kapasitas lokal, baik dari masyarakat lokal maupun

pemerintah daerah, karena tidak semua masyarakat setempat yang

berkenan menerima imigran karena memiliki banyak alasan,

kemungkinan daerahnya merupakan daerah krisis maksudnya tidak

cukup biaya untuk memberikan pertolongan pertama kepada para

imigran.

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

70

c) Proses identifikasi, kendala paling menonjol yaitu pada bahasa

para imigran yang datang dari berbagai negara.

2. Data Sekunder

Penelitian tentang penanganan terhadap orang asing pencari suaka di

Indonesia terhadap imigran gelap pencari suaka yang terdampar di Pantai

Mekaran Kebumen, diperoleh data berdasarkan literatur, peraturan

perundang-undangan, dan wawancara dengan berbagai pihak yang

menangani perkara ini. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka

diperoleh data sebagai berikut:

a. Berita Acara Pendapat (Resume) Imigran Gelap

Pada hari Senin tanggal 24 Februari 2014 sekira pukul 12.00 wib

di wilayah Pantai Mekaran Desa Argopeni, Kecamatan Ayah,

Kabupaten Kebumen, telah terdampar sebuah kapal sekoci yang

membawa 26 (dua puluh enam) warga negara asing yang berasal dari

Irak, Iran, Mesir, Pakistan, Bangladesh dan Nepal tanpa dilengkapi

dengan dokumen yang sah. Setelah dilakukan penyidikan di POLRES

Kebumen, para imigran gelap tersebut bertujuan ke Pulau

Christmas(Christmas Island) Australia dengan maksud untuk mencari

suaka.

Para imigran tidak dilengkapi dokumen yang sah serta nahkoda

kapal tidak dilengkapi dokumen perjalanan yang sah, mereka

melakukan perjalanan menggunakan kapal kayu dari Pelabuhan Ratu

hingga Pulau Christmas Australia. Namun, sebelum sampai ke

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

71

Australia, kapal yang dikemudikan nahkoda tersebut dihadang oleh

kapal Australia, kemudian nahkoda tersebut dan seluruh warga negara

asing/imigran gelap dinaikkan dan dikurung di dalam kapal tentara

Australia.

Alasan para imigran gelap tersebut tidak memiliki dokumen pada

saat melakukan perjalanan menuju Pulau Christmas Australia sebagai

berikut;

1) Imigan asal Irak yaitu berdasarkan keterangan yang disampaikan

dokumen miliknya hilang diambil oleh laki-laki dengan membayar

$4000,- (empat ribu dolar Amerika) yang menjajikan untuk

membawa perjalanan ke negara Australia dan seluruh persyaratan

akan diurus oleh seorang laki-laki tersebut.

2) Imigran asal Mesir menerangkan bahwa dokumennya diambil oleh

laki-laki dan dijanjikan untuk membawanya ke Pulau Christmas

Australia dan semua persyaratan diurus oleh laki-laki tersebut

dengan membayar $5000,- (lima ribu dolar Amerika).

3) Imigran yang berasal dari Pakistan menerangkan bahwa

dokumennya diambil oleh laki-laki yang ia kenal sewaktu tinggal

di Malaysia, ia menyerahkan paspornya beserta uang tunai sebesar

RM4000,- (empat ribu Ringgit Malaysia) kepada laki-laki tersebut.

Dia menerangkan setelah menyerahkan paspor dan uang diajak ke

Jakarta dan ditampung disebuah rumah. Selama dua minggu

ditampung selanjutnya pada hari Kamis tanggal 19 Februari 2014

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

72

sekitar pukul 01.00 WIB saksi dijemput oleh nahkoda kapal

menggunakan sebuah mobil dan diajak menuju ke Pelabuhan Ratu

untuk diberangkatkan menggunakan sebuah kapal kayu menuju

pulau Christmas dan imigran tersebut kembali dimintai kembali

uang sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta Rupiah) oleh nahkoda kapal

dengan alasan untuk biaya perjalanan menuju Pulau Christmas.

Alasan tersebut sama dengan imiran gelap lainnya yang

berjumlah 26 orang, yaitu dari oknum dan modus yang sama. Setelah

nahkoda dan para imigran gelap tersebut dikurung oleh tentara

Australia, kapal kayu mereka diledakkan dan dihancurkan. Tentara

Australia memberikan kapal sekoci untuk pulang ke daratan yang telah

terlihat dari perairan. Sebelum sampai ke daratan kapal sekoci tersebut

pecah terkena karang dan akhirnya terdampar.

b. Peraturan Perundang-undangan

Peraturan yang berkaitan dengan penanganan serta perlindungan

imigran gelap, pencari suaka dan pengungsi, antara lain:

1. UU Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian

a. Pasal 1 angka 1

“ Keimigrasian adalah hal ikhwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Negara Republik Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara ”.

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

73

b. Pasal 3

“Untuk melaksanakan fungsi keimigrasian, pemerintah menetapkan kebijakan keimigrasian dimana kebijakan keimigrasian dilaksanakan oleh menteri yang bertanggung jawab hingga sepanjang garis perbatasan wilayah Indonesia dilaksanakan oleh Pejabat Imigrasi yang meliputi tempat pemeriksaan imigrasi dan pos lintas batas”.

c. Pasal 8 ayat (1)

“Setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia

wajib memiliki dokumen perjalanan yang sah dan masih

berlaku”.

Pasal 8 ayat(2)

“Setiap orang asing yang masuk wilayah Indonesia wajib memiliki visa yang sah dan masih berlaku, kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-Undang ini dan perjanjian internasional”.

d. Pasal 9 ayat (1)

“Setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia wajib melalui pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi”.

Pasal 9 ayat (2)

“Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi

pemeriksaan dokumen perjalanan dan/atau identitas diri yang

sah”.

2. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

a. Pasal 13 ayat (1)

“Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di

dalam batas-batas setiap negara”.

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

74

Pasal 13 ayat (2)

“Setiap orang berhak meninggalkan suatu negeri, termasuk

negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya”.

b. Pasal 14 ayat (1)

“Setiap orang berhak mencari dan mendapatkan suaka di negeri

lain untuk melindungi diri dari pengejaran”.

Pasal 14 ayat (2)

“Hak ini tidak berlaku untuk kasus pengejaran yang benar-benar timbul karena kejahatan-kejahatan yang tidak berhubungan dengan politik, atau karena perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa”.

3. Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi

Secara bersamaan Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan

Protokol 1967 tentang status pengungsi mencakup tiga masalah

pokok berikut ini :

a) Definisi pengungsi yang mendasar, serta rumusan yang

berkaitan dengan ketentuan-ketentuan yang mengenai

penghentian dan pengecualian dari status pengungsi.

b) Status hukum pengungsi di negara suaka, hak dan kewajiban

mereka, termasuk hak untuk dilindungi terhadap pengembalian

paksa (refoulment), ke wilayah dimana hidup atau kebebasan

mereka akan terancam.

c) Kewajiban negara, termasuk untuk bekerjasama dengan

UNHCR dalam melaksanakan fungsinya serta memfasilitasi

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

75

tugas UNHCR dalam mengawasi pelaksanaan Konvensi

Jenewa 1951 tentang Status Pengungsi.

d) Draft Peraturan Presiden tentang Penanganan Orang Asing

Pencari Suaka dan Pengungsi

1. Penemuan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)

huruf a dilaksanakan oleh Kepolisian Republik

Indonesia/Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut

(TNI-AL)/BAKAMLA/Badan Nasional Pencarian dan

Pertolongan.

2. Penempatan, setelah dilakukan penemuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), Kepolisian RI/TNI-

AL/BAKAMLA/Badan Nasional Pencarian dan

Pertolongan menyerahkan Orang Asing Pencari Suaka

dan Pengungsi ke petugas Imigrasi untuk dilakukan

pendataan.

3. Penampungan, pencarian dan pertolongan

dikoordinasikan dan dilaksanakan oleh Badan Nasional

Pencarian dan Pertolongan.

4. Perawatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)

huruf d difasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri

bekerja sama dengan IOM dan/atau lembaga

Internasional lainnya atas persetujuan Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

76

5. Pengamanan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat

(1) huruf e dilaksanakan oleh Kepolisian Negara

Republik Indonesia bekerja sama dengan Tentara

Nasional Indonesia, Kementerian Hukum dan HAM dan

Kementerian Dalam Negeri.

B. Pembahasan

1. Penanganan terhadap Imigran Gelap Pencari Suaka yang Terdampar di

Pantai Mekaran Kebumen

Pada tanggal 24 Februari 2014 berdasarkan wawancara dengan

Briptu Rudi Sulistiawan selaku Penyidik Pembantu di Polres Kebumen

bahwa Polisi menemukan kapal yang berisi 26 imigran yang terdampar di

Pantai Mekaran Kebumen. Penemuan tersebut selanjutnya ditangani untuk

proses penyidikan. Penyidikan dilakukan dengan menangkap imigran serta

nahkoda kapal untuk mengungkap maksud dan tujuan mereka. Para

imigran dibawa ke Kantor Imigrasi Cilacap untuk diperiksa, dievakuasi

dan diamankan.

Berdasarkan wawancara dengan Adithia Perdana, S.H selaku

Kasubsi Komunikasi Keimigrasian di Kantor Imigrasi Cilacap bahwa para

imigra gelap tersebut akan diidentifikasi untuk mengetahui data diri dan

verifikasi status pencari suaka atau pengungsi yang akan diajukan kepada

UNHCR. Setelah dilakukannya proses identifikasi, kemudian Kantor

imigrasi berkoordinasi dengan IOM (International Organization for

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

77

Migration) mengirimkan surat ke Direktorat Jenderal Imigrasi

(DITJENIM) pusat. DITJENIM kemudian merintahkan Kantor Imigrasi

Cilacap untuk menempatkan para imigran gelap tersebut di penginapan

Cilacap. Imigran gelap tersebut akan ditampung di penginapan Cilacap

dan selama dalam penampungan mereka diberikan bantuan berupa

kebutuhan sehari, seperti makan, pakaian dll. Kebutuhan mereka akan

dibiayai oleh pihak Keimigrasian sebelum para imigran tersebut ditangani

oleh IOM. Setelah berkoordinasi dengan IOM, imigran berada dalam

penanganan IOM kemudian dipindahkan ke Rudenim Medan. IOM akan

dibantu oleh UNHCR dalam penentuan status imigran.

Penanganan imigran gelap pencari suaka yang terdampar di Pantai

Mekaran Kebumen oleh Polres Kebumen dan Keimigrasian dilakukan

sesuai yang tercantum dalam Pasal 2 Draft Peraturan Presiden tentang

Penanganan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi dikoordinasikan

oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.

Penanganan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi dilaksanakan

secara koordinatif oleh instansi Pemerintah meliputi:

1) Penemuan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a

dilaksanakan oleh Kepolisian Republik Indonesia/Tentara Nasional

Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL)/BAKAMLA/Badan Nasional

Pencarian dan Pertolongan.

2) Penempatan, Setelah dilakukan penemuan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), Kepolisian RI/TNI-AL/BAKAMLA/Badan Nasional

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

78

Pencarian dan Pertolongan menyerahkan Orang Asing Pencari Suaka

dan Pengungsi ke petugas Imigrasi untuk dilakukan pendataan.

3) Penampungan, pencarian dan pertolongan dikoordinasikan dan

dilaksanakan oleh Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan.

4) Perawatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d

difasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri bekerja sama dengan

IOM dan/atau lembaga Internasional lainnya atas persetujuan

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

5) Pengamanan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e

dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia bekerja

sama dengan Tentara Nasional Indonesia, Kementerian Hukum dan

HAM dan Kementerian Dalam Negeri.

6) Pengawasan Keimigrasian, Pengawasan Keimigrasian terhadap

Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan dengan:

a) Pemeriksaan dan pendataan terhadap identitas diri dan dokumen.

b) Pengambilan foto dan sidik jari.

c) Verifikasi status pencari suaka atau pengungsi kepada UNHCR.

d) Penerbitan Surat Pendataan.

e) Pengawasan keberangkatan terhadap pelaksanaan Voluntary

Repatriation dan Resettlement.

f) Pengawasan lapangan secara berkala pada Tempat Penampungan.

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

79

g) Persiapan dan pelaksanaan pendeportasian keluar wilayah

Indonesia terhadap Rejected Person.

Bahwa kegiatan yang dilaksanakan secara kordiantif dalam

penanganan imigran tersebut dapat dilakukan dengan kerjasama antara

UNHCR, IOM, dan/atau lembaga Internasional lainnya yang menangani

masalah pencari suaka dan pengungsi sesuai dalam Pasal 5 ayat (2) Draft

Peraturan Presiden tentang Penanganan Orang Asing Pencari Suaka dan

Pengungsi. Selain itu, adanya penanganan dari Kementrian Luar Negeri,

yaitu dengan melakukan kerja sama dengan UNHCR menyediakan data

dan informasi Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi, yang dilaporkan

secara berkala setiap bulan kepada Menteri Koordinator Bidang Politik,

Hukum, dan Keamanan dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri,

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Kepolisian Republik

Indonesia.

Data dan informasi orang asing pencari suaka dan pengungsi terdiri

dari:

1. Data Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi yang terdaftar di

UNHCR.

2. Data Orang Asing Pengungsi yang telah disetujui ditempatkan ke

negara tujuan (Resettlement).

3. Data Orang Asing Pencari Suaka yang ditolak (Rejected Person).

4. Data Orang Asing Pencari Suaka yang kasusnya telah selesai (Case

Closed).

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

80

5. Data Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi yang kembali ke

negara asalnya secara sukarela (Voluntary Repatriation).

Penanganan terhadap imigran gelap pencari suaka yang terdampar di

Pantai Mekaran Kebumen didasarkan pada prinsip-prinsip hukum

Internasional yang berlaku universal dan hukum nasional Republik

Indonesia, antara lain:

a. Tidak mendeportasi Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi ke

tempat di mana hidup atau kebebasannya terancam.

b. Tidak melakukan tindakan hukum keimigrasian kepada Orang Asing

Pencari Suaka dan Pengungsi karena semata-mata masuk atau berada di

wilayah Indonesia secara tidak sah.

c. Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi yang melakukan tindak

pidana selainyang dimaksud pada huruf b dikenakan ketentuan pidana

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Perlakuan nondiskriminatif kepada Orang Asing Pencari Suaka dan

Pengungsi berdasarkan ras, kebangsaan, agama atau keyakinan.

e. Menghormati Hak Asasi Manusia Orang Asing Pencari Suaka dan

Pengungsi yang berada di wilayah Indonesia.

f. Perlakuan terhadap anak pencari suaka dan pengungsi yang tidak

didampingi orang tua/walinya didasarkan pada asas kepentingan terbaik

untuk anak (principle of the best interest of the child) yang dilakukan

oleh UNHCR untuk penanganan pencari suaka atau pengungsi anak

dalam situasi tertentu.

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

81

g. Orang Asing Pencari Suaka yang kasusnya sudah ditutup dan

dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk memperoleh status pengungsi,

kepadanya diterapkan peraturan keimigrasian yang berlaku.

h. Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi yang secara sukarela

menerima perlindungan dari perwakilan negara asalnya, kepadanya

diterapkan peraturan keimigrasian yang berlaku.

Berdasarkan Draft Peraturan Presiden tentang Penanganan Orang Asing

Pencari Suaka dan Pengungsi maka terhadap imigran gelap pencari suaka

yang terdampar di Pantai Mekaran Kebumen sebagai berikut:

1. Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Presiden ini

dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara pada

Kementrian/Lembaga terkait.

2. Ditetapkan Prosedur Tetap Terpadu bagi badan atau instansi

pemerintah terkait tentang Penanganan Orang Asing Pencari Suaka

dan Pengungsi sebagaimana terlampir, yang menjadi bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.

3. Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, maka Orang Asing

Pencari Suaka dan Pengungsi yang saat ini berada di Rumah Detensi

Imigrasi dan tempat-tempat lainnya dapat ditempatkan di Tempat

Penampungan setempat.

Penanganan imigran gelap pencari suaka yang terdampar di Pantai

Mekaran Kebumen juga didasarkan pada Pasal 14 Deklarasi Universal

Hak Asasi Manusia 1948 yang mengakui adanya hak bagi orang untuk

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

82

mencari suaka dari adanya persekusi di negara lain. Konvensi Perserikatan

Bangsa-bangsa tentang Status Pengungsi yang diadopsi pada tahun 1951

merupakan landasan utama dari perlindungan internasional terhadap

pengungsi pada saat ini. Protokol 1967 menghapus batasan bagi orang-

orang yang meninggalkan negaranya dikarenakan peristiwa yang terjadi

sebelum 1 Januari 1951 dan Konvensi 1951 memiliki cakupan yang

sifatnya universal. Konvensi tersebut juga didukung oleh gerakan

perlindungan pengungsi di beberapa wilayah, dan juga melalui

perkembangan hukum internasional hak asasi yang maju.

Konvensi 1951 mengkonsolidasikan instrumen-instrumen

internasional terkait pengungsi yang telah ada dan memberikan kodifikasi

paling lengkap mengenai hak-hak pengungsi di tingkat internasional, bagi

negara yang telah meratifikasi konvensi ini atau negara peserta konvensi

tidak diperbolehkan adanya diskriminasi kepada pengungsi baik dari ras,

agama atau negara asal maupun warna kulit dan mereka mempunyai

kebebasan untuk menjalankan segala kegiatannya dan kebebasan bagi

pendidikan anak-anak mereka di negara yang menampungnya. Hal ini

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 Konvensi 1951 tentang

diskriminasi, yaitu Negara pihak akan menerapkan ketentuan-ketentuan

konvensi ini pada para pengungsi tanpa diskriminasi mengenai ras, agama

atau Negara asal (http://www.academia.edu/12016927/Hak_dan_

Kewajiban_Pengungsi_Berdasarkan_Konvensi_Jenewa_1951).

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

83

Indonesia bukanlah negara peserta yang meratifikasi Konvensi 1951

maka penanganan orang asing pencari suaka dilakukan atas dasar Hak

Asasi Manusia. Jika para imigran tersebut telah dikabulkan pengajuan

statusnya oleh UNHCR maka mereka akan di pindahkan ke Community

Housing yang ada di Indonesia. Apabila pengajuan mereka ditolak maka

mereka dapat mengajukan banding.

Bagi para imigran yang pengajuannya tidak dapat diterima atau

ditolak (rejected person) maka Kementerian Luar Negeri melakukan

hubungan antar negara dan koordinasi dengan Perwakilan Negara asal

imigran tersebut yang berada di wilayah Indonesia, yang meliputi

penyampaian consular notification kepada Perwakilan Negara asal

imigran gelap untuk memberikan dokumen perjalanan dan memfasilitasi

pemulangan bagi rejected person, atau yang akan menyatakan kesediaan

untuk repatriasi sukarela. Kementerian Luar Negeri bekerja sama dengan

UNHCR dan/atau IOM, dan/atau Delegasi ICRC untuk memfasilitasi

pemulangan orang asing yang dimaksud.

Penanganan yang dilakukan keimigrasian terhadap imigran gelap

pencari suaka yang terdampar di Pantai Mekaran Kebumen juga

disesuaikan dengan Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-

1489.UM.08.05 Tahun 2010 tentang penanganan imigran ilegal pada Pasal

2 yaitu :

(1) Imigran ilegal saat diketahui berada di Indonesia dikenakan tindakan

Keimigrasian.

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

84

(2) Dalam hal imigran ilegal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

menyatakan keinginan untuk mencari suaka dan/atau karena alasan

tertentu tidak dapat dikenakan pendeportasian, dikoordinasikan

dengan organisasi Internasional yang menangani masalah pengungi

dan/atau UNHCR untuk penentuan statusnya.

Jadi penanganan keimigrasian pada Pasal 2 yaitu imigran

gelap/ilegal pencari suaka yang berada di Indonesia tidak mempunyai

wewenang untuk mendeportasi, selain itu juga tidak dapat mencarikan

negara ketiga bagi para imigran. Pihak keimigrasian akan melakukan

koordinasi dengan UNHCR (United Nations High Comissioneer for

Refugees) sebagai organisasi yang menangani masalah pengungsi.

Penanganan yang diberikan UNHCR sesuai dalam Pasal 3 akan

memberikan Attestation Letter atau Surat Keterangan sebagai pencari

suaka kepada imigran gelap pencari suaka, imigran gelap/ilegal akan

ditempatkan di tempat tertentu dengan fasilitasi dari UNHCR dan wajib

melaporkan keberadaan dirinya oleh UNHCR kepada Direktur Jenderal

Imigrasi, kemudian kepada para imigran gelap/ilegal wajib mentaati

ketentuan peraturan perundang-undangan dan mengisi surat pernyataan

sesuai dengan format dalam lampiran peraturan Direktur Jenderal

Imigrasi, dan menjadi tanggung jawab Kepala Kantor Imigrasi setempat

dalam pengawasan penempatan imigran gelap.

Segala sesuatu yang berkaitan dengan tempat tinggal dan biaya hidup

imigran ilegal selama dalam proses atau berada di bawah perlindungan

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

85

UNHCR, tidak menjadi beban/tanggungan Kantor Imigrasi, Kantor

Wilayah Kementrian Hukum dan HAM, atau Direktorat Jenderal Imigrasi,

perlindungan UNHCR tersebut sesuai dalam pasal Pasal 6 Peraturan

Direktur Jenderal Imigrasi tentang Penanganan Imigran Ilegal.

2. Hambatan dalam Menangani Imigran Gelap Pencari Suaka di Indonesia

yang Terdampar di Pantai Mekaran Kebumen

Berdasarkan data yang dikeluarkan UNCLOS 1982 (United Nation

Convention on the Law of the Sea), wilayah Indonesia terdiri dari 64,97%

perairan dengan luas 3.544.743,9 km². Wilayah perairan yang sangat luas

tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara transit bagi kapal yang

membawa imigran gelap.

Kasus Imigran gelap yang terjadi di Indonesia merupakan

permasalahan yang sulit untuk diselesaikan. Hal ini disebabkan karena

Indonesia harus mengahadapi berbagai hambatan baik dari dalam maupun

dari luar yang membuat permasalahan imigran gelap sulit diselesaikan

secara menyeluruh.

Permasalahan yang dihadapi ketika melakukan penanganan imigran

gelap pencari suaka yang terdampar di Pantai Mekaran Kebumen oleh

Polres Kebumen, Kantor Imigrasi dan IOM pada penemuan kasus yang

ditangkap oleh Polisi dan ditangani oleh Kantor Imigrasi yaitu pada proses

identifikasi para imigran karena kesulitan dalam bahasa negara asal

mereka. Hal ini diakui oleh Briptu Rudi Sulistiawan sebagai Penyidik di

Polres Kebumen memberikan keterangan tentang hambatan yang dialami

oleh penyidik yaitu pada proses identifikasi imigran dengan

Page 26: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

86

mewawancarai imigran kesulitannya dalam mencari Juru Bahasa selain

Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, karena imigran gelap datang dari

berbagai negara. Ketiadaan dokumen juga menambah sulitnya

pengidentifikasian imigran yang dialami oleh Kantor Imigrasi Cilacap dan

IOM.

Hambatan lain yang ditemui adalah dalam hal ini mengamankan

barang bukti berupa kapal sekoci yang susah diangkut, karena kondisi

geografis di wilayah Desa Argopeni, Kecamatan Ayah, Kabupaten

Kebumen berupa pegunungan dan lokasi kejadian di bibir pantai yang

letaknya di bawah jurang. Kepolisian juga kesulitan mengungkap agen

yang membawa imigran gelap, karena agen tersebut telah terorganisir

dengan rapi. Jaringan tersebut meliputi pihak hotel, agen taxi, dan anggota

lainnya. Mereka merekrut imigran gelap untuk meraih keuntungan dengan

menjanjikan ke Pulau Christmas.

Kurangnya koordinasi antara Polres Kebumen dengan Polres

Pelabuhan Ratu, juga menjadi kendala tersendiri dalam mengungkap kasus

imigran gelap ini sebenarnya diperlukan informasi yang akurat dari Polres

Pelabuhan Ratu memingat mereka berangkat dari Pelabuhan Ratu hingga

akhirnya terdampar ke Pantai Mekaran Kebumen. Selain itu, kurangnya

pengetahuan tentang penanganan imigan gelap tidak dimiliki oleh semua

anggota Kepolisian.

Ketiadaan anggaran khusus dalam penanganan imigran gelap

pencari suaka di Pantai Mekaran Kebumen merupakan salah satu

hambatan yang harus dihadapi oleh Kantor Imigrasi Cilacap. Menurut

Adithia Perdana bahwa, Indonesia bukanlah negara yang meratifikasi

Page 27: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

87

Konvensi 1951 sehingga tidak ada anggaran khusus yang diberikan

Pemerintah selama imigran gelap tersebut dalam penanganan Kantor

Imigrasi Cilacap. Kesulitan dalam anggaran juga dialami dalam proses

penyidikan oleh Polres Kebumen.

Hambatan yang dihadapi dalam proses identifikasi imigran adalah

tidak semua informasi yang diberikan oleh imigran kepada petugas

merupakan informasi yang benar karena para imigran seringkali berbelit-

belit dalam memberikan keterangan. Hal itu disebabkan karena mereka

tidak ingin identitasnya diketahui dan sebagian dari mereka mengalami

depresi karena tujuannya tidak tercapai. Depresi tersebut yang membuat

imigran sering mengamuk selama tinggal di penginapan Cilacap.

Keributan tersebut sering terjadi di penginapan yang menampung mereka

dan membuat jera pihak penginapan. Sehingga tidak ada lagi penginapan

di Cilacap yang berkenan untuk menampung imigran gelap. Sikap dan

perilaku imigran yang sebagian tidak wajar dan membuat tidak nyaman

warga sekitar merupakan kesulitan dalam penanganan imigran gelap yang

dilakukan Keimigrasian Cilacap.

Hambatan tersebut didukung dengan kurangnya personel petugas

keimigrasian, karena imigran gelap yang datang dan ditangani bukan

dengan jumlah yang sedikit. Imigran datang berbondong-bondong dalam

jumlah puluhan orang, sedangkan petugas imigrasi yang menangani hanya

sedikit. Kendala yang dihadapi Kantor Imigrasi sebagai pihak penanganan

pertama sementara bagi imigran gelap, setelah itu akan ditangani oleh

IOM yang dibantu oleh UNHCR.

Page 28: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitianrepository.ump.ac.id/3155/6/BAB IV - NOVITA NUR UTAMI.pdfoleh petugas. 2. Masyarakat yang tidak mengerti tentang peraturan

88

Setelah menjalani penanganan di Kantor Imigrasi selanjutnya

imigran gelap akan ditangani oleh IOM dan UNHCR. Penanganan IOM

terhadap imigran di Indonesia ada beberapa fase yaitu penangkapkan

(interception), penempatan, ressetlement. Hambatan yang dialami yaitu

dari interception yang bertujuan untuk memberikan pertolongan pertama

atau life saving yang diperuntukan bagi para imigran. Hambatan yang

terjadi pada proses penangkapan (interception) untuk memberikan life

saving kepada para imigran menurut Regina dari IOM Jakarta, yaitu

kurangnya ketersediaan fasilitas pendukung, seharusnya imigran gelap

ditempatkan pada fasilitas pemerintah karena mereka tidak memiliki

dokumen resmi yang memungkinkan mereka tidak memenuhi peraturan

keimigrasian. Ketiadaan fasilitas pemerintah daerah tersebut akan

didukung oleh bantuan yang diberikan IOM. Kesiapan kapasitas lokal

dalam memberikan pertolongan pertama juga merupakan salah satu

kesulitan yang dihadapi IOM dalam penangan imigran gelap, baik dari

masyarakat lokal maupun pemerintah daerah. Hal itu disebabkan sikap dan

perilaku imigran yang sering kali bertingkah tidak wajar sehingga tidak

semua masyarakat dapat menerimaimigran hidup di daerah tersebut. Selain

itu, tidak ada anggaran khususnya di Pemerintah Daerah untuk

memberikan pertolongan pertama kepada imigran gelap yang ditemukan

didaerahnya.