bab iv hasil dan pembahasan - repository.ipb.ac.id · (2-sided) 0,104 lebih besar dari (0,05), ......
TRANSCRIPT
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan Minyak Goreng Bimoli
Pada awalnya minyak goreng Bimoli diproduksi di Bitung sebagai minyak
goreng kelapa nyiur yang didistribusikan secara terbatas di Sulawesi Utara. Pada
tahun 1978, Bimoli dipakai sebagai merek minyak sawit produksi Jakarta dan
Surabaya yang dikemas dalam botol dan didistribusikan secara nasional. Unique
selling point Bimoli saat itu adalah produksinya dengan sistem blow-fill-seal
tanpa sentuhan, untuk menjamin higienitasnya. Pada tahun 1994, diluncurkanlah
Bimoli Spesial sebagai penyempurnaan Bimoli sebelumnya. Selain kualitasnya
lebih baik, kemasannya pun lebih menarik dan transparan. Bimoli Spesial ini
diproduksi di pabrik PT IBS Surabaya dengan sistem pemurnian multiproses
sehingga menghasilkan Omega 9. Pada tahun 2006, PT IBS berganti nama
menjadi PT Salim Ivomas Pratama (SIMP), yang merupakan subsidiary dari
Indofood.
Minyak goreng Bimoli menyempurnakan proses produksinya dengan
tahap Pemurnian Multi Proses (PMP). Melalui enam tahap pemrosesan, PMP
dapat mempertahankan secara optimum zat-zat yang bermanfaat bagi kesehatan.
Tujuannya untuk mendapatkan minyak goreng yang unggul, mampu memuaskan
kebutuhan konsumen dari segala segi. Para ahli yang menggunakan Bimoli dalam
penelitiannya, menemukan adanya kandungan Omega 9 sebanyak 40%-45%
dalam minyak goreng Bimoli. Dikenal sebagai asam oleat, Omega 9 umumnya
terdapat pada minyak sawit namun berangsur hilang saat proses pembuatan
minyak goreng. Proses pemurnian Bimoli terbukti dapat mempertahankan
kebaikan dari Omega 9 ini dan tahan terhadap panas tinggi. Saat dilakukan
pengujian pada suhu 180ºC, masih ada sekitar 30% Omega 9 dalam Bimoli.
Omega 9 merupakan bagian dari keluarga Omega yang memiliki asam lemak tak
jenuh tunggal atau Mono Unsaturated Fatty Acid (MUFA) yang berkhasiat untuk
menurunkan kolesterol LDL dan menaikkan kolesterol HDL.
38
Minyak goreng Bimoli berkualitas tinggi, sumber beta-karoten (pro-
vitamin A) tinggi, vitamin E, non kolesterol, diproses secara higienis, dibuat dan
dikemas di bawah pengawasan ketat sesuai standar international guna untuk
kebersihan dan kualitas produk. Bimoli Spesial dikemas dalam botol dan wadah
transparan, kejernihan Bimoli Spesial menjadi bukti khasiat dan manfaatnya bagi
kesehatan. Sedangkan Bimoli Klasik merupakan minyak goreng Bimoli yang
lezat, hadir dalam banyak ukuran dan wadah untuk mengakomodasi segala
keperluan mulai dari rumah tangga sampai bisnis. Perbandingan desain kemasan
dan ukuran untuk Bimoli Spesial dan Bimoli Klasik disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Perbandingan Desain dan Ukuran Kemasan Minyak Goreng
Bimoli Spesial dan Bimoli Klasik Bimoli Spesial Bimoli Klasik
Ukuran Desain kemasan Ukuran Desain Kemasan 250 ml
250 ml
620 ml
620 ml
1 liter
1 liter
39
Bimoli Spesial Bimoli Klasik Ukuran Desain kemasan Ukuran Desain Kemasan
Pouch 1 liter
Pouch 1 liter
2 liter
2 liter
Pouch 2 liter
Pouch 2 liter
5 liter
5 liter
Jerry Can
18 L
Tin 18 L
Lanjutan Tabel 13
40
4.2 Gambaran Umum Karakteristik Pelanggan Minyak Goreng Bimoli
4.2.1 Gender
Frekuensi pelanggan berdasarkan jenis kelamin (gender) adalah terdiri dari
44,70% responden pria, dan 55,30% responden wanita. Dominasi responden
pelanggan wanita pada penelitian ini, lebih disebabkan pada pemilihan waktu
survey yang dilakukan, dilaksanakan pada hari libur dan juga pada hari serta jam
kerja, di mana kepala keluarga (suami) pada umumnya tidak berada di rumah atau
bekerja. Namun demikian, pada pelaksanaan survey di hari libur di mana keluarga
biasanya berkumpul bersama, proporsi responden cukup berimbang dalam hal
gender pria maupun wanita. Secara keseluruhan hal ini tercermin dari selisih
proporsi responden wanita dan pria yang tidak terlalu besar yakni 10,6%.
4.2.2 Umur
Pelanggan memiliki rentang umur dari 20 sampai dengan 60 tahun. Nilai
rataan (mean) umur pelanggan adalah 36,01 tahun dengan nilai tengah (median)
35 tahun dan nilai modus (mode) 35 tahun. Hasil ini dapat diterjemahkan bahwa
berdasarkan umur, pelanggan yang menjadi responden penelitian lebih banyak
berada pada kisaran umur 35 tahun.
Perolehan nilai ragam (variance) 65,2 dan simpangan baku (standard
deviation) 8,075 dapat memberikan informasi tingkat keragaman yang cukup
tinggi dari umur responden. Mengacu pada rasio antara nilai Kurtosis -0,290 dan
Std. Error of Kurtosis 0,248 yakni sebesar -1,169 berada di antara -2 dan 2, maka
dapat diketahui bahwa data umur responden telah terdistribusi normal dengan
bentuk kurva yang menceng ke kanan (skewness 0,361). Hal ini sebagaimana
disajikan pada gambar histogram sebaran umur responden berikut.
41
Gambar 6. Histogram Sebaran Umur Pelanggan
Berdasarkan pada histogram data umur pelanggan sebagaimana disajikan
pada Gambar 6 tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelanggan yang
menjadi responden penelitian ini memiliki sebaran umur yang cukup beragam,
yakni antara 20 sampai dengan 60 tahun dan terdistribusi secara normal. Hal ini
cukup mewakili dari karakteristik responden dari kategori pasangan muda,
dewasa, dan matang (mature).
4.2.3 Pendidikan Formal
Proporsi pelanggan berdasarkan kategori tingkat pendidikan formalnya
adalah sebagaimana disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Proporsi Pendidikan Formal Pelanggan
53%
15.60%
27.50%
3.90%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
<= SMA Diploma Sarjana Pascasarjana
42
Berdasarkan data pada Gambar 7 dapat diketahui bahwa latar belakang
pendidikan formal pelanggan, didominasi dengan pelanggan berlatar belakang
pendidikan formal maksimum SMA, diikuti oleh pelanggan berpendidikan formal
sarjana. Untuk dapat mengetahui informasi lebih lanjut tentang sebaran proporsi
pelanggan berdasarkan pendidikan formal, maka dapat lebih diperjelas
informasinya melalui tabel tabulasi silang antara pendidikan formal dengan
gender pelanggan. Hasilnya sebagaimana disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Tabulasi Silang Pendidikan Formal dan Gender Pelanggan
Pendidikan Jenis Kelamin
Total Wanita Pria
<=SMA 121 83 204 Diploma 35 25 60 Sarjana 52 54 106 Pascasarjana 5 10 15 Total 213 172 385
Pendidikan formal maksimum SMA, didominasi pada gender wanita.
Walaupun demikian, tidak dapat disimpulkan terdapat keterkaitan antara
pendidikan formal dengan gender. Hal ini sebagaimana dari hasil uji Chi-Square,
diperoleh nilai Pearson Chi-Square 6,153 pada derajat bebas 3, nilai Asymp. Sig
(2-sided) 0,104 lebih besar dari (0,05), sehingga kesimpulannya adalah tidak
terdapat hubungan antara pendidikan formal dengan gender pelanggan. Hasil
selengkapnya dari uji Chi-Square tersebut disampaikan pada Lampiran 5.
4.2.4 Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga dalam 1 (satu) rumah tangga atau keluarga
(termasuk responden di dalamnya), adalah sebagaimana disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Proporsi Jumlah Anggota Keluarga Pelanggan
75.80%
22.30%
1.80%0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
1 - 4 Orang 5 - 10 Orang > 10 Orang
43
Berdasarkan data pada Gambar 8 dapat diketahui bahwa dilihat dari
kategori jumlah anggota keluarga, maka didominasi pada pelanggan dengan
jumlah anggota keluarga (termasuk dirinya) adalah dari 1 sampai dengan 4 orang
(75,8%). Hal ini dapat menjadi cerminan bahwa pelanggan pada umumnya
merupakan keluarga kecil yang terdiri dari suami, istri dengan dua orang anak.
Sebuah cerminan dari kesadaran masyarakat yang lebih mengutamakan kualitas
dibandingkan kuantitas keturunan, sebagaimana kerap disosialisasikan pemerintah
melalui program Keluarga Berencana yakni dua anak lebih baik.
4.2.5 Profesi Pelanggan (Kepala Keluarga)
Karakteristik pelanggan berdasarkan kategori profesi kepala keluarga,
adalah sebagaimana disajikan proporsinya pada Gambar 9.
Gambar 9. Proporsi Profesi Pelanggan (Kepala Keluarga)
Dengan demikian diketahui bahwa mayoritas profesi pelanggan (kepala
keluarga) lebih didominasi oleh profesi Pegawai Swasta (41%), Wirausaha
(23,1%), dan Pegawai Negeri Sipil/PNS (21%). Hal ini mencerminkan bahwa
untuk profesi Advokat, Akuntan, Dokter, Guru/Dosen, Seniman, dan TNI/Polri
merupakan profesi yang memerlukan keterampilan maupun pendidikan khusus,
23.1%
5.2% 6.0%
0.3% 0.5% 1.3%
41.0%
21.0%
1.3%0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
30.0%
35.0%
40.0%
45.0%
44
sehingga kuantitasnya relatif tidak memiliki kuantitas sebanyak pada profesi
wirausaha, pegawai swasta, maupun pegawai negeri sipil. Walaupun demikian,
tidak dapat pula dikatakan bahwa profesi wirausaha, pegawai swasta dan pegawai
negeri sipil tidak memerlukan keterampilan maupun pendidikan secara khusus.
Seluruh profesi yang dikategorikan memerlukan adanya keterampilan dan
keahlian. Ditemukannya proporsi yang lebih kecil pada beberapa kategori profesi
dalam penelitian ini, hanyalah merupakan sebuah kebetulan yang ditemukan dari
hasil pemetaan karakteristik pelanggan berdasarkan profesi.
4.2.6 Penghasilan Rata-rata Per Bulan Pelanggan
Proporsi pelanggan berdasarkan kategori penghasilan rata-rata per bulan
adalah sebagaimana disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Proporsi Penghasilan Rata-rata Per Bulan
Dengan demikian dapat diketahui bahwa mayoritas pelanggan (69,1%)
memiliki penghasilan rata-rata per bulannya antara Rp. 2.000.001 sampai dengan
Rp. 5.000.000. Hal ini menarik untuk ditelaah lebih lanjut dengan melihat
keterkaitannya dengan profesi pelanggan, dengan menyusunnya ke dalam bentuk
tabel tabulasi silang sebagaimana disajikan pada Tabel 15.
16.60%
69.10%
10.90%
2.30% 1%0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
1.000.000 -2.000.000
2.000.001 -5.000.000
5.000.001 -10.000.000
10.000.000 -15.000.000
>15.000.000
45
Tabel 15. Tabulasi Silang Profesi Pelanggan (Kepala Keluarga) dan Penghasilan Rata-rata Per Bulan
Profesi Penghasilan Rata-rata Per Bulan
Total 1.000.000 - 2.000.000
2.000.001 - 5.000.000
5.000.000 - 10.000.000
10.000.001 - 15.000.000 >15.000.000
Wirausaha 22 48 13 5 1 89 Guru/Dosen 3 15 2 0 0 20 TNI/Polri 0 15 8 0 0 23 Dokter 0 0 1 0 0 1 Advokat 0 0 1 0 1 2 Akuntan 0 4 0 1 0 5 Seniman 0 0 0 1 0 1 Peg. Swasta 32 115 8 1 2 158 PNS 3 68 9 1 0 81 Lainnya 4 1 0 0 0 5
Total 64 266 42 9 4 385
Berdasarkan data pada Tabel 16 di atas, dapat diketahui bahwa untuk
kategori penghasilan rata-rata per bulan berkisar dari Rp. 2.000.0001 sampai
dengan Rp. 5.000.000, didominasi pada profesi pegawai swasta (29,87%),
pegawai negeri sipil (17,66%), dan wirausaha (12,47%). Selanjutnya perlu
dilakukan uji Chi-Square untuk mengetahui keterkaitan antara penghasilan rata-
rata per bulan dengan kategori profesi pelanggan. Hasilnya diketahui nilai
Pearson Chi-Square sebesar 173,101 dengan derajat bebas 36, nilai Asymp. Sig
(2-sided) 0,000 lebih kecil dari (0,05). Dengan demikian dapat diambil
kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara penghasilan rata-rata per bulan
dengan profesi pelanggan.
4.2.7 Lama Waktu Mengenal dan Mekanisme Pengenalan Pertama Kali
Pelanggan dengan Produk Bimoli
Lama waktu atau seberapa lama pelanggan telah mengenal Bimoli, adalah
sebagaimana disajikan proporsinya pada Gambar 11 sebagai berikut.
46
Gambar 11. Proporsi Lama Mengenal Bimoli
Dengan demikian diketahui bahwa proporsi seberapa lama pelanggan telah
mengenal Bimoli adalah cukup proporsional hampir di setiap kategori, kecuali
pada kategori telah mengenal Bimoli kurang dari setahun, memiliki proporsi
terkecil (7,3%). Bimoli merupakan pionir dalam produk minyak goreng bermerek
yang masih mendominasi pangsa pasar minyak goreng bermerek di Indonesia.
Sehingga sangatlah wajar apabila pelanggan telah mengenal Bimoli dalam rentang
waktu yang cukup lama. Sedangkan cara pelanggan mengenal produk Bimoli
pertama kali, adalah sebagaimana disajikan dalam Gambar 12.
Gambar 12. Cara Pelanggan Mengenal Bimoli
7.30%
29.90%
35.10%
27.80%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
40.00%
<1 Tahun 1 - 5 Tahun 5 - 10 Tahun >10 Tahun
8.30%
81.60%
0.80% 3.60% 5.70%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
Referensi Orang Lain
Televisi Radio Surat Kabar Lainnya
47
Dengan demikian dapat diketahui bahwa media televisi merupakan media
promosi yang paling efektif dalam menginformasikan dan mengkomunikasikan
Bimoli kepada pelanggan. Hal ini didukung oleh data pada Gambar 12, yakni
didominasi sebanyak 81,6% pelanggan yang menyatakan pertama kali mengenal
Bimoli dengan cara melihat iklan di televisi.
4.3. Gambaran Perilaku Pelanggan Minyak Goreng Bimoli
4.3.1 Frekuensi Pembelian Bimoli dalam 1 Bulan, Kemasan dan Ukuran
serta Tempat Pembelian
Frekuensi pembelian Bimoli yang dilakukan oleh pelanggan dalam 1 (satu)
bulan terkait dengan jenis dan ukuran kemasannya, adalah sebagaimana disajikan
tabulasi silangnya pada Tabel 16 sebagai berikut.
Tabel 16. Tabulasi Silang Frekuensi Beli dan Ukuran Kemasan Bimoli
Kemasan dan Ukuran Frekuensi Beli Total 1 kali 2 - 3 kali 4 - 5 kali > 5 kali Botol 250 ml 11 9 2 1 23 Botol 620 ml 12 8 1 0 21 Botol 1 Liter 19 53 21 2 95 Pouch 1 Liter 8 33 10 2 53 Botol 2 Liter 20 44 12 4 80 Pouch 2 Liter 32 53 10 3 98 Jerigen 5 Liter 3 4 7 1 15 Total 105 204 63 13 385
Berdasarkan pada hasil tabulasi silang tersebut di atas, maka keterkaitan
antara frekuensi pembelian Bimoli dengan kemasan dan ukuran produk dapat
diketahui dengan menggunakan analisis Chi-Square. Hasil luaran SPSS 19.0
menunjukkan nilai Pearson Chi-square sebesar 39,237 dengan derajat bebas 18,
diperoleh nilai Asymp. Sig (2 tailed) 0,003 lebih kecil dibandingkan nilai 0.05.
Dengan demikian hal ini menjadi landasan pengambilan keputusan bahwa
terdapat hubungan yang nyata antara frekuensi pembelian dengan kemasan dan
ukuran produk. Hasil selengkapnya dari luaran uji Chi-Square tersebut adalah
sebagaimana disampaikan pada Lampiran 6.
Adapun tempat pembelian produk Bimoli yang kerap atau sering dipilih
pelanggan adalah sebagaimana disajikan pada Gambar 13 sebagai berikut.
48
Gambar 13. Proporsi Tempat Pelanggan Kerap Beli Bimoli
Berdasarkan data pada Gambar 13 tersebut di atas, dapat diketahui bahwa
tempat-tempat yang biasa dipilih oleh pelanggan dalam membeli Bimoli, lebih
didominasi pembelian di minimarket (50,1%). Hal ini sangatlah wajar, mengingat
keberadaan minimarket saat ini telah melakukan penetrasi pasar yang luar biasa,
sehingga dapat dengan mudah ditemui di mana saja. Dengan kuantitas produk
yang relatif lengkap, atmosfir toko yang relatif nyaman, dan akses yang mudah,
menjadikan minimarket sebagai tempat yang paling sering dikunjungi oleh
pelanggan dalam membeli Bimoli.
Keterkaitan antara frekuensi pembelian dengan kemasan dan ukuran
produk, serta tempat pembelian yang biasa dipilih pelanggan, dapat disajikan
tabulasi silang datanya sebagaimana disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Keterkaitan Tempat Beli dengan Tabulasi Silang Frekuensi Beli dan Kemasan serta Ukuran Bimoli
7.50%4.70%
50.10%
15.10%
21.60%
1%0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
Toko Kelontong
Koperasi Minimarket Supermarket Hypermarket Lainnya
Tempat Beli Ukuran Kemasan Frekuensi Beli 1 kali 2 - 3 kali 4 - 5 kali > 5 kali
Toko Kelontong Botol ≤ 1 Liter 7 4 4 1 Botol 2 Liter 4 1 1 0 Jerigen 5 Liter 0 0 1 0 Pouch 1 Liter 0 1 1 1 Pouch 2 Liter 1 0 2 0 Total 12 6 9 2
49
Data pada Tabel 17 tersebut di atas dapat memberikan informasi bahwa
ketersediaan Bimoli memiliki kontinuitas yang lebih stabil pada minimarket,
supermarket dan hypermarket, dibandingkan pada tempat-tempat belanja lainnya.
Hal ini sebagaimana dapat dilihat pada tabel, berbagai ukuran kemasan Bimoli
dapat diperoleh responden pada minimarket, supermarket, dan hypermarket,
dengan frekuensi pembelian didominasi pada 1 sampai 3 kali dalam sebulan.
4.3.2 Reference Group Pembelian Bimoli
Kelompok maupun individu yang menjadi referensi atau memberikan
saran kepada responden untuk memilih dan membeli Bimoli dalam hal merek
minyak goreng, adalah sebagaimana disajikan pada Gambar 14.
Koperasi Botol ≤ 1 Liter 1 6 5 0 Botol 2 Liter 1 1 0 0 Jerigen 5 Liter 0 0 3 0 Pouch 1 Liter 0 0 0 0 Pouch 2 Liter 0 0 0 1 Total 2 7 8 1 Minimarket Botol ≤ 1 Liter 18 47 11 1 Botol 2 Liter 4 23 6 2 Jerigen 5 Liter 1 2 2 1 Pouch 1 Liter 3 22 1 1 Pouch 2 Liter 17 28 3 0 Total 43 122 23 5 Supermarket Botol ≤ 1 Liter 4 8 3 0 Botol 2 Liter 5 10 2 0 Jerigen 5 Liter 1 0 1 0 Pouch 1 Liter 3 4 3 0 Pouch 2 Liter 1 9 3 1 Total 14 31 12 1 Hypermarket Botol ≤ 1 Liter 12 4 1 0 Botol 2 Liter 6 9 3 2 Jerigen 5 Liter 1 2 0 0 Pouch 1 Liter 2 5 5 0 Pouch 2 Liter 12 16 2 1 Total 33 36 11 3 Lainnya Botol ≤ 1 Liter 0 1 0 1 Botol 2 Liter 0 0 0 0 Jerigen 5 Liter 0 0 0 0 Pouch 1 Liter 0 1 0 0 Pouch 2 Liter 1 0 0 0 Total 1 2 0 1
Lanjutan Tabel 17
50
Gambar 14. Reference Group Pembelian Bimoli
Dengan demikian dapat diketahui bahwa pelanggan pada umumnya
(59,7%) menyatakan dirinya sendiri dalam rumah tangga yang menyarankan
pembelian Bimoli. Hal ini menjadi menarik untuk ditelaah lebih lanjut apakah
terdapat keterkaitan antara proporsi responden berdasarkan gender yang
didominasi oleh wanita, dengan pemberi saran pembelian Bimoli yang didominasi
oleh responden itu sendiri. Tabulasi silang antara reference group pembelian
Bimoli dengan gender pelanggan, adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 18
sebagai berikut.
Tabel 18. Tabulasi Silang Reference Group dan Gender Pelanggan Jenis Kelamin
Total Wanita Pria
Pemberi saran beli Responden Sendiri 150 80 230
Suami/Istri 16 61 77
Anak 3 0 3
Orang Tua 26 19 45
Saudara 17 10 27
Lainnya 1 2 3
Total 213 172 385
59.70%
20%
0.80%
11.70%7.00%
0.80%0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
Responden Sendiri
Suami/Istri Anak Orang Tua Saudara Lainnya
51
Mengacu pada hasil tabulasi silang tersebut, dapat diketahui hubungan
antara reference group dengan gender pelanggan, melalui uji Chi-Square. Hasil
luaran SPSS 19 diperoleh nilai Pearson Chi-Square 50,041 pada derajat bebas 5,
diperoleh nilai Asymp. Sig (2-sided) sebesar 0,000 lebih kecil dibandingkan nilai
0.05. Hal ini menjadi landasan pengambilan keputusan bahwa terdapat
hubungan yang nyata antara gender responden dengan pemberi saran pembelian
Bimoli. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa para ibu rumah tangga atau
istri lebih dominan dalam memberikan saran pembelian minyak goreng Bimoli.
Hasil selengkapnya dari uji Chi-Square tersebut disajikan pada Lampiran 7.
4.3.3 Pengambil Keputusan Pembelian Bimoli
Pengambil keputusan pembelian Bimoli pada rumah tangga responden,
adalah sebagaimana disajikan proporsinya pada Gambar 15 sebagai berikut.
Gambar 15. Proporsi Pengambilan Keputusan Pembelian
Hubungan antara pemberi saran dengan pengambil keputusan pembelian
Bimoli, mengacu pada hasil tabulasi silang sebagai langkah awal pengujian Chi-
Square adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 19.
69.60%
22.90%
6.80%0.50% 0.30%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
Responden Sendiri
Suami/Istri Orang Tua Saudara Lainnya
52
Tabel 19. Tabulasi Silang Pemberi Saran Pembelian dengan Pengambil
Keputusan Pembelian
Pengambil Keputusan
Total Responden
Sendiri Suami/
Istri Orang Tua Saudara Lainnya
Pemberi saran beli
Responden Sendiri 208 17 5 0 0 230 Suami/Istri 24 52 1 0 0 77 Anak 2 0 1 0 0 3 Orang Tua 16 11 18 0 0 45 Saudara 16 8 1 2 0 27 Lainnya 2 0 0 0 1 3
Total 268 88 26 2 1 385
Berdasarkan data Tabel 19, diketahui nilai Pearson Chi-Square 373,616
dengan derajat bebas 20, diperoleh nilai Asymp. Sig (2-sided) 0,000 lebih kecil
dari nilai 0.05. Hal ini menjadi dasar pengambilan keputusan bahwa terdapat
hubungan yang nyata antara pemberi saran pembelian dengan pengambil
keputusan pembelian. Hasil lengkap luaran SPSS 19.0 terkait analisis adalah
sebagaimana disajikan pada Lampiran 8.
4.3.4 Status/Kedudukan Pelanggan di Rumah Tangga
Kedudukan pelanggan di dalam rumah tangga adalah sebagaimana
disajikan proporsinya pada Gambar 16.
Gambar 16. Proporsi Status Pelanggan di Rumah Tangga
0.30%
9.40%
55.80%
0.30%
34.30%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
Adik Anak Istri Mertua Suami
53
Hal ini tentu saja semakin memberikan penjelasan tentang perilaku
pelanggan Bimoli. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pelanggan
yang menjadi responden penelitian, didominasi oleh wanita, memiliki hubungan
yang nyata terhadap pemberian saran pembelian Bimoli, dan juga memiliki
hubungan yang nyata terhadap pengambilan keputusan pembelian. Dengan
demikian dapat diketahui dengan lebih jelas bahwa figur terpenting dalam rumah
tangga bagi pembelian produk Bimoli, adalah seorang istri atau ibu rumah tangga.
Hal ini sangatlah relevan, mengingat Bimoli merupakan produk minyak goreng
yang sangat erat hubungannya dengan aktivitas seorang istri atau ibu rumah
tangga, yakni memasak, untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga.
4.3.5 Merek Kompetitor
Minyak goreng kompetitor yang dianggap pelanggan memiliki kualitas
produk yang sebanding dengan minyak goreng merek Bimoli, adalah terdiri
Tropical, Filma, Sania, Kunci Mas, Sanco, sedangkan lainnya abstain atau tidak
menjawab. Proporsinya adalah adalah sebagaimana disajikan pada Gambar 17
sebagai berikut.
Gambar 17. Proporsi Merek-merek Kompetitor Bimoli Menurut Pelanggan
1%
38.20%
6.20%2.90%
19.50%
32.20%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
Filma Kunci Mas Sanco Sania Tropical Abstain
54
Hasil ini memberikan informasi peta persaingan minyak goreng bermerek
di wilayah Kabupaten dan Kota Bogor, yakni Bimoli mendapatkan pesaing
terberatnya adalah Kunci Mas dan Tropical. Hal ini agak sedikit berbeda dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Frontier, yakni pesaing yang mulai memberi
ancaman serius bagi Bimoli adalah minyak goreng merek Sania.
4.4 Validitas dan Reliabilitas Konstruk Model Partial Least Square (PLS)
Uji validitas dan reliabilitas kuesioner yang sebelumnya telah dilakukan
pada 30 responden, dan dianalisis dengan menggunakan bantuan alat SPSS 19.0,
selanjutnya dapat dikonfirmasikan keakuratannya dengan melakukan pengujian
pada model PLS. Uji validitas dan reliabilitas model PLS dilakukan pada
indikator yang bersifat reflektif maupun formatif. Dengan menggunakan
SmartPLS, model awal kemudian dieksekusi dengan PLS Algorithm, dengan hasil
sebagaimana disajikan pada Gambar 18.
Gambar 18. Hasil Algoritma Model PLS
Indikator dalam penelitian ini diukur dengan indikator reflektif dan formatif.
Validitas indikator reflektif diuji cross loading dan convergent validity-nya
sebagaimana disajikan pada Tabel 20.
55
Tabel 20. Validitas Indikator Reflektif pada Konstruk
CUEX CUSAT IMAGE LOYALTY PRQ PRV
CUEX1 0.842881 0.518235 0.504279 0.539217 0.546216 0.579676
CUEX2 0.844106 0.497979 0.529749 0.403202 0.540041 0.429658
CUEX3 0.775391 0.426330 0.472929 0.274689 0.439990 0.326661
CUSAT1 0.560130 0.897452 0.574861 0.640657 0.637319 0.584456
CUSAT2 0.502167 0.888004 0.538607 0.584633 0.629095 0.567510
CUSAT3 0.500076 0.863075 0.573905 0.629207 0.588713 0.550293
IMAGE1 0.433532 0.510328 0.738820 0.410808 0.572861 0.474713
IMAGE2 0.519619 0.443572 0.693959 0.330795 0.517749 0.408281
IMAGE3 0.309456 0.367738 0.622079 0.437369 0.335104 0.397943
IMAGE4 0.491679 0.524887 0.809433 0.400390 0.568254 0.445321
IMAGE5 0.445349 0.445109 0.744943 0.448568 0.530629 0.434514
LOYAL1 0.240018 0.466675 0.359934 0.728079 0.395768 0.507907
LOYAL2 0.530466 0.645762 0.530466 0.859918 0.600876 0.642187
LOYAL3 0.291691 0.354961 0.264573 0.541003 0.284077 0.296101
PRQ1 0.487573 0.590586 0.600516 0.482875 0.828132 0.544950
PRQ2 0.432964 0.514971 0.515705 0.483882 0.795239 0.504827
PRQ3 0.528284 0.591142 0.600962 0.585423 0.809866 0.541397
PRQ4 0.552405 0.591239 0.605483 0.497470 0.857363 0.591904
PRQ5 0.559793 0.583705 0.569658 0.496517 0.815426 0.596656
PRV1 0.559673 0.572186 0.563676 0.600554 0.635239 0.881823
PRV2 0.469821 0.576224 0.537316 0.569052 0.621946 0.875383
PRV3 0.294442 0.387739 0.302447 0.545180 0.331370 0.651456
Berdasarkan data pada Tabel 20, tampak bahwa semua loading factor pada
indikator reflektif memiliki nilai di atas 0.50. Sehingga dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa konstruk mempunyai convergent validity yang baik. Nilai
cross loading juga menunjukkan adanya discriminat validity yang baik oleh
karena nilai korelasi indikator reflektif terhadap konstruk lebih tinggi
dibandingkan nilai korelasi indikator reflektif dengan konstruk lainnya. Hasil ini
dapat diinterpretasikan bahwa seluruh indikator atau butir-butir pertanyaan
reflektif telah valid, dapat digunakan sebagai instrumen pengukuran dalam model.
56
Reliabilitas suatu konstruk dapat dinilai dari composite reliability, Average
Variance Extracted (AVE) dan membandingkan nilai akar AVE dengan nilai
korelasi antar konstruk. Hasil luaran dari SmartPLS adalah sebagaimana disajikan
dengan lebih sederhana pada Tabel 21 berikut.
Tabel 21. Reliabilitas Konstruk dengan Indikator Reflektif
Composite Reliability Average Variance Extracted (AVE)
CUEX 0.861374 0.674731
CUSAT 0.913869 0.779623
IMAGE 0.845770 0.524907
LOYALTY 0.759186 0.520747
PRQ 0.912043 0.674816
PRV 0.849020 0.656101
Sebuah konstruk dengan indikator reflektif dikatakan memiliki reliabilitas
yang baik jika nilai composite reliability-nya di atas 0.60 dan Nilai AVE-nya di
atas 0.50. Berdasarkan tabel ini dapat disimpulkan bahwa semua konstruk telah
reliable atau handal, sehingga secara konsisten akan mengukur apa yang
seharusnya diukur, dalam hal ini asumsinya adalah selama tidak terjadi perubahan
psikologis pelanggan. Selain dari composite reliability dan Average Variance
Extracted (AVE) untuk menggambarkan tingkat kehandalan suatu konstruk, dapat
pula dengan membandingkan perolehan nilai akar AVE dengan nilai korelasi
antar konstruk.
Tabel 22. Korelasi Antar Konstruksi Laten
CUEX CUSAT IMAGE LOYALTY PRQ PRV
CUEX 1.000000
CUSAT 0.590566 1.000000
IMAGE 0.611094 0.637349 1.000000
LOYALTY 0.515168 0.700674 0.557004 1.000000
PRQ 0.625645 0.700527 0.705717 0.620875 1.000000
PRV 0.562114 0.642867 0.597186 0.696957 0.677882 1.000000
57
Tabel 23. Nilai Average Variance Extracted (AVE) dan Akar AVE AVE √AVE
CUEX 0.674731 0.8214
CUSAT 0.779623 0.8830
IMAGE 0.524907 0.7245
LOYALTY 0.520747 0.7216
PRQ 0.674816 0.8215
PRV 0.656101 0.8100
Nilai akar AVE ternyata lebih tinggi di bandingkan dengan nilai korelasi
antar konstruk lainnya dan ini berarti konstruk dengan indikator reflektif,
memiliki discriminant validity yang tinggi. Hasil ini semakin mendukung dan
memperkuat analisis composite reliability dan Average Variance Extracted yang
telah dilakukan, dalam menguji reliabilitas dari konstruk.
4.5 Kausalitas di Antara Peubah-peubah Latent Pembentuk Kepuasan
Kausalitas di antara peubah-peubah latent pembentuk kepuasan pelanggan,
dapat diketahui dengan menilai inner model yakni melihat hubungan antar
konstruk laten dengan melihat hasil estimasi koefisien parameter path dan tingkat
nyatasinya. Pengujian hipotesis dilakukan dengan memperhatikan nilai t Statistics
dari hasil Path Coefficients, dan besar keragaman konstruk latent endogen yang
mampu dijelaskan oleh konstruk latent eksogen dilihat dari hasil koefisien
determinansi (R Square). Inner model menghasilkan koefisien jalur yang dapat
digunakan untuk pengujian hipotesis alternatif yang telah ditetapkan.
Tabel 24. Uji kausalitas peubah-peubah latent pembentuk kepuasan
pelanggan
Original Sample (O)
Sample Mean (M)
Standard Deviation (STDEV)
Standard Error (STERR)
T Statistics (|O/STERR|)
CUEX -> CUSAT 0.150349 0.147609 0.052152 0.052152 2.882876
CUEX -> PRV 0.226763 0.227873 0.047969 0.047969 4.727235
IMAGE -> CUSAT 0.179691 0.183840 0.051234 0.051234 3.507279
IMAGE -> PRQ 0.705717 0.706158 0.028295 0.028295 24.941077
PRQ -> CUSAT 0.317202 0.318890 0.059831 0.059831 5.301620
PRQ -> PRV 0.536010 0.534961 0.047925 0.047925 11.184281
PRV -> CUSAT 0.226987 0.224712 0.054446 0.054446 4.169034
58
a. Pengaruh Perceived Quality Terhadap Kepuasan Pelanggan
Hipotesis alternatif (H1a) yang diajukan adalah perceived quality
berpengaruh positif secara langsung dan nyata terhadap kepuasan pelanggan.
Berdasarkan hasil bootstrapping, diketahui kausalitas latent PRQ -> CUSAT
memiliki nilai koefisien 0,317 dan t Statistics 5,302 > t Tabel = 0,05 pada uji 1
arah (1,645). Dengan demikian dapat diambil kesimpulan untuk menerima
hipotesis alternatif (H1a) yang diajukan, yakni perceived quality memiliki
pengaruh langsung yang positif dan nyata terhadap kepuasan pelanggan.
Kualitas produk Bimoli yang dirasakan oleh pelanggan, dalam hal kondisi
minyak saat digunakan, bebas dari kolesterol, kemampuan memasak secara
merata, higienitas, dan warna produk, dapat diinterpretasikan melalui perolehan
nilai rataan (mean). Analisis deskriptif ukuran nilai pusat dengan pendekatan nilai
rataan (mean) dari skala pengukuran semantic differensial 1 – 5 dapat diketahui
hasilnya sebagaimana disajikan pada Tabel 25.
Tabel 25. Nilai Rataan Perceived Quality
Indikator Perceived Quality Mean Interpretasi Kondisi Bimoli saat digunakan 3.911688 Tidak mudah gosong Kandungan kolesterol 3.833766 Bebas kolesterol Kemampuan memasak masakan 3.823377 Menjadikan masakan masak merata Higienitas 4.090909 Higienis Warna minyak 4.088312 Jernih
Berdasarkan data pada Tabel 25 tersebut di atas, maka dapat diketahui
bahwa pelanggan menyatakan telah merasakan Bimoli sebagai produk minyak
goreng yang berkualitas, sebagaimana diindikasikan dari indikator-indikator yang
telah ditetapkan dalam merefleksikan latent perceived quality. Hal inilah yang
mendasari terciptanya kepuasan pelanggan, sebagaimana telah dibuktikan melalui
pengujian hipotesis alternatif (H1a).
b. Pengaruh Perceived Value Terhadap Kepuasan Pelanggan
Hipotesis alternatif (H2) yang diajukan adalah perceived value
berpengaruh positif secara langsung dan nyata terhadap kepuasan pelanggan.
Berdasarkan hasil bootstrapping, diketahui kausalitas latent PRV -> CUSAT
59
memiliki nilai koefisien 0.226987 dan t Statistics 4.169034 > t Tabel = 0,05
pada uji 1 arah (1,645). Dengan demikian dapat diambil kesimpulan untuk
menerima hipotesis alternatif (H2) yang diajukan, yakni perceived value
berpengaruh positif dan nyata terhadap kepuasan pelanggan. Nilai yang dirasakan
pelanggan dari produk Bimoli, diinterpretasikan melalui perolehan nilai rataan
(mean). Analisis deskriptif dari skala pengukuran semantic differential 1 – 5 dapat
diketahui hasilnya sebagaimana disajikan pada Tabel 26.
Tabel 26. Nilai Rataan Perceived Value
Indikator Perceived Value Mean Interpretasi
Kesesuaian harga jual dibandingkan dengan kualitas yang diberikan
3.828571 Sesuai
Kesesuaian harga jual dibandingkan dengan kualitas yang diharapkan
3.727273 Sesuai
Kesediaan pelanggan membeli Bimoli, apabila harus mengeluarkan biaya tambahan
3.114286 Netral
Berdasarkan data pada Tabel 26 tersebut di atas, maka dapat diketahui
bahwa nilai yang dirasakan pelanggan adalah harga jual Bimoli sesuai dengan
kualitas yang diberikan dan kualitas yang diharapkan. Namun demikian dalam hal
kesediaan membeli Bimoli apabila harus mengeluarkan biaya tambahan,
pelanggan menyatakan sikap yang netral. Hal inilah yang mendasari terciptanya
kepuasan pelanggan, sebagaimana telah dibuktikan melalui pengujian hipotesis
alternatif (H2).
c. Pengaruh Perceived Quality Secara Tidak Langsung Melalui Perceived
Value Terhadap Kepuasan Pelanggan
Hipotesis alternatif (H1b) yang diajukan adalah perceived quality
berpengaruh positif dan nyata secara tidak langsung melalui perceived value
terhadap kepuasan pelanggan. Sebagaimana diketahui bahwa perceived quality
berpengaruh positif secara langsung terhadap perceived value dengan koefisien
0.536010 dan t Statistics 11.184281 nyata pada 5% uji 1 arah. Perceived value
berpengaruh positif secara langsung terhadap kepuasan pelanggan dengan
koefisien 0.226987 dan t Statistics 4.169034 nyata pada 5% uji 1 arah.
60
Besarnya pengaruh tidak langsung perceived quality terhadap kepuasan
pelanggan melalui perceived value adalah (0,536 X 0,227) = 0,1217 dan nyata
pada 5% uji 1 arah. Keputusan hipotesisnya adalah menerima hipotesis alternatif
(H1b) yang telah diajukan, yakni perceived quality berpengaruh positif dan nyata
secara tidak langsung melalui perceived value terhadap kepuasan pelanggan.
Besar nilai koefisien pengaruh tidak langsung lebih kecil dibandingkan pengaruh
langsung. Sehingga dengan demikian perceived quality secara langsung lebih
mampu membentuk kepuasan dibandingkan dibentuk secara tidak langsung
melalui perceived value.
d. Pengaruh Harapan Pelanggan Terhadap Kepuasan Pelanggan
Hipotesis alternatif (H3a) yang diajukan adalah harapan pelanggan
berpengaruh positif dan nyata secara langsung terhadap kepuasan pelanggan.
Berdasarkan hasil bootstrapping, diketahui kausalitas latent CUEX -> CUSAT
memiliki nilai koefisien 0.150349 dan t Statistics 2.882876, lebih besar dari t
Tabel = 0,05 pada uji 1 arah (1,645). Dengan demikian dapat diambil
kesimpulan untuk menerima hipotesis alternatif (H3a) yang diajukan, yakni
harapan pelanggan berpengaruh positif secara langsung dan nyata terhadap
kepuasan pelanggan.
Harapan pelanggan terhadap produk Bimoli, dapat diinterpretasikan
melalui perolehan nilai rataan (mean). Analisis deskriptif ukuran nilai pusat
dengan pendekatan nilai rataan (mean) dari skala pengukuran semantic
differential 1 – 5 dapat diketahui hasilnya sebagaimana disajikan pada Tabel 27.
Tabel 27. Nilai Rataan Harapan Pelanggan (Customer Expectation)
Indikator Customer Expectation Mean Interpretasi
Harapan pelanggan terhadap kualitas Bimoli, dibandingkan sebelum menjadi pelanggan
4.01039 Meningkat
Harapan pelanggan, kualitas Bimoli lebih unggul dibandingkan merek lain
4.148052 Setuju
Harapan pelanggan, Bimoli dapat membuktikan pernyataan keunggulan pada iklan maupun kemasan
4.192208 Setuju
61
Berdasarkan data pada Tabel 27, diketahui bahwa harapan pelanggan
terhadap Bimoli adalah meningkat dari sebelum menjadi pelanggan dibandingkan
saat telah menjadi pelanggan. Hal ini berarti pelanggan memiliki harapan Bimoli
dapat meningkatkan kualitasnya, lebih baik lagi dibandingkan ketika pelanggan
masih menjadi konsumen yang belum memutuskan untuk menjadi pelanggan.
Selain itu, pelanggan juga berharap Bimoli dapat memiliki kualitas yang lebih
unggul dibandingkan merek minyak goreng lainnya, dan juga mampu
membuktikan segala keunggulan produk yang disampaikan pada iklan maupun
kemasannya. Hal inilah yang mendasari terciptanya kepuasan pelanggan,
sebagaimana telah dibuktikan melalui pengujian hipotesis alternatif (H3a), yang
telah dilakukan.
e. Pengaruh Harapan Pelanggan Terhadap Kepuasan Pelanggan Secara
Tidak Langsung Melalui Perceived Value
Hipotesis alternatif (H3b) yang diajukan adalah harapan pelanggan
berpengaruh positif secara tidak langsung dan nyata melalui perceived value
terhadap kepuasan pelanggan. Sebagaimana telah diketahui bahwa harapan
pelanggan berpengaruh positif secara langsung terhadap perceived value dengan
koefisien 0.226763 dan t Statistics 4.727235 lebih besar dari t Tabel = 0,05 pada
uji 1 arah (1,645). Perceived value berpengaruh positif secara langsung terhadap
kepuasan pelanggan dengan koefisien 0.226987 dan t Statistics 4.169034 nyata
pada 5% uji 1 arah.
Besarnya pengaruh tidak langsung harapan pelanggan terhadap kepuasan
pelanggan melalui perceived value adalah (0,2268 X 0,2270) = 0,051 dan nyata
pada 5% uji 1 arah. Keputusan hipotesisnya adalah menerima hipotesis alternatif
(H3b) yang diajukan, yakni harapan pelanggan berpengaruh positif secara tidak
langsung melalui perceived value terhadap kepuasan pelanggan. Besar nilai
koefisien pengaruh tidak langsung lebih kecil dibandingkan pengaruh langsung.
Sehingga dengan demikian harapan pelanggan secara langsung lebih mampu
membentuk kepuasan pelanggan dibandingkan dibentuk secara tidak langsung
melalui perceived value.
62
f. Pengaruh Citra (Image) Terhadap Perceived Quality
Hipotesis alternatif (H4a) yang diajukan adalah citra berpengaruh positif
terhadap perceived quality. Berdasarkan hasil bootstrapping, diketahui kausalitas
latent IMAGE -> PRQ memiliki nilai koefisien 0.705717 dan t Statistics
24.941077 lebih besar dari t Tabel = 0,05 pada uji 1 arah (1,645). Dengan
demikian dapat diambil kesimpulan untuk menerima hipotesis alternatif (H4a)
yang diajukan, yakni citra berpengaruh positif dan nyata terhadap perceived
quality.
Persepsi pelanggan terhadap citra Bimoli, dapat diinterpretasikan melalui
perolehan nilai rataan (mean). Analisis deskriptif ukuran nilai pusat dengan
pendekatan nilai rataan (mean) dari skala pengukuran semantic differential 1 – 5
dapat diketahui hasilnya sebagaimana disajikan pada Tabel 28.
Tabel 28. Nilai Rataan Persepsi Pelanggan Terhadap Citra Bimoli
Indikator Image Mean Interpretasi
Slogan produk 3.893506 Meyakinkan
Popularitas merek 4.218182 Populer/tinggi
Kepedulian pada lingkungan 3.353247 Tinggi
Fokus pada kesehatan 3.8 Tinggi
Inovasi produk 3.641558 Tinggi
Berdasarkan data pada Tabel 28, citra Bimoli dalam persepsi pelanggan
adalah sebagai merek minyak goreng yang populer, memiliki slogan produk yang
meyakinkan, peduli pada lingkungan, fokus pada kesehatan, dan senantiasa
melakukan inovasi produk. Hal inilah yang mendasari persepsi pelanggan bahwa
Bimoli merupakan produk minyak goreng yang berkualitas. Citra yang positif dari
Bimoli turut membentuk kualitas produk yang dirasakan oleh pelanggan. Hal ini
sebagaimana telah dibuktikan melalui pengujian hipotesis alternatif (H4a), yang
telah dilakukan. Hasil ini menjadi landasan yang kuat untuk melakukan pengujian
pengaruh citra terhadap kepuasan pelanggan.
63
g. Pengaruh citra (image) terhadap kepuasan pelanggan
Hipotesis alternatif (H4b) yang diajukan adalah citra berpengaruh positif
terhadap kepuasan pelanggan. Berdasarkan hasil bootstrapping, diketahui
kausalitas latent IMAGE -> CUSAT memiliki nilai koefisien 0.179691 dan nilai t
Statistics 3.507279 > t Tabel = 0,05 pada uji 1 arah (1,645). Dengan demikian
dapat diambil kesimpulan untuk menerima hipotesis alternatif (H4b) yang
diajukan, yakni citra berpengaruh positif dan nyata terhadap kepuasan pelanggan.
Perbandingan nilai koefisien IMAGE-> PRQ 0.705717 dan t Statistics
24.941077 dengan nilai koefisien IMAGE -> CUSAT 0.179691 dan nilai t
Statistics 3.507279. dapat disimpulkan bahwa citra Bimoli lebih handal dalam
membentuk perceived quality, dibandingkan secara langsung membentuk
kepuasan pelanggan. Pelanggan lebih mempersepsikan Bimoli sebagai cerminan
produk minyak goreng yang berkualitas, sehingga dengan kualitas produk yang
dirasakan tersebut pada akhirnya mampu menciptakan kepuasan pelanggan.
h. Pengaruh Citra (Image) Terhadap Kepuasan Pelanggan Secara Tidak
Langsung Melalui Perceived Quality
Hipotesis alternatif (H4c) yang diajukan adalah citra berpengaruh positif
dan nyata terhadap kepuasan pelanggan secara tidak langsung melalui perceived
quality. Sebagaimana diketahui bahwa citra berpengaruh positif dan nyata secara
langsung terhadap perceived quality dengan koefisien 0.705717 dan t Statistics
24.941077 lebih besar dari t Tabel = 0,05 pada uji 1 arah (1,645). Perceived
quality berpengaruh positif secara langsung terhadap kepuasan pelanggan dengan
koefisien 0.317202 dan t Statistics 5.301620 nyata pada 5% uji 1 arah.
Besarnya pengaruh tidak langsung antara citra terhadap kepuasan
pelanggan melalui perceived value adalah (0,706 X 0,3172) = 0,2239 nyata pada
5% uji 1 arah. Keputusan hipotesisnya adalah menerima hipotesis alternatif (H4c),
citra berpengaruh positif dan nyata secara tidak langsung melalui perceived
quality terhadap kepuasan pelanggan. Besar nilai koefisien pengaruh tidak
langsung lebih kecil dibandingkan pengaruh langsung, sehingga citra secara
langsung lebih mampu membentuk kepuasan dibandingkan secara tidak langsung
melalui perceived quality.
64
4.6 Kausalitas Peubah-peubah Latent Pembentuk Loyalitas Pelanggan
Kausalitas di antara peubah-peubah latent pembentuk loyalitas pelanggan,
juga dapat diketahui dengan menilai inner model, dengan hasil sebagaimana
disajikan pada Tabel 29.
Tabel 29. Uji Kausalitas Peubah-peubah Latent Pembentuk Loyalitas
Pelanggan
Original Sample (O)
Sample Mean (M)
Standard Deviation (STDEV)
Standard Error
(STERR)
T Statistics (|O/STERR|)
CUEX -> LOYALTY 0.070337 0.069897 0.052459 0.052459 1.340815
CUSAT -> LOYALTY 0.470693 0.474351 0.064449 0.064449 7.303365
IMAGE -> LOYALTY 0.078271 0.074995 0.058761 0.058761 1.332034
PRQ -> LOYALTY 0.183068 0.180008 0.057584 0.057584 3.179174
a. Pengaruh Citra (Image) Terhadap Loyalitas Pelanggan
Hipotesis alternatif (H4d) yang diajukan adalah citra berpengaruh positif
dan nyata terhadap kepuasan pelanggan. Berdasarkan hasil bootstrapping,
diketahui kausalitas latent IMAGE -> LOYALTY memiliki nilai koefisien
0.078271 dan nilai t Statistics 1.332034 < t Tabel = 0,05 pada uji 1 arah (1,645).
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat cukup bukti
untuk menolak Ho, yakni citra tidak berpengaruh nyata terhadap loyalitas
pelanggan.
Apabila dibandingkan dengan nilai koefisien IMAGE -> CUSAT yakni
0.179691 dan nilai t Statistics 3.507279, sedangkan IMAGE -> LOYALTY
memiliki nilai koefisien 0.078271 dan nilai t Statistics 1.332034, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa citra Bimoli tidak mampu secara langsung membentuk
loyalitas pelanggan, namun terlebih dahulu harus melalui terbentuknya kepuasan
pelanggan, maka loyalitas akan dapat terwujud. Citra Bimoli yang positif dalam
persepsi pelanggan ternyata tidak cukup mampu dalam menjadikan pelanggannya
loyal, sehingga pelanggan tidak bersedia untuk melakukan pembelian ulang dari
minyak goreng Bimoli.
65
b. Pengaruh Harapan Pelanggan Terhadap Loyalitas Pelanggan
Hipotesis alternatif (H3c) yang diajukan adalah harapan pelanggan
berpengaruh positif secara langsung dan nyata terhadap loyalitas pelanggan.
Berdasarkan hasil bootstrapping, diketahui kausalitas latent CUEX ->
LOYALTY memiliki nilai koefisien 0.070337 dan nilai t Statistics 1.340815
lebih kecil dari t Tabel = 0,05 pada uji 1 arah (1,645). Dengan demikian dapat
diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat cukup bukti untuk menolak hipotesis nol
(Ho), yakni harapan pelanggan tidak berpengaruh nyata secara langsung terhadap
pembentukan loyalitas pelanggan, namun terlebih dahulu harus melalui
tercapainya kepuasan pelanggan.
Harapan pelanggan merupakan pre trial beliefe, sehingga pada saat Bimoli
mampu memberikan kinerja produk yang sesuai dengan harapan para
pelanggannya, kepuasan pelanggan akan dapat tercapai. Implikasi dari kepuasan
pelanggan yang tercapai dari pemenuhan harapan pelanggan tersebut, pada
akhirnya diharapkan akan dapat berkontribusi nyata dalam mewujudkan loyalitas
pelanggan.
c. Pengaruh Perceived Quality Terhadap Loyalitas Pelanggan
Hipotesis alternatif (H1c) yang diajukan adalah perceived quality
berpengaruh positif secara langsung terhadap loyalitas pelanggan. Berdasarkan
hasil bootstrapping, diketahui kausalitas latent PRQ -> LOYALTY memiliki
nilai koefisien 0.183068 dan nilai t Statistics 3.179174 > t Tabel = 0,05 pada uji
1 arah (1,645). Dengan demikian dapat diambil kesimpulan untuk menerima
hipotesis alternatif (H1c) yang diajukan, yakni perceived quality berpengaruh
positif dan nyata terhadap loyalitas pelanggan.
Kualitas produk Bimoli secara langsung tanpa harus terlebih dahulu
membentuk kepuasan pelanggan, ternyata mampu menciptakan loyalitas
pelanggan. Dengan produk Bimoli yang berkualitas, maka pelanggan akan
senantiasa melakukan pembelian ulang, dengan atau tanpa terciptanya kepuasan
terlebih dahulu.
66
d. Pengaruh Kepuasan Pelanggan Terhadap Loyalitas Pelanggan
Hipotesis alternatif (H5) yang diajukan adalah kepuasan pelanggan
berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan. Berdasarkan hasil
bootstrapping, diketahui kausalitas latent CUSAT -> LOYALTY memiliki nilai
koefisien 0.470693 dan nilai t Statistics 7.303365 lebih besar dari t Tabel = 0,05
pada uji 1 arah (1,645). Dengan demikian dapat diambil kesimpulan untuk
menerima hipotesis alternatif (H5) yang diajukan, yakni kepuasan pelanggan
berpengaruh positif dan nyata terhadap loyalitas pelanggan.
Kepuasan pelanggan terhadap produk Bimoli, dapat diinterpretasikan
melalui perolehan nilai rataan (mean). Analisis deskriptif ukuran nilai pusat
dengan pendekatan nilai rataan (mean) dari skala pengukuran semantic
differential 1 – 5 dapat diketahui hasilnya sebagaimana disajikan pada Tabel 30.
Tabel 30. Nilai Rataan Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction)
Indikator Cusat Mean Interpretasi
Overall satisfaction 3.732468 Puas
Bimoli mampu memenuhi harapan pelanggan
3.714286 Setuju
Keunggulan kualitas dibandingkan pesaing
3.784416 Lebih unggul
Berdasarkan data pada Tabel 30, dapat diketahui bahwa secara
keseluruhan Bimoli telah mampu memberikan kepuasan pelanggannya terhadap
produk minyak goreng bermerek. Selain itu, terdapat pula indikasi tercapainya
kepuasan pelanggan berdasarkan pernyataan pelanggan bahwa Bimoli telah
mampu memenuhi harapan pelanggan, dan memiliki kualitas yang lebih unggul
dibandingkan merek pesaing (merek minyak goreng lainnya). Kepuasan
pelanggan telah mampu membentuk loyalitas pelanggan. Hal ini sebagaimana
telah dibuktikan melalui pengujian hipotesis alternatif (H5), yang telah dilakukan.
Loyalitas pelanggan terhadap produk Bimoli, dapat diinterpretasikan
melalui perolehan nilai rataan (mean). Analisis deskriptif ukuran nilai pusat
dengan pendekatan nilai rataan (mean) dari skala pengukuran semantic
differential 1 – 5 dapat diketahui hasilnya sebagaimana disajikan pada Tabel 31.
67
Tabel 31. Nilai Rataan Loyalitas Pelanggan (Customer Loyalty)
Indikator Loyalty Mean Interpretasi
Kesediaan pelanggan untuk tetap membeli Bimoli, meskipun merek lain menurunkan harga dan sedangkan Bimoli tetap.
3.145455 Netral
Kesediaan pelanggan untuk mereferensikan Bimoli kepada orang lain
3.625974 Setuju
Kesediaan pelanggan membeli varian lain dari Bimoli 3.27013 Netral
Berdasarkan data pada Tabel 31, diketahui bahwa meskipun Bimoli telah
mampu menciptakan kepuasan bagi pelanggannya, namun dalam hal loyalitas
Bimoli masih harus bekerja lebih keras lagi. Hal ini disebabkan pelanggan yang
agak sensitif dalam hal harga jual, dan kesediaan pelanggan untuk membeli varian
lain dari Bimoli. Dalam hal mereferensikan Bimoli kepada orang lain, pelanggan
tidak merasa keberatan dan setuju untuk mereferensikan merek Bimoli dalam hal
minya goreng. Namun terkait dengan harga, Nampak pelanggan ragu untuk tetap
mengkonsumsi Bimoli apabila produk minyak goreng lain yang sebanding dengan
Bimoli menurunkan harganya, sedangkan Bimoli tetap. Hal ini juga berdampak
pada kesediaan pelanggan yang masih bersikap netral, apabila Bimoli
meluncurkan varian baru, pelanggan ragu untuk membeli varian baru tersebut.
4.7 Distribusi Frekuensi SES Pengeluaran Konsumsi Pelanggan
Distribusi frekuensi SES pengeluaran konsumsi pelanggan Bimoli
ditetapkan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menghitung jarak (range) yakni selisih antara nilai maksimum dengan
nilai minimum, diperoleh nilai range sebesar Rp. 4.100.000
2. Menetapkan jumlah kelas, yakni 1 + 3,3 * Log 385 = 9,532 dibulatkan ke
atas menjadi 10
3. Menetapkan jarak/interval, yakni nilai range dibagi jumlah kelas, sehingga
diperoleh jarak antara data adalah Rp. 410.000.
Sehingga dengan demikian dapat disusun distribusi frekuensinya
sebagaimana disajikan pada Tabel 32.
68
Tabel 32. Distribusi Frekuensi Data Berkelompok
Rentang Konsumsi Frekuensi 900.000 – 1.310.000 104
1.310.001 – 1.720.000 164 1.720.001 – 2.130.000 84 2.130.001 – 2.540.000 10 2.540.001 – 2.950.000 2 2.950.000 – 3.360.000 11 3.360.000 – 3.770.000 3 3.770.001 – 4.180.000 5 4.189.001 – 4.590.000 1 4.590.001 – 5.000.000 1
Jumlah 385 Selanjutnya sebagai upaya melakukan komparasi hasil riset yang telah
dilakukan oleh Frontier dalam membentuk tiga status sosial ekonomi rumah
tangga berdasarkan tingkat konsumsi per bulan, maka dapat dilakukan pendekatan
dengan menentukan kelas median data berkelompok. Syarat yang harus terpenuhi
dalam menetapkan kelas median data berkelompok adalah (Σf2)o ≥ ½ n yakni ≥
192,5. Dengan demikian diketahui kelas median berada di kelas ke-2, karena nilai
akumulatif antara kelas ke-1 (104) dengan kelas ke-2 (164) telah memenuhi syarat
penetapan kelas median (268 ≥ 192,5). Kelas median dapat ditetapkan sebagai
SES B, karena merupakan kelas yang memiliki nilai tengah dari sebuah sebaran
data. Berdasarkan pendekatan nilai kelas median data berkelompok tersebut, maka
dapat disusun tabel SES baru berdasarkan tingkat konsumsi rutin pelanggan
rumah tangga. Hasilnya sebagaimana disajikan pada Tabel 33.
Tabel 33. Tiga Kelas Baru yang Terbentuk dari SES Konsumsi Rutin Per Bulan Pelanggan
Rentang konsumsi Tipe SES Keterangan 900.000 – 1.310.000 C Kelas di bawah kelas median
1.310.001 – 1.720.000 B Kelas median >1.720.000 A Kelas di atas kelas median
Hasil ini ternyata memiliki perbadaan yang nyata dengan rentang
konsumsi SES yang telah dibentuk oleh Frontier. Perbandingannya adalah
sebagaimana disajikan pada Tabel 34 berikut.
69
Tabel 34. Perbandingan Nilai Rentang SES Tipe SES Rentang Konsumsi Antar Tipe SES
Versi Frontier Penelitian ini C Rp.1.000.000 – Rp.1.800.000 Rp. 900.000 – Rp. 1.310.000 B Rp.1.800.001 – Rp.3.000.000 Rp. 1.310.001 – Rp. 1.720.000 A > Rp.3.000.000 > Rp. 1.720.000
Tiga kelas SES berdasarkan tingkat konsumsi rutin rumah tangga per
bulan yang terbentuk pada penelitian ini, apabila dibandingkan dengan versi
Frontier maka telah tercakup dalam rentang kelas SES B dan SES C. Beberapa hal
yang paling memungkinkan menjadi penyebab perbedaan yang nyata antara tiga
rentang SES versi Frontier dengan penelitian ini, adalah terdapatnya beberapa
perbedaan sebagai berikut:
1. Pendugaan atau penilaian kriteria sampel
2. Jumlah sampel
3. Alat analisis dan teknik penetapan distribusi frekuensi
4. Sampling error
5. Wilayah atau area pemilihan sampel
4.8 Peranan SES dalam Membentuk Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan
Untuk dapat mengetahui peranan SES dalam membentuk kepuasan dan
loyalitas pelanggan, maka dapat diketahui dengan menilai inner model.
Tabel 35. Uji Kausalitas Peranan SES dalam Membentuk Kepuasan dan
Loyalitas Pelanggan
Original Sample (O)
Sample Mean (M)
Standard Deviation (STDEV)
Standard Error
(STERR)
T Statistics (|O/STERR|)
SES -> CUSAT -0.058693 -0.044541 0.054320 0.054320 1.080518
SES -> LOYALTY -0.060422 -0.031494 0.068575 0.068575 0.881108
Hipotesis alternatif (H6) yang diajukan adalah SES (socioeconomic status)
berpengaruh nyata terhadap kepuasan dan loyalitas. Berdasarkan hasil
bootstrapping, diketahui kausalitas latent SES -> CUSAT memiliki nilai
koefisien -0.058693 dan nilai t Statistics 1.080518. Kausalitas latent SES ->
LOYALTY memiliki nilai koefisien sebesar -0.060422 dan nilai t Statistics
0.881108. Kedua bentuk hubungan kausalitas ini memiliki nilai koefisien yang
lebih kecil dari t Tabel = 0,05 pada uji 2 arah (1,96).
70
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat cukup
bukti untuk menolak Hipotesis null (H0), yakni tidak terdapat pengaruh yang
nyata antara SES terhadap pembentukan kepuasan dan loyalitas pelanggan. SES
tidak dapat memberikan pengaruh positif dalam pembentukan kepuasan dan
loyalitas pelanggan. Hal ini terindikasi dari perolehan nilai koefisen yang negatif.
namun tidak nyata. Sehingga dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa
semakin tinggi status sosial ekonomi pelanggan di lingkungan sosial masyarakat,
maka kepuasan dan loyalitasnya berpotensi menurun walaupun tidak nyata.
4.9 Asosiasi Peubah Kategorik pada Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan
1) Gender
Hubungan gender dengan kepuasan pelanggan adalah sebagaimana
disajikan tabulasi silangnya pada Tabel 36.
Tabel 36. Tabulasi Silang Gender dan Kepuasan Pelanggan
Kepuasan Pelanggan Secara Keseluruhan
Total Sangat
Tidak Puas
Tidak
Puas Netral Puas
Sangat
Puas
Jenis Kelamin Wanita 2 11 62 95 43 213
Pria 3 9 64 61 35 172
Total 5 20 126 156 78 385
Berdasarkan tabulasi silang pada Tabel 36 dengan menggunakan
SPSS diperoleh luaran nilai Pearson Chi Square sebesar 4,346, derajat
bebas 4 diketahui nilai Asym. Sig (2 sided) 0,361 lebih besar dari = 0,05.
Sehingga dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada
hubungan antara jenis kelamin (gender) dengan kepuasan pelanggan. Hasil
lengkap uji asosiasi dengan menggunakan SPSS disampaikan pada
Lampiran 9.
Sedangkan hubungan antara gender dengan loyalitas pelanggan
adalah sebagaimana disajikan tabulasi silangnya pada Tabel 37 sebagai
berikut.
71
Tabel 37. Tabulasi Silang Gender dan Loyalitas Pelanggan
Loyalitas
Total Sangat
Tidak Loyal
Tidak Loyal
Netral Loyal Sangat Loyal
Jenis Kelamin Wanita 1 20 105 71 16 213
Pria 0 21 87 52 12 172
Total 1 41 192 123 28 385
Berdasarkan tabulasi silang pada Tabel 37 dengan menggunakan
SPSS diketahui luaran nilai Pearson Chi Square sebesar 1,873, derajat
bebas 4 diperoleh nilai Asym. Sig (2 sided) sebesar 0,759 lebih besar dari
nilai = 0,05. Sehingga dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa
tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan loyalitas pelanggan. Hasil
lengkap uji asosiasi dengan menggunakan SPSS disampaikan pada
Lampiran 10.
2) Pendidikan
Hubungan pendidikan formal dengan kepuasan pelanggan adalah
sebagaimana disajikan data tabulasi silangnya pada Tabel 38.
Tabel 38. Tabulasi Silang Latar Belakang Pendidikan Formal dan
Kepuasan Pelanggan
Kepuasan Pelanggan Secara Keseluruhan
Total Sangat Tidak
Puas Tidak Puas Netral Puas Sangat Puas
Pendidikan <=SMA 3 13 66 86 36 204
Diploma 2 3 17 22 16 60
Sarjana 0 2 38 42 24 106
Pascasarjana 0 2 5 6 2 15
Total 5 20 126 156 78 385
72
Berdasarkan tabulasi silang antara latar belakang pendidikan
formal dan kepuasan pelanggan pada Tabel 38, dengan menggunakan
bantuan SPSS diketahui memiliki nilai luaran ordinal by ordinal Gamma
sebesar 0,056 dengan Approx Sig 0,409, lebih besar dari = 0,05.
Sehingga dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada
hubungan antara pendidikan dengan kepuasan pelanggan. Dengan
demikian, latar belakang pendidikan formal dari pelanggan tidak menjadi
pertimbangan utama bagi Bimoli dalam upaya menciptakan kepuasan
pelanggannya. Hasil lengkap uji asosiasi dengan menggunakan SPSS
disampaikan pada Lampiran 11.
Sedangkan hubungan pendidikan dengan loyalitas pelanggan
adalah sebagaimana disajikan tabulasi silangnya pada Tabel 39.
Tabel 39. Tabulasi Silang Pendidikan dan Loyalitas Pelanggan
Loyalitas
Total Sangat
Tidak Loyal Tidak Loyal Netral Loyal Sangat Loyal
Pendidikan <=SMA 1 25 109 52 17 204
Diploma 0 6 26 24 4 60
Sarjana 0 8 52 42 4 106
Pascasarjana 0 2 5 5 3 15
Total 1 41 192 123 28 385
Berdasarkan tabulasi silang antara latar belakang pendidikan
formal dan loyalitas pelanggan pada Tabel 39, dengan menggunakan SPSS
diketahui luaran nilai ordinal by ordinal Gamma sebesar 0,142 dengan
Approx Sig 0,051, sama dengan nilai = 0,05. Sehingga dengan demikian
dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan
dengan loyalitas pelanggan. Loyalitas pelanggan Bimoli tidak terkait
dengan latar belakang pendidikan formalnya, sebagaimana terindikasi pula
dari sebaran data yang lebih dominan menjawab netral pada seluruh
kategori pendidikan formal. Hasil lengkap uji asosiasi dengan
menggunakan SPSS disampaikan pada Lampiran 12.
73
4.10 Pembentukan Model PLS Terbaik
Berdasarkan hasil algoritma dan bootstrap model awal PLS, diketahui
bahwa seluruh indikator reflektif pada peubah-peubah latent yang ditetapkan,
telah memenuhi nilai validitas dan reliabilitas. Sehingga pada indikator-indikator
reflektif tidak ada perubahan model. Indikator formatif tidak dapat dianalisis
dengan melihat covergent validity dan composite reliability sebagaimana pada
indikator reflektif. Hal ini karena pada dasarnya konstruk dengan indikator
formatif merupakan hubungan regresi dari indikator ke konstruk, sehingga cara
menilainya adalah dengan melihat koefisien regresi dan nyatasi dari koefisien
regresi tersebut.
Dengan demikian analisis model outer dari indikator formatif dilakukan
melalui analisis outer weight, dengan teknik analisis bootstapping construct level
change yang dapat memberikan nilai t Statistics. Hasilnya sebagaimana disajikan
pada Tabel 40.
Tabel 40. Nilai t Statistics dari Indikator Formatif SES
Kausalitas Indikator Formatif SES t Statistics
CONSUME -> SES 0,841
EDU -> SES 0,991
JOB -> SES 7,643
Berdasarkan data pada Tabel 40, dari tiga indikator formatif pada peubah
latent status sosial ekonomi (socioeconomic status/SES), yakni pengeluaran biaya
konsumsi per bulan (consume), tingkat pendidikan (edu), dan profesi (job), hanya
indikator job yang secara valid mampu membentuk SES pelanggan Bimoli. Hal
ini berdasarkan perolehan nilai t Statistics, hanya indikator job yang memiliki
nilai t Statistics (7,643) > dari nilai t Tabel = 5% uji 1 arah (1,645). SES
pelanggan Bimoli secara nyata hanya dapat dibentuk oleh profesi pelanggan.
Perolehan nilai t Statistics dari biaya konsumsi per bulan/consume (0,841) dan
tingkat pendidikan/edu (0,991), memiliki nilai lebih kecil dari nilai t tabel = 5%
uji 1 arah, yakni 1,645, sehingga consume dan edu tidak nyata dalam membentuk
74
SES pelanggan Bimoli di Kabupaten dan Kota Bogor, sehingga indikator consume
dan edu dikeluarkan dari model. Selanjutnya model dieksekusi ulang melalui
mekanisme Algortima PLS dan bootstraping dengan teknik no sign change,
sehingga diperoleh bentuk model PLS terbaiknya, disajikan pada Gambar 19.
Keterangan:
Gambar 19. Model Terbaik PLS Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan
Model terbaik PLS kepuasan dan loyalitas pelanggan rumah tangga,
minyak goreng Bimoli yang telah terbentuk, selanjutnya dapat dianalisis
perolehan nilai koefisien determinansinya (R square) pada Tabel 41.
Tabel 41. Nilai Koefisien Determinansi (R Square)
R Square
CUEX
CUSAT 0,582
IMAGE
LOYALTY 0,533
PRQ 0,498
PRV 0,491
SES
T Stat 4,739
= Hubungan kausalitas nyata = Hubungan kausalitas tidak nyata
75
Berdasarkan pada Gambar 20 dan Tabel 41 tersebut di atas, maka secara
sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Peubah-peubah latent yang berpengaruh dalam membentuk kepuasan
pelanggan, secara berurutan dari yang tertinggi sampai terendah adalah:
perceived quality, perceived value, citra (image) dan harapan pelanggan
(customer expectation). Nilai koefisien determinansi pada peubah latent
kepuasan pelanggan adalah 0.582. Hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa
sebesar 58,2% keragaman nilai kepuasan pelanggan mampu dijelaskan
oleh peubah-peubah latent pembentuknya tersebut. Sedangkan sisanya
yakni sebesar 41,8% dijelaskan atau dipengaruhi oleh peubah lain yang
tidak diteliti.
2. Kepuasan pelanggan secara nyata dapat membentuk loyalitas pelanggan,
dan kemampuan pembentukannya lebih besar dibandingkan kemampuan
peubah latent citra (image), perceived quality, maupun harapan pelanggan
(customer expectation). Koefisien determinansi yang diperoleh 0.533,
yakni 53,3% keragaman nilai loyalitas pelanggan mampu dijelaskan oleh
peubah-peubah latent pembentuk kepuasan pelanggan. Sedangkan sisanya
sebesar 46,7% dijelaskan oleh peubah lain yang tidak diteliti.
3. Kualitas produk yang dirasakan pelanggan (perceived quality) memiliki
keragaman nilai yang mampu dijelaskan oleh citra (image) Bimoli, sebesar
49,8%. Sedangkan sisanya sebesar 50,2% dijelaskan atau dipengaruhi oleh
peubah lain yang tidak diteliti. Perceived quality sendiri mampu
membentuk loyalitas pelanggan, tanpa harus melalui kepuasan pelanggan.
4. Nilai yang dirasakan pelanggan (perceived value), mampu dijelaskan
keragaman nilainya oleh kualitas produk yang dirasakan dan harapan
pelanggan, sebesar 49,1%, sedangkan sisanya sebesar 50,9% dijelaskan
atau dipengaruhi oleh peubah lain yang tidak diteliti.
5. SES tidak nyata pengaruhnya terhadap kepuasan pelanggan maupun
loyalitas pelanggan. Dari tiga indikator formatif yang ditetapkan, yakni
biaya konsumsi rutin rumah tangga per bulan (consume), tingkat
pendidikan formal (edu), dan profesi (job), hanya indikator job yang
secara nyata mampu membentuk status sosial ekonomi pelanggan.
76
4.11. Implikasi Manajerial
Penelitian ini berhasil mengungkap fakta bahwa faktor-faktor nyata
pembentuk kepuasan pelanggan secara parsial adalah perceived quality, perceived
value, citra dan harapan pelanggan. Kepuasan pelanggan yang telah terbentuk
tersebut mampu secara nyata membentuk loyalitas pelanggan. Beberapa peubah
kategorik yang diasosiasikan, yakni gender dan pendidikan formal, tidak memiliki
keterkaitan dengan kepuasan maupun loyalitas pelanggan. Status sosial ekonomi
pelanggan hanya mampu dibentuk secara nyata oleh profesi. Dalam lingkungan
sosial masyarakat di mana pelanggan berada, pengakuan masyarakat lebih
ditentukan oleh profesi pelanggan dibandingkan seberapa besar tingkat konsumsi
dan latar belakang pendidikan.
Berdasarkan model terbaik Partial Least Square kepuasan dan loyalitas
pelanggan yang telah terbentuk, maka disusun implikasi manajerial sebagai
berikut:
1. Kepuasan pelanggan dapat tercapai dengan optimal pada saat perusahaan
mampu menciptakan produk minyak goreng yang berkualitas dengan
harga yang mampu memberikan nilai maupun manfaat lebih besar
dibandingkan biaya moneter maupun non moneter yang harus dikeluarkan
pelanggan, citra positif perusahaan yang harus dijaga dengan baik melalui
hubungan masyarakat, dan mampu memenuhi harapan pelanggan dengan
menjadi produk minyak goreng berkualitas lebih unggul dibandingkan
merek minyak goreng lain.
2. Citra positif perusahaan dan harapan pelanggan tidak mampu secara
langsung menciptakan loyalitas. Agar citra positif perusahaan mampu
memiliki dampak nyata dalam membentuk loyalitas, maka terlebih dahulu
perusahaan harus mampu memenuhi persepsi pelanggan tentang produk
minyak goreng bermerek yang berkualitas. Persepsi pelanggan tentang
produk minyak goreng bermerek yang berkualitas, di antaranya adalah
higienis, jernih, kondisi minyak goreng yang tidak mudah gosong saat
digunakan, bebas kolesterol dan mampu menjadikan masakan masak
secara merata.
77
3. Harapan pelanggan tidak mampu secara langsung membentuk loyalitas.
Dengan demikian perusahaan perlu lebih berfokus dalam upaya memenuhi
harapan pelanggan agar Bimoli memiliki kualitas lebih unggul
dibandingkan merek lain, dan keunggulannya tersebut dibuktikan pada
setiap media promosi maupun dicantumkan pada kemasan produk.
4. Perceived quality mampu secara langsung membentuk kepuasan dan
loyalitas pelanggan, serta juga mampu menjadikan image positif
perusahaan berdampak nyata bagi kepuasan dan loyalitas pelanggan.
Dengan demikian, agar pelanggan mampu dengan jelas membedakan
kualitas produk Bimoli dengan merek lain, maka perusahaan dapat
menciptakan produk minyak goreng Bimoli varian baru dengan nilai
tambah unik yang belum dimiliki oleh pesaingnya, misalnya minyak
goreng berkalsium untuk kesehatan tulang.
5. Pelanggan Bimoli menyatakan netral dalam hal kesediaannya membeli
minyak goreng Bimoli dengan mengeluarkan biaya tambahan. Dengan
demikian, apabila perusahaan mampu menciptakan produk berkualitas
melebihi biaya moneter maupun non moneter yang harus dikeluarkan
pelanggan, maka kepuasan dan loyalitas pelanggan akan tercipta dengan
optimal.
6. Perilaku pembelian pelanggan pada umumnya adalah membeli Bimoli di
minimarket dalam ukuran 1 dan 2 liter. Sehingga dengan demikian Bimoli
perlu lebih memprioritaskan ketersediaan produk dalam ukuran tersebut di
minimarket. Hal ini agar pelanggan mudah memperoleh produk,
sebagaimana keberadaan minimarket yang semakin mudah untuk
dijangkau pelanggan.
7. Mengoptimalkan promosi penjualannya melalui program berbagai hadiah
(gift) maupun bonus yang berfungsi sebagai insentif cepat. Salah satunya
adalah dengan memberikan tambahan kuantitas volume minyak goreng,
dalam kisaran 10 – 15% lebih banyak, pada momen-momen khusus. Hal
ini sebagai implikasi dari kombinasi perceived quality dan perceived value
yang nyata dalam membentuk kepuasan pelanggan.
78
8. Melengkapi program periklanan dengan advertorial, yang memungkinkan
perusahaan untuk menginformasikan keunggulan produk dan
pembentukan citra positif hubungan masyarakat, dengan durasi waktu (di
media elektronik) yang lebih panjang, dan ruang kolom atau space (di
media cetak) lebih luas dibandingkan program periklanan. Program
advertorial tidak secara langsung bertujuan untuk menciptakan pembelian,
namun lebih kepada upaya jangka panjang membentuk kepercayaan publik
dan meningkatkan serta memperluas image positif perusahaan.
9. Terkait dengan terdapatnya hubungan yang erat antara pemberi saran
dengan pengambil keputusan pembelian, di mana pemberi saran lebih
didominasi oleh responden wanita yang berkedudukan sebagai istri atau
ibu rumah tangga, maka program periklanan dan advertorial turut
mengkomunikasikan peran penting seorang istri atau ibu rumah tangga,
pada kesehatan keluarga. Bimoli hendaknya semakin fokus pada
konsumen atau pelanggan dari segmen ibu rumah tangga sebagai target
pemasaran produknya, pada setiap aktivitas pemasaran produk.
10. Menetapkan tagline baru sebagai positioning yang lebih mampu
menginformasikan nilai tambah dan perbedaan unik dari merek minyak
goreng pesaing. Tagline “Bimoli Kesempurnaan Minyak Goreng”
merupakan tagline yang mencoba meringkas seluruh keunggulan Bimoli,
dapat menjadi bias dalam pemahaman pelanggan. Bias dalam arti
pelanggan tidak mampu membedakan keunggulan Bimoli dibanding
merek minyak goreng lainnya. Tagline ini dapat dimodifikasi dengan
memperhatikan peningkatan perceived quality yang mampu dicapai
perusahaan melebihi perceived value.