bab iv hasil dan pembahasan 4.1 gambaran...

20
26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran lokasi Lokasi budidaya garam ini terletak di Desa Siduwonge, Kecamatan Randangan Kabupaten Pohuwato, dengan luas budidaya petambak garam ± 60 Ha, dikelola oleh 11 kelompok. Jarak lokasi dari pusat Kota Marisa dengan Kecamatan Randangan ± 30 Km, dengan waktu tempuh sekitar 1.5 jam.Secara jelas lokasi budidaya garam Kabupaten Pohuwato, terletak pada 0°27'29.25"U 121°47'32.43"T dan dapat di lihat pada Gambar 1 di bawah ini. Gambar 1 Peta lokasi budidaya garam Sumber.: Google earth. 2012

Upload: lethu

Post on 06-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran lokasi

Lokasi budidaya garam ini terletak di Desa Siduwonge, Kecamatan

Randangan Kabupaten Pohuwato, dengan luas budidaya petambak garam ± 60 Ha,

dikelola oleh 11 kelompok. Jarak lokasi dari pusat Kota Marisa dengan Kecamatan

Randangan ± 30 Km, dengan waktu tempuh sekitar 1.5 jam.Secara jelas lokasi

budidaya garam Kabupaten Pohuwato, terletak pada 0°27'29.25"U 121°47'32.43"T

dan dapat di lihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1 Peta lokasi budidaya garam

Sumber.: Google earth. 2012

27

Ditinjau dari adminstrasi pemerintahannya, Desa Siduwonge terdiri atas 5

(lima) dusun, yaitu :

- Dusun Reset Utara

- Dusun Reset Selatan

- Dusun Tolotio

- Dusun Bolongga

- Dusun Simanagi

Sampai tahun 2012 Desa Siduwonge dihuni oleh 975 jiwa, yang terbagi pada

258 kepala keluaga. Dari jumlah tersebut hanya 25 orang yang memiliki tingkat

pendidikan Sekolah Menangah Atas (SMA). Secara jelas jumlah penduduk

berdasarkan jenis kelamin disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Jumlah penduduk berdasarkan kelamin Desa Siduwonge

No Jenis Kelamin Jumlah

1 Laki-Laki 490

2 Perempuan 485

Jumlah 975

Sumber : Kantor Desa Siduwonge, 2012

Tabel 3. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Siduwonge

No Pendidikan Terakhir Jumlah

1 SMA/Sederajat 25

2 SMP/Sederajat 56

3 SD/Sederajat 285

Sumber : Kantor Desa Siduwoge, 2012.

28

4.2. Sejarah terbentuknya tambak garam di Desa Siduwonge Kabupaten

Pohuwato

Tahun 1976 Dinas Perindustian Kabupaten Gorontalo, mendapatkan suatu

kegiatan yaitu usaha budidaya garam, dengan mengambil kajian yaitu wilayah

Kecamatan Pohuwato, sekarang dikenal dengan Kabupaten Pohuwato. Usaha garam

di Kabupaten Pohuwato pertama kali di rintis oleh Bapak Domili. Dengan membuka

lokasi di desa Siduonge, semakin berkembangnya usaha budidaya garam ini maka

masyarakat berbondong-bondong untuk melakukan usaha ini.

Berdasarkan hal tersebut, pemerintah kabupaten melakukan peninjauan

lokasi. Hasil menunjukkan bahwa air yang masuk ke rawa tersebut berasal dari

Tanjung Panjang, melalui 2 (dua) bua sungai (Sungai Malango dan Sungai Hulita),

yang mengapit rawa dengan jaraknya 1000 meter (Domili, 2012). Secara rinci

diilustrasikan dalam Gambar 2.

Gambar 2 Ilustrasi letak sungai, rawa dan tempat budidaya garam

Sumber. Data Primer 2012

29

Setelah ditinjau kembali bahwa ditempat itu terdapat 2 (dua) saluran air laut

dari Tanjung Panjang, yang mengapit kedua danau tersebut yang jaraknya ± 1000

meter yakni di sebelah timur saluran memanjang dari Tanjung Panjang ke daerah

transmigrasi (Marisa I), sampai berhubungan dengan Sungai Randangan, yang

dinamakan Saluran Alam Malango. Saluran ini menjadi pembuangan cabang Sungai

Randangan, yang lebarnya 4 meter dengan panjang ± 20 kilometer, sedangkan

sebelah barat menjadi saluran alam dari Tanjung Panjang yang dinamakan Saluran

Alam Hulita, dengan panjang 7 kilometer. Bahan baku air laut pada waktu pasang

surut 2 kali sebulan mengalir sampai meluap dan masuk areal penggaraman sekarang

ini. Kesimpulannya bahwa kedua danau ini berisi air asin karena adanya rembesan

dari saluran Alam Malango dan Hulita yang mengapit kedua danau tersebut yang

jaraknya ± 1000 meter. Akhirnya pada tanggal 22 Desember 1976 oleh pemerintah

setempat membuka lahan tersebut menjadi tempat budidaya garam yang dikelola oleh

rakyat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat Desa

Siduwonge (Man 2012), tahun 1976 luas percobaan tambak garam sekitar 20 Ha,

yang dananya di ambil dari PT. Permasi 77 Marisa, karena pada saat itu dana dari

pemerintah belum ada. Percobaan ini menghasilkan garam curah 570 ton, karena pada

pertengahan November 1977, peraturan garam beriyodium dikeluarkan akibatnya

pemasaran garam non iyodium dilarang untuk dipasarkan pada waktu itu. Pada tahun

1979 tidak diteruskan karena masih menunggu kebijakan pemerintah pusat untuk

pelaksanaan produksinya.

30

Kegiatan produksi garam diaktifkan kembali pada tahun 1983, dengan

diberikan dana melalui APBN bimbingan pengembangan industri kecil berupa 1 buah

bangunan gudang 20 x 7m, untuk yudisasi bantuan ini rencananya akan digunakan

jangka panjang bertahap dan berkesinambungan. Selanjutnya tahun 2003 dinas

Perindagkop Provinsi Gorontalo melalui dari APBD Provinsi membangun gudang

pabrik garam beriyodium.

Tahun 2006 APBD melalui Kabupaten Pohuwato membangun gudang pabrik

garam lengkap dengan mesin-mesin giling cuci garam rakyat, sehingga kualitasnya

meningkat dan kadar garam NaCl 80% naik menjadi 98,7%.

Selanjutnya Zaelaniat (2013), menyatakan bahwa butiran sejarah garam di

nusantara ini yang juga pernah disebutkan Denys Lombard sepertinya masih harus

dituliskan kerena dalam Encyclopaedie Nederlandsch Indie dibawah entri zout

(garam) tidak memberikan keterangan apapun mengenai sejarah garam sebelum abad

ke 19.

4.3. Kondisi sosial budaya

Masayakat petambak garam yang berada di Desa Siduwonge, Kecamatan

Randangan, pada umumnya telah memahami pentingnya usaha tambak garam. Hal ini

dapat dilihat dari keberhasilan program Pugar didaerah tersebut dan juga telah

terbentuknya beberapa kelompok petambak garam.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa petambak bahwa hal-hal yang

memotivasi mereka untuk membuka usaha garam adalah:

31

1. Tidak ada saingan, banyak yang membutuhkan garam, sedangkan kalau pertanian

disemua kampung ada.

2. Bahan baku berupa air laut tidak dibeli dan tidak pernah habis sepanjang tahun.

Kendala yang dihadapi oleh para petambak yaitu pada waktu pembukaan

lahan yang memakan waktu lama karena kekurangan modal. Kendala berikutnya

adalah proses produksi biasanya memakai mesin pompa air yang membutuhkan

bahan bakar minyak, sementara dilokasi harga bahan bakar minyak (BBM) terlalu

mahal (dua kali lipat harga) jika dibandingkan dengan harga dari pertamina. Kendala

lainnya pemasaran untuk keluar daerah terhambat oleh terlalu tingginya biaya

transportasi.

Hubungan antara penggarap dan pemilik sudah bersifat kemitraan yang sehat

hal ini dapat dilihat dari system pembagian hasil yang berlaku disana. Adapun

pembagian hasil produksi dibagi dalam tiga aturan main yaitu:

a) Pemilik mendapat pembagian dari penggarap 1/3 bagian, yang kedua penggarap

1/3 bagian, yang ketiga pemeliharaan lokasi supaya berkesinambungan

disisipkan 1/3 bagian dari hasil yang didapat tiap-tiap musim.

b) Pembagian hasil 40 % pemilik modal, 60% penggarap

c) Potongan ongkos-ongkos produksi maupun perbaikan tanggul-tangul yang

longsor lalu sisa bersih dibagi dua.

4.4. Luas lahan dan status kepemilikan

Di Desa Siduwonge (dahulu Desa Motolohu Kecamatan Randangan)

Kabupaten Pohuwato, pengembangannya sementara dilaksanakan oleh Pemerintah

32

Daerah Kabupaten Pohuwato. Luas sesuai data survey lahan garam tahun 1985 seluas

±2.000 Ha terdapat di Libuo Kecamatan Marisa luas ±500 Ha yang lain termasuk

kawasan hutan lindung Kecamatan Marisa (Surya Indah 2012).

Perkembangan luasnya lahan tambak garam di Desa Siduwonge Kabupaten

Pohuwato, telah mengalami perkembangan yaitu dari pertama kalinya pada tahun

1976 seluas 60 Ha berkembang menjadi sekitar 75 Ha pada tahun 2012. Pertambahan

luas area lokasi budidaya garam ini disebabkan oleh produksi garam yang semakin

meningkat dan juga dipicu oleh kurangnya lapangan pekerjaan yang menjadikan

budidaya garam telah menjadi pekerjaan tetap maupun sampingan masyarakat.

Luasan lahan 75 Ha tersebut dikelola oleh 11 Kelompok. Setiap kelompok

menerima pembagian wilayah tidak merata tergantung pada jumlah anggota

kelompok dan masing-masing anggota memiliki 1 Ha. Adapun status kepemilikan

berdasarkan hasil wawancara dengan para petambak bahwa status kepemilikan lahan

adalah milik sendiri. Menurut mereka bahwa kepemilikan itu sudah diberikan oleh

pemerintah melalui penerbitan surat kepemilikan tetapi bukan sertifikat.

4.5 . Proses pembuatan garam di Desa Siduwonge

Proses pembuatan garam di Desa Siduwonge, Kabupaten Pohuwato

berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara sebagai berikut:

1) Penyiapan petak-petak penampungan dan meja-meja garam

2) Mengalirkan air laut kepetak penampungan. Petak penampungan dimanfaatkan

secara bersama–sama oleh setiap kelompok.

33

3) Setelah petak siap digunakan, maka air laut dialirkan melalui saluran air menuju

petak penampungan ke-I dan didiamkan selama 3 hari. Setelah itu dialirkan

kepetak penampungan ke-II selama 3 hari. Kemudian dialirkan kepetak

penampungan ke- III dan seterusnya kepetak penampungan ke-IV. Perpindahan

membutuhkan waktu masing-masing 3 hari tergantung cuaca (terik matahari)

4) Proses selanjutnya adalah proses pembuatan kristalisasi garam. Air dari petak

penampungan ke-IV dialirkan ke meja-meja garam untuk semua anggota

kelompok yang jumlah meja garam untuk masing-masing kelompok sebanyak 30

meja garam dengan kedalaman ±5 cm.

5) Apabila air tersebut sudah menjadi kristal, kedalam meja garam tersebut

ditambah lagi 5 cm sehingga air dimeja garam tersebut menjadi tebal.

6) Waktu yang digunakan menunggu pengkristalan garam tersebut kira-kira 10 hari.

Setelah itu garam dipanen dengan alat kais kepinggir meja garam, lalu dicuci di

parit-parit atau tampungan yang terbuat dari ban mobil. Setelah itu garam yang

sudah dipanen dijemur dulu dilokasi lalu dikemas dalm karung isi 55 kg dan

disimpan di gudang garam yang ada dilokasi.

Produksi garam yang dihasilkan tersebut masih sedikit kotor karena masih ada

partikel lain yang ikut misalnya pasir. Garam yang diproduksi dipasarkan dan

biasanya masih merupakkan bahan baku untuk pengawetan ikan laut atau dijual

dipabrik es di Gorontalo. Dalam proses pembuatan garam ada juga para petambak

yang melakukan penambahan zat-zat kimia tertentu juga pewarna air untuk tujuan

menarik panas matahari sehingga dapat mempercepat proses pengkristalan garam

34

akan tetapi biayanya menjadi mahal. Zat-zat yang biasa digunakan adalah tanah

diatomik, arang aktif campuran asam clorida (HCl). Adapun dosisnya yaitu 1 meter

kubik air laut dicampur 20 kg tanah diatomic melalui pintu air (Domili, 2012).

Secara umum teknologi produksi garam di Desa Siduwonge masih bersifat

tradisional dan lebih condong ke metode Maduris. Pengalaman bertambak garam ini

selain yang dari pengalaman petani garam secara turun temurun juga karena adanya

bantuan pendampingan dari pemerintah. Secara jelas lahan tambak di Desa

Siduwonge ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Tambak garam di Desa Siduwonge Kabupaten Pohuwato

Keterangan:

35

Keterangan:

1) Pemasukan air laut,

2) Penampungan air di bak pembenihan

3) Penampungan di bak ke 2,

4) Meja Garam (Proses Kristalisasi

4.6. Pengembangan usaha tambak garam

4.6.1 Kelompok penggarap

Pengembangan produksi budidaya garam menuntut sebuah konsistensi

terhadap budidaya garam itu sendiri. Pengembangan yang tidak dilandasi oleh

loyalitas untuk terus menggarap lahan tersebut akan menghambat pengembangan

usaha garam. Hal tersebut yang mendasari pemerintah Kabupaten Gorontalo

membentuk 30 kelompok kerja pada tahun 1982 dan Tahun 2011 dilebur oleh Dinas

Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pohuwato menjadi 11 kelompok.

Pembentukan kelompok ini dimaksudkan agar supaya setiap kelompok

bertanggung jawab penuh atas keberhasilan usaha budidaya garam yang digarap oleh

masing-masing kelompok tersebut. Secara jelas jumlah kelompok penggarap lahan

budidaya garam Kabupaten Pohuwato disajikan pada Tabel 4.

36

Tabel 4. Kelompok penggarap lahan budidaya garam Kabupaten Pohuwato

No Nama kelompok Jumlah Anggota

(Orang)

Luasan Lahan

(Ha)

1 Surya Indah 8 8

2 Maju Bersama 7 7

3 Bintang Poliyama 8 8

4 Usaha Alam 7 7

5 Usaha Baru 6 6

6 Fajar Anugerah 6 6

7 Karya Akbar 6 6

8 Maleo Jaya 7 7

9 Simanage 7 7

10 Karya Bersama 6 6

11 Siduengi Indah 7 7

Total 75 75

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pohuwato, 2012.

Kelompok diperlukan dalam upaya untuk memperkuat posisi petambak garam

yang dapat meningkatkan pendapatan serta produksi garamnya. Setiap kelompok

dipilih satu orang sebagai ketua kelompok untuk mengkoordinir setiap anggotanya.

4.6.2 Dukungan pemerintah

Dukungan pemerintah untuk menunjang pengembangan potensi garam di

Kabupaten Pohuwato, melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pohuwato

yaitu dengan terus mendukung program tersebut. Hal ini terindikasi bahwa penggarap

garam di Kabupaten Pohuwato terus menerima bantuan baik bantuan bersifat nasional

37

maupun bantuan lokal. Secara jelas jenis bantuan dalam mendukung pengembangan

usaha tambak garam di sajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis bantuan dalam mendukung pengembangan usaha tambak garam

di Desa Siduwonge

Tahun Sumber Dana Jenis Jumlah

1977 Sponsor Dari PT. Permasi 77 Pinjaman 100.000.000

1983

Dana proyek bimbingan pengembangan

isdustri kecil ( APBN ) Bantuan 50.000.000

2008 Dinas Perindagkop Kabupaten Pohuwato Pinjaman

2.000.000/orang

2009

Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten

Pohuwato Bantuan 50.000.000/Klp

2010 Dinas Perindagkop Kabupaten Pohuwato Pinjaman

2.000.000/orang

2011

Dinas Perikanan Dan Kelautan Kabupaten

Pohuwato Bantuan 85.000.000/Klp

Sumber : Sekretariat kelompok usaha garam Pohuwato tahun 2012.

Bantuan yang diberikan selain berupa bantuan permodalan, juga bantuan

berupa peningkatan pengetahuan para petambak garam. Pemerintah melalui Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pohuwato telah melakukan pelatihan dan

pembimbingan melalui pelatihan peningkatan kapasitas sumberdaya petambak garam

(PUGAR) pada tahun 2011.

4.7. Produksi

Budidaya garam di Kabupaten Pohuwato merupakan usaha tradisional yang

diperoleh dari air laut yang diuapkan, namun demikian persoalan garam merupakan

persoalan nasional yang sampai kini tidak kunjung selesai permasalahannya. Di satu

sisi kualitas garam nasional termasuk yang di produksi di Kabupaten Pohuwato

kurang memenuhi syarat sebagai garam industri karena kandungan NaCl-nya kurang

38

97%, disisi lain masih rendahnya kualitas kebersihan garam untuk dikonsumsi

sebagai makanan. Hal itulah yang merupakan faktor mengapa garam nasional kurang

menarik jika dibandingkan dengan garam impor utamanya garam yang berasal dari

Australia yang mempunyai kualitas jauh lebih baik. Disisi lain, umumnya produksi

garam di Kabupaten masih tergantung oleh curah hujan, teknik budidaya, dan pesan

pembeli

Produksi garam petambak rata-rata 50 karung per hektar perminggu dengan

sinar matahari yang mendukung terjadinya proses penguapan. Peningkatan produksi

garam tergantung pada cuaca atau kondisi lingkungan. Nilai tersebut mengalami

kenaikan setelah para petambak mengkuti pelatihan teknik budidaya garam. Ada

beberapa perubahan dalam teknik pengelolaan tambak garam yang sebelumnya masih

menggunakan pola-pola yang tidak teratur dengan luas lahan yang sangat besar dalam

hal ini meja kristalisasi garam yang sangat besar, sehingga mengakibatkan ada biaya

cost yang sangat besar dalam pengelolaannya. Salah satu upaya yang dilakukan

adalah bagaimana membuat meja kristalisai yang tidak besar dibawah ukuran yang

sudah dilakukan di masyarakat para pembudidaya garam, sehingga menurunkan biaya

cost yang cukup besar. Untuk peningkatan produksi masih sangat rendah,

diperkirakan hanya 15% dari produksi sebelum mendapat pelatihan, itupun

tergantung pada luas tambak yang di kelola dan curah hujan. Secara jelas produksi

garam di Kabupaten Pohuwato disajikan pada Gambar 4.

39

Gambar 4 Jumlah produksi garam tahun 2011-2012 Kabupaten Pohuwato

Berdasarkan Gambar 4 bahwa terjadi peningkatan produksi garam dari 4450

kg tahun 2011 dan 5294 kg tahun 2012. Peningkatan ini disebabkan oleh karena

pada tahun 2011, telah diadakan pelatihan pengembangan kapasitas petambak garam

(PUGAR) dan pemberian bantuan perbaikan kolam-kolam budidaya garam.

4.8. Potensi pengembangan garam di Kabupaten Pohuwato

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk

merumuskan strategi suatu usaha. Analisis ini didasarkan pada logika yang

memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities) namun secara

bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats).

Analisis SWOT yang dilakukan dengan tepat juga menunjukkan berbagai

peluang yang sebaiknya dimanfaatkan, terutama dengan mengembangkan faktor-

faktor pendukung dan mengubah potensi yang dimiliki menjadi kekuatan yang efektif

4450

5294

4000

4200

4400

4600

4800

5000

5200

5400

2011 2012

Pro

du

ksi (

Ko

li)

Tahun

Produksi Garam Kabupaten Pohuwato

40

sehingga usaha tersebut memiliki keunggulan yang dapat diandalkan. Namun

kemampuan memanfaatkan peluang pada suatu usaha akan menimbulkan ancaman

bagi usaha karena pesaing akan mengambil dan memanfaatkan kelemahan lawannya.

Menurut Rangkuti (2001), analisis ini membandingkan antara faktor internal

(kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Kedua faktor

tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT.

Berdasarkan data hasil evaluasi dilapangan dan wawancara dengan petani

tambak garanm serta beberapa instansi terkait, telah dilakukan identifikasi terhadap

unsur – unsur SWOT.

Adapun hasil identifikasi unsur – unsur tersebut sebagai berikut:

a. Kekuatan (Strenghts)

S1. Mempunyai potensi sumber daya garam yang cukup besar

S2. Mempunyai jumlah petambak garam yang cukup besar

S3. Adanya potensi lahan tambak garam di Kecamatan Randangan 75 Ha

S4. Sudah mempunyai gudang

S5. Dekat dengan pemasaran domestik dan ekspor

S6. Mempunyai potensi untuk peluang pengembangan sarana dan prasarana yang

cukup memadai.

b. Kelemahan (Weakness)

W1. Lemahya SDM petambak garam disebabkan rendahnya tingkat pendidikan

W2. Pola dan kultur hidup petambak tidak sesuai dengan perkembangan bisnis

W3. Sarana dan prasana transportasi belum memadai

41

W4. Belum berkembangnya kegiatan yodisasi

W5. Kondisi alam yang tidak menentu yang diakibatkan oleh curah hujan

W6. Daya pengelolaan pemasaran rendah

c. Puluang (Opportunitis)

O1. Belum optimalnya pemanfaatan potensi tambak garam

O2. Adanya UU no. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25

Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional.

O3. Upaya penyediaan fasilitas perhubungan udara

O4. Terbukanya kerja sama dengan perusahaan – perusahaan pemasaran garam

d. Ancaman (Threats)

T1. Kurangnya minat generasi muda untuk menjadi petambak garam

T2. Banyaknya pencurian

T3. Bertambah banyaknya negara yang menerapkan persyaratan kualitas produk

T4. Meningkatnya persaingan pasar domestik, dunia dan kabupaten/kota lain

Unsur – unsur SWOT yang telah teridentifikasi selanjutnya disusun dalam

bentuk matrix untuk menentukan strategi yang terbaik dengan diberikan bobot untuk

masing – masing unsur. Adapun matriks hasil pembobotan masing – masing unsur di

sajikan pada Tabel 6.

42

Tabel 6. Pembobotan tiap SWOT

Kekuatan

(S)

Bobot Kelemahan

(W)

Bobot Peluang

(O)

Bobot Ancaman

(T)

Bobot

S1

S2

S3

S4

S5

S6

5

5

5

5

4

4

W1

W2

W3

W4

W5

W6

5

5

4

5

5

5

O1

O2

O3

O4

5

5

1

3

T1

T2

T3

T4

5

5

5

5

Keterangan :

1. Tidak Penting

2. Sedikit penting

3. Cukup penting

4. Penting

5. Sangat penting

S : (Strenghts)

W: (Weakness)

O: (Opportunitis)

T : (Threats)

Setelah dilakukan pembobotan, langkah selanjutnya adalah analisis SWOT.

Analisis SWOT dilakukan dengan menggabungkan unsur – unsur SWOT, yang ada

keterkaitan untuk memperoleh beberapa alternatif strategi ( SO, ST, WO, WT ) yang

disusun dalam bentuk matriks. Adapun hasil analisisnya disajikan pada Tabel 7.

43

Tabel 7. Matrik hasil analisis SWOT

Peluang Ancaman

Kekuatan SO1, Mengembangkan teknologi

tambak garam (S1,O1,O2,O4)

SO2, Mengembangkan

kegiatan tambak garam

(S2,S3,S4,S5,O4)

SO3.Mengembangkan

kegiatan sarana prasarana

(S5,S6,O2,O3)

SO4, Pengembangan

transportasi

(S1,S2,S5,O1,O2,O3,O4)

ST1, Meningkatkan sarana dan

prasarana tambak garam

(S1,S2,S5,T3,T4)

ST2, Pendidikan dan pelatihan

kualitas produk (S2,S5,T1,T3,T4)

ST3. menambah kualitas dan

kuantitas pengawasan produk dan

Penegakan hukum (S1,S2,T2)

Kelemahan WO1, Peningkatan

kualitas sumber daya manusia

(W1,W2,O1,O3,O4)

WO2, Rehabilitasi kerusakan

lingkungan (O2,O3)

WO3. Mengembangkan

teknologi yang tepat guna

(W1,O4)

WT1, Meningkatkan sarana dan

prasarana transportasi (W3,T4)

WT2, Meningkatkan pemasaran

hasil tambak garam (W4,T3,T4)

Berdasarkan Tabel 7, selanjutnya dilakukan perengkingan dengan

menjumlahkan bobot masing – masing unsur SWOT, yang berkaitan yang terdapat

dalam setiap alternatif strategi untuk menentukan prioritas strategi. Adapun hasil

perengkingan disajikan pada Table 8.

44

Tabel 8. Rangking alternatif strategi

No Unsur

SWOT

Keterkaitan Jml.

Bobot

Rengking

Strategi SO

1 SO1 S1,O1,O2,O4 18 5

2 SO2 S2,S3,S4,S5,O4 22 3

3 SO3 S5,S6,O2,O3 14 7

4 SO4 S1,S2,S5,O1,O2,O3,O4 28 1

Strategi ST

5 ST1 S1,S2,S5,T3,T4 24 2

6 ST2 S2,S5,T1,T3,T4 24 2

7 ST3 S1,S2,T2 15 6

Strategi WO

8 WO1 W1,W2,O1,O3,O4 19 4

9 WO2 O2,O3 6 10

10 WO3 W1,O4 8 9

Strategis

11 WT1 W3,T4 9 8

12 WT2 W4,T3,T4 15 6

Tabel 8, menunjukkan adanya pengelompokkan alternatif strategi menjadi

beberapa peringkat, yaitu dari peringkat 1 sampai 10. Alternatif strategi SO4

menempati peringkat pertama merupakan aternatif strategi yang menjadi perioritas

pertama dalam pengelolaan kawasan tambak garam di Kecamatan Randangan,

Kabupaten Pohuwato. Peringkat dari strategi yang disusun adalah sebagai berikut:

1. SO4. pengembangan transportasi

2. ST1,ST2. meningkatkan sarana dan prasarana tambak garam, pendidikan dan

pelatihan kualitas produk

3. SO2. Mengembangkan kegiatan tambak garam

4. WO1. Peningkatan kualitas sumber daya manusia

45

5. SO1. Mengembangkan teknologi tambak garam

6. ST3, WT2. Menambah kualitas dan kuantitas pengawasan dan penegakan

hukum, meningkatkan pemasaran hasiln tambak garam

7. SO3. Mengembangkan kegiatan pariwisata

8. WT1. Meningkatkan sarana dan prasarana transportasi

9. WO3. Mengembangkan teknologi yang tepat

10. WO2. Rehabilitasi kerusakan lingkungan

Berdasarkan rengking strategi di atas, dapat dilihat bawah pengembangan

transportasi menjadi prioritas utama pengembangan potensi budidaya garam. Hal ini

disebabkan oleh kurangnya investor dan pembeli yang bisa menjangkau loksi

budidaya garam disebabkan oleh sarana trasnportasi yang belum memadai. Sarana

transportasi yang dimaksud adalah kondisi jalan yang masih sangat memprihatinkan.

Kondisi jalan menuju lokasi budidaya garam masih berupa jalan rintisan yang belum

dilakukan pengerasan, sehingga jika terjadi hujan kondisi jalan sangat sulit untuk

dilalui. Selain itu kondisi jalan yang kurang memadai mengakibatkan petani garam

sulit untuk membwa hasil produksi garam keluar dari lokasi budidaya. Sehingga

sangat sulit untuk memasarkan hasil produksi.