bab iv hasil dan pembahasan 4.1. gambaran umum...

20
23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Penelitian 4.1.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, propinsi Jawa Tengah, dengan perbatasan wilayah desa sebagai berikut : Batas sebelah Timur : Desa Tajuk Batas sebelah Selatan : Gunung Merbabu Batas sebelah Utara : Desa Somo Gawe Batas sebelah Barat : Desa Kopeng Desa Batur memiliki luas wilayah 1.081,750 Hektar, yang terbagi dalam 19 dusun yaitu dusun Thekelan, Selo Nduwur, Nglelo, Tawang, Batur Kidul, Batur Wetan, Gondang, Dukuh, Selo Ngisor, Kaliduren, Madu, Ngringin, Kalitengah, Sanggar, Diwak, Senden, Rejosari, Wonosari, dan Krangkeng. Menurut data sekunder dikatakan terdapat lahan pertanian seluas 553 hektar dan 534,28 hektar lahan bukan pertanian di desa Batur. Desa Batur memiliki jumlah penduduk sebanyak 6878 orang yang terdiri dari 3633 penduduk laki-laki dan 3235 penduduk berjenis kelamin wanita. Mayoritas penduduk desa Batur memiliki mata pencaharian sehari-hari sebagai petani dan peternak. Di desa Batur sendiri mayoritas penduduknya sebagian besar beragama Islam dengan jumlah pemeluk agama sebanyak 4787 orang , Kristen sebanyak 1663 orang, Budha sebanyak 424 orang, Katolik sebanyak 4 orang. Namun meskipun terdapat beragam perbedaan desa Batur sendiri tetap memegang teguh prinsip persatuan yang ada di negara Indonesia. Infrastruktur yang tersedia di desa Batur meliputi 4 Sekolah Dasar, 2 Madrasah, dan 4 Taman Kanak-kanak. Infrastruktur rumah ibadah terdiri 29 bangunan rumah ibadah, yang terdiri dari 18 masjid, 10 gereja, dan 1 wihara. Keadaan rumah penduduk di desa Batur terdapat 391 unit rumah permanen dan sebanyak 1070 unit rumah tidak permanen. Selain itu terdapat areal pemakaman seluas 11 hektar, dan akses jalan seluas 162 hektar.

Upload: buikiet

Post on 10-May-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

23

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Penelitian

4.1.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten

Semarang, propinsi Jawa Tengah, dengan perbatasan wilayah desa sebagai

berikut :

Batas sebelah Timur : Desa Tajuk

Batas sebelah Selatan : Gunung Merbabu

Batas sebelah Utara : Desa Somo Gawe

Batas sebelah Barat : Desa Kopeng

Desa Batur memiliki luas wilayah 1.081,750 Hektar, yang terbagi dalam 19

dusun yaitu dusun Thekelan, Selo Nduwur, Nglelo, Tawang, Batur Kidul, Batur

Wetan, Gondang, Dukuh, Selo Ngisor, Kaliduren, Madu, Ngringin, Kalitengah,

Sanggar, Diwak, Senden, Rejosari, Wonosari, dan Krangkeng. Menurut data

sekunder dikatakan terdapat lahan pertanian seluas 553 hektar dan 534,28 hektar

lahan bukan pertanian di desa Batur.

Desa Batur memiliki jumlah penduduk sebanyak 6878 orang yang terdiri

dari 3633 penduduk laki-laki dan 3235 penduduk berjenis kelamin wanita.

Mayoritas penduduk desa Batur memiliki mata pencaharian sehari-hari sebagai

petani dan peternak. Di desa Batur sendiri mayoritas penduduknya sebagian besar

beragama Islam dengan jumlah pemeluk agama sebanyak 4787 orang , Kristen

sebanyak 1663 orang, Budha sebanyak 424 orang, Katolik sebanyak 4 orang.

Namun meskipun terdapat beragam perbedaan desa Batur sendiri tetap memegang

teguh prinsip persatuan yang ada di negara Indonesia.

Infrastruktur yang tersedia di desa Batur meliputi 4 Sekolah Dasar, 2

Madrasah, dan 4 Taman Kanak-kanak. Infrastruktur rumah ibadah terdiri 29

bangunan rumah ibadah, yang terdiri dari 18 masjid, 10 gereja, dan 1 wihara.

Keadaan rumah penduduk di desa Batur terdapat 391 unit rumah permanen dan

sebanyak 1070 unit rumah tidak permanen. Selain itu terdapat areal pemakaman

seluas 11 hektar, dan akses jalan seluas 162 hektar.

24

4.1.2. Gambaran Umum Usaha Ternak Sapi Di Desa Batur, Dusun Thekelan

Usaha ternak sapi perah adalah salah satu unit usaha yang paling banyak

dilakukan masyarakat Desa Batur, Dusun Thekelan disamping usaha tani. Usaha

sapi perah juga turut berkontribusi menunjang perekonomian di Desa Batur,

Dusun Thekelan. Pada umumnya pengelolaan usaha ternak sapi perah di Desa

Batur, Dusun Thekelan masih menggunakan sistem konvensional dan juga output

yang dihasilkan masih berupa susu sapi segar.

Di Desa Batur sendiri terdapat banyak masyarakat yang melakukan usaha

ternak sapi perah. Umumnya para peternak menaruh tabung susu (can) di depan

rumah dan pengepul susu (looper) datang untuk mengambil susu yang ditampung

di dalam can tersebut, namun berbeda dari kebanyakan dusun lain, di Dusun

Thekelan yang pengelolaannya sudah terorganisir dengan baik. Para peternak sapi

perah di Dusun Thekelan menyetorkan hasil perahan susunya ke koperasi yang

dibentuk oleh kelompok ternak Margo Rukun.

Koperasi kelompok ternak Margo Rukun yang dibentuk sejak tahun 2006 ini

tidak hanya mampu untuk mengakomodir urusan penjualan susu hasil perahan

peternak yang berada di Dusun Thekelan, kelompok ternak Margo Rukum juga

mampu untuk memberikan pengetahuan serta menjadi wadah bagi para peternakdi

Dusun Thekelan untuk bersama-sama mensejahterakan para peternak sapi perah

yang berada di Dusun Thekelan. Beberapa program bantuan pemerintah mampu

tersalurkan dengan baik berkat adanya kelompok ternak Margo Rukun di tengah-

tengah masyarakat Dusun Thekelan. Terbukti lewat beberapa program yang

berhasil disalurkan langsung kepada para peternak sapi di Dusun Thekelan seperti

Bansos, PKT, penyuluhan dari dinas peternakan, bantuan konsentrat, bantuan

pengadaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan peternakan serta bantuan IB

(Inseminasi Buatan) gratis.

Susu hasil perahan peternak yang berada di Dusun Thekelan yang

dikumpulkan di koperasi kelompok ternak Margo Rukun ini dibeli dengan harga

yang lebih tinggi dari harga pengepul. Dengan harga yang lebih tinggi ini para

peternak mendapatkan penerimaan yang lebih besar dibandingkan bila menyetor

ke pengepul secara langsung baik secara langsung atau melalui looper susu.

25

4.2. Karakteristik Peternak Responden

Dalam penelitian ini karakteristik responden adalah petani di Dusun

Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan,Kabupaten Semarang, variabel yang di

amati meliputi adalah umur,pengalaman beternak, hijauan, konsentrat, obat-

obatan, jumlah ternak, dan pendapatan.. Dalam penelitian ini jumlah responden

adalah sebayak 35 peternak yang diperoleh secara acak dari total jumlah

peternaksapi perahsebanyak 45 orang yang diketahui oleh ketua kelompok ternak.

Hal yang membuat dusun Thekelan berbeda dari dusun lainnya selain dari

cara pengelolaan hasil perahan susu adalah karakteristik petani responden yang

terdiri dari bermacam-macam agama, dan uniknya adalah, mayoritas sebagian

besar peternak sapi perah beragama Budha. Hal tersebut didukung dengan adanya

sebuah Vihara yang berjarak sangat dekat dengan rumah penduduk di Dusun

Thekelan.

Selain agama, tingkat pendidikan para peternak di Dusun Thekelan

menjadi hal yang menarik, karena menurut hasil data primer 21 peternak sapi

perah kelompok ternak Dusun Thekelan hanya mengenyam pendidikan sampai

tingkat Sekolah Dasar, kemudian 11 peternak sapi perah Dusun Thekelan hanya

mengenyam pendidikan sampai tingkat SMP ( Sekolah Menengah Pertama), dan

hanya ada 3 orang mampu menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat SMA

(Sekolah Menengah Atas), dan hanya satu orang peternak yang mampu

menyelesaikan pendidikan sampai tingkat Sarjana. Mayoritas peternak sapi perah

Dusun Thekelan memang hanya mampu menyelesaikan pendidikan sampai

setingkat SD (Sekolah Dasar), namun kesadaran akan pentingnya pendidikan,

berorganisasi, dan berinvestasi dalam hal ini (selain bertani) berupa beternak sapi

perah sudah baik.

4.2.1. Umur Peternak Sapi Perah

Para petani yang berusia lanjut biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit

untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara berpikir dan

cara pandang guna meningkatkan kemajuan dari segi usahataninya, cara kerja dan

cara hidupnya (Soekartawi,1995). Menurut teori, umur memang berpengaruh

terhadap peternak dalam menjalankan aktivitas usahaternak, semakin petani dalam

26

usia produktif semakin maksimal pula output yang dihasilkan di dalam

produksinya. Dari data yang diperoleh dapat dilihat distribusi gambaran

responden berdasarkan umur pada Tabel 4.1. sebagai berikut :

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Umur (Tahun) Jumlah Responden

Orang %

23 - 33 6 17,14

34 - 44 15 42,86

45 - 55 9 25,71

56 - 64 5 14,29

Total 35 100,00

Rata-Rata 42 tahun

Sumber: Analisis Data Primer 2017

Dari Tabel 4.1. diatas, sebagian besar peternak berada dalam rentang umur

34- 44 tahun dengan jumlah peternak sebanyak 15 orang atau sebanyak 42,86 % ,

dan untuk rentang umur 56-64 hanya ada sebanyak 5 orang atau bila dinyatakan

dalam persentase sebanyak 14,29% lalu diikuti dengan rentang umur 23-33

sebanyak 6 orang atau bila dengan persentase sebesar 17,14%. Berada diperingkat

kedua adalah rentang umur 45 – 55 dengan jumlah peternak sebanyak 9 orang

atau dengang persentase sebanyak 25,71% .Dalam tabel 4.1 sudah diketahui

bahwa persentase terbesar jumlah peternak yang menjadi responden berada pada

rentang 34 – 44 tahun. Hal tersebut disebabkan pada usia tersebut kebanyakan

peternak sudah nyaman akan pekerjaan sehari – hari sebagai peternak dan rata –

rata mereka enggan untuk meninggalkan desa seperti yang terjadi pada rentang

umur 23 - 33, yang masih mengalami masa produktif dan haus akan pengalaman

serta pendidikan sehingga pada rentang umur 23 - 33 kebanyakan dari mereka

bekerja atau masih menjalani pendidikan di luar Dusun Thekelan. Dalam uuia

yang semakin senja ketertarikan untuk terus bekerja nampaknya semakin menurun

seperti yang dapat kita lihat pada Tabel 4.1 di rentang usia 45 – 55 dan 56 – 64,

terjadi penurunan jumlah peternak dari 9 orang menjadi 6 orang seiring dengan

peningkatan rentang umur dalam tabel.

27

4.2.2. Pengalaman Berusaha Ternak Sapi Perah

Pengalaman seseorang dalam berusahatani memiliki peranan terhadap

perolehan informasi sebanyak-banyaknya terutama terhadap inovasi (Fauzia dan

Tampubolon 1991). Sama halnya dengan umur, pengalaman merupakan faktor

sosial yang melekat pula dalam diri peternak sapi yang turut mempengaruhi

pengambilan keputusan peternak, yang imbasnya terhadap perolehan pendapatan

mereka dalam berkegiatan ternak sapi perah.Dari data yang diperoleh distribusi

responden berdasakan pengalaman beternak sapi perah pada Tabel 4.2. sebagai

berikut:

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengalaman Beternak

Pengalaman Beternak (Tahun) Jumlah Responden

Orang %

3 – 5 5 14,30

6 – 8 20 57,14

9 – 12 10 28,56

Total

35 100,00

Rata-Rata 8 tahun

Sumber: Analisis Data Primer 2017

Dari Tabel 4.2 diatas sebagian besar peternak dari keseluruhan total

peternak yang menjadi responden paling banyak berada di rentang 6 – 8 dengan

jumlah peternak sebanyak 20 orang atau dengan persentase sebesar 57,14%.

Peringkat dua ditempati oleh peternak dengan rentang pengalaman beternak 9 –

12 dengan jumlah peternak sebanyak 10 orang atau dengan persentase sebesar

28,56%. Rentang pengalaman beternak yang paling sedikit jumlah peternaknya

adalah 3 – 5 tahun, dengan jumlah peternak hanya sebanyak 5 orang atau dengan

persentase sebanyak 14,30%. Peternak dengan pengalaman diatas 7 (tujuh) tahun

rata-rata mereka merupakan pendiri kelompok ternak Margo Rukun dan anggota

lama dari kelompok ternak tersebut sehingga memang jumlah peternak responden

paling banyak dari Tabel 4.2 berada pada rentang pengalaman beternak sapi perah

diatas 7 tahun.

28

4.2.3. Penggunaan Hijauan

Makanan hijauan ialah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman

dalam bentuk daun-daunan dan yang termasuk dalam kelompok makanan hijauan

adalah bangsa rumput (gramineae), leguminose, serta hijauan dari tumbuh-

tumbuhan lain seperti daun nangka, aur (sejenis bambu), daun waru, dan lain

sebagainya (Anonim,1986). Penggunaan hijuan menjadi faktor yang berpengaruh,

tentunya berpengaruh pada output produksi dalam dunia ternak sapi perah yang

berupa susu sapi segar. Fungsi makanan atau pakan ternak sangat penting guna

menunjang pertumbuhan ternak muda, maupun untuk mempertahankan hidup

hewan ternak tersebut dan menghasilkan suatu produksi serta tenaga bagi ternak-

ternak dewasa, selain itu juga pakan ternak berfungsi untuk memelihara daya

tahan tubuh dan kesehatan hewan ternak (Samad dan Soeradji, 1983). Dari data

yang diperoleh distribusi responden berdasakan pengalaman berusahatani pada

Tabel 4.3. sebagai berikut:

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Hijauan

Penggunaan

Hijauan(Rupiah/Bulan)

Jumlah Responden

Orang %

8.000 - 19.000 18 51,43

19.050 - 30.050 11 31,43

30.100 - 41.100 3 8,57

41.150 - 52.000 3 8,57

Total 35 100,00

Rata-Rata Rp 22.217,14 / Bulan

Sumber: Analisis Data Primer 2017

Dari Tabel 4.3. diatas dapat dilihat bahwa penggunaan hijauan terbanyak

ada pada rentang Rp 8.000 – Rp 19.000sebanyak 18 orang atau dengan persentase

sebesar 51,43%.Pada rentang Rp 19.050 – Rp 30.050 terdapat 11 orang atau

31,43%. Pada rentang Rp 30.100 –Rp 41.100 terdapat 3 orang atau dengan

persentase sebesar 8,57%, begitu juga dengan rentang penggunaan hijauan Rp

41.150 – Rp 52.000 yaitu sebanyak 3 orang atau sebesar 8,57%.

29

4.2.4. Penggunaan Konsentrat

Penggunaan konsentrat terhadap sapi perah merupakan suatu kewajiban

karena sejatinya konsentrat adalah bahan pelengkap pakan sapi perah. Untuk

mencapai produksi susu yang tinggi dengan tetap mempertahankan kadar lemak

susu dalam batas-batas yang memenuhi persyaratan kualitas, perbandingan antara

bahan kering hijauan dengan konsentrat adalah 60 : 40. Namun apabila hijauan

yang diberikan itu berkualitas rendah, perbandingan antara bahan kering hijauan

dengan konsentrat dapat bergeser menjadi 55 : 45. Sedangkan apabila hijauan

yang diberikan berkualitas sedang sampai tinggi, perbandingan antara bahan

kering hijauan dengan konsentrat dapat berubah menjadi 64 :36 (McCullough

dalam Siregar, 1992).Jadi sudah seharusnya penggunaan konsentrat diperhatikan

untuk menunjang hasil susu yang optimal dari sapi perah itu sendiri. Data

distribusi penggunaan konsentrat oleh responden dapat dilihat pada Tabel 4.4.

sebagai berikut:

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Konsentrat

Penggunaan Konsentrat

(Rupiah/Bulan)

Jumlah Responden

Orang %

130.000 - 585.000 18 51,43

585.050 - 1.040.050 13 37,14

1.040.100 - 1.494.100 3 8,57

1.495.150 - 1.950.000 1 2,86

Total 35 100,00

Rata-Rata Rp 648.100,- / Bulan

Sumber: Analisis Data Primer 2017

Dari Tabel 4.4. di atas penggunaan konsentrat terbanyak terdapat pada

rentang Rp 130.000 – Rp 585.000 yaitu sebanyak 18 orang atau 51,43%,

sedangkan untuk rentang Rp 585.050 – Rp 1.040.050 terdapat 13 orang atau

dengan persentase sebesar 37,14%. Diikuti peringkat tiga terbanyak pada rentang

Rp 1.040.100 – Rp 1.494.100 sebanyak 3 orang atau 8,57% dan terakhir pada

rentang Rp 1.495.150 – Rp 1.950. 000 hanya terdapat 1 orang atau dengan

persentase sebesar 2,86%.

30

4.2.5. Penggunaan Obat-Obatan

Penggunaan obat-obatan dalam pemeliharaan sapi perah bertujuan untuk

menanggulangi berbagai macam penyakit pada sapi perah. Faktor penyakit juga

dapat mempengaruhi komposisi susuMuchtadi (2009). Oleh karena itu para

peternak sapi perah melakukan berbagai cara untuk mencegah timbulnya berbagai

macam penyakit sapi perah. Pemberian vitamin, mineral, dan juga inseminasi

buatan dilakukan guna mencegah dan mengopptimalkan produksi susu

sapi.Inseminasi buatan (IB) adalah penempatan semen pada saluran reproduksi

secara buatan. Tujuan dari Inseminasi buatan (IB) sendiri adalah menggantikan

fungsi pejantann dalam proses reproduksi sapi perah. Hasilnya adalah peternak

tidak perlu menggunakan pejantan sapi serta pengurangan biaya produksi (modal)

pembelian pejantan sapi. Distribusi biaya tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel

4.5 berikut :

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Obat-Obatan

Penggunaan Obat-Obatan (Rupiah/Bulan) Jumlah Responden

Orang %

50.000 - 144.250 21 60,00

144.300 - 238.550 7 20,00

238.600 - 333.100 3 8,57

333.150 - 427.000 4 11,43

Total 35 100,00

Rata-Rata Rp 153.714,28 / Bulan

Sumber: Analisis Data Primer 2017

Dari data Tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa pada rentang penggunaan

obat-obatan paling banyak dijumpai pada rentang Rp 50.000 – Rp 144.25 dengan

jumlah responden sebanyak 21 orang atau dengan persentase sebesar 60%. Di

peringkat kedua terdapat 7 orang responden menempati rentang penggunaan obat-

obatan Rp 144.300 – Rp 238.550 atau sebesar 20% dari total responden. Rentang

Rp 238.600 – Rp 333.100 hanya terdapat 3 orang responden atau dengan

persentase sebesar 8,57%, sedangkan pada rentang Rp 333.150 – Rp 427.000

terdapat 4 rang responden atau sebesar 11,43% dari total responden.

31

4.2.6. Ternak Sapi Perah

Dalam usahatani modal meliputi tanah, bangunan-bangunan (gudang,

kandang, lantai jemur, pabrik dan lain-lain), alat-alat pertanian (traktor, luku,

garu, spayer, cangkul, parang, sabit dan lain-lain), tanaman, ternak, sarana

produksi (bibit, benih ikan, pupuk, obat -obatan) dan uang tunai (Hernanto dalam

Handayani, 2006). Ternak sapi perah yang diusahakan oleh peternak di Desa

Batur dilihat dari kepemilikan ternak sapi perah. Kepemillikan ternak sapi perah

merupakan modal utama untuk memulai usaha ternak sapi perah. Kepemilikan

ternak sapi perah tentunya berpengaruh terhadap jumlah produksi susu perah yang

dihasilkan. Jumlah kepemilikan ternak sapi perah memang berpengaruh terhadap

produksi susu perah, namun bebagai macam faktor lain seperti penggunaan pakan

hijauan, konsentrat, penggunaan obat-obatan dan juga faktor sosial yang melekat

dalam diri peternak juga mempunyai peranan yang tidak kalah penting selain

kepemilikan ternak. Jumlah kepemilikan ternak yang banyak belum tentu

menghasilkan produksi yang optimal, tetapi kepemilikan ternak merupakan modal

yang memang harus dipenuhi untuk berusaha ternak sapi perah. Data distribusi

jumlah kepemilikan ternak sapi perah responden dapat dilihat pada Tabel 4.6.

sebagai berikut:

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Ternak Sapi Perah

Kepemilikan Ternak Sapi Perah (Rp/Ekor) Jumlah Responden

Orang %

19.000.000 - 38.000.000 12 34,29

39.000.000 - 76.000.000 17 48,57

77.000.000 - 114.000.000 6 17,14

Total 35 100,00

Rata-Rata Rp 59.714.285,71

Sumber: Analisis Data Primer 2017

Dari Tabel 4.6. dapat dilihat distribusi biaya kepemilikan ternak sapi

perah, bahwa jumlah kepemililikan ternak dengan rentang Rp 39.000.000 – Rp

76.000.000 memiliki jumlah peternak sebanyak 17 orang atau dengan persentase

sebesar 48,57%. Sebanyak 12 orang atau dengan persentase sebesar 34,29%

peternak memiliki total biaya kepemilikan ternak dengan rentang Rp 19.000.000

32

– Rp 38.000.000. Total biaya kepemilikan ternak dengan jumlah peternak paling

sedikit berada pada rentang biaya Rp 77.000.000 – Rp 114.000.000 dengan

jumlah peternak sebanyak 6 orang atau dengan persentase sebesar 17,14%.

4.2.7. Pendapatan Peternak Sapi Perah

4.2.7.1. Produksi

Proses produksi dalam usaha ternak sapi perahmengahsilkan output berupa

susu. Susu segar yang diperoleh dari peternak sapi perah Dusun Thekelan

disetorkan ke koperasi Margo Rukun untuk dikelola lagi dan disetorkan ke

koperasi terdekat. Kelompok ternak Margo Rukun membeli susu dari anggota

kelompok ternak Margo Rukun dengan harga Rp 4450,- yang bernilai lebih tinggi

dari nilai yang diberikan oleh koperasi.Tabel 4.7. dibawah ini merupakan data

distribusi produksi petani jahe sebagai berikut :

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Susu (Liter)

Produksi (Liter/Bulan) Jumlah Responden

Orang %

133,25 - 317,65 23 65,72

317,75 -502,15 7 20,00

502,25 - 686,65 2 5,71

686,75 - 871,15 3 8,57

Total

35 100,00

Rata-Rata 331,95Liter/Bulan

Sumber: Analisis Data Primer 2017

Dari data Tabel 4.7. diatas, dapat dilihat distribusi terbesar dari total

perolehan susu dalam satuan liter terbanyak berada pada rentang 133,25 – 317,65

liter dengan jumlah sebanyak 23 orang atau dengan persentase sebesar 65,72%.

Rentang 317,75 – 502,15 liter dengan jumlah sebanyak 7 orang atau dengan

persentase sebesar 20%, di tempat ketiga distribusi hasil perolehan susu terbanyak

berada pada rentang 686,75 – 871,15 liter dengan jumlah sebanyak 3 orang atau

dengan persentase sebesar 8,57% dan yang memiliki jumlah distribusi paling

sedikit berada pada rentang 502,25 – 686,65 liter dengan jumlah sebanyak 3 orang

atau dengan persentase sebesar 5,71%.

33

4.2.7.2. Penerimaan Peternak Sapi Perah

Pengertian dari penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi

dengan harga jual (Soekartawi,1995). Penerimaan dalam hal ini merupakan

perkalian antara harga jual susu per liter dengan hasil perolehan literan susu per

bulan. Penerimaan tentunya akan berpengaruh terhadap pendapatan karena

pendapatan bersih usahatani atau ternak merupakan selisih biaya yang dikeluarkan

daripenerimaan yang diperoleh (Tjakrawiralaksana, 1983). Distribusi penerimaan

petani jahe bisa dilihat pada Tabel 4.8 dibawah ini :

Tabel 4.8. Distribusi Petani Responden Berdasarkan Total Penerimaan Dari

Hasil Produksi

Penerimaan (Rp/Bulan) Jumlah Responden

Orang %

592.963 - 1.413.432 23 65,72

1.413.482 - 2.233.951 6 17,14

2.234.001 - 3.054.470 3 8,57

3.054.520 - 3.874.838 3 8,57

Total 35 100,00

Rata-Rata Rp 1.477.180 / Bulan

Sumber: Analisis Data Primer 2017

Dari tabel 4.8. distribusi penerimaan terbesar peternak sapi perah dusun

Thekelan terjadi pada rentang Rp 592.963 - Rp 1.413.432 dengan jumlah

sebanyak 23 orang atau dengan persentase sebesar 65,72%. Distribusi terbesar

kedua berada pada rentang Rp 1.413.482 - Rp 2.233.951 dengan jumlah sebanyak

6 orang atau dengan persentase sebesar 17,14%. Jumlah distribusi dengan

persentase dan jumlah orang yang berimbang terdapata pada rentang Rp

2.234.001 - Rp 3.054.470 dan Rp 3.054.520 - Rp 3.874.838 dengan jumlah

sebanyak 3 orang atau dengan persentase sebesar 8,57%. Harga jual susu per liter

yang diterima para peternak sapi perah di Dusun Thekelan dari koperasi sebesar

Rp 4450,- per liter.

34

4.2.7.3 Pendapatan Peternak Sapi Perah

Pendapatan adalah selisih biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang

diperoleh (Tjakrawiralaksana, 1983). Pendapatan tentunya berbeda dengan

penerimaan. Penerimaan adalah perkalian antara produksi dengan harga jual

(Soekartawi,1995). Data distribusi pendapatan ternak sapi perah responden dapat

dilihat pada Tabel 4.7. sebagai berikut:

Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Ternak Sapi Perah

Pendapatan Peternak Sapi Perah (Rp/Bln) Jumlah Responden

Orang %

66.163 - 617.331 22 62,86

617.381 - 1.168.549 8 22,86

1.168.549 - 1.719.718 2 5,71

1.719.768 - 2.270.838 3 8,57

Total 35 100,00

Rata-Rata Rp 656.320,-/Bulan

Sumber: Analisis Data Primer 2017

Dari data Tabel 4.9. dapat dilihat distribusi pendapatan peternak sapi perah

terbanyak terdapat pada rentang Rp 66.163 - Rp 617.331 dengan jumlah orang

sebanyak 22 orang. Perolehan terbanyak kedua terdapat pada rentang Rp 617.381-

Rp 1.168.549 dengan jumlah orang sebanyak 8 orang, diikuti dengan rentang Rp

1.168.549 - Rp 1.719.718 sebanyak 2 orang dan rentang Rp 1.719.768 - Rp

2.270.838 dengan jumlah orang sebanyak 3 orang.

4.3. Hasil Komputasi

4.3.1. Model Regresi Linier Berganda : Usaha Ternak Sapi Perah

Adapun pengaruh variabel bebas atau variabel independen : Umur

Peternak (X1), Pengalaman Peternak (X2), Penggunaan Hijaun (X3), Penggunaan

Konsentrat (X4), Penggunaan Obat-obatan (X5), Ternak Sapi Perah (X6), terhadap

variabel terikat atau dependen Pendapatan Peternak Sapi Perah (Y), dapat dilihat

menggunakan model persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :

35

𝒀 = 𝒂 + 𝒃𝟏𝑿𝟏 + 𝒃𝟐𝑿𝟐 + 𝒃𝟑𝑿𝟑 + 𝒃𝟒𝑿𝟒 + 𝒃𝟓𝑿𝟓 + 𝒃𝟔𝑿𝟔 + 𝒃𝟕𝑿𝟕 + 𝒆

Y= 491.260,74 + 9.319,55X1 – 81.123,26X2 +31,53X3 – 309X4 + 3,45X5 –

192.219,79X6

Dari Tabel 4.10. dapat dilihat bahwa nilai Adjusted R square pada

permodelan penelitian ini sebesar 0.720, yang berarti bahwa sebesar 72%

perubahan variabel terikat dalam penelitian ini yaitu pendapatan peternak sapi

perah dipengaruhi secara bersamaan oleh variabel bebas yang meliputi umur,

pengalaman, hijauan, konsentrat, obat-obatan, dan juga jumlah ternak. Hal ini

semakin diperkuat dengan hasil uji F yang dilakukan. Nilai Fhitung dari Tabel 4.10.

sebesar 15.586, sedangkan nilai Ftabel dari penelitian ini sebesar 2,45. Dilihat dari

nilai Fhitung dari permodelan penelitian ini yang lebih besar dari Ftabel, maka hal ini

memenuhi syarat uji F yaitu H0 diterima bila Fhitung < Ftabel dan H1 diterima bila

Tabel 4.10. Faktor Sosial ekonomi Yang Mempengaruhi PenerimanPetani Jahe

No Variabel

Koefisien

parameter

Dugaan (bi)

Nilai

t Hitung

Signifikansi

(Prob.)

Keputusan

Signifikan

1 Konstanta (b0) 491.260,74 1,411 0,169

2 X1 Umur

Peternak 9.319,55 1,851 0,075

Tidak

Signifikan

3 X2 Pengalaman

Peternak (-81.123,26) -3,316 0,003(* Signifikan

4 X3 Penggunan

Hijauan 31,53 4,178 0,000(* Signifikan

5 X4 Penggunan

Konsentrat (-309) -1,776 0,087

Tidak

Signifikan

6 X5 Penggunan

Obat-obatan 3,45 4,878 0,000(* Signifikan

7 X6 Ternak Sapi

Perah (-192.219,79) -3,363 0,002(* Signifikan

Adjusted R2= 0,720 F hitung = 15,586 F tabel =2,45 t tabel = 2,04523

Keterangan : (* Signifikan Pada Selang Kepercayaan 95 % (α = 0,05)

Sumber : Analisis Data Primer 2017

36

Fhitung > Ftabel. Uji F dilakukan sebagai pendukung validitas data hasil penelitian

bahwa perubahan variabel terikat (pendapatan peternak sapi perah) dalam

penelitian ini dipengaruhi secara bersama-sama oleh variabel bebas (umur,

pengalaman, hijauan, konsentrat, obat-obatan, dan juga jumlah ternak).

Selain itu dapat dilihat dari Tabel 4.10. diatas pengaruh variabel bebas

(umur peternak, pengalaman peternak, penggunaan hijauan, penggunaan

konsentrat, penggunaan obat-obatan, dan ternak sapi perah) secara masing-

masing terhadap variabel terikat (pendapatan peternak sapi perah). Pengaruh

masing-masing variabel bebas dapat dilihat pada kolom t hitung. Nilai t hitung pada

masing-masing variabel akan memenuhi syarat uji t apabila nilai t hitung variabel

bebas lebih besar dari nilai t tabel. Dapat dilihat bahwa nilai t hitung semua varabel

bebas lebih besar daripada t tabel sebesar 2,0452.

Satu lagi metode pengujian dengan mengacu pada nilai signifikansi tiap

variabel. Syaratnya adalah H0 diterima jika nilai signifikansi > 0,05 dan H1

diterima bila nilai signifikansi < 0,05. Dengan mengacu pada nilai signifikan lebih

kecil < 0,05 maka dapat dilihat bahwa nilai signifikansi variabel umur peternak

(X1) 0.075, pengalaman peternak (X2) 0.003, penggunaan hijauan (X3) 0.000 ,

penggunaan konsentrat (X4) 0.087 , penggunaan obat-obatan (X5) 0.000, ternak

sapi perah (X6) 0.002. Variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap

perubahan variabel terikat pendapatan peternak sapi perah (Y) adalah variabel

pengalaman peternak (X2), penggunaan hijauan (X3), penggunaan obat-obatan

(X5) dan ternak sapi perah (X6). Selain itu variabel bebas umur peternak (X1) dan

penggunaan konsentrat (X4) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat

pendapatan peternak sapi perah (Y). Adapun pembahasan masing masing variabel

sebagai berikut :

1. Umur Peternak (X1) Terhadap Pendapatan Peternak Sapi Perah (Y)

Dari hasil komputasi menggunakan SPSS 20 menunjukan bahwa variabel

umur (X1) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,075. Dengan kriteria penerimaan

H1 yaitu nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka variabel X1 dinyatakan tidak

berpengaruh nyata terhadap perubahan variabel pendapatan (Y). Nilai t hitung

37

variabel umur (X1) sebesar 1,851 juga tidak memenuhi kriteria penerimaan H1 ,

yaitu nilai t hitung < t tabel sebesar 2,0452.

Hal diatas dapat dinterpretasikan bahwa besar perubahan variabel

pendapatan (Y) tidak dipengaruhi oleh variabel umur peternak (X1), dengan kata

lain bahwa perubahan 1 (satu) satuan umur peternk (X1) tidak berpengaruh secara

nyata terhadap perubahan variabel pendapatan peternak sapi perah (Y). Hipotesis

bahwa variabel umur peternak (X1) berpengaruh nyata terhadap perubahan

variabel pendapatan peternak sapi perah (Y) tidak sesuai dengan hasil penelitian

ini.

Pada tabel distribusi 4.1. bahwa rata-rata sebaran umur berada di usia 42

tahun. Memang dalam teori dikatakan bahwa semakin muda usia peternak (usia

produktif 20-45 tahun) umumnya rasa keingintahuan terhadap sesuatu semakin

tinggi dan minat untuk mengadopsi terhadap introduksi teknologi semakin tinggi

(Chamdi,2003). Namun introduksi akan teknologi harus diikuti juga dengan

pengelolaan manajamen dan pengetahuan akan dunia ternak yang baik. Agar

teknologi baru bisa diterapkan dengan baik dan sesuai dengan situasi dan keadaan

ditempat penelitian guna mendapatkan pendapatan yang optimum. Pentingnya

pengetahuan akan keadaan dan situasi setempat sesuai dengan teori yang

mengatakan bahwa faktor penghambat berkembangnya peternakan pada suatu

daerah tersebut dapat berasal dari faktor-faktor topografi, iklim, keadaaan sosial,

tersedianya bahan-bahan makanan rerumputan atau penguat, disamping itu faktor

pengalaman yang dimiliki peternak masyarakat sangat menentukan pula

perkembangan peternakan didaerah itu (Abidin dan Simanjuntak ,1997).

2. Lama Pengalaman Peternak (X2) Terhadap Pendapatan Peternak Sapi

Perah (Y)

Dari hasil komputasi menggunakan SPSS 20 menunjukan bahwa variabel

pengalaman beternak (X2) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,003. Dengan

kriteria penerimaan H1, yaitu nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka variabel

pengalaman beternak (X2) dinyatakan berpengaruh nyata terhadap variabel

pendapatan peternak sapi perah (Y). Keadaan ini didukung pula dengan nilai t

hitung variabel pengalaman peternak (X2) sebesar -3.316 memenuhi kriteria

38

penerimaan H1 , yaitu nilai t hitung > t tabel sebesar 2,0452. Nilai koefisien

regresi variabel pengalaman beternak (X2) sebesar -81.123,26.

Berlandaskan pada hasil dari komputasi menggunakan SPSS 20 dapat

diinterpretasikan bahwa besar perubahan variabel pendapatan peternak sapi perah

(Y) dipengaruhi oleh perubahan variabel pengalaman peternak (X2). Besaran

perubahan variabel pendapatan berdasarkan nilai koefisien regresi X2 adalah -

81.123,26, dengan kata lain dapat di artikan bahwa setiap pertambahan 1 (satu)

satuan variabel pengalaman peternak (X2) maka akan terjadi penurunan sebesar

81123.258 satuan variabel pendapatan peternak sapi perah (Y).

Menurut teori pengalaman peternak akan berpengaruh terhadap

perkembangan peternakan di suatu daerah (Abidin dan Simanjuntak ,1997).

Namun berdasarkan hasil penelitian dan data empiris yang didapatkan di lapangan

menunjukan bahwa peternak dengan tingkat pengalaman yang tinggi umumnya

telah ber-usia lanjut. Para peternak dengan usia lanjut ini tentunya memiliki

keterbatasan daya dan usaha dalam mengelola usaha ternaknya, karena

kebanyakan dari peternak di dusun Thekelan masih menerapkan usaha ternak

yang bersifat padat karya. Karena berbagai macam keterbatasan menyebabkan

hasil produksi yang menurun. Hasil produksi tentunya akan mempengaruhi

jumlah penerimaan. Besar kecilnya penerimaan nantinya akan mempengaruhi

besar kecilnya pendapatan dari peternak sapi perah.

3. Pengaruh Penggunaan Hijauan (X3) Terhadap Pendapatan Peternak

Sapi Perah (Y)

Hasil komputasi menggunakan SPSS 20 menunjukan bahwa variabel

penggunaan hijauan (X3) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000. Dengan

kriteria penerimaan H1, yaitu nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka variabel

penggunaan hijauan (X3) dinyatakan berpengaruh nyata terhadap variabel

pendapatan peternak sapi perah (Y). Keadaan ini didukung pula dengan nilai t

hitung variabel penggunaan hijauan (X3) sebesar 4,178 memenuhi kriteria

penerimaan H1 , yaitu nilai t hitung > t tabel sebesar 2,0452. Nilai koefisien

regresi variabel penggunaan hijauan (X3) sebesar 31,53. Interpretasi berdasarkan

penjabaran dari hasil komputasi adalah setiap kenaikan 1 (satu) satuan variabel

39

penggunaan hijauan (X3) mempengaruhi kenaikan variabel pendapatan peternak

sapi perah (Y) sebesar 31,530 satuan. Berlaku juga sebaliknya setiap penurunan 1

(satu) satuan variabel penggunaan hijauan (X3) mempengaruhi penurunan

variabel pendapatan peternak sapi perah (Y) sebesar 31,53 satuan.

Hal ini tentunya sesuai dengan hipotesis bahwa pemberian hijauan

berpengaruh terhadap pendapatan. Makanan hijauan ialah semua bahan makanan

yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan dan yang termasuk dalam

kelompok makanan hijauan adalah bangsa rumput (gramineae), leguminose, serta

hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun nangka, aur (sejenis bambu),

daun waru, dan lain sebagainya (Anonim,1986). Pemberian hijauan kaitannya

sangat erat dengan kualitas dan jumlah susu yang dihasilkan oleh sapi perah.

Fungsi makanan atau pakan ternak sangat penting guna menunjang pertumbuhan

ternak-ternak muda, maupun untuk mempertahankan hidup hewan ternak tersebut

dan menghasilkan suatu produksi serta tenaga bagi ternak dewasa, selain itu juga

pakan ternak berfungsi untuk memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan hewan

ternak (Samad dan Soeradji, 1983).

Hasil diatas juga sesuai dengan teori bahwa frekuensi pemberian pakan

sebaiknya lebih dari dua kali sehari karena akan dapat meningkatkan konsumsi

pakan maupun konsumsi zat-zat makanan, meningkatkan pencernaan zat-zat

makanan dan pada akhirnya meningkatkan produksi susu (Siregar,1992).

Tentunya penambahan frekuensi pemberian pakan berkaitan dengan penambahan

jumlah pemberian hijauan secara kuantitas.

4. Pengaruh Penggunaan Konsentrat (X4) Terhadap Pendapatan Peternak

Sapi Perah (Y)

Dari hasil komputasi menggunakan SPSS 20 menunjukan bahwa variabel

penggunaan konsentrat (X4) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,087. Dengan

kriteria penerimaan H1 yaitu nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka variabel

penggunaan konsentrat (X4) dinyatakan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel

pendapatan peternak sapi perah (Y). Nilai t hitung variabel penggunaan

konsentrat (X4) sebesar -1.776 juga tidak memenuhi kriteria penerimaan H1 , yaitu

nilai t hitung < t tabel sebesar 2,0452.

40

Hal diatas dapat dinterpretasikan bahwa besar perubahan variabel

pendapatan peternak sapi perah (Y) tidak dipengaruhi oleh variabel penggunaan

konsentrat (X4), dengan kata lain bahwa perubahan 1 (satu) satuan pengguanaan

konsentrat (X4) tidak berpengaruh secara nyata terhadap perubahan variabel

pendapatan peternak sapi perah (Y). Hipotesis bahwa variabel penggunaan

konsentrat (X4) berpengaruh nyata terhadap perubahan variabel pendapatan (Y)

tidak sesuai dengan hasil penelitian ini.

Pakan sapi perah terutama untuk induk sapi yang sedang berproduksi susu,

terdiri dari sejumlah hijauan dan konsentrat. Hijauan dan konsentrat ini harus

diberikan dalam perimbangan tertentu agar produksi dan kualitas susu yang tinggi

dapat dicapai (Sori,1992). Berdasarkan penelitian yang dilakukan dan juga hasil

observasi di lapangan ditemukan bahwa rata-rata pemberian konsentrat oleh

peternak sapi perah masih menggunakan perkiraan dengan tidak berdasarkan pada

satuan yang baku dalam setiap frekuensi pemberian, selain itu ditemukan juga

bahwa pemberian konsentrat oleh peternak sapi perah masih kurang

mempertimbangkan hal teknis ataupun anjuran dari dinas peternakan akan

komposisi pemberian konsentrat dengan hijauan yang baik seperti yang

dikemukakan McCullough dalam Siregar (1992) bahwa apabila perbandingan

antara bahan kering hijauan dengan konsentrat yang diberikan sebesar 90 : 10,

produksi susu yang tinggi tidak akan dapat dicapai, namun kadar lemak susu

mengalami peningkatan. Sedangkan apabila bahan kering pakan yang diberikan

seluruhnya berasal dari konsentrat, produksi susu yang tinggi akan dapat dicapai,

namun kadar lemak susu menurun secara drastis. Kadar lemak susu yang tinggi

merupakan salah satu persyaratan kualitas susu untuk dapatditerima oleh IPS.

Penurunan kadar lemak susu sebagai akibat dari pemberian pakan konsentrat

tanpa hijauan itu terjadi karena kurang terbentuknya asam asetat dalam rumen

sebagai akibat dari tidak tersedianya hijauan dalam rumen.

Penggunaan konsentrat untuk sapi perah umumnya diberikan oleh peternak

secara bersamaan dan menyeluruh, dengan tidak membedakan sapi yang

menghasilkan susu maupun yang tidak, semuanya diberikan konsentrat dengan

jumlah yang sama banyak sehingga penggunaan konsentrat tidak efisien. Keadaan

inefisiensi ini diduga lebih banyak karena peternak tidak memberikan konsentrat

41

tidak secara tepat sesuai dengan kebutuhan sapi perah yang telah menghasilkan

susu, seharusnya peternak lebih memprioritaskan pemberian konsentrat kepada

sapi perah yang telah menghasilkan susu.

5. Pengaruh Penggunaan Obat-obatan (X5) Terhadap Pendapatan Peternak

Sapi Perah (Y)

Hasil komputasi menggunakan SPSS 20 menunjukan bahwa variabel

penggunaan obat-obatan (X5) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000. Dengan

kriteria penerimaan H1, yaitu nilai signifikansi < 0,05, maka penggunaan obat-

obatan (X5) dinyatakan berpengaruh nyata terhadap perubahan variabel

pendapatan peternak sapi perah (Y). Keadaan ini didukung pula dengan nilai t

hitung variabel penggunaan obat-obatan (X5) sebesar 4,878 memenuhi kriteria

penerimaan H1 , yaitu nilai t hitung > t tabel sebesar 2,0452. Nilai koefisien

regresi variabel penggunaan obat-obatan (X5) sebesar 3,454. Ini menunjukkan

setiap kenaikan 1 (satu) satuan variabel penggunaan obat-obatan (X5)

mempengaruhi kenaikan variabel pendapatan peternak sapi perah (Y) sebesar

3,454 satuan. Berlaku juga sebaliknya setiap penurunan 1 (satu) satuan variabel

penggunaan obat-obatan (X5) mempengaruhi penurunan variabel pendapatan

peternak sapi perah (Y) sebesar 3,454 satuan.

Hal ini tentunya sesuai dengan hipotesis bahwa pemberian obat-obatan

berpengaruh terhadap pendapatan. Pemberian obat-obatan meliputi berbagai

macam mineral, vitamin, obat cacing dan juga inseminasi buatan kepada hewan

ternak khususnya sapi perah berpengaruh sekali terhadap kelangsungan hidup sapi

perah. Selain itu pemberian obat-obatan akan berdampak langsung dengan

produktivitas sapi perah dalam menghasilkan susu, karena kesehatan ternak

merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi produksi ternak

termasuk produksi susu sapi perah (Sani dkk, 2013).

6. Pengaruh Ternak Sapi Perah (X6) Terhadap Pendapatan Peternak Sapi

Perah (Y)

Hasil komputasi menggunakan SPSS 20 menunjukan bahwa variabel

Ternak Sapi Perah (X6) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,002. Dengan kriteria

42

penerimaan H1, yaitu nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka variabel ternak

sapi perah (X6) dinyatakan berpengaruh nyata terhadap variabel pendapatan

peternak sapi perah (Y). Keadaan ini didukung pula dengan nilai t hitung variabel

ternak sapi perah (X6) sebesar -3.363 memenuhi kriteria penerimaan H1 , yaitu

nilai t hitung > t tabel sebesar 2,0452. Nilai koefisien regresi variabel ternak sapi

perah (X6) sebesar -192.219,79. Interpretasi berdasarkan penjabaran dari hasil

komputasi adalah setiap kenaikan 1 (satu) satuan variabel jumlah ternak (X6)

mempengaruhi penurunan variabel pendapatan (Y) sebesar 192.219,79 satuan.

Dalam usahatani, modal meliputi: tanah, bangunan (kandang), alat-alat

pertanian ( spayer, cangkul, parang, sabit dan lain-lain), tanaman, ternak, sarana

produksi (bibit, benih ikan, pupuk, obat -obatan) dan uang tunai (Hernanto dalam

Handayani, 2006). Berdasarkan pada teori tersebut modal dalam hal ini adalah

kepemilikan ternak sapi perah yaitu sapi perah. Diasumsikan semakin banyak

kepemilikan modal berupa sapi perah maka semakin besar output yang berupa

pendapatan. Semakin besar modal akan menentukan kecepatan pertumbuhan

output yang berarti ada pertumbuhan pada pendapatan yang diperoleh. Semakin

banyak maka dapat mendorong output produksi yang dihasilkan yaitu berupa

produksi susu sapi segar (Wahyudi, 2014).

Pada kasus peternak sapi perah di dusun Thekelan ditemukan bahwa

kepemilikan sapi perah umumnya terdiri dari sapi perah yang

menghasilkan dan sapi perah yang tidak menghasilkkan atau belum

menghasilkan susu. Peternak sapi perah seharusnya mempertimbangkan

usia produktif sapi perah yang dimiliki, karena ini akan membebani biaya

produksi yang dikeluarkan peternak untuk menghasilkan susu. Sehingga

petani sebaiknya mengurangi jumlah ternak sapi perah yang tidak

menghasilkan atau belum menghasilkan susu, atau peternak menambah

sapi perah tetapi yang menghasilkan susu. Keadaan paling ideal dengan

hasil uji statistik di atas, adalah mengurangi jumlah (menjual) sapi perah

yang tidak atau belum produktif menghasilkan susu, dan menambah

(membeli) sapi perah yang menghasilkan susu.