bab iv hasil dan pembahasan · 2017. 8. 22. · bab iv hasil dan pembahasan dalam ... pekerjaan...

21
29 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam BAB ini akan menjelaskan tentang hasil penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran pelaksanaan metode keperawatan tim di Ruang Dahlia Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan, Salatiga. Dalam penyajian data hasil penelitian peneliti akan membagi menjadi tiga bagian. Peneliti akan memaparkan hasil penelitian berupa hasil analisis tema yang mencakup deskripsi hasil wawancara mendalam yang peneliti susun berdasarkan tema-tema yang ditemukan tentang bagaimana pelaksanaan metode keperawatan tim. Dan pada bagian ketiga peneliti akan membahas hasil analisis data dengan membandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya yang memiliki keterkaitan dengan hasil penelitian peneliti. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 22 Oktober 25 Oktober 2013. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak lima orang sesuai kriteria yang peneliti paparkan. Penelitian dilakukan dengan mengambil partisipan perawat Ruang Dahlia. Sebelum peneliti melakukan penelitian, terlebih dahulu melakukan pilot project dengan perawat yang berbeda dengan obyek penelitian.

Upload: others

Post on 09-Feb-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 29

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Dalam BAB ini akan menjelaskan tentang hasil penelitian

    yang dilakukan untuk memberikan gambaran pelaksanaan metode

    keperawatan tim di Ruang Dahlia Rumah Sakit Paru dr Ario

    Wirawan, Salatiga. Dalam penyajian data hasil penelitian peneliti

    akan membagi menjadi tiga bagian. Peneliti akan memaparkan hasil

    penelitian berupa hasil analisis tema yang mencakup deskripsi hasil

    wawancara mendalam yang peneliti susun berdasarkan tema-tema

    yang ditemukan tentang bagaimana pelaksanaan metode

    keperawatan tim. Dan pada bagian ketiga peneliti akan membahas

    hasil analisis data dengan membandingkan dengan hasil penelitian

    sebelumnya yang memiliki keterkaitan dengan hasil penelitian

    peneliti.

    Penelitian ini berlangsung dari tanggal 22 Oktober – 25

    Oktober 2013. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak

    lima orang sesuai kriteria yang peneliti paparkan. Penelitian

    dilakukan dengan mengambil partisipan perawat Ruang Dahlia.

    Sebelum peneliti melakukan penelitian, terlebih dahulu melakukan

    pilot project dengan perawat yang berbeda dengan obyek penelitian.

  • 30

    Pilot project dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran

    hasil yang diperoleh dengan objek yang berbeda dan untuk menguji

    coba pertanyaan, kemudian digunakan sebagai acuan dan

    memprediksi keadaan rata-rata calon responden.

    Setelah melakukan survey awal ke Rumah Sakit Paru dr

    Ario Wirawan Salatiga. Peneliti memutuskan untuk mengambil

    partisipan yaitu perawat di ruang Mawar sebanyak dua orang untuk

    melakukan pilot project yang dilakukan selama 1 minggu mulai

    tanggal 8 Oktober 2013 sampai dengan 12 Oktober 2013

    disesuaikan dengan jadwal dinas perawat yang sebelumnya peneliti

    sudah melakukan kontrak waktu.

    4.1 Gambaran partisipan

    Partisipan yang telibat dalam penelitian peneliti ini adalah

    perawat Ruang Rawat Inap Dahlia Rumah Sakit Paru dr Ario

    Wirawan Salatiga. Jumlah partisipan yang terlibat dalam penelitian

    ini adalah lima orang perawat. Partisipan yang terlibat dalam

    penelitian ini disesuaikan dengan kriteria dalam penelitian ini. Waktu

    pengambilan data disesuaikan dengan pekerjaan pasien, disaat

    pekerjaan sudah longgar sesuai permintaan partisipan sendiri.

  • 31

    Karakteristik Partisipan

    No

    Umur (Thn)

    Jenis Kelamin

    Suku Tempat Tinggal

    Pendidikan

    Lama Kerja

    P1 37 L Jawa Salatiga D III 12 Thn

    P2 41 P Jawa Salatiga S1 17 Thn

    P3 27 P Jawa Salatiga D III 3 Thn

    P4 36 P Jawa Salatiga S1 12 Thn

    P5 38 L Jawa Salatiga D II 10 Thn

    4.2. Hasil Penelitian

    Dari hasil analisis tema berdasarkan kategori dapat

    terlihat 5 tema yang menjadi gambaran pelaksanaan motode

    keperawatam tim, yaitu : (1) Ada pembagian tanggung jawab

    menangani pasien, (2) Keterbatasan tenaga perawat, (3)

    Katim memiliki peran penting, (4) Pemberian asuhan

    keperawatan lebih fokus, (5) Perlunya pelatihan tentang

    SP2KP,

    Berikut adalah tema – tema merupakan hasil penelitian

    dari pelaksanaan metode keperawatan tim:

    1. Ada pembagian tanggung jawab menangani pasien

    Dari yang diungkapkan oleh paritsipan bahwa

    pelaksanaan metode keperawatan tim, setiap perawat akan

  • 32

    dibagikan pasien yang menjadi tanggungjawab masing-

    masing untuk memberikan asuhan keperawatan

    diungkapkan oleh partisipan:

    “diruangan dibagi menjadi dua tim, yaitu tim 1 dan tim 2. Tim 1 menangani pasien laki-laki dan tim 2 menangani pasien perempuan. Dalam tim dibagi tanggung jawab menengani pasien contohnnya pasien ada sepuluh, perawat ada lima jadi setiap perawat menangani 2 pasien”(P1).

    Pembagian pasien disesuaikan untuk

    mengoptimalkan pekerjaan juga mempermudah

    pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan seperti yang

    diungkapkan partisipan:

    “disini ada dua tim, satu tim untuk pasen laki-laki dan satu tim untuk pasien perempuan. Didalam tim ada pembagian pasien, tujuannya untuk mengevaluasi pasien, memudahkan bekerja, mengoptimalkan bekerja, lebih efektif juga, pasien juga lebih puas, komunikasi dengan pasien lebih bagus. Misalnya ada tiga perawat dengan pasien 10 setiap perawat dapat 3 atau 4 pasien. Untuk perawat senior kita beri pasien yang perlu pengawasan khusus”(P4).

    Pasien yang menjadi tanggung jawab perawat

    disesuaikan dengan jumlah pasien dan jumlah perawat yang

    ada, hal ini diungkapkan partisipan:

    di Ruang Dahlia ini katim ada dua, untuk pasien perempuan dan pasien laki-laki. Untuk perawat pelaksana dibagi ada dua orang setiap tim. Untuk pasien sendiri misalnya ada 10 kita ada dua ya dapat

  • 33

    lima orang setiap perawat, tapi misalnya ada kesulitan kita saling bantu”(P3).

    “disini ada dua tim, satu tim untuk pasien perempuan dan satu tim untuk pasien laki-laki. Misalnya ada 3 perawat dalam satu tim dan pasien ada sepuluh jadi setiap perawat dapat 3 atau 4 pasien”(P5).

    Selain berdasarkan jumlah perawat dan pasien

    pembagian juga diliat dari kasus pasien, perawat

    mendapatkan kasus sesuai dengan pengalan perawat:

    “dalam tim untuk pelaksanaan setiap pagi setelah overran sebelum kerja kita lakukan pembagian pasien oleh katim. Pembagian diliat dari jumlah pasien dan kasus yang perlu pengawasan serius dipegang perawat senior”(P2).

    2. Keterbatasan tenaga perawat

    Partisipan mengatakan salah satu kendala dalam

    pelaksanaan metode keperawatan tim yaitu dari segi tenaga

    keperawatan sendiri. Tenaga perawat untuk penerapan

    metode keperawatan tim terutama pada saat shift siang dan

    malam hari menurut partisipan masih terbatas, seperti yang

    diungkapkan oleh semua partisipan:

    “Untuk sesuai kita masih butuh proses, untuk pagi kita masih bisa. Tugas sore dan malam kita hanya ada dua orang perawat jadi tidak maksimal apalagi untuk metode keperawatan tim”(P1). “Untuk jaga pagi dari tenaga kita tidak ada masalah. Hanya untuk sore dan malam dari segi tenaga kurang

  • 34

    karena yang jaga hanya dua perawat, kalau mau menerapkan metode keperawatan tim secara penuh masih belum bisa”(P2). “Jumlah perawat dengan pasien juga mempengaruhi apalagi untuk siang dan malam kan Cuma ada dua, kadang sampai kewalahan”(P3). “Kalau maksimal belum tapi kita berusaha maksimal karena jumlah pasien sekian coba. Jumlah pasien 29 orang dengan pearawat 5, siang dan malam ada dua orang perawat yang menjadi kendala tapi kita berusaha menjadi maksimal dengan tenaga yang ada”(P4) “Untuk sore dan malam hanya ada dua orang, kerjanya kita bekerja sama-sama hanya dokumentasi kita tanggungjawab di tim masing-masing. Jadi hanya askep saja sedangkan kerja sama-sama”(P5).

    3. Ketua tim memiliki peran penting

    Ketua tim sendiri berperan penting dalam

    pelaksanaan metode keperawatan tim, seperti membagikan

    tugas dan tanggungjawab kepada perawat anggota untuk

    memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, seperti

    yang diungkapkan oleh partisipan:

    “Dalam tim untuk pelaksanaan setiap pagi setelah overran sebelum kerja kita lakukan pembagian pasien oleh katim. Pembagian diliat dari jumlah pasien dan kasus yang perlu pengawasan serius dipegang perawat senior” (P2).

    Tugas ketua tim sendiri mulai dari pengkajian pasien

    baru, membuat diagnosa, sampai membuat rencana

    tindakan asuhan keperawatan dibuat oleh ketua tim. Tidak

  • 35

    hanya sampai disitu, peranan ketua tim juga melakukan

    pengawasan, membimbing angota tim yang mengalami

    kesulitan dalam memberikan asuhan keperawatan. Peran

    ketua tim sendiri terlihat dari apa yang partisipan ungkapkan:

    “ketua tim yang memberi dan membagi pasien yang menjadi tanggungjawab kepada anggota tim. Perawat anggota nanti melaksanakan tugas yang sudah dibuat oleh ketua tim, ketua tim sendiri melakukan pengkajian sampai rencana tindakan jadi anggota yang bertugas untuk melakukan implementasi. Peran ketua tim juga penting membagikan pasien dan memberikan tanggungjawab kepada anggota. Ada program atau terapi kita anggota yang melakukan kalau ada kendala kita lapor katim”(P1).

    “Nanti untuk pengkajian pasien baru perawat pelaksana boleh tapi untuk pagi itu katim yang melakukan pengkajian, diagnosa, terus rencana tindakan apa. Misalnya pasien sesak mengkaji pola napas, memberikan posisi semi voler. Itu yang melaksanakan perawat pelaksana, katim yang membuat rencana nanti juga dibantu oleh katim”(P3).

    Ketua tim sendiri seharusnya selalu ada untuk setiap

    shift sehingga proses keperawatan dapat berjalan dengan

    maksimal. Beberapa partisipan mengungkapkan bahwa

    peranan ketua tim sangat penting sehingga seharusnya

    selalu ada disetiap shift:

    “Untuk pengkajian pasien baru itu tanggungjawab katim, diagnosa sampai perencanaan dibuat oleh katim. Nanti untuk pelaksanaannya sesuai rencana yang dibuat oleh katim. Katim sebenarnya bisa dirolling dan juga untuk overan harusnya antar katim.

  • 36

    Itu juga yang menjadi kendala dari penerapan, seharusnya setiap shift ada katim”(P4). ”Kalau metode keperawatan tim seharusnya setiap shift ada ketua tim. Setiap perawat dibagi tugas dan tanggung jawab kepada pasien sehingga perlu pengawasan juga dari katim apalagi perawat baru”(P5).

    4. Pemberian asuhan keperawatan lebih fokus

    Dengan penerapan metode keperawatan tim

    pemberian asuhan keperawatan dirasa oleh partisipan

    menjadi lebih fokus. Hal ini disampaikan oleh partisipan

    sebagai berikut:

    “ Lebih cepat dan fokus dalam melayani pasien . kalau ada masalah lebih tertangani misalnya ada program untuk pasien”(P1).

    Pelaksanaan metode keperawatan tim lebih fokus

    sehingga membuat pekerjaan lebih efektif dan maksimal

    dalam memberikan asuhan keperawatan:

    “Kita komunikasi semakin baik, lebih efektif, kepuasan pasien, kerjasama kelompok semakin bagus. Kita fokus dengan pasien sendiri tapi jangan lupa kerja sama tim”(P4).

    “Kita cuma tau dengan pasien kita sendiri karena kita fokus menangani pasien yang menjadi tanggung jawab kita sendiri”(P5).

    Adanya pembagian tanggung jawab yang diberikan

    membuat pekerjaan fokus sehingga perawat juga lebih

  • 37

    menguasai pasien yang menjadi tanggung jawabnya.

    Partisipan merasa dengan metode keperawatan tim mengerti

    perkembangan pasiennya karena lebih fokus dengan pasien

    sendiri:

    “ Memang dengan metode keperawatan tim ini kita menjadi lebih fokus dengan pasien yang kita pegang. Proses perubahan yang kita dulu bekerja bersama-sama sekarang punya tanggung jawab. Dengan metode keperawatan tim pekerjaan lebih ringan karena kita bisa lebih fokus dengan pasien kita sendiri, lebih bertanggung jawab. Untuk metode keperawatan tim lebih fokus dibanding kalau kita kerja bersama-sama, kita kurang tahu perkembangan pasien seperti apa”(P2). “Pelaksanaan metode keperawatan tim penanganannnya dalam melaksanakan metode keperawatan tim jadi lebih fokus. Beban kerja kita sebenarnya berkurang karena kita hanya fokus dengan pasien kita, jika kesulitan ada yang membantu dari perawat pelaksana atau katim sendiri. Bekerja lebih mudah karena kita menguasai pasien kita sendiri”(P3).

    5. Perlunya pelatihan tentang SP2KP

    Pelatihan dirasa penting oleh partisipan dalam

    melaksanakan metode keperawatan tim. Pentingnya

    pelatihan karena perlu adanya persamaan persepsi dari

    semua perawat dalam melaksanakan metode keperawatan

    tim diungkapkan oleh partisipan:

    “Pelatihan untuk pelatihan hanya sebagian saja dan dari pelatihan pun output pun tidak sama. Persepsi setiap orang tidak sama jadi perlu persamaan

  • 38

    persepsi. Perlu sering pertemuan dan tidak orang yang sama dikirim berulang-ulang. Kalau perlu dibuat beberapa gelombang, paling tidak pokok-pokoknya saja”(P5).

    Pelatihan juga memberikan pemahaman dari

    pelaksanaan metode keperawatan tim juga penting dalam

    melaksanakan sistem baru agar mengerti jelas dari tugas

    dan tanggung jawab masing sesuai perannya. Hal ini

    diungkapkan partisipan:

    “Masih perlu perbaikan, setelah kita bagi pasien perawat kurang bisa fokus kepada pasien karena sistem baru dan perlu banyak belajar. Untuk pelatihan ada, materinya banyak waktu cuma satu minggu jadi pemahaman kurang tentang SP2KP. Pelatihan juga ada beberapa tahap tapi ada yang tidak ikut semua. Untuk peserta sendiri itu dari kepala ruang dan katim. Diawal-awal kita bingung dengan berjalan waktu ada perubahan. Dulu karena masih baru tanggung jawab tugas katim dengan perawat asosiet”(P2).

    Selama ini pelatihan belum terintregasi dengan baik

    dan hanya diperuntukan kepada ketua tim dan kepala ruang

    sedangkan angota tim yang lain hanya diberikan pengarahan

    dari ketua tim maupun kepala ruang. Seperti yang dikatakan

    partisipan:

    “Pelatihan ada tapi tidak semua kebagian. Pelatihan yang diutamakan itu perawat senior, terutama katim dan kepala ruang. Jadi kita tidak kebagian pelatihan dan hanya ikut yang disampaikan katim temtang metode keperawatan tim” (P1).

  • 39

    “Untuk pelatihan untuk perawat pelaksana hanya sosialisasi dari katim. Untuk pelatihan itu diikuti oleh kepala ruang dan katim, yah masih penyesuaian”(P3) “Pelatihan sudah diatur oleh bagian diklat. Sebelum ada pelatihan penerapan belum terintegrasi tapi sekarang sudah lebih baik”(P4).

    1.3. Pembahasan

    Dalam pembahasan, peneliti akan

    mengintrepretasikan tema hasil penelitian dengan cara

    membandingkan pada hasil penelitan sebelumnya.

    Peneliti juga akan membahas tentang keterbatasan dalam

    penelitian ini.

    1. Ada pembagian tanggung jawab menangani pasien

    Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam metode

    keperawatan tim setiap perawat memiliki tanggung jawab

    dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.

    Pembagian tugas dalam tim di Ruang Dahlia yaitu tim 1

    untuk pasien laki-laki dan tim 2 untuk pasien perempuan.

    Tugas dalam anggota tim untuk memberikan asuhan

    keperawatan dibagi sesuai jumlah pasen dan perawat

    anggota setiap tim.

    Tanggung jawab dari anggota tim adalah

    memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang

  • 40

    menjadi tanggung jawabnya. Asuhan keperawatan yang

    diberikan sesuai rencana yang sudah dibuat oleh ketua tim,

    kemudian memberikan laporan kepada ketua tim tentang

    perkembangan kondisi pasien (Tappen,1995).

    Tanggung jawab angota tim dalam memberikan

    asuhan keperawatan dan mendokumentasikan tindakan

    memiliki dampak positif, seperti hasil penelitian Fox & Tucker

    (2014) bahwa perawat memiliki tanggung jawab terhadap

    pasien yang dirawat selama tugas shift. Tangung jawab

    diberikan dengan kepastian bahwa setiap rencana dan

    tindakan didokumentasikan, sehingga merasa tanggung

    jawab besar serta merasa memiliki kepedulian terhadap

    tugas yang diberikan. Hal ini juga membantu untuk

    memastikan dukungan untuk angggota tim individual.

    Adanya tanggung jawab perawat yang diberikan

    kepada setiap angota tim dalam pemberian asuhan

    keperawatan merupakan salah satu indikator bahwa

    perawat memiliki tanggung jawab professional. Hal tersebut

    didukung penelitian Izumi (2012) bahwa rasa tanggung

    jawab membuat perawat sebagai individu dan profesi

    memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik. Hal ini juga

  • 41

    membuat rasa percaya pasien juga keamanan pasien

    terhadap asuhan keperawatan yang diberikan

    Berdasarkan hasil pembahasan disimpulkan bahwa,

    pembagian tugas dan tanggung jawab adalah penting. Rasa

    tanggung jawab memberikan motivasi dalam menjalankan

    tugas sebagai perawat profesional. Dengan adanya

    tanggung jawab yang dipegang dituntut adanya kualitas

    yang baik sehingga berdampak pada peningkatkan kualitas

    pelayanan dalam pemberian asuhan keperawatan, serta

    membuat rasa percaya pasien dan dapat terjalin hubungan

    profesional yang baik. Dengan demikian metode

    keperawatan tim perlu dipertahankan dan ditingkatkan.

    2. Keterbatasan tenaga perawat.

    Penelitian ini menunjukan bahwa keterbatasan

    tenaga keperawatan menjadi salah satu kendala dalam

    pelaksanaan metode keperawatan tim. Adanya keterbatasan

    tenaga perawat, sehingga tim hanya terbentuk paga shift

    pagi. Pada shift berikutnaya tidak ada tim karena hanya ada

    2 perawat. Menurut Huber (2006) tentang metode

    keperawatan tim, asuhan keperawatan diberikan oleh tim

    perawat kepada beberapa paisen. Perawat ruangan dibagi

  • 42

    dalam beberapa tim dan setiap ketua tim membawahi 2-3

    perawat (Swanburg, 2000; Nursalam, 2011). Tenaga

    perawat dalam keperawatan tim adalah ketua tim dengan

    kualifikasi Ners (Swanburg, 2000). Penelitian menunjukan

    bahwa tenaga perawat dengan pendidikan maksimal S1

    keperawatan.

    Menurut Fagestrom (2009) berdasakan hasil

    penelitiannya, sumber daya manusia merupakan merupakan

    bagian terpenting yang menjadi kompetitif dalam organisasi

    kesehatan. Oleh karena manajemen sumber daya manusia

    sangat penting dalam mencapai visi dan misi suatu

    organisasi. Menejemen mengevaluasi dan memastikan hasil

    dan kualitas layanan terjamin optimal. Manajemen dari

    kapasitas tenaga kerja manusia dapat mendukung kondisi

    kerja yang optimal bagi perawat, sehingga meningkatkan

    kepuasan kerja dan mencegah keluarnya kariawan. Selain

    itu dari penelitian McCormack (1992) mengatakan bahwa

    jumlah pasien dan perawat memiliki hubungan dengan

    tanggung jawab dan kualitas dari perawatan, serta tingkat

    stress perawat.

    Menurut hasil penelitian Lammintakanen, Kivinen &

    Kinnunen (2008), tugas penting manejemen adalah

  • 43

    bagaimana memilih, mempertahankan, dan

    mengembangkan suber daya manusia dalam suatu

    organisasi. Kurangnya staf, kualitas dari staf, kurangnya

    kerjasama dan berebagi pengetahuan antar profesi dapat

    mempengaruhi kualitas pelayanan. Manajemen keperawatan

    berkaitan erat dengan pengembangan strategi organisasi

    dan proses pelaksanaannya.

    Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor

    terpenting dalam menjamin kualitas layanan keperawatan.

    Manejeman mengatur strategi dalam mengatur tenaga

    keperawatan baik secara kualitas dan kuantitas. Selain itu

    juga dapat dilakukan penelitia lanjut tentang keefektifan cara

    perhitungan tenaga keperawatan yang sesuai untuk metode

    keperawatan tim.

    3. Ketua tim memiliki peran penting.

    Hasil penelitian menunjukan ketua tim merupakan

    salah satu yang memiliki peranan penting dalam metode

    keperawatan tim adalah ketua tim. Ketiua tim bertanggung

    jawab membuat rencana asuhan keperawatan, memberikan

    penugasan, melakukan supervisi dan evaluasi kepada

    angota tim (Tappen, 1995; Nursalam, 2011). Melakukan

  • 44

    koordinasi seluruh perawatan pasien dalam tim merupakan

    tanggung jawab ketua tim (Swanburg, 2000). Hasil penelitian

    ketua tim berperan mulai dari melakukan pengkajian,

    membuat rencana tindakan sampai melakukan pengawasan

    kepada anggota tim dalam pemberian asuhan keperawatan.

    Penelitian menunjukan bahwa ketua tim diperlukan

    dalam setiap shift karena ketua tim membantu anggota

    dalam memberikan asuhan keperawatan sehingga

    mengurangi kesalahan. Seperti hasil penelitian Cioffi &

    Ferguson (2009) menyatakan bahwa ketua tim merupakan

    perawat yang berpengalaman mengidentifikasi, memberikan

    bantuan dan dukungan bagi perawat lain untuk menghindari

    kesalahan pemberian asuhan. Ketua tim dan perawat saling

    mendukung dan perawat bisa saling belajar dari perawat

    yang berpengalaman.

    Hasil penelitian Castrele, Willemse, Verschueren &

    Milisen (2008) memaparkan bahwa kepemimpinan dalam

    metode keperawatan tim memberikan dampak positif tidak

    hanya kepada ketua tim tapi juga kepada anggota tim. Dari

    sisi ketua tim menjadi lebih efektif, memiliki kesadaran diri,

    memiliki komunikasi yang efektif. Untuk angota tim sendiri

    memiliki tanggung jawab, memiliki kejelasan kerja, dan

  • 45

    berkomunikasi secara efektif. Bagi proses keperawatan

    sendiri membuat komunikasi dengan pasien lebih baik,

    kekonsistenan kualitas pelayanan, dan juga peningkatan

    kolaborasi interdisiplin ilmu. Figur pemimpin sangat penting

    terutama dalam mengelola metode yang ada juga sebagai

    motivator bagi staf perawat dan juga pembentukan tim

    (Evangelia & Thomai, 2012)

    Hasil penelitian Eneh, Julkunen & Kvist (2012)

    menunjukan bahwa pentingnya pengetahuan akan tentang

    bagaimana menjadi pemimpin dapat meningkatkan kinerja

    perawat dalam lingkungan kerja. Kepemimpinan berdampak

    positif untuk memaksimalkan potensi staf perawat.

    Kepemimpinan perlu melibatkan staf dalam mengmbil

    keputusan dalam proses keperawatan. Penting adanya

    komikasi dua arah antara pemimpin dan staf, juga sebagai

    evaluasi dari staf perawat.

    Proses keperawatan yang dilakukan dalam metode

    keperawatan tim sangat erat dengan peran ketua tim. Ketua

    tim memiliki peran yang luas mulai dari merencanakan

    proses keperawatan sampai memastikan proses

    keperawatan yang optimal dengan mengawasi dan

    memberikan dukungan kepada perawat angota. Oleh karena

  • 46

    itu diperlukan ketua tim yang memilki pengalaman dan

    kualitas yang baik sebagai perawat dan juga dalam

    kepemimpinan. Hal ini perlu dukungan untuk menjaga dan

    meningkatkan kualitas pelayanan dengan memberikan

    pelatihan kepada ketua tim tentang metode keperawatan tim

    dan tentang kepemimpinan.

    4. Pemberian asuhan keperawatan lebih fokus

    Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam metode

    keperawatan tim perawat merasa lebih fokus dalam

    memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Setiap

    perawat memiliki pasien yang menjadi tanggung jawab

    sehingga lebih fokus memberikan asuhan keperawatan

    kepada pasien yang menjadi tanggung jawab masing-

    masing perawat.

    Hasil penelitian didukung oleh penelitian yang

    dilakukan Fairbrother, Jones and Rivas (2010) dengan

    melakukan uji coba menggunakan keperawatan tim di rumah

    sakit Sydney Prince of Wales, Australia bahwa perawat

    memiliki banyak waktu dengan pasien. Keuntungan yang

    ditunjukan yaitu kerja sama tim, komunikasi yang baik antar

  • 47

    perawat, dokter juga pasien, dokumentasi, dan perancanaan

    lebih baik.

    Metode keperawatan tim dinilai lebih efektif dalam

    pemberian asuhan keperawatan. Keefektifan keperawatan

    tim yaitu dari sisi komunikasi dan kerja sama tim dalam

    pemberian asuhan keperawatan (Hyrkas & Appelqvist-

    Schmidlechner, 2003). Penelitian Cioffi & Ferguson (2009)

    menggunakan metode keperawatan tim dalam, layanan

    kesehatan dapat memberikan asuhan keperawatan yang

    optimal dan professional.

    Metode keperawatan tim memberikan dampak pisitif

    bagi perkembangan pelayanan kesehatan terutama bagi

    keperawatan. Oleh sebab itu penerapan metode tim menjadi

    rekomendasi untuk dilanjutkan dan bagi rumah sakit yang

    belum menerapkan, penelitian ini mendorong untuk

    diterapkannya metode tim.

    5. Perlunya pelatihan tentang SP2KP

    Hasil penelitian menunjukan pelatihan diperlukan

    mengenai SP2KP terutama metode keperawatan tim yang

    sedang diterapkan rumah sakit. Pelatihan bertujuan unutk

    meningkatkan kualitas layanan keperawatan dalam

  • 48

    memberikan asuhan keperawatan dengan menerapkan

    metode keperawatan tim. Hasil selaras dengan penelitian

    Miller, Riley & Davis (2009) yang meneliti dampak kerjasama

    tim pada pemberian asuhan keperawatan dan keselamatan

    pasien. Hasil penelitian tersebut menunjukan pelatihan

    individual keperawatan, komunikasi serta pelatihan dalam

    tim sangat mempengaruhi kinerja baik secara individu

    maupun dalam tim. Hasil penelitian Moore (2012)

    mengatakan bahwa sikap yang kurang terkait lingkungan

    dan kepuasa kerja dapat ditingkatkan dengan pelatihan dan

    pengawasan. Dukungan dari pihak managerial juga

    diperlukan untuk mengadakan pelatihan.

    Penelitian Reay & Sears (2013) menunjukan bahwa

    pelatihan memiliki dampak positif bagi staf perawat.

    Pelatihan yang konsisten dan terprogram dengan baik dapat

    membangun tenaga kerja yang dapat bersaing dan memiliki

    keunggulan klinis. Dalam pelatihan ditujukan untuk dapat

    berkolaborasi dan berbagi pengalaman tentang praktik di

    lapangan. Jadi diharapkan untuk staf manajer membuat

    program yang efektif dan sesaui bagi keperluan, juga

    dilakukan secara bergulir dan konsisten. Untuk perawat yang

  • 49

    mengikuti pelatihan juga harus membagi hasil pelatihan

    kepada perawat lain sehingga bisa diterapkan dengan baik.

    Peningkatan mutu pelayanan terutama dalam hal

    keperawatan perlu menjadi perhatian penting. Kualitas

    pelayanan dapat menambah nilai saing yang memiliki

    keunggulan klinis sehingga perlu adanya pelatihan tentang

    SP2KP terutama mengenai metode keperawatan tim secara

    periodik yang dilaksanakan sesuai kebutuhan rumah sakit.

    Pelatihan ini diharapkan akan mendorong perawat secara

    individu dapat meningkatkan kinerja baik secara individual

    maupun tim keperawatan. Selain itu dari institusi pendidikan

    menyediakan mata kuliah atau pelatihan tentang SP2KP

    untuk mempersiapkan calon perawat profesional.

    4.4 Keterbatasan Penelitian

    Kendala dalam penelitian partisipan yang

    direncanakan enam orang menjadi lima orang karena

    partisipan tidak sesuai kriteria yang peneliti tentukan. Pada

    saat penelitian banyak perawat baru dan perawat senior di

    pindah ke ruangan lain. Waktu penelitian yang awalnya

    direncanakan pada bulan September 2013 menjadi 25

    Oktober 2013 kerena menunggu ijin dari direktur Rumah

    Sakit.