bab iv hasil dan pembahasan 1 -...
TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Gambaran Umum Lokasi
Desa Pilohayanga Barat merupakan salah satu desa yang terdapat di daerah
Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Desa ini
memiliki luas lahan sebesar 200 ha/m2, dengan luas wilayah menurut
penggunaannya yaitu luas pemukiman 3 ha/m2, luas persawahan 85 ha/m
2 dan
luas perkebunan 25 ha/m2. Desa Pilohayanga Barat salah satu daerah di
kabupaten Gorontalo yang memiliki potensi sumberdaya alam tambang yang
potensial. Sumberdaya alam tambang yang ada di desa ini seperti batu, pasir,
tanah timbun dan lain-lain. Jumlah penduduk desa Pilohayanga Barat sebanyak
1.301 jiwa yakni laki-laki sebanyak 645 jiwa dan perempuan sebanyak 656
jiwa. Semua penduduk di desa Pilohayanga Barat beragama islam.
1.1.1 Kondisi Geografis
Secara geografis Desa Pilohayanga Barat dibatasi beberapa wilayah yaitu
sebelah utara dibatasi oleh Desa Bendungan Kecamatan Bolango Bone, sebelah
selatan dibatasi oleh Desa Luhu Kecamatan Telaga, sebelah timur dibatasi oleh
Desa Pilohayanga Kecamatan Telaga dan sebelah Barat dibatasi oleh Desa
Dumati Kecamatan Telaga Biru.
Jarak dari Desa Pilohayanga Barat ke ibu kota Kecamatan ditempuh
dengan jarak tiga kilometer, dengan lama jarak tempuh ke ibu kota kecamatan
dengan menggunakan kenderaan bermotor selama sepuluh menit.
4.2 Faktor Penyebab Kegiatan Penambangan
Kegiatan penambangan bahan galian golongan c di desa Pilohayanga Barat
Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:
1. Faktor Ekonomi
Faktor peyebab kegiatan penambangan bahan galian c (batu dan tanah
timbun) salah satunya yaitu faktor ekonomi. Masyarakat desa Pilohayanga
Barat sebagian besar bekerja sebagai petani yakni petani sawah dan petani
kebun. Mereka mendapatkan penghasilan dari usaha penjualan hasil panen.
Namun dengan meningkatnya kebutuhan mereka mulai mencari usaha lain
diluar sektor pertanian. Sejak dibukannya penambangan di desa tersebut,
mereka mulai bekerja di penambangan. Dengan bekerja di penambangan
mereka dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi mereka tidak
meninggalkan pekerjaan di sektor pertanian.
karna ada ini penambangan torang bisa bakarja disini,
torang dulu ba tanam padi dengan milu cuma skarang
torang so bakarja disini, kalo batani mo dapa uang nanti
kalo panen kalo disini mo dapa uang tiap minggu. Tapi
torang tetap ada ba tanam padi dengan milu juga. (Bpk
Ksm, pengawas tambang berumur 33 tahun).
Kepala desa Pilohayanga Barat juga mengatakan hal yang sama, yaitu:
Masyarakat di sini paling banyak petani, yang bakarja
disitu itu banyak petani, tapi ada juga yang ba bawa
bentor dengan tidak ada karja lalu, dengan ada ini usaha
disini masyarakat yang dulu tidak bakarja, skrang so ada
pekerjaan, baru ada juga tenaga-tenaga manual, itu ibu-
ibu ba kumpul-kumpul batu. (Bpk Hns, Kepala desa
Pilohayanga Barat berumur 37 tahun)
2. Faktor Pendidikan
Faktor penyebab lainnya yaitu faktor pendidikan. Masyarakat di desa
Pilohayanga Barat sebagian besar penduduknya tamat SD atau tidak tamat SD
sehingga mereka tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan hal ini
membuat mereka bekerja di sektor penambangan yang tidak memerlukan
pengetahuan dan tidak dituntut untuk memiliki keterampilan. Sebagian besar
dari pekerja di penambangan itu hanya tamatan SD. Karena rendahnya
pendidikan sehingga mereka kurang mengetahui tentang bagaimana
lingkungan hidup yang baik. Yang ada dipikiran mereka yaitu mendapatkan
pengasilan yang cukup sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan mereka
sehari-hari. Ada juga yang tamat SMA dan memiliki pengetahuan tentang itu
tetapi karena faktor ekonomi membuat mereka untuk tetap melakukan
pekerjaan tersebut tanpa memikirkan dampak yang mungkin dapat ditimbulkan
dari usaha penambangan.
karna ada tambang ini torang bisa bakarja disini, torang
ini nou cuma tidak lulus SD baru mo bakarja dimana
lagi, dari pada cuma badiam di rumah jadi torang
bakarja disini. (Ibu Srh, pekerja tambang berurmur 45
tahun)
Pengawas penambangan juga mengatakan hal yang sama, yaitu:
Disini macam-macam ada yang SD, SMP, SMA. Paling
banya itu SD. (Bpk Ksm, pengawas tambang berumur
33 tahun)
1.3 Kegiatan Penambangan
1.3.1 Kronologis
Usaha penambangan bahan galian golongan c di desa Pilohayanga Barat
Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo telah berlangsung selama kurang
lebih 7 tahun, yaitu dimulai pada tahun 2006 sampai sekarang. Berdasarkan
wawancara dengan kepala desa Pilohayanga Barat bahwa usaha penambangan
ini tidak dilakukan secara terus-menerus selama 7 tahun tersebut. Usaha
penambangan ini sering terhenti karena adanya kendala seperti alat yang
digunakan rusak, selain itu usaha penambangan ini memiliki jangka waktu
penambangan, yakni setiap satu tahun harus mengajukan permohonan lagi
kepada pihak penambangan untuk mendapatkan izin kembali melakukan usaha
penambangan. Sehingga sampai sekarang usaha ini masih berjalan.
Di desa Pilohayanga Barat ini terdapat tiga tempat penambangan batu dan
tanah timbun tetapi dari ketiga tempat tersebut hanya satu tempat yang masih
beroperasi sampai sekarang yang dua tempat lainnya terhenti dengan alasan
alat rusak, sudah tidak memiliki lahan dan tidak memperpanjang permohonan
lagi.
Usaha penambangan batu dan tanah timbun di desa Pilohayanga Barat ini
telah memiliki izin. Pihak penambang telah meminta izin kepada pemerintah
daerah sebelum melakukan usaha penambangan di desa tersebut. Permohonan
izin ini telah melalui beberapa tahap dan menurut kriteria bahwa gunung/hutan
di desa pilohayanga Barat ini layak untuk dijadikan tempat penambangan
bahan galian golongan c yaitu pengerukan batu dan tanah timbun dari
gunung/hutan untuk dijual kepada para pembeli.
Usaha penambangan ini memang telah mendapatkan izin dari pemerintah,
hal ini dengan melalui tahap-tahapnya. Lokasi telah di tinjau oleh badan
lingkungan hidup dan telah mendapatkan izin bahwa lokasi tersebut layak
untuk dijadikan lokasi penambangan. Semua harus melalui badan lingkungan
hidup, apabila telah ada permohonan maka badan lingkungan hidup akan turun
langsung ke lokasi untuk mengecek apakah lokasi tersebut layak atau tidak
untuk dijadikan lokasi penambangan. Semuanya tergantung dari keputusan
badan lingkungan hidup. Maka dapat dikeluarkannya surat izin penambangan
dari dinas penambangan. Dengan adanya surat izin tersebut mereka aman dan
nyaman untuk bekerja apabila sewaktu-waktu akan ada pemeriksaan surat izin
penambangan.
Iya ada izin, kami dari pihak pemerintah desa
memberikan rekomendasi tetapi atas dasar permohonan
dari pengusaha. Saya hanya memberikan rekomendasi
ke dinas penambagan dan yang menentukan layak atau
tidak, dan saya pun bukan memberikan izin, saya hanya
menindaklanjuti dari si pemohon, atas persetujuan dari
masyarakat juga. Baru dari dinas penambangan turun
lokasi, meninjau, baru itu kaluar itu surat izin (Bpk Hns,
kepala desa Pilohayanga Barat, berumur 37 tahun).
Hal tersebut dibenarkan oleh pegawai dinas penambangan bagian
penambangan yaitu:
Iya, sudah ada izin, dengan melalui tahap-tahap,
pertama dari perorangan mengajukan permohonan ke
kepala desa, trus dari kepala desa harus ditanyakan
kepada masyarakat dulu, apa setuju atau tidak dengan
jalan musyawarah, bila disetujui selanjutnya kepala desa
mengajukan permohonan kepada dinas penambangan
kemudian dari kepala dinas diteruskan kepada kami
kabid dinas penambangan untuk ditindaklanjuti, dari
kami diteruskan ke badan lingkungan hidup, terus dari
badan lingkungan hidup turun ke lapamgan melihat
kondisi lokasi apakah layak untuk dijadikan lokasi
penambangan. Bila dari BLH telah mengatakan layak
maka kami baru bisa mengeluarkan surat izin
penambangan. Kalau BLH bilang tidak layak, kami
tidak bisa memberikan sembarangan surat izin itu. (Bpk
Art pegawai bagian penambangan berumur 37 tahun)
1.3.2 Aktivitas Penambangan Saat Ini
Aktivitas penambangan batu dan tanah timbun di desa Pilohayanga Barat
ini merupakan penambangan rakyat dan menggunakan alat-alat yang sederhana
dan alat berat (mekanik). Para pekerja yang bekerja di penambangan ini
semuanya dari masyarakat lokal yakni masyarakat desa pilohayanga barat
namun sebagiannya lagi merupakan masyarakat desa sebelah yakni desa
Pilohayanga dan desa Bendungan sehingga membuka lapangan kerja baru bagi
masyarakat sekitar penambangan tersebut. Para pekerja di penambangan ini
berjumlah 20 pekerja yaitu 2 orang bertugas sebagai pengawas, 2 orang
bertugas membawa alat berat yaitu excavator, 2 orang bertugas menggali batu
menggunakan alat sederhana yaitu linggis, 8 orang bertugas mengumpulkan
batu-batu besar dan 6 lainnya adalah ibu-ibu yang mengumpulkan batu-batu
kecil.
Samua orang sini, jadi membuka lapangan keja bagi
masyarakat desa sini.(Bpk Hns, kepala desa
Pilohayanga Barat berumur 37 tahun)
Hal yang sama juga dikatakan oleh pengawas penambangan yaitu:
Yang bakarja disini cuma orang sini samua, tidak ada
orang dari luar. Ada 20 orang yang bakarja disini, 2
orang yang jadi pengawas ba catat-catat, 2 orang yang
ba bawa itu excavator, ada juga 2 orang yang nae diatas
ba pake linggis 8 orang yang ba kumpul-kumpul batu
basar yang dorang abis gali kamari, baru mo isi di trek-
trek yang mo ba bili. Baru 6 orang lagi ibu-ibu yang
bakumpul batu-batu kacili (Bpk Ksm, pengawas
tambang berumur 33 tahun)
Mereka bekerja pada pukul 08.00 WITA dan selesai pada pukul 17.00
WITA. Tetapi mereka beristirahat siang pada pukul 12.00 WITA – 13.00
WITA. Ada yang pulang ke rumah untuk makan siang dan ada juga yang sudah
membawa bekal dari rumah dan makan di tempat yang telah dibuat untuk
tempat beristirahat siang para pekerja.
Pekerja disini bakarja dari jam 08.00-12.00, baru
istirahat siang jam 12.00-13.00, baru lanjut ulang jam
13.00-17.00. kalo istirahat siang ada yang pulang ka
rumah. (Bpk Ksm, pengawas tambang, berumur 33
tahun)
Hal yang sama juga dikatakan oleh masyarakat desa pilohayanga barat yang
bekerja di penambangan yaitu:
Torang bakarja tiap hari dari jam 08.00-12.00, baru
istirahat dari jam 12.00-13.00, baru itu lanjut ba karja
lagi jam 13.00-17.00. tapi biasa lewat dari jam itu
sampe abis magrib masih ada, kalo masi ada yang ba
minta tapi itu cuma kadang-kadang soalnya galap, tida
ada lampu. (Bpk Ptn, pekerja tambang berumur 35
tahun )
Gambar 4.1 Aktivitas penggalian bahan galian golongan C
Kegiatan penambangan ini dilakukan setiap hari. Bila ada pemesanan yang
banyak mereka melakukan kegiatannya sampai malam hari. Tetapi tidak semua
pekerja mau melakukan kegiatan sampai malam hari, karena kurangnya
penerangan. Setiap harinya truk yang mengangut hasil dari penambangan
sekitar 50-200 truk pengangkut. Truk-truk yang masuk ada yang dari dalam
kampung sendiri ada juga yang dari luar kampung. Tetapi yang lebih banyak
truk dari luar kampung, truk yang dari dalam kampung hanya dua truk saja.
Gambar 4.2 Truk-truk pengangkut bahan galian
Bila hujan deras pekerja menghentikan pekerjaannya karena khawatir
dengan keselamatan mereka, tetapi apabila hujan pada saat mereka sedang
melakukan aktivitas, maka aktivitas tersebut terus dilakukan kecuali pada saat
mereka sedang istirahat atau belum melakukan aktivitas kemudian hujan turun,
mereka belum akan memulai aktivitasnya. Mereka menunggu sampai selesai
hujan baru melakukan aktivitas.
Stiap hari tapi kalo ujan torang tidak bakarja. (Bpk
Ksm, pengawas tambang berumur 33 tahun)
Hal yang sama juga dikatakan kepala desa Pilohayanga Barat yaitu:
Cuma saya menghimbau kepada pihak penambangan itu
kalo hujan jangan beroperasi, pasti ba pece kan. (Bpk
Hns, kepala desa Pilohayanga Barat berumur 37 tahun)
Hubungan kerja sama yang baik terlihat di antara pekerja tambang ini,
karena semua pekerja merupakan penduduk desa tersebut sehingga mereka
tidak sulit lagi untuk beradaptasi di lingkungan kerja, hal ini terlihat di waktu
bekerja mereka sering bercanda satu sama lain di waktu istirahat pun mereka
saling bercanda sehingga tercipta hubungan yang baik antar pekerja.
Usaha penambangan ini dulunya hanya bapak-bapak tetapi sekarang para
ibu mulai terlihat ikut dalam kegiatan usaha penambangan ini yakni mereka
untuk mengumpulkan batu-batu kecil di sekitar penambangan untuk di jual
kepada pembeli. Para ibu-ibu ini setiap harinya mengumpulkan batu-batu kecil
yang dijatuhkan dari atas oleh 2 orang pekerja yang menggunakan alat manual
yaitu linggis, setelah 2 bapak itu menggali batu dari atas gunung para ibu-ibu
mulai melakukan pengumpulan batu-batu kecil untuk dijual.
Biasa nou, cuma mo ba bantu keluarga. Mo cari uang
mo kase skolah anak, Alhamdulillah say pe anak ada 5
ada skolah samua. Saya pe anak yang ka 2 itu skarang
so ba daftra kuliah di farmasi lewat jalur bidik misi.(Ibu
Srh, pekerja tambang berumur 45 tahun)
Usaha penambangan ini dikoordinir oleh dua orang pengawas
penambangan. Tugas pengawas adalah mengontrol pekerja, mencatat pembeli
pasir dan batu, mengatur jumlah dan kriteria pekerja, menjaga keamanan
bekerja, menghimpun uang penjualan dan menyetorkan uang penjualan pada
pemilik pasir secara berkala. Pengawas mencatat seriap mobil truk yang
masuk, berapa kali mobil itu masuk dalam sehari karena para pembeli ada yang
langsung membayar ada juga yang belum bembayar pada saat masuk karena
mungkin mereka akan balik lagi untuk mengambil batu dan tanah timbun dan
nanti akan dibayar sekalian. Bagi para truk yang sudah di kenal oleh para
pengawas di catat namanya tetapi apabila ada truk yang baru dan belum di
kenal mereka menuliskan plat nomor truk tersebut. Sehingga para pegawas
dapat melaporkan segala sesuatunya kepada pemilik penambangan.
Pekerja yang bertugas membawa excavator menggali pasir dan batu secara
tersendiri, yaitu apabila ada mobil truk membeli tanah timbun maka pekerja
yang mengemudiakn excavator langsung menggalinya dari gunung tersebut,
dan langsung memasukkannya ke dalam truk, tetapi lain halnya dengan batu.
Pekerja pembawa excavator menggali batu gunung tersebut terlebih dahulu
sebelum ada pembeli dan menyendirikannya ke tempat lain, kemudian para
pekerja yang bertugas mengumpulkan batu memisahkan batu tersebut agar
terpisah dari timbunan dan batu-batu kecil, sehingga memudahkan para
pembeli batu, apabila ada truk pembeli batu para pekerja yang mengumpulkan
batu tersebut dapat langsung memindahkan batu-batu tersebut ke dalam truk
tanpa harus memisahkannnya lagi dari tanah dan baru-batu.
Batu yang dikumpulkan berbeda harga penjualannya dengan tanah timbun.
Tanah timbun dijual seharga Rp.20.000/truk sedangkan batu dijual seharga
Rp.175.000/truk. Pembagian upah untuk para pekerja sesuai dengan pekerjaan
mereka. Untuk para pekerja yang bertugas mengumpulkan batu yang berjumlah
8 pekerja disesuaikan dengan berapa truk yang masuk untuk membeli batu-batu
tersebut setiap harinya. Dari penjualan 175.000/truk Rp.50.000nya diberikan
untuk 8 orang pekerja tersebut yaitu dengan cara membagi Rp.50.000 untuk 8
orang pekerja, tetapi upah mereka diberikan setiap minggunya. Jadi untuk gaji
para pekerja yang bertugas mengumpulkan batu tergantung kepada pembeli
batu yang datang.
Upah itu tergantung pekerjaan, kalo torang yang ba
kumpul batu-batu basar ini mo dapa uang itu tergantung
terek mo ba bili. Depe harga Rp. 175.000/trek, baru dari
175.000 itu torang punya 50.000, baru torang mo baku
bagi 8 orang. Kalo satu hari itu ada 5 trek ba bili batu
torang punya 50.000X5, baru bagi 8 orang tapi te bos
mo kase tiap minggu tergantung torang ad bakarja ato
tida (Bpk Ptn, pekerja tambang berumur 35 tahun)
Hal yang sama juga dikatakan oleh bapak pengawas penambangan dan ibu
pekerja tambang pengumpul batu, yaitu:
Kalo upah sesuai pekerjaan. Te bos mo kase tiap
minggu dia hitung hari yang ada karja. (Bpk Ksm,
pengawas tambang berumur 33 tahun)
Kalo dorang yang diatas tiap minngu mo dapa uang,
tapi kalo torang disini mo dapa uang klo ada oto yang
mo ba angka ini batu. Kalo gaji te bos mo kase kalo ada
yang mo ba bili ini batu, baru torang juga jaga ba
pinjam uang pate bos, jadi somo baku potong, hehee..
(Ibu Srh, pekerja tambang berumur 45 tahun)
Gambar 4.3 Kegiatan pemindahan batu ke dalam truk pembeli
1.3.3 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang digunakan dalam kegiatan penambangan ini
adalah exapator dan linggis, tetapi mereka lebih banyak menggunakan
exapator.
1) Exapator adalah sebuah jenis alat berat yang terdiri dari mesin di atas roda
khusus yang dilengkapi dengan lengan (arm) dan alat pengeruk (bucket)
yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan berat berupa penggalian
tanah yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh tangan manusia.
2) Linggis, berfungsi sebagai tonggak tempat pengikat tali dan untuk menggali
batu.
3) Topi/caping, berfungsi sebagai penahan panas dan penahan dari hamburan
debu/tanah timbunan/batu
1.3.4 Keamanan dan Kenyamanan Saat Bekerja
Suasana bekerja di lokasi penambangan bersifat kekeluargaan karena
mereka satu sama lain telah mengenal, mereka saling bercanda bersama tidak
terlihat suasana yang tidak baik antara mereka tetapi sebaliknya mereka terlihat
aman dan nyaman saat bekerja bersama-sama. Sebagian besar pekerja yang
bekerja di penambangan ini adalah masyarakat Pilohayanga Barat namun ada
juga masyarakat sebelah yang bekerja di penambangan ini yaitu masyarakat
pilohayanga dan bendungan, tetapi hal itu tidak menjadi masalah bagi para
pekerja karena mereka sudah saling mengenal satu sama lain.
Selama ini aman-aman saja. Selama ini tidak ada
laporan apa-apa baik dari terganggu keamanan dan
kenyamanan dorang bakarja, baik itu dari antar pekerja
atau dari pemilik dengan pekerja. (Bpk Hns, kepala desa
Pilohayanga Barat berumur 37 tahun)
Hal ini juga dibenarkan oleh pengawas penambangan yaitu:
Alhamdulillah sampe skarang aman-aman saja. Bulum
ada yang bakalae ato ada cilaka disini, semoga tidak mo
ada, hehee…(Bpk Ksm, pengawas penambangan
berumur 33 tahun)
Berdasarkan wawancara dengan para pekerja bahwa selama mereka
bekerja belum pernah ada pekerja yang terlibat pekelahian antara mereka
mengenai masalah pekerjaan, selama ini aman dan terkenadali. Mereka saling
membantu dan saling melindungi.
Begitu juga dengan kejadian kecelakaan saat bekerja, belum pernah ada
kasus kecelakaan pada saat bekerja. Hanya saja kecelakaan kecil yang terjadi
pada kaki dan tangan karena pelindung yang digunakan masih sederhana.
Selain itu banyak juga pekerja yang tidak menggunakan pelindung diri saat
bekerja.
Tidak ada yang cilaka sampe yang so bagimana, Cuma
luka-luka kacili di tangan ato kaki (Bpk Ptn, pekerja
tambanga berumur 35 tahun)
Ibu pekerja di penambangan itu juga mengatakan hal yang sama yaitu:
Ada luka Cuma memang so bagitu baru mo bakarja apa
lagi, ini biasa ada pake sarung tangan Cuma bulum satu
minggu so tarobe-robe bagini. Jadi so tida pake sarung
tangan. (Ibu Srh, pekerja tambang berumur 45 tahun)
Hal tersebut juga dibenarkan oleh pengawas penambangan yaitu:
Ada yang pake ada juga yang tida, itu ada yang pake
spatu, sarung tangan, topi. Yang tida pake sarung
tangan itu biasa dorang pe tangan mo luka-luka kacili.
Kalo dari te bos dia mo suru pake itu. Kalo ti om yang
ba panjat di atas itu ada pake tali dia mo nae kasana itu.
Tetapi bedasarkan pengamatan bahwa pekerja yang berada di atas gunung
yang hanya menggunakan linggis, dan meruntuhkan pasir dari atas akan
membahayakan diri merka. Karena mereka hanya berpegangan pada seutas tali.
Begitu juga dengan pekerja ibu-ibu yang tidak menggunakan pelindung kaki
dan tangan saat mengumpulkan batu-batu kecil, hal itu dapat membahayakan
mereka.
Bila terjadi kecelakaan tidak ada asuransi atau jaminan kesehatan dari
penambangan, bila terjadi kecelakaan saat bekerja maka para pekerja akan
diberikan biaya oleh pemilik penambangan dan bila sakit diluar kerja maka
biaya pengobatan di bayar sendiri.
Tidak ada, kalo saki torang bayar sandiri. Kecuali kalo
luka karna bakarja mo minta pate bos, te bos mo kase.
(Bpk Ksm, pengawas tambang berumur 33 tahun)
Hal yang sama juga dikatakan oleh ibu pekerja tambang yaitu:
Tidak ada, kalo saki torang biasa mo minta pate bos.
Tapi masa mo minta-minta turus, jadi torang ba bayar
sandiri. (Ibu Srh, pekerja tambang berumur 45 tahun)
Gambar 4.4 Pekerjaan mengumpul batu-batu kecil oleh ibu-ibu
1.3.5 Keuntungan Penambangan
1) Membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar penambangan
Penambangan bahan galian c di desa Pilohayanga Barat merupakan
kegiatan penambangan yang telah memiliki izin dari pemerintah. Pemilik
lahan sekaligus pemilik penambangan ini merupakan masyarakat desa
Pilohayanga Barat. Sehingga pekerja yang bekerja di penambangan ini
sebagian besar masyarakat desa Pilohayanga Barat dan ada juga masyarkat
desa sebelah yaitu desa Pilohayanga dan desa Bendungan. Sehingga hal ini
membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar penambangan.
Masyarakat yang dulunya merupakan petani sawah, petani kebun,
pengemudi bentor sekarang berganti profesi menjadi penambang, tetapi
ada juga pekerja di penambangn ini tetap melakukan kegiatan bertani.
Mereka lebih memilih melakukan pekerjaan sebagai penambang
karena mereka mendapatkan penghasilan yang lebih daripada menjadi
petani sawah atau kebun, karena menjadi petani sawah atau kebun, akan
mendapatkan penghasilan apabila sudah waktunya panen tiba dan untuk
pengemudi bentor mendapatkan pengasilan apabila banyak mendapatkan
penumpang, karena sekarang ini di Gorontalo sudah sangat banyak
pengemudi bentor tidak seperti dulu, sehingga sulit untuk mendaptkan
penumpang. Sedangkan untuk kegiatan penambangan mereka
mendapatkan pengasilan setiap minggunya tetapi dikurangi waktu mereka
apabila tidak bekerja.
Upah bagi para pekerja sesuai dengan masing-masing pekerjaan yang
mereka lakukan. Tetapi untuk upah setiap pekerjaan, peneliti tidak
memperoleh datanya dengan jelas karena baik pengawas dan pekerja
tambang tidak memberikan jawaban yang pasti. Hanya saja yang diperoleh
jawaban tentang upah bagi pekerja pengumpul batu-batu besar, karena gaji
mereka suda di tentukan dan disesuaikan dengan berapa truk yang masuk
untuk membeli batu-batu tersebut. Batu dijual kepada pembeli seharga
175.000/truk dan 50.000 dari penjualan tersebut menjadi upah para
pengumpul batu dan dibagi untuk 8 orang pekerja pengumpul batu. Tetapi
upah mereka tidak diberikan setiap hari, mereka mendapatkan upah setiap
minggu, dengan dikurangi hari dimana mereka apabila tidak masuk kerja.
Kalo dorang yang diatas tiap minngu mo dapa uang,
tapi kalo torang disini mo dapa uang klo ada oto yang
mo ba angka ini batu. Kalo gaji te bos mo kase kalo ada
yang mo ba bili ini batu, baru torang juga jaga ba
pinjam uang pate bos, jadi somo baku potong, hehee..
(Ibu Srh, pekerja tambang berumur 45 tahun)
Hal ini memberikan ketenangan kepada para pekerja tambang, dengan
adanya penambangan ini mereka dapat bekerja dan mendapatkan
penghasilan yang dapat memenuhi kebutuahan keluarga mereka. Yang
sebelumya hanya mendapatkan pengasilan dari hasil panen, mengemudi
bentor bahkan ada yang pengangguran tidak mendaptkan peghasilan tetap.
Kalo mo dilihat mo dapa leba banya uang disini. (Bpk
Ptn, pekerja tambang berumur 35 tahun)
2) Menambah pendapatan asli daerah (PAD)
Aktivitas penambangan bahan galian c di desa Pilohayanga Barat
selain memberikan keuntungan bagi masyarakat penambang, juga
memberikan keuntungan bagi daerah dengan membayar pajak dan
menambah uang kas desa. Karena berdasarkan wawancara dengan
informan bahwa pihak penambangan selalu membayar pajak dan
memberikan kontribusi kepada masyarakat dan desa. Tetapi peneliti tidak
mendapatkan data lebih terperici tentang keuntungan yang diperoleh atau
yang dibayarkan untuk pajak dan uang kas bagi desa.
Iya ada, mereka memberikan kontribusi ke desa dan
juga di perjanjian itu ada, mereka bertanggung jawab
atas perbaikan bila terjadi kerusakan, seperti jalan itu
mereka timbun. Bila ada permintaan mereka kasih.
(Bpk Hns kepala desa Pilohayanga Barat berumur 37
tahun)
Hal itu dibenarkan oleh Bapak pegawai penambangan yaitu:
Iya mereka membayar pajak ke kita diitung per kubik,
setiap bulannya sekalian kita melakukan pengawasan
dan menjemput itu. (Bpk Art pegawai bagian
penambangan berumur 37 tahun)
1.4 Dampak Terhadap Lingkungan
Dampak yang dapat ditimbulkan dari penambangan bahan galian C (batu
dan tanah timbun) berdasarkan observasi, wawancara mendalam dan data yang
diperoleh dari kantor desa tampak sediti perbedaan. Data yang di peroleh dari
kantor desa terhadap dampak yang ditimbulkan dari pengolahan hutan sebagai
berikut:
Tabel 4.1
Dampak Yang Ditimbulkan Dari Pengolahan Hutan Di Desa Pilohayanga
Barat Tahun 2013
No Dampak Kejadian
1. Pencemaran Udara Tidak
2. Pencemaran Air Tidak
3. Longsor/Erosi Ada
4. Bising Tidak
5. Hilangnya sumber mata air Tidak
6. Kebakaran Hutan Tidak
7. Terjadinya kekeringan/sulit air Tidak
8. Berubahnya fungsi hutan Ada
9. Terjadinya lahan kritis Ada/Tidak
10. Hilangnya daerah tangkapan air Ada/Tidak
Sumber: Data Potensi Desa, Kantor Desa Pilohayanga Barat, 2013
Data yang diperoleh dari kantor desa menunjukan bahwa dampak yang
ditimbulkan dari pengolahan hutan yaitu longsor/erosi, berubahnya fungsi
hutan, terjadinya lahan kritis, hilangnya daera tangkapan air. Sedangkan
berdasaekan observasi dan wawancara sedikit berbeda dengan data yang
diperoleh. Dari hasil wawancara dengan beberapa informan bahwa mereka
lebih banyak mengeluhkan tentang pencemaran udara oleh debu. Terjadi
perbedaan antara hasil wawancara dengan observasi dan wawancara sehingga
peneliti melakukan pengukuran pencemaran udara oleh debu yang di daerah
tersebut.
Untuk longsor/ erosi, berdasarkan data bahwa kejadian longsor ada. Tetapi
berdasarkan wawancara dari beberapa informan bahwa belum pernah terjadi
longsor di daerah tersebut. berdasarkan observasi, wawancara dan data yang
diperoleh maka peneliti menyimpulkan dampak lingkungan dengan adanya
penambangan bahan galian golongan c (batu dan tanah timbun) di desa
Pilohayanga Barat sebagai berikut:
1. Aktivitas penambangan bahan galian golongan c menimbulkan dampak
terhadap lingkungan yaitu pencemaran udara oleh debu yang dihasilkan dari
aktivitas penambangan bahan batu dan tanah timbun. Debu yang dihasilkan
ini dapat menggangu pekerja tambang dan masyarakat sekitar penambangan
yang sering dilewati oleh truk-truk pembawa batu dan tanah timbun.
Berdasarkan wawancara dengan para pekerja bahwa mereka merasa
terganggu dengan debu-debu tersebut, tetapi mereka sudah terbiasa dengan
kondisi yang panas dan berdebu.
Cuma batuk-batuk, kan ba abu skali, tapi so biasa.(Bpk
Ptn, pekerja tambang berumur 35 tahun)
Hal yang sama juga dikatakan oleh ibu pekerja tambang yaitu:
Batuk-batuk ini salalu. (Ibu Srh, pekerja tambang
berumur 45 tahun)
Berdasarkan observasi, truk pembawa batu dan tanah timbun ada yang
menutup truknya dengan penutup (tarpal) dan ada juga yang tidak
menutupnya sehingga menimbulkan debu di masyarakat. lebih banyak truk
yang tidak menutup muatannya. Truk yang ditutupi hanya truk-truk yang
akan melewati jalan-jalan besar.
Sebenarnya torang stuju, kan Cuma masyarkat disni kan
yang bakarja itu, apalagi yang punya itu Cuma ornag
sini. Cuma lama-lama torang so rasa panas dulu tidak
panas bagini, baru ba abu skali ini oto-oto dorang tida
mo tutup kasana, empas tutup kasana supaya tida talalu
ba abu. (Ibu Hrn, masyarakat desa Pilohayanga Barat
berumur 37 tahun)
Hal yang sama juga dibenarkan oleh pengawas penambangan
Oh, kalo itu tergantung dorang mo bawa dimana, kalo
dorang mo lewat jalan basar dorang mo tutup soalnya
mo dapa marah, macam mo ka limboto ato ka kota sana.
Tapi kalo cuma sekitar sini dorang tida mo tutup, torang
juga tida tau itu. (Bpk Ksm, pengawas tambang
berumur 33 tahun)
Dengan sikap para pembawa truk-truk yang tidak menutup
muatan mereka sehingga semakin banyak debu-debu yang
dihasilkan. Hal ini dapat menganggu masyarakat sekitar.
Berdaasarkan pengamatan bahwa halaman rumah masyarakat
disana banyak debu, sehingga mengharuskan mereka menutup
pintu rumah mereka setiap hari agar debu tidak sampai masuk ke
dalam rumah, karena mereka merasa sulit untuk bernapas apabila
terlalu banyak debu. Mereka juga mengeluh karena debu
semakin hari semakin banyak, sehingga setiap saat merka harus
menyapu rumah mereka dan menyirami jalan.
Iya, memang abu-abu ini sangat menganggu, apalagi
rumah-rumah yang dekat dengan penambangan ini,
masyarakat lebih banyak menutup pintu rumah supaya
debu-debu tidak maso ka dalam rumah, bekeng susah
mo banapas kalo banya abu. (Bpk, Hj Abk, imam desa
berumur 57 tahun)
Hal yang sama juga dikeluhkan oleh salah satu masyarakat yaitu:
Kalo panas ba abu skali, saya ini ba sapu turus-turus,
kalo tiap sore mo siram ini jalan. (Ibu Hrn, masyarakat
desa Pilohayanga Barat berumur 37 tahun)
Bapak kepala desa juga membenarkan bahwa masyarakat merasa
terganggu dengan debu-debu tersebut tetapi bapak kepala desa
menganggap bahwa hal itu memang hal yang wajar saja.
Memang pasti merasa terganggu dengan abu cuma
memang so bagitu, masyarakat so harap maklum,
namanya di muka jalan seperti itu, semua beresiko
kurang apa yang tidak beresiko. (Bpk Hns, kepala desa
Pilohayanga Barat berumur 37 tahun)
Masyarakat memberikan protes kepada kepala desa tetapi tidak ada
tindak lanjut dari pemerintah desa. Menurut kepala desa hal tersebut
adalah hal yang wajar, karena aktivitas penambangan ini pasti ada dampak
positif dan dampak negatifnya. Tetapi penambangan ini telah mendapatkan
izin dari pemerintah daerah, dan izin tersebut bukan hanya diberikan izin
begitu saja, semuanya telah melewati proses-proses dan memakan waktu
yang lama sampai diberikan izin usaha penambangan.
Yah mungkin yang paling dirasakan ini abunya itu,
memang ba abu skali, saya pe rumah sja ba abu bagini,
kalo usaha ini pemerintah mo tutup pembangunan juga
mo terhenti. (Bpk Hns, kepala desa pilohayanga barat
berumur 37 tahun)
Kondisi suhu yang panas, berdebu dan terlihat gersang menganggu
kenyamanan hidup masyarakat di sekitar wilayah penambangan. Kondisi
udara pada saat sebulum dan setelah ada penambangan, dirasakan sangat
berbeda oleh masyarakat di sekitar penambangan baik bagi desa pilohaynga
barat dan desa-desa sebelah yang setiap harinya dilewati oleh truk-truk
pembeli batu dan tanah timbun. Perubahan yang signifikan dirasakan oleh
masyarakat pada kondisi awal dimana dulunya suhu udara masih sejuk dan
tidak berdebu namun sekarang kondisi udara berubah menjadi panas,
berdebu dan terlihat gersang. Masyarakat sekitar telah melakukan usaha agar
debu di lingkungan mereka tidak bertambah banyak dengan cara menyiram
jalan. Selain itu mereka sering menutup pintu rumah mereka agar debu tidak
masuk ke dalam rumah khususnya pada siang hari yang ramai para pembeli
pasair dan batu. Hal ini harus mendapatkan perhatian dari semua pihak-
pihak yang terkait khususnya dari pemilik penambangan yakni dengan
melakukan upaya penyiraman jalan. Hal tersebut perlu dilakukan agar
kapasitas debu menjadi semakin berkurang.
Kalau dari kami mungkin hanya dapat mengusulkan
dikurangi truk-truk yang masuk, dan agar mereka
menutup truk mereka itu agar tidak menganggu
masyarakat sekitar dengan debu itu, walupun hanya
akan di bawa di daerah yang dekat-dekat situ. (bpk Art,
pegawai bagian penambangan)
Hal yang sama juga diharapkan oleh masyarakat sekitar penambangan
yaitu:
Harapan saya supaya lebih memperhatikan lingkungan.
Baru saya minta supaya oto trek itu tutup kasana muatan
itu supaya tidak talalu mo ba abu, soalnya ada yang
dorang tutup ada juga tidak. Yang dorang mo tutup itu
kalo mo lewat jalan-jalan basar, kalo cuma sekitar sini
dorang tida mo tutup. (Bpk Hj Abk, imam desa berumur
57 tahun)
Saya cuma ba harap supaya ini jalan capat mo kase bae,
baru itu oto tutup kasana, supaya tida ba abu. (Ibu Hrn,
masyarakat desa Pilohayanga Barat berumur 37 tahun)
2. Hilangnya sebagian lapisan tanah. Hilangnya lapisan tanah menyebabkan
kesuburan tanah hilang sehingga tanah tidak produktif lagi. Adanya
perubahan tata guna lahan yang dulunya diperuntukan bagi pertanian
tanaman pangan sekarang menjadi lahan penambangan.
So tidak bisa ba tanam akan stau. Ini tanah so te bos
punya dia so bili-bili samua ini. (Ibu Srh, pekerja
tambang berumur 45 tahun)
Hal yang sama juga dikatakan oleh pekerja tambang lainnya
Kayaknya so tidak bisa mo ba tanam akan tanaman.
Tapi ini tanah te bos so bili, ini gunung olo memang so
tandus. (Bpk Ptn, pekerja tambang berumur 35 tahun)
3. Hilangnya tanaman-tanaman penutup tanah, hal ini menyebabkan aliran
permukaan menjadi meningkat karena tidak adanya tanaman pelindung,
apalagi bila pada musim hujan. Air hujan tidak dapat lagi di serap karena
sudah tidak adanya tanaman-tanaman penutup tanah. Bila ujan deras jalan
menjadi becek dan masyarakat mengeluh karena bila hujan deras sawah
mereka menjadi becek. Berdasarkan wawancara bahwa banyak juga
masyarakat yang mengeluh kepada pemerintah desa mengenai sawah
mereka.
Kalo ujan mo banya skali pasir, ba pece di sawah,
apalagi kalo ujan karas. (Bpk Hj Abk, imam desa
berumur 57 tahun)
Tetapi pemerintah desa juga tidak dapat berbuat banyak, kepala desa
telah menganjurkan kepada pihak penambangan untuk menanami tanaman
di bawah lokasi penambangan karena kalau hajan dapat menganggu sawah
yang ada di bawahnya.
Ada juga keluhan katanya merusak persawahan.
Memang namanya kalo hujan tetap ada pasir, pasti
mempengaruhi bisa mempengarui sawah maka dari itu
sudah saya anjurkan sama pihak perusahaan itu tolong
agar menanam tanaman di bawah ini, agar menghindari
keluhan-keluhan. (Bpk Hns, kepala desa Pilohayanga
Barat berumur 37 tahun)
Lahan yang dulunya hijau dan penuh dengan tanaman sekarang berubah
menjadi lahan tandus yang penuh dengan tumpukan batu dan tanah timbun.
Gambar 4.5 Lahan menjadi tumpukan batu-batu
4. Beresiko terjdinya longsor bila dilihat dari kondisi penambangan saat ini.
Berdasarkan data pada tabel 4.4 bahwa dampak yang ditimbulkan dari
pengolahan hutan salah satunya adalah terjadinya longsor, tetapi
berdasarkan wawancara dengan informan tidak penah terjadi longsor di
daerah ini. Menurut kepala desa bahwa struktur batu dan tanah timbun di
daerah ini keras sehingga kemungkinan terjadinya longsor kecil, tetapi hal
ini mungkin saja terjadi apabila penambagan ini tidak memperhatikan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
Oh kalo masalah longsor disini belum pernah terjadi
logsor, banjir juga tidak pernah, soalnya struktur batu
dan tanah timbun disini keras jdi tidak mudah longsor.
(Bpk Abd, tokoh masyarakat berumur 40 tahun)
Hal yang sama juga dikatakan oleh para pekerja dan juga merupakan
masyarakat desa pilohayanga barat yang tinggal di dekat daerah
penambangan yaitu:
Blum pernah longsor disini. (Bpk Ptn, pekerja tambang
berumur 35 tahun)
Blum pernah. (Ibu Srh, pekerja tambang berumur 45
tahun)
5. Hilangnya sebagian pemandangan yang indah dan sejuk karena sekarang
gunung tersebut bukan lagi merupakan hamparan hijau lagi tetapi hamparan
bebatuan yang tandus dan panas. Masyarakat mengeluhkan udara di desa
mereka sudah panas, gersang dan berdebu, sudah tidak seperti dulu lagi
yang sejuk.
Kalo panas ba abu skali, saya ini ba sapu turus-turus,
kalo tiap sore mo siram ini jalan. Pe panas lagi, dulu
tidak panas bagini. Apalagi kalo so puasa musim panas
toh, dapa rasa skali depe panas, hehee… (Ibu Hrn
,masyarakat desa Pilohayanga Barat berumur 37 tahun)
Gambar 4.6 Pemandangan gunung yang tandus
6. Rusaknya jalan desa yang dilalui oleh truk-truk pengangkut batu dan tanah
timbun karena konstruksi jalan desa tidak dibuat khusus untuk truk-truk
bermuatan batu dan tanah timbun, perbaikan jalan telah dilakukan namun
beberapa lama kemudian sudah mulai mengalami kerusakan. Truk-truk yang
bermuatan batu dan tanah timbun yang berlebih semakin memperparah
kerusakan jalan desa. Jalan tersebut merupakan jalan satu-satunya oleh
masyarakat untuk bepergian, sehingga hal tersebut sungguh sangat
menganggu kenyamanan saat masyarakat atau pengguna jalan melewati
jalan tersebut. harus berhati-hati dan pelan-pelan melewati jalan tersebut.
Gambar 4.7 Jalan desa yang rusak dan telah ditimbun
Banyak para pengguna jalan mengeluh karena belum diadakan perbaikan
jalan. Terutama para pengemudi bentor yang melintasi jalan tersebut.
Kebanyakan para pengemudi bentor yang melintasi jalan itu hanya
pengemudi bentor yang bertemapat tinggal di daerah itu, baik di desa
pilohayanga barat maupun di desa-desa sebelah. Pengemudi bentor yang
dari luar jarang melintas di daerah tersebut, mereka tidak mau mengantarkan
para penumpang yang ingin ke desa ini dengan alasan jalannya rusak.
Ada, ini jalan so rusak skali bagini, kalo ujan ba pece
skali, tantu kapan ini mo kase bae jalan ini. Ini skarang
musim ujan bagini, so tida bole jalan mo lewat akan, mo
tapalisi ban motor. (Ibu Hrn, masyarakat desa Desa
Pilohayanga Barat berumur 37 tahun)
Sudah ada usaha dari pihak penambang untuk melakukan perbaikan
yakni dengan menimbun jalan tersebut. tetapi bagi masyarakat hal itu tidak
bisa membuat jalan semakin baik. Malah membuat jalan menjadi becek
apabila hujan.
Iya ada, mereka memberikan kontribusi ke desa dan
juga di perjanjian itu ada, mereka bertanggung jawab
atas perbaikan bila terjadi kerusakan, seperti jalan itu
mereka timbun. Bila ada permintaan mereka kasih.
(Bpk Hns, kepala desa Pilohayanga Barat berumur 37
tahun)
Hal yang sama juga dikatakan masyarakat desa Pilohayanga Barat yaitu:
Ini dorang jaga tambun dengan tana ini jalan, so rupa
gunung ini jalan, tanah yang dorang mo kase kamari
rupa tidak gaga, cuma bekeng bapece kalo ujan. Saya
kalo mo pulang dari kota, susah skali mo dapa bentor,
kalo bukan bentor yang dari sini dorang tida mau ba
antar, dorang bilang jalan disini rusak, mo rusak dorang
pe bentor, banya tukang bentor yang tau jalan disini so
rusak bagini, dorang tidak mau ba antar sampe sini. (Ibu
Hrn, mayarakat berumur 37 tahun)
Mereka sudah meminta kepada kepala desa agar segera diadakan
perbaikan jalan karena sungguh sangat menganggu pengguna jalan karena
jalan yang mereka lewati bergelombang dan apabila hujan jalan tersebut
becek, sehingga mereka harus hati-hati apalagi ada truk-truk yang melintas
mereka harus pelan-pelan sehingga aktivitas mereka menjadi terhambat.
Tetapi kepala desa juga tidak dapat berbuat banyak. Kepala desa telah
melakukan usaha untuk diadakan perbaikan jalan dengan memasukkan
permohonan ke dinas yang terkait aitu dinas pekerjaan umum (PU) tapi
belum ada realiasinya, semuanya harus melalui proses karena anggran dari
pemerintah dan sudah ada yang mengaturnya.
kalo jalan itu, biar kita mengeluh urusan jalan bukan
kita kan yang kase bae. Tapi saya sudah membuat
permonan untuk perbaikan jalan cuma sampe skarang
blum ada realisasinya, memang lama (bpk Hns , kepala
desa Piloayanga Barat berumur 37 tahun)
Untuk urusan perbaikan jalan dinas pekrjaan umum yang melakukannya.
Dan mereka pun tidak asal saja turun lapangan dan segera melakukan
perbaikan ketika ada permohonan perbaikan jalan. Semuanya membutuhkan
prosesnya dan berapa anggaran yang ada. Sebelum melakukan perbaikan
jalan mereka harus mempertimbankan segala sesuatunya baik dari anggaran
yang ada dan tingkat keparahan jalannya.
Kalau untuk perbaikan jalan kita menyesuaikan dengan
anggaran yang ada, bila ada anggaran kemudian dilihat
keparahan jalannya seperti apa, bila ada yang jauh lebih
parah maka jaklan itu yang di dahulukan untuk desa
pilohayanga barat sendiri saya kurang tau perbaikannya
kapan, semuanya disesuaikan dengan anggaran yang
ada dan tingkat keparahan, seperti sekarang ini kan
musim hujan dan banjir, maka dari kita turun ke
lapangan melihat kerusakan yang terjadi maka yang itu
mungkin akan di prioritaskan apabila lebih parah. (Ibu
Rty, bagian kepegawaian dinas PU berumur 38 tahun).
1.5 Pengukuran Kadar Debu
Dampak aktivitas penambangan bahan galian c di Desa Pilohayanga Barat
Kecamatan Telaga ini menimbulkan dampak negatif yakni terhadap lingkungan
yaitu pencemaran udara oleh debu yang dihasilkan dari aktivitras penambangan
tersebut. Berdasarkan data pada tabel 4.4 yang diperoleh dari kantor desa
bahwa tidak terjadi pencemaran udara di daerah tersebut, namun berdasarkan
observasi dan wawancara dengan informan bahwa mereka merasa terganggu
dengan debu-debu yang semakin lama semakin banyak. Debu yang dihasilkan
sangat terlihat jelas memberikan dampak terhadap masyarakat desa
Pilohayanga Barat maupun masyarakat sebelahnya. Banyak masyarakat yang
mengeluh kepada kepala desa dan pihak-pihak yang terkait. Sehingga hal ini
menjadi masalah yang harus segera di tindak lanjuti oleh pihak-pihak yang
terkait.
Berdasarkan masalah tersebut peneliti melakukan pengukuran kadar debu
yang dihasilkan oleh aktivitas penambangan. Peneliti bermaksud untuk
mengetahui apakah debu di daerah tersebut sudah melebihi batas atau masih di
bawah batas normal. Berikut adalah hasil yang telah diperoleh setelah
dilakukan pemeriksaan tingkat debu di daerah penambangan.
Tabel 4.2
Hasil pengukuran kadar debu di lokasi penambangan bahan galian
golongan c di Desa Pilohayanga Barat Tahun 2013
Lokasi Suhu Kelembaban
(%)
Kec.
Angin
(m/s)
Tekanan
udara
(mmhg)
Arah
angin
TSP
dalam
µg/Nm3
Ket
Tengah 30,4 66,3 1,4 760 T-B 330
Timur 29,1 68.5 1,2 760 T-B 380
Barat 28,8 69,8 1,5 760 T-B 370
Selatan 28,1 71,3 1,3 760 T-B 310
Utara 27,3 74.5 1,4 760 T-B 315
Catatan:
Baku Mutu Ambien Mengacu pada PP. NO.41 TAHUN 1999
TSP : 230 µg/Nm3
Pemeriksaan kadar debu dilakukan di 5 titik area penambangan dengan
menggunakan alat EPAM 5000 yakni 4 titik searah mata angin, utara-timut-
selatan-barat dan 1 titik di tengahnya. Pada titik tengah diperoleh hasil 330
µg/Nm3, pada arah Timur diperoleh hasil 380 µg/Nm
3, pada arah Barat
diperoleh hasil 370 µg/Nm3, pada arah selatan diperoleh hasil 310 µg/Nm
3 dan
pada arah utara diperoleh hasil 315 µg/Nm3. Dari hasil tersebut dapat terlihat
bahwa pada bagian Timur dan Barat cukup tinggi karena arah angin dominan
kearah Timur dan Barat. Walaupun demikian semua hasil yang telah diperoleh
bahwa debu yang dihasilkan dari aktivitas penambangan sudah melebihi batas
yang yang telah di tetapkan. Baku mutu ambient mengacu pada PP. No. 41
Tahun 1999, yakni baku mutu udara ambient untuk debu 230 µg/Nm3.