bab iv data dan pembahasan -...
TRANSCRIPT
Bab IV Data dan Pembahasan
4.1. Data Karakteristik Sampel Air
4.1.1. Karakteristik Fisik dan Kimia Sampel Air
Air yang digunakan pada percobaan ini berasal dari Instalasi Pengolahan Air
Minum (IPAM) Dago Pakar. Sampel air diambil dari unit prasedimentasi serta dari unit
filtrasi dan dilakukan secara sesaat.
Pengukuran kualitas air dilakukan terhadap beberapa parameter yang akan
mempengaruhi proses ozonisasi dan pembentukan aldehid. Dari parameter-parameter
tersebut, beberapa paramater seperti pH, kekeruhan dan temperatur diukur secara on
site. Karakteristik fisik dan kimia hasil pengukuran sampel air dapat dilihat pada Tabel
IV.1.
Tabel IV.1. Karakteristik fisik dan kimia sampel Air
No Parameter Sampel Air dari Unit Prasedimentasi
Sampel Air dariUnit Filtrasi
1 pH 6,53 7,22 2 Temperatur (oC) 22 24 3 Alkalinitas (mg/L CaCO3) 50.25 46.23 4 Kesadahan total (mg/L) 25,35 24,75 5 Mangan - - 6 Fe(mg/L) 0,59 - 7 TOC (mg/L) 5,9* 3,9 8 Kekeruhan (NTU) 40,7 1,5 9 UV 254 (abs) 0,076 0,012
Ket:*Pengukuran dilakukan setelah sampel air disaring
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa kandungan Fe pada sampel air dari unit
prasedimentasi mengalami penurunan dibandingkan dengan sampel air dari unit filtrasi
yaitu dari 0,59 mg/L menjadi nol sedangkan alkalinitas menurun dari 50,25 mg/L
menjadi 46,23, serta TOC juga menurun dari 5,9 mg/L menjadi 3,9 mg/L (dengan
efisiensi penyisihan 33,89%). Untuk mencegah kerusakan alat TOC analyzer, maka
pada pengukuran TOC sampel air dari unit prasedimentasi dilakukan dengan terlebih
dahulu menyaring sampel air tersebut dengan menggunakan kertas saring berdiameter
pori lebih besar dari 0,45 µm, resikonya nilai TOC yang didapat bisa lebih rendah dari
nilai yang sebenarnya.
41
Dengan kandungan alkalinitas yang tinggi pada kedua sampel maka ozon tidak
akan terdekomposisi dengan cepat karena karbonat dan bikarbonat berperan sebagai
inhibitor reaksi berantai, berdasarkan reaksi berikut (von Gunten,2003):
OH* + CO3 CO3* + OH-
OH* + HCO3 CO3* + H2O
Dari reaksi diatas, jika karbonat atau bikarbonat bereaksi dengan OH radikal akan
terbentuk karbonat radikal yang tidak akan bereaksi kembali dengan ozon.
4.1.2. Kandungan NOM pada Sampel Air
Reaksi ozon dengan NOM dapat berlangsung dengan NOM bertindak sebagai
inisiator, propagator bahkan sebagai inhibitor reaksi berantai. Jenis NOM yang dapat
bertindak sebagai inhibitor adalah yang mengandung alkohol primer kecuali MeOH
(Acero dan von Gunten, 2000).
Kandungan NOM pada sampel air sebelum diozonisasi diukur dengan
menggunakan GC-MS. Dari hasil yang didapatkan pada sampel air dari unit
prasedimentasi terdapat alkohol primer yaitu 2-Decen-1-ol atau 3-methylbutanal dengan
berat molekul (BM) 156 dan rumus molekul C10H20O. Selain itu pada sampel air dari
unit ini juga terdeteksi Oktanal, sebesar 9,25%; Isooktana, sebesar 9,13%; dan Nonanal,
sebesar 5,98%. Jadi selain alkalinitas, pada sampel air dari unit prasedimentasi
terkandung alkohol primer yang merupakan NOM inhibitor pada reaksi berantai
berdasarkan reaksi (von Gunten,2003):
OH* + NOM4 NOM4* + H2O
NOM4 * + O2 NOM4*-O2
Pada reaksi diatas, reaksi OH radikal dengan NOM tidak akan menghasilkan
bahan radikal baru seperti O2* sehingga NOM tersebut merupakan inhibitor reaksi
berantai.
Pada sampel air yang berasal dari unit filtrasi berdasarkan hasil deteksi GC-MS,
mengandung senyawa Isovaleraldehide sebesar 23,03%; Pentylpropiolate sebesar
52,66%; dan Hexanal sebesar 24,31%.
Keberadaan aldehid pada sampel air disebabkan karena aldehid terbentuk secara
alami akibat proses fotokimia lignin (Shon,2006). Total aldehid pada sampel air dari
unit prasedimentasi adalah sebesar 15,23% sedangkan pada sampel air dari unit filtrasi,
aldehid yang terdeteksi adalah sebesar 47,34%. Kondisi tersebut diduga terjadi karena
air mengalami oksidasi. Hal tersebut diperkuat dengan terbentuknya bahan lain berupa
42
asam karboksilat (Pentylpropiolate) sebesar 52,66%. Selain itu pada proses koagulasi-
flokulasi umumnya bahan organik yang tersisih adalah bahan organik humic, yang
bersifat hidrophobik.
Lebih besarnya komposisi aldehid dari sampel air unit filtrasi jika dibandingkan
dengan sampel air dari unit prasedimentasi, tidak berarti konsentrasi absolut aldehid
yang sesungguhnya pada sampel air dari unit prasedimentasi lebih kecil. Dengan
perbedaan nilai TOC dan UV254 pada sampel air maka nilai DOC pada sampel air dari
unit prasedimentasi pasti akan lebih besar jika dibandingkan dengan nilai DOC pada
sampel air dari unit filtrasi. Dugaan tersebut juga diperkuat oleh hasil penelitian yang
dilakukan oleh Siddiqui (1997) yang menyatakan bahwa pada rangkaian koagulasi yang
diikuti oleh proses filtrasi maka nilaiDOC akan mengalami penurunan sebesar 48%.
Rumus struktur senyawa dan persentase komposisi aldehid yang terdeteksi dapat
dilihat pada Tabel IV.2. dibawah ini.
Tabel IV.2. Rumus Struktur dan Komposisi Aldehid dari Sampel Air
Nama Senyawa
Komposisi Pada Sampel Air dari
Unit Filtrasi (%)
Komposisi Pada Sampel Air dari Unit
Prasedimentasi (%)
Rumus Struktur
Isovaleraldehyde 23,03 - Hexanal 24,31 -
2-Decent-1-ol - 65,47
Pentyl propiolate 52,66 -
CCOOHHC ≡
Isooktane - 9,13
Nonanal - 5,98
Oktanal - 9,25
4.2. Ozon yang Terbentuk pada Fase Gas
Suplai udara ke ozone generator dilakukan oleh dua unit aerator yang dipasang
secara pararel. Sebelum diinput ke ozone generator, udara dilewatkan ke flow meter.
Berdasarkan penelitian sebelumnya dari setiap debit udara yang diinputkan akan
dihasilkan ozon dalam fase gas seperti tampak pada Tabel IV.3.
43
Tabel IV.3. Pembentukan Kuantitas Ozon dalam Fase Gas Debit udara (LPM) 2 1 0,5
Waktu (detik) 1,5 3 6
Produksi Ozon (ppm/detik) 66,67 33,33 16,67
Sumber: Kharisma,2007
Pada penelitian ini debit udara diatur konstan sebesar 2 LPM sehingga
menghasilkan ozon dalam fase gas sebesar 66,67 ppm/detik.
4.3. Konsentrasi Sisa Ozon Terlarut pada Proses Ozonisasi
Penelitian dilakukan dengan variasi pH netral (kondisi alami), asam dan basa.
Suplai ozon dilakukan secara menerus kepada kontaktor batch bervolume 7 L. Variasi
waktu kontak yang diambil untuk mengukur konsentrasi ozon pada penelitian ini adalah
3, 5 dan 10 menit. Waktu kontak tersebut diambil karena ozon merupakan oksidator
yang cukup kuat dan memiliki nilai CT yang jauh lebih rendah dibandingkan
desinfektan lainnya.
4.3.1. Konsentrasi Sisa Ozon pada Proses Ozonisasi, Sampel Air dari Unit
Filtrasi
Ozonisasi air pada sampel air dari unit filtrasi dimaksudkan untuk mengetahui
nilai pembentukan DBPs pada proses desinfeksi. Hasil pengukuran konsentrasi sisa
ozon pada berbagai kondisi pH dan waktu kontak dapat dilihat pada Tabel IV.4. dan
Gambar IV.1. dibawah ini.
Tabel IV.4. Konsentrasi sisa ozon pada berbagai waktu kontak pada sampel air dari
unit filtrasi
No Waktu (menit)
konsentrasi sisa ozon
pH netral (mg O3/L)
konsentrasi sisa ozon
pH asam (mg O3/L)
konsentrasi sisa ozon
pH basa (mg O3/L)
1 0 0 0 0 2 3 0,038 0,096 0,027 3 5 0,05 0,147 0,033 4 10 0,061 0,331 0,044
44
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0 3 5
Waktu kontak (menit)
Kon
sent
rasi
sis
a oz
on (m
g O
3/L)
10
Filtrasi, pH normal Filtrasi , pH asam Filtrasi, pH basa
Gambar IV.1. Grafik konsentrasi sisa ozon Vs waktu kontak pada sampel air dari
unit filtrasi
Konsentrasi sisa ozon secara umum mengalami peningkatan seiring dengan
bertambahnya waktu kontak. Pada waktu kontak yang sama, konsentrasi sisa ozon
dalam air dengan pH asam akan jauh lebih tinggi dibandingkan pada kondisi pH
netral maupun pH basa. Hal tersebut disebabkan oleh adanya reaksi dekomposisi
ozon seperti diungkapkan von Gunten (2003):
O3 + OH- HO2- + O2
O3 + HO2- OH* + O2* + O2
Dari reaksi diatas, dekomposisi ozon dapat dipercepat dengan menaikkan nilai
pH atau dengan penambahan hidrogen peroxide sehingga pada pH basa, dekomposisi
ozon berlangsung lebih cepat.
Pada kondisi pH diturunkan (asam) maka ozon akan berperan lebih banyak
dibandingkan dengan OH radikal, pengkondisian ini digunakan sebagai strategi dalam
meminimasi bromate sebagai DBPs.
4.3.2. Konsentrasi Sisa Ozon pada Proses Ozonisasi, Sampel Air dari Unit
Prasedimentasi
Ozonisasi sampel air dari unit prasedimentasi dimaksudkan untuk mengetahui
pembentukan DBPs pada proses pra-desinfeksi. Hasil pengukuran konsentrasi sisa ozon
pada berbagai kondisi pH dan waktu kontak dapat dilihat pada Tabel IV.5. dan Gambar
IV.2. dibawah ini.
45
Tabel IV.5. Konsentrasi sisa ozon pada berbagai waktu kontak pada sampel air
dari unit prasedimentasi
No Waktu (menit)
konsentrasi sisa ozon pH netral (mg O3/L)
konsentrasi sisa ozon pH asam
(mg O3/L)
konsentrasi sisa ozon
pH basa (mg O3/L)
1 0 0 0 0 2 3 0,073 0,038 0,067 3 5 0,101 0,056 0,073 4 10 0,13 0,124 0,078
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0 3 5
Waktu kontak (menit)
Kon
sent
rasi
sis
a oz
on (m
g O
3/L)
10
Prasedimentasi, pH normal Prasedimentasi, pH asam Prasedimentasi, pH basa
Gambar IV.2. Grafik konsentrasi sisa ozon Vs waktu kontak pada sampel air dari
unit prasedimentasi
Dari grafik diatas, pada waktu kontak 3 dan 5 menit, konsentrasi sisa ozon
pada pH basa lebih tinggi dari kondisi pH asam. Kondisi ini terjadi karena
karakteristik air pada unit ini lebih keruh dan memiliki kandungan bahan organik dan
anorganik yang cukup besar sehingga memungkinkan bagi ozon untuk bereaksi
dengan solut yang ada dalam larutan pada pH asam. Namun pada waktu kontak 10
menit, konsentrasi sisa ozon pada pH asam kembali lebih tinggi dibandingkan
dengan kondisi pH basa. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh von
Gunten (2003).
46
4.3.3. Perbandingan Konsentrasi Sisa Ozon Sampel Air Terozonisasi dari Unit
Prasedimentasi dan Filtrasi
Pada kondisi pH alami (netral), konsentrasi sisa ozon pada proses pra-
desinfeksi dengan waktu kontak yang sama akan lebih tinggi jika dibandingkan pada
proses desinfeksi. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan alkalinitas serta adanya
NOM yang berfungsi sebagai inhibitor (alkohol primer) yang lebih tinggi pada
sampel air dari unit prasedimentasi dibandingkan dengan sampel air dari unit filtrasi.
Akibatnya dekomposisi ozon akan berjalan lebih lambat pada sampel air yang berasal
dari unit prasedimentasi. Selain itu sampel air dari unit prasedimentasi memiliki pH
yang lebih rendah sehingga mampu menahan laju dekomposisi ozon dibandingkan
dengan air dari sampel air dari unit filtrasi dengan pH yang lebih besar.
Pada kondisi pH asam, konsentrasi sisa ozon pada sampel air dari unit filtrasi
memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan nilai lainnya sedangkan pada sampel
air dari unit prasedimentasi dengan waktu kontak 3 dan 5 menit, terjadi sebaliknya
yaitu konsentrasi sisa ozon memiliki nilai terendah sebelum kembali sesuai teori
pada menit ke 10. Hal tersebut terjadi karena pada sampel air dari unit
prasedimentasi, lebih banyak kandungan bahan organik dan anorganik yang bereaksi
langsung dengan ozon. Setelah 10 menit, konsentrasi sisa ozon pada pH asam akan
kembali tinggi dibandingkan kondisi basa.
4.4. Komposisi Aldehid yang Terbentuk pada Proses Ozonisasi
Pengukuran aldehid organik dilakukan dengan menggunakan GC-MS jenis QP
5000 dan sampel dipreparasi melalui ekstraksi dengan menggunakan hexane.
Pengukuran dilakukan pada sampel yang diambil dari ozon kontaktor pada waktu
kontak 3, 5 dan 10 menit. Pengukuran LMW pada penelitian ini difokuskan pada
pembentukan aldehid.
Selain aldehid, bahan organik lain yang terbentuk adalah alkohol, namun
karena aldehid merupakan bagian dari Biodegradable Organic Carbon (BOC) yang
dapat dijadikan sumber karbon bagi mikroorganisme untuk pertumbuhannya maka
penelitian ini memberi fokus pada pembentukan aldehid akibat ozonisasi saja.
Mekanisme pembentukan alkohol dan aldehid dapat dijelaskan melalui mekanisme
Criegge atau melalui pemisah paksaan secara segera yang dapat dilihat pada Bab 2.
47
4.4.1. Komposisi Aldehid yang Terbentuk pada Proses Ozonisasi, Sampel Air
dari Unit Filtrasi
Setelah sampel diambil pada kontaktor, sampel segera diekstraksi dengan
menggunakan n-hexane, dengan perbandingan antar sampel dan hexane sebesar 50 :
50. Kuantitas campuran sampel (linarut) yang disuntikkan pada GCMS adalah
sebesar 1 µL.
Untuk menilai potensi pembentukan aldehid pada proses desinfeksi, dilakukan
ozonisasi pada sampel air dari unit filtrasi. Data aldehid yang terbentuk pada waktu
kontak 3, 5 dan 10 menit pada kondisi pH netral; pH asam; dan pH basa dapat dilihat
pada Tabel IV.6 sampai Tabel IV.8, serta Gambar IV.3.
Tabel IV.6. Komposisi aldehid, pH netral pada sampel air dari unit filtrasi
Waktu kontak (menit)
Aldehid yang Terdeteksi
Berat Molekul
% Komposisi
3 Pentanal 86 100 5 Pentanal 86 54,55
10 Dodecanal 184 6,24
Tabel IV.7. Komposisi aldehid pada pH asam pada sampel air dari unit filtrasi
Waktu kontak (menit)
Aldehid yang
Terdeteksi
Berat Molekul
% Komposisi
Hexanal 100 18,59Nonanal 142 62,063 Pentanal 86 19,36Hexanal 100 42,215 Pentanal 86 57,79
10 Pentanal 86 18,13
Tabel IV.8. Komposisi aldehid pada pH basa pada sampel air dari unit filtrasi
Waktu kontak (menit)
Aldehid yang
Terdeteksi
Berat Molekul
% Komposisi
3 TT TT 5 Pentanal 86 100
10 Pentanal 86 100
48
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
3 5 10
Waktu Kontak
Nor
mal
isas
i (%
) Ald
ehid
pH NORMAL pH ASAM pH BASA
Gambar IV.3. Komposisi total aldehid pada berbagai kondisi percobaan sampel air
dari unit filtrasi
Pada Tabel IV.6 sampai IV.8 dan Gambar IV.5 dapat dilihat komposisi
aldehid maksimal yang dideteksi oleh GC-MS sebesar 100%. Aldehid yang terbentuk
berupa pentanal dengan Berat Molekul (BM) 86, dodecanal dengan BM 184 dan
hexanal dengan BM 100.
Pada pH normal, seperti terlihat pada tabel IV.6. total aldehid yang terbentuk
mencapai maksimum pada waktu kontak 3 menit yaitu sebesar 100% dan minimum
pada waktu kontak 10 menit yaitu sebesar 6,24%. Pada pH asam, seperti terlihat
pada tabel IV.7, dari waktu kontak 3 menit ke waktu kontak 5 menit, persen
normalisasi total aldehid adalah konstan lalu pada menit ke-10 kembali mengalami
penurunan menjadi 18,13%. Sedangkan pada pH basa, aldehid baru terbentuk pada
menit ke-5 dan persentase akan tetap sama hingga menit ke-10 yaitu sebesar 100%.
Pada setiap penambahan waktu kontak, aldehid yang terbentuk umumnya
mengalami perubahan berat molekul, dimana pada setiap penambahan waktu kontak,
berat molekul yang terdeteksi semakin rendah (Nawrocki,2002).
49
4.4.2. Komposisi Aldehid yang Terbentuk pada Proses Ozonisasi, Sampel Air
dari Unit Prasedimentasi
Untuk meneliti potensi pembentukan LMW pada proses pra-desinfeksi,
dilakukan pengukuran komposisi aldehid yang terbentuk pada ozonisasi sampel air
dari unit prasedimentasi. Data LMW berupa aldehid pada waktu kontak 3, 5 dan 10
menit pada sampel air dari unit prasedimentasi dapat dilihat pada Tabel IV.9 hingga
IV.11 serta Gambar IV.4. sebagai berikut:
Tabel IV.9. Komposisi aldehid pada pH netral pada sampel air dari unit
prasedimentasi
Waktu kontak (menit) Aldehid yang Terdeteksi Berat Molekul % Komposisi
Decanal 156 3,96Dodecanal 184 3,253 Nonanal 142 10,25Oktanal 128 49,17Decanal 156 35,485 Nonanal 142 15,35Hexanal 100 34,41Heptanal 114 21,8710 Pentanal 86 43,71
Tabel IV.10. Komposisi aldehid pada pH asam pada sampel air dari unit
prasedimentasi
Waktu kontak (menit)
Aldehid yang Terdeteksi Berat Molekul % Komposisi
3 TT 5 Pentanal 86 100
3 Methyl butanal 86 65,76 10 Pentanal 86 34,24
Tabel IV.11. Komposisi aldehid pada pH basa pada sampel air dari unit
prasedimentasi
Waktu kontak (menit)
Aldehid yang Terdeteksi
Berat Molekul
% Komposisi
3 TT 5 Heptanal 86 89,22
Pentanal 86 31,46 Dodecanal 184 37,07 10 Pentanal 86 31,48
50
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
3 5 10
Waktu Kontak
Nor
mal
sasi
(%
) Ald
ehid
pH NORMAL pH ASAM pH BASA
Gambar IV.4. Komposisi total aldehid pada berbagai kondisi percobaan sampel
Air dari unit Prasedimentasi
Dari Gambar IV.4. dapat dilihat bahwa pada sampel air dari unit prasedimentasi,
komposisi total aldehid mengalami peningkatan pada setiap kondisi pH seiring
dengan penambahan waktu kontak hingga 10 menit. Fenomena tersebut berbeda
dengan sampel air dari unit filtrasi. Jenis aldehid yang terbentuk pada unit ini adalah
oktanal, decanal, nonanal, 3 methyl butanal dan pentanal, dengan berat molekul dari
156 hingga 86.
Pada pH normal, seperti terlihat pada tabel IV.9 persentase total aldehid yang
terbentuk mencapai maksimum pada waktu kontak 10 menit yaitu sebesar 100% dan
minimum pada waktu kontak 3 menit yaitu sebesar 17,46%. Pada pH asam, seperti
terlihat pada tabel IV.10 komposisi total aldehid terbentuk pada menit ke-5 dan 10
dengan persentase konstan sebesar 100%. Sedangkan pada pH basa, seperti terlihat
pada tabel IV .11 aldehid baru terbentuk pada menit ke-5 dan terus naik hingga menit
ke-10 masing-masing sebesar 89,2% dan 100%.
Seperti halnya pada unit filtrasi, untuk setiap penambahan waktu kontak, aldehid
yang terbentuk umumnya mengalami perubahan berat molekul dimana pada setiap
penambahan waktu kontak, berat molekul yang terdeteksi akan semakin kecil. Hasil
ini membuktikan bahwa setiap penambahan waktu kontak ozon maka akan terjadi
pemecahan senyawa yang lebih kompleks menjadi senyawa dengan berat molekul
yang lebih sederhana (Nawrocki,2002).
51
4.4.3. Struktur Aldehid yang Terbentuk pada Sampel Air Terozonisasi
Jenis aldehid yang terbentuk pada ozonisasi sampel air dari unit
prasedimentasi dan filtrasi terdiri dari 8 jenis aldehid. Aldehid tersebut adalah
pentanal, dodecanal, hexanal, heptanal, oktanal, decanal, nonanal, dan 3 methyl
butanal. Rumus struktur aldehid tersebut dapat dilihat pada tabel IV.12.
Tabel IV.12. Struktur Aldehid yang terbentuk pada proses ozonisasi
Nama Senyawa Rumus Struktur
Pentanal
Hexanal
Dodecanal
Heptanal
Oktanal
Decanal
Nonanal
3 methyl butanal
Contoh hasil pengukuran GC-MS sebelum dan sesudah ozonisasi dapat dilihat
pada lampiran.
Aldehid yang terdeteksi dikelompokkan menjadi 2 jenis aldehid yaitu hexanal,
dan heptanal yang telah digolongkan oleh USEPA sebagai organic oxidation
52
byproduct. Dodecanal tergolong DBPs nonhalogenated aldehydes dengan Activity
ConcernLevel_Carcinogenicity yang tergolong rendah. Hexanal berdasarkan uji
toksisitas memiliki nilai LC 50 sebesar 17,5 mg/L (USEPA,2009).
4.5. Faktor yang mempengaruhi pembentukan Aldehid pada Proses Ozonisasi
Untuk melihat pengaruh karakteristik air yang didesinfeksi terhadap
pembentukan aldehid maka dibuat komparasi antara perbedaan pH, konsentrasi dan
waktu kontak serta karakteristik air lainnya terutama kekeruhan, UV254 dan TOC.
Juga dianalisa komposisi aldehid sebelum dan sesudah proses ozonisasi.
Pada Gambar IV.5, dapat dilihat kompilasi komposisi aldehid pada setiap
kondisi pH di setiap unit sampel air, sebelum dilakukan proses ozonisasi (waktu
kontak 0 menit) dan pada setiap penambahan waktu kontak (3,5, dan 10 menit)
selama proses ozonisasi dilakukan.
0
20
40
60
80
100
120
Filtrasi Prased Filtrasi Prased Filtrasi Prased
pH normal pH asam pH basa
Nor
mal
isas
i(%) a
ldeh
id
0 menit 3 menit 5 menit 10 menit
Gambar IV.5. Kompilasi aldehid sebelum dan sesudah ozonisasi pada sampel air
dari unit filtrasi dan prasedimentasi
4.5.1. Pengaruh pH pada Pembentukan Aldehid
Kondisi pH akan sangat mempengaruhi konsentrasi sisa ozon yang terbentuk
dimana konsentrasi ozon tersebut akan bereaksi dengan bahan organik sehingga
terbentuk LMW berupa aldehid.
53
Untuk kondisi pH netral (kondisi alami), jika dibandingkan dengan komposisi
sebelum proses ozonisasi dilakukan pada sampel air dari unit filtrasi dengan waktu
kontak 3 menit, kuantitas aldehid yang terbentuk akan meningkat. Namun pada
waktu kontak 5 menit dan 10 menit, kuantitas aldehid mengalami penurunan.
Pada unit prasedimentasi dengan kondisi pH netral, kuantitas aldehid yang
terbentuk sebelum dan sesudah ozonisasi akan terus mengalami peningkatan pada
setiap penambahan waktu kontak ozonisasi.
Pada kondisi pH asam, kuantitas aldehid yang terbentuk pada sampel air dari unit
filtrasi jika dibandingkan dengan sebelum dilakukannya proses ozonisasi akan
mengalami peningkatan pada waktu kontak 3 dan 5 menit, namun pada menit ke-10
komposisi aldehid akan menurun. Untuk sampel air dari unit prasedimentasi, aldehid
menjadi tidak terdeteksi pada waktu kontak 3 menit. Namun pada waktu kontak
selanjutnya, aldehid mengalami peningkatan. Hilangnya aldehid pada sampel air dari
unit prasedimentasi disebabkan karena pada waktu kontak 3 menit konsentrasi sisa
ozon berada pada nilai terendah sehingga memungkinkan reduksi aldehid yang
terjadi akibat adisi gugus karbonil yang dapat terjadi dalam suasana asam, seperti
yang telah dijelaskan pada Bab 2.6.
Kondisi pH basa, baik pada sampel air dari unit filtrasi dan prasedimentasi
pada waktu kontak 3 menit aldehid menghilang, padahal sebelum diozonisasi aldehid
terdeteksi. Hal tersebut diduga terjadi karena air merupakan pelarut yang bersifat
atau berfungsi sebagai nukleofilik, kondisi tersebut diperkuat dengan penambahan
NaOH yang merupakan basa kuat sehingga gugus karbonil dapat mengalami adisi
dalam suasana basa. Fenomena adisi pada larutan asam dan basa telah dijelaskan
pada Bab 2.6.
Dari uraian diatas maka baik pada unit filtrasi dan prasedimentasi, pengaruh
pH hanya terlihat pada waktu kontak 3 menit, dimana aldehid tidak terbentuk pada
pH basa pada ke-2 unit dan dalam pH asam pada unit prasedimentasi. Namun setelah
waktu kontak 5 dan 10 menit, pengaruh pH terhadap komposisi aldehid tidak
signifikan, dimana komposisi aldehid yang terbentuk tidak memiliki perbedaan yang
tidak jauh berbeda.
Hasil tersebut dikuatkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siddiqui
(1997), dan Hammes (2006). Fenomena tersebut terjadi karena pembentukan aldehid
merupakan proses reaksi antara bahan organik dan ozon secara spontan, melalui
54
pemisahpaksaan (cleavage) yang dapat terjadi secara segera dan melalui Mekanisme
Criegge, yang dapat dilihat pada Bab 2.2.3.
4.5.2. Pengaruh prekursor dan kekeruhan terhadap pembentukan Aldehid
Dari Gambar IV.5. dapat dilihat pada unit filtrasi terdapat kecenderungan
konsentrasi aldehid menurun hingga menit ke-10, sementara pada unit
prasedimentasi aldehid yang terbentuk cenderung mengalami kenaikan hingga menit
ke-10. Kondisi tersebut seiring adanya perbedaan nilai TOC, kekeruhan dan UV254.
Pada unit prasedimentasi kandungan TOC sebesar 5,9 mg/L, kekeruhan 40,7
NTU, serta UV 254 0,076 sedangkan pada unit filtrasi komposisi TOC sebesar 3,9
mg/L kekeruhan 1,5 NTU dan UV 254 0,012.
Jika melihat nilai parameter tersebut diatas maka pada sampel air dari unit
prasedimentasi bahan organik akan berkompetisi lebih ketat untuk dapat bereaksi
dengan ozon.
Untuk melihat pengaruh prekursor analisa dapat dilakukan melalui
perbandingan antara konsentrasi ozon dan TOC awal terhadap aldehid yang
terbentuk. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel IV.13-IV.14. dan grafik pada
Gambar IV.6-IV.7 dibawah ini.
Tabel IV.13. Konsentrasi ozon/TOC terhadap kuantitas aldehid pada unit
Filtrasi
Kondisi pH
Waktu kontak (menit)
% Normalisasi Aldehid
Konsentrasi ozon/TOC
0 0 0 3 100 0,010 5 54,55 0,013 Netral
10 6,24 0,016 0 0 0 3 100 0,025 5 100 0,038 Asam
10 18,13 0,085 0 0 0 3 0 0,007 5 100 0,008 Basa
10 100 0,011
55
Tabel IV.14. Konsentrasi ozon/TOC terhadap kuantitas aldehid pada unit
Prasedimentasi
Kondisi pH
Waktu kontak (menit)
% Normalisasi Aldehid
Konsentrasi ozon/TOC
3 17,46 0,012 5 100 0,018 Netral
10 100 0,022
3 0 0,006 5 100 0,009 Asam
10 100 0,021
3 0 0,011 5 89,22 0,012 Basa
10 100 0,013
0102030405060708090
100110
0.000 0.010 0.020 0.030 0.040 0.050 0.060 0.070 0.080 0.090
Konsentrasi ozon/TOC awal
(%) N
orm
alis
asi a
ldeh
id
Filtrasi pH normal Filtrasi pH asam Filtrasi pH basa
Gambar IV.6. Perbandingan nilai konsentrasi ozon/TOC awal terhadap
pembentukan aldehid pada sampel air dari unit filtrasi
56
0102030405060708090
100110
0.000 0.005 0.010 0.015 0.020 0.025
Konsentrasi ozon/TOC awal
(%) N
orm
alis
asi a
ldeh
id
Prasedimentasi pH normal Prasedimentasi pH asam Prasedimentasi pH basa
Gambar IV.7. Perbandingan nilai konsentrasi ozon/TOC awal terhadap
pembentukan aldehid pada sampel air dari unit prasedimentasi
Pada sampel air dari unit filtrasi dengan kondisi pH asam dan netral,
komposisi aldehid berkurang seiring dengan peningkatan perbandingan konsentrasi
ozon dan TOC awal. Nilai kekeruhan yang lebih rendah pada unit filtrasi
menyebabkan pada kondisi pH asam dengan perbandingan 0,025 dan 0,038, serta
pada perbandingan 0,01 dalam pH netral, aldehid dapat terdeteksi dengan persentase
100%, namun karena prekursor berupa bahan organik hidrophobik yang terbatas
maka pada nilai perbandingan selanjutnya komposisi aldehid yang terdeteksi
mengalami penurunan. Fenomena tersebut terjadi karena aldehid yang telah
terbentuk mengalami oksidasi lebih lanjut. Pada perbandingan konsentrasi sisa ozon
dan TOC yang lebih rendah (kurang dari 0,007) dengan kondisi pH basa, aldehid
tidak terbentuk, namun pada nilai perbandingan C:TOC selanjutnya aldehid
terbentuk dengan nilai persentase yang konstan sebesar 100%. Rendahnya
kandungan bahan hidrophobik pada unit filtrasi karena bahan humic (hidrophobik)
telah disisihkan pada proses koagulasi-flokulasi.
Pada sampel air dari unit prasedimentasi seiring peningkatan perbandingan
konsentrasi ozon dan TOC, maka % normalisasi aldehid bertambah. Kondisi
tersebut diduga terjadi karena sifat bahan organik yang terkandung dalam sampel air
dari unit ini dominan bersifat hidrophobik, yang merupakan bahan organik
pembentuk aldehid ( Schechter dan Singer, 1994). Pada nilai perbandingan
57
konsentrasi sisa ozon dan TOC kurang dari 0,012 yang terjadi pada pH asam dan
basa, aldehid tidak terbentuk, namun pada nilai perbandingan selanjutnya aldehid
terbentuk dan mencapai maksimum pada perbandingan 0,022 dalam kondisi pH
netral, 0,09 dalam kondisi pH asam dan 0,013 dalam kondisi pH basa.
Kecenderungan hasil penelitian membenarkan hasil penelitian Bose (2007),
dimana pada larutan yang mengandung bahan hidrophobik (humic) dan non-humic
maka ozon cenderung bereaksi dengan bahan yang humic, namun bila secara khusus
bereaksi dengan bahan non-humic seperti aldehid maka ozon akan mengoksidasi
bahan tersebut. Sehingga penempatan ozonisasi setelah proses koagulasi-flokulasi
akan memaksimumkan penyisihan bahan organik. Strategi penempatan unit
pengolahan dengan cara ini akan mengurangi dosis klor pada proses yang
dibutuhkan untuk proses post-desinfeksi.
Pengaruh lain akibat adanya perbedaan kuantitas dan karakteristik prekursor
adalah jenis aldehid yang terbentuk. Pada unit prasedimentasi jenis aldehid yang
terbentuk lebih banyak dibandingkan dengan jenis aldehid pada unit filtrasi. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar IV.8-IV.9.
Sampel air dari unit Filtrasi, pH asam
0
20
40
60
80
100
120
3 5 10menit
% N
orm
alita
s
Gambar IV.8. Aldehid yang terbentuk pada sampel air dari unit filtrasi
NonanalHexanalPentanal
Sampel Air dari Unit Filtrasi, pH basa
0
20
40
60
80
100
120
3 5 10menit
% N
orm
alita
s Pentanal
S a mpe l a i r da r i uni t Fi l t r a si , pH nor ma l
0
20
40
60
80
100
120
3 5 10meni t
PentanalDodecanal
58
Gambar IV.9. Aldehid yang terbentuk pada sampel air dari unit prasedimentasi
Dari hasil penelitian dapat dilihat perbedaan nilai TOC memiliki efek yang
tidak signifikan pada komposisi maksimum aldehid yang terbentuk. Hasil penelitian
yang sama ditunjukan Hammes (2006) yang dilakukan pada air dengan sumber air
dengan karakteristik yang berbeda, dimana kuantitas aldehid yang terbentuk tidak
memiliki perbedaan yang signifikan.
4.5.3. Pengaruh Konsentrasi dan waktu kontak (CT) terhadap pembentukan
aldehid
Penilaian efektifitas desinfeksi dengan ozon dilakukan dengan konsep CT,
dimana pemaparan desinfektan dihitung dengan waktu sebagai variable dependen
dan konsentrasi sebagai variable independent (C=f(t)) atau dengan mengalikan
konsentrasi (C) dan waktu kontak (T) (von Gunten,2003).
Nilai CT yang dihasilkan dari penelitian ini umumnya berada pada range CT
yang digunakan untuk inaktivasi mikroorganisme patogen yang dikeluarkan oleh
USEPA, dimana untuk inaktifasi sebesar 0,5 log nilai CT sebesar 0,08 mg.menit/L
dan untuk 3 log sebesar 0,46 mg.menit/L pada suhu 25 0C. Nilai CT dan konsentrasi
Sampel dari Unit Prasedimentasi pH normal
0
20
40
60
80
100
120
3 5 10menit
% N
orm
alis
asi
Pentanal
Heptanal
Hexanal
Nonanal
Oktanal
Dodecanal
Decanal
Sampel dari unitPrasedimentasi pH asam
0
20
40
60
80
100
120
3 5 10menit
% N
orm
alis
asi
3 Methyl butanal
Pentanal
Sampel dari unitPrasedimentasi pH basa
0
50
100
150
3 5 10menit
% N
orm
alis
asi
Heptanal
Pentanal
Hexanal
3 Methyl butanal
59
LMW berupa aldehid yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel IV.15 sampai IV.19
dan Gambar IV.10-IV.11 dibawah ini.
Tabel.IV.15. Nilai CT dan konsentrasi aldehid pada sampel air dari unit filtrasi pH
netral
Waktu kontak (menit)
Konsentrasi sisa ozon (mg O3/L)
CT (mg .menit L-1)
% Normalisasi aldehid
3 0,038 0,115 100. 5 0,050 0,249 54,550
10 0,061 0,612 6,240
Tabel.IV.16. Nilai CT dan konsentrasi aldehid pada sampel air dari unit filtrasi pH
asam
Waktu kontak (menit)
Konsentrasi sisa ozon (mg O3/L)
CT (mg .menit L-1)
% Normalisasi aldehid
3 0,096 0,287 100 5 0,147 0,736 100
10 0,331 3,308 18,130
Tabel.IV.17. Nilai CT dan konsentrasi aldehid pada sampel air dari unit filtrasi pH
basa
Waktu kontak (menit)
Konsentrasi sisa ozon (mg O3/L)
CT (mg .menit L-1)
% Normalisasi aldehid
3 0,027 0,081 0 5 0,033 0,163 100
10 0,044 0,440 100
Tabel IV.18. Nilai CT dan konsentrasi aldehid pada sampel air dari unit
prasedimentasi pH netral
Waktu kontak (menit)
Konsentrasi sisa ozon (mg O3/L)
CT (mg .menit L-1)
% Normalisasi aldehid
3 0,073 0,218 17,46 5 0,107 0,536 100
10 0,130 1,301 100
60
Tabel.IV.19. Nilai CT dan konsentrasi aldehid pada sampel air dari unit
prasedimentasi pH asam
Waktu kontak (menit)
Konsentrasi sisa ozon (mg O3/L)
CT (mg .menit L-1)
% Normalisasi aldehid
3 0,038 0,115 0 5 0,056 0,278 100
10 0,124 1,243 100
Tabel.IV.20. Nilai CT dan konsentrasi aldehid pada sampel air dari unit
prasedimentasi pH basa
Waktu kontak (menit)
Konsentrasi sisa ozon (mg O3/L)
CT (mg .menit L-1)
% Normalisasi aldehid
3 0,067 0,201 0 5 0,073 0,364 89,220
10 0,078 0,784 100
0
20
40
60
80
100
120
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
CT (mg.L^-1.menit)
Nor
mal
itas
alde
hid
(%)
Filtrasi pH normal Filtrasi pH asam Filtrasi pH basa
Gambar IV.10. Hubungan CT dan komposisi aldehid yang terbentuk pada sampel
air dari unit Filtrasi
61
0
20
40
60
80
100
120
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
CT (mg.L^-1.menit)
Nor
mal
itas
alde
hid
(%)
Prasedimentasi pH normal Prasedimentasi pH asam Prasedimentasi pH basa
Gambar IV.11. Hubungan CT dan komposisi aldehid yang terbentuk pada
sampel air dari unit prasedimentasi
Pada sampel air dari unit filtrasi seperti terlihat pada gambar IV.10, dengan
kondisi pH asam nilai CT berada pada nilai yang tertinggi dibandingkan pada pH
normal dan yang terendah adalah pada pH basa. Konsentrasi sisa ozon yang lebih
tinggi pada pH asam menyebabkan dari CT sebesar 0,287 mg.menit/L ke 0,736
mg.menit/L komposisi aldehid yang terdeteksi meningkat namun pada menit ke-10
komposisi aldehid mengalami penurunan. Kondisi serupa terjadi pada pH netral
dimana pada CT sebesar 0,115 mg.menit/L komposisi aldehid yang terdeteksi
mencapai nilai maksimum dan terus mengalami penurunan dari CT sebesar 0,249
mg.menit/L hingga 0,612 mg.menit/L. Dugaan yang menyebabkan fenomena
tersebut telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya. Fenomena dalam kondisi pH
basa sedikit berbeda, dengan nilai CT terendah sebesar 0,08 mg.menit/L belum ada
aldehid yang terbentuk, namun pada nilai CT selanjutnya aldehid terbentuk cukup
besar dan konstan dari menit ke-5 hingga menit ke-10.
Dari gambar IV.11 pada sampel air dari unit prasedimentasi, trend yang
terjadi dalam setiap kondisi pH serupa, dimana pada setiap penambahan CT
konsentrasi aldehid terus mengalami penambahan. Hal tersebut tentu dipengaruhi
oleh karakteristik prekursor yang ada.
Pada unit prasedimentasi dan unit filtrasi, dalam kondisi dimana nilai CT
paling rendah aldehid belum terbentuk, namun setelah tidak terbentuk pada nilai CT
terendah tersebut maka pada CT seterusnya aldehid terbentuk dengan komposisi
62
yang cukup besar dan relatif konstan. Terjadinya fenomena tersebut terjadi karena
konsentrasi ozon terlarut yang terkandung dalam sampel air belum mampu untuk
memecah bahan organik menjadi aldehid, sementara OH radikal meskipun tidak
membentuk aldehid, dapat memecah senyawa aromatik membentuk alkena
(Yunzheng et al.,2004). Alkena merupakan bahan baku pembentuk aldehid. Setelah
bahan baku tersebut tersedia maka pada waktu kontak selanjutnya aldehid akan
terbentuk dengan komposisi yang konstan hingga menit 10. Bukti tersebut semakin
menguatkan hipotesa bahwa aldehid terbentuk akibat reaksi langsung ozon dan NOM
yang diwakili oleh nilai TOC dan UV254.
Pada sampel air dari unit prasedimentasi, aldehid tidak terdeteksi pada CT
dibawah 0,2 mg.menit/L sedangkan pada unit filtrasi aldehid tidak terdeteksi pada
CT sebesar 0,081 mg.menit/L. Kedua nilai CT tersebut jika dibandingkan dengan
nilai CT untuk inaktifasi mikroorganisme menurut USEPA, maka dapat
menginaktifasi sebesar 0,5 log untuk CT 0,08 mg.menit/L dan 1 log untuk CT 0,2
mg.menit/L. Namun nilai CT tersebut terjadi akibat pengkondisian pH yang
dilakukan pada penelitian ini. Sementara pada kondisi pH alami (netral) dengan nilai
CT terendah sebesar 0,115 mg.menit/L pada proses ozonisasi sampel air unit filtrasi
dan dengan CT sebesar 0,218 mg.menit/L pada proses ozonisasi sampel air unit
prasedimentasi, aldehid tetap terbentuk masing-masing sebesar 100% dan 17,46%,
sehingga setelah unit ozonisasi diperlukan proses penyisihan LMW. Penyisihan
tersebut biasanya dengan menggunakan proses adsorpsi.
4.6. Analisa Kejadian Regrowth Setelah Ozonisasi
Sesuai dengan lingkup penelitian, pada tahap ini hanya dilakukan pemeriksaan
pada kondisi sampel air pada pH alami (netral). Pemeriksaan Coli dilakukan dengan
pemeriksaan Jumlah Perkiraan Terdekat (JPT). Pengukuran dilakukan melalui uji
dugaan, uji penetapan dan uji kelengkapan.
Pengukuran dilakukan dua kali. Pengukuran pertama (T-1) dilakukan sesaat
setelah ozonisasi dan pengukuran kedua (T-2) dilakukan setelah 24 jam dari proses
ozonisasi. Pengukuran T-2 ditujukan untuk membuktikan terjadinya pertumbuhan
kembali (regrowth) mikroorganisma akibat proses ozonisasi yang diduga dapat
membentuk LMW. Metode yang digunakan pada T-2 yaitu dengan reinokulasi dan
tanpa reinokulasi.
63
Seperti telah dipaparkan dalam Bab 3, reinokulasi dilakukan dari coli yang
terkandung pada sampel air dari unit prasedimentasi dan sampel air dari unit filtrasi
yang belum diozonisasi. Coli yang diinokulasikan diperoleh dari hasil uji penetapan
pada tabung medium EMB (Eosin Metilen Blue) pada sampel air dari ke-2 unit
tersebut.
A. Pengukuran T-1 Kandungan Coli Setelah Ozonisasi
Kandungan bakteri coli setelah ozonisasi dapat dilihat pada tabel 21 dibawah ini
Tabel IV. 21. Kandungan Bakteri Coli pada Pengukuran T-1
Waktu kontak (menit)
Kandungan coli, Unit Filtrasi (JPT/100mL)
Kandungan coli unit prasedimentasi (JPT/100mL)
3 43 460 5 23 46
10 0 16
Pada tabel IV.21 dapat dilihat kandungan coli pada unit filtrasi masih tinggi pada
waktu kontak 3 menit sebesar 43 JPT/100mL, sedangkan kandungan coli minimum
dicapai pada waktu kontak 10 menit sebesar nol, sementara pada unit prasedimentasi
kandungan coli masih tinggi pada waktu kontak 3 menit sebesar 460 JPT/100ml, dan
mencapai minimum pada waktu kontak 10 menit sebesar 16 JPT/100mL.
Sampel air yang berasal dari unit filtrasi memiliki kualitas yang cukup baik dan
siap untuk didesinfeksi. Rendahnya kandungan bahan organik serta tidak
terkandungnya bahan anorganik seperti Fe dan Mn yang dapat menganggu proses
desinfeksi menyebabkan pada waktu kontak 10 menit tidak ada coliform yang
terdeteksi.
Pada sampel air dari unit prasedimentasi, hingga waktu kontak 10 menit coli
masih terdeteksi, hal tersebut disebabkan karakteristik sampel air dari unit ini
memiliki kandungan bahan organik dan kekeruhan yang masih tinggi, sehingga
kompetisi mikroorganisme untuk dapat bereaksi dengan ozon lebih ketat, akibatnya
proses desinfeksi terganggu (K.Bancroft et al.,1983).
64
B. Pengukuran T-2 Kandungan Coli Setelah Ozonisasi
Pengukuran kedua (T-2) dilakukan dengan menggunakan 2 cara yaitu:
⇒ Dengan melakukan reinokulasi, diadopsi dari the cooperative research centre for
water quality treatment Australia.
⇒ Dengan membiarkan sampel selama 24 jam, kemudian dilakukan pengukuran
Hasil pengukuran coli dengan reinokulasi dapat dilihat pada tabel 22, sedangkan
pengukuran tanpa reinokulasi terdapat pada tabel 23 dibawah ini.
Tabel IV. 22. Kandungan Bakteri Coli pada Pengukuran T-2, Dengan
Reinokulasi
Waktu kontak (menit)
Kandungan coli, Unit Filtrasi (JPT/100mL)
Kandungan coli unit prasedimentasi (JPT/100mL)
3 >1100 >1100 5 >1100 >1100
10 >1100 >1100
Tabel IV. 23. Kandungan Bakteri Coli pada Pengukuran T-2, Tanpa Reinokulasi
Waktu kontak (menit)
Kandungan Fecal coli, Unit Filtrasi (JPT/100mL)
Kandungan fecal coli unit prasedimentasi (JPT/100mL)
3 15 240 5 0 1100
10 0 1100
Perbandingan dilakukan terhadap kandungan coli yang terdapat Tabel IV. 21
dengan Tabel IV. 22 dan IV.23.
Pada perbandingan antara Tabel IV.21 dan IV.22 kandungan JPT bakteri coli
mengalami peningkatan secara signifikan baik pada sampel air dari unit filtrasi dan
unit prasedimentasi. Pada perbandingan Tabel IV.21 dan IV.23, fenomena
pertumbuhan kembali (regrowth) lebih jelas terlihat pada unit prasedimentasi.
Fenomena yang terjadi pada pada pengukuran T-1 dan pada pengukuran T-2 baik
dengan dan tanpa reinokulasi dapat disebabkan oleh:
⇒ Pada sampel air dari unit filtrasi dengan waktu kontak yang sama antara
pengukuran T-1 dengan pengukuran T-2 tanpa reinokulasi terjadi penurunan
JPT bakteri coli. Menurunnya kandungan coli dikarenakan walaupun proses
desinfeksi dengan ozon tidak dapat membunuh mikroorganisme secara
langsung pada T-1 dengan waktu kontak 3 dan 5 menit, namun karakteristik
air dari unit ini cukup baik untuk proses desinfeksi sehingga ozonisasi
65
mampu untuk merusak struktur sel, menganggu fungsí enzim dan
mempengaruhi fungsí biosíntesis dan pertumbuhan mikroorganisma
(USEPA,1999). Akibatnya JPT bakteri coli setelah 24 jam yang diukur pada
T-2 mengalami penurunan yaitu menjadi 15 JPT/100 mL pada kontak 3
menit, dan 0 JPT/100 mL pada kontak 5 menit.
⇒ Pada sampel air dari unit prasedimentasi, dari pengukuran T-1 ke pengukuran
T-2 tanpa reinokulasi dengan waktu kontak yang sama, umumnya mengalami
kenaikan, kecuali pada kontak 3 menit. Fakta ini membuktikan bahwa proses
desinfeksi pada sampel air dari unit ini tidak berjalan dengan baik, sehingga
jumlah bakteri yang mengalami kerusakan sel dan mengalami gangguan
fungsí enzim jumlahnya terbatas, akibatnya bakteri dapat mengalami
pertumbuhan kembali dengan cepat, apalagi ditunjang dengan LMW yang
merupakan subtrat bagi mikroorganisme (termasuk aldehid) dalam kondisi
yang cukup banyak.
⇒ Pada perbandingan antara pengukuran T-1 dan T-2 tanpa reinokulasi, sampel
dimana JPT coli tidak mengalami kenaikan, bahkan ada yang mengalami
penurunan pada T-2, terjadi pada sampel yang mengandung dodecanal.
Dodecanal merupakan aldehid yang terdeteksi dengan berat molekul yang
paling tinggi yaitu sebesar 184. Besarnya berat molekul akan mempengaruhi
luas permukaan LMW tersebut sehingga akan lebih sulit bagi
mikroorganisme untuk memanfaatkannya sebagai subtrat.
⇒ Pada komparasi antara JPT coli pengukuran T-1 dan T-2 dengan reionokulasi
terdapat kecenderungan yang sama, yaitu baik pada sampel air dari unit
prasedimentasi dan sampel dari unit filtrasi JPT coli mengalami kenaikan
hinga lebih dari 1000 JPT/100mL, hal tersebut menunjukan terjadinya
pertumbuhan kembali mikroorganisme estela proses desinfeksi.
Inokulasi pada sampel yang akan diuji cobakan pada pengukuran T-2 hanya
berasal dari 1 tabung yang terdeteksi positif dari uji penetapan, atau setara
dengan 3 JPT/100 mL. Setelah 24 jam pada pengukuran T-2 terdeteksi coli
sebesar lebih dari 1000 JPT/100 mL. Data tersebut menandakan jika
diinokulasikan bakteri dengan kondisi sehat belum terpapar ozon, maka
bakteri tersebut dapat tumbuh dengan cepat pada air yang mengandung
LMW. Meskipun berdasarkan hasil penelitian ini pada sampel air dari unit
filtrasi komposisi aldehid sebagai subtrat menurun. Namun aldehid tersebut
66
dapat mengalami oksidasi lanjut menjadi asam karboksilat, yang masih
merupakan salah satu dari LMW yang tergolong BOC (Nawrocki et al.,
2001). Reaksi oksidasi aldehid menjadi asam karboksilat dapat dilihat
dibawah ini (Siddiqui et al., 1997):
Analsisa tersebut didukung oleh hasil penelitian Hammes (2006), Nawrocki
(2001) yang menyimpulkan bahwa asam karboksilat merupakan produk
LMW dominan dibandingkan dengan aldehid pada proses desinfeksi.
Sehingga diperlukan penelitian lanjutan mengenai pembentukan asam
karboksilat akibat proses ozonisasi.
67