bab iv hasil dan pembahasan lokasi penelitian...handphone, serta. alat tulis untuk mencatat semua...
TRANSCRIPT
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Setting Penelitian
4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan beralamat di jalan
Hasanudin, No. 806 Salatiga, Jawa Tengah. Sesuai dengan SK
menteri kesehatan RI, nomor 1208/Menkes/SK/IX/2002, Rumah
Sakit Paru dr. Ario Wirawan (RSPAW) atau yang lebih dikenal
masyarakat sekitar dengan istilah Sanatorium menjadi satu –
satunya rumah sakit paru di Provinsi Jawa Tengah. Rumah Sakit
Paru dr. Ario Wirawan merupakan Rumah Sakit Vertikal di Salatiga
yang berkembang dengan baik. Selain memberikan pelayanan
kesehatan paru, Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan juga mampu
memberikan pelayanan kesehatan umum, dan oleh karena standar
mutu menejemen yang baik, Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan
mendapatkan sertifikat ISO 9001-2008.
4.1.2 Pelaksanaan Penelitian
4.1.2.1 Persiapan Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti menyiapkan
beberapa hal yang menunjang pelaksanaan penelitian. Peneliti
terlebih dahulu mempersiapkan criteria partisipan dan bulan Februari
peneliti melakukan studi pendahuluan di Rumah Sakit dr. Ario
40
Wirawan Salatiga. Penelitian mulai mempersiapkan berbagai surat-
surat penelitian pada bulan Februari 2014 dan mulai melakukan
penelitian pada bulan Maret 2014.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik
wawancara, sehingga peneliti menyiapkan beberapa panduan
wawancara sebelum terjun ke lapangan. Peneliti juga membuat
informed consent yang berisi surat penjelasan penelitian dan surat
persetujuan menjadi partisipan. Dalam proses wawancara, peneliti
juga menggunakan alat perekaman yaitu handphone, serta alat tulis
untuk mencatat semua hasil wawancara atau data-data tambahan
dalam bentuk tertulis yang berasal dari partisipan. Penggunaan alat
perekam dilakukan apabila mendapatkan ijin dari partisipan dan
tidak keberatan dengan adanya alat perekam tersebut.
4.1.2.2 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini mulai dilakukan pada tanggal 12 Maret 2014
sebelum surat izin dari Fakultas dikeluarkan tetapi peneliti sudah
mendapatkan izin secara lisan dari pihak Rumah Sakit dr. Ario
Wirawan Salatiga untuk melakukan penelitian di sana.
41
1. Partisipan 1
Tanggal Waktu Keterangan
13 Maret
2014
19.25 WIB Mengucapkan
terimakasih kepada
partisipan
Menjelaskan maksud dan
tujuan penelitian
Penandatanganan pada
informed concent
Melakukan pendekatan
dengan partisipan
Wawancara selama 1 jam
11 menit
Pada tanggal 13 Maret 2013 peneliti melakukan
wawancara dengan partisipan pertama yaitu Mbak E di rumah
partisipan. Sebelum melakukan wawancara peneliti
memperkenalkan diri dan mengucapkan terima kasih kepada
partisipan karena telah bersedia menjadi partisipan, kemudian
dilanjutkan dengan penjelasan penelitian, kemudian melakukan
pendekatan kepada partisipan untuk mengetahui latar belakang
partisipan, pengetahuan tentang penyakit dan anggota keluarga
yang mengetahui tentang penyakitnya selama partisipan di
Rumah Sakit. Setelah dilakukan wawancara peneliti juga
42
mengucapkan terima kasih kepada partisipan dan peneliti juga
melakukan perjanjian dengan partisipan untuk bertemu kembali
apabila masih ada data – data yang kurang. Wawancara yang
dilakukan peneliti terhadap partisipan 1 adalah 1 jam 11 menit.
2. Partisipan 2
Tanggal Waktu Keterangan
24 Maret
2014
14.15 WIB Mengucapkan
terimakasih kepada
partisipan
Menjelaskan maksud dan
tujuan penelitian
Penandatanganan pada
informed concent
Melakukan pendekatan
dengan partisipan
Wawancara selama 58
Menit
Pada tanggal 24 Maret 2014 partisipan 2 bernama Mas T,
sebelum melakukan wawancara, peneliti mengucapkan
terimakasih karena partisipan telah menyediakan waktu untuk
bertemu, kemudian memperkenalkan diri kepada partisipan dan
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Setelah partisipan
paham akan maksud dan tujuan peneliti, partisipan
43
menandatangani informed concent yang telah disediakan peneliti
dan peneliti melakukan pendekatan kepada partisipan. Setelah
melakukan pendekatan kepada partisipan, peneliti melakukan
kontrak waktu untuk bertemu kembali untuk melakukan
wawancara. Wawancara dilaksanakan selama 58 Menit di ruang
tamu Mas T. Setelah dilakukan wawancara peneliti juga
mengucapkan terima kasih kepada partisipan dan peneliti juga
melakukan perjanjian dengan partisipan untuk bertemu kembali
apabila masih ada data – data yang kurang.
3. Partisipan 3
Tanggal Waktu Keterangan
9 Mei 2014 08.20 Mengucapkan
terimakasih kepada
partisipan
Menjelaskan maksud dan
tujuan penelitian
Penandatanganan pada
informed concent
Melakukan pendekatan
dengan partisipan
Wawancara selama 47
Menit
44
Untuk partisipan 4 bernama Mas A. Sebelum melakukan
wawancara, peneliti mengucapkan terimakasih karena partisipan
telah menyediakan waktu untuk bertemu, kemudian
memperkenalkan diri kepada partisipan dan menjelaskan
maksud dan tujuan penelitian. Setelah partisipan paham akan
maksud dan tujuan peneliti, partisipan menandatangani informed
concent yang telah disediakan peneliti dan peneliti melakukan
pendekatan kepada partisipan. Setelah melakukan pendekatan
kepada partisipan, peneliti melakukan kontrak waktu untuk
bertemu kembali untuk melakukan wawancara. Wawancara
dilaksanakan selama 47 Menit di Rumah Sakit saat partisipan
melakukan kontrol. Setelah dilakukan wawancara peneliti juga
mengucapkan terima kasih kepada partisipan dan peneliti juga
melakukan perjanjian dengan partisipan untuk bertemu kembali
apabila masih ada data – data yang kurang.
4.2 Gambaran Umum Partisipan
1. Identitas Partisipan 1
Nama : Mbak E
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 33 Tahun
Status : Menikah
Partisipan lahir pada tahun 1981 di Salatiga sebagai anak ke
2 dari 3 bersaudara. Partisipan memiliki 2 orang anak yang masih
45
duduk di salah satu Sekolah Dasar di Salatiga. Kehidupan ekonomi
partisipan tergolong rendah karena pendapatan perbulan tidak tetap.
Mbak E bekerja sebagai buruh toko sedangkan suaminya bekerja
sebagai kuli bangunan. Setiap harinya Mbak E bekerja dari pukul 8
pagi sampai dengan pukul 4 sore kecuali hari minggu mbak E libur
bekerja.
Mbak E memeriksakan diri dan mengetahui bahwa terkena
HIV sekitar 2 bulan yang lalu. Namun sebenarnya Mbak E mulai
mencurigai tentang penyakitnya semenjak beliau masih bekerja
menjadi TKW. Sewaktu bekerja menjadi TKW, mbak E juga menjadi
pekerja sex untuk mendapatkan penghasilan lebih. Awalnya Mbak E
bekerja menjadi pekerja sex diajak oleh temannya yang berasal dari
Indonesia. Teman mbak E sudah lama menggeluti pekerjan tersebut
dan penghasilannya jauh lebih tinggi dibandingkan menjadi pekerja
rumah tangga sehingga Mbak E tertarik mengikutinya. Teman Mbak
E saat ini sudah meninggal karena HIV, dulunya teman Mbak E
cerita bahwa mengalami gejala yang aneh seperti badan tetap kurus
padahal porsi makan besar, terlebih berat badannya turun bahkan
bertambah berat, beberapa bulan diare hingga demam, hal itu
membuat Mbak E takut jika terkena HIV.
2. Identitas Partisipan 2
Nama : Mas T
Jenis Kelamin : Laki – laki
46
Usia : 28 Tahun
Status : Belum Menikah
Partisipan lahir tahun 1986 di Salatiga sebagai anak ke 3 dari
4 bersaudara. Partisipan selama ini bekerja sebagai penjual ayam di
pasar. kehidupan ekonomi partisipan tergolong cukup. Partisipan
saat ini belum menikah tetapi sudah memiliki pacar dan dia bercerita
kalau sudah pernah melakukan hubungan layaknya suami istri
dengan pasangannya. Partisipan menduga bahwa penyakitnya yang
di deritanya saat ini karena partisipan pernah melakukan hubungan
dengan PSK.
3. Identitas Partisipan 3
Nama : Mas A
Jenis Kelamin : Laki – laki
Usia : 35 Tahun
Status : Menikah
Mas A lahir tahun 1979 di Boyolali sebagai anak ke 4 dari 6
bersaudara. Partisipan memiliki 2 anak yang berumur 4 tahun dan 2
tahun yang keduanya perumpuan. Kehidupan ekonomi pasien
terbilang cukup, sebelum sakit partisipan bekerja di sebuah pabrik
mobil di Jakarta sedangkan Istrinya bekerja di sebuah pabrik sabun
yang beada di Jakarta juga, namun saat ini partisipan tidak bekerja.
47
Partisipan mengetahui tentang penyakitya 2 minngu yang
lalu. Awalnya saat memeriksakan diri pasien hanya akan
memeriksakan apakah terkena Tubercholosis Paru atau tidak.
Setelah melakukan pemeriksaan TB, pihak rumah sakit menawarkan
untuk melakukan pemeriksaan HIV dan partisipan menyetujui. Hasil
dari kedua pemeriksaan tersebut adalah positif.
Awalnya partisipan tidak percaya dan kaget akan hasil
diagnose tersebut. Partisipan kemudian bercerita bahwa pernah 1
kali menggunakan narkoba suntik bersama teman-temannya setelah
mabuk – mabukan di sebuah Villa di Bandungan. Kejadiaan itu
terjadi pada tahun 2002 dan hanya dilakukan satu kali saja. Istri dari
partisipan juga saat ini mengidap penyakit ini dan sempat tidak
percaya atas diagnose tersebut. Ayah dan ibu partisipan tidak
mengetahui akan penyakit anaknya tersebut, yang mengetahui
tentang penyakitnya hanya istri dan kakak ipar yang ada di Boyolali.
4.2. Deskripsi Hasil Analisa
4.2.1. Partisipan 1
4.2.1.1 Penyangkalan
Partisipan awalnya merasa tidak percaya
dengan hasil diagnosa yang keluar sehingga
partisipan memeriksakan ke rumah sakit lain untuk
memastikan diagnosa tersebut
48
“ Perasaan saya deg degkan mbak, yaa… saya kaget waktu periksa di DKT hasilnya positif, saya gak percaya mbak makanya saya periksa lagi di RSP ternyata hasilnya sama mbak, saya positif HIV mbak”
Pasien belum yakin akan hasil diagnosa
tersebut sehingga tidak mempedulikannya, sebab
pasien merasa belum lama bekerja sebagai pekerja
Seks komersial.
“Saya tu memang belum percaya. Sampai akhirnya saya tu tidak tidak apa ya tidak merespon hasilnya itu mbak, saya diamkan karna saya tu gini. Saya menyangkalnya apa, karena saya ikut terjun dalam emm… pekerjaan itu, itu tu belum lama mbak, yang lebih lama tu temen saya jadi saya gak percaya kalo saya tu emm… kalo sakit ini mbak. “
Saat mengalami penyangkalan akan hasil
diagnosa tersebut, pasieh lebih diam memandangi
kertas hasil diagnose karena pasien takut jika ada
orang lain yang tahu tentang penyakitnya, dan
penyangkalan ini berlangsung selama 2 – 3 hari
sesuai dengan pernyataan pasien berikut ini
“Sampai akhirnya saya tu tidak tidak apa ya tidak merespon hasilnya itu mbak, saya diamkan”
Ketika mengetahui hasil diagnose tentang
penyakitnya partisipan tidak melakukan apa – apa,
49
partisipan hanya memandangi hasil diagnose tersebut
dan menyesalinya.
“ga ada tindakan apa – apa mbak Cuma saya liat, diam kalo pas sendiri ya nangis mbak. “
Partisipan tidak banyak bicara tentang
penyakitnya terhadap keluarga ataupun
lingkungannya karena takut akan respon keluarga
yang mungkin terjadi dan juga partisipan tidak
percaya akan hasil diagnose tersebut.
“mungkin 2 – 3 hari mbak, saya diam, ga berani banyak bicara mbak, saya lebih banyak diam lah mbak, saya takut mbak. “
Partisipan juga mengalama reaksi fisik yang
menunjukkan ketakutan dan jantung berdebar.
“ Perasaan saya deg degkan mbak ”
“ Wah mbak, saya langsung lemes mbak,, saya takut mbak”
4.2.1.2. Marah
Kemarahan yang dialami partisipan dengan
menyalahkan diri sendiri atas apa yang sudah
dilakukannya dimasa lalu.
“marah sih iya mbak karena apa hanya karena uang saya kok berfikiran pendek untuk mengambil peker jaan itu. saya marahnya tu kenapa ikut – ikut mengambil pekerjann itu lho mbak. Itu aja mbak saya marahnya itu.”
50
Partisipan mengalami rasa marah dengan
adaptif tanpa membuat efek negative dilingkungan
sekitarnya.
“saya tu marahnya gak yang gimana – gimana lho mbak, Cuma jengkel dihati aja. Gak berani saya tunjukan kesapa – sapa mbak. ya saya Cuma diem, sempat nangis juga mbak di awal – awal, sekarang udah gak mbak. “
4.2.1.3. Tawar – menawar
Individu yang telah mampu mengungkapkan
rasa marahnya akan menuju tahap tawar – menawar.
Tetapi partisipan ini tidak begitu tampak mengalami
tahap tawar – menawar ini. Partisipan tampak
menyesali apa yang terjadi terhadap dirinya saat ini
karena kelakukan dimasa lalunya dan saat ini
partisipan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
4.2.1.4. Depresi
Pada tahap ini partisipan tidak Nampak
mengalami tahap depresi karena saat ini partisipan
tetap melakukan pekerjaan dengan baik. Partisipan
tidak menunjukkan perilaku menarik diri dan saat
inipun partisipan dapat berkomunikasi dengan
dengan baik. Partisipan sudah menerima apa yang
terjadi pada dirinya.
51
“saya si tidak mengurung diri mbak, kalo saya berperilaku aneh pasti nanti banyak yang curiga jadi saya berusaha bersikap biasa saja”
Partisipan takut menunjukan sikap yang
berbeda dan menimbulkan kecurigaan pada
suaminya, sehingga pasien berusaha menerima
keadaannya.
“saya berusaha bersikap biasa saja walaupun saya takut untuk menceritakan kepada suami saya, apalagi suami saya tu orangnya gampang marah mbak. Saya takutnya kalau nanti ditinggalkan suami dan keluarga saya mbak, karna pasti mereka malu kalau mendengar saya terkena HIV. “
4.2.1.5 Penerimaan
Partisipan menyadari bahwa hidupnya harus
terus berlanjut. Pasien sudah menerima keadaannya
walaupun tetap belum bisa menceritakan kepada
keluarganya karena ketakutan akan dampak negative
yang akan dialaminya nanti.
“ya harus terima mbak, tapi keluarga saya ga boleh tau itu aja mbak. Saya jalani semua ini mbak, banyak doa, minta ampun sama Allah karena saya banyak dosa mbak.
52
4.2.2. Partisipan 2
4.2.2.1 Penyangkalan
Pasien sempat memeriksakan ketempat lain
karena tidak percaya akan hasil diagnose seperti
pernyatan dibawah
“awalnya saya ga percaya mbak, trus memutuskan periksa ketempat lain juga pernah dan hasil sama”
4.2.2.2 Marah
Pasien menyalahkan diri sendiri dan
menyadari bahwa penyakit yang dideritanya hasil
perilakuknya.
“ya iyaa mbak, gimana ya mbak itu perilaku sendiri mbak , sering ketempat karokean, tapi saya tau juga dari teman – teman saya mbak. eemmm… tapi ya ini kesalahan saya sndiri mbak bukan orang lain .”
4.2.2.3 Tawar – menawar
Pasien melakukan tawar menawar dan
menyesali perilakunya dimasa lalu
“Seandainya saya tidak melakukan hal seperti itu yaa mungkin tidak mungkin terjadi seperti ini. “
4.2.2.4 Depresi
Pasien pernah mengalami depresi selama
bebrapa waktu. Pasien sempat tidak mau
berkomunikasi dengan lingkungannya karena takut
53
penyakitnya diketahui, tetapi setelah mendapatkan
informasi bahwa depresi dapat memperburuk
keadaan pasien kemudian merubah sikapnya.
“yaa depresi ada ya mbak”
“Dulu si pas pertama diberi tahu penyakit itu saya sempat menyendiri mbak, tapi gak lama. Setelah kemudian – kemudian hari ada yang menjelaskan ee.. kalau depresi tidak terlalu baik, malah memungkinkan kalo ee…penyakitnya ee.. kalau tidak memiliki semangat hidup malah cepat semakin parah”
4.2.2.5 Penerimaan
Pasien awalnya belum bisa menerima
kenyataan bahwa terkena HIV tetapi lambat laun
pasien dapat menerima kenyataan ini.
“ yaa,,,waktu pertama si sempet ga terima mbak , Cuman ya setelah lama kemudian ya saya bisa terima kenyataan.”
“ iya mbak saya udah ikhlas aja. “
Pasien sering mengatakan hal yang tampak
seperti menerima dan pasrah akan keadaan pasien
yang terkena HIV seperti
“ ya truss ya mau di gimanakan lagi. “
“ Kalau tidak bisa disembuhkan yaa
gimana lagi mbak.”
54
“ Ya udah kaya gitu mau diapain lagi
ya mbak. “
“ kalo memang sudah seperti ini ya
terima keadaan aja mbak.
Disamping itu pasien juga masih mengalami
ketakutan akan keluarga dan lingkungan yang
mungkin tidak bisa menerima keadaannya sehingga
pasien masih merahasiakannya
“ saya tu takut mengecewakan keluarga saya mbak, takut keluarga dan lingkungan saya tidak bisa menerimanya, saya belum berani untuk cerita mbak.”
4.2.3 Partisipan 3
4.2.3.1 Penyangkalan
Partisipan shock dengan hasil diagnose HIV
karena pasien merasa sudah berhati – hati dengan
hidupnya, pasien juga hanya memeriksakan diri di
satu rumah sakit.
“rasanya tu hidup saya sudah saya ati – ati banget mbak,”
“ga pernah mbak, saya periksa Cuma di sini aja”
“pake narkoba mbak. itu baru pertama kali mbak tapi kok dampaknya sampe kaya gini ya mbak. tapi ya udahlah mau diapain lagi mbak. “
55
4.2.3.2 Marah
Partisipan mengalami fase marah dengan
adaptif, dia tidak menyalahkan orang lain atau pun
melakukan hal – hal yang sekiranya dapat merugikan
atau mencelakai orang lain. Tindakan partisipan saat
marah hanya terdiam merenungi kelakuaknnya dulu,
menyalahkan diri sendiri dan menyesali masa lalunya.
“diem si mbak, ga sampe yang banting – banting barang atau marah – marah ke orang, saya cuma nyalahin diri sendiri mbak, nyesel mbak sampe kaya gini ni.”
4.2.3.3 Tawar – menawar
Penyesalan partisipan akan tindakan yang
telah dilakukan dulu membuat pasien mengalami
tahap ini dan lebih berserah kepada Tuhan, seperti
kutipan dibawah ini
“seandainya aja dulu saya ga ngelakuin itu ga bakal sampe gini mbak, tapi ya saya banyak doa mbak, minta ampun sama Tuhan.”
4.2.3.4 Depresi
Partisipan sempat mengalami kesedihan yang
mendalam dan keadaan yang tidak beraturan, tetapi
partisipan tetap dapat berkomunikasi dengan
lingkungannya dengan cukup baik. Partisipan
awalnya takut untuk brcerita kepada keluarganya tapi
56
pada akhirnya pasien memberanikan diri dan istrinya
dapat menerimanya.
“sempet mbak tapi ya Cuma 1 – 2 hari karena masih kacau waktu itu mbak. “
“saya tetap berkomunikasi mbak, ya sebisa mungkin saya tetap biasa aja mbak. “
“waktu saya drop yang ngantar saya ke rumah sakit ini kakak saya itu, dia kan yang ngambilin obat mbak jadi saya yakin kalau di sudah tau mbak, dia kan pasti baca mbak. Itu mbak makanya saya berani cerita mbak. “
4.2.3.5 Penerimaan
Penerimaan akan keadaan dan kondisi yang
saat ini dialami membuat partisipan lebih
mendekatkan diri ke Tuhan, lebih banyak melakukan
tindakan baik untuk mendapatkan pengampunan dari
Tuhan seperti kutipan dibawah ini
“Tapi apapun itu sudah jadi beban hidup saya, ya saya dah ikhlas mbak. “
“tapi ya udahlah mau diapain lagi mbak. “
“sekarang saya dah terima kok mbak. biar sama Tuhan dikuatin aja mbak, di beri ketabahan.”
“saya dah berserah ma Tuhan kapan aja saya di panggil saya sudah siap mbak, saya ikhlas dengan semua ini,ya kalau hidup saya masih panjang saya bersyukur mbak, tapi kalau ga ya saya terima semuanya. Kalau saya sedih terus ya buat apa mbak”
57
“sekarang kan saya diberi kesempatan kedua saya mau berbuat baik ma semua orang, pokoknya ya jangan sampe nularin ini ke siapapun mbak, cukup saya aja.”
4.3 Uji Keabsahan Data
4.3.1. Perpanjangan Pengamatan
Untuk menguji keabsahan data, peneliti melakukan
perpanjangan pengamatan. Peneliti kembali kerumah sakit ataupun
kerumah pasien dan melakukan sedikit wawancara ulang secara
singkat, sambil berbincang – bincang santai partisipan
mengungkapkan kemabali perasaan, latar belakang dan kondisi
keluarganya kepada peneliti. Peneliti menyimpulkan bahwa data
yang peneliti dapat sebelumnya benar adanya karena partisipan
mengungkapkan hal yang sama dan semakin terbuka karena peneliti
kerap mengunjungi pasien.
4.3.2. Member Chek
Selain menggunakan perpanjangan pengamatan, peneliti
juga menggunakan member chek yaitu proses pengecekan data
yang berasal dari pemberi data.
4.4. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Respon Kedukaan Pasien
saat terdiagnosa HIV +. Seperti yang diungkapkan oleh (Sanders 1998)
bahwa grief adalah penderitaan yang emosional yang kuat dan mendalam,
58
yang dialami seseorang akibat suatu peristiwa seperti menghadapi
kematian atau kematian orang yang dicintai. Dari definisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa grief adalah proses psikologis, sosial, dan reaksi fisik
seseorang sebagai akibat dari persepsi terhadap kehilangan. Dalam
penelitian ini, kehilangan dimaksudkan adalah menghadapi kematian.
Respon kedukaan menurut Kubler-Ross (1969) ada lima tahap yaitu
penyangkalan (denial), marah (anger), tawar – menawar (bergaining),
depresi (depression), dan penerimaan (acceptance). Dari hasil analisis
dapat diketahui bahwa proses kedukaan pada ke tiga partisipan berbeda
dilihat dari factor penyebab terkena HIV. Pada partisipan 1 dan 2 yang
tertular karena heterosexual sedangkan partisipan ke 3 tertular melalui
jarum suntik.
Dari analisa data pada tahap penyangkalan (denial) diketahui bahwa
saat pertama mengetahui terkena HIV +, partisipan 1 dan 2 mencoba
melakukan pemeriksaan ulang kerumah sakit lain untuk memastikan hasil
diagnose tersebut. Saat pertama mengetahui hasil diagnose tersebut
partisipan 1 mendiamkan kertas hasil diagnose karena terkejut dan tidak
percaya. Kedua itu sesuai dengan dinyatakan oleh Suliswati 2005 bahwa
reaksi pertama individu yang kehilangan adalah terkejut, tidak percaya,
merasa terpukul dan menyangkal pernyataan bahwa kehilangan itu benar-
benar terjadi. Sedangkan untuk partisipan ke 3 merasa hidupnya sudah
tidak berarti dan kehilangan semangat hidup. Partisipan 3 tidak percaya
karena hanya dengan jarum suntik yang dilakukannya 1 kali bisa
59
berdampaknya sangat besar. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh
Suliswati, 2005 bahwa secara sadar maupun tidak sadar seseorang yang
berada pada tahap ini menolak semua fakta, informasi dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan hal yang dialaminya. Individu merasa hidupnya
menjadi tidak berarti lagi.
Selanjutnya analis mengenai tahap marah (anger), Suliswati 2005
mengatakan bahwa kemarahan yang dialami oleh seseorang dapat
diungkapkan dengan berbagai cara. Individu mungkin menyalahkan dirinya
sendiri dan atau orang lain atas apa yang terjadi padanya, serta pada
lingkungan tempat dia tinggal. Hal ini terbukti pada semua partisipan.
Partisipan 1, 2 dan 3 melalui tahap ini dengan menyesali diri sendiri, marah
pada diri sendiri karena tindakan dimasa lalu yang berdampak pada
penyakitnya saat ini. Partisipan 1 dan 2 tidak berani menunjukan emosi ke
orang lain baik keluarga maupun lingkungan sekitarnya, karena sampai saat
inipun partisipan belum berani menceritakan penyakitnya kepada keluarga.
Mereka kawatir akan respon keluarga yang tidak menerima keadaan
partisipan dan akan menjauhinya. Berbeda dengan partisipan 3 yang berani
menceritakan tentang penyakitnya terhadap keluarganya.
Sebagian informan dalam penelitian ini menyatakan bahwa tidak
mengalami perubahan dalam aktifitas social mereka. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian di Thailand yang menunjukan bahwa ODHA yang merasa
bahwa mereka diterima oleh masyarakat, memiliki akses terhadap fasilitas
kesehatan atau memiliki orang lain yang mendukung cenderung untuk
60
memiliki kualitas kehidupan yang lebih baik dalam aspek mental (Ichicawa
dan Natpratan,2006). Dukungan social yang baik terutama penerimaan oleh
masyarakat merupakan sumber dukungan mental yang paling penting bagi
orang yang hidup dengan HIV/AIDS. Pada partispan 3 memberanikan
bercerita karena merasa keluargalah yang paling dekat dengan partisipan.
Walapun awalnya istri partisipan tidak percaya tetapi saat ini istri partisipan
dapat menerima keadaan partisipan. Begitu juga dengan kakak partisipan
yang menerima keadaan partisipan seutuhnya.
Selanjutnya adalah tahap tawar – menawar (bergaining), Reaksi
yang sering muncul adalah dengan mengungkapkan perasaan bersalah
atau ketakutan pada dosa yang pernah dilakukan, baik itu nyata ataupun
hanya imajinasinya saja (Kozier, 2004). Hal itu terbukti pada partisipan 2
dan 3. Pada partisipan 2 mengalami tahap ini dengan tawar – menawar
terhadap keadannya tapi untuk sisi spiritualnya walaupun beliau tidak
mejalankan kewajiban sholat tetapi beliau tetap berdoa kepada Tuhan
karena merasa menyesal. Berbeda dengan partisipan 3 yang mengalami
tahap tawar – menawar dengan menyesali tindakan dan lebih berserah
kepada Tuhan. Partisipan disini lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan
melakukan hal – hal yang lebih baik. Sedangkan untuk partisipan 1, beliau
tidak begitu tampak mengalami tahap tawar – menawar ini karena lebih
merespon dengan penyesalan. Dilihat dari segi spiritual partisipan 1 tampak
menyesalai dan meminta ampun kepada Tuhan atas kelakukan dimasalalu.
61
Pada tahap depresi (depression) diketahui bahwa partisipan 2 dan 3
sempat menyendiri untuk merenungi keadaannya saat ini. Di perlukan
waktu 2-3 hari untuk partisipan mengalami tahap ini. Tetapi untuk partisipan
2, beliau benar – benar tidak berkomunikasi dengan keluarga atau
lingkungan sekitarnya. Partisipan lebih tertutup pada dunia social sampai
seorang temannya menasehati tentang menjalani hidup dengan lebih baik.
Individu sering menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau berbicara, takut,
perasaan tidak menentu dan putus asa. Seseorang yang berada pada tahap
ini setidaknya sudah mulai menerima apa yang terjadi padanya adalah
kenyataan yang memang harus dia hadapi. (Suliswati, 2005).
Berdeda dengan partisipan 3 yang tetap mencoba berkomunikasi
dengan keluarganya seperti dengan istri dan kakaknya. Partisipan 3
memeberanikan bercerita kepada keluarganya karena merasa istri dan
kakaknyalah yang saat ini paling dekat dengan partisipan. Kedekatan dan
dukungan dari keluarganya yang membuat partisipan 3 menerima keadaan
dan tetap bersosialisasi dengan lingkungannya.
Untuk segi tugas atau pekerjaan sebelum terdiagnosa dan setelah
terdiangnosa, partisipan 1 dan 2 tetap dapat melakukan pekerjaan yang
sebelumnya di gelutinya. Berbeda dengan partisipan 3 yang saat ini tidak
melanjutkan pekerjaannya, beliau lebih sering dirumah dan melakukan
aktifitas dirumahnya sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Niven,2002,
yang menyatakan bahwa individu pada tahap ini mengalami disorganisasi
62
dalam batas tertentu dan merasa bahwa mereka tidak mampu melakukan
tugas yang di masa lalu dilakukan dengan sedikit kesulitan.
Untuk tahap yang terakhir adalah tahap penerimaan (Acceptance),
Suliswati (2005) mengungkapkan bahwa pikiran yang selalu terpusat pada
obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau menghilang.
individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran
tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara
bertahap perhatian dialihkan kepada obyek yang baru. Hal tersebut sesuai
dengan ke 3 partisipan. Partisipan 1, 2 dan 3 mulai menerima kenyataan
bahwa saat ini terkena penyakit HIV + yang kapan saja bisa memburuk.
Ketiga partisipan mengatakan lebih banyak melakukan pendekatan kepada
Tuhan, minta pengampunan akan kesalahan dimasa lalu dan
mengikhlaskan semua yang terjadi. Bagi partisipan 1 dan 2 yang
keluarganya tidak mengetahui akan kondisinya lebih mencoba menutupi
perasaannya dan berperilaku layaknya tidak terjadi apa – apa dalam dirinya
sedangkan partisipan 3 dimana keluarga sudah mengetahui akan keadaan
dan kondisinya lebih kuat menghadapi kondisinya, mencoba menjalani
kehidupan selanjutnya dengan melakukan perencanaan yang lebih baik dan
siap akan semua yang akan terjadi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Kozier, 2004, Seseorang yang berada pada tahap ini mulai menyusun
rencana yang akan dilakukan pasca kehilangan.
63
4.5 Keterbatasan Peneliti
Dari awal penulisan skripsi berupa proposal skripsi sampai pada
penelitian, ada beberapa kekurangan dan keterbatasan peneliti. Peneliti
kesulitan dalam mencari subjek dan refrensi yang berhubungan dengan
judul skripsi, yaitu respon kedukaan pada pasien HIV. Selama proses
penelitian berlangsung seharusnya mencari 5 responden tetapi kenyataan
dilapangan pasien yang baru terdiagnosa HIV sangat susah ditemukan
sehingga hanya ada 3 responden. Dalam analisa data pun peneliti
mendapatkan keterbatasan yaitu dari data yang didapat dari partisipan
cukup sulit untuk mengorek lebih dalam tentang kehidupannya sehingga
kesulitan dalam memilah-milah kategori aspek pada partisipan karena
pernyataannya saling terkait satu sama lain.