bab iv hasil dan pembahasan a. jenis pelanggaran dalam
TRANSCRIPT
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Jenis Pelanggaran Dalam Pilkada Kabupaten Deiyai Provinsi Papua
Ditinjau Dari Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 2017 Tentang
Pemilu.
Pemilu diselenggarakan oleh negara, namun secara spesifik kemudian
didelegasikan kepada institusi tertentu. Penyelenggaraan Pemilu di
Indonesia pernah dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) dan
Lembaga Pemilihan Umum (LPU). Kemudian berdasarkan perubahan UUD
1945, Pemilu diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Dalam kedudukannya sebagai lembaga
(organ), penafsiran organ UUD 1945 terkelompok ke dalam dua bagian,
yaitu main state organ (lembaga negara utama), dan auxiliary state organ
(lembaga penunjang atau lembaga bantu). Komisi Pemilihan Umum
merupakan organ konstitusi yang masuk dalam auxiliary state organ. Ketika
penyelenggaraan pemilu dilaksanakan oleh sebuah lembaga negara, maka
kegiatan penyelenggaraan Pemilu oleh komisi pemilihan umum tersebut
mengandung kegiatan atau tindakan administrasi negara. Terkait dengan
masalah administrasi negara, di dalam pelaksanaan kegiatan atau aktivitas
penyelenggaraan Pemilu, terdapat pengaturan mengenai pelanggaran
administrasi dan sengketa tata usaha negara.46
46
HAS Natabaya, Sistem Peraturan Perundang-undangan Indonesia (Jakarta: Tatanusa,
2008), halaman 213.
34
Kegiatan penyelenggaraan Pemilu di Negara Indonesia sendiri diatur
dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 286
sebagai berikut :
Pasal 286
(1) Pasangan Calo, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD
Kabupaten/Kota, pelasana kampanye, dan/atau tim kampanye
dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi
lainnya untuk memengaruhi Penyelenggara Pemilu dan/atau
Pemilih.
(2) Pasangan Calon serta calon anggota DPR, DPD, DPRD Provisi,
dan DPRD Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan rekomendasi
Bawaslu dapat dikenai sanksi administratif pembatalan sebagai
Pasangan Calon serta calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/Kota oleh KPU.
(3) Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
pelangaran yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.
(4) Pemberian sanksi terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak menggugurkan sanksi pidana.
Permasalahan mengenai pelanggaran administrasi dan sengketa tata
usaha negara Pemilu, telah terjadi berulang kali dari setiap Pemilu. Dalam
pemilu sebelumnya, permasalahan yang terjadi hampir serupa, yaitu
masalah verifikasi, daftar pemilih, kampanye, dan rekapitulasi. Penanganan
permasalahan tersebut juga masih berkisar pada perbedaan pendapat antara
pelaksana Pemilu (KPU) dan pengawas (Bawaslu), hubungan dengan
penegak hukum lainnya, serta permasalahan keterbatasan waktu.47
Demokratisasi di Indonesia kemudian diperkuat dengan adanya
pemilihan kepala daerah secara langsung atau yang lebih dikenal
dengan Pilkada mulai tahun 2005 dan geliat Pilkada akhir-akhir ini
semakin dinamis. Pilkada merupakan institusi demokrasi lokal yang
47
Ibid.
35
penting karena dengan Pilkada, kepala daerah yang akan memimpin
daerah dalam mencapai tujuan desentralisasi akan terpilih melalui
tangan-tangan masyarakat lokal secara langsung.48
Dalam suatu negara demokrasi, peranan lembaga penyelenggara
pemilu merupakan salah satu persyaratan penting untuk mencapai
pemilu yang demokratis. Selain itu, diperlukan regulasi tentang
lembaga penyelenggara pemilu yang jelas agar terdapat kepastian
hukum dalam hubungan checks and balances antar lembaga penyelenggara
pemilu itu sendiri. Namun, hubungan yang seimbang antar lembaga
penyelenggara pemilu itu sendiri tidak akan berfungsi dengan baik
apabila terdapat ketidakjelasan pengaturan mengenai lembaga
penyelenggara pemilu itu sendiri.49
Dalam pelaksanaan Pilkada serentak di Indonesia ada tiga jenis
pelanggaran menurut undang-undang, namun dari segi materinya, terdapat
enam macam, yakni:50
1. Pelanggaran pidana pemilu (tindak pidana pemilu).
2. Sengketa dalam tahapan/proses pemilu, pelanggaran administrasi
pemilu, pelanggaran kode etik.
3. Perselisihan hasil pemilu dan sengketa hukum lainnya.
Salah satu prasyarat negara demokrasi, alangkah baiknya jika
pengadilan khusus pilkada serentak merupakan bagian terpenting dalam
mengawal proses demokrasi. Karena peradilan khusus pemilu
48
Ibid. 49
Lusy Liany,Desain Hubungan Kelembagaan Penyelenggara Pemilihan
Umum,Jurnal Cita Hukum,Volume 4, Nomor 1Juni 2016, halaman 52. 50
Ibid.
36
merupakan sebuah ius constituendum (cita hukum) yang tujuannya untuk
memproteksi hak konstitutional warga negara dan peserta pemilihan
umum, untuk memberikan ruang hukum kepada pihak-pihak yang
dirugikan dalam penyelenggaraan Pilkada serentak untuk mendapatkan
kepastian hukum dalam kehidupan negara demokrasi, sekaligus sebaga
upaya untuk mempercepat penyelesaian sengketa atau kasus-kasus
selama proses pemilihan umum berlangsung.51
Para ahli ilmu politik meyakini pemilu memiliki beberapa
fungsi:
a. Pertama, sebagai mekanisme pemilihan penyelenggara Negara.
b. Kedua Pemilu memiliki fungsi sebagai mekanisme pendelegasian
sebagian kedaulatan rakyat kepada peserta pemilu (calon anggota
legislatif maupun calon pejabat eksekutif).
c. Ketiga, pemilu sebagai mekanisme yang mampu menjamin
adanya perubahan politik (sirkulasi elit dan perubahan pola dan
arah kebijakan publik) secara periodik.
d. Keempat, pemilu sebagai sarana penyelesaian konflik dengan cara
memindahkan berbagai macam perbedaan dan pertentangan
kepentingan yang ada di masyarakat ke dalam lembaga legislatif dan
eksekutif untuk dimusyawarahkan, diperdebatkan, dan diselesaikan
secara terbuka dan beradab.52
Dalam penelitian ini kita akan membahas mengenai jenis pelanggaran
dalam pilkada Kabupaten Deiyai ditinjau dari Undang-Undang Nomor 7
51
Ibid 52
Ramlan Surbakti, Transformasi Bawaslu dan Partisipasi Masyarakat Dalam
Pengawasan Pemilu (Jakarta:Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, 2015), halaman 7.
37
tahun 2017. Proses panjang pelaksanaan Pilkada Kabupaten Deiyai 2018,
akhirnya tiba pada Putusan di Mahkamah Konstitusi Nomor 75/PHP BUB-
XVI/2018.
Pelaksanaan PSU telah dilaksanakan sesuai putusan Mahkamah
Konstitusi nomor 35/PHP.BUP-XVI/2018 digelar secara aman, lancar dan
kondusif, dengan supervisi KPU dan Bawaslu dari pusat hingga daerah, dan
pengamanan ketat dari Kepolisian dan TNI. Hingga saat ini masyarakat
tetap menahan diri menjaga keamanan, sekalipun jadwal putusan MK belum
dikeluarkan. Namun kami tidak bisa menahan pendukung kami, jika putusan
sengketa pilkada tersebut, mencederai aspirasi rakyat. Sebelumnya,
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Deiyai, Propinsi Papua
tak kunjung usai. Setelah sebelumnya dalam pilkada serentak pada 27 Juni
2018, dimenangkan calon bupati dan wakil bupati yang maju dari jalur
independen, Ateng Edowai - Hengky Pigai, muncul gugatan sengketa
pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh paslon nomor urut 4, Inarius
Douw -Anakletus Doo dan paslon nomor urut 3, Dance Takimai -Robert
Dawapa. Dalam sidang sengketa pilkada, Rabu (12/9), Mahkamah
Konstitusi (MK) memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Kabupaten Deiyai Provinsi Papua, untuk melakukan pemungutan suara
ulang di 12 TPS.
Pemungutan suara ulang pun dilakukan pada 16 Oktober 2018,
hasilnya pun tidak jauh berbeda, calon Independen nomor urut 1, Ateng
Edowai -Hengki Pigai meraih suara 19.300 suara, Keni Ikomou-Abraham
Tekege meraih 7.552, Dance Takimai – Robert Dawapa 15.230 dan Inarius
38
Douw – Anaklektus Doo 18.916 suara. Meskipun 2 paslon nomor urut 2
dan 3 menerima, namun hasil ini juga tidak membuat pasangan calon bupati
dan wakil bupati nomor urut 4 Inarius Douw – Anaklektus, puas. Gugatan
sengketa kembali dilayangkan ke MK. Sidang sengketa Pilkada yang digelar
kedua kalinya dilakukan pada 1 November 2018. 53
Putusan MK untuk perkara ini terkait dengan hasil pemungutan suara
ulang atau PSU di beberapa wilayah Kabupaten Deiyai yang kembali
diperkarakan pasangan Inarius-Anakletus. Pasangan Inarius-Anakletus,
melalui kuasa hukumnya M Salman Darwis berpendapat telah terjadi
pelanggaran dan kecurangan yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Deiyai
bersama-sama dengan paslon nomor urut 1 dalam Pilkada Kabupaten
Deiyai, Ateng Edowai - Hengky Pigai.
Inarius - Anakletus menduga KPU tidak bersikap independen karena
berpihak pada paslon nomor urut 1, karena KPU diduga memanipulasi hasil
kesepakatan masyarakat Kampung Komauto, Distrik Kapiraya, yang
memberikan 1.208 suara kepada paslon nomor urut 1. Selain itu, KPU
beserta paslon nomor urut 1 diduga menggunakan kekerasan dan intimidasi
kepada masyarakat Kampung Diyai 1, untuk melakukan manipulasi hasil
kesepakatan masyarakat Kampung Diyai I, Distrik Tigi Barat memberikan
2.000 suara kepada Paslon Nomor Urut 1.
Berdasarkan hasil tersebut, Salman mengatakan pihak pemohon
seharusnya ditetapkan sebagai pemenang dalam Pilbup Kabupaten Deiyai
Tahun 2018 dengan akumulasi perolehan 17.346 suara ditambah 3.273
53
Putusan di Mahkamah Konstitusi Nomor 75/PHP.BUP-XVI/2018.
39
menjadi 20.619 suara. Karena itu, Inarius - Anakletus meminta mahkamah
untuk membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Deiyai Nomor:
30/HK.03.1-Kpt/9128/KPU-Kab/X/2018 tentang Penghitungan Suara dari
Setiap Distrik di Tingkat Kabupaten dalam Pilbup Kabupaten Deiyai,
mendiskualifikasi Paslon Nomor Urut 1 karena melakukan pelanggaran
terstruktur, sistematis, dan masif.
Dimana dalam pemungutan suara ulang yang diputus Mahkamah
Konstitusi dalam Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 35/PHP.BUP-XIV-
2018 dinyatakan bahwa terdapat beberapa pelanggaran, yaitu:
1. Termohon tidak bersikap independen dengan berpihak kepada
pasangan calon nomor urut 1; Ateng Edowai-Hengky-Pigai.
2. KPU Kabupaten Deiyai melakukan pemberhentian antar waktu
terhadap penyelenggara pemilihan ditingkat kampung.
3. Termohon memanipulasi hasil kesepakatan kampung komaoto distrik
kapiraya yang memberikan suara sebanyak 1208 suara kepada
pemohon.
4. Dengan menggunakan kekerasan dan intimidasi termohon beserta
pasangan calon nomor urut1; Ateng Edowai-Hengky-Pigai
memanipulasi kesepakatan masyarakat kampung deiyai 1, distrik tigi
barat yang memberikan suara sebanyak 2000 suara kepada pemohon.
Selain itu, pemohon juga meminta Mahkamah untuk menetapkan
perolehan suara hasil Pilkada Kabupaten Deiyai Tahun 2018 yang benar
menurut pemohon, yaitu Ateng Edowai dan Hengky Pigai (paslon nomor
urut 1) memperoleh 17.605 suara, Keni Ikamou dan Abraham Tekege
40
(Paslon Nomor Urut 2) memperoleh 7.548 suara, Dance Takimai dan Robert
Dawapa (paslon nomor urut 3) memeroleh 15.226 suara, dan pemohon
memperoleh 20.619 suara.
Menurut Peneliti, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1)
Undang Undang Dasar 1945 dan Pasal 10 ayat (1) huruf d Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, serta juga Pasal 12
ayat (1) huruf d Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman, salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah
memeriksa, mengadili dan memutus perselisihan tentang Pemilihan Umum
Mahkamah juga pernah memutus terkait perkara sengketa PHPUD, dengan
pertimbangan hukum bahwa dalam mengawal konstitusi Mahkamah tidak
dapat membiarkan dirinya oleh keadilan prosedural semata-mata, melainkan
juga keadilan substansial Bahwa perkara yang diajukan oleh Pemohon ini
nadalah perkara mengenai Sengketa Hasil Pemilihan Umum Kepada Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Tingkat Kabupaten Deiyai tahun 2018 beserta
segala pelanggaran hukum terhadap asas-asaas Pemilihan Umum yang
langsung, jujur, adil, bebas dan rahasia sesuai dengan Pasal 2 Undang-
Undang RI Nomor 7 tahun 201754
Terkait dengan itu, pihaknya sudah mengajukan gugatan ke
Mahkamah Knstitusi (MK) yang saat ini sedang dalam proses. Karena itu ia
meminta agar proses pemilukada Putaran II distop sebelum ada jawaban dari
MK. Selanjutnya meminta kepada KPU Provinsi Papua segera
menikdaklanjuti Surat Panwas Pusat membentuk Dewan Kehormatan KPU
54
Ramlan Surbakti, Perekayasaan Sistem Pemilihan Umum (Jakarta: Kemitraan,2008),
halaman 23.
41
Papua untuk memeriksa dugaan pelanggaran hukum dan kode etik, lalu
memberikan klarifikasi kepada semua pihak. Selanjutnya melakukan PAW
kepada Ketua dan anggota KPU Deyiai. Sehingga pemilukada ulang bisa
dimulai dari tahap verifikasi. Sebab jika Pilkada putaran II dipaksakan akan
menjadi preseden buruk. “Sama saja kita meletakkan dasar yang buruk
untuk Pilkada ke Deiyai, yang akan berdampak pada kelangsungan
pembangunan ke depan di Kabupaten Deyiai. Sebaliknya, jika ini dimulai
dari awal (diulang) dengan cara yang benar berarti pemerintah meletakkan
pondasi yang benar, dengan demikian apa yang dicita-citakan rakyat yaitu
kehidupan yang sejahtera dapat tercapai.55
Jika proses Pilkada ini dilakukan secara benar, maka siapun yang
terpilih nantinya harus didukung semua pihak, sebab itulah yang terbaik
dari semua kandidat. Hal ini juga bisa membuktikan bahwa Intelektual
Deiyai bisa melaksanakan Pilkada yang benar sama dan sejajar dengan
daerah lainnya di Indonesia. Karena itu, untuk menjamin kepastian hukum
kedepan, Pilkada Deiyai harus dilaksanakan lembaga penyelenggara KPU
yang bersih, menjalankan pesta demokrasi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku, sehingga produk yang terpilih merupakan putra-
putra terbaik Deiyai yang didukung masyarakat Kabupaten Deiyai di atas
pemilihan yang adil dan bermartabat.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap event Pilkada turut serta
berimplikasi kepada beragam tindak pelanggaran pemilu, kekisruhan dalam
pelaksanannya, serta juga menimbulkan kondisi yang tidak aman bagi
55
Ibid.
42
masyarakat. Hal ini merupakan kerawanan yang kerap kali muncul dan
terjadi dari setiap momen-momen politik seperti ini. Namun kita tidak dapat
alergi terhadap hal-hal yang semacam ini, karena bagaimanapun inilah
tantangan besar yang mau tak mau akan dihadapi oleh suatu negara dalam
membangun demokrasi yang baik.56
KPU mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan Pemilu
berdasarkan ketentuan Pasal 22E UUD 1945 ayat (5) yang menyebutkan:
“Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri”. Dengan demikian, KPU merupakan
sebuah alat perlengkapan negara atau institusi yang melaksanakan kegiatan
pemerintahan, dalam hal ini adalah menyelenggarakan Pemilihan Umum.
Untuk menyelenggarakan Pemilu, KPU memiliki wewenang menerbitkan
peraturan dan keputusan dalam lingkup tahapan penyelenggaraan pemilihan
umum, yaitu tahap sebelum pemungutan suara (pre-electoral period), tahap
saat pemungutan suara (electoral period) dan tahap setelah berlangsungnya
pemungutan suara (post-electoral period).57
Pelaksanaan tahapan-tahapan tersebut harus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (general
principle of good administration). Keputusan penyelenggaraan pemilihan
umum termasuk administratievebeschikking dan merupakan perbuatan
hukum publik bersegi satu (eenzijdige publikrechtelijke handeling).Namun
demikian, keputusan KPU dapat dibedakan menjadi keputusan hasil
pemilihan umum (the election result decision) dan keputusan bukan hasil
56
Ibid. 57
Ibid.
43
pemilihan umum (the election unresult decision). Hal ini terkait dengan
kewenangan lembaga yang menangani sengketanya. Keputusan hasil
pemilihan umum (the election result dispute) menjadi wewenang
Mahkamah Konstitusi, sedangkan sengketa keputusan bukan hasil
pemilihan umum (the election unresult dispute) menjadi wewenang
Peradilan Tata Usaha Negara dan Mahkamah Agung.58
Selanjutnya pengertian pelanggaran administrasi Pemilu adalah
pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang
berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana Pemilu dan pelanggaran kode
etik penyelenggara Pemilu. Dengan demikian dari seluruh tahapan tersebut,
ketika ada tata cara, prosedur, atau mekanisme yang dilanggar, dapat disebut
dengan pelanggaran administrasi Pemilu.59
Sengketa tata usaha negara Pemilu merupakan sengketa yang timbul
antara: KPU dan Partai Politik calon Peserta Pemilu yang tidak lolos
verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang penetapan
Partai Politik Peserta Pemilu. KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/
Kota dengan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/ kota yang dicoret dari daftar calon tetap.60
58
Ibid. 59
Nasir, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (Jakarta: Djambatan, 2003), halaman
7. 60
Ibid.
44
B. Proses Penyelesaian Pelanggaran Pilkada Kabupaten Deiyai Ditinjau
Dari Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilu.
Sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang penetapan
daftar calon tetap Kewenangan untuk menyelesaikan sengketa Pemilu
berada pada Bawaslu yang dapat mendelegasikannya kepada Bawaslu
Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas
Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. Bawaslu memeriksa
dan memutus sengketa Pemilu paling lama 12 (dua belas) hari sejak
diterimanya laporan atau temuan. Penyelesaian sengketa Pemilu oleh
Bawaslu dilakukan melalui tahapan:61
1. Menerima dan mengkaji laporan atau temuan.
2. Mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai
kesepakatan melalui musyawarah dan mufakat
Dalam hal tidak tercapai kesepakatan antara pihak yang bersengketa
Bawaslu memberikan alternatif penyelesaian kepada pihak yang
bersengketa. Keputusan Bawaslu mengenai penyelesaian sengketa Pemilu
merupakan keputusan terakhir dan mengikat, kecuali keputusan terhadap
sengketa Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi Partai Politik Peserta
Pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan
DPRD kabupaten/kota. Sengketa Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi
Partai Politik Peserta Pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD,
DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota diselesaikan terlebih dahulu di
Bawaslu. Dalam hal sengketa Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi
61
Ramlan Surbakti, Transformasi Bawaslu dan Partisipasi Masyarakat Dalam
Pengawasan Pemilu,Op.Cit.
45
Partai Politik Peserta Pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD dan
DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota tidak dapat diselesaikan, para
pihak yang merasa kepentingannya dirugikan oleh keputusan KPU dapat
mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan tinggi tata usaha negara.
Seluruh proses pengambilan keputusan Bawaslu wajib dilakukan melalui
proses yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara penyelesaian sengketa Pemilu diatur dalam
Peraturan Bawaslu.62
Penyelesaian sengketa proses pemilu merupakan amanat Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diemban
Bawaslu dalam menegakkan keadilan pemilu. Putusan yang ditetapkan
harus sesuai dengan amanat undang-undang demi tegaknya keadilan pemilu
itu sendiri.Sengketa di Bawaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/Kota
dapat diselesaikan melalui Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN)
sesuai dengan ketentuan undang-undang. Ada dua implikasi penting dalam
konteks ini terkait dengan mekanisme penyelesaian sengketa pemilu.
Pertama, Bawaslu RI tidak bisa campur tangan langsung dalam penyelesain
sengketa yang ditangani jajaran dibawahnya, sehingga Bawaslu RI harus
menempuh mekanisme tidak langsung dalam melakukan pembinaan pada
jajaran dibawahnya seperti melalui penerbitan Peraturan Bawaslu No 8
tahun 2015 tentang Penyelesaian Sengketa Pemilihan, atau melalui
penguatan kapasitas melalui pelatihan dan bimbingan teknis. Bawaslu juga
dapat melakukan pembinaan dengan menggunakan mekanisme
62
Ibid.
46
mengirimkan tim ahli untuk mem-backup jajarannya dalam menyelesaikan
sengketa pemilihan. Kedua, kapasitas dan kapabilitas ketua dan anggota
Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota akan sangat menentukan
kualitas penyelesaian sengketa pemilu, padahal tidak semua anggota
bawaslu provinsi dan panwaslu Kabupaten/kota memiliki pengalaman
dalam penyelesaian sengketa pemilu. Penyelesaian sengketa pemilu tidak
hanya membutuhkan pengetahuan yang memadai tapi juga skill yang cukup
untuk bernegosiasi dan mengelola kepentingan-kepentingan yang saling
bertentangan.63
Kedudukan Hukum Bahwa karena Pemohon adalah sebagai Pasangan
Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam Pemilukada
Kabupaten Deiyai Tahun 2018 yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan
Umum Kabupaten Deiyai sebagai salah satu pasangan calon peserta dalam
Pemilukada Kabupaten Deiyai Tahun 2018 dan para Pemohon merasa
kepentingannya dirugikan, maka sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (1) huruf a
Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2008
tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
Kepala Daerah, Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) dan
sah-sah saja Pemohon mengajukan permohonan keberatan kepada
Mahkamah Konstitusi. Untuk itu terhadap dalil Pemohon yang terkait
dengan kedudukan hukum (legal standing) tidak perlu Pihak Terkait jawab
atau tanggapi, dan Pihak Terkait menyerahkan kepada Majelis Hakim
Mahkamah Konstitusi untuk menilai -apakah Pemohon memiliki kedudukan
63
Ibid.
47
hukum (legal standing) atau tidak dalam perkara ini. Tenggang Waktu
Pengajuan Permohonan Terkait dengan tenggang waktu mengajukan
permohonan keberatan ke Mahkamah Konstitusi telah diatur secara tegas
dan jelas dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), Peraturan
Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara
Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah. Terhadap
apakah Pemohon dalam mengajukan permohonanya telah sesuai dengan
ketentuan hukum yang ada atau tidak, dan atau telah sesuai dengan tenggang
waktu pengajuan permohonan atau tidak. Dalam hal ini Pihak terkait
mempercayakan sepenuhnya kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi,
untuk menilainya. Pihak Terkait yakin bahwa Mahkamah Konstitusi akan
menerapkan hukum secara konsisten dalam pelaksanaannya, dalam
pengertian jika permohonan keberatan yang diajukan oleh Pemohon telah
lewat waktu atau telah melampaui tenggang waktu yang diberikan oleh
Undang-Undang, maka dengan sendirinya Mahkamah Konstitusi akan
secara konsisten menolaknya.64
a. Dalam Objek Permohonan Dalam Eksepsi: Permohonan Permohon
tidak jelas atau bersifat kabur (obscuur libel).
b. Bahwa substansi permohonan Pemohon tidak termasuk objek
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah karena keberatan
yang diajukan tidak mengamanatkan ketentuan Pasal 106 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, ketentuan Pasal 74 dan Pasal
75 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, dan ketentuan Pasal 4
64
Putusan di Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PHPU.D-X/2012.
48
ayat (2) dan Pasal 6 ayat (2) PMK Nomor 15 Tahun 2008, yang pada
pokoknya menentukan objek sengketa dalam Pilkada di Mahkamah
Konstitusi adalah hanya keberatan berkenaan dengan hasil
penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon",
oleh karena itu sudah sepantasnyalah keberatan dari Pemohon ini
untuk ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima karena
permohonan Pemohon sangat ilusi dan kabur (obscuur libel) bahkan
cenderung dipaksakan untuk dijadikan dasar diajukannya permohonan
keberatan ini oleh Pemohon (vide Bukti PT-1).
c. Bahwa Pihak terkait memandang objek keberatan Pemohon kabur dan
tidak jelas karena Pemohon sama sekali tidak mempersoalkan hasil
penetapan perhitungan suara, namun hanya mempermasalahkan
proses distribusi administrasi Pemilukada di Kabupaten Deiyai.
Bahwa karena tidak jelasnya objek keberatan Pemohon, sudah
sepatutnyalah Majelis Mahkamah Konstitusi yang mulia untuk
menyatakan tidak diterimanya permohonan Pemohon a quo Dalam
Pokok Permohonan .
d. Bahwa Pihak Terkait menolak seluruh dalil-dalil Pemohon yang
dikemukakan pada permohonannya kecuali yang diakui secara tegas
oleh Pihak Terkait di dalam tanggapan ini.
e. Bahwa Pihak terkait menyatakan bahwa Termohon telah
melaksanakan tahapan Pemilukada Kabupaten Deiyai dengan
konsisten dalam menjalankan semua tahapan dari mulainya
49
pendaftaran sampai dengan pelaksanaan rekapitulasi penghitungan
suara ditingkat TPS sampai dengan Tingkat Kabupaten.
f. Bahwa dengan mengendepankan asas Pemilu yang Jurdil, Termohon
telah mengumumkan hasil perolehan suara untuk masing-masing.
g. Bahwa dengan hasil perolehan suara maka Pihak Terkait berhak untuk
lolos ke puturan kedua dengan total suara yang diraih.
h. Bahwa Pemohon memposisikan dirinya sebagai dukun Pilkada yang
dapat menerawang tanpa ada fakta dan bukti yang akurat.
i. Bahwa hilangnya suara Pemohon itu ditingkat mana dan dilakukan
dengan cara apa dan oleh siapa, serta dialihkan kepada siapa tidak
disebutkan dengan detail.65
65
Putusan di Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PHPU.D-X/2012.