bab iv hasil penelitian dan pembahasan 4.1 deskripsi ... · data try out terpakai akan lebih...

34
73 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 DESKRIPSI PENELITIAN Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) adalah sebuah organisasi gereja yang terdapat di Propinsi Sulawesi Tengah. Gereja ini berdiri pada tanggal 18 Oktober 1947 dengan pusat sinodenya di kota kecil yang bernama Tentena. Secara historis GKST adalah hasil pekabaran Injil Dr.A.C.Kruyt dari Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG) yang tiba di Poso pada tahun 1892; dan Dr. N. Adriani dari Nederlandsch Bijbelgenootschap yang tiba tahun 1895. GKST tergolong gereja dengan wilayah pelayanan terluas di pulau Sulawesi Tengah. Pada penelitian ini, data diperoleh melalui skala psikologi yang disebarkan pada 100 orang pendeta Gereja Kristen Sulawesi Tengah mulai tanggal 30 Maret sampai dengan 30 April 2012. Data yang dgunakan adalah data try out terpakai, artinya memperlakukan sampel try out sebagai sampel penelitian yang sesungguhnya sehingga hasil uji coba atau try out juga sekaligus akan digunakan sebagai data penelitian dimana item skala yang gugur tidak digunakan dalam penelitian. Penggunaan try out terpakai ini didasarkan pada pertimbangan budaya dimana para pendeta yang melayani di Gereja Kristen Sulawesi Tengah berasal dari suku yang sama yaitu PAMONA. Kata pamona berasal dari tiga suku kata, yang didalamnya terurai makna yang sangat dalam yaitu, Pa = pakaroso, Mo = sintuwu, Na = napolanto; artinya wujudkan hidup bersama yang kuat. Uraian makna ini menjadi modal sosial dan

Upload: others

Post on 06-Feb-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 73

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1 DESKRIPSI PENELITIAN Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) adalah sebuah

    organisasi gereja yang terdapat di Propinsi Sulawesi Tengah. Gereja

    ini berdiri pada tanggal 18 Oktober 1947 dengan pusat sinodenya di

    kota kecil yang bernama Tentena. Secara historis GKST adalah hasil

    pekabaran Injil Dr.A.C.Kruyt dari Nederlandsch Zendeling

    Genootschap (NZG) yang tiba di Poso pada tahun 1892; dan Dr. N.

    Adriani dari Nederlandsch Bijbelgenootschap yang tiba tahun 1895.

    GKST tergolong gereja dengan wilayah pelayanan terluas di pulau

    Sulawesi Tengah.

    Pada penelitian ini, data diperoleh melalui skala psikologi

    yang disebarkan pada 100 orang pendeta Gereja Kristen Sulawesi

    Tengah mulai tanggal 30 Maret sampai dengan 30 April 2012. Data

    yang dgunakan adalah data try out terpakai, artinya memperlakukan

    sampel try out sebagai sampel penelitian yang sesungguhnya

    sehingga hasil uji coba atau try out juga sekaligus akan digunakan

    sebagai data penelitian dimana item skala yang gugur tidak

    digunakan dalam penelitian. Penggunaan try out terpakai ini

    didasarkan pada pertimbangan budaya dimana para pendeta yang

    melayani di Gereja Kristen Sulawesi Tengah berasal dari suku yang

    sama yaitu PAMONA. Kata pamona berasal dari tiga suku kata,

    yang didalamnya terurai makna yang sangat dalam yaitu, Pa =

    pakaroso, Mo = sintuwu, Na = napolanto; artinya wujudkan hidup

    bersama yang kuat. Uraian makna ini menjadi modal sosial dan

  • 74

    sumber kearifan lokal yang disemboyankan dengan ungkapan

    “Sintuwu Maroso” yang artinya “Hidup untuk saling menghidupkan

    dalam satu kebersamaan” (Tampake, 2009). Artinya budaya

    membentuk hubungan manusia dalam berbagai cara. Keunikan

    budaya ini tentunya akan berbeda dengan budaya pendeta di tempat

    lain yang terdiri dari budaya yang beragam. Dengan menggunakan

    data try out terpakai akan lebih menggambarkan orisinalitas item

    yang digunakan dalam penelitian ini.

    4.2 DESKRIPSI HASIL PENELITIAN

    4.2.1 Penyebaran dan Penerimaan Alat Ukur Responden Data yang diolah pada penelitian ini adalah data primer

    dalam bentuk skala psikologi dari hasil jawaban responden terkait

    dengan kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan servant

    leadership. Skala psikologi sebagai alat ukur didistribusikan

    langsung oleh peneliti kepada pendeta di Gereja Kristen Sulawesi

    Tengah yang telah dipilih untuk menjadi responden. Skala psikologi

    yang disebarkan berjumlah 100 skala, semua responden

    mengembalikan skala secara lengkap sehingga secara keseluruhan

    skala dapat dipergunakan sesuai kebutuhan dalam penelitian ini.

    4.2.2 Distribusi Frekuensi Identitas Responden Merujuk pada data yang diperoleh dari 100 responden pada

    Gereja Kristen Sulawesi Tengah berikut ini dipaparkan distribusi

    frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat

    pendidikan dan masa kerja secara berturut-turut yang dapat dilihat

    pada tabel dibawah ini:

  • 75

    Tabel 4.1 Demografi Responden Menurut Jenis Kelamin

    Jenis Kelamin

    Jumlah Responden

    Persentase

    Laki-laki 42 42% Perempuan 58 58%

    Total 100 100 Sumber: data primer 2012.

    Tabel 4.1 di atas memberikan informasi bahwa responden

    yang berjenis kelamin laki-laki adalah berjumlah 42 orang atau

    sebesar 42% dan berjenis kelamin perempuan adalah berjumlah 58

    orang atau sebesar 58%. Hal ini menunjukkan bahwa responden

    yang berjenis kelamin perempuan jauh lebih banyak dibandingkan

    dengan responden laki-laki.

    Tabel 4.2 Demografi Responden Menurut Usia

    Usia Jumlah Responden Persentase

    26-33 tahun 39 39%

    34-41 tahun 32 32%

    42-49 tahun 29 29%

    Total 100 100% Sumber: data primer 2012.

    Tabel 4.2 di atas memberikan informasi tentang gambaran

    responden berdasarkan usia yang diklasifikasikan dalam tiga

    kelompok yaitu rentang usia dari 26-33 tahun adalah sebesar 39%,

    responden dengan rentang usia 34 - 41 sebesar 32%, responden

    dengan rentang usia 42 - 49 sebesar 29%.

  • 76

    Tabel 4.3 Demografi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat

    Pendidikan Jumlah

    Responden Persentase

    S1 100 100% Total 100 100%

    Sumber: data primer 2012.

    Tabel 4.3 di atas memberikan informasi bahwa secara

    keseluruhan responden mempunyai tingkat pendidikan yang sama

    yaitu strata satu.

    Tabel 4.4 Demografi Responden Menurut Masa Kerja

    Masa Kerja Jumlah Responden

    Persentase

    19-26 43 43% 11-18 37 37% 3-10 20 20% Total 100 100%

    Sumber: data primer 2012.

    Tabel 4.4 di atas memberikan informasi tentang gambaran

    responden berdasarkan masa kerja yang diklasifikasikan dalam tiga

    kelompok. Responden dengan rentang masa kerja dari 19-26

    menempati jumlah terbesar yaitu 43% kemudian diikuti rentang

    masa kerja 11-18 tahun sebesar 20%, dan rentang masa kerja 11-18

    tahun sebesar 37%, selebihnya telah bekerja 19-26 tahun 43% tahun.

    Berdasarkan persentase rentang masa kerja ini diketahui bahwa

    pengalaman pelayanan yang dimiliki oleh responden relatif tinggi.

    4.3 UJI DAYA DISKRIMINASI DAN RELIABILITAS SKALA

    Untuk mengetahui kualitas skala yang akan digunakan,

    terlebih dahulu dilakukan seleksi item skala dan reliabilitas skala

    dengan tujuan untuk memilih item yang hasil ukurnya sesuai dengan

  • 77

    hasil ukur skala secara keseluruhan dan sejauh mana konsistensi alat

    ukur yang digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini seleksi

    item skala dilakukan sebanyak dua kali putaran. Hal ini dilakukan

    untuk mengetahui bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini

    benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.

    4.3.1 Daya Diskriminasi Item

    Pengujian daya diskriminasi item dalam penelitian ini

    menggunakan analisis butir (item) yakni dengan mengkorelasikan

    skor tiap item dengan skor total per konstruk (contruct) dan skor

    total seluruh item. Output SPSS for windows version 17

    menyebutkan bahwa analisis item/butir tersebut dinyatakan sebagai

    Corrected Item-Total Correlation dengan batas kritis skor total skala

    ≥ 0,30 (Azwar, 2009).

    4.3.1.1 Daya Diskriminasi Skala Servant Leadership Item yang digunakan untuk menjaring data servant

    leadership adalah sebanyak 67 item. Setelah dilakukan diskriminasi

    item melalui corrected item-total correlation pada putaran pertama

    diperoleh 57 item yang memiliki koefisien korelasi ≥ 0,30 dan 10

    item yang memiliki koefisien korelasi ≤ 0,30 dengan rentang nilai

    bergerak dari 0,308 sampai dengan 0,589. Adapun item yang

    memiliki koefisien korelasi ≤ 0,30 adalah nomor: 1, 2, 7, 9, 27, 30,

    45, 48, 54, 65. Hasil lengkap terlampir dan rangkumannya

    ditampilkan dalam tabel dibawah ini:

  • 78

    Tabel 4.5 Sebaran Item Valid dan Item Gugur

    Skala Servant Leadership

    No Aspek Jumlah

    Item Nomor Item Valid Nomor

    Item Gugur

    1 Orientasi karakter 19 3,4,5,6,8,10,11,12,13,14,

    15,16,17,18,19 1,2,7,9

    2 Orientasi Orang 15 20,21,22,23,24,25,26,28,

    29,31,32,33,34 27,30

    3 Orientasi Tugas 17 35,36,37,38,39,40,41,42,43,

    44,46,47,49,50,51 45,48

    4 Orientasi Proses 16 52,53,55,56,57,58,59,60,

    61,62,63,64,66,67 54,65

    Total 67 57 10 Sumber: data primer yang diolah, 2012.

    Setelah item yang gugur dihilangkan, selanjutnya dilakukan

    seleksi item putaran dua. Hasil seleksi item melalui corrected item-

    total correlation diketahui bahwa dari 57 item yang tersisa

    semuanya memiliki koefisien korelasi ≥ 0,30 dengan rentang nilai

    bergerak dari 0,301 sampai 0,581.

    4.3.1.2 Daya diskriminasi Item Skala Kecerdasan Emosional Item yang digunakan untuk menjaring data kecerdasan

    emosional adalah sebanyak 76 item. Setelah dilakukan seleksi item

    melalui corrected item-total correlation diperoleh 69 item yang

    memiliki koefisien korelasi ≥ 0,30 dan 7 item yang memiliki

    koefisien korelasi ≤ 0,30 dengan rentang nilai bergerak dari 0,320

    sampai dengan 0,606. Adapun item yang memiliki koefisien

    korelasi ≤ 0,30 adalah nomor: 5, 17, 39, 40, 42, 43, 74, Hasil

    lengkap terlampir dan rangkumannya ditampilkan dalam tabel

    dibawah ini:

  • 79

    Tabel 4.6

    Sebaran Item Valid dan Item Gugur Skala Kecerdasan Emosional

    No Aspek Jumlah Item Nomor Item Valid Nomor

    Item Gugur

    1 Kesadaran Diri 11 1,2,3,4,6,7,8,9,10,11 5

    2 Pengaturan Diri

    32

    12,13,14,15,16,18,19,20,

    21,22,23,24,25,26,27,

    28,29,30,31,32,33,34,35

    36,37,38,41

    17,39,40

    42,43

    3 Kesadaran Sosial 12

    44,45,46,47,48,49,50,51,

    52,53,54,55

    _

    4 Pengelolaan

    Relasi 21

    56,57,58,59,60,61,62,63

    64,65,66,67,68,69,70,71,

    72,73,75,76

    74

    Total 76 69 7

    Sumber: data primer yang diolah, 2012

    Setelah item gugur dihilangkan, selanjutnya dilakukan

    seleksi item putaran dua. Hasil seleksi item melalui corrected item-

    total correlation diketahui bahwa dari 69 item yang tersisa

    semuanya memiliki koefisien korelasi ≥ 0,30 dengan rentang nilai

    bergerak dari 0,316 sampai 0,615.

    4.3.1.3 Daya diskriminasi Item Skala Kecerdasan Spiritual Item yang digunakan untuk menjaring data kecerdasan

    spiritual adalah sebanyak 24 item. Setelah dilakukan seleksi item

    melalui corrected item-total correlation diketahui bahwa semua item

    memiliki koefisien korelasi ≥ 0,30 dengan rentang nilai bergerak

    dari 0,316 sampai 0,658. Hasil lengkap terlampir dan rangkumannya

    ditampilkan dalam tabel dibawah ini:

  • 80

    Tabel 4.7 Sebaran Item Valid dan Item Gugur Skala Kecerdasan Spiritual

    No Aspek Jumlah Item Nomor Item Valid Nomor

    Item Gugur

    1 Critical Existential Thinking 7 1,2,3,4,5,6,7 -

    2 Personal Meaning Production 5 8,9,10,11,12 -

    3 Transendental Awarenes 7 13,14,15,16,17,18,19 -

    4 Conscious State Expansion 5 20,21,22,23,24 -

    Total 24 24

    Sumber: data primer yang diolah, 2012

    4.3.2 Uji Reliabilitas Pengujian reliabilitas instrumen pada penelitian

    menggunakan ini pengujian reliabilitas internal konsistensi. dengan

    melihat koefisien cronbach’s alpha. Koefisien cronbach’s alpha

    yang mendekati satu menandakan reliabilitas konsistensi yang

    tinggi. Umumnya, koefisien reliabilitas cronbach’s alpha kurang

    dari 0,60 menandakan reliabilitas yang buruk. Reliabilitas yang

    dapat diterima berada diantara nilai 0,60-0,79 dan reliabilitas yang

    sangat tinggi adalah yang lebih dari 0,80 (Ghozali, 2001).

    Reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil dari

    seleksi item putaran dua setelah semua item gugur dalam putaran

    pertama dihilangkan. Hasil lengkap terlampir dan rangkumannya

    ditampilkan dalam tabel berikut ini:

  • 81

    Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas

    Variabel

    Koefisien

    Alpha Batas Makna

    Servant leadership 0, 923 0,6 Reliabel

    Kecerdasan emosional 0, 949 0,6 Reliabel

    Kecerdasan spiritual 0, 892 0,6 Reliabel

    Sumber: data primer yang diolah, 2012

    Berdasarkan hasil uji reliabilitas di atas, diketahui bahwa

    seluruh variabel memiliki koefisien alpha cronbach lebih dari batas

    minimal yang ditetapkan, yaitu >0,60 maka seluruh item skala

    dinyatakan reliabel.

    4.4 Analisis Data Untuk mempermudah pengolahan data dalam penelitian ini

    digunakan bantuan aplikasi SPSS 17.

    4.4.1 Analisis Deskriptif Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh descriptive

    statistics sebagai berikut:

    Tabel 4.9 Descriptive Statistics

    Mean Std. Deviation N

    Servant Leadership 184.07 15.967 100 Kecerdasan Emosional 211.87 20.903 100 Kecerdasan Spiritual 77.68 7.705 100 Sumber: data primer yang diolah, 2012

    Untuk mempelajari kualitas servant leadership (Y),

    kecerdasan emosional (X1) dan kecerdasan spiritual melalui

    responden maka langkah pertama yang dilakukan adalah

  • 82

    menginterpretasikan hasil output pada tabel 4,9 (Descriptive

    Statistics) sebagai berikut:

    1. Variabel servant leadership memiliki rata-rata hitung sebesar

    184,07 dengan standar deviasi sebesar 15.967, artinya bahwa

    variabel servant leadership berada pada daerah positif atau

    interval jawaban sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa

    responden/pendeta menilai item skala tentang variabel

    servant leadership sesuai dengan dirinya.

    2. Variabel kecerdasan emosional memiliki rata-rata hitung

    sebesar 211,87 dengan standar deviasi 20,903, artinya bahwa

    variabel kecerdasan emosional berada pada daerah positif

    atau interval jawaban sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa

    responden/pendeta menilai item skala tentang variabel

    kecerdasan emosional sesuai dengan dirinya.

    3. Variabel kecerdasan spiritual memiliki rata-rata hitung

    sebesar 77.68 dengan standar deviasi 7.705, Artinya variabel

    kecerdasan spiritual berada pada interval jawaban sangat

    sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa responden/pendeta

    menilai item skala kecerdasan spiritual sangat sesuai dengan

    dirinya.

    4.5 Identifikasi Skor Servant leadership Dalam menentukan tinggi rendahnya variabel servant

    leadership, digunakan 4 kategori yakni, rendah, sedang, tinggi, dan

    sangat tinggi. Jumlah item yang digunakan untuk mengukur variabel

    servant leadership adalah 57 item valid, maka skor yang mungkin

    diperoleh bergerak dari 57 sampai dengan 228 (57 x 4)

  • 83

    = − ℎ

    i =228 − 57

    4

    i =171

    4 i = 43

    Dengan demikian gambaran tinggi rendahnya hasil dari

    servant leadership dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

    Tabel Tabel 4.10 Interpretasi Nilai Variabel Y dan X1, X2

    No Skor Kategori N persentase 1 185 ≤ x

  • 84

    i =276 − 69

    4

    i =207

    4 i = 52

    Dengan demikian gambaran tinggi rendahnya variabel

    kecerdasan emosional dapat dikategorikan pada tabel dibawah ini:

    Tabel 4.11 Deskripsi Pengukuran Kecerdasan Emosional

    No Skor Kategori N persentase 1 224≤ x < 276 Sangat tinggi 22 22% 2 172≤ x < 224 Tinggi 76 76% 3 120≤ x < 172 sedang 2 2% 4 68≤ x

  • 85

    = − ℎ

    i =96− 24

    4

    i =724

    i = 18 Dengan demikian, baik buruknya variabel kecerdasan

    spiritual dapat dikategorikan pada table berikut ini:

    Tabel 4.12 Deskripsi Pengukuran Kecerdasan Spiritual

    No Skor Kategori N persentase 1 78 ≤ x < 96 Sangat tinggi 51 51% 2 60≤ x

  • 86

    Unbiased Estimator supaya variabel independent sebagai estimator

    atas variabel dependent tidak bias. Untuk mencapai tujuan itu maka

    dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri atas uji normalitas,

    multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan linearitas.

    4.6.2 Uji Normalitas

    Uji noramalitas dalam penelitian ini menggunakan metode

    grafik dan statistik. Metode grafik yang handal adalah dengan

    melihat grafik histogram dan P-P Plot Test. Secara statistik,

    normalitas data dapat dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov.

    Santoso (2000) mengemukakan bahwa data dikatakan berdistribusi

    normal apabila histogram berbentuk lonceng (bell shaped curve).

    Berdasarkan hasil komputasi data dengan bantuan aplikasi SPSS,

    maka dihasilkan histogram sebagai berikut:

    Gambar 4.1

    Gambar di atas menunjukkan bahwa bentuk histogram

    menggambarkan data yang berdistribusi normal sebab kurva

    membentuk seperti lonceng (bell shaped curve). Selain

    menggunakan bentuk histogram, normalitas data dapat dideteksi

  • 87

    melalui P-P Plot Test. Berdasarkan hasil komputasi data dengan

    bantuan aplikasi SPSS, maka dihasilkan histogram sebagai berikut:

    Gambar 4.2

    P-P Plot Test di atas, menunjukkan bahwa sebaran data

    menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti

    arah garis diagonal, sehingga asumsi normalitas dipenuhi. Di

    samping menggunakan grafik, uji normalitas data dapat juga

    dilakukan secara statistik, yaitu dengan Uji Kolmogorov-Smirnov.

    Data dikatakan terdistribusi normal secara statistik bila tingkat

    signifikansi pada tabel Kolmogorov-Smirnov diatas 0.05 (derajat

    kepercayaan yang digunakan). Hasil uji Normalitas data dengan

    menggunakan Kolmogorov-Smirnov seperti yang terlihat pada tabel

    dibawah ini:

  • 88

    Tabel 4.13

    One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 100 Normal Parametersa,,b Mean .0000000

    Std. Deviation 14.00448517 Most Extreme Differences

    Absolute .068 Positive .068 Negative -.044

    Kolmogorov-Smirnov Z .676 Asymp. Sig. (2-tailed) .750 a. Test distribution is Normal. b.Calculated from data.

    Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai residual hasil uji

    regresi memiliki nilai koefisien kolmogorov sebesar 0,676 dengan

    signifikansi sebesar 0,750. Karena nilai Signifikansi Kolmogorov-

    Smirnov berada diatas cut off value yang telah disepakati, yaitu 0.05

    maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal.

    Dengan demikian secara keseluruhan metode yang

    digunakan baik grafik maupun statsistik menunjukkan bahwa data

    berdistribusi secara normal sehingga dapat dinyatakan bahwa asumsi

    normalitas dalam penelitian ini terpenuhi dan model regresi layak

    digunakan untuk menjadi penaksir potensial servant leadership

    berdasarkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

    4.6.3 Uji Multikolinearitas Pengujian multikoliniaritas dilakukan dengan melihat nilai

    tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Multikolinearitas

    terjadi jika nilai tolerance ≤ 0.10 dan VIF ≤ 10 (Ghozali, 2009,

  • 89

    wijaya, 2009). Hasil uji tolerance dan Variance Inflation Factor

    (VIF) dapat dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 4.14 Coefficientsa

    Tabel di atas dapat menunjukkan bahwa kedua variabel

    bebas yang digunakan memiliki nilai tolerance lebih kecil dari 0,10

    dan nilai VIF lebih kecil dari 10. Selain melihat nilai tolerance dan

    Variance Inflation Factor (VIF), matriks korelasi antar variabel

    independen (zero order correlation matrix) juga dapat digunakan

    untuk melihat ada tidaknya multikolinearitas dalam model regresi,

    jika antar variabel bebas (independen) ada korelasi yang tinggi

    (umumnya di atas 0,90) maka hal ini merupakan indikasi adanya

    multikolinearitas (Ghozali, 2009). Hasil uji zero order correlation

    matrix dapat dilihat pada tabel berikut:

    Coefficientsa

    Model Collinearity Statistics

    Tolerance VIF 1 Kecerdasan Emosional .838 1.194

    Kecerdasan Spiritual .838 1.194 a. Dependent Variable: Servant Leadership

  • 90

    Tabel 4.16 Coefficient Correlationsa

    Model Kecerdasan Spiritual

    Kecerdasan Emosional

    Correlations Kecerdasan Spiritual

    1.000 -.403

    Kecerdasan Emosional

    -.403 1.000

    Covariances Kecerdasan Spiritual

    . .041 -.006

    Kecerdasan Emosional

    -.006 .006

    a. Dependent Variable: Servant Leadership

    Tabel di atas menunjukan bahwa besaran koefisien korelasi

    antar variabel kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual berada

    dibawah 0,90 yaitu, -0,403. Berpijak dari kedua model uji

    multikolinearitas di atas, dapat diambil simpulan bahwa model

    regresi dalam penelitian ini bebas dari masalah multikolinearitas.

    4.6.4 Uji Heterokedastisitas Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini mengggunakan

    metode grafik dengan cara menghubungkan nilai variabel dependen

    yang diprediksi (predicted) dengan residualnya (Y prediksi - Y

    sesungguhnya) dimana sumbu X adalah nilai variabel dependen

    yang diprediksi dan sumbu Y adalah residualnya. Apabila noktah

    (titik) dalam grafik membentuk pola menyebar lalu menyempit atau

    sebaliknya di sekitar garis diagonal (funnel shape) maka bisa

    dikatakan terjadi heteroskedastisitas. Jika titik-titik menyebar

    dengan tidak membentuk pola tertentu di bawah dan di atas angka 0

    pada sumbu Y (clouds shape) maka dikatakan terjadi

    homoskedastisitas (Ghozali, 2009).

  • 91

    Berdasarkan hasil komputasi data dengan menggunakan

    bantuan SPSS 17 maka hubungan antar nilai variabel yang

    diprediksi dengan residualnya digambarkan dalam gambar di bawah

    ini:

    Gambar 4.3

    Scatterplot di atas menunjukkan bahwa noktah-noktah

    terpencar dengan tidak membentuk pola-pola tertentu seperti

    cerobong asap di sekitar garis diagonal tetapi noktah-noktah

    menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini

    memberikan informasi bahwa model regresi dalam penelitian ini

    terjadi homoskedastisitas daripada heteroskedastisitas.

    4.6.5 Uji linearitas Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan linear

    antar variabel. suatu data dikatakan mempunyai hubungan linear

    apabila nilai p pada deviation from linearity adalah >0.05. Hasil uji

    linearitas terhadap kecerdasan emosional dapat dilihat pada tabel

    dibawah ini:

  • 92

    Tabel 4.16

    Hasil Uji Linearitas Kecerdasan Emosional dengan Servant Leadership ANOVA Table

    Sum of Squares df

    Mean Square F Sig.

    Servant Leadership * Kecerdasan Emosional

    Between Groups

    (Combined) 16023.343 53 302.327 1.509 .078

    Linearity 3830.840 1 3830.840 19.119 .000

    Deviation from Linearity

    12192.504 52 234.471 1.170 .295

    Within Groups 9217.167 46 200.373

    Total 25240.510 99 Sumber: data primer yang diolah, 2012

    Dari tabel di atas diketahui nilai Fbeda sebesar 1.170 dan nilai

    p sebesar 0,295 (p > 0,05). Hasil ini menunjukkan adanya hubungan

    yang linear antara kecerdasan emosional dan servant leadership.

    Selanjutnya, uji linearitas kecerdasan spiritual dengan servant

    leadership dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

    Tabel 4.17 Hasil Uji Linearitas Kecerdasan Spiritual dengan Servant Leadership

    ANOVA Table Sum of

    Squares Df Mean Square F Sig.

    Servant Leadership * Kecerdasan Spiriual

    Between Groups

    (Combined) 11591.921 30 386.397 1.953 .012

    Linearity 4328.921 1 4328.921 21.885 .000

    Deviation from Linearity

    7263.000 29 250.448 1.266 .211

    Within Groups 13648.589 69 197.806 Total 25240.510 99

    Sumber: data primer yang diolah, 2012

  • 93

    Dari tabel di atas diketahui nilai Fbeda sebesar 1.266 dan

    nilai p sebesar 0,211 (p > 0,05). Hasil ini menunjukkan adanya

    hubungan yang linear antara kecerdasan spiritual dan servant

    leadership. Dengan demikian semua output SPSS yang telah

    ditampilkan diketahui bahwa semua nilai p > 0,05, maka asumsi

    linearitas terpenuhi.

    4.7 ANALISIS REGRESI BERGANDA Setelah melalui proses dan tahapan analisis asumsi klasik,

    diketahui bahwa model regresi linear dalam penelitian ini benar-

    benar mampu memberikan estimasi yang handal dan tidak bias

    sesuai dengan kaidah Best Linier Unbiased Estimator (BLUE) atau

    bebas dari penyimpangan asumsi klasik. Oleh karena Best Linier

    Unbiased Estimator dalam penelitian terpenuhi maka selanjutnya

    dilakukan analisis regresi linear berganda untuk mendapatkan

    persamaan regresi serta untuk mengetahui sejauh mana arah

    pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel

    independen dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional (X1),

    dan kecerdasan spiritual (X2), sedangkan variabel dependen adalah

    servant leadership (Y). Koefisien beta yang digunakan adalah

    standardized coefficients karena tidak terjadi multikolinearitas antar

    variabel independen dan sekaligus untuk mengetahui kontribusi

    relatif masing-masing variabel independen terhadap variabel

    dependen (Ghozali, 2009). Berikut ini hasil analisisnya:

  • 94

    Tabel 4.18 Hasil Analisis Regresi Berganda Nilai Koefisien Beta dan Nilai t

    Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen Coefficientsa

    Model

    Unstandardized Coefficients

    Standardized Coefficients

    T Sig. B Std. Error Beta

    1 (Constant) 91.612 17.221 5.320 .000

    Kecerdasan Emosional

    .203 .074 .266 2.733 .007

    Kecerdasan Spiritual

    .636 .202 .307 3.156 .002

    a. Dependent Variable: Servant Leadership

    Berdasarkan hasil analisis pada tabel koefisien di atas ditemukan persamaan regresi adalah Y = 91.612 + 0,266 X1 + 0,307 X2. Koefisien regresi menunjukkan tanda positif (+), hal ini berarti ada suatu kondisi yang searah yaitu peningkatan variabel X1 dan X2 akan menyebabkan peningkatan variabel Y.

    Persamaan regresi berganda di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

    a) Konstata (a) sebesar 91.612 memberikan pemahaman bahwa jika semua vaiabel independent (kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual) bernilai 0, maka nilai servant leadership pendeta GKST sebesar 91.612

    b) Koefisien regresi kecerdasan emosional sebesar 0,266 memberikan pemahaman bahwa setiap penambahan satu satuan atau satu tingkatan nilai kecerdasan emosional akan berdampak pada meningkatnya nilai servant leadership sebesar 0,266 atau 26,6%. Dengan kata lain semakin baik kualitas kecerdasan emosional yang dimiliki oleh pendeta Gereja Kristen Sulawesi Tengah akan berdampak pada

  • 95

    peningkatan kualitas nilai servant leadership yang ditampilkan pendeta dalam melayani orang lain. Dengan asumsi variabel independen lainnya dalam hal ini kecerdasan spiritual konstan

    c) Koefisien regresi kecerdasan spiritual sebesar 0,307

    memberikan pemahaman bahwa setiap penambahan satu

    satuan atau satu tingkatan nilai kecerdasan spiritual akan

    berdampak pada meningkatnya nilai servant leadership

    sebesar 0,307 atau 30,7%. Dengan kata lain semakin baik

    kualitas kecerdasan spiritual yang dimiliki oleh pendeta

    Gereja Kristen Sulawesi Tengah akan berdampak pada

    peningkatan kualitas nilai servant leadership yang

    ditampilkan pendeta dalam melayani orang lain. Dengan

    asumsi variabel independen lainnya dalam hal ini kecerdasan

    emosional konstan.

    4.8 Uji Hipotesis Pengujian terhadap hipotesis yang telah dirumuskan

    dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda baik

    secara simultan maupun parsial.

    Hipotesis: kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara

    bersama-sama dapat dijadikan sebagai prediktor servant

    leadership pendeta di Gereja Kristen Sulawesi Tengah

    Untuk membuktikan hipotesis digunakan uji signifikansi

    simultan (uji F) dengan tujuan untuk mengetahui keberartian

    koefisien regresi secara bersama-sama dan uji signifikansi parameter

    individual (uji statistil t) untuk mengetahui keberartian koefisien

    secara parsial.

  • 96

    4.8.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Hasil uji statistik secara simultan untuk variabel independen

    X1 (kecerdasan emosional) dan X2 (kecerdasan spiritual) terhadap

    variabel dependen Y (servant leadership) diperoleh hasil sebagai

    berikut:

    Tabel 4.19 ANOVAb

    Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

    1 Regression 5824.075 2 2912.038 14.548 .000a Residual 19416.435 97 200.169

    Total 25240.510 99 Predictors: (Constant), Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Emosional b. Dependent Variable: Servant Leadership

    Melalui tabel anova di atas, diketahui nilai Fhitung sebesar

    14.397 dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 (p

  • 97

    Tabel 4.20 Hasil uji signifikansi parameter individual (uji statistil t)

    No Variabel thitung signifikansi 1 Kecerdasan Emosional 2.733 .007

    2 Kecerdasan Spiritual 3.156 .002 a. Dependent Variable: Servant Leadership

    Dari hasil pengujian di atas diketahui bahwa nilai thitung kecerdasan emosional sebesar 2.733 dengan tingkat signifikansi 0,007 (p

  • 98

    Dari tampilan output di atas diketahui nilai R (koefisien

    korelasi) sebesar 0,0480 menggambarkan bahwa terdapat korelasi

    secara simultan antara kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual

    terhadap servant leadership. Koefisien determinasi (R2) sebesar

    0,231, menggambarkan bahwa sumbangan pengaruh kecerdasan

    emosional dan kecerdasan spiritual terhadap servant leadership

    sebesar 23,1% sedangkan sisanya 76,9 dipengaruhi oleh variabel

    lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Dari hasil analisis data

    diketahui bahwa kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual

    dapat dijadikan sebagai prediktor servant leadership.

    4.8.4 Sumbangan Prediktor Sumbangan prediktor digunakan untuk mengetahui berapa

    besar sumbangan efektif masing-masing variabel bebas. Sumbangan

    efektif semua variabel bebas sama dengan koefisen determinasi

    (Budiono, 2004).

    4.8.4.1 Sumbangan efektif

    a. Sumbangan efektif kecerdasan emosional

    SE (X1)% = βx1 X rxy1 X 100%

    = 0,266 x 0,390 x 100% = 10,4%

    b. Sumbangan efektif kecerdasan spiritual

    SE (X2)% = βx2 x rxy2 x 100%

    = 0,307 x 414 x 100% = 12,7%

  • 99

    Tabel 4.22 Rangkuman sumbangan efektif dan relatif Variabel X1, X2

    terhadap variabel Y No Sumbangan Variabel Sumbangan Efektif

    1 Kecerdasan emosional terhadap servant leadership

    10,4%

    2 Kecerdasan spiritual terhadap servant leadership

    12,7%

    Total sumbangan 23,1%

    Tabel 4.27 menunjukkan bahwa besarnya sumbangan efektif

    kecerdasan emosional terhadap servant leadership sebesar 10,4%

    sedangkan sumbangan efektif kecerdasan spiritual terhadap servant

    leadership sebesar 12,7%. Berdasarkan hasil analisis sumbangan

    efektif diketahui bahwa kecerdasan spiritual memberikan

    sumbangan yang dominan terhadap servant leadership.

    Tabel 4.23 Koefisien Beta dari masing-masing aspek variabel independen

    terhadap variabel dependen Variabel Aspek Beta Sig Kecerdasan Emosional

    Kesadaran diri 0,294 0,045 Pengaturan diri -0,081 0,668 Kesadaran sosial 0,260 0,055 Pengelolaan relasi 0,080 0,906

    Kecerdasan Spiritual

    Critical Existential Thinking 0,114 0,374 Personal Meaning Production 0,123 0,302 Transendental Awarenes 0,126 0,320 Conscious State Expansion 0,141 0,300

    Tabel 4.28 menunjukkan bahwa aspek kecerdasan emosional

    yang secara positif berpengaruh terhadap servant leadership adalah

    kesadaran diri dan kesadaran sosial. sedangkan pengaturan dan

    pengelolaan relasi tidak memiliki pengaruh terhadap servant

    leadership. Aspek kecerdasan emosional yang paling dominan

    memengaruhi servant leadership adalah aspek kesadaran diri,

  • 100

    sedangkan untuk aspek kecerdasan spiritual secara keseluruhan

    berpengaruh positif signifikan terhadap servant leadership. Aspek

    kecerdasan spiritual yang paling dominan memengaruhi servant

    leadership adalah aspek conscious state expansion.

    4.9 DISKUSI Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini

    ditemukan bahwa secara simultan terdapat pengaruh langsung yang

    positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan

    spiritual terhadap servant leadership. Besarnya pengaruh kecerdasan

    emosional dan kecerdasan spiritual terhadap servant leadership

    tercermin dalam nilai R Square (R2) sebesar 0,213 yang

    menjelaskan bahwa 21,3% dari total varians servant leadership

    pendeta GKST dapat dijelaskan secara simultan oleh kecerdasan

    emosional dan kecerdasan spiritual. Lebih lanjut hasil temuan ini

    juga didukung oleh nilai Fhitung 14.397 dengan nilai signifikansi

    sebesar 0.000 (p

  • 101

    dapat juga dilihat melalui hasil analisis regresi berganda dimana

    koefisien regresi menunjukkan tanda positif (searah) yang

    memberikan informasi bahwa semakin baik kualitas kecerdasan

    emosional dan kecerdasan spiritual pendeta akan berdampak pada

    meningkatnya kualitas nilai-nilai servant leadership yang

    ditransformasikan oleh pendeta GKST dalam pelayanan. Adanya

    pengaruh yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosional

    dan kecerdasan spiritual terhadap servant leadership disebabkan

    karena secara psikologis kecerdasan emosional dan kecerdasan

    spiritual saling berinteraksi dan saling melengkapi dalam

    meningkatkan mutu atau kualitas servant ledaership pendeta Gereja

    Kristen Sulawesi Tengah. Selanjutnya kecerdasan emosional dan

    kecerdasan spiritual mampu membentuk pendeta GKST yang

    berkarakter dimana karakter merupakan sesuatu yang berasal dari

    dalam diri setiap pendeta sebagai cerminan dari keyakinan spiritual

    yang terpancar keluar mewarnai emosi seseorang yang

    memungkinkan para pendeta GKST mentransformasikan nilai-nilai

    servant leadership secara optimal dalam pelayanan. Sebagaimana

    Chin, Anantharaman & Kin Tong (2011) mengemukakan bahwa

    kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual mengacu pada

    perasaan terdalam atau jiwa dari seseorang, sehingga kecerdasan

    emosional dan spiritual secara bersama-sama memungkinkan setiap

    orang termotivasi secara instrinsik untuk meningkatkan efektivitas

    servant leadership. Selain itu, Animasahun (2010) menemukan

    bahwa kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual saling terkait

    satu sama lain dalam proses penyesuaian diri. Hal ini yang

    memungkinkan pendeta GKST dapat membangun hubungan yang

  • 102

    baik dengan warga jemaat sehingga mampu meningkatkan kualitas

    nilai-nilai servant leadership guna mencapai efektivitas pelayanan.

    Selanjutnya hasil temuan ini mendapat dukungan empirik dari

    penelitian sebelumnya diantaranya adalah Hartsfiel (2003), Hannay

    (2009), Amram (2009, 2010), dan Samiyanto (2011) yang

    menemukan bahwa perilaku servant leadership akan lebih

    cenderung diperlihatkan oleh pemimpin yang memiliki kecerdasan

    emosional dan kecerdasan spritual yang tinggi. Untuk itu guna

    mencapai efektivitas pelayanan maka pengembangan kepemimpinan

    pendeta GKST harus difokuskan pada kecerdasan emosional dan

    kecerdasan spiritual.

    Ditinjau dari determinasi parsial diketahui bahwa variabel

    kecerdasan spiritual memberikan kontribusi dominan terhadap

    servant leadership yaitu sebesar 0,307. Artinya naik turunnya

    servant leadership yang mampu dijelaskan oleh kecerdasan spiritual

    adalah sebesar 30,7% sebagaimana dinyatakan pada tabel 4.24. Hasil

    temuan ini didukung oleh hasil koefisien korelasi regresi yang

    menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual mempunyai nilai yang

    lebih besar daripada kecerdasan emosional demikian pula dengan

    hasil uji sumbangan efektif sebesar 12,7%. Hal ini bisa terjadi

    karena kecerdasan spiritual sangat erat hubungannya dengan

    kemampuan pendeta dalam memaknai eksistensi kehidupan

    melampaui kekinian dan pengalaman manusia, membuat pendeta

    benar-benar memahami siapa dirinya dan apa makna terdalam dari

    pelayanan. Kesadaran inilah yang mendorong pendeta memaknai

    bahwa servant leadership merupakan suatu panggilan untuk

    mengabdikan diri kepada Tuhan dan sesama dengan mengedepankan

  • 103

    karakter dan hati. Hasil temuan ini sejalan dengan hasil penelitian

    yang dilakukan oleh Lynton (2009) yang menemukan pentingnya

    kecerdasan spiritual bagi pemimpin dalam membangun hubungan

    yang erat, membangun norma-norma berperilaku, memiliki

    kemurahan hati, dan mempunyai keterampilan untuk menentukan

    arah yang jelas dan benar yang menginspirasi para pengikut untuk

    bertindak bersama. Searah dengan itu Freeman (2011) berpendapat

    bahwa kecerdasan spiritual memiliki pengaruh terhadap

    pembentukan dan efektivitas servant leadership. Hasil ini lebih

    lanjut memperkuat hasil temuan Chakraborty dan Chakraborty

    (2004) tentang peran penting kecerdasan spiritual terhadap

    kepemimpinan. Kecerdasan spiritual memungkinkan pendeta untuk

    menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal, menjembatani

    kesenjangan antara diri sendiri dan orang lain, memandang semua

    orang sebagai pribadi yang utuh hidup berdampingan untuk saling

    melengkapi sehingga hidup semakin kaya akan makna (Martin,

    2006; Ginanjar, 2006; Sukidi 2004; Berman 2001; Zhohar &

    Marshal, 2000).

    Aspek kecerdasan spiritual yang memiliki pengaruh yang

    paling dominan terhadap servant leadership adalah conscious state

    expansion yaitu kemampuan untuk masuk dan keluar kepada

    keadaan kesadaran spiritual yang diaktualisasikan melalui praktek-

    praktek spiritual seperti perenungan, meditasi, dan doa. Hal ini

    menunjukkan bahwa kemampuan pendeta dalam membangun relasi

    yang intim bersama dengan Tuhan memberikan kesadaran kepada

    para pendeta untuk mewujudkan nilai-nilai spiritual melalui

    integritas, kepercayaan, etika, komunikasi yang jujur, dan

  • 104

    kerendahan hati serta menunjukkan nilai-nilai spiritual melalui sikap

    hidup dengan menunjukkan hormat, memperlakukan orang lain

    secara manusiawi, mengungkapkan perhatian dan kepedulian,

    menghargai kontribusi orang lain (Fry, 2003; Reave, 2005). Selain

    itu praktek-praktek spiritual dapat mengurangi kecemasan dan stres

    sehingga mampu menciptakan hubungan interpersonal yang baik.

    Dengan demikian kecerdasan spiritual secara komprehensif mampu

    memberikan makna terhadap pikiran, perilaku, dan aktivitas

    pelayanan pendeta baik dalam hubungannya dengan Tuhan maupun

    dalam hubungannya dengan sesama manusia, sebab sejatinya

    seorang pemimpin harus memiliki komitmen perjalanan batin secara

    spiritual yang akan memberi kesadaran untuk membangkitkan spirit

    dalam memahami nilai diri sendiri, membimbing dalam pencarian

    makna dan kebenaran yang memungkinkan seseorang untuk

    bertahan di dalam tekanan serta bangkit dari keterpurukan sekaligus

    menampilkan keutuhan dan keaslian yang pada gilirannya

    menghasilkan pemahaman diri seutuhnya sebagai dasar untuk

    memahami dan menerima orang lain (Hope, 2005).

    Hasil temuan selanjutnya menunjukkan bahwa kecerdasan

    emosional memberikan Sumbangan efektif terhadap servant

    leadership sebesar 10,4%. Adanya sumbangan efektif ini

    menunjukkan bahwa pada kenyataannya para pendeta GKST telah

    mengedepankan pentingnya nilai-nilai kecerdasan emosional dalam

    proses kepemimpinan. Pernyataan ini didukung oleh hasil

    identifikasi skor kecerdasan emosional pada tabel 4.12 yang telah

    memberikan informasi bahwa nilai skor kecerdasan emosional

    berada pada kategori yang tinggi. Hal inilah yang memungkinkan

  • 105

    pendeta GKST mampu mengimplentasikan nilai-nilai servant

    leadership dalam pelayanan. Hasil temuan ini sejalan dengan hasil

    temuan sebelumnya, diantaranya: Peters, Roberts, Leonard &

    Sparkman (2012), Mills (2009), Fiedeldey, Dijk, Freedman (2007),

    Waterhouse (2006), Hayashi (2005), Gardner & Stough (2002),

    Goleman, Boyatzis & McKee (2002) yang telah menekankan nilai

    kecerdasan emosional dalam efektivitas kepemimpinan. Bahkan

    Higgs & Aitken (2003), mengemukakan pemimpin yang memiliki

    kualitas kecerdasan emosional yang lebih baik akan mampu

    mengoptimalkan potensi kepemimpinan sekaligus mampu

    menciptakan iklim kerja yang mendorong orang lain untuk

    mengoptimalkan potensi yang mereka miliki sehingga dapat

    memberikan yang terbaik bagi organisasi (Cherniss dan Goleman,

    2001).

    Aspek kecerdasan emosional yang memiliki kontribusi

    dominan terhadap servant leadership pendeta GKST adalah

    kesadaran diri. Hal ini dapat terjadi karena kedasaran diri merupakan

    fondasi dasar dalam membangun kecerdasan emosional. Menurut

    Goleman (2007); Bradberry dan Greaves (2007) kesadaran diri

    bertindak sebagai barometer batiniah, yang mengukur apakah yang

    sedang dikerjakan bernilai sekaligus menjadi pedoman bahwa

    keputusan-keputusan yang diambil dalam pelayanan selaras dengan

    nilai-nilai hidup. Kesadaran diri memungkinkan seseorang memiliki

    penilaian diri yang akurat sehingga menyadari kelebihan dan

    kelemahannya, membuka ruang bagi dirinya untuk merenung dan

    belajar dari pengalaman, terbuka terhadap umpan balik yang tulus,

    bersedia menerima perspektif baru, terus belajar dan memiliki rasa

  • 106

    humor dan bersedia memandang diri sendiri dengan perspektif yang

    luas yang memberi kemampuan untuk membuka diri serta secara

    tulus menerima kritikan orang lain yang melaluinya setiap orang

    belajar untuk mengembangkan diri, untuk menghargai diri sendiri

    sekaligus menghargai orang lain. Berani tampil dengan keyakinan

    diri, bersedia berkorban demi kebenaran serta tegas dan mampu

    mengambil keputusan yang baik sekalipun berada dalam situasi

    yang sulit. Menurut Palmer dan Stough (2001) kesadaran diri

    memungkinkan seseorang untuk secara efektif memahami,

    mengelola, dan mengekspresikan emosi secara profesional di tempat

    kerja. Selanjutnya, kesadaran sosial berpengaruh positif terhadap

    servant leadership hal ini mungkin saja terjadi karena pengaruh

    fiolosofi budaya suku Pamona yaitu hidup saling menghidupkan

    dalam satu kebersamaan yang telah membudaya dalam kehidupan

    bermasyarakat yang menyebabkan kepedulian terhadap sesama

    semakin tinggi.

    Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dengan dukungan

    dari penelitian-penelitian terdahulu, maka dapat dikatakan bahwa

    kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual menjadi prediktor

    potensial yang bisa meningkatkan kualitas perilaku servant

    leadership pendeta. Untuk itu, pengembangan kecerdasan emosional

    dan kecerdasan spiritual perlu dilakukan dan itu menuntut komitmen

    pribadi, sebab emosi dan spiritual bersumber dari hati dan jiwa yang

    mengalir keluar melalui sikap dan perilaku sehari-hari.