bab iv hasil dan pembahasan - repo.darmajaya.ac.idrepo.darmajaya.ac.id/570/6/15 bab 4.pdf ·...
TRANSCRIPT
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian adalah semua perusahaan pembiayaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
purposive sampling. Berikut penulis sajikan teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini:
Tabel 4.1
Teknik Pengambilan Sampel
No. Kriteria Jumlah
1 Perusahaan pembiayaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tahun 2013-2015.
15
2 Perusahaan melakukan delisting selama periode
penelitian tahun 2013-2015
-
3 Perusahaan tidak menyajikan laporan keuangan
selama periode penelitian tahun 2013-2015
(2)
Sampel Penelitian 13 Perusahaan
Lamanya Penelitian (2013-2015) 3 Tahun
Jumlah Data (13 x 3) 39 Data
Sumber: Data diolah (2017)
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa perusahaan pembiayaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia sebanyak 15 perusahaan, 2 diantaranya tereliminasi karena
tidak menyajikan laporan keuangan selama periode penelitian tahun 2013-2015
sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 13 perusahaan dan
penelitian dilakukan selama 3 tahun maka jumlah data dalam penelitian ini
sebanyak 39 data.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Perhitungan Working Capital to Total Assets (WCTA)
Working capital to total asset merupakan ukuran asset lancar perusahaan dengan
total kapitalisasinya (Lakhsan, 2013).
44
WCTA dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Berikut adalah perhitungan WCTA Adira Finance Tbk (ADMF) Tahun 2013:
30.616.759 – 24.637.651
WCTAADMF(2013) =
30.994.411
5.979.108
WCTAADMF(2013) =
30.994.411
WCTAADMF(2013) = 0,19
Adapun hasil perhitungan WCTA dari semua sampel dalam penelitian ini dapat
dilihat pada lampiran 3.
Berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran 3 diketahui bahwa nilai minimum
WCTA sebesar -0,01 yang diperoleh dari IMJS pada tahun 2015, nilai WCTA
yang minus disebabkan karena current liabilities IMJS lebih besar dibandingkan
dengan current assets IMJS. Hal ini berarti bahwa modal kerja IMJS cenderung
dibiayai oleh current liabilities. Kegiatan operasi yang dibiayai oleh hutang akan
berdampak negatif terhadap profitabilitas perusahaan, karena semakin besar
penggunaan hutang akan semakin besar pula bunga yang harus dibayar
perusahaan dan hal tersebut dapat mengurangi keuntungan perusahaan.
4.2.2 Perhitungan Retained to Total Assets (RETA)
Rasio ini menunjukkan tingkat pertumbuhan sebuah perusahaan yang dapat diraih
tanpa harus meminjam dana atau pemasukan modal dari pihak lain. Rasio ini
merupakan indikator yang menunjukkan efisiensi manajemen dalam mengelola
produksi, penjualan, administrasi, dan aktivitas lainnya (Ray, 2011).
45
RETA Dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Berikut adalah perhitungan RETA Adira Finance Tbk (ADMF) Tahun 2013:
5.948.938
RETAADMF(2013) =
30.994.411
RETAADMF(2013) = 0,19
Adapun hasil perhitungan RETA dari semua sampel dalam penelitian ini dapat
dilihat pada lampiran 4.
Berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran 4 diketahui bahwa nilai minimum
RETA sebesar 0,01 yang diperoleh dari IMJS pada tahun 2013, nilai RETA yang
kecil ini disebabkan karena retained earning tidak sebanding dengan total assets
yang dimiliki IMJS. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen tidak efisiensi dalam
mengelola produksi, penjualan, administrasi, dan aktivitas lainnya yang
mengakibatkan laba ditahan perusahaan rendah. Ketersediaan laba ditahan
perusahaan yang terus menurun mengakibatkan perusahaan harus mencari
tambahan dana untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan, karena pada
dasarnya laba ditahan perusahaan berfungsi untuk membiayai kegiatan operasi
perusahaan.
4.2.3 Perhitungan Earning Before Interest and Taxes to Total Assets
(EBITTA)
Earning Before Interest and Taxs to Total Asset (EBITTA) merupakan salah satu
rasio profitabilitas. Analisis ini digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam mengelola sumber dayanya secara efektif yang dapat dilihat
dari hasil penjualan dan investasinya (Ray, 2011).
46
EBITTA dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Berikut adalah perhitungan EBITTA Adira Finance Tbk (ADMF) Tahun 2013:
2.282.202
EBITTAADMF(2013) =
30.994.411
EBITTAADMF(2013) = 0,07
Adapun hasil perhitungan EBITTA dari semua sampel dalam penelitian ini dapat
dilihat pada lampiran 5.
Berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran 5 diketahui bahwa nilai minuman
EBITTA sebesar 0,00 yang diperoleh dari VRNA pada tahun 2015 dan WOMF
pada tahun 2015, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam
mengelola sumber dayanya kurang efektif, karena laba yang dihasilkan tidak
sesuai dengan jumlah assets yang dimiliki perusahaan. Tidak digunakannya aset
perusahaan secara efektif mengindikasikan bahwa dana yang tersedia dalam
perusahaan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kas yang tidak digunakan
secara efektif tersebut mengakibatkan laba yang dihasilkan juga tidak optimal.
4.2.4 Perhitungan Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities
(MVTL)
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membiayai pendanaan
dengan menggunakan sumber dana untuk meningkatkan keuntungan pemegang
saham dan pihak eksternal. Ekuitas diukur dengan nilai pasar saham,. Sedangkan
liabilitas merupakan kombinasi dari kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.
Pengukuran ini menunjukkan berapa banyak penurunan nilai asset perusahaan
sebelum liabilitas melebihi asset sehingga terjadi kebangkrutan (Altman, 2008).
47
MVTL dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Berikut adalah perhitungan MVTL Adira Finance Tbk (ADMF) Tahun 2013:
8.100
MVTLADMF(2013) =
24.984.177
MVTLADMF(2013) = 0,00032
Adapun hasil perhitungan MVTL dari semua sampel dalam penelitian ini dapat
dilihat pada lampiran 6.
Berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran 6 diketahui bahwa nilai minimal
MVTL sebesar 0,00002 yang diperoleh dari WOMF pada tahun 2015. Rendahnya
nilai MVTL menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai asset perusahaan yang
mengakibatkan total liabilities tidak sebanding dengan nilai market value of
equity. Hal ini mencerminkan bahwa harga saham perusahaan sudah tidak
diminati lagi oleh investor sehingga menyebabkan harga saham menurun dan
tidak sebanding dengan hutang yang dimiliki perusahaan.
4.2.5 Perhitungan Sales to Total Assets (STA)
Rasio perputaran modal ini merupakan rasio keuangan standar yang
menggambarkan kemampuan asset perusahaan dalam menghasilkan penjualan
(Altman, 2008). STA dihitung dengan rumus sebagai berikut:
48
Berikut adalah perhitungan STA Adira Finance Tbk (ADMF) Tahun 2013:
8.064.626
STAADMF(2013) =
30.994.411
STAADMF(2013) = 0,26
Adapun hasil perhitungan STA dari semua sampel dalam penelitian ini dapat
dilihat pada lampiran 7.
Berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran 7 diketahui bahwa nilai minimum
STA sebesar 0,08 yang diperoleh dari DEFI pada tahun 2015. Rendahnya nilai
STA menunjukkan bahwa rendahnya kemampuan asset perusahaan dalam
menghasilkan penjualan. Penjualan yang rendah mengakibatkan pendapatan
perusahaan juga menurun dan berdampak negatif terhadap pertumbuhan
profitabilitas perusahaan.
4.3 Analisis Tingkat Kebangkrutan
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kebangkrutan dengan menggunakan metode Altman Z-Score. Altman
mengembangkan model kebangkrutan dengan menggunakan lima rasio keuangan.
Adapun perhitungan analisis tingkat kebangkrutan dengan menggunakan metode
Altman Z-Score adalah sebagai berikut (Weston dan Copeland, 2010: 288):
Z-Score = 0,012X1 + 0,014X2 + 0,033X3 + 0,006X4 + 0,999X5
Keterangan:
X1 = Working Capital to Total Assets (WCTA)
X2 = Retained Earning to Total Assets (RETA)
X3 = Earning Before Interset and Tax to Total Assets (EBITTA)
X4 = Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities (MVTL)
X5 = Sales to Total Assets (STA)
49
Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
1. Z-Score > 2,99 dikategorikan sebagai perusahaan yang sangat sehat sehingga
tidak mengalami kesulitan keuangan (sehat).
2. 1,81 < Z-Score < 2,99 berada di daerah abu-abu sehingga dikategorikan
sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan, namun kemungkinan
terselamatkan dan kemungkinan bangkrut sama besarnya tergantung dari
keputusan kebijaksanaan manajemen perusahaan sebagai pengambil keputusan
(grey area).
3. Z-Score < 1,81 dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan
keuangan yang sangat besar dan beresiko tinggi sehingga kemungkinan
bangkrutnya sangat besar (berpotensi bangkrut).
Berikut adalah perhitungan analisis tingkat kebangkrutan Adira Finance Tbk
(ADMF) Tahun 2013:
Z-ScoreAMDF(2013) = 0,012 (0,19) + 0,014 (0,19) + 0,033 (0,07) + 0,006 (0,0032) + 0,999 (0,26)
= 0,002280 + 0,00266 + 0,00231 + 0,0000019 + 0,25974
= 0,27
Berdasarkan perhitungan tersebut maka diketahui nilai Z-Score ADMF pada tahun
2013 sebesar 0,27 yang berarti bahwa nilai tersebut berada di bawah 2,99
sehingga dapat disimpulkan bahwa ADMF pada tahun 2013 berada pada kategori
perusahaan yang berpotensi bangkrut.
Adapun hasil perhitungan analisis tingkat kebangkrutan dari semua sampel dalam
penelitian ini pada tahun 2013-2015 dapat dilihat pada tabel 4.2.
50
Tabel 4.2
Hasil Perhitungan Analisis Tingkat Kebangkrutan Pada Tahun 2013-2015
No. Emiten
Nilai Z-Score Rata-
Rata Prediksi 2013 2014 2015
1
Adira Finance Tbk
(ADMF) 0,27 0,29 0,30 0,29
Berpotensi
Bangkrut
2
Buana Finance Indonesia Tbk
(BBLD) 0,18 0,18 0,18 0,18
Berpotensi
Bangkrut
3
BFI Finance Indonesia Tbk
(BFIN) 0,24 0,25 0,25 0,25
Berpotensi
Bangkrut
4
Batavia Prosperindo Finance Tbk
(BPFI) 0,27 0,22 0,26 0,25
Berpotensi
Bangkrut
5
Clipan Finance Indonesia Tbk
(CFIN) 0,18 0,18 0,19 0,18
Berpotensi
Bangkrut
6
Danasupra Erapacific Tbk
(DEFI) 0,12 0,19 0,10 0,14
Berpotensi
Bangkrut
7
Radana Bhaskara Finance Tbk
(HDFA) 0,16 0,15 0,18 0,16
Berpotensi
Bangkrut
8
Indomobil Multi Jasa Tbk
(IMJS) 0,18 0,18 0,19 0,18
Berpotensi
Bangkrut
9
Mandala Multifinance Tbk
(MFIN) 0,38 0,34 0,39 0,37
Berpotensi
Bangkrut
10
Tifa Finance Tbk
(TIFA) 0,18 0,16 0,12 0,15
Berpotensi
Bangkrut
11
Trust Finance Indonesia Tbk
(TRUS) 0,20 0,18 0,14 0,17
Berpotensi
Bangkrut
12
Verena Multi Finance Tbk
(VRNA) 0,19 0,19 0,20 0,19
Berpotensi
Bangkrut
13
Wahana Ottomitra Multiartha Tbk
(WOMF) 0,42 0,30 0,34 0,35
Berpotensi
Bangkrut
Sumber: Data diolah (2017)
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa hasil perhitungan nilai Z-Score pada Adira
Finance Tbk (ADMF) tahun 2013 sebesar 0,27 dan meningkat menjadi 0,29 pada
tahun 2014 kemudian kembali meningkat menjadi 0,30 pada tahun 2015 dengan
nilai rata-rata Z-Score sebesar 0,29. Dengan demikian dapat diartikan bahwa
kinerja keuangan ADMF mengalami peningkatan yang ditunjukkan dari
meningkatnya nilai Z-Score, akan tetapi nilai Z-Score tersebut masih dalam
kategori berpotensi bangkut.
Hasil perhitungan nilai Z-Score pada Buana Finance Indonesia Tbk (BBLD) tahun
2013 sebesar 0,18 dan nilai tersebut konstan sebesar 0,18 pada tahun 2014 dan
2015. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kinerja keuangan BBLD tidak
51
mengalami perubahan yang ditunjukkan dari nilai Z-Score yang konstan dan nilai
tersebut berada dalam kategori berpotensi bangkut.
Hasil perhitungan nilai Z-Score pada BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) tahun
2013 sebesar 0,24 kemudian meningkat menjadi 0,25 pada tahun 2014 dan nilai
tersebut konstan sebesar 0,25 pada tahun 2015 dengan nilai rata-rata Z-Score
sebesar 0,25. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kinerja keuangan BFIN
mengalami peningkatan yang ditunjukkan dari meningkatnya nilai Z-Score, akan
tetapi nilai Z-Score tersebut masih dalam kategori berpotensi bangkut.
Hasil perhitungan nilai Z-Score pada Batavia Properindo Finance Tbk (BPFI)
tahun 2013 sebesar 0,27 dan menurun menjadi 0,21 pada tahun 2014 kemudian
meningkat menjadi 0,25 pada tahun 2015 dengan nilai rata-rata Z-Score sebesar
0,25. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kinerja keuangan BPFI
berfluktuasi yang ditunjukkan dari penurunan dan peningkatan nilai Z-Score, akan
tetapi nilai Z-Score tersebut konstan berada dalam kategori berpotensi bangkut.
Hasil perhitungan nilai Z-Score pada Clipan Finance Indonesia Tbk (CFIN) tahun
2013 sebesar 0,18 dan konstan sebesar 0,18 pada tahun 2014 kemudian meningkat
menjadi 0,19 pada tahun 2015 dengan nilai rata-rata Z-Score sebesar 0,18.
Dengan demikian dapat diartikan bahwa kinerja keuangan CFIN mengalami
peningkatan yang ditunjukkan dari meningkatnya nilai Z-Score, akan tetapi nilai
Z-Score tersebut masih berada dalam kategori berpotensi bangkut.
Hasil perhitungan nilai Z-Score pada Danasupra Erapacific Tbk (DEFI) tahun
2013 sebesar 0,12 dan meningkat menjadi 0,19 pada tahun 2014 kemudian
menurun menjadi 0,10 pada tahun 2015 dengan nilai rata-rata Z-Score sebesar
0,14. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kinerja keuangan DEFI berfluktuasi
yang ditunjukkan dari peningkatan dan penurunan nilai Z-Score, akan tetapi nilai
Z-Score tersebut berada dalam kategori berpotensi bangkut.
Hasil perhitungan nilai Z-Score pada Radana Bhaskara Finance Tbk (HDFA)
tahun 2013 sebesar 0,16 dan menurun menjadi 0,15 pada tahun 2014 kemudian
52
meningkat menjadi 0,18 pada tahun 2015 dengan nilai rata-rata Z-Score sebesar
0,16. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kinerja keuangan HDFA
berfluktuasi yang ditunjukkan dari penurunan dan peningkatan nilai Z-Score, akan
tetapi nilai Z-Score tersebut berada dalam kategori berpotensi bangkut.
Hasil perhitungan nilai Z-Score pada Indomobil Multi Jasa Tbk (IMJS) tahun
2013 sebesar 0,18 dan nilai tersebut konstan sebesar 0,18 pada tahun 2014
kemudian meningkat menjadi 0,19 pada tahun 2015 dengan nilai rata-rata Z-Score
sebesar 0,18. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kinerja keuangan IMJS
mengalami peningkatan yang ditunjukkan dari meningkatnya nilai Z-Score, akan
tetapi nilai Z-Score tersebut berada dalam kategori berpotensi bangkut.
Hasil perhitungan nilai Z-Score pada Tifa Finance Tbk (TIFA) tahun 2013 sebesar
0,18 dan menurun menjadi 0,16 pada tahun 2014 kemudian kembali menurun
menjadi 0,12 pada tahun 2015 dengan nilai rata-rata Z-Score sebesar 0,15.
Dengan demikian dapat diartikan bahwa kinerja keuangan TIFA mengalami
penurunan yang ditunjukkan dari menurunnya nilai Z-Score, dan nilai Z-Score
tersebut berada dalam kategori berpotensi bangkut.
Hasil perhitungan nilai Z-Score pada Trust Finance Indonesia Tbk (TRUS) tahun
2013 sebesar 0,20 dan menurun menjadi 0,18 pada tahun 2014 kemudian kembali
menurun menjadi 0,14 pada tahun 2015 dengan nilai rata-rata Z-Score sebesar
0,17. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kinerja keuangan TRUS mengalami
penurunan yang ditunjukkan dari menurunnya nilai Z-Score, dan nilai Z-Score
tersebut berada dalam kategori berpotensi bangkut.
Hasil perhitungan nilai Z-Score pada Verena Multi Finance Tbk (VRNA) tahun
2013 sebesar 0,19 dan nilai tersebut konstan sebesar 0,19 pada tahun 2014
kemudian meningkat menjadi 0,20 pada tahun 2015 dengan nilai rata-rata Z-Score
sebesar 0,19. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kinerja keuangan VRNA
mengalami peningkatan yang ditunjukkan dari meningkatnya nilai Z-Score, akan
tetapi nilai Z-Score tersebut berada masih dalam kategori berpotensi bangkut.
53
Hasil perhitungan nilai Z-Score pada Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOMF)
tahun 2013 sebesar 0,42 dan menurun menjadi 0,30 pada tahun 2014 kemudian
meningkat menjadi 0,34 pada tahun 2015 dengan nilai rata-rata Z-Score sebesar
0,35. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kinerja keuangan WOMF
berfluktuasi yang ditunjukkan dari penurunan dan peningkatan nilai Z-Score, akan
tetapi nilai Z-Score tersebut berada dalam kategori berpotensi bangkut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua perusahaan lembaga
pembiayaan yang menajdi sampel dalam penelitian ini berpotensi bangkrut,
dengan nilai rata-rata Z-Score terendah sebesar 0,14 yang diperoleh dari
Danasupra Erapacific Tbk (DEFI). Hal ini berarti bahwa kondisi keuangan DEFI
paling rendah dibandingkan dengan kedua belas perusahaan lembaga pembiayaan
lainnya. Pada tahun 2013 nilai Z-Score DEFI sebesar 0,12 meningkat menjadi
0,19 pada tahun 2014 kemudian menurun menjadi 0,10 pada tahun 2015.
4.4 Pembahasan
Berdasarkan analisis kebangkrutan menggunakan metode Almant Z-Score
diketahui bahwa pada tahun 2013-2015 perusahaan lembaga pembiayaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia 100% berpotensi bangkrut. Hasil penelitian ini
mendukung fenomena yang menyatakan bahwa perusahaan pembiayaan berada di
ambang kebangkrutan sebagaimana informasi yang diperoleh dari
infobanknews.com dijelaskan bahwa hasil kajian biro riset info bank bertajuk
“Rating 173 Multifinance Versi Infobank 2015” menyatakan bahwa separuh
perusahaan pembiayaan yang beroperasi di Indonesia tengah mengalami kesulitan.
Sejumlah indikatornya terlihat dari penurunan pembiayaan dan perolehan labanya
yang tumbuh minus.
Faktor terbesar yang menyebabkan kesulitan keuangan tersebut disebabkan karena
MVETL perusahaan yang rendah. Rasio ini dihitung dengan membagi harga pasar
ekuitas dengan total hutang yang dimiliki perusahaan. Rasio ini menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam membiayai pendanaan dengan menggunakan
sumber dana untuk meningkatkan keuntungan pemegang saham dan pihak
54
eksternal. Ekuitas diukur dengan nilai pasar saham,. Sedangkan liabilitas
merupakan kombinasi dari kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.
Pengukuran ini menunjukkan berapa banyak penurunan nilai asset perusahaan
sebelum liabilitas melebihi asset sehingga terjadi kebangkrutan (Altman, 2000).
MVETL yang rendah mengindikasikan bahwa banyaknya penurunan nilai aset
perusahaan, karena nilai pasar ekuitas yang rendah dan hutang perusahaan yang
tinggi. Nilai pasar ekuitas yang rendah mengakibatkan perusahaan kekurangan
dana untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan yang berasal dari modal,
sehingga mengakibatkan perusahaan harus menambah hutang dan tingginya
hutang menyebabkan perusahaan harus mengeluarkan biaya bunga yang tinggi
juga atas hutang tersebut. Biaya bunga yang terlalu tinggi dapat menurunkan
tingkat profitabilitas perusahaan. Sehingga jika kondisi ini dibiarkan terus
menerus akan mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan.