bab iv hasil penelitian dan pembahasan 4.1...

22
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan 4.1.1 Deskripsi Kondisi Awal (Pra Siklus) Sebelum penelitian dilakukan, dalam kegiatan pembelajaran IPA guru masih menggunakan metode pembelajaran tradisional. Dalam menerangkan pelajaran guru lebih banyak menggunakan metode ceramah yang mengharapkan siswa duduk, diam, dengar, catat dan hafal sehingga kegiatan pembelajaran menjadi monoton, kurang menarik, tampak membosankan, serta menjenuhkan siswa. Hal ini menjadikan siswa kurang bersemangat dalam belajar dan siswa kurang memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru. Guru belum menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Selain itu, guru dalam mengajarkan materi IPA juga kurang memanfaatkan media pembelajaran. Media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Media merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kegiatan proses belajar mengajar. Penggunaan media secara kreatif akan memungkinkan audien (siswa) untuk belajar lebih baik. Dengan demikian media adalah guru yang efektif dalam menggunakan media dapat meningkatkan minat siswa dalam proses pembelajaran dan siswa akan lebih cepat dan mudah memahami dan mengerti terhadap materi pelajaran yang disampaikan guru.. Dengan kondisi pembelajaran seperti tersebut di atas, ternyata motivasi, perhatian, keaktifan siswa, dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA masih relatif rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yang penulis laksanakan terhadap aktivitas guru dalam kegiatan belajar mengajar dari beberapa aspek, yaitu: 36

Upload: leanh

Post on 22-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pelaksanaan Tindakan

4.1.1 Deskripsi Kondisi Awal (Pra Siklus) Sebelum penelitian dilakukan, dalam kegiatan pembelajaran IPA guru masih

menggunakan metode pembelajaran tradisional. Dalam menerangkan pelajaran guru lebih banyak menggunakan metode ceramah yang mengharapkan siswa duduk, diam, dengar, catat dan hafal sehingga kegiatan pembelajaran menjadi monoton, kurang menarik, tampak membosankan, serta menjenuhkan siswa. Hal ini menjadikan siswa kurang bersemangat dalam belajar dan siswa kurang memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru. Guru belum menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Selain itu, guru dalam mengajarkan materi IPA juga kurang memanfaatkan media pembelajaran. Media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Media merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kegiatan proses belajar mengajar. Penggunaan media secara kreatif akan memungkinkan audien (siswa) untuk belajar lebih baik. Dengan demikian media adalah guru yang efektif dalam menggunakan media dapat meningkatkan minat siswa dalam proses pembelajaran dan siswa akan lebih cepat dan mudah memahami dan mengerti terhadap materi pelajaran yang disampaikan guru..

Dengan kondisi pembelajaran seperti tersebut di atas, ternyata motivasi, perhatian, keaktifan siswa, dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA masih relatif rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yang penulis laksanakan terhadap aktivitas guru dalam kegiatan belajar mengajar dari beberapa aspek, yaitu:

36

37

a. Menghargai inisiatif siswa Pada pra siklus, guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran masih

bersifat dominan. Guru lebih banyak aktif dan siswa bersifat pasif sehingga kegiatan pembelajaran menjadi monoton. Guru belum menghargai inisiatif siswa dalam menyampaikan gagasan-gagasan yang dimilikinya.

b. Mengatur tata ruang belajar Tata ruang kelas pada pra siklus masih didesain guru secara konvensional

belum didesain secara variatif. Tempat duduk siswa menghadap ke depan secara berjajar ke samping dan ke belakang. Sehingga siswa yang duduk di belakang kurang memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru.

c. Melibatkan siswa untuk kerja kelompok Guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pada pra siklus, guru

lebih banyak menyampaikan materi pelajaran secara klasikal. Sehingga siswa belum terbiasa untuk melakukan kerja kelompok. Kebanyakan guru masih melaksanakan pendekatan individual.

d. Menumbuhkan sikap ingin tahu siswa Kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan guru pada kondisi awal belum

memberikan kesempatan siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan maupun menanggapi masalah yang disampaikan guru. Guru lebih dominan dalam menyampaikan materi dan siswa hanya mendengarkan saja. Siswa tidak diberi kesempatan guru untuk bertanya.

e. Menciptakan kondisi pembelajaran yang menyenangkan Kondisi kegiatan belajar mengajar pada pra siklus belum menunjukkan

kondisi pembelajaran yang menyenangkan. Hal ini dapat dilihat kurangnya semangat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Siswa merasa jenuh dan bosan dalam mengikuti pembelalajaran. Selain itu, siswa juga menganggap pembelajaran IPA yang dilaksanakan guru di kelas masih kurang menyenangkan.

Menurut teori, aktivitas siswa akan berpengaruh besar terhadap keberhasilan siswa dalam belajar sehingga keadaan ini merupakan masalah yang cukup penting untuk

38

dicari solusinya sehingga hasil belajar siswa akan meningkat. Keaktifan, inisiatif, kosentrasi dan kerjasama merupakan beberapa faktor yang dapat mepengaruhi hasil belajar siswa.

Agar diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang kondisi awal (pra siklus) mengenai hasil belajar IPA, peneliti mengadakan tes awal berupa tes tertulis. Adapun hasil tes awal tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil Tes Formatif IPA Pada Pra Siklus

No Uraian Jumlah Siswa Persentase 1 Siswa yang Tuntas 13 44,83% 2 Siswa yang Belum Tuntas 16 55,17% Jumlah 29 100%

Agar lebih jelas mengenai hasil tes formatif IPA pada pra siklus dapat dilihat pada

grafik sebagaimana berikut:

Grafik 4.1 Hasil Tes Formatif IPA Pada Pra Siklus

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

Tuntas Tidak Tuntas

39

Berdasarkan dari data-data di atas, terlihat dengan jelas bahwa nilai hasil belajar

siswa pada mata pelajaran IPA masih rendah. Hal ini ditunjukkan dari nilai ketuntasan belajar siswa yang baru mencapai 44,83% atau baru 13 siswa yang mencapai nilai KKM 80. Nilai terendah yang dicapai siswa pada siklus I ini adalah sebesar 40. Sedangkan nilai tertinggi yang dicapai siswa adalah sebsar 90. Begitu juga dengan nilai rata-rata IPA pada siklus I ini juga masih rendah, yaitu sebesar 70,52.

4.1.2 Deskripsi Siklus I 4.1.2.1 Rencana Tindakan

Berdasarkan gambaran umum tentang kondisi awal (pra siklus) siswa dapat disimpulkan adanya masalah pokok dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di kelas yang diteliti, yaitu aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran masih rendah. Hal ini akhirnya menyebabkan nilai ketuntasan belajar siswa pada mata pelajaran IPA menjadi rendah.

Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti membuat suatu rencana tindakan penelitian untuk siklus I dengan menyusun skenario pembelajaran. Dalam skenario ini mulai dicoba penggunaan metode STAD (Student Team Achievement Divisions) untuk pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) tentang perubahan wujud benda serta berbagai cara penggunaan benda berdasarkan sifatnya. Materi yang digunakan pada tindakan siklus I ini adalah sesuai dengan Kompetensi Dasar 6.2 Mendeskripsikan terjadinya perubahan wujud cair padat cair; cair gas cair; padat gas.

Skenario pembelajaran secara terinci tertuang dalam Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang terdapat dalam lampiran. Namun, secara garis besar skenario pembelajaran melalui penerapan metode STAD (Student Team Achievement Divisions)

untuk pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) tentang perubahan wujud benda dapat dijelaskan seperti tabel 4.2 berikut:

40

Tabel 4.2

Skenario Pembelajaran Siklus I No Kegiatan Guru Kegiatan Siswa A.

1. Pra Pembelajaran Menugaskan siswa membaca materi pelajaran tentang wujud benda

Membaca materi pelajaran tentang wujud benda

2. Menyiapan benda yang akan dibuat percobaan

B 1

Pelaksanaan Pembelajaran Menjelaskan macam-macam wujud benda

Siswa memperhatikan penjelasan guru.

2 Menjelaskan gambaran umum tentang perubahan wujud benda

Menemutunjukkan macam-macam wujud dan perubahan wujud benda

3 Menjelaskan tata cara permainan kuis dalam model STAD

Memperhatikan penjelasan guru tentang tata cara permainan kuis dalam model STAD

4 Membentuk kelompok setiap kelompok terdiri dari 5 siswa

Melakukan percobaan dan melakukan pengamatan tentang perubahan wujud benda

5 Guru memimpin presentasi kelompok Melakukan presentasi kelompok 6 Guru memberikan kuis individu Menjawab kuis secara individu yang

diberikan guru dan anggota kelompok tidak boleh membantu

7 Guru memberikan penilaian Menerima nilai yang diberikan guru 8 Guru memberikan penghargaan Menerima penghargaan yang diberikan

guru 9 Melakukan refleksi tentang kegiatan

yang telah dilakukan Bertanya/menyampaikan pendapat tentang pembelajaran

10 Memberikan rangkuman materi Mencatat rangkuman materi 11 Melaksanakan evaluasi Mengerjakan lembar evaluasi

4.1.2.2 Pelaksanaan Tindakan

Tindakan pembelajaran siklus I dilaksanakan 4 jam pelajaran (4 x 35 menit) yang dilaksanakan pada minggu III bulan Oktober 2013, yaitu pada hari Rabu tanggal 17 Oktober 2013.

Dalam pelaksanaan tindakan penelitian siklus I ini, peneliti dibantu oleh 2 (dua) orang rekan sejawat sebagai kolaborator. Kolaborator ini membantu mengobservasi

41

aktivitas guru/peneliti dan aktivitas belajar siswa selama kegiatan pembelajaran dilakukan. Setelah itu, mereka dimintai pendapat dan sarannya dalam kegiatan refleksi untuk mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dan perencanaan tindakan siklus berikutnya.

Berikut hasil observasi proses pelaksanaan pembelajaran pada siklus I mulai dari awal sampai akhir pertemuan: a. Kegiatan Awal

Pada kegiatan awal pertemuan guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran IPA. Kemudian guru melaksanakan kegiatan apersepsi yaitu mengaitkan materi sebelumnya yaitu tentang macam-macam dan sifat-sifat wujud benda dengan materi yang akan disampaikan yaitu tentang perubahan wujud benda. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa dan siswa menjawabnya. Selanjutnya guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dari materi yang akan dipelajari.

Dilihat dari aktivitas siswa, pada kegiatan awal ini siswa kelihatan siap untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari semangat yang ditunjukkan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Siswa antusias menjawab pertanyaan pendahuluan yang diberikan guru. Selain itu, siswa juga terlihat memperhatikan tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

b. Kegiatan Inti Pada kegiatan inti ini, guru IPA lebih menekankan pada keterlibatan siswa

dalam pembelajaran. Guru memfasilitasi munculnya gagasan baru dari siswa baik secara lisan maupun tertulis. Siswa diberikan tugas untuk melakukan percobaan tentang perubahan wujud benda melalui kerja kelompok. Masing-masing kelompok disuruh untuk mempresentasikan hasil kerjanya dan kelompok yang lain menanggapinya.

Untuk membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan umpan balik yang positif, guru memberikan kuis untuk dijawab siswa. Selanjutnya guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang mencapai nilai tertinggi.

42

c. Akhir pertemuan

Pada akhir pertemuan, guru IPA bersama siswa membuat rangkuman mengenai materi perubahan wujud benda yang diajarkan. Selanjutnya melakukan penilaian dan merencanakan tindak lanjut serta menyampaikan materi pembelajaran berikutnya.

4.1.2.3 Hasil Tindakan Setelah tindakan pembelajaran pada siklus I dilakukan, diperoleh hasil belajar

siswa pada aspek kognitif maupun hasil belajar siswa aspek keterampilan sosial. Berdasarkan dari hasil belajar siswa aspek kognitif, peneliti mendapatkan data hasil tes yang dilakukan pada akhir siklus. Tes yang diberikan berupa tes tertulis dalam bentuk isian.

Adapun hasil tes yang diperoleh siswa pada siklus I adalah 21 siswa mencapai ketuntasan minimal (KKM 80) atau 72,41% siswa yang mencapai ketuntasan. Sedangkan 8 siswa atau 27,59% siswa belum mencapai ketuntasan minimal (KKM). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3 Hasil Tes Formatif IPA Pada Siklus I

No Uraian Jumlah Siswa Persentase 1 Siswa yang Tuntas 21 72,41% 2 Siswa yang Belum Tuntas 8 27,59% Jumlah 29 100%

Agar lebih jelas mengenai hasil tes formatif IPA pada siklus I dapat dilihat pada

grafik sebagaimana berikut:

43

Grafik 4.2 Hasil Tes Formatif IPA Pada Siklus I

Adapun hasil belajar siswa pada aspek keterampilan sosial dapat dilihat dari hasil observasi siswa. Dengan memperhatikan hasil observasi aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, dapat dilihat bahwa dengan diterapkannya metode STAD dalam pembelajaran IPA, siswa yang kurang aktif, kurang konsentrasi, dan kurang bekerjasama dengan teman lain jumlahnya menjadi berkurang bila dibanding dengan kondisi pada pra siklus, yaitu sebelum diterapkannya metode STAD. Dengan diterapkannya metode ini, keaktifan, inisiatif, konsetrasi dan kerjasama menjadi meningkat.

Sedangkan dilihat dari hasil observasi terhadap aktivitas guru dalam kegiatan belajar mengajar dari beberapa aspek, yaitu: a. Menghargai inisiatif siswa

Pada siklus I, guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sudah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pendapat. Guru

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

Tuntas Tidak Tuntas

44

meberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih banyak aktif dalam kegiatan pembelajaran. Guru menghargai inisiatif siswa dalam menyampaikan gagasan-gagasan yang dimilikinya.

b. Mengatur tata ruang belajar Tata ruang kelas pada siklus I sudah diatur guru dengan tepat dan didesain

guru secara variatif. Tempat duduk siswa ditata secara berputar untuk masing-masing kelompok. Sehingga siswa saling berhadapan satu dengan yang lainnya dalam anggota kelompok.

c. Melibatkan siswa untuk kerja kelompok Guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pada siklus I, guru lebih

banyak menyampaikan materi pelajaran secara kerja kelompok. Sehingga siswa terbiasa untuk melakukan kerja kelompok. Guru sudah melaksanakan pendekatan kelompok.

d. Menumbuhkan sikap ingin tahu siswa Kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan guru pada kondisi siklus I

memberikan kesempatan siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan maupun menanggapi masalah yang disampaikan guru. Guru memberikan siswa kesempatan untuk bertanya.

e. Menciptakan kondisi pembelajaran yang menyenangkan Kondisi kegiatan belajar mengajar pada siklus I sudah menunjukkan kondisi

pembelajaran yang menyenangkan. Hal ini dapat dilihat dari semangat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Siswa merasa senang dan gembira dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, siswa juga menganggap pembelajaran IPA yang dilaksanakan guru di kelas sangat menyenangkan sehingga siswa menjadi lebih bersemangat dalam belajar. Adanya peningkatan aktivitas siswa ini akan mampu menjadikan nilai IPA siswa menjadi lebih meningkat dari sebelumnya.

Hasil wawancara dengan kolaborator juga menunjukkan hasil serupa. Kedua kaloborator memberikan penjelasan yang hampir sama, yaitu bahwa dalam siklus I ini

45

peneliti sudah bisa meningkatkan aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Berdasarkan dari data-data di atas, terlihat dengan jelas bahwa nilai hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA pada siklus I sudah mengalami peningkatan bila dibandingkan dari kondisi awal (pra siklus). Hal ini ditunjukkan dari nilai ketuntasan belajar siswa yang sudah mencapai 72,41%. Nilai rata-rata IPA juga meningkat menjadi 79,31. Namun demikian, nilai hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA pada siklus I ini belum mencapai indikator kinerja yang peneliti tetapkan yaitu minimal 85% siswa tuntas dengan KKM 80.

4.1.2.4 Refleksi

Berdasarkan dari data-data yang peneliti kumpulkan bersama mitra kolaborasi sebagaimana tercantum di atas, maka selanjutnya peneliti melakukan kegiatan refleksi untuk mengevaluasi kegiatan pembelajaran siklus I. Refleksi ini dilakukan dengan cara menganalisis data-data yang terkumpul mengenai kelebihan, kekurangan, maupun hambatan-hambatan yang terjadi selama pembelajaran untuk dicarikan solusinya. Dalam kegiatan refleksi ini peneliti berdisikusi dengan pengamatan/kolaborator dan selanjutnya peneliti jadikan dasar pertimbangan untuk menyusun skenario pembelajaran pada siklus berikutnya (siklus II).

Dari data yang peneliti peroleh, aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran sudah mengalami peningkatan meskipun masih ada beberapa siswa yang menunjukkan aktivitas belajar yang relatif rendah. Dari aktivitas guru dalam pembelajaran juga sudah menunjukkan aktivitas yang meningkat dari pada kondisi awal. Guru mata pelajaran IPA sudah menghargai inisiatif siswa, mengatur tata ruang kelas yang tepat, menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan, sehingga siswa menjadi lebih bersemangat dalam belajar.

Selain itu, nilai hasil belajar siswa belum mencapai indikator kinerja yang peneliti tetapkan yaitu ketuntasan belajar IPA juga baru mencapai 72,41% atau belum mencapai indikator kinerja minimal 85% siswa tuntas dengan KKM 80. Dengan memperhatikan

46

masukan dari kolaborator, peneliti menyimpulkan bahwa ada beberapa kelebihan dan kelemahan dalam penerapan metode STAD.

Adapun kelebihan kegiatan pembelajaran pada siklus I melalui penerapan metode STAD adalah sebagai berikut: (1) guru bisa menciptakan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan, (2) Guru bisa mendorong siswa untuk belajar dengan bekerjasama dan mandiri Sedangkan kelemahan yang ditemukan dalam kegiatan pembelajaran siklus I, yaitu: (1) Sebagian siswa belum sepenuhnya mengikuti skenario pembelajaran yang ditetapkan oleh guru/peneliti, (2) Guru belum memanfaatkan media pembelajaran audio visual.

Dengan memperhatikan indikator kinerja yang telah ditetapkan, peneliti menilai bahwa penelitian tindakan yang telah dilaksanakan sampai siklus I ini belum berhasil. Data yang bersifat kualitatif memang menunjukkan adanya peningkatan bila dibanding pada kondisi pra siklus. Akan tetapi jika melihat data hasil belajar siswa, ketuntasan belajar siswa baru mencapai 72,41%. Penelitian dianggap baru berhasil jika indikator kinerja yang telah peneliti tetapkan, yaitu minimal 85% siswa mencapai nilai ketuntasan minimal IPA sebesar 80. Melihat data tersebut, peneliti memutuskan untuk melanjutkan kegiatan penelitian dengan siklus II.

4.1.2.5 Program Tindak Lanjut Dengan memperhatikan data tes hasil belajar pada siklus I, peneliti membuat

program perbaikan dan program penganyaan. Program penganyaan diberikan kepada siswa yang telah mencapai nilai ketuntasan sejumlah 21 siswa. Sedangkan program perbaikan diberikan kepada siswa yang belum mencapai nilai ketuntasan sejumlah 8 siswa.

4.1.3 Deskripsi Siklus II 4.1.3.1 Rencana Tindakan

Berdasarkan hasil refleksi dan evaluasi pelaksanaan tindakan siklus I, peneliti menyusun kembali rencana tindakan siklus II yang tertuang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II sebagaimana terlampir. Skenario pembelajaran siklus II

47

kegiatan intinya sama dengan kegiatan pada siklus I, yaitu penerapan model pembelajaran STAD. Namun, dalam skenario siklus II ini mengalami beberapa perbaikan/penyempurnaan terutama dalam kegiatan pembelajaran. Dalam siklus II ini, kegiatan pembelajaran menggunakan media LCD Proyektor yang sebelumnya belum diterapkan dalam siklus I.

Secara kronologis, skenario pembelajaran siklus II adalah seperti yang tertera pada tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4 Skenario Pembelajaran Siklus II

No Kegiatan Guru Kegiatan Siswa A.

1. Pra Pembelajaran Menugaskan siswa membaca materi pelajaran tentang wujud benda

Membaca materi pelajaran tentang wujud benda

2. Menyiapan media pembelajaran berupa LCD Proyektor

B 1

Pelaksanaan Pembelajaran Menampilkan power point tentang perubahan wujud benda

Memperhatikan tayangan wujud benda melalui power point pada proyektor.

2 Menjelaskan gambaran umum tentang perubahan wujud benda

Menemutunjukkan macam-macam wujud dan perubahan wujud benda

3 Menjelaskan tata cara permainan kuis dalam model STAD

Memperhatikan penjelasan guru tentang tata cara permainan kuis dalam model STAD

4 Membentuk kelompok setiap kelompok terdiri dari 5 siswa

Melakukan percobaan dan melakukan pengamatan tentang perubahan wujud benda

5 Guru memimpin presentasi kelompok Melakukan presentasi kelompok 6 Guru memberikan kuis individu Menjawab kuis secara individu yang

diberikan guru dan anggota kelompok tidak boleh membantu

7 Guru memberikan penilaian Menerima nilai yang diberikan guru 8 Guru memberikan penghargaan Menerima penghargaan yang diberikan

guru 9 Melakukan refleksi tentang kegiatan

yang telah dilakukan Bertanya/menyampaikan pendapat tentang pembelajaran

10 Memberikan rangkuman materi Mencatat rangkuman materi 11 Melaksanakan evaluasi Mengerjakan lembar evaluasi

48

Penggunaan media LCD Proyektor ini dimaksudkan agar kegiatan pembelajaran

lebih menarik dan menyenangkan lagi bagi siswa dan juga menjadi materi yang disampaikan guru lebih kongkrit sehingga mudah dipahami oleh siswa. Selain itu, penggunaan media pembelajaran akan mampu mengatasi kecenderungan verbalisme, ketidaksiapan siswa, kurangnya minat dan kegairahan, dan sebagainya. Sehingga diharapkan nilai hasil belajar siswa akan menjadi lebih meningkat.

4.1.3.2 Pelaksanaan Tindakan Tindakan pembelajaran siklus II dilaksanakan pada Minggu ke IV bulan Oktober,

tepatnya hari Selasa, 22 Oktober 2013 dengan alokasi waktu 4 jam pelajaran (4 x 35 menit).

Dalam pelaksanaan tindakan penelitian siklus II ini, peneliti juga masih dibantu oleh 2 (dua) orang rekan sejawat sebagai kolaborator. Kolaborator ini membantu mengobservasi aktivitas guru/peneliti dan aktivitas belajar siswa selama kegiatan pembelajaran dilakukan. Setelah itu, mereka dimintai pendapat dan sarannya dalam kegiatan refleksi untuk mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dan perencanaan tindakan siklus berikutnya.

Berikut hasil observasi proses pelaksanaan pembelajaran pada siklus II mulai dari awal sampai akhir pertemuan: a. Kegiatan Awal

Pada kegiatan awal pertemuan guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran IPA. Kemudian guru melaksanakan kegiatan apersepsi yaitu mengaitkan materi sebelumnya yaitu tentang macam-macam wujud benda dengan materi yang akan disampaikan yaitu tentang perubahan wujud benda. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa dan siswa menjawabnya melalui metode tanya jawab. Selanjutnya guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dari materi yang akan dipelajari.

49

Dilihat dari aktivitas siswa, pada kegiatan awal ini siswa kelihatan siap untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari semangat yang ditunjukkan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Siswa antusias menjawab pertanyaan pendahuluan yang diberikan guru. Selain itu, siswa juga terlihat memperhatikan tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

b. Kegiatan Inti Pada kegiatan inti ini, guru IPA lebih menekankan pada keterlibatan siswa

dalam pembelajaran. Guru menggunakan media audiovisual agar siswa lebih memperhatikan materi yang disampaikan guru. Guru memfasilitasi munculnya gagasan baru dari siswa baik secara lisan maupun tertulis. Siswa diberikan tugas untuk melakukan percobaan tentang perubahan wujud benda melalui kerja kelompok. Masing-masing kelompok disuruh untuk mempresentasikan hasil kerjanya dan kelompok yang lain menanggapinya.

Untuk membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan umpan balik yang positif, guru memberikan kuis untuk dijawab siswa. Selanjutnya guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang mencapai nilai tertinggi.

c. Akhir pertemuan Pada akhir pertemuan, guru IPA bersama siswa membuat rangkuman

mengenai materi yang diajarkan. Selanjutnya melakukan penilaian dan merencanakan tindak lanjut serta menyampaikan materi pembelajaran berikutnya.

4.1.3.3 Hasil Tindakan Setelah tindakan pembelajaran pada siklus II dilakukan, diperoleh hasil belajar

siswa pada aspek kognitif maupun hasil belajar siswa aspek keterampilan sosial. Berdasarkan dari hasil belajar siswa aspek kognitif, peneliti mendapatkan data hasil tes yang dilakukan pada akhir siklus. Tes yang diberikan berupa tes tertulis dalam bentuk isian.

Adapun melalui tes hasil belajar IPA siswa pada siklus II ini, peneliti mendapatkan data nilai hasil belajar siswa adalah seperti pada tabel 4.5 berikut:

50

Tabel 4.5 Hasil Tes Formatif IPA Pada Siklus II

No Uraian Jumlah Siswa Persentase 1 Siswa yang Tuntas 26 89,66% 2 Siswa yang Belum Tuntas 3 10,34% Jumlah 29 100%

Berdasarkan tabel di atas, hasil tes yang diperoleh siswa pada siklus II adalah 26

siswa mencapai ketuntasan minimal (KKM 80) atau 89,66% siswa yang mencapai ketuntasan. Sedangkan hanya 3 siswa atau 10,34% siswa belum mencapai ketuntasan minimal (KKM 80). Agar lebih jelas mengenai hasil tes formatif IPA pada siklus II dapat dilihat pada grafik sebagaimana berikut:

Grafik 4.3 Hasil Tes Formatif IPA Pada Siklus II

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

90.00%

100.00%

Tuntas Belum Tuntas

51

Berdasarkan dari data-data di atas, terlihat dengan jelas bahwa nilai hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA pada siklus II sudah mengalami peningkatan bila dibandingkan dari siklus I. Siswa yang sudah mencapai nilai ketuntasan belajar sudah mencapai 26 siswa atau 89,66%. Nilai rata-rata IPA juga meningkat menjadi 85,00.

Adapun hasil belajar siswa pada aspek keterampilan sosial bahwa dengan diterapkannya metode STAD dalam pembelajaran IPA, siswa yang kurang aktif, kurang konsentrasi, dan kurang bekerjasama serta diam saja dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sudah tidak ada. Hal ini menujukkan adanya peningkatan aktivitas siswa bila dibanding pada pra siklus dan sklus I.

Sedangkan dilihat dari hasil observasi terhadap aktivitas guru dalam kegiatan belajar mengajar pada siklus II ini menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu: a. Menghargai inisiatif siswa

Pada siklus II, guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sudah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pendapat. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih banyak aktif dalam kegiatan pembelajaran. Guru menghargai inisiatif siswa dalam menyampaikan gagasan-gagasan yang dimilikinya. Guru sudah bertindak sebagai fasilitator.

b. Mengatur tata ruang belajar Tata ruang kelas pada siklus II sudah diatur guru dengan tepat dan didesain

guru secara variatif. Tempat duduk siswa ditata secara berputar untuk masing-masing kelompok. Sehingga siswa saling berhadapan satu dengan yang lainnya dalam anggota kelompok. Hal ini menjadikan keaktifan siswa dalam berkerjasama dalam kelompoknya.

c. Melibatkan siswa untuk kerja kelompok Guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pada siklus II, guru lebih

banyak menyampaikan materi pelajaran secara kerja kelompok. Sehingga siswa terbiasa untuk melakukan kerja kelompok. Guru sudah melaksanakan pendekatan

52

kelompok. Setelah kerja kelompok selesai, guru juga sudah memberikan kesempatan siswa untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok tersebut.

d. Menumbuhkan sikap ingin tahu siswa Kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan guru pada kondisi siklus II

memberikan kesempatan siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan maupun menanggapi masalah yang disampaikan guru. Guru memberikan siswa kesempatan untuk bertanya. Selain itu, guru untuk menumbuhkan sikap ingin tahu siswa adalah dengan memberikan kuis.

e. Menciptakan kondisi pembelajaran yang menyenangkan Kondisi kegiatan belajar mengajar pada siklus II sudah menunjukkan kondisi

pembelajaran yang sangat menyenangkan. Hal ini dapat dilihat dari semangat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Siswa merasa senang dan gembira dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, siswa juga menganggap pembelajaran IPA yang dilaksanakan guru di kelas sangat menyenangkan sehingga siswa menjadi lebih bersemangat dalam belajar. Adanya peningkatan aktivitas siswa ini akan mampu menjadikan nilai IPA siswa menjadi lebih meningkat dari sebelumnya.

Hasil wawancara dengan kolaborator juga menunjukkan hasil serupa. Kedua kaloborator memberikan penjelasan yang hampir sama, yaitu bahwa dalam siklus II ini peneliti sudah bisa meningkatkan aktivitas siswa sepenuhnya dalam mengikuti kegiatan pembelajaran melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.

4.1.3.4 Refleksi dan Evaluasi Kegiatan Siklus II

Berdasarkan dari data-data yang peneliti kumpulkan bersama mitra kolaborasi pada siklus II sebagaimana tercantum di atas, maka selanjutnya peneliti melakukan kegiatan refleksi untuk mengevaluasi kegiatan pembelajaran siklus II. Refleksi ini dilakukan dengan cara menganalisis data-data yang terkumpul mengenai kelebihan, kekurangan, maupun hambatan-hambatan yang terjadi selama pembelajaran untuk dicarikan solusinya. Dalam kegiatan refleksi ini peneliti berdisikusi dengan

53

pengamatan/kolaborator dan selanjutnya peneliti jadikan dasar pertimbangan apakah peneliti perlu melaksanakan tindakan pada siklus berikutnya.

Dari data yang peneliti peroleh, aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran pada siklus II sudah mengalami peningkatan. Siswa yang kurang aktif, kurang konsentrasi, dan kurang bekerjasama serta diam saja dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sudah tidak ada. Selain itu, nilai ketuntasan belajar IPA juga sudah mencapai mencapai 89,66%. Dengan demikian, nilai ketuntasan belajar siswa pada mata pelajaran IPA pada siklus II ini sudah mencapai indikator kinerja yang peneliti tetapkan, yaitu minimal 85% siswa mencapai nilai KKM 80.

Dengan memperhatikan masukan dari kolaborator, peneliti dapat menjelaskan bahwa ada beberapa kelebihan dan kelemahan dalam penerapan metode STAD. Adapun kelebihan kegiatan pembelajaran pada siklus II melalui penerapan metode STAD adalah dapat meningkatkan aktivitas guru dalam mengajar dan aktivitas siswa dalam belajar. Penerapan model pembelajaran STAD akan mampu menjadikan kegiatan pembelajaran lebih menyenangkan, siswa lebih aktif dan bekerjasama dengan temannya. Adanya peningkatan aktivitas siswa tersebut akan dapat menjadikan hasil belajar siswa akan lebih meningkat.

Sedangkan kelemahan yang ditemukan dalam kegiatan pembelajaran siklus II adalah bahwa pembelajaran melalui metode STAD akan membawa hasil yang maksimal jika skenario pembelajaran yang telah disusun oleh guru dilaksanakan dengan sepenuhnya oleh siswa dan guru memanfaatkan media pembelajaran, terutama media audio visual.

Dengan memperhatikan indikator kinerja yang telah ditetapkan, peneliti menilai bahwa penelitian tindakan yang telah dilaksanakan sampai siklus II ini sudah berhasil. Indikator kinerja yang telah peneliti tetapkan, yaitu minimal 85% siswa mencapai nilai ketuntasan minimal IPA sebesar 80 sudah tercapai. Melihat data tersebut, maka peneliti sudah tidak melaksanakan tindakan pada siklus berikutnya.

54

4.1.3.5 Program Tindak Lanjut Dengan memperhatikan data tes hasil belajar pada siklus II, peneliti membuat

program perbaikan dan program penganyaan. Program penganyaan diberikan kepada siswa yang telah mencapai nilai ketuntasan sejumlah 26 siswa. Sedangkan program perbaikan diberikan kepada siswa yang belum mencapai nilai ketuntasan sejumlah 3 siswa.

4.2 Hasil Analisis Data Setelah peneliti melaksanakan 2 (dua) kali siklus pembelajaran maka terkumpul

data-data penelitian. Penilaian terhadap variabel output yaitu tentang hasil belajar IPA siswa dari pra siklus sampai siklus II berakhir juga menunjukkan adanya peningkatan ketuntasan belajar siswa. Sebelum adanya tindakan (pra siklus) hasil belajar siswa baru 44,83% siswa yang mencapai nilai ketuntasan. Hal ini berarti masih 55,17% siswa yang belum mencapai nilai Ketuntasan Minimal (KKM 80).

Kemudian pada siklus I, hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA meningkat menjadi 72,41%. Hal ini berarti ada 27,59% siswa yang belum mencapai nilai ketuntasan minimal. Pada siklus II, hasil belajar siswa meningkat menjadi 89,66% atau hanya 10,34% siswa yang belum mencapai nilai ketuntasan minimal. Hal ini berarti bahwa hasil belajar siswa pada siklus II ini sudah mencapai indikator kinerja yang telah peneliti tetapkan yaitu minimal 85% siswa tuntas mencapai nilai KKM 80. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel 4.6 dan Grafik 4.4 berikut:

Tabel 4.6 Analisis Data Ketuntasan Belajar Siswa

No Kriteria Persentase Ketuntasan Pra Siklus Siklus I Siklus II

1 Tuntas 44,83% 72,41% 89,66% 2 Belum Tuntas 55,17% 27,59% 10,34% Jumlah 100% 100% 100%

55

Grafik 4.4 Analisis Data Ketuntasan Belajar Siswa

Selanjutnya nilai rata-rata kelas juga menunjukkan hasil peningkatan mulai dari pra siklus sampai siklus II. Pada pra siklus nilai rata-rata kelas baru mencapai 70,52. Kemudian pada siklus I naik menjadi 79,31 atau mengalami peningkatan sebesar 8,79. Begitu juga pada siklus II juga mengalami peningkatan bila dibandingkan pada siklus I. Pada siklus II ini nilai rata-rata kelas siswa meningkat menjadi 89,66. Hal ini menunjukkan adanya pencapaian indikator kinerja yang telah peneliti tetapkan.

4.3 Pembahasan Berdasarkan dari deskripsi dan analisis data yang peneliti sajikan di atas, dapat

dilihat beberapa temuan selama penelitian. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan guru dari pra siklus sampai siklus II terus mengalami peningkatan dari segi kualitas. Sebelum pra siklus, kegiatan pembelajaran masih dilaksanakan secara monoton. Hal ini dapat dilihat dari metode yang digunakannya. Guru masih menggunakan metode

0.00%10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%70.00%80.00%90.00%

100.00%

Pra Siklus Siklus I Siklus II

TuntasBelum Tuntas

56

ceramah dalam menyampaikan materi pelajaran. Akibatnya siswa lebih banyak menerima pelajaran bukan melaksanakan pengalaman belajar. Hal ini menyebabkan pembelajaran kurang menyenangkan dan membosankan bagi siswa. Siswa kurang tertarik dan perhatian terhadap materi yang disampaikan sehingga nilai ketuntasan belajar siswa menjadi rendah.

Setelah dilaksanakan tindakan, kualitas pembelajaran yang dilaksanakan guru terus mengalami peningkatan. Pada siklus I, guru mampu menyajikan pembelajaran lebih baik bila dibanding pra siklus. Siswa sudah merasakan kondisi pembelajaran yang dilaksanakan guru sudah menyenangkan dan siswa sudah terlatih untuk kerjasama. Akibatnya keaktifan, inisiatif, konsentrasi dan kerja sama siswa meningkat. Semua peningkatan aktivitas belajar siswa ini berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa dalam ranah kognitif yang ditunjukkan oleh meningkatkan hasil tes secara signifikan.

Aktivitas merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Thomas M. Risk (dalam Daradjat, 2008: 137) mengemukakan bahwa mengajar adalah proses membimbing pengalaman belajar siswa. Pengalaman itu sendiri hanya mungkin diperoleh bila siswa itu dengan keaktifan sendiri bereaksi dengan lingkungannya. Guru dapat membantu anak itu belajar, tetapi guru tidak dapat belajar untuk anak itu. Dengan demikian, aktivitas belajar siswa sangat diperlukan dalam rangka mencapai hasil belajar yang baik.

Kemudian dari hasil angket siswa, dapat dilihat adanya perubahan sikap siswa terhadap mata pelajaran IPA dan proses pembelajaran yang dilakukan guru. Pada kondisi awal (pra siklus) siswa masih menganggap bahwa pembelajaran IPA termasuk mata pelajaran yang sulit. Namun setelah guru menerapkan metode kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions), siswa menganggap mata pelajaran IPA lebih mudah dan proses pembelajaran yang dilakukan guru sudah dirasa lebih menyenangkan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan metode yang dapat mengaktifkan dan membangun kerjasama siswa sangat diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.

Metode yang demikian akan mampu menjadikan kondisi pembelajaran tidak membosankan dan lebih menyenangkan, sehingga siswa akan lebih terkonsentrasi dan

57

termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Adanya konsentrasi atau perhatian merupakan salah satu indikator adanya minat belajar yang ada pada diri siswa. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh ahli, siswa yang berminat akan mampu menunjukkan hasil belajar yang lebih baik daripada yang tidak memiliki minat belajar.

Hal ini akan berdampak pada meningkatnya nilai ketuntasan belajar siswa dan nilai rata-rata siswa. Nilai ketuntasan belajar siswa yang semula rendah setelah guru menerapkan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran akan mampu meningkatkan nilai ketuntasan belajar dan nilai rata-rata siswa. Sehingga nilai hasil belajar siswa dapat tercapai secara optimal.