bab iv hasil dan pembahasan 4.1. gambaran umum...
TRANSCRIPT
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Penelitian
4.1.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten
Semarang, propinsi Jawa Tengah, dengan perbatasan wilayah desa sebagai
berikut :
Batas sebelah Timur : Desa Tajuk
Batas sebelah Selatan : Gunung Merbabu
Batas sebelah Utara : Desa Somo Gawe
Batas sebelah Barat : Desa Kopeng
Desa Batur memiliki luas wilayah 1.081,750 Hektar, yang terbagi dalam 19
dusun yaitu dusun Thekelan, Selo Nduwur, Nglelo, Tawang, Batur Kidul, Batur
Wetan, Gondang, Dukuh, Selo Ngisor, Kaliduren, Madu, Ngringin, Kalitengah,
Sanggar, Diwak, Senden, Rejosari, Wonosari, dan Krangkeng. Menurut data
sekunder dikatakan terdapat lahan pertanian seluas 553 hektar dan 534,28 hektar
lahan bukan pertanian di desa Batur.
Desa Batur memiliki jumlah penduduk sebanyak 6878 orang yang terdiri
dari 3633 penduduk laki-laki dan 3235 penduduk berjenis kelamin wanita.
Mayoritas penduduk desa Batur memiliki mata pencaharian sehari-hari sebagai
petani dan peternak. Di desa Batur sendiri mayoritas penduduknya sebagian besar
beragama Islam dengan jumlah pemeluk agama sebanyak 4787 orang , Kristen
sebanyak 1663 orang, Budha sebanyak 424 orang, Katolik sebanyak 4 orang.
Namun meskipun terdapat beragam perbedaan desa Batur sendiri tetap memegang
teguh prinsip persatuan yang ada di negara Indonesia.
Infrastruktur yang tersedia di desa Batur meliputi 4 Sekolah Dasar, 2
Madrasah, dan 4 Taman Kanak-kanak. Infrastruktur rumah ibadah terdiri 29
bangunan rumah ibadah, yang terdiri dari 18 masjid, 10 gereja, dan 1 wihara.
Keadaan rumah penduduk di desa Batur terdapat 391 unit rumah permanen dan
sebanyak 1070 unit rumah tidak permanen. Selain itu terdapat areal pemakaman
seluas 11 hektar, dan akses jalan seluas 162 hektar.
24
4.1.2. Gambaran Umum Usaha Ternak Sapi Di Desa Batur, Dusun Thekelan
Usaha ternak sapi perah adalah salah satu unit usaha yang paling banyak
dilakukan masyarakat Desa Batur, Dusun Thekelan disamping usaha tani. Usaha
sapi perah juga turut berkontribusi menunjang perekonomian di Desa Batur,
Dusun Thekelan. Pada umumnya pengelolaan usaha ternak sapi perah di Desa
Batur, Dusun Thekelan masih menggunakan sistem konvensional dan juga output
yang dihasilkan masih berupa susu sapi segar.
Di Desa Batur sendiri terdapat banyak masyarakat yang melakukan usaha
ternak sapi perah. Umumnya para peternak menaruh tabung susu (can) di depan
rumah dan pengepul susu (looper) datang untuk mengambil susu yang ditampung
di dalam can tersebut, namun berbeda dari kebanyakan dusun lain, di Dusun
Thekelan yang pengelolaannya sudah terorganisir dengan baik. Para peternak sapi
perah di Dusun Thekelan menyetorkan hasil perahan susunya ke koperasi yang
dibentuk oleh kelompok ternak Margo Rukun.
Koperasi kelompok ternak Margo Rukun yang dibentuk sejak tahun 2006 ini
tidak hanya mampu untuk mengakomodir urusan penjualan susu hasil perahan
peternak yang berada di Dusun Thekelan, kelompok ternak Margo Rukum juga
mampu untuk memberikan pengetahuan serta menjadi wadah bagi para peternakdi
Dusun Thekelan untuk bersama-sama mensejahterakan para peternak sapi perah
yang berada di Dusun Thekelan. Beberapa program bantuan pemerintah mampu
tersalurkan dengan baik berkat adanya kelompok ternak Margo Rukun di tengah-
tengah masyarakat Dusun Thekelan. Terbukti lewat beberapa program yang
berhasil disalurkan langsung kepada para peternak sapi di Dusun Thekelan seperti
Bansos, PKT, penyuluhan dari dinas peternakan, bantuan konsentrat, bantuan
pengadaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan peternakan serta bantuan IB
(Inseminasi Buatan) gratis.
Susu hasil perahan peternak yang berada di Dusun Thekelan yang
dikumpulkan di koperasi kelompok ternak Margo Rukun ini dibeli dengan harga
yang lebih tinggi dari harga pengepul. Dengan harga yang lebih tinggi ini para
peternak mendapatkan penerimaan yang lebih besar dibandingkan bila menyetor
ke pengepul secara langsung baik secara langsung atau melalui looper susu.
25
4.2. Karakteristik Peternak Responden
Dalam penelitian ini karakteristik responden adalah petani di Dusun
Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan,Kabupaten Semarang, variabel yang di
amati meliputi adalah umur,pengalaman beternak, hijauan, konsentrat, obat-
obatan, jumlah ternak, dan pendapatan.. Dalam penelitian ini jumlah responden
adalah sebayak 35 peternak yang diperoleh secara acak dari total jumlah
peternaksapi perahsebanyak 45 orang yang diketahui oleh ketua kelompok ternak.
Hal yang membuat dusun Thekelan berbeda dari dusun lainnya selain dari
cara pengelolaan hasil perahan susu adalah karakteristik petani responden yang
terdiri dari bermacam-macam agama, dan uniknya adalah, mayoritas sebagian
besar peternak sapi perah beragama Budha. Hal tersebut didukung dengan adanya
sebuah Vihara yang berjarak sangat dekat dengan rumah penduduk di Dusun
Thekelan.
Selain agama, tingkat pendidikan para peternak di Dusun Thekelan
menjadi hal yang menarik, karena menurut hasil data primer 21 peternak sapi
perah kelompok ternak Dusun Thekelan hanya mengenyam pendidikan sampai
tingkat Sekolah Dasar, kemudian 11 peternak sapi perah Dusun Thekelan hanya
mengenyam pendidikan sampai tingkat SMP ( Sekolah Menengah Pertama), dan
hanya ada 3 orang mampu menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat SMA
(Sekolah Menengah Atas), dan hanya satu orang peternak yang mampu
menyelesaikan pendidikan sampai tingkat Sarjana. Mayoritas peternak sapi perah
Dusun Thekelan memang hanya mampu menyelesaikan pendidikan sampai
setingkat SD (Sekolah Dasar), namun kesadaran akan pentingnya pendidikan,
berorganisasi, dan berinvestasi dalam hal ini (selain bertani) berupa beternak sapi
perah sudah baik.
4.2.1. Umur Peternak Sapi Perah
Para petani yang berusia lanjut biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit
untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara berpikir dan
cara pandang guna meningkatkan kemajuan dari segi usahataninya, cara kerja dan
cara hidupnya (Soekartawi,1995). Menurut teori, umur memang berpengaruh
terhadap peternak dalam menjalankan aktivitas usahaternak, semakin petani dalam
26
usia produktif semakin maksimal pula output yang dihasilkan di dalam
produksinya. Dari data yang diperoleh dapat dilihat distribusi gambaran
responden berdasarkan umur pada Tabel 4.1. sebagai berikut :
Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Umur (Tahun) Jumlah Responden
Orang %
23 - 33 6 17,14
34 - 44 15 42,86
45 - 55 9 25,71
56 - 64 5 14,29
Total 35 100,00
Rata-Rata 42 tahun
Sumber: Analisis Data Primer 2017
Dari Tabel 4.1. diatas, sebagian besar peternak berada dalam rentang umur
34- 44 tahun dengan jumlah peternak sebanyak 15 orang atau sebanyak 42,86 % ,
dan untuk rentang umur 56-64 hanya ada sebanyak 5 orang atau bila dinyatakan
dalam persentase sebanyak 14,29% lalu diikuti dengan rentang umur 23-33
sebanyak 6 orang atau bila dengan persentase sebesar 17,14%. Berada diperingkat
kedua adalah rentang umur 45 – 55 dengan jumlah peternak sebanyak 9 orang
atau dengang persentase sebanyak 25,71% .Dalam tabel 4.1 sudah diketahui
bahwa persentase terbesar jumlah peternak yang menjadi responden berada pada
rentang 34 – 44 tahun. Hal tersebut disebabkan pada usia tersebut kebanyakan
peternak sudah nyaman akan pekerjaan sehari – hari sebagai peternak dan rata –
rata mereka enggan untuk meninggalkan desa seperti yang terjadi pada rentang
umur 23 - 33, yang masih mengalami masa produktif dan haus akan pengalaman
serta pendidikan sehingga pada rentang umur 23 - 33 kebanyakan dari mereka
bekerja atau masih menjalani pendidikan di luar Dusun Thekelan. Dalam uuia
yang semakin senja ketertarikan untuk terus bekerja nampaknya semakin menurun
seperti yang dapat kita lihat pada Tabel 4.1 di rentang usia 45 – 55 dan 56 – 64,
terjadi penurunan jumlah peternak dari 9 orang menjadi 6 orang seiring dengan
peningkatan rentang umur dalam tabel.
27
4.2.2. Pengalaman Berusaha Ternak Sapi Perah
Pengalaman seseorang dalam berusahatani memiliki peranan terhadap
perolehan informasi sebanyak-banyaknya terutama terhadap inovasi (Fauzia dan
Tampubolon 1991). Sama halnya dengan umur, pengalaman merupakan faktor
sosial yang melekat pula dalam diri peternak sapi yang turut mempengaruhi
pengambilan keputusan peternak, yang imbasnya terhadap perolehan pendapatan
mereka dalam berkegiatan ternak sapi perah.Dari data yang diperoleh distribusi
responden berdasakan pengalaman beternak sapi perah pada Tabel 4.2. sebagai
berikut:
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengalaman Beternak
Pengalaman Beternak (Tahun) Jumlah Responden
Orang %
3 – 5 5 14,30
6 – 8 20 57,14
9 – 12 10 28,56
Total
35 100,00
Rata-Rata 8 tahun
Sumber: Analisis Data Primer 2017
Dari Tabel 4.2 diatas sebagian besar peternak dari keseluruhan total
peternak yang menjadi responden paling banyak berada di rentang 6 – 8 dengan
jumlah peternak sebanyak 20 orang atau dengan persentase sebesar 57,14%.
Peringkat dua ditempati oleh peternak dengan rentang pengalaman beternak 9 –
12 dengan jumlah peternak sebanyak 10 orang atau dengan persentase sebesar
28,56%. Rentang pengalaman beternak yang paling sedikit jumlah peternaknya
adalah 3 – 5 tahun, dengan jumlah peternak hanya sebanyak 5 orang atau dengan
persentase sebanyak 14,30%. Peternak dengan pengalaman diatas 7 (tujuh) tahun
rata-rata mereka merupakan pendiri kelompok ternak Margo Rukun dan anggota
lama dari kelompok ternak tersebut sehingga memang jumlah peternak responden
paling banyak dari Tabel 4.2 berada pada rentang pengalaman beternak sapi perah
diatas 7 tahun.
28
4.2.3. Penggunaan Hijauan
Makanan hijauan ialah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman
dalam bentuk daun-daunan dan yang termasuk dalam kelompok makanan hijauan
adalah bangsa rumput (gramineae), leguminose, serta hijauan dari tumbuh-
tumbuhan lain seperti daun nangka, aur (sejenis bambu), daun waru, dan lain
sebagainya (Anonim,1986). Penggunaan hijuan menjadi faktor yang berpengaruh,
tentunya berpengaruh pada output produksi dalam dunia ternak sapi perah yang
berupa susu sapi segar. Fungsi makanan atau pakan ternak sangat penting guna
menunjang pertumbuhan ternak muda, maupun untuk mempertahankan hidup
hewan ternak tersebut dan menghasilkan suatu produksi serta tenaga bagi ternak-
ternak dewasa, selain itu juga pakan ternak berfungsi untuk memelihara daya
tahan tubuh dan kesehatan hewan ternak (Samad dan Soeradji, 1983). Dari data
yang diperoleh distribusi responden berdasakan pengalaman berusahatani pada
Tabel 4.3. sebagai berikut:
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Hijauan
Penggunaan
Hijauan(Rupiah/Bulan)
Jumlah Responden
Orang %
8.000 - 19.000 18 51,43
19.050 - 30.050 11 31,43
30.100 - 41.100 3 8,57
41.150 - 52.000 3 8,57
Total 35 100,00
Rata-Rata Rp 22.217,14 / Bulan
Sumber: Analisis Data Primer 2017
Dari Tabel 4.3. diatas dapat dilihat bahwa penggunaan hijauan terbanyak
ada pada rentang Rp 8.000 – Rp 19.000sebanyak 18 orang atau dengan persentase
sebesar 51,43%.Pada rentang Rp 19.050 – Rp 30.050 terdapat 11 orang atau
31,43%. Pada rentang Rp 30.100 –Rp 41.100 terdapat 3 orang atau dengan
persentase sebesar 8,57%, begitu juga dengan rentang penggunaan hijauan Rp
41.150 – Rp 52.000 yaitu sebanyak 3 orang atau sebesar 8,57%.
29
4.2.4. Penggunaan Konsentrat
Penggunaan konsentrat terhadap sapi perah merupakan suatu kewajiban
karena sejatinya konsentrat adalah bahan pelengkap pakan sapi perah. Untuk
mencapai produksi susu yang tinggi dengan tetap mempertahankan kadar lemak
susu dalam batas-batas yang memenuhi persyaratan kualitas, perbandingan antara
bahan kering hijauan dengan konsentrat adalah 60 : 40. Namun apabila hijauan
yang diberikan itu berkualitas rendah, perbandingan antara bahan kering hijauan
dengan konsentrat dapat bergeser menjadi 55 : 45. Sedangkan apabila hijauan
yang diberikan berkualitas sedang sampai tinggi, perbandingan antara bahan
kering hijauan dengan konsentrat dapat berubah menjadi 64 :36 (McCullough
dalam Siregar, 1992).Jadi sudah seharusnya penggunaan konsentrat diperhatikan
untuk menunjang hasil susu yang optimal dari sapi perah itu sendiri. Data
distribusi penggunaan konsentrat oleh responden dapat dilihat pada Tabel 4.4.
sebagai berikut:
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Konsentrat
Penggunaan Konsentrat
(Rupiah/Bulan)
Jumlah Responden
Orang %
130.000 - 585.000 18 51,43
585.050 - 1.040.050 13 37,14
1.040.100 - 1.494.100 3 8,57
1.495.150 - 1.950.000 1 2,86
Total 35 100,00
Rata-Rata Rp 648.100,- / Bulan
Sumber: Analisis Data Primer 2017
Dari Tabel 4.4. di atas penggunaan konsentrat terbanyak terdapat pada
rentang Rp 130.000 – Rp 585.000 yaitu sebanyak 18 orang atau 51,43%,
sedangkan untuk rentang Rp 585.050 – Rp 1.040.050 terdapat 13 orang atau
dengan persentase sebesar 37,14%. Diikuti peringkat tiga terbanyak pada rentang
Rp 1.040.100 – Rp 1.494.100 sebanyak 3 orang atau 8,57% dan terakhir pada
rentang Rp 1.495.150 – Rp 1.950. 000 hanya terdapat 1 orang atau dengan
persentase sebesar 2,86%.
30
4.2.5. Penggunaan Obat-Obatan
Penggunaan obat-obatan dalam pemeliharaan sapi perah bertujuan untuk
menanggulangi berbagai macam penyakit pada sapi perah. Faktor penyakit juga
dapat mempengaruhi komposisi susuMuchtadi (2009). Oleh karena itu para
peternak sapi perah melakukan berbagai cara untuk mencegah timbulnya berbagai
macam penyakit sapi perah. Pemberian vitamin, mineral, dan juga inseminasi
buatan dilakukan guna mencegah dan mengopptimalkan produksi susu
sapi.Inseminasi buatan (IB) adalah penempatan semen pada saluran reproduksi
secara buatan. Tujuan dari Inseminasi buatan (IB) sendiri adalah menggantikan
fungsi pejantann dalam proses reproduksi sapi perah. Hasilnya adalah peternak
tidak perlu menggunakan pejantan sapi serta pengurangan biaya produksi (modal)
pembelian pejantan sapi. Distribusi biaya tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel
4.5 berikut :
Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Obat-Obatan
Penggunaan Obat-Obatan (Rupiah/Bulan) Jumlah Responden
Orang %
50.000 - 144.250 21 60,00
144.300 - 238.550 7 20,00
238.600 - 333.100 3 8,57
333.150 - 427.000 4 11,43
Total 35 100,00
Rata-Rata Rp 153.714,28 / Bulan
Sumber: Analisis Data Primer 2017
Dari data Tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa pada rentang penggunaan
obat-obatan paling banyak dijumpai pada rentang Rp 50.000 – Rp 144.25 dengan
jumlah responden sebanyak 21 orang atau dengan persentase sebesar 60%. Di
peringkat kedua terdapat 7 orang responden menempati rentang penggunaan obat-
obatan Rp 144.300 – Rp 238.550 atau sebesar 20% dari total responden. Rentang
Rp 238.600 – Rp 333.100 hanya terdapat 3 orang responden atau dengan
persentase sebesar 8,57%, sedangkan pada rentang Rp 333.150 – Rp 427.000
terdapat 4 rang responden atau sebesar 11,43% dari total responden.
31
4.2.6. Ternak Sapi Perah
Dalam usahatani modal meliputi tanah, bangunan-bangunan (gudang,
kandang, lantai jemur, pabrik dan lain-lain), alat-alat pertanian (traktor, luku,
garu, spayer, cangkul, parang, sabit dan lain-lain), tanaman, ternak, sarana
produksi (bibit, benih ikan, pupuk, obat -obatan) dan uang tunai (Hernanto dalam
Handayani, 2006). Ternak sapi perah yang diusahakan oleh peternak di Desa
Batur dilihat dari kepemilikan ternak sapi perah. Kepemillikan ternak sapi perah
merupakan modal utama untuk memulai usaha ternak sapi perah. Kepemilikan
ternak sapi perah tentunya berpengaruh terhadap jumlah produksi susu perah yang
dihasilkan. Jumlah kepemilikan ternak sapi perah memang berpengaruh terhadap
produksi susu perah, namun bebagai macam faktor lain seperti penggunaan pakan
hijauan, konsentrat, penggunaan obat-obatan dan juga faktor sosial yang melekat
dalam diri peternak juga mempunyai peranan yang tidak kalah penting selain
kepemilikan ternak. Jumlah kepemilikan ternak yang banyak belum tentu
menghasilkan produksi yang optimal, tetapi kepemilikan ternak merupakan modal
yang memang harus dipenuhi untuk berusaha ternak sapi perah. Data distribusi
jumlah kepemilikan ternak sapi perah responden dapat dilihat pada Tabel 4.6.
sebagai berikut:
Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Ternak Sapi Perah
Kepemilikan Ternak Sapi Perah (Rp/Ekor) Jumlah Responden
Orang %
19.000.000 - 38.000.000 12 34,29
39.000.000 - 76.000.000 17 48,57
77.000.000 - 114.000.000 6 17,14
Total 35 100,00
Rata-Rata Rp 59.714.285,71
Sumber: Analisis Data Primer 2017
Dari Tabel 4.6. dapat dilihat distribusi biaya kepemilikan ternak sapi
perah, bahwa jumlah kepemililikan ternak dengan rentang Rp 39.000.000 – Rp
76.000.000 memiliki jumlah peternak sebanyak 17 orang atau dengan persentase
sebesar 48,57%. Sebanyak 12 orang atau dengan persentase sebesar 34,29%
peternak memiliki total biaya kepemilikan ternak dengan rentang Rp 19.000.000
32
– Rp 38.000.000. Total biaya kepemilikan ternak dengan jumlah peternak paling
sedikit berada pada rentang biaya Rp 77.000.000 – Rp 114.000.000 dengan
jumlah peternak sebanyak 6 orang atau dengan persentase sebesar 17,14%.
4.2.7. Pendapatan Peternak Sapi Perah
4.2.7.1. Produksi
Proses produksi dalam usaha ternak sapi perahmengahsilkan output berupa
susu. Susu segar yang diperoleh dari peternak sapi perah Dusun Thekelan
disetorkan ke koperasi Margo Rukun untuk dikelola lagi dan disetorkan ke
koperasi terdekat. Kelompok ternak Margo Rukun membeli susu dari anggota
kelompok ternak Margo Rukun dengan harga Rp 4450,- yang bernilai lebih tinggi
dari nilai yang diberikan oleh koperasi.Tabel 4.7. dibawah ini merupakan data
distribusi produksi petani jahe sebagai berikut :
Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Susu (Liter)
Produksi (Liter/Bulan) Jumlah Responden
Orang %
133,25 - 317,65 23 65,72
317,75 -502,15 7 20,00
502,25 - 686,65 2 5,71
686,75 - 871,15 3 8,57
Total
35 100,00
Rata-Rata 331,95Liter/Bulan
Sumber: Analisis Data Primer 2017
Dari data Tabel 4.7. diatas, dapat dilihat distribusi terbesar dari total
perolehan susu dalam satuan liter terbanyak berada pada rentang 133,25 – 317,65
liter dengan jumlah sebanyak 23 orang atau dengan persentase sebesar 65,72%.
Rentang 317,75 – 502,15 liter dengan jumlah sebanyak 7 orang atau dengan
persentase sebesar 20%, di tempat ketiga distribusi hasil perolehan susu terbanyak
berada pada rentang 686,75 – 871,15 liter dengan jumlah sebanyak 3 orang atau
dengan persentase sebesar 8,57% dan yang memiliki jumlah distribusi paling
sedikit berada pada rentang 502,25 – 686,65 liter dengan jumlah sebanyak 3 orang
atau dengan persentase sebesar 5,71%.
33
4.2.7.2. Penerimaan Peternak Sapi Perah
Pengertian dari penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi
dengan harga jual (Soekartawi,1995). Penerimaan dalam hal ini merupakan
perkalian antara harga jual susu per liter dengan hasil perolehan literan susu per
bulan. Penerimaan tentunya akan berpengaruh terhadap pendapatan karena
pendapatan bersih usahatani atau ternak merupakan selisih biaya yang dikeluarkan
daripenerimaan yang diperoleh (Tjakrawiralaksana, 1983). Distribusi penerimaan
petani jahe bisa dilihat pada Tabel 4.8 dibawah ini :
Tabel 4.8. Distribusi Petani Responden Berdasarkan Total Penerimaan Dari
Hasil Produksi
Penerimaan (Rp/Bulan) Jumlah Responden
Orang %
592.963 - 1.413.432 23 65,72
1.413.482 - 2.233.951 6 17,14
2.234.001 - 3.054.470 3 8,57
3.054.520 - 3.874.838 3 8,57
Total 35 100,00
Rata-Rata Rp 1.477.180 / Bulan
Sumber: Analisis Data Primer 2017
Dari tabel 4.8. distribusi penerimaan terbesar peternak sapi perah dusun
Thekelan terjadi pada rentang Rp 592.963 - Rp 1.413.432 dengan jumlah
sebanyak 23 orang atau dengan persentase sebesar 65,72%. Distribusi terbesar
kedua berada pada rentang Rp 1.413.482 - Rp 2.233.951 dengan jumlah sebanyak
6 orang atau dengan persentase sebesar 17,14%. Jumlah distribusi dengan
persentase dan jumlah orang yang berimbang terdapata pada rentang Rp
2.234.001 - Rp 3.054.470 dan Rp 3.054.520 - Rp 3.874.838 dengan jumlah
sebanyak 3 orang atau dengan persentase sebesar 8,57%. Harga jual susu per liter
yang diterima para peternak sapi perah di Dusun Thekelan dari koperasi sebesar
Rp 4450,- per liter.
34
4.2.7.3 Pendapatan Peternak Sapi Perah
Pendapatan adalah selisih biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang
diperoleh (Tjakrawiralaksana, 1983). Pendapatan tentunya berbeda dengan
penerimaan. Penerimaan adalah perkalian antara produksi dengan harga jual
(Soekartawi,1995). Data distribusi pendapatan ternak sapi perah responden dapat
dilihat pada Tabel 4.7. sebagai berikut:
Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Ternak Sapi Perah
Pendapatan Peternak Sapi Perah (Rp/Bln) Jumlah Responden
Orang %
66.163 - 617.331 22 62,86
617.381 - 1.168.549 8 22,86
1.168.549 - 1.719.718 2 5,71
1.719.768 - 2.270.838 3 8,57
Total 35 100,00
Rata-Rata Rp 656.320,-/Bulan
Sumber: Analisis Data Primer 2017
Dari data Tabel 4.9. dapat dilihat distribusi pendapatan peternak sapi perah
terbanyak terdapat pada rentang Rp 66.163 - Rp 617.331 dengan jumlah orang
sebanyak 22 orang. Perolehan terbanyak kedua terdapat pada rentang Rp 617.381-
Rp 1.168.549 dengan jumlah orang sebanyak 8 orang, diikuti dengan rentang Rp
1.168.549 - Rp 1.719.718 sebanyak 2 orang dan rentang Rp 1.719.768 - Rp
2.270.838 dengan jumlah orang sebanyak 3 orang.
4.3. Hasil Komputasi
4.3.1. Model Regresi Linier Berganda : Usaha Ternak Sapi Perah
Adapun pengaruh variabel bebas atau variabel independen : Umur
Peternak (X1), Pengalaman Peternak (X2), Penggunaan Hijaun (X3), Penggunaan
Konsentrat (X4), Penggunaan Obat-obatan (X5), Ternak Sapi Perah (X6), terhadap
variabel terikat atau dependen Pendapatan Peternak Sapi Perah (Y), dapat dilihat
menggunakan model persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :
35
𝒀 = 𝒂 + 𝒃𝟏𝑿𝟏 + 𝒃𝟐𝑿𝟐 + 𝒃𝟑𝑿𝟑 + 𝒃𝟒𝑿𝟒 + 𝒃𝟓𝑿𝟓 + 𝒃𝟔𝑿𝟔 + 𝒃𝟕𝑿𝟕 + 𝒆
Y= 491.260,74 + 9.319,55X1 – 81.123,26X2 +31,53X3 – 309X4 + 3,45X5 –
192.219,79X6
Dari Tabel 4.10. dapat dilihat bahwa nilai Adjusted R square pada
permodelan penelitian ini sebesar 0.720, yang berarti bahwa sebesar 72%
perubahan variabel terikat dalam penelitian ini yaitu pendapatan peternak sapi
perah dipengaruhi secara bersamaan oleh variabel bebas yang meliputi umur,
pengalaman, hijauan, konsentrat, obat-obatan, dan juga jumlah ternak. Hal ini
semakin diperkuat dengan hasil uji F yang dilakukan. Nilai Fhitung dari Tabel 4.10.
sebesar 15.586, sedangkan nilai Ftabel dari penelitian ini sebesar 2,45. Dilihat dari
nilai Fhitung dari permodelan penelitian ini yang lebih besar dari Ftabel, maka hal ini
memenuhi syarat uji F yaitu H0 diterima bila Fhitung < Ftabel dan H1 diterima bila
Tabel 4.10. Faktor Sosial ekonomi Yang Mempengaruhi PenerimanPetani Jahe
No Variabel
Koefisien
parameter
Dugaan (bi)
Nilai
t Hitung
Signifikansi
(Prob.)
Keputusan
Signifikan
1 Konstanta (b0) 491.260,74 1,411 0,169
2 X1 Umur
Peternak 9.319,55 1,851 0,075
Tidak
Signifikan
3 X2 Pengalaman
Peternak (-81.123,26) -3,316 0,003(* Signifikan
4 X3 Penggunan
Hijauan 31,53 4,178 0,000(* Signifikan
5 X4 Penggunan
Konsentrat (-309) -1,776 0,087
Tidak
Signifikan
6 X5 Penggunan
Obat-obatan 3,45 4,878 0,000(* Signifikan
7 X6 Ternak Sapi
Perah (-192.219,79) -3,363 0,002(* Signifikan
Adjusted R2= 0,720 F hitung = 15,586 F tabel =2,45 t tabel = 2,04523
Keterangan : (* Signifikan Pada Selang Kepercayaan 95 % (α = 0,05)
Sumber : Analisis Data Primer 2017
36
Fhitung > Ftabel. Uji F dilakukan sebagai pendukung validitas data hasil penelitian
bahwa perubahan variabel terikat (pendapatan peternak sapi perah) dalam
penelitian ini dipengaruhi secara bersama-sama oleh variabel bebas (umur,
pengalaman, hijauan, konsentrat, obat-obatan, dan juga jumlah ternak).
Selain itu dapat dilihat dari Tabel 4.10. diatas pengaruh variabel bebas
(umur peternak, pengalaman peternak, penggunaan hijauan, penggunaan
konsentrat, penggunaan obat-obatan, dan ternak sapi perah) secara masing-
masing terhadap variabel terikat (pendapatan peternak sapi perah). Pengaruh
masing-masing variabel bebas dapat dilihat pada kolom t hitung. Nilai t hitung pada
masing-masing variabel akan memenuhi syarat uji t apabila nilai t hitung variabel
bebas lebih besar dari nilai t tabel. Dapat dilihat bahwa nilai t hitung semua varabel
bebas lebih besar daripada t tabel sebesar 2,0452.
Satu lagi metode pengujian dengan mengacu pada nilai signifikansi tiap
variabel. Syaratnya adalah H0 diterima jika nilai signifikansi > 0,05 dan H1
diterima bila nilai signifikansi < 0,05. Dengan mengacu pada nilai signifikan lebih
kecil < 0,05 maka dapat dilihat bahwa nilai signifikansi variabel umur peternak
(X1) 0.075, pengalaman peternak (X2) 0.003, penggunaan hijauan (X3) 0.000 ,
penggunaan konsentrat (X4) 0.087 , penggunaan obat-obatan (X5) 0.000, ternak
sapi perah (X6) 0.002. Variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap
perubahan variabel terikat pendapatan peternak sapi perah (Y) adalah variabel
pengalaman peternak (X2), penggunaan hijauan (X3), penggunaan obat-obatan
(X5) dan ternak sapi perah (X6). Selain itu variabel bebas umur peternak (X1) dan
penggunaan konsentrat (X4) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat
pendapatan peternak sapi perah (Y). Adapun pembahasan masing masing variabel
sebagai berikut :
1. Umur Peternak (X1) Terhadap Pendapatan Peternak Sapi Perah (Y)
Dari hasil komputasi menggunakan SPSS 20 menunjukan bahwa variabel
umur (X1) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,075. Dengan kriteria penerimaan
H1 yaitu nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka variabel X1 dinyatakan tidak
berpengaruh nyata terhadap perubahan variabel pendapatan (Y). Nilai t hitung
37
variabel umur (X1) sebesar 1,851 juga tidak memenuhi kriteria penerimaan H1 ,
yaitu nilai t hitung < t tabel sebesar 2,0452.
Hal diatas dapat dinterpretasikan bahwa besar perubahan variabel
pendapatan (Y) tidak dipengaruhi oleh variabel umur peternak (X1), dengan kata
lain bahwa perubahan 1 (satu) satuan umur peternk (X1) tidak berpengaruh secara
nyata terhadap perubahan variabel pendapatan peternak sapi perah (Y). Hipotesis
bahwa variabel umur peternak (X1) berpengaruh nyata terhadap perubahan
variabel pendapatan peternak sapi perah (Y) tidak sesuai dengan hasil penelitian
ini.
Pada tabel distribusi 4.1. bahwa rata-rata sebaran umur berada di usia 42
tahun. Memang dalam teori dikatakan bahwa semakin muda usia peternak (usia
produktif 20-45 tahun) umumnya rasa keingintahuan terhadap sesuatu semakin
tinggi dan minat untuk mengadopsi terhadap introduksi teknologi semakin tinggi
(Chamdi,2003). Namun introduksi akan teknologi harus diikuti juga dengan
pengelolaan manajamen dan pengetahuan akan dunia ternak yang baik. Agar
teknologi baru bisa diterapkan dengan baik dan sesuai dengan situasi dan keadaan
ditempat penelitian guna mendapatkan pendapatan yang optimum. Pentingnya
pengetahuan akan keadaan dan situasi setempat sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa faktor penghambat berkembangnya peternakan pada suatu
daerah tersebut dapat berasal dari faktor-faktor topografi, iklim, keadaaan sosial,
tersedianya bahan-bahan makanan rerumputan atau penguat, disamping itu faktor
pengalaman yang dimiliki peternak masyarakat sangat menentukan pula
perkembangan peternakan didaerah itu (Abidin dan Simanjuntak ,1997).
2. Lama Pengalaman Peternak (X2) Terhadap Pendapatan Peternak Sapi
Perah (Y)
Dari hasil komputasi menggunakan SPSS 20 menunjukan bahwa variabel
pengalaman beternak (X2) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,003. Dengan
kriteria penerimaan H1, yaitu nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka variabel
pengalaman beternak (X2) dinyatakan berpengaruh nyata terhadap variabel
pendapatan peternak sapi perah (Y). Keadaan ini didukung pula dengan nilai t
hitung variabel pengalaman peternak (X2) sebesar -3.316 memenuhi kriteria
38
penerimaan H1 , yaitu nilai t hitung > t tabel sebesar 2,0452. Nilai koefisien
regresi variabel pengalaman beternak (X2) sebesar -81.123,26.
Berlandaskan pada hasil dari komputasi menggunakan SPSS 20 dapat
diinterpretasikan bahwa besar perubahan variabel pendapatan peternak sapi perah
(Y) dipengaruhi oleh perubahan variabel pengalaman peternak (X2). Besaran
perubahan variabel pendapatan berdasarkan nilai koefisien regresi X2 adalah -
81.123,26, dengan kata lain dapat di artikan bahwa setiap pertambahan 1 (satu)
satuan variabel pengalaman peternak (X2) maka akan terjadi penurunan sebesar
81123.258 satuan variabel pendapatan peternak sapi perah (Y).
Menurut teori pengalaman peternak akan berpengaruh terhadap
perkembangan peternakan di suatu daerah (Abidin dan Simanjuntak ,1997).
Namun berdasarkan hasil penelitian dan data empiris yang didapatkan di lapangan
menunjukan bahwa peternak dengan tingkat pengalaman yang tinggi umumnya
telah ber-usia lanjut. Para peternak dengan usia lanjut ini tentunya memiliki
keterbatasan daya dan usaha dalam mengelola usaha ternaknya, karena
kebanyakan dari peternak di dusun Thekelan masih menerapkan usaha ternak
yang bersifat padat karya. Karena berbagai macam keterbatasan menyebabkan
hasil produksi yang menurun. Hasil produksi tentunya akan mempengaruhi
jumlah penerimaan. Besar kecilnya penerimaan nantinya akan mempengaruhi
besar kecilnya pendapatan dari peternak sapi perah.
3. Pengaruh Penggunaan Hijauan (X3) Terhadap Pendapatan Peternak
Sapi Perah (Y)
Hasil komputasi menggunakan SPSS 20 menunjukan bahwa variabel
penggunaan hijauan (X3) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000. Dengan
kriteria penerimaan H1, yaitu nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka variabel
penggunaan hijauan (X3) dinyatakan berpengaruh nyata terhadap variabel
pendapatan peternak sapi perah (Y). Keadaan ini didukung pula dengan nilai t
hitung variabel penggunaan hijauan (X3) sebesar 4,178 memenuhi kriteria
penerimaan H1 , yaitu nilai t hitung > t tabel sebesar 2,0452. Nilai koefisien
regresi variabel penggunaan hijauan (X3) sebesar 31,53. Interpretasi berdasarkan
penjabaran dari hasil komputasi adalah setiap kenaikan 1 (satu) satuan variabel
39
penggunaan hijauan (X3) mempengaruhi kenaikan variabel pendapatan peternak
sapi perah (Y) sebesar 31,530 satuan. Berlaku juga sebaliknya setiap penurunan 1
(satu) satuan variabel penggunaan hijauan (X3) mempengaruhi penurunan
variabel pendapatan peternak sapi perah (Y) sebesar 31,53 satuan.
Hal ini tentunya sesuai dengan hipotesis bahwa pemberian hijauan
berpengaruh terhadap pendapatan. Makanan hijauan ialah semua bahan makanan
yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan dan yang termasuk dalam
kelompok makanan hijauan adalah bangsa rumput (gramineae), leguminose, serta
hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun nangka, aur (sejenis bambu),
daun waru, dan lain sebagainya (Anonim,1986). Pemberian hijauan kaitannya
sangat erat dengan kualitas dan jumlah susu yang dihasilkan oleh sapi perah.
Fungsi makanan atau pakan ternak sangat penting guna menunjang pertumbuhan
ternak-ternak muda, maupun untuk mempertahankan hidup hewan ternak tersebut
dan menghasilkan suatu produksi serta tenaga bagi ternak dewasa, selain itu juga
pakan ternak berfungsi untuk memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan hewan
ternak (Samad dan Soeradji, 1983).
Hasil diatas juga sesuai dengan teori bahwa frekuensi pemberian pakan
sebaiknya lebih dari dua kali sehari karena akan dapat meningkatkan konsumsi
pakan maupun konsumsi zat-zat makanan, meningkatkan pencernaan zat-zat
makanan dan pada akhirnya meningkatkan produksi susu (Siregar,1992).
Tentunya penambahan frekuensi pemberian pakan berkaitan dengan penambahan
jumlah pemberian hijauan secara kuantitas.
4. Pengaruh Penggunaan Konsentrat (X4) Terhadap Pendapatan Peternak
Sapi Perah (Y)
Dari hasil komputasi menggunakan SPSS 20 menunjukan bahwa variabel
penggunaan konsentrat (X4) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,087. Dengan
kriteria penerimaan H1 yaitu nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka variabel
penggunaan konsentrat (X4) dinyatakan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel
pendapatan peternak sapi perah (Y). Nilai t hitung variabel penggunaan
konsentrat (X4) sebesar -1.776 juga tidak memenuhi kriteria penerimaan H1 , yaitu
nilai t hitung < t tabel sebesar 2,0452.
40
Hal diatas dapat dinterpretasikan bahwa besar perubahan variabel
pendapatan peternak sapi perah (Y) tidak dipengaruhi oleh variabel penggunaan
konsentrat (X4), dengan kata lain bahwa perubahan 1 (satu) satuan pengguanaan
konsentrat (X4) tidak berpengaruh secara nyata terhadap perubahan variabel
pendapatan peternak sapi perah (Y). Hipotesis bahwa variabel penggunaan
konsentrat (X4) berpengaruh nyata terhadap perubahan variabel pendapatan (Y)
tidak sesuai dengan hasil penelitian ini.
Pakan sapi perah terutama untuk induk sapi yang sedang berproduksi susu,
terdiri dari sejumlah hijauan dan konsentrat. Hijauan dan konsentrat ini harus
diberikan dalam perimbangan tertentu agar produksi dan kualitas susu yang tinggi
dapat dicapai (Sori,1992). Berdasarkan penelitian yang dilakukan dan juga hasil
observasi di lapangan ditemukan bahwa rata-rata pemberian konsentrat oleh
peternak sapi perah masih menggunakan perkiraan dengan tidak berdasarkan pada
satuan yang baku dalam setiap frekuensi pemberian, selain itu ditemukan juga
bahwa pemberian konsentrat oleh peternak sapi perah masih kurang
mempertimbangkan hal teknis ataupun anjuran dari dinas peternakan akan
komposisi pemberian konsentrat dengan hijauan yang baik seperti yang
dikemukakan McCullough dalam Siregar (1992) bahwa apabila perbandingan
antara bahan kering hijauan dengan konsentrat yang diberikan sebesar 90 : 10,
produksi susu yang tinggi tidak akan dapat dicapai, namun kadar lemak susu
mengalami peningkatan. Sedangkan apabila bahan kering pakan yang diberikan
seluruhnya berasal dari konsentrat, produksi susu yang tinggi akan dapat dicapai,
namun kadar lemak susu menurun secara drastis. Kadar lemak susu yang tinggi
merupakan salah satu persyaratan kualitas susu untuk dapatditerima oleh IPS.
Penurunan kadar lemak susu sebagai akibat dari pemberian pakan konsentrat
tanpa hijauan itu terjadi karena kurang terbentuknya asam asetat dalam rumen
sebagai akibat dari tidak tersedianya hijauan dalam rumen.
Penggunaan konsentrat untuk sapi perah umumnya diberikan oleh peternak
secara bersamaan dan menyeluruh, dengan tidak membedakan sapi yang
menghasilkan susu maupun yang tidak, semuanya diberikan konsentrat dengan
jumlah yang sama banyak sehingga penggunaan konsentrat tidak efisien. Keadaan
inefisiensi ini diduga lebih banyak karena peternak tidak memberikan konsentrat
41
tidak secara tepat sesuai dengan kebutuhan sapi perah yang telah menghasilkan
susu, seharusnya peternak lebih memprioritaskan pemberian konsentrat kepada
sapi perah yang telah menghasilkan susu.
5. Pengaruh Penggunaan Obat-obatan (X5) Terhadap Pendapatan Peternak
Sapi Perah (Y)
Hasil komputasi menggunakan SPSS 20 menunjukan bahwa variabel
penggunaan obat-obatan (X5) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000. Dengan
kriteria penerimaan H1, yaitu nilai signifikansi < 0,05, maka penggunaan obat-
obatan (X5) dinyatakan berpengaruh nyata terhadap perubahan variabel
pendapatan peternak sapi perah (Y). Keadaan ini didukung pula dengan nilai t
hitung variabel penggunaan obat-obatan (X5) sebesar 4,878 memenuhi kriteria
penerimaan H1 , yaitu nilai t hitung > t tabel sebesar 2,0452. Nilai koefisien
regresi variabel penggunaan obat-obatan (X5) sebesar 3,454. Ini menunjukkan
setiap kenaikan 1 (satu) satuan variabel penggunaan obat-obatan (X5)
mempengaruhi kenaikan variabel pendapatan peternak sapi perah (Y) sebesar
3,454 satuan. Berlaku juga sebaliknya setiap penurunan 1 (satu) satuan variabel
penggunaan obat-obatan (X5) mempengaruhi penurunan variabel pendapatan
peternak sapi perah (Y) sebesar 3,454 satuan.
Hal ini tentunya sesuai dengan hipotesis bahwa pemberian obat-obatan
berpengaruh terhadap pendapatan. Pemberian obat-obatan meliputi berbagai
macam mineral, vitamin, obat cacing dan juga inseminasi buatan kepada hewan
ternak khususnya sapi perah berpengaruh sekali terhadap kelangsungan hidup sapi
perah. Selain itu pemberian obat-obatan akan berdampak langsung dengan
produktivitas sapi perah dalam menghasilkan susu, karena kesehatan ternak
merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi produksi ternak
termasuk produksi susu sapi perah (Sani dkk, 2013).
6. Pengaruh Ternak Sapi Perah (X6) Terhadap Pendapatan Peternak Sapi
Perah (Y)
Hasil komputasi menggunakan SPSS 20 menunjukan bahwa variabel
Ternak Sapi Perah (X6) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,002. Dengan kriteria
42
penerimaan H1, yaitu nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka variabel ternak
sapi perah (X6) dinyatakan berpengaruh nyata terhadap variabel pendapatan
peternak sapi perah (Y). Keadaan ini didukung pula dengan nilai t hitung variabel
ternak sapi perah (X6) sebesar -3.363 memenuhi kriteria penerimaan H1 , yaitu
nilai t hitung > t tabel sebesar 2,0452. Nilai koefisien regresi variabel ternak sapi
perah (X6) sebesar -192.219,79. Interpretasi berdasarkan penjabaran dari hasil
komputasi adalah setiap kenaikan 1 (satu) satuan variabel jumlah ternak (X6)
mempengaruhi penurunan variabel pendapatan (Y) sebesar 192.219,79 satuan.
Dalam usahatani, modal meliputi: tanah, bangunan (kandang), alat-alat
pertanian ( spayer, cangkul, parang, sabit dan lain-lain), tanaman, ternak, sarana
produksi (bibit, benih ikan, pupuk, obat -obatan) dan uang tunai (Hernanto dalam
Handayani, 2006). Berdasarkan pada teori tersebut modal dalam hal ini adalah
kepemilikan ternak sapi perah yaitu sapi perah. Diasumsikan semakin banyak
kepemilikan modal berupa sapi perah maka semakin besar output yang berupa
pendapatan. Semakin besar modal akan menentukan kecepatan pertumbuhan
output yang berarti ada pertumbuhan pada pendapatan yang diperoleh. Semakin
banyak maka dapat mendorong output produksi yang dihasilkan yaitu berupa
produksi susu sapi segar (Wahyudi, 2014).
Pada kasus peternak sapi perah di dusun Thekelan ditemukan bahwa
kepemilikan sapi perah umumnya terdiri dari sapi perah yang
menghasilkan dan sapi perah yang tidak menghasilkkan atau belum
menghasilkan susu. Peternak sapi perah seharusnya mempertimbangkan
usia produktif sapi perah yang dimiliki, karena ini akan membebani biaya
produksi yang dikeluarkan peternak untuk menghasilkan susu. Sehingga
petani sebaiknya mengurangi jumlah ternak sapi perah yang tidak
menghasilkan atau belum menghasilkan susu, atau peternak menambah
sapi perah tetapi yang menghasilkan susu. Keadaan paling ideal dengan
hasil uji statistik di atas, adalah mengurangi jumlah (menjual) sapi perah
yang tidak atau belum produktif menghasilkan susu, dan menambah
(membeli) sapi perah yang menghasilkan susu.