bab iv hasil dan pembahasan a. gambaran umum 1. profil …
TRANSCRIPT
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran umum
1. Profil dan Letak Geografis Kabupaten Ponorogo
Gambar 1 Sumber : ponorogo.go.id
Kabupaten Ponorogo terletak pada bagian Barat Daya Provinsi
Jawa Timur mempunyai luas wilayah 1.371,78 Km2 yang secara
administratif terdiri atas 21 kecamatan sserta 305 desa/kelurahan.
Secara Geografis, Kabupaten Ponorogo terletak diantara 111º17’ –
111º52’ Bujur Timur (BT) dan 7º49’ – 8º20’ Lintang Selatan (LS)
dengan ketinggian sekitar 92 sampai dengan 2.563 meter di atas
permukaan laut. Terbagi menjadi 2 sub wilayah, yaitu wilayah dataran
33
tinggi yang masing – masing meliputi wilayah kecamatan Ngrayun,
Sooko, Pudak, dan Ngebel. Sedangkan, 17 kecamatan lainnya adalah
wilayah dataran rendah.
Kabupaten Ponorogo memiliki keuntungan lokasi yang
strategis, yaitu terletak di berbagai pusat kegiatan regional daerah
Madiun – Pacitan – Trenggalek – Wonogiri (Jawa Tengah) serta
Magetan. Oleh karena itu, Kabupaten Ponorogo memiliki peran yang
sangat penting sebagai pusat pengumpulan dan pusat distribusi bagi
wilayah internalnya.
Jarak Kabupaten Ponorogo dengan Ibu kota Provinsi Jawa
Timur (Surabaya) sekitar 200 Km ke arah Timur Laut sedangkan jarak
dengan Ibu Kota Negara (Jakarta) sekitar 800 Km ke arah Barat.
Berikut ini merupakan batas-batas wilayah Kabupaten Ponorogo, yaitu:
• Utara : Kabupaten Magetan, Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten
Madiun.
• Timur : Kabupaten Trenggalek dan Kabupaten Tulungagung
• Selatan : Kabupaten Pacitan
• Barat : Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Wonogiri (Provinsi
Jawa Tengah)
34
2. Sejarah Ponorogo
Kadipaten Ponorogo berdiri pada tanggl 11 Agustus 1496, dan
tanggal ini lalu dikukuhkan sebagai hari ulang tahun Kota Ponorogo.
Tanggl ini ditentukan melalui penelitian mendalam berdasarkan bukti –
bukti peninggalan pada jaman purbakala di wilayah Ponorogo dan
sekitarnya, serta dengan mengacu pada Buku Pedoman yaitu “Hand
Book Of Oriental History”, yang kemudian ditetapkan hari kelulusan
Bathara Katong sebagai Adipati Ponorogo. Bathara Katong itu sendiri
merupakan pendiri kerajaan Ponorogo yang kemudian berubah menjadi
Kabupaten Ponorogo.
Mengutip dari buku Babad Ponorogo karya Poerwowidjojo
tahun 1997, Nama Ponorogo konon berasal dari kesepakatan dengan
Raden Bathara Katong, Kyai Mirah, SeloAji dan Joyo hari Jumat di saat
bulan purnama. Daerah tersebut terletak di sebuah gumuk. Dalam
perundingan itu disetujui bahwa kota yang akan didirikan itu akan
diberi nama “Pramana Raga”, yang tetapi pada akhirnya menjadi
Ponorogo.
Kabupaten Ponorogo dijuluki Kota Reyog atau Bumi Reyog
dikarena merupakan daerah asal mula terciptanya kesenian Reyog.
Ponorogo jiga menjadi salah satu kota yang dijuluki kota santri, karena
mempunyai banyak pondok pesantren, salah satunya yang terkenal
35
yaitu Pondok Modern Darussalam Gontor yang berada di Desa Gontor,
Kecamatan Mlarak, Kabupaten Ponorogo.
B. Strategi Destination branding Face Off Jl HOS Cokroaminoto
1. Latar Belakang Pembangunan Face Off Jl HOS Cokroaminoto
Face off jalan HOS Cokroaminoto merupakan salah satu program
kerja 99 hari Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko dengan wakilnya yaitu Ibu
Lisdyarita. Program 99 hari kerja Bupati berkaitan dengan visi mis Bupati
Sugiri Sancoko yaitu Ponorogo Hebat.
a. Visi Misi Bupati Ponorogo Sugiri
Visi :
“Mewujudkan Kabupaten Ponorogo Hebat” (Harmonis, Elok, Bergas,
Amanah dan ber-Takwa kepada Tuhan YME)
Harmonis : Masyarakat Ponorogo hidup aman, nyaman, tentram,
damai, rukun, serasi dan selaras
Elok : Ponorogo berwujud indah, cantik dan molek sehingga
menjadi tempat berkarya dan berkreasi yang nyaman dan asyik, serta
mampu mengundang para wisatawan dari luar Ponorogo
Bergas : SDM Kabupaten Ponorogo unggul, sehat, cerdas dan
cekatan untuk mendukung percepatan pembangunan di segala bidang
36
Amanah : Pemerintah melayani masyarakat dengan sepenuh hati dan
mengelola APBD benar – benar untuk kesejahteraan rakyat
Takwa : Masyarakat Ponorogo beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa
Misi :
• Meningkatkan produktivitas petani melalui reformasi sistem
pertanian
• Mencetak generasi penerus yang unggul, kreatif, kritis, mandiri
ber-kepribadian, beriman, berakhlak mulia dan bertakwa pada
Tuhan Yang Maha Esa
• Mewujudkan hak dasar masyarakat dalam bentuk pelajaran
kesejahteraan yang adil dan profesional
• Memberdayakan perempuan dalam perannya ikut
meningkatkan kesejahteraan keluarga
• Mereformasi sektor pariwisata dan merevitalisasi budaya asli
Ponorogo yang berpusat pada kesenian Reyog
• Meningkatkan pembinaan sektor kepemudaan dan olahraga
sebagai bagian dari pembangunan manusia
37
• Mempersiapkan masyarakat khususnya UMKM untuk
memasuki era ekonomi digital
• Memberdayakan dan menguatkan lembaga Rukun Tetangga
• Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang amanah, bersih,
efektif, transparan, bermatabat, melindungi, berkeadilan dan
berkelanjutan
Diharapkan dengan dirubahnya wajah jalan HOS Cokroaminoto,
kedepannya ponorogo memiliki iconic pedestrian sesuai dengan
karekteristik budaya Ponorogo yang dapat membangkitkan kembali
karakter Ponorogo. Dan tujuan dari pembangunan ini salah satunya adalah
menjadikan Face off jl. HOS Cokroaminoto sebagai pusat kegiatan budaya
dan ekonomi masyarakat Ponorogo, serta mengembalikan kembali
perekonomian Ponorogo, akibat pandemic covid-19.
2. Konsep Destination branding Face off Jl HOS Cokroaminoto
Face off jalan Hos Cokroaminoto selain diharapkan menjadikan
destinasi wisata baru di Ponorogo yang tidak kalah penting dalam rangka
meningkatkan perekonomian warga masyarakat dan melestarikan budaya.
Pedestarian yang ada di jalan tersebut akan diperlebar 2,5 meter.
Sehingga jalan yang saat ini ada yakni sepanjang 17 meter akan dikurangi
menjadi 12 meter. Selain memperlebar trotoar jalan, aka nada beberapa
38
fasilitas public dan bebrapa hal yang diganti di area Face Off Hos
Cokroaminoto, seperti :
• Pemasangan lampu taman dengan ornament burung merak yang
merupakan sebagai ciri khas yang menggambarkan karakteristik budaya
ponorogo
• Penggantian vegetasi atau pepohonan dengan pohon pule sebagai
vegetasi dominan
• Street furniture seperti ; bangku taman, tempat sampah, tiang pembatas,
bola – bola pembatas, pot bunga dan juga wastafel
• Spot foto yang terdapat patung warok dengan ketinggin 5,56 meter
• Spot Charging
• Stasiun Pengisian Kendaraan Umum (SPKU) yang diperuntukan untuk
kendaraan berbahan bakar listrik
Anggaran yang digunakan untuk menata Jl. HOS Cokroaminoto
merupakan sumbangsih dari sejumlah lembaga, seperti Muhammadiyah,
NU, Pondok Modern Darussalam Gontor, BNI, BRI, Bank Jatim, BTN, dan
lainnya. Konsep penataan di jalan ini akan dimulai dari perempatan Pasar
Legi ke selatan dan berakhir di pertigaan Ngepos Ponorogo.
Face off Jalan HOS Cokroaminoto sepanjang 700 meter itu
bertujuan menciptakan destinasi wisata sekaligus mendongkrak
39
pertumbuhan ekonomi. Selain itu agar memiliki ciri khas yang berbeda
dengan kota lain,
Gambar 2 lampu taman bercorak burung merak
3. Tahapan Strategi Destination branding Face off Jl HOS Cokroaminoto
a. Market investigation, analysis and strategic recommendations
Tahapan awal dari proses membuat destination branding yaitu
dengan menentukan nilai-nilai inti dari tujuan dan brandnya. Kepala
Bappeda dalam wawancara dengan media ponorogo menyebutkan bahwa
…Face off merupakan langkah awal dalam kebangkitan ekonomi di
40
Ponorogo. Selain itu pembangunan Face off Jalan HOS Cokroaminoto itu
sendiri untuk membangkitkan kembali karakter Ponorogo... Maka dari itulah
tujuan Pemerintah saat ini sangat focus kepada pengembangan wisata daerah
khususnya wisata pedestrian di Face Off Jl. HOS Cokroaminoto.
Banyaknya kemungkinan terdapat potensi yang akan tercipta seperti
potensi wisata budaya dan perekonomian kota serta dalam mewujudkan kota
yang ramah lingkungan, maka Face off jalan Hos Cokroaminoto menjadi
destinasi wisata kota yang potensial di Kabupaten Ponorogo. Lokasi strategis
Face Off Jalan HOS Cokroaminoto yang merupakan jalur utama kota
Ponorogo dan berbatasan langsung dengan Madiun, Magetan, Pacitan,
Wonogiri, dan Trenggalek, maka dari itu wisata pedestrian Face off dapat
menjadi alternative wisata bagi masyarakat local maupun luar daerah yang
datang atau sekedar melewati Ponorogo agar dapat menikmati indahnya
wisata pedestrian Face Off Jalan HOS Cokroaminoto Kabupaten Ponorogo
Menurut Kepala Bappeda, Sumarno dalam wawancara
…pembangunan wisata pedestrian Face Off Jalan HOS Cokroaminoto
berdasarkan kajian potensi wisata yang telah dilakukan Pemerintah
Kabupaten Ponorogo. Belajar dari Malioboro di Yogyakarta yang memiliki
jalur pedestrian serta central wisata kota yang sangat digemari oleh
wisatawan local bahkan mancanegara, membuat Ponorogo juga ingin
mengembangkan destinasi wisata pedestrian yang tidak kalah baik bahkan
memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh kota lain…
41
Strategi – strategi untuk membangun destinasi wisata pedestrian
yang kedepannya akan menjadi wisata yang digemari oleh masyarakat local
dan luar daerah diwujudkan dalam bentuk roadmap yang ditargetkan akan
rampung dalam 99 hari yang bertepatan dengan visi misi mewujudkan 99
hari kerja bupati. Tahap pertama adalah merombak semua infrastruktur
lingkungan yang berada disepanjang jalan Hos Cokroaminoto, seperti
pemotongan pohon dikarenakan akar – akar pohon disekitar jalan Hos
Cokroaminoto sudah merusak drainase dan waktunya peremajaan, yang
akan diganti dengan penanaman pohon pule. Tahap kedua adalah pelebaran
jalan serta pembangunan fasilitas umum, yaitu trotoar khusus pejalan kaki
akan dilebarkan 2,5 Meter. Sedangkan tahap ketiga adalah mengembangkan
ikon dan karakteristik Ponorogo yaitu Reog Ponorogo serta slogan
Ponorogo Hebat (Harmonis, Elok, Bergas, Amanah, Takwa) melalui
pembangunan fasilitas umum seperti lampu taman dengan corak burung
merak, dan slogan Ponorogo Hebat yang ada disetiap pot tanaman serta di
area spot foto, dan pembangunan icon patung warok yang menggambarkan
Ponorogo kota Reog. Lalu tahap keempat adalah membangun suprastruktur
lingkungan yaitu penataan system parkir serta perekonomian warga yang
berjualan disepanjang jalan Hos Cokroaminoto agar tertata rapih.
Hal – hal diatas menunjukkan bahwa pemerintah daerah Kabupaten
Ponorogo telah melakukan tahapan dari kegiatan market investigation,
analysis and strategic recommendations, ialah mensurvei dan menyusun
42
analisis strategic apa saja yang bisa dkembangkan untuk membangun wisata
pedestrian Face of Hos Cokroaminoto.
b. Brand identity development
Selepas survei pasar selesai, tahap berikutnya adalah
mengelola identitas merk. Setelah nilai inti pada merk telah
ditetapkan, maka semua unsur identitas merk, mulai dari fotografi,
warna, tipography dan nada, harus dapat mempengaruhi orang lain
agar mengunjunginya. Face Off jalan Hos Cokroaminoto dengan
konsep pedestrian dengan mengutamakan ciri khas Ponorogo, sebagai
brand menciptakan destination branding yang bernilai guna menarik
wisatawan domestic maupun mancanegara. (Morgan & Pritchard,
2004 : 70)
Selain itu Morgan & Pritchard menjelaskan bahwa “Brand
identity development” dibuat berdasar visi, misi serta citra yang akan
ditunjukkan oleh wilayah tersebut. Namun, temuan dilapangan
menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Ponorogo belum
mempunyai visi misi secara khusus untuk wisata pedestrian Face Off
Hos Cokroaminoto. Selain itu menurut Morgan & Pitchard, brand
identiy development merupakan tahap mengembangkan identitas
merek yang meliputi visual brand lalu dikomunikasikan ke khalayak
luas. Seperti nama, logo, dan tagline. Berdasarkan dengan pernyataan
tersebut, peneliti melihat pemerintah daerah juga membuat brand
43
identity development sebagau identity dari Wisata pedestrian Face Off
Hos Cokroaminoto agar dikenal oleh khalayak luas.
• Nama
Nama adalah sebutan atau label yang disematkan kepada
manusia, benda, tempat ataupun sebuah product. Nama dipakai agar
dapat mengenali seseorang, sekelompok ataupun sebuah benda
dengan konteks yang unik maupun yang diberikan agar dapat lebih
mudah untuk dikenal. Dengan maksud sebagai identitas pembeda
yang memberikan ciri khas terhadap satu hal dengan lainnya.
Nama yang digunakan sebagai identitas dari wilayah ini yaitu
Face Off Hos Cokroaminoto. Nama Face Off Hos Cokroaminoto yang
dalam bahasa Indonesianya yaitu Pembaruan Wajah jalan Hos
Cokroaminoto, dan pengambilan nama Hos Cokroaminoto itu sendiri
merupakan nama jalan di wisata pedestrian tersebut dan merupakan
nama salah satu pahlawan atau guru besar Hos Cokroaminoto yang
lahir di Ponorogo. Dalam wawancara dengan media berita Ponorogo,
Bupati Sugiri Sancoko menjelaskan bahwa :
…saya ingin kita semua bangga menjadi orang Ponorogo, lahir
dari kota yang memiliki tokoh yang hebat sehingga kita selalu bisa
menjadi generasi yang hebat pula, dan pemilihan nama Hos
Cokroaminoto sendiri tidak lain karena agar masyarakat Ponorogo
44
dapat menghargai pahlawan dan seorang tokoh pejuang yang terlahir
di Ponorogo dan melahirkan banyak tokoh nasional…
• Logo
Logo adalah suatu lambang, tanda, atau symbol khusus yang
mempunyai arti tertentu dan mewakili suatu perusahaan, organisasi,
atau suatu product, dan bertujuan untuk membuat identitas atau ciri
khas tersendiri agar terlihat unik yang pada akhirnya mudah dikenali
atau dibedakan dengan competitor.
Dalam penelitian kali ini, wisata pedestrian Face Off Hos
Cokroaminoto belum mempunyai logo khusus yang menggambarkan
Brand atau produk Wisata Pedestrian Face Off Hos Cokroaminoto.
• Tagline
Tagline adalah kalimat sederhana dan mudah diingat yang
digunakan sebagai alat pemasaran atau untuk mempromosikan sebuah
merek dagang atau perusahaan. Dalam hal ini, wisata pedestrian Face
Off Hos Cokroaminoto menggunakan tagline Ponorogo Hebat yang
juga merupakan tagline dari visi misi Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko
bersama wakilnya Ibu Lisdyarita.
Sesuai dengan visi misi Bupati Sugiri Sancoko, Ponorogo
Hebat itu sendiri berarti diharapkan dapat menjadikan masyarakat
45
Ponorogo yang Harmonis, Elok, Bergas, Amanah dan ber-Takwa
kepada Tuhan YME.
Gambar 3 Slogan / Tagline Ponorogo hebat
Bedasarkan pemaparan tersebut, Peneliti melihat bahwa
pemerintah daerah menerapkan prosess dan langkah destination
branding sesuai dengan teori Morgan and Pritchard, yaitu
menjalankan tahapan brand identity development yang didalamnya
meliputi atribut dan kelengkapan identity dari suatu obyek wisata
seperti Nama, Logo & Tagline. Dalam hal ini, Wisata pedestrian Face
Off Hos Cokroaminoto sudah mempunyai dua dari tiga identitas
penting yaitu Nama & Tagline.
Kemudian, untuk membangun identitas brand pada tahap
kedua, tempat wisata harus mempunyai daya tarik agar menarik
wisatawan datang. Suwardjoko Warpani & Indira Warpani (2007)
46
menyampaikan bahwa daya tarik wisata merupakan salah satu factor
yang menjadi penyebab wisatawan mengunjungi lokasi tersebut. Daya
Tarik wisata dapat berupa objek alam atau buatan. (Gunn, 1988 : 71)
menyebutkan, keberagamaan panorama alam dapat menjadi daya
pikat wisata, selain itu banyaknya event dan pertunjukan, pada saat
yang sama bisa menjadi daya pikat tambahan. Diperlukannya
pemahaman, perencanaan, pengelolaan, dan program secara matang
agar dapat memuaskan pengunjung. Terlepas dari penyelenggaraanya,
acara atau atraksi wisata tersebut tidak hanya dimaksudkan untuk
menarik wisatawa, tetapi juga untuk mengajak wisatawan untuk ikut
serta berpartisipasi.
Warpani (2007) menjelaskan bahwa, daya tarik wisata
merupakan potensi alamiah atau buatan, atau proyek budaya yang
menjadi focus pariwisata. Daya tarik wisata juga dapat diciptakan
melalui rekayasa suatu objek dan atau menawarkan wisata yang sesuai
dengan Potensi sumber daya daerah, ciri khas yang dimiliki daerah,
serta sasaran & kebutuhan pasar. Jenis daya tarik wisata dapat berupa
kekayaan alam, keberagaman budaya, dan keahlian yang dimiliki
manusia. Sehingga hal ini menjadi nilai (value) yang dkembangkan
agar menarik wisatawan. Dalam hal ini brand identity yang ingin
dibangun digambarkan dengan melakukan branding terhadap daya
tarik wisata Pedestrian Face Off Jl. Hos Cokroaminoto. (Rubenstein,
1992) menjelaskan, Istilah pedestrian itu sendiri berasal dari bahasa
47
Yunani, Pedester/Pedestris merupakan orang yang berjalan kaki atau
pejalan kaki. Oleh karena itu, pedestrian dapat didefinisikan sebagai
pergerakan,sirkulasi atau perpindahan manusia dari satu titik (lokasi)
ke titik lain yang dituju (destination) dengan cara berjalan kaki.
Fungsi trotoar disesuaikan dengan perkembangan kota, sbagai
fasilitas pejalan kaki, sebagai elemen keindahan kota, sebagai sarana
komunikasi sosial, sebagai sarana transformasi kota dan sebagai
tempat relaksasi serta bermain. Sedangakan kenyamanan pejalan kaki
saat berjalan yaitu adanya fasilitas umum yang mendukung aktivitas
bejalan kaki serta dapat dinikmati.
Sumarno (Kepala Bappeda) dalam wawancara
menyampaikan, …terdapat pernak – pernik yang menggambarkan
Ponorogo disepanjang Face Off jalan HOS Cokroaminoto, seperti
pemasangan lampu jalan yang bercorak merak dan pecut
Samandiman sebagai wujud brand identity, lalu pembuatan patung
warok dengan total ketinggian 5,65 meter, adapun patung warok itu
sendiri memiliki ketinggian 3 meter. Tujuan dibuatnya patung
tersebut adalah sebagai ikon bahwa Ponorogo adalah Kota Reyog
dan kedepannya akan diajukan sebagai kota kreatif dunia yang salah
satu ikonnya adalah warok ini… dan nantinya patung Warok akan
menjadi spot foto di Face Off Hos Cokroaminoto bagi masyarakat
atau pengunjung yang ingin berswa foto.
48
Gambar 4 Icon Patung Warok
Dalam kajian yang dilakukan Pemerintah Kabupaten
Ponorogo, Pemerintah akan memaksimalkan dua daya tarik buatan
yang terdapat di jalan Hos Cokroaminoto agar dapat menarik
wisatawan domestic ataupun Internasional. Beragam jenis wisata
yang terdapat di Wisata Pedestrian Face Off Hos Cokroaminoto
merupakan wisata yang tetap mengedepankan karakteristik Ponorogo,
sebagai brand identity yang diberikan pada wisata pedestrian Face Off
Hos Cokroaminoto. Beberapa jenis daya tarik tersebut ialah:
49
• Culture Tourism
Kesenian Reyog merupakan ciri khas yang difokuskan dalam mem-
branding Kabupaten Ponorogo. Branding tersebut juga diterapkan di
berbagai destinasi wisata yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten
Ponorogo. Culture Tourizm merupakan daya pikat bagi wisatawan yang
menjanjikan, terutama bagi Wisatawan Internasional yang tertarik dengan
budaya Indonesia.
“…face off Jl. Hadji Oemar Said (HOS) Cokroaminoto membawa
pesan mendalam. Seperti penggunaan nama jalan tersebut sebagai salah
satu penghargaan terhadap seorang pahlawan. Apalagi Cokroaminoto
adalah sesosok pahlawan yang terlahir di Ponorogo dan melahirkan
banyak tokoh nasional. Selain itu untuk meningkatkan karakteristik
Ponorogo, akan banyak ornament – ornament yang menggambarkan kesian
Reyog ponorogo, seperti ornament bulu merak yang terdapat di Lampu
Taman, dan terdapat patung warok juga sebagai spot foto…” ujar Bupati
Ponorgo Sugiri Sancoko, dalam wawancara dengan media ponorogo.
• Culinary Tourism
Kabupaten/Kota Ponorogo mempunyai kuliner khas asli Ponorogo,
salah satunya yakni sate ayam Ponorogo. Potensi wisata kuliner juga sangat
pesat perkembangannya, maka akan dikembangkan kembali oleh
pemerintah daerah Kabupaten Ponorogo, terutama dikawasan wisata
pedestrian Face Off Jalan Hos Cokroaminoto dimana terdapat pusat kuliner
50
sate ngepos Ponorogo. dengan adanya branding wisata, kuliner sate
Ponorogo pun akan ikut tercipta citranya. Sehingga wisatawan yang
berkungjung dapat menikmati kuliner khas Ponorogo yaitu Sate Ponorogo.
Selain itu kuliner yang sangat mencirikan Kota ponorogo adalah
Angkringan. Masyarakat Ponorogo sangat menggemari budaya ngopi dan
kumpul bersama kerabat atau teman – teman. Angkringan menjadi salah
satu yang selalu ramai didatangi oleh orang – orang atau masyarakat
Ponorogo, dikarenakan harganya yang murah dan jenis jajanan yang
bervariasi, seperti terdapat nasi kucing dengan berbagai lauknya, dan yang
paling disukai adalah bakaran, seperti gorengan dan aneka sate yang
dibumbu lalu dibakar. Tidak terkecuali di wisata Pedestrian Face Off Hos
Cokroaminoto itu sendiri, terdapat beberapa angkringan yang mulai buka
dari sore sampai malam hari.
c. Brand introduction : communicating the vision
Salah satu langkah penting dalam menciptakan destination branding
adalah dengan memperkenalkan product tersebut kepada khalayak luas
sebagai calon pengunjung berpotensi bagi tempat wisata itu sendiri. Untuk
memperkenalkan atau menjual suatu brand, pengelola destinasi perlu
mempertimbangkan target wisatawsn yang ingin dijangkao sebagai pasar
yang berpotensi. Pengelompokan Wisatawan paling tidak dapat dibagi
menjadi Wisatawan local (masyarakat lokal) ataupun Wisatawan dari luar
daerah.
51
Morgan & Prithcard mengatakan bahwa brand launch dapat
dilaksanakan melalui berbagai macam media, contoh dibawah ini
merupakan penggunaan media Direct Marketing :
• Direct Marketing
Direct Marketing atau pemasaran secara laangsung adalah
teknik promosi yang mengandalkan berbagai macam media iklan agar
dapat menarik minat konsumen, kemudian akan menimbulkan respon
sehingga wisatawan tertarik untuk berkunjung. Penggunaan direct
marketing bisa melalui telepon, website, media sosial, direct mail
ataupun direct call.
Dalam hal ini wisata pedestrian Face Off Hos Cokroaminoto
menggunakan website dan social media seperti instagram sebagai
sarana peenjualan atau prmosi langsung. Akan tetapi dalam
pemasaran secara langsung atau direct marketing melalui website dan
Instagram, Face Off Hos Cokroaminoto belum mempunyai akun
officialnya sendiri, tetapi masih bernaung pada website dan social
media milik Pemerintah Daerah Kabupaten ponorogo.
Terdapat beberapa website yang sudah memberitakan
sekaligus mempromosikan Face Off Hos Cokroaminoto ini ke
khalayak luas. Pemerintah Kabupaten Ponorogo sendiri melalui
Kominfo menyebarkan berita perkembangan mengenai Face Off Hos
Cokroaminoto melalui website resmi Pemerintah Kabupaten
52
Ponorogo. Selain itu, portal – portal berita online seperti Kompasiana,
Media Ponorogo, Republik Jatim, Berita Jatim, RRI Madiun, dan
masih banyak lagi, juga ikut serta memberitakan perkembangan
wisata pedestrian di Face Off Hos Cokroaminoto Ponorogo.
Gambar 5 Website Kompasiana dan Pemerintah Kab. Ponorogo
Media pemasaran langsung lainnya adalah Instagram. Dengan
username instagram @ponorogokab. Dengan cara mengunggah
berbagai foto mulai dari tahap awal proses pembangunan wisata
pedestrian Face Off Hos Cokroaminoto. Akun social media tersebut
juga menjadi sarana bagi pengunjung & masyarakat Ponorogo untuk
53
saling berkomunikasi serta memberikan kritik dan saran untuk
Pemerintah daerah dengan meninggalkan kolom komentar.
Gambar 6 Instagram Pemerintah Kabupaten Ponorogo
Pada riset ini, peneliti mengidentifikasi terdapat keunggulan serta
keuntungan yang di dapatkan dari beriklan dan mempromosikan melalui
direct marketing social media ini adalah biaya yang terjangkau, serta
pemerintah daerah atau pengelola juga mudah dalam menjangkau
pengunjung dari kota lain serta pengunjung internasional. Seiring dengan
maksud dan tujuan pemerintah daerah melakukan promosi melalui iklan
54
yaitu diharapkan masyarakat Ponorogo khususnya dapat mengenal Face Off
Hos Cokroaminoto saat ini sudah menjadi destinasi wisata pedestrian.
Melalui hasil wawancara dan studi pustaka, peneliti menemukan
bahwa pengembangan promosi wisata pedestrian masih bergantung pada
pemberitaan media massa, dikarenakan belum adanya spanduk ataupun
brosur mengenai wisata pedestrian Face Off Hos Cokroaminoto.
Mengperkenalkan brand melalui beragam media, baik sacara online
dan offline merupakan tahap dalam peluncuran dan memperkenalkan
brand. Pemerintah Kabupaten Ponorogo melalui kominfo dan media lokal
melakukan brand introduction mengenai destinasi wisata dengan di upload
di sosial media pemerintahan kabupaten ponorogo, serta berita – berita
Ponorogo.
Kominfo Ponorogo menyatakan pihaknya sudah sounding ke
masyarakat Ponorogo perihal pembangunan destinasi Face Off Hos
Cokroaminoto. “…kami sudah melakukan sounding kepada masyarakat
terkait pembangunan Face Off dan juga kita sudah memberikan informasi
melalui web Pemkab Ponorogo ataupun media sosial milik Kabupaten
Ponorogo seperti Instagram, dan respon dari masyarakat pun cukup baik,
mereka menerima dengan antusias pembangunan ini…”
Boo (2009) dalam (Novita, S dan Firmansyah, 2021) menjelaskan
bahwa pengelola tempat wisata perlu mengembangkan promosi yang
menonjolkan ciri khas dan daya tarik dari tempat wisata tersebut. Value dari
55
brand destinasi wisata berasal dari pengalaman berkunjung yang dimiliki
wisatawan disana, yang pada akhirnya mengarah kepada loyalitas
pelanggan. Cara terbaik untuk mengembangkan destinasi wisata adalah
dengan menemukan apa yang menurut konsumen dianggap bernilai, lalu
memasarkan fitur tersebut. Sebagai pengelola harus focus pada keterlibatan
wisatawan secara kesuluruhan, tidak hanya berpacu pada pengalaman suatu
layanan atau satu produk tertentu di sebuah tempat wisata.
Sesudah mempunyai pengalaman berkunjung pada tempat wisata
tersebut, maka kemungkinan besar pengunjung akan datang kembali, atau
bahkan mengajak teman atau keluarga mereka untuk mendatangi destinasi
tersebut, apabila experience yang didapatkan adalah experience yang
positif. Agar memberikan experience yang positif kepada pengunjung,
pemerintah setempat harus meyakinkan bahwa semua sarana prasarana
ketika terdapat acara dapat terselenggara secara baik dan nyaman, dan juga
menyadarkan msyarakat untuk ikut serta dalam memasarkan tempat wisata
dan tidak lupa harus memberikan pelayanan yang terbaik bagi pengunjung
yang datang.
Selain fasilitas tempat wisata, pengelolaan tempat wisata juga harus
menarik minat calon pengunjung. Dengan terdapat pelayanan yang
memuaskan pada wisatawan, maka diharapkannya dapat menjadi customer
promotion yang secara tidak langsung memperkenalkan destinasi wisata
dan terciptanya sebuah pemasaran dari mulut ke mulut, yang terkadang akan
menjadi promosi tidak langsung yang menguntungkan tempat wisata
56
tersebut. Gunn (1988) (Warpani,2007:22) melihat pariwisata sebagai
sebuah program dan mengklasifikasikannya berdasarkan sisi permintaaan
dan ketersediaan. Faktor peminatan terdiri dari factor masyarakat yang
diwakili oleh keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berwisata,
sedangkan faktor ketersediaan yaitu daya pikat tempat wisata itu sendiri,
lalu transportasi, informasi dan promosi, dan pelayanan yang memadai.
d. Brand implementation
Pada beberapa temuan riset yang dilakukan oleh Qu (2011),
menunjukkan bahwa pentingnya setiap dimensi destination branding bagi
wisatawan. Atribut kognitif ditemukan mempunyai pengaruh paling kuat
dikeseluruhan gambar, disertakan oleh aspek gambar yang khas kemudian
dilanjutkan oleh elemen afektif. Setelahnya, pengelola juga perlu berupaya
untuk mencatat data wisatawan, seperti jumlah wisatawan yang
berulangkali datang dan pertama kali (Wong et al., 2018).
Merek terlalu dikonseptualisasikan menjadi empat mode utama,
yaitu sebagai perangkat komunikas, entitas persepsi, perambahan kelitas
dan koneksi. Dapat didefinisikan penjualan merk mewakilkan campuran
unik dari characteristic product lalu ditambahkan nilai – nilai, baik
fungsional maupun non fungsional, yang sudah diambl pada makna
penting yang erat kaitannya dengan brand tersebut, (Morgan & Pritchard,
2004 : 61).
57
Branding sendiri ialah wujud komunikasi yang digunakan untuk
membedakan sbeuah brand. Pada Destination branding yang dibuat agar
terlihat berbeda ialah ciri khas destinasi wisata itu sendiri. Mulai maraknya
destinasii wisata pedestrian di Indonesia, dan yang paling terkenal saat ini
adalah Malioboro di Yogyakarta, serta wisata pedestrian di madiun yang
merupakan tetangga dari Kabupaten Ponorogo, berakibat peningkatan
saingan antar destinasi wisata. Sudah tentu hal tersebut berpengaruh
positif, dikarenakan semua pihak seperti pemerintah dan csr yang telah
membantu akan memberi perhatian yg lebih untuk membangun tempat
tersebut.
Pada branding kawasan pedestrian di Jalan HOS Cokroaminoto,
nama yang digunakan adalah Face Off jalan HOS Cokroaminoto dengan
slogan Ponorogo Hebat. Slogan Ponorogo Hebat berada di kawasan spot
foto disamping patung warok serta disetiap pot tanaman di sepanjang jalan
hos cokroaminoto. Slogan Ponorogo Hebat itu sendiri diharapkan dapat
menjadikan masyarakat Ponorogo yang Harmonis, Elok, Bergas, Amanah
dan ber-Takwa kepada Tuhan YME.
58
Gambar 7 Slogan Ponorogo Hebat
Selain itu brand implementation merupakan sebuah upaya untuk
mengimplementasikan semua bidang yang terkait saat pembangunan
sebuah brand, yang pada akhirnya destination branding bisa berhasil.
Beberapa bidang yang terkait antara lain seperti investor, pemerintah,
masyarakat setempat dan masih banyak lagi. Dalam tahap ini peneliti
melihat Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo telah bekerjasama
59
dengan pihak – pihak yang terlibat saat proses destination branding yaitu
bekerja sama dengan masyarakat lokal, stakeholders, serta pemerintah.
Kepala Bappeda, Sumarno menjelaskan bahwa ...pendaan untuk
Face off itu sendiri hasil dari partisipasi masyarakat, organisasi,
pertokoan serta perusahaan atau bisa dibilang murni hasil dari CSR.
Partisipasi yang diberikan bukan hanya uang tapi berupa barang juga.
Kita sama sekali tidak menggunakan APBD, jadi total 4,6 Milyar itu full
fari sumbangsih masyarakat dan CSR…
Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa terdapat keterlibatan
dan kerja sama dalam upaya mem-branding wisata pedestrian Face Off
Hos Cokroaminoto dengan beberapa pihak penting. Kerjasama yang
dilaksanakan pertama kali adalah kerjasama dengan masyarakat sekitar.
Pemerintah daerah ingin mengikutsertakan masyarakat Ponorogo dalam
proyek wisata pedestrian Face Off Hos Cokroaminoto. Fungsi dari
kerjasama ini merupakan agar masyarakat local daerah tersebut dapat
mempersiapkan diri terhadap perubahan – perubahan yang diakibatkan
adanya peningkatan wisatawan di Kabupaten Ponorogo khususnya
dikawasan Face Off Hos Cokroaminoto serta dapat memberikan pelayanan
yang memuaskan bagi pengunjung. Selain itu keuntungan lain yang
didapatkan adalah meningkatnya perekonomian warga.
Keikutsertaan masyrakat setempat dalam upaya pengembangan
destinasi wisata dapat berupa patisipasi aktif, seperti aktif menyampaikan
60
aspirasi serta saran yang membangun, penggalian lebih dalam mengenai
sumber daya ekonomi, sosia, seni, budaya, serta masih banyak lagi hal
yang dapat membangun destinasi wisata yang berkualitas dimata
masyarakat luas.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa pemerintah
daerah mengimplementasikan tahap-tahap destination branding menurut
Morgan and Pritchard, yangmana pada tahap ini pemerintah daerah
menerapkan brand implementation dengan cara kerjasama serta
mengintegrasikan semua pihak terkait dalam proses mem-branding
bersama dengan masyarakat setempat serta stakeholders.
e. Monitoring, Evaluation and Review
Morgan & Pritchard (2004) mengatakan bahwa langkah akhir
dalam membangun destination branding yaitu monitoring, evaluation,
and review, yangmana memonitor apakah terdapat penyimpangan,
kekurangan serta kesalahan dari apa yang telah dijalankam. Hasil dari
monitoring tersebut kemudian dievaluasi sbagai bahan perbaikn destinasi
wisata dimasa mendatang. Boo (2009) menjelaskan bahwa citra sebuah
destinasi sangatt erat kaitannya dengan brand destination, serta
pengunjung memperoleh informasi mengenai suatu lokasi dari berbagai
sumber. Penting untuk mengetahui persepsi apa yg sudah dimiliki tentang
destinasi, penting juga bagi seorang pengelola untuk mendapatkan
waawasan mengenai pentingnya sasaran untuk berbagai faktor identitas
61
merek, maka dari itu akan memungkinkan bila pengurus destinasi untuk
meningkatka pentingnya atribut yang paling berarti bagi wisatawan. Riset
pasar berfokus pada unsur apa yang menjadi tujuan dlam komunikasi
pemasaran (Wong et al, 2018).
Saat melakukan monitoring, pemerintah Kabupaten Ponorogo
mengakui telah melaksanakan beragam cara. Salah satu caranya yaitu
menggunakan indicator kunjungan wisatawan. Samahalnya jumlah
penjualan dalam sebuah produk, jumlah wisatawan yang berkunjung di
destinasi wisata juga sebaagai indicator terhadap suatu tempat wisata
apabila mengdapati peningkatan ataupun penurunan wisatawan.
Pemerintah dapat menjalankan monitoring melalui social media.
Melalui pengamatan di social media, menjadikan pemerintah dapat
melihat kefektifan branding yang digunakan oleh netizen atau
pengunjung yang bermain sosial media, seperti pengunggahan foto
berlatar belakang kawasan Face Off Hos Cokroaminoto, serta tanggapan
mengenai respon negative ataupun respon positif mengenai brand wisata
pedestrian Face Off Hos Cokroaminoto.
Dalam hal ini pemerintah daerah memonitor, mengevaluasi dan
meriview tanggapan masyarakat mengenai wisata pedestrian melalui
social media yang dimiliki pemerintah daerah. Terdapat respon negative
dan positif yang diterima pemerintah perihal pembangungan wisata
pedestrian Face Off Hos Cokroaminoto seperti dibawah ini
63
Gambar 8 Komentar netizen pada instagram @pemerintahkab mengenai Face Off
Hos Cokroaminoto
Berdasarkan hal yang telah dipaparkan tersebut, dijelaskan bahwa
pemerintah daerah memantau segala kegiatan promosi serta pengelolaan
melalui social media salah satunya adalah Instagram. Peneliti
mendapatkan terdapat banyak saran serta kritiik dari masyarakat setempat
pada media sosial Instagram tersebut. Hal yang paling banyak dikeluhkan
64
adalah kurang tersedianya lahan parkir serta jalan Hos Cokroaminoto
yang menjadi gersang dan macet akibat penyempitan jalan.
Setelah melaksanakan monitoring & evaluation maka
melaksanakan destination branding dengan melakukan tahapan – tahapan
strategis berikutnya, untuk melakukan branding wisata pedestrian Face
Off Jalan HOS Cokroaminoto. Agar melakukan destination branding
secara benar, maka harus melakukan triangulasi brand secara akurat, yaitu
dengn membuat peningkatn terhadap brand promise & brand performance
sesuai dengan positioning pada destinasi wisata.