studi literatur desain unit prasedimentasi...

22
1 STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM PRADITA CANCERITA YULIANTI Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia 6 Februari 2012 Abstrak Prasedimentasi merupakan salah satu unit pada bangunan pengolahan air minum yang umumnya digunakan sebagai pengolahan pendahuluan. Bentuk unit prasedimentasi yang umum digunakan adalah rectangular dan circular serta terdiri dari empat zona, yaitu zona inlet, zona pengendapan, outlet, dan zona lumpur. Keempat zona ini akan mempengaruhi proses pengendapan yang terjadi di zona pengendapan. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana desain keempat zona tersebut. Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi proses pengendapan adalah overflow rate, v horizontal (v h ), bilangan Reynold partikel, serta karakteristik aliran. Karakteristik aliran diketahui dari nilai Bilangan Reynolds dan Froude. Namun, kedua bilangan tersebut tidak dapat dipenuhi keduanya, sehingga perlu ditetapkan suatu acuan. Studi literatur menghasilkan kesimpulan bahwa acuan yang tepat untuk desain bak prasedimentasi bentuk rectangular adalah menggunakan bilangan Froude, sedangkan acuan yang tepat untuk mendesain bak prasedimentasi bentuk circular dengan tipe center feed adalah bilangan Reynolds. Menentukan panjang, lebar, dan kedalaman bak perlu mengacu pada overflow rate dan kecepatan horizontal. Desain inlet yang tepat untuk unit prasedimentasi adalah dengan menggunakan perforated baffle sebab dapat memperkecil area dead zone. Desain outlet yang tepat untuk unit prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch dengan beban pelimpah yang sekecil mungkin untuk menghindari tergerusnya partikel-partikel yang telah mengendap. Desain zona lumpur yang tepat untuk unit prasedimentasi bentuk rectangular adalah dengan adanya kemiringan pada dasar bak menuju hopper. Hopper diletakkan di dekat zona inlet ataupun di tengah bak. Kata Kunci: Prasedimentasi, Bilangan Reynolds dan Froude Abstract Pre-sedimentation is one of operation unit in water treatment plant which commonly used for pre-treatment. Pre-sedimentation form which commonly used is rectangular and circular form. There are four zones on pre-sedimentation basin, which are inlet zone, settling zone, outlet zone and sludge zone. These four zones would affect settling process on the settling zone. Because of that, it necessary to know how to make the design of these four zones.Others factor that affect sedimentation process are overflow rate, horizontal velocity (v h ), Reynolds Number of particle and flow characteristics. Flow characteristics will be known from Reynolds Number and Froude Number. Still, those two numbers can’t be fulfilled both, so that there should be reference to be appointed. Literature studies resulted conclusion that the appropriate reference of rectangular pre- sedimentation basin design is using Froude Number, while the appropriate reference for circular pre- sedimentation with center feed design is using Reynolds Number. Determining length, width and depth of the basin, it’s necessary to refer on overflow rate and horizontal velocity as reference. Inlet design which appropriate for pre-sedimentation unit is using perforated baffle, because it can reduce the dead zones. Outlet design which appropriate for pre-sedimentation unit is using weir such as v- notch with weir loading rate as small as possible to prevent the scouring of settled particles. Sludge zone design which appropriate for rectangular pre-sedimentation is using slope in the area of the bottom tank towards the hopper. The hopper set up near the inlet zone or in the middle of tank. Key Words: Pre-sedimentation, Reynolds and Froude Number

Upload: tranphuc

Post on 05-Feb-2018

263 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

1

STUDI LITERATUR

DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI

INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM

PRADITA CANCERITA YULIANTI Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia

6 Februari 2012

Abstrak

Prasedimentasi merupakan salah satu unit pada bangunan pengolahan air minum yang umumnya digunakan sebagai pengolahan pendahuluan. Bentuk unit prasedimentasi yang umum digunakan adalah rectangular dan circular serta terdiri dari empat zona, yaitu zona inlet, zona pengendapan, outlet, dan zona lumpur. Keempat zona ini akan mempengaruhi proses pengendapan yang terjadi di zona pengendapan. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana desain keempat zona tersebut. Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi proses pengendapan adalah overflow rate, vhorizontal (vh), bilangan Reynold partikel, serta karakteristik aliran. Karakteristik aliran diketahui dari nilai Bilangan Reynolds dan Froude. Namun, kedua bilangan tersebut tidak dapat dipenuhi keduanya, sehingga perlu ditetapkan suatu acuan.

Studi literatur menghasilkan kesimpulan bahwa acuan yang tepat untuk desain bak prasedimentasi bentuk rectangular adalah menggunakan bilangan Froude, sedangkan acuan yang tepat untuk mendesain bak prasedimentasi bentuk circular dengan tipe center feed adalah bilangan Reynolds. Menentukan panjang, lebar, dan kedalaman bak perlu mengacu pada overflow rate dan kecepatan horizontal. Desain inlet yang tepat untuk unit prasedimentasi adalah dengan menggunakan perforated baffle sebab dapat memperkecil area dead zone. Desain outlet yang tepat untuk unit prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch dengan beban pelimpah yang sekecil mungkin untuk menghindari tergerusnya partikel-partikel yang telah mengendap. Desain zona lumpur yang tepat untuk unit prasedimentasi bentuk rectangular adalah dengan adanya kemiringan pada dasar bak menuju hopper. Hopper diletakkan di dekat zona inlet ataupun di tengah bak.

Kata Kunci: Prasedimentasi, Bilangan Reynolds dan Froude

Abstract

Pre-sedimentation is one of operation unit in water treatment plant which commonly used for pre-treatment. Pre-sedimentation form which commonly used is rectangular and circular form. There are four zones on pre-sedimentation basin, which are inlet zone, settling zone, outlet zone and sludge zone. These four zones would affect settling process on the settling zone. Because of that, it necessary to know how to make the design of these four zones.Others factor that affect sedimentation process are overflow rate, horizontal velocity (vh), Reynolds Number of particle and flow characteristics. Flow characteristics will be known from Reynolds Number and Froude Number. Still, those two numbers can’t be fulfilled both, so that there should be reference to be appointed.

Literature studies resulted conclusion that the appropriate reference of rectangular pre-sedimentation basin design is using Froude Number, while the appropriate reference for circular pre-sedimentation with center feed design is using Reynolds Number. Determining length, width and depth of the basin, it’s necessary to refer on overflow rate and horizontal velocity as reference. Inlet design which appropriate for pre-sedimentation unit is using perforated baffle, because it can reduce the dead zones. Outlet design which appropriate for pre-sedimentation unit is using weir such as v-notch with weir loading rate as small as possible to prevent the scouring of settled particles. Sludge zone design which appropriate for rectangular pre-sedimentation is using slope in the area of the bottom tank towards the hopper. The hopper set up near the inlet zone or in the middle of tank.

Key Words: Pre-sedimentation, Reynolds and Froude Number

Page 2: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

2

1. Pendahuluan

Air baku yang tersedia di alam berasal dari air permukaan, air tanah, dan air laut. Salah satu jenis air permukaan yang banyak digunakan di Indonesia adalah air sungai karena di Indonesia banyak terdapat sungai besar yang dapat digunakan sebagai sumber air baku untuk air minum. Namun, keadaan sungai yang fluktuatif menyebabkan air baku yang berasal dari air sungai terkadang memiliki konsentrasi suspended solid (SS) yang tinggi. Konsentrasi SS yang tinggi tersebut dapat membebani unit-unit pada bangunan pengolahan air minum, sehingga diperlukan sebuah unit sebagai pengolahan pendahuluan agar tidak membebani unit selanjutnya. Pengolahan pendahuluan umumnya dilakukan dengan menggunakan unit prasedimentasi. Unit prasedimentasi merupakan unit dimana terjadi proses pengendapan partikel diskret. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran, maupun berat pada saat mengendap. Pengendapan dapat berlangsung dengan efisien apabila syarat-syaratnya terpenuhi. Menurut Lopez (2007), efisiensi pengendapan tergantung pada karakteristik aliran, sehingga perlu diketahui karakteristik aliran pada unit tersebut. Karakteristik aliran dapat diperkirakan dengan bilangan Reynolds dan bilangan Froude (Kawamura, 2000).

Bentuk bak prasedimentasi dapat mempengaruhi karakteristik aliran, sehingga bentuk merupakan hal yang harus diperhatikan pada saat merancang unit prasedimentasi. Selain bentuk, rasio lebar dan kedalaman merupakan hal yang juga menentukan karakteristik aliran. Hal ini dikarenakan formula perhitungan bilangan Reynolds dan Froude mengandung jari-jari hidrolis R sebagai salah satu fungsinya. Jari-jari hidrolis terkait dengan luas permukaan basah A dan keliling basah P yang merupakan fungsi dari lebar dan kedalaman, sehingga rasio antara lebar dan kedalaman juga akan mempengaruhi karakteristik aliran.

Berdasarkan SNI 6774 tahun 2008 tentang tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air, bilangan Reynolds pada unit prasedimentasi harus memiliki nilai kurang dari 2000, sedangkan Bilangan Froude harus lebih dari 10-5. Kedua persyaratan tersebut seharusnya terpenuhi, tetapi pada kenyataannya akan sulit memenuhi kedua bilangan tersebut sekaligus dalam perancangan unit prasedimentasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi literatur untuk mengetahui acuan yang harus diutamakan untuk dipenuhi. Bentuk dan rasio antara lebar dan kedalaman memiliki peran penting dalam menentukan karakteristik aliran, sehingga kedua hal tersebut harus dipertimbangkan dalam menetapkan acuan. Selain karakteristik aliran, ada beberapa faktor lain yang menentukan kondisi pengendapan, yaitu overflow rate, vhorizontal (vh), serta bilangan Reynolds partikel. Apabila faktor-faktor tersebut benar-benar diperhatikan, maka dapat tercapai kondisi pengendapan sesuai dengan yang diharapkan, sehingga pada saat mendesain zona pengendapan, faktor-faktor harus benar-benar diperhatikan. Selain kondisi zona pengendapan, ketiga zona lainnya, yaitu zona inlet, zona lumpur, dan zona outlet saling mempengaruhi satu sama lainnya dalam menentukan efisiensi pengendapan.

Adanya ketidakseimbangan pada zona inlet dapat menyebabkan adanya aliran pendek, turbulensi, dan ketidakstabilan pada zona pengendapan (Kawamura, 2000). Begitu juga halnya terhadap zona lumpur. Zona lumpur merupakan zona dimana terkumpulnya partikel diskret yang telah terendapkan. Apabila terjadi aliran turbulen, partikel diskret yang telah terendapkan dapat mengalami penggerusan, sehingga partikel yang telah terendapkan dapat kembali naik. Zona outlet juga mempengaruhi karakteristik aliran, sehingga zona outlet harus didesain untuk meminimalisasi terjadinya aliran pendek. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi literatur untuk mengetahui bagaimana desain seluruh zona pada unit prasedimentasi agar tercapai kondisi pengendapan sesuai dengan yang diharapkan.

2. Metoda Studi

Metoda studi berisi rangkaian langkah – langkah studi yang akan dilaksanakan sampai didapatkan kesimpulan umum hingga penerapannya pada studi kasus. Metoda studi ini dibuat agar pelaksanaan kegiatan studi terarah dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. 2.1 Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisis Data

Data-data yang dibutuhkan untuk studi literatur ini dikelompokkan menjadi 5 macam data, yaitu data A, B, C, D, dan E. Pengumpulan, pengolahan, dan analisis untuk setiap jenis data adalah sebagai berikut. 2.1.1 Data A

Data A merupakan data sekunder yang didapatkan dari literatur-literatur, baik text book maupun jurnal hasil penelitian. Literatur yang berasal dari text book diambil bagian teori dasarnya,

Page 3: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

3

sedangkan literatur yang berasal dari jurnal diambil bagian hasil penelitian maupun teori yang mendasari penelitian tersebut. Data A terdiri dari: Teori dasar bilangan Reynolds aliran dan bilangan Froude. Hasil penelitian mengenai unit prasedimentasi bentuk rectangular dan circular. Contoh-contoh rasio lebar dan kedalaman yang biasa digunakan pada unit prasedimentasi. Hasil penelitian mengenai unit prasedimentasi yang terkait dengan lebar dan kedalaman.

Pengolahan dan analisis data-data tersebut dilakukan dengan cara membuat rangkuman dari setiap data dan menganalisis rangkuman tersebut. Output yang dihasilkan dari pengolahan dan analisis data A ini adalah untuk mendapatkan acuan karakteristik aliran berdasarkan pada bentuk yang berbeda dengan luas permukaan yang sama dan berdasarkan pada rasio lebar dan kedalaman. 2.1.2 Data B

Data B merupakan data sekunder yang didapatkan dari literatur-literatur, baik text book maupun jurnal hasil penelitian. Literatur yang berasal dari text book diambil bagian teori dasarnya, sedangkan literatur yang berasal dari jurnal diambil bagian hasil penelitian maupun teori yang mendasari penelitian tersebut. Data B terdiri dari: Teori dasar sedimentasi tipe 1 dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengendapan. Teori desain zona pengendapan, baik zona pengendapan untuk unit prasedimentasi bentuk

rectangular maupun circular. Pengolahan dan analisis data-data tersebut dilakukan dengan cara membuat rangkuman dari

setiap data dan menganalisis rangkuman tersebut. Data A dan data B digabungkan serta dilakukan simulasi untuk mendapatkan korelasi antara faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengendapan. Setelah didapatkan korelasi antara faktor-faktor tersebut, maka dapat diketahui bagaimana cara mendesain zona pengendapan, baik untuk unit prasedimentasi bentuk rectangular maupun circular dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengendapan. 2.1.3 Data C

Data C merupakan data sekunder yang didapatkan dari literatur-literatur, baik text book maupun jurnal hasil penelitian. Literatur yang berasal dari text book diambil bagian teori dasarnya, sedangkan literatur yang berasal dari jurnal diambil bagian hasil penelitian maupun teori yang mendasari penelitian tersebut. Data C terdiri dari: Teori dasar inlet, zona lumpur, dan outlet. Jenis-jenis inlet dan outlet prasedimentasi. Peletakan inlet dan outlet prasedimentasi. Bentuk-bentuk dan kemiringan zona lumpur. Mekanisme pembersihan zona lumpur.

Pengolahan dan analisis data-data tersebut dilakukan dengan cara membuat rangkuman dari setiap data dan menganalisis rangkuman tersebut. Output yang dihasilkan dari pengolahan dan analisa data C ini adalah untuk mengetahui desain inlet, zona lumpur, dan outlet, baik untuk unit prasedimentasi bentuk rectangular maupun circular. 2.1.4 Data D

Data D merupakan data sekunder yang dihasilkan melalui survei ke PDAM Surabaya. Data yang didapatkan dari studi literatur berupa kriteria desain unit prasedimentasi. IPAM yang menjadi lokasi survei adalah IPAM Ngagel I dan II serta IPAM Karang Pilang I, II, dan III. Data D terdiri dari: Debit air yang diolah PDAM. Bentuk unit prasedimentasi, termasuk inlet, zona pengendapan, zona lumpur, mekanisme

pembersihan lumpur, serta outlet. Dimensi unit prasedimentasi.

Pada survei ke PDAM digunakan tiga metoda pengumpulan data, antara lain: Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap unit prasedimentasi. Dokumentasi, yaitu pencatatan data – data yang berkaitan dengan unit. Wawancara, yaitu dengan melakukan tanya jawab langsung kepada narasumber yang mempunyai

wewenang dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan unit prasedimentasi tersebut. Pengolahan dan analisis data-data tersebut dilakukan dengan cara membuat tabel dari data debit

dan dimensi unit prasedimentasi, serta membuat rangkuman tentang unit prasedimentasi dari setiap unit prasedimentasi pada IPAM Ngagel dan Karang Pilang dan menganalisis rangkuman tersebut.

Page 4: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

4

Output yang dihasilkan dari pengolahan dan analisa data D ini adalah untuk mengetahui kondisi riil dari unit prasedimentasi di PDAM dan hasil survei unit prasedimentasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan studi kasus. 2.1.5 Data E

Data E merupakan data primer yang didapatkan dari hasil sampling dan analisa laboratorium. Sampel air diambil dari Kali Jagir dan Kali Surabaya yang merupakan sumber air baku yang digunakan oleh IPAM Ngagel dan IPAM Karang Pilang. Sampel air tersebut diambil pada saat musim hujan. Sampel air IPAM Ngagel diambil dari canal intake IPAM Ngagel pada 8 Desember 2011, pukul 14.45. Sampel air IPAM Karang Pilang diambil dari saluran inlet unit prasedimentasi pada 7 Desember 2011, pukul 13.00. Setelah dilakukan pengambilan sampel air, dilakukan pengecekan terhadap kekeruhan air sampel dengan menggunakan turbidimeter dan dibandingkan dengan data kualitas air yang didapatkan dari PDAM.

Kekeruhan air sampel pada IPAM Karang Pilang lebih tinggi daripada data kekeruhan air pada musim kemarau, tetapi lebih rendah daripada data kekeruhan pada musim hujan, sehingga perlu ditambahkan lumpur untuk membuat kekeruhan buatan agar nilainya mendekati nilai kekeruhan yang tinggi pada musim hujan. Lumpur diambil dari bagian Kali Surabaya yang terletak dekat dengan inlet IPAM Karang Pilang. Kekeruhan air sampel pada IPAM Ngagel lebih tinggi daripada data kekeruhan air pada musim kemarau, tetapi lebih rendah daripada data kekeruhan pada musim hujan, sehingga perlu ditambahkan lumpur untuk membuat kekeruhan buatan agar nilainya mendekati nilai kekeruhan yang tinggi pada musim hujan. Lumpur diambil dari bagian Kali Jagir yang terletak dekat dengan IPAM Ngagel. Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis untuk mendapatkan data: Kandungan TSS pada air yang menjadi sumber air baku PDAM.

Analisis kandungan TSS, dilakukan pada awal percobaan dan akhir dengan menggunakan metode gravimetri seperti pada buku Standard Method halaman 2-55 (lampiran A). Analisa kandungan TSS ini dilakukan akan digunakan untuk melihat % removal TSS pada sampel air setelah proses pengendapan.

Waktu detensi yang sesuai digunakan untuk sumber air baku PDAM. Penentuan waktu detensi yang sesuai untuk sampel air tersebut pada unit prasedimentasi dengan menggunakan imhoff cone. Pertambahan volume lumpur yang mengendap pada imhoff cone akan dicek setiap 5 menit. Apabila sudah tidak terjadi penambahan volume lumpur, maka waktu pengendapan akan dicatat dan ditetapkan sebagai waktu detensi yang efektif untuk mendesain unit prasedimentasi.

Volume lumpur yang dihasilkan per satu liter sampel air. Penentuan volume lumpur yang dihasilkan dengan melihat volume lumpur yang dihasilkan per satu liter sampel air.

Pengolahan dan analisis data-data tersebut dilakukan dengan cara membuat tabel dari setiap data dan menganalisis tabel tersebut. Output yang dihasilkan dari pengolahan dan analisa data E ini adalah untuk mendapatkan data-data di atas yang nantinya akan digunakan untuk bahan studi kasus. 2.2 Pembahasan

Setiap data yang telah dianalisis akan dibahas untuk mengetahui desain dari zona inlet, zona pengendapan, zona outlet, dan zona lumpur yang paling baik. Pembahasan juga dilakukan untuk membahas korelasi dari setiap faktor yang mempengaruhi proses pengendapan di zona pengendapan dan juga pembahasan terhadap simulasi bilangan Reynolds dan Froude. 2.3 Studi Kasus

Data-data yang telah dikumpulkan dan dibahas akan digunakan untuk menyelesaikan studi kasus. Studi kasus yang digunakan pada studi ini adalah unit prasedimentasi di IPAM Ngagel dan Karang Pilang. Apabila hasil analisa data A, data B, dan data C digabungkan, maka dapat diketahui desain unit prasedimentasi yang sesuai dengan hasil analisa dari studi literatur. Data D dan E digunakan untuk mengevaluasi unit prasedimentasi di IPAM Ngagel dan Karang pilang. 2.4 Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan didapatkan dari hasil pembahasan dan studi kasus. Kesimpulan merupakan jawaban dari tujuan studi literatur. Saran berisi hal-hal yang masih dapat dikerjakan dengan lebih baik dan dapat dikembangkan lebih lanjut.

3. Pembahasan

Page 5: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

5

Prasedimentasi merupakan unit dimana terjadi proses pengendapan partikel diskret. Pada dasarnya, prasedimentasi memiliki tiga bentuk, yaitu rectangular, circular, dan square. Menurut Montgomery (1985), bak berbentuk square sangat jarang digunakan. Oleh karena itu, pembahasan bak prasedimentasi hanya untuk dua bentuk, yaitu bak prasedimentasi berbentuk rectangular dan circular. 3.1 Bak Prasedimentasi Berbentuk Rectangular

Bak prasedimentasi bentuk rectangular terbagi menjadi empat zona, yaitu zona inlet, zona pengendapan, zona outlet, serta zona lumpur. Berikut ini adalah pembahasan untuk masing-masing zona tersebut. 3.1.1 Zona Inlet

Zona inlet berfungsi untuk mendistribusikan air ke seluruh area bak secara seragam, mengurangi energi kinetik air yang masuk, serta untuk memperlancar transisi dari kecepatan air yang tinggi menjadi kecepatan air yang rendah yang sesuai untuk terjadinya proses pengendapan di zona pengendapan. Rostami dkk (2011) melakukan penelitian dengan cara mengatur letak bukaan inlet dan juga mengatur jumlah bukaan inlet. Bukaan inlet (a) terletak di atas, bukaan inlet (b) terletak di tengah bak, bukaan inlet (c) terletak di bawah bak, sedangkan bukaan inlet (d) dan (e) merupakan variasi dari jumlah bukaan inlet. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, apabila digunakan hanya satu bukaan inlet, circulation zone yang terbentuk yang paling kecil adalah apabila bukaan inlet diletakkan di tengah. Apabila kasus D dan E dibandingkan, circulation zone yang terbentuk paling kecil adalah pada saat bukaan inlet lebih banyak, yaitu pada kasus E.

Hasil penelitian tersebut, memberikan kesimpulan bahwa apabila hanya digunakan satu bukaan saja, maka yang paling baik adalah dengan meletakkan bukaan inlet pada bagian tengah bak. Namun, akan lebih baik apabila bukaan pada inlet jumlahnya lebih banyak. Hasil serupa juga dihasilkan dari hasil penelitian Tamayol dkk (2008). Tamayol dkk (2008) melakukan penelitian serupa dengan memposisikan inlet pada tiga posisi, yaitu atas bak, tengah bak, dan bawah bak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peletakan bukaan inlet di tengah dapat mengurangi volume circulation zone yang dapat mempengaruhi kondisi pengendapan. Selain melakukan pengaturan pada posisi inlet, hal lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi volume circulation zone dan mengurangi energi kinetik air adalah dengan memasang baffle. Namun, perlu diketahui peletakan baffle yang tepat, sebab peletakan baffle yang salah dapat memperburuk kinerja bak. Hasil penelitian Tamayol dkk (2008) menunjukkan bahwa baffle harus diletakkan tidak jauh dari letak terjadinya circulation zone. Baffle harus diletakkan dekat dengan terjadinya circulation zone.

Apabila merujuk pada hasil penelitian Rostami dkk (2011) bahwa semakin banyak bukaan inlet dapat mengurangi volume circular zone dan hasil penelitian Tamayol dkk (2008) bahwa penempatan baffle pada posisi yang tepat dapat meningkatkan kinerja bak, maka hal ini akan berkaitan dengan hasil penelitian Kawamura (2000) tentang perforated baffle. Perforated baffle merupakan modifikasi dari baffle yang memiliki lubang-lubang pada dindingnya. Adanya lubang-lubang dengan ukuran seragam pada dinding baffle menyebabkan terjadinya perataan aliran, sehingga dapat meminimalisasi terjadinya dead zone. Sketsa perforated baffle dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Sketsa Perforated Baffle

Perforated baffle berfungsi untuk meratakan aliran, sehingga dapat meminimalisasi terjadinya

dead zone. Perataan aliran yang terjadi menyebabkan kecepatan aliran hampir merata di semua titik, sehingga kecepatan air yang terjadi seragam di semua titik pada lubang perforated baffle. Namun, perforated baffle bukan berfungsi untuk mengatur agar terpenuhinya bilangan Reynolds aliran, sebab kecepatan aliran yang seragam hanya terjadi pada lubang di perforated baffle, namun setelah air

Page 6: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

6

melalui lubang tersebut, kecepatan air akan mengikuti luas penampang basah bak yang dilalui oleh air, sehingga perforated baffle bukan berfungsi untuk mengatur bilangan Reynolds.

3.1.2 Zona Pengendapan

Proses pengendapan pada zona pengendapan pada dasarnya ditentukan oleh dua faktor, yaitu karakteristik partikel tersuspensi dan hidrolika bak. 1. Karakteristik partikel tersuspensi

Proses pengendapan yang terjadi di unit prasedimentasi merupakan pengendapan partikel diskret. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran, maupun berat pada saat mengendap. Pada saat mengendap, partikel diskret tidak terpengaruh oleh konsentrasi partikel dalam air karena partikel diskret mengendap secara individual dan tidak ada interaksi antar partikel. Contoh partikel diskret adalah silika, silt, serta lempung. Partikel diskret memiliki spesifik gravity sebesar 2,65 dengan ukuran partikel < 1 mm dan kecepatan mengendap < 100 mm/detik.

Pengendapan partikel diskret merupakan jenis pengendapan tipe I, yaitu proses pengendapan yang berlangsung tanpa adanya interaksi antar partikel. Selain pengendapan partikel diskret, contoh lain pengendapan tipe I adalah pengendapan partikel grit pada grit chamber. Contoh partikel grit adalah pasir, dengan spesifik gravity antara 1,2-2,65 dengan ukuran partikel ≤ 0,2 mm dan kecepatan pengendapan sebesar 23 mm/detik. 2. Overflow Rate dan Efisiensi Bak

Proses pengendapan partikel pada bak prasedimentasi aliran horizontal pada dasarnya seperti yang terlihat pada Gambar 2. Partikel memiliki kecepatan horizontal, vH dan kecepatan pengendapan vS.

V = Vs o

VH

L

D

Gambar 2 Pergerakan Partikel pada Bak Prasedimentasi Aliran Horizontal

Gambar 2 menunjukkan bahwa apabila overflow rate/kecepatan horizontal sebanding dengan kedalaman/panjang bak, maka

𝑣𝑜

𝑣𝐻 = 𝐷

𝐿 (4.1)

vo = 𝐷𝐿.vH (4.2)

vo = 𝐷𝐿. 𝑄𝑤𝐷

(4.3)

sehingga,

vo = 𝑄𝑤𝐿

(4.4)

Persamaan (4.4) menunjukkan bahwa overflow rate merupakan fungsi dari debit dan luas permukaan. Selain persamaan (4.1) hingga (4.4), persamaan-persamaan berikut dapat membuktikan bahwa v0 = Q /Asurface

Page 7: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

7

V

V2

V

V1

V

V0

H

H2

v0 = ℎ0

𝑡0 (4.4)

t0 = 𝑉𝑄

(4.5)

sehingga

v0 = ℎ0

𝑉/𝑄 (4.6a)

atau

v0 = ℎ0𝑄

𝑉 (4.6b)

v0 = 𝑄

𝐴𝑆 (4.7)

Apabila bak prasedimentasi didesain dengan overflow rate, vo, maka partikel yang memiliki kecepatan pengendapan vs lebih besar daripada vo akan tersisih seluruhnya. Partikel yang memiliki kecepatan pengendapan lebih kecil daripada vo akan tersisih sebagian, yaitu partikel yang berada pada kedalaman H2 (Gambar 3).

Gambar 3 Profil pada Bak Rectangular Ideal. Sumber: Reynolds dan Richards, 1996

Untuk menentukan besar penyisihan partikel dengan desain overflow rate v0 pada proses

pengendapan partikel, dapat diketahui dari hasil analisa tes kolom. Hasil tes kolom tersebut akan menentukan overflow rate serta dimensi bak, sehingga dapat diketahui waktu detensi yang tepat untuk proses pengendapan. Oleh karena itu, pada dasarnya kriteria desain tidak dapat digunakan untuk menentukan waktu detensi maupun overflow rate. Kolom yang digunakan untuk analisa memiliki beberapa kran pada rentang jarak tertentu. Kran-kran tersebut digunakan untuk mengambil sampel air pada rentang waktu tertentu yang telah ditetapkan. Sebelum tes dilakukan, terlebih dahulu diambil sampel untuk dikeringkan dan dianalisis konsentrasinya untuk diketahui konsentrasi awalnya.

Selama proses analisa dengan kolom tes tersebut, setiap rentang waktu tertentu, diambil sampel air untuk di analisis konsentrasinya. Konsentrasi tersebut akan dibandingkan dengan konsentrasi awal agar diketahui besar penyisihan partikelnya. Hal tersebut dilakukan selama rentang waktu tertentu. Untuk menentukan efisiensi penyisihan partikel pada overflow rate tertentu, fraksi yang tersisihkan terbagi menjadi dua, yaitu yang memiliki kecepatan pengendapan lebih besar daripada overflow rate dan yang lebih kecil daripada overflow rate. Partikel yang tersisih karena memiliki kecepatan pengendapan vs > v0 dapat dituliskan sebagai 1-F0. Partikel yang tersisih karena memiliki kecepatan pengendapan vs < v0 tetapi berada pada kedalaman tertentu, sehingga dapat terendapkan dapat ditulis sebagai 1

𝑉0 𝑉 𝑑𝐹𝐹0

𝑜.

3. Hidrolika Bak Aliran air dalam bak dapat diketahui dari beberapa hal, antara lain kecepatan horizontal (vh) serta

karakteristik aliran yang ditentukan oleh Bilangan Reynolds dan Froude. Karakteristik Aliran

Berdasarkan studi literatur, diketahui bahwa karakteristik aliran dapat diketahui melalui Bilangan Reynolds dan Froude.

Page 8: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

8

Bilangan Reynolds

Teori dasar dan penerapan Bilangan Reynolds pada unit prasedimentasi menunjukkan korelasi bahwa fungsi Bilangan Reynolds adalah untuk menunjukkan kondisi aliran pada unit prasedimentasi apakah laminer atau turbulen. Kondisi aliran yang laminer diharapkan terjadi di unit prasedimentasi karena keadaan aliran yang turbulen dapat menurunkan efisiensi kerja unit prasedimentasi. Oleh karena itu, sesuai dengan SNI 6774 Tahun 2008 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan Air, nilai Bilangan Reynolds harus kurang dari 2000. Pengaruh jenis aliran yang terjadi pada prasedimentasi terhadap proses pengendapan partikel dapat dilihat pada Gambar 4.

Turbulent

Laminar

Gambar 4 Pengendapan Partikel pada Aliran Laminer dan Turbulen

Sumber: Huisman, 1977 Bilangan Froude

Teori dasar bilangan Froude menunjukkan bahwa bilangan Froude terkait dengan kondisi aliran apakah, subkritis, kritis, atau superkritis. Kondisi aliran subkritis memiliki nilai bilangan Froude kurang dari satu yang menunjukkan bahwa gaya gravitasi lebih mendominasi daripada gaya inersia, sehingga kecepatan aliran cukup rendah. Penerapan pada unit prasedimentasi menunjukkan bahwa bilangan Froude dapat menunjukkan apakah terjadi aliran pendek atau tidak pada unit prasedimentasi.

Aliran pendek dapat terjadi apabila kecepatan aliran cukup besar, sehingga diharapkan kecepatan aliran pada unit prasedimentasi tidak terlalu besar atau dalam keadaan subkritis, sehingga aliran pendek sebisa mungkin dapat dihindari. Oleh karena itu, sesuai dengan SNI 6774 Tahun 2008 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan Air, nilai bilangan Froude harus lebih dari 10-

5. Unit prasedimentasi dirancang sedemikian rupa agar mampu memenuhi Bilangan Reynolds dan Froude, sehingga tercapai keadaan aliran yang sebaik mungkin untuk mendukung proses pengendapan. Overflow rate

Overflow rate menentukan proses pengendapan yang terjadi pada zona pengendapan. Overflow rate memiliki keterkaitan dengan kecepatan horizontal serta Bilangan Reynolds dan Froude dalam merancang zona pengendapan. Hubungan antara overflow rate, kecepatan horizontal, serta Bilangan Reynolds dan Froude dapat dilihat pada tabel simulasi (Lampiran B). Tahapan-tahapan perhitungan untuk tabel simulasi tersebut adalah sebagai berikut. A. Menentukan hubungan antara W, L, dan H untuk Nre = 1 dan Nre = 2000 1. Overflow rate (vo) ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kriteria desain. Menurut Schulz dan

Okun (1984), overflow rate (vo) adalah sebesar 20-80 m/hari. 2. Setelah ditetapkan nilai overflow rate dan debit air yang akan diolah dengan unit tersebut, maka

dapat dihitung luas permukaan unit prasedimentasi dengan menggunakan rumus berikut. vo = 𝑄

𝐴𝑠 (4.8)

dimana: v0 = overflow rate (m/detik) Q = debit air (m3/detik) As = luas permukaan (m2) Pada simulasi ini, nilai overflow rate dan debit divariasikan dengan overflow rate 20, 40, 60, dan 80 m/hari dan debit 50 liter/detik hingga 250 liter/detik.

Page 9: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

9

3. Langkah berikutnya adalah melakukan simulasi untuk menentukan luas penampang Ac. Penentuan luas penampang dilakukan dengan menggunakan Nre sebagai acuan. Berdasarkan kriteria desain, Nre < 2000.

4. Kedalaman bak ditetapkan lebih dahulu, yaitu dalam rentang 1,5 hingga 3 m. Dengan acuan Nre dan kedalaman bak, dilakukan simulasi untuk menentukan nilai Nfr. a. Menghitung lebar bak dengan acuan Bilangan Reynolds dan kedalaman bak.

Nre = 𝑣ℎ𝑅𝜐

= 𝑄

𝐴𝑐𝑅

𝜐

= 𝑄

𝑊𝐻

𝑊𝐻

𝑊+2𝐻

𝜐

= 𝑄

𝑊+2𝐻

𝜐

Nre.υ = 𝑄

𝑊+2𝐻

W+2H = 𝑄

𝑁𝑟𝑒 𝜐

W = 𝑄

𝑁𝑟𝑒 𝜐 – 2H

dimana: Ac = luas penampang (m2) Nre = bilangan Reynolds vh = kecepatan horizontal (m/detik) R = jari-jari hidrolis (m) W = lebar bak (m) H = kedalaman bak (m) υ = viskositas kinematis (m2/detik)

b. Menghitung kecepatan horizontal (vh)

Vh = 𝑄

𝑊.𝐻 (4.9)

dimana: vh = kecepatan horizontal (m/detik) Q = debit air (m3/detik) W = lebar bak (m) H = kedalaman bak (m)

c. Menghitung nilai jari-jari hidrolis, R

R = 𝐴𝑃 = 𝑊.𝐻

𝑊+2𝐻 (4.10)

dimana: R = jari-jari hidrolis (m) A = luas basah (m2) P = keliling basah (m) W = lebar bak (m) H = kedalaman bak (m)

d. Menghitung nilai Nfr

Nfr = 𝑣ℎ

2

𝑔𝑅 (4.11)

Page 10: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

10

dimana: Nfr = bilangan Froude vh = kecepatan horizontal (m/detik) R = jari-jari hidrolis (m) g = percepatan gravitasi (m/detik2)

e. Menghitung panjang bak L = 𝐴𝑠

𝑊 (4.12)

dimana: AS = luas permukaan (m2) L = panjang bak (m) W = lebar bak (m)

Hasil simulasi dapat dituliskan sebagai berikut. Nre = 1 1. Q = 0,05 m3/detik Vo = 20 – 80 m/hari A = 54 m2 – 66,46 m2 H = 1,5 m – 3 m W = 59560 m – 59564 m L = 0,00091 m – 0,0012 m Nfr = 2,66 x 10-15 – 2,13 x 10-14

2. Q = 0,1 m3/detik Vo = 20 – 80 m/hari A = 108 m2 – 132,92 m2 H = 1,5 m – 3 m W = 119126 m – 119130 m L = 0,00091 m – 0,0012 m Nfr = 2,66 x 10-15 – 2,13 x 10-14

3. Q = 0,25 m3/detik Vo = 20 – 80 m/hari A = 270 m2 – 333 m2 H = 1,5 m – 3 m W = 297829 m – 297826 m L = 0,00091 m – 0,0012 m Nfr = 2,66 x 10-15 – 2,13 x 10-14

Nre = 2000 1. Q = 0,05 m3/detik Vo = 20 – 80 m/hari A = 54 m2 – 66,46 m2 H = 1,5 m – 3 m W = 24 m – 27 m L = 2 m – 2,8 m Nfr = 1,2 x 10-4 – 2,1 x 10-8

2. Q = 0,1 m3/detik Vo = 20 – 80 m/hari A = 108 m2 – 132,92 m2 H = 1,5 m – 3 m W = 54 m – 57 m L = 1,9 m – 2,5 m Nfr = 9,9 x 10-8 – 1,5 x 10-5

3. Q = 0,25 m3/detik Vo = 20 – 80 m/hari

Page 11: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

11

A = 270 m2 – 333 m2 H = 1,5 m – 3 m W = 143 m – 146 m L = 1,85 m – 2,4 m Nfr = 1,2 x 10-8 – 9,04 x 10-8

Hasil simulasi menunjukkan bahwa Nre = 1 tidak bisa digunakan sebagai acuan, sebab akan menghasilkan lebar yang sangat besar dan tidak sebanding dengan panjang bak. Apabila Nre digunakan sebagai acuan, maka pada saat Nre memenuhi syarat untuk terjadinya aliran laminer (Nre < 2000) bilangan Froude tidak akan dapat terpenuhi. Jika Nre memenuhi syarat, maka bentuk unit prasedimentasi dapat dilihat pada Gambar 5.

INLET

ZONA

PENGENDAPAN

W

L

Gambar 5 Sketsa Gambar Prasedimentasi dengan Nre Sebagai Acuan

B. Menentukan hubungan antara W, L, dan H untuk Nfr > 10-5 1. Overflow rate (vo) ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kriteria desain. Menurut Schulz dan

Okun (1984), overflow rate (vo) adalah sebesar 20-80 m/hari. 2. Setelah ditetapkan nilai overflow rate dan debit air yang akan diolah dengan unit tersebut, maka

dapat dihitung luas permukaan unit prasedimentasi dengan menggunakan rumus berikut.

Vo = 𝑄𝐴𝑠

dimana: v0 = overflow rate (m/detik) Q = debit air (m3/detik) As = luas permukaan (m2) Pada simulasi ini, nilai overflow rate dan debit divariasikan dengan overflow rate 20, 40, 60, dan 80 m/hari dan debit 50 liter/detik hingga 250 liter/detik.

3. Langkah berikutnya adalah melakukan simulasi untuk menentukan luas penampang Ac. Penentuan luas penampang dilakukan dengan menggunakan Nfr > 10-5. Karena Nfr merupakan kombinasi persamaan yang kompleks, sehingga yang ditetapkan adalah nilai vh agar Nfr > 10-5.

4. Kedalaman bak ditetapkan lebih dahulu, yaitu dalam rentang 1,5 hingga 3 m. Dengan acuan Nfr dan kedalaman bak, dilakukan simulasi untuk menentukan nilai Nfr. a. Menghitung lebar bak dengan acuan vh dan kedalaman bak.

Vh = 𝑄𝐴𝑐

Ac = 𝑄𝑣ℎ

W = 𝑄

𝐻𝑣ℎ

dimana: Ac = luas penampang (m2) Q = debit air (m3/detik) vh = kecepatan horizontal (m/detik)

Page 12: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

12

R = jari-jari hidrolis (m) W = lebar bak (m) H = kedalaman bak (m)

b. Menghitung nilai jari-jari hidrolis, R

R = 𝐴𝑃 = 𝑊.𝐻

𝑊+2𝐻

dimana: R = jari-jari hidrolis (m) A = luas basah (m2) P = keliling basah (m) W = lebar bak (m) H = kedalaman bak (m)

c. Mengecek nilai Nre

Nre = 𝑣ℎ𝑅𝜐

(4.13)

dimana: Nre = bilangan Reynolds vh = kecepatan horizontal (m/detik) R = jari-jari hidrolis (m) v` = viskositas kinematis (m2/detik)

Tabel serta grafik hasil simulasi dapat dilihat pada Lampiran B (Tabel B.37- B.54 dan Gambar B.25-B.36). Hasil simulasi dapat dituliskan sebagai berikut. Nfr > 10-5

1. Q = 0,05 m3/detik Vo = 20 – 80 m/hari A = 54 m2 – 66,46 m2 H = 1,5 m – 3 m W = 0,62 m – 3,3 m L = 16,2 m – 108 m Nre = 9000 – 11112

2. Q = 0,1 m3/detik Vo = 20 – 80 m/hari A = 108 m2 – 132,92 m2 H = 1,5 m – 3 m W = 1,2 m – 6,7 m L = 16,2 m – 108 m Nre = 12324 – 16467

3. Q = 0,25 m3/detik Vo = 20 – 80 m/hari A = 270 m2 – 333 m2 H = 1,5 m – 3 m W = 3,2 m – 16,7 m L = 16,2 m – 104 m Nre = 15144 - 33119

Hasil simulasi menunjukkan bahwa pada saat Nfr memenuhi syarat (Nfr > 10-5) Bilangan

Reynolds tidak akan dapat terpenuhi. Jika Nfr yang menjadi acuan, maka bentuk unit prasedimentasi dapat dilihat pada Gambar 6.

Page 13: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

13

Gambar 6 Sketsa Gambar Prasedimentasi dengan Nfr Sebagai Acuan

Hal ini dikarenakan kedua bilangan tersebut sebanding, yaitu sama-sama mengalami kenaikan

atau penurunan, sedangkan Nre < 2000 dan Nfr > 10-5, sehingga keduanya tidak bisa terpenuhi secara bersamaan. Oleh karena itu, harus ditetapkan suatu acuan yang harus dipenuhi. Grafik menunjukkan bahwa untuk debit dan luas penampang yang sama, jika Bilangan Reynolds yang diutamakan, maka W > L, sedangkan jika Bilangan Froude yang diutamakan, maka L > W. Dari Gambar 2, 5, dan 6, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Bilangan Froude harus diutamakan, sebab pada proses pengendapan yang penting adalah kecepatan horizontal dan overflow rate, sehingga diusahakan jarak tempuh horizontal cukup panjang agar partikel yang mengendap dapat lebih banyak dan unit prasedimentasi dapat bekerja dengan efisiensi lebih baik.

C. Menentukan hubungan W/H terhadap Nfr dan Nre

Langkah-langkah simulasi untuk menentukan hubungan W/H terhadap Nfr dan Nre adalah sebagai berikut. 1. Overflow rate (vo) ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kriteria desain. Menurut Schulz dan

Okun (1984), overflow rate (vo) adalah sebesar 20-80 m/hari. 2. Setelah ditetapkan nilai overflow rate dan debit air yang akan diolah dengan unit tersebut, maka

dapat dihitung luas permukaan unit prasedimentasi dengan menggunakan rumus berikut.

vo = 𝑄𝐴𝑠

dimana: v0 = overflow rate (m/detik) Q = debit air (m3/detik) As = luas permukaan (m2) Pada simulasi ini, nilai overflow rate dan debit divariasikan dengan overflow rate 20 dan 80 m/hari dan debit 50 liter/detik hingga 250 liter/detik.

3. Langkah berikutnya adalah menentukan kedalaman bak dan variasi W/H. Jika H dan W/H sudah diketahui, maka dapat ditentukan W bak.

4. Lalu dihitung kecepatan horizontal (vh) dan R.

vh = 𝑄𝐴𝑐

vh = 𝑄

𝑊.𝐻

R = 𝐴𝑃 = 𝑊.𝐻

𝑊+2𝐻

dimana: Ac = luas penampang (m2) Q = debit air (m3/detik) vh = kecepatan horizontal (m/detik)

ZONA

PENGENDAPAN

INLET

W

L

Page 14: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

14

R = jari-jari hidrolis (m) W = lebar bak (m) H = kedalaman bak (m)

5. Mengecek Nfr dan Nre

Nfr = 𝑣ℎ

2

𝑔𝑅

Nre = 𝑣ℎ𝑅𝜐

dimana: Nfr = bilangan Froude Nre = bilangan Reynolds vh = kecepatan horizontal (m/detik) R = jari-jari hidrolis (m) g = percepatan gravitasi (m/detik2) v` = viskositas kinematis (m2/detik)

Hasil simulasi menunjukkan bahwa untuk H yang sama, semakin besar rasio W/H, maka nilai Nfr akan semakin kecil, begitu juga dengan nilai Nre, sedangkan untuk rasio W/H yang sama, semakin dalam bak, Nfr akan semakin kecil, begitu juga dengan Nre. Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, yaitu nilai Nfr digunakan sebagai acuan dalam mendesain unit prasedimentasi, maka simulasi ini dilakukan untuk menentukan rasio W/H dan L/W agar Nfr > 10-5 dengan nilai Nre yang sekecil mungkin. Berdasarkan simulasi sesuai dengan tahapan di atas maka hasil simulasi adalah sebagai berikut. 1. Q = 0,05 m3/detik

Vo = 20 - 80 m/hari H = 1,5 m

W/H ≤ 2,45 L/W ≥ 4 Nre ≥ 8923 H = 2 m

W/H ≤ 1,35 L/W ≥ 7,4 Nre ≥ 8890

H = 2,5 m

W/H ≤ 0,9 L/W ≥ 10,7 Nre ≥ 8216 H = 3 m

W/H ≤ 0,65 L/W ≥ 14,2 Nre ≥ 7492

Untuk debit air sebesar 0,05 m3/detik dan Nfr > 10-5, maka Nre paling kecil yang mungkin dicapai adalah 7492 dengan kedalaman sebesar 3 m dengan W/H ≤ 0,65 dan L/W ≥ 14,2.

2. Q = 0,1 m3/detik Vo = 20 - 80 m/hari H = 1,5 m

W/H ≤ 4,4 L/W ≥ 2,5 Nre ≥ 12409 H = 2 m

W/H ≤ 2,4

Page 15: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

15

L/W ≥ 4,7 Nre ≥ 13538 H = 2,5 m

W/H ≤ 1,5 L/W ≥ 7,7 Nre ≥ 13615 H = 3 m

W/H ≤ 1,05 L/W ≥ 11 Nre ≥ 13020 Untuk debit air sebesar 0,1 m3/detik dan Nfr > 10-5, maka Nre paling kecil yang mungkin dicapai adalah 12409 dengan kedalaman 1,5 m dengan W/H ≤ 4,4 dan L/W ≥ 2,5.

3. Q = 0,25 m3/detik Vo = 20 - 80 m/hari H = 1,5 m

W/H ≤ 8 L/W ≥ 1,9 Nre ≥ 19855 H = 2 m

W/H ≤ 5 L/W ≥ 2,7 Nre ≥ 21274 H = 2,5 m

W/H ≤ 3 L/W ≥ 5 Nre ≥ 23827 H = 3 m

W/H ≤ 2 L/W ≥ 7,5 Nre ≥ 24819 Untuk debit air sebesar 0,1 m3/detik dan Nfr > 10-5, maka Nre paling kecil yang mungkin dicapai adalah 19855 dengan kedalaman 1,5 m dengan W/H ≤ 8 dan L/W ≥ 1,8.

3.1.3 Zona Outlet

Desain outlet biasanya terdiri dari pelimpah yang dirancang sedemikian rupa untuk mengurangi terjadinya aliran pendek. Weir loading rate adalah beban pelimpah (dalam hal ini debit air) yang harus ditanggung per satuan waktu dan panjangnya. Berikut ini adalah beberapa kriteria desain untuk weir loading rate dari berbagai sumber (Tabel 1).

Tabel 1 Beragam Weir Loading Rate dari Beragam Sumber Weir Loading Rate

(m3/hari.m) Sumber Keterangan

186 Katz, 1962

249,6 Katz, 1962 Pada daerah yang terpengaruh density current

264 Kawamura, 2000 125-500 Droste, 1997

172,8-259,2 Huisman, 1977 Berdasarkan sejumlah kriteria desain pada beragam sumber mengenai weir loading rate di atas,

dapat dilihat bahwa jika pada bak terjadi density current, weir loading rate diharapkan tidak terlalu besar karena dapat menyebabkan terjadinya penggerusan pada partikel yang mengendap di sekitar outlet, sehingga diharapkan weir loading rate dapat sekecil mungkin.

Page 16: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

16

Pada dasarnya satu pelimpah sudah cukup, namun jika hanya ada satu pelimpah, maka weir loading rate akan menjadi besar. Hal tersebut dapat mengganggu proses pengendapan, sebab terjadi aliran ke atas menuju pelimpah dengan kecepatan cukup besar yang menyebabkan partikel yang bergerak ke bawah untuk mengendap terganggu. Terdapat beberapa alternatif untuk mendesain pelimpah agar luas yang dibutuhkan untuk zona outlet tidak terlalu besar dan beban pelimpah juga tidak terlalu besar, antara lain dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Beragam Susunan Pelimpah pada Outlet

Sumber: Qasim, 1985

Pemilihan desain outlet sangat tergantung pada lebar bak, debit air yang dialirkan serta weir loading rate, sehingga pada saat menetapkan bentuk outlet, ketiga hal tersebut harus dipertimbangkan. Jenis pelimpah yang umumnya digunakan adalah bentuk rectangular dan v-notch, namun v-notch lebih banyak digunakan karena memiliki kemampuan self cleansing dan dapat meminimalisasi pengaruh angin. Contoh gambar v-notch dapat dilihat pada Gambar 8 berikut.

90o

10 cm

5 cm

4 cm

5 cm 15 cm

Gambar 8 Contoh v-notch Sumber: Fair dkk., 1981

Selain menggunakan pelimpah, outlet unit prasedimentasi dapat menggunakan perforated baffle

karena pada dasarnya outlet berfungsi untuk mengalirkan air yang telah terpisah dari suspended solid tanpa mengganggu partikel yang telah terendapkan di zona lumpur, sehingga perforated baffle dapat digunakan, hanya saja bukaan diletakkan 30-90 cm dari permukaan, dan tidak diletakkan terlalu di bawah, sebab apabila bukaan diletakkan terlalu bawah, partikel yang telah terndapakan dapat ikut terbawa ke outlet.

3.1.4 Zona Lumpur

Zona lumpur merupakan zona dimana partikel-partikel diskret yang telah mengendap berada. Zona ini memiliki kemiringan tertentu menuju ke hopper yang terletak di bagian bawah inlet. Menurut Qasim (1985), kemiringan dasar bak rectangular adalah sebesar 1-2%. Zona lumpur

Page 17: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

17

didesain memiliki kemiringan tertentu agar mempermudah pada saat pembersihan lumpur. Kemiringan yang cukup terutama untuk pembersihan yang dilakukan secara manual, sebab pembersihan secara manual biasanya dilakukan dengan cara menggelontorkan air agar lumpur terbawa oleh air. Hopper terletak di bagian bawah inlet, sebab sebagian besar partikel besar mengendap di ujung inlet. Selain itu, apabila hopper diletakkan di bawah zona outlet, dikhawatirkan partikel yang telah terendapkan dapat tergerus karena adanya pergerakan air menuju pelimpah. Gambar 9 menunjukkan hopper pada bak prasedimentasi bentuk rectangular.

HOPPER

Gambar 9 Hopper pada Bak Prasedimentasi Bentuk Rectangular

Selain diletakkan dekat dengan inlet, hopper juga dapat diletakkan secara dan juga dapat

diletakkan di tengah bak seperti pada Gambar 10 berikut.

Gambar 10 Zona Lumpur pada Tengah Bak

Sumber: Fair dkk., 1981

Pembersihan lumpur juga dapat dilakukan dengan cara automatis dengan beberapa macam scraper. Pada dasarnya, untuk bak rectangular terdapat dua jenis peralatan pembersih lumpur, yaitu tipe chain-and-flight dan travelling bridge dan memiliki scraper untuk mendorong lumpur masuk ke hopper. 1. Tipe Chain and Flight merupakan tipe pembersih lumpur dengan kecepatan perpindahan yang

tidak lebih dari 1 cm/detik. Dasar bak dirancang memiliki kemiringan sebesar 1%. Gambar 11 menunjukkan pembersih lumpur tipe chain and flight.

(a)

Page 18: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

18

(b)

Gambar 11 (a) Sketsa Peralatan Pembersih Lumpur Tipe Chain and Flight, (b Peralatan Pembersih Lumpur Tipe Chain and Flight 3 Dimensi

Sumber: (a) Huisman, 1977 dan (b) Finnchain Oy

Gambar 12 Sketsa Peralatan Pembersih Lumpur Tipe Travelling Bridge Sumber: Huisman, 1977

3.2 Bak Prasedimentasi Berbentuk Circular

Pada dasarnya, bak prasedimentasi berbentuk circular terdiri dari dua jenis, yaitu peripheral feed dan center feed. Bak circular tipe peripheral feed memiliki inlet yang terletak di sekeliling bak, (sedangkan tipe center feed memiliki inlet yang terletak di tengah bak. Gambar 13 menunjukkan bak prasedimentasi tipe pheripheral feed dan center feed.

(a) (b)

Gambar 13 Bak Prasedimentasi Bentuk Circular (a) Tipe Center Feed (b) Tipe Peripheral Feed

Bak prasedimentasi bentuk circular terbagi menjadi empat zona, yaitu zona inlet, zona

pengendapan, zona outlet, serta zona lumpur. Berikut ini adalah pembahasan untuk masing-masing zona tersebut. 3.2.1 Zona Pengendapan

Pemilihan inlet maupun outlet untuk bak circular sangat tergantung pada kondisi zona pengendapan, sehingga zona pengendapan yang menentukan penempatan zona inlet maupun zona outlet. Oleh karena itu, perlu ditentukan lebih dahulu kondisi zona pengendapan yang efisien. Faktor-

Page 19: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

19

faktor yang mempengaruhi proses pengendapan pada bak circular sama dengan pada bak rectangular, hanya saja nilai Bilangan Reynolds dan Froude berubah sepanjang perubahan diameter. Hasil simulasi menunjukkan bahwa Nre dan Nfr akan cukup tinggi di tengah bak, dan akan semakin mengecil saat mendekati pinggir bak, sehingga kedua bilangan tersebut tidak akan dapat dipenuhi secara bersamaan. Penentuan acuan akan berpengaruh pada letak inlet dan outlet.

Jika unit prasedimentasi berupa center feed, maka pada saat air masuk, keadaan aliran akan cukup turbulen, mendekati outlet bak, aliran akan menjadi semakin laminer, sebaliknya jika unit prasedimentasi berupa peripheral feed, maka pada saat air masuk, keadaan air akan laminer, semakin mendekati outlet akan semakin turbulen. Letak outlet akan sangat mempengaruhi pemilihan acuan, seperti diketahui bahwa di dekat pelimpah, akan terjadi pergerakan air ke atas yang dapat menghambat partikel untuk mengendap, sehingga keadaan air yang turbulen juga akan menghambat partikel untuk mengendap. Apabila kondisi turbulen terjadi pada saat air masuk, partikel-partikel besar yang dapat mengendap dengan cepat akan mengalami hambatan untuk mengendap, tapi seiring dengan perubahan kondisi aliran, partikel-partikel tersebut dapat mengendap.

Sebaliknya, jika kondisi turbulen terletak di dekat outlet, partikel-partikel yang sudah mengendap dapat tergerus kembali akibat kondisi aliran tersebut dan juga terdapat aliran air ke atas menuju pelimpah. Oleh karena itu, bak prasedimentasi tipe center feed merupakan tipe yang paling baik untuk bak prasedimentasi bentuk circular.

3.2.2 Zona Inlet

Berdasarkan hasil pembahasan zona pengendapan, maka inlet yang paling tepat adalah terletak di tengah atau tipe center feed. Inlet bak tersebut dapat beragam, misalnya air dibiarkan melimpah melalui inlet di tengah bak atau dinding inlet dirancang berlubang-lubang, sehingga air akan mengalir melewati lubang-lubang tersebut. Selain itu, pada inlet juga dapat dipasang baffle. Baffle tersebut berfungsi untuk mereduksi energi kinetik air yang keluar melalui inlet.

3.2.3 Zona Outlet

Berdasarkan hasil pembahasan zona pengendapan, maka outlet yang paling tepat bagi bak presedimentasi bentuk circular terletak di sekeliling bak. Di sekeliling bak dipasang pelimpah, sehingga air yang telah melalui bak prasedimentasi akan melimpah melalui pelimpah tersebut. Pelimpah dapat berupa v-notch atau rectangular weir.

3.2.4 Zona Lumpur

Scraper yang digunakan untuk bentuk circular adalah tipe radial atau tipe diametral. Scraper tersebut bergerak pada sekeliling bak untuk mendorong lumpur agar masuk ke hopper yang terletak di tengah bak. Berbeda dengan prasedimentasi bentuk rectangular, bentuk circular memiliki hopper yang terletak di tengah bak, sebab pengendapan partikel yang terjadi pada bak circular ini terjadi di segala arah, sehingga untuk mempermudah pembersihan lumpur, hopper diletakkan di tengah bak. Gambar 14 menunjukkan hopper pada bak prasedimentasi bentuk circular.

HOPPER

Gambar 14 Hopper pada Bak Prasedimentasi Bentuk Circular Gambar 15 menunjukkan alat pembersih lumpur pada bak berbentuk circular.

Page 20: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

20

Gambar 15 Mekanisme Pembersihan Lumpur dengan Scraper pada Bak Circular

4. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari studi literatur desain unit prasedimentasi ini adalah sebagai berikut. 1. Acuan untuk mendesain bak prasedimentasi bentuk rectangular adalah Bilangan Froude,

sedangkan acuan untuk mendesain bak prasedimentasi bentuk circular dengan tipe center feed adalah Bilangan Reynolds.

2. Semakin besar rasio lebar dan kedalaman, maka nilai Bilangan Froude dan Bilangan Reynolds akan semakin kecil.

3. a. Q = 0,05 m3/detik vo = 20 – 80 m/hari Nfr > 10-5

Nre terkecil didapatkan apabila: H = 3 m W/H ≤ 0,65 L/W ≥ 14,2 Nre ≥ 7492

b. Q = 0,1 m3/detik vo = 20 – 80 m/hari Nfr > 10-5

Nre terkecil didapatkan apabila: H = 1,5 m

W/H ≤ 4,4 L/W ≥ 2,5 Nre ≥ 12409 c. Q = 0,25 m3/detik vo = 20 – 80 m/hari Nfr > 10-5

Nre terkecil didapatkan apabila: H = 1,5 m

W/H ≤ 8 L/W ≥ 1,9 Nre ≥ 19855

4. Bentuk Rectangular Desain inlet yang tepat untuk unit prasedimentasi adalah dengan menggunakan perforated baffle

sebab dapat memperkecil area dead zone. Desain outlet yang tepat untuk unit prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang

berupa v-notch dengan beban pelimpah yang sekecil mungkin untuk menghindari tergerusnya

Page 21: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

21

partikel-partikel yang telah mengendap dan juga dapat berupa perforated baffle dengan lubang diletakkan 30-90 cm dari permukaan dan tidak diletakkan terlalu dekat dengan dasar bak. Desain zona lumpur yang tepat untuk unit prasedimentasi bentuk rectangular adalah dengan adanya kemiringan pada dasar bak menuju hopper. Hopper dapat diletakkan di dekat zona inlet maupun di tengah bak. Bentuk Circular

Inlet yang tepat untuk unit prasedimentasi bentuk circular adalah terletak pada tengah bak (tipe center-feed).

Desain outlet yang tepat untuk unit prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch dengan beban pelimpah yang sekecil mungkin untuk menghindari tergerusnya partikel-partikel yang telah mengendap dan terletak pada sekeliling bak. Desain zona lumpur yang tepat untuk unit prasedimentasi bentuk circular adalah dengan adanya kemiringan pada dasar bak menuju hopper. Hopper terletak di tengah bak.

5. Daftar Pustaka

Al – Layla, M.A., Ahmad, S., dan Middlebrooks, E. J. 1978. Water Supply Engineering Design. Michigan: Ann Arbor Science. Anonim. 2008. SNI 6774 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi

Pengolahan Air. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. APHA, AWWA, dan WEF. 1998. Standard Methods for The Examination of Water and

Wastewater 20th

Edition. Washington: American Public Health Association. ASCE, AWWA, dan CSSE. 1969. Water Treatment Plant Design. United States of America: AWWA Inc. Chanson, H. 2004. Environmental Hydraulics of Open Channel Flows. London: Elsevier Butterworth-Heinemann. Chow. 1959. Open-Channel Hydraulics. Singapura: McGraw-Hill International Editions. Corbitt, R.A. 1998. Standard Handbook of Environmental Engineering. United States of America: McGraw-Hill Handbooks. Degremont. 1991. Water Treatment Handbook Volume 2. Perancis: Lavoisier Publishing. Droste, R.L. 1997. Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment. New York: John Wiley dan Sons, Inc. Fair, G.M., Geyer, J.C., dan Okun D.A. 1981. Water and Wastewater Engineering Volume 2.

New York: John Wiley dan Sons, Inc.

Gregory, R., Zabel, T., dan Edzwald, J. 1999. Sedimentation and Flotation in Letterman, Raymond D. (Ed). Water Quality and Treatment. United States of America: McGraw-Hill, Inc. Hendricks, D. 2006. Water Treatment Unit Processes Physical and Chemical. London: Taylor dan Francis Group. Huisman, L. 1977. Sedimentation and Flotation, Mechanical Filtration. DELFT University of Technology. Kawamura, S. 2000. Integrated Design and Operation of Water Treatment Facilities. Kanada: John Wiley dan Sons, Inc. Kodoatie, R.J. 2009. Hidrolika Terapan, Aliran pada Saluran Terbuka dan Pipa. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Logsdon, G.S, Hess, A., dan Horsley, M. 1999. Guide to Selection of Water Treatment

Processes in Letterman, Raymond D. (Ed). Water Quality and Treatment. United States of America: McGraw-Hill, Inc.

Page 22: STUDI LITERATUR DESAIN UNIT PRASEDIMENTASI …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-19535-3308100060-Paper.pdf · prasedimentasi adalah dengan menggunakan pelimpah yang berupa v-notch

22

Lopez, P.R., Lavin, A.G., Lopez, M.M., dan Heras, J.L. 2008. “Flow Models for Rectangular Sedimentation Tanks”. Chemical Engineering and Processing: Process Intensification 47, 9-10: 1705-1716. Montgomery, J.M. 1985. Water Treatment Principles and Design. Canada: John Wiley dan Sons, Inc. Qasim, S.R. 1985. Wastewater Treatment Plants, Planning DAesign, and Operation. United States of America: CBS College Publishing. Qasim, S.R., Motley, E.M., dan Zhu, G. 2000. Water Works Engineering, Planning, Design,

and Operation. United States of America: Prentice Hall PTR. Reynolds, T.D. dan Richards, P.A. 1996. Unit Operations and Processes in Environmental

Engineering. United States of America: PWS Publishing Company. Rostami, F., Shahrokhi M., Said M.A.M., Abdullah, dan Syafalni. 2011. “Numerical Modeling on Inlet Aperture Effects on Flow Pattern in Primary Settling Tanks”. Applied Mathematical

Modelling 35, 6: 3012–3020. Schulz, C.R. dan Okun, D.A. 1984. Surface Water Treatment for Communities in Developing

Countries. Canada: John Wiley dan Sons, Inc. Shahrokhi, M., Rostami, F., Said, M.A.M., Yazdi, S.R.S., dan Syafalni. 2011. “The effect of number of baffles on the improvement efficiency of primary sedimentation tanks”. Applied

Mathematical Modeling, In Press, Corrected Proof. 1-11. Sincero, A.P. dan Sincero, G.A. 1996. Environmental Engineering, A design Approach. New Jersey: Prentice Hall. Stevenson, D.G. 1998. Water Treatment Unit Processes. London: Imperial College. Subramanya, K. 1986. Flow in Open Channels. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. Tamayol, A., Firoozabadi, B., dan Ahmadi, G. 2008. "Effects of Inlet Position and Baffle Configuration on Hydraulic Performance of Primary Settling Tanks". Journal of Hydraulic

Engineering 134, 7: 1004-1009. Tchobanoglous. G. dan Schroeder, E.D. 1985. Water Quality. Kanada: Addison-WesleyPublishing Company. Triatmodjo, Bambang. 1995. Hidraulika I. Yogyakarta: Beta Offset. Visvanathan, C. 2004. Pshyco-Chemical Processes. Thailand: Bauhaus-Universitat Weimar WEF dan ASCE. 1998. Design of Municipal Wastewater Tratement Plants. Alexandria: WEF dan ASCE