bab iv benar -...

23
60 BAB IV ANALISA PERILAKU JUAL BELI BUAH-BUAHAN DI PASAR JOHAR SEMARANG Bab ini merupakan puncak pembahasan dari penulis. Penulis akan menganalisa perilaku pedagang buah-buahan mengenai ketepatan timbangan di Pasar Johar Induk Semarang, ditinjau dari hukum Islam atau syari'at Islam. Dalam bab III, penulis sudah memaparkan data-data yang memberi gambaran yang cukup jelas bagaimanakah perilaku para pedagang buah-buahan mengenai ketepatan timbangan di Pasar Johar Semarang, yang sekaligus merupakan jawaban dari pertanyaan (permasalahan) yang ada di bab satu poin satu tentang "Bagaimanakah perilaku pedagang buah-buahan di Pasar Johar berkaitan dengan ketepatan timbangan." Baiklah, berikut ini akan penulis analisis data-data perilaku pedagang buah-buahan mengenai ketetapan timbangan di Pasar Johar Semarang (yang ada dalam bab III). Berikut analisis satu persatu secara rinci tentang kasus tersebut: A. Analisa Perilaku Para Pedagang Buah-Buahan Mengenai Ketepatan Timbangan Jual beli merupakan salah satu bentuk kemudahan bagi manusia untuk memenuhi segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan hidupnya sebagai makhluk individu sosial. Seiring dengan perjalanan kehidupan manusia, tergulirnya waktu dan akibat dari kemajuan dan berkembangnya

Upload: buidung

Post on 28-Aug-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

60

BAB IV

ANALISA PERILAKU JUAL BELI BUAH-BUAHAN

DI PASAR JOHAR SEMARANG

Bab ini merupakan puncak pembahasan dari penulis. Penulis akan

menganalisa perilaku pedagang buah-buahan mengenai ketepatan timbangan di

Pasar Johar Induk Semarang, ditinjau dari hukum Islam atau syari'at Islam.

Dalam bab III, penulis sudah memaparkan data-data yang memberi

gambaran yang cukup jelas bagaimanakah perilaku para pedagang buah-buahan

mengenai ketepatan timbangan di Pasar Johar Semarang, yang sekaligus

merupakan jawaban dari pertanyaan (permasalahan) yang ada di bab satu poin

satu tentang "Bagaimanakah perilaku pedagang buah-buahan di Pasar Johar

berkaitan dengan ketepatan timbangan."

Baiklah, berikut ini akan penulis analisis data-data perilaku pedagang

buah-buahan mengenai ketetapan timbangan di Pasar Johar Semarang (yang ada

dalam bab III). Berikut analisis satu persatu secara rinci tentang kasus tersebut:

A. Analisa Perilaku Para Pedagang Buah-Buahan Mengenai Ketepatan

Timbangan

Jual beli merupakan salah satu bentuk kemudahan bagi manusia untuk

memenuhi segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan hidupnya

sebagai makhluk individu sosial. Seiring dengan perjalanan kehidupan

manusia, tergulirnya waktu dan akibat dari kemajuan dan berkembangnya

61

zaman dalam hal perdagangan (jual beli). Hukum Islam menghalalkan jual

beli dan mengharamkan riba / seluruh macam penipuan dalam hal berjual beli.

Seperti yang terjadi di Pasar Johar Semarang, para pedagang banyak

yang mengurangi timbangan dalam berjual beli buah-buahan. Perilaku

pedagang buah-buahan mengenai kecurangan dalam timbangan ini sudah lama

terjadi dan sering dijumpai perilaku pedagang semacam itu yang telah

meresahkan para pembeli. Pembeli pun tidak berani untuk menegur pedagang

mengenai timbangan yang dipakai dalam berjual beli.

Allah telah menjelaskan dan menerangkan bahwa berjual beli

hendaklah melakukan penyempurnaan takaran dan timbangan. Sebagaimana

pada ayat-ayat di bawah ini akan terlihat bagaimana al-Qur’an menegaskan

keharusan penegakan kesempurnaan ukuran dan timbangan. Sebagaimana

firman-Nya:

... ماءهيأش اسوا النسخبال تان والميزل وفوا الكيفأو كمبر ة مننيب كماءتج قد ) 58: االعراف ... (ط وال تفسدوا في األرض بعد إصالحها

“…Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangi bagi manusia barang-barang takaran dan timbangan, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan

memperbaikinya….” (QS. Al A’raf: 85)1

الناس أشياءهم وال تعثوا في أوفوا المكيال والميزان بالقسط وال تبخسوا ... فسدينض م85: هود (األر(

1 Departemen Agama RI. Jakarta, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang : PT. Karya

Toha Putra, 1996, hlm. 235.

62

“… Cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.”

(QS. Huud: 85)2

وأوفوا الكيل إذا كلتم وزنوا بالقسطاس المستقيم ذلك خير وأحسن تأويال )35: االسراء (

“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar, itulah yang lebih baik akibatnya.” (QS. Al

Isra’: 35)3

سرينخالم ـوا منكونال تل وفـوا الكـيقيم . أوتسطاس الموا بالقسزنو )182-181: الشعراء (

“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus.” (QS.

Asy Syu’araa: 181-182)4

Paparan ayat-ayat di atas, memberi penegasan bahwasannya

penyempurnaan dalam proses transaksi melalui media takaran dan timbangan

merupakan salah satu hal yang mendasar untuk membangun dan

mengembangkan perilaku jual beli yang baik. Suatu jual beli dalam

perkembangan kapan pun mesti membutuhkan suatu alat ukur atau timbangan.

Oleh karena itu al-Qur’an menekankan adanya kebenaran dalam pengertian

ukuran dan timbangan yang benar pada satu sisi. Kebajikan serta kejujuran

2 Ibid, hlm. 340. 3 Ibid, hlm. 429. 4 Ibid, hlm. 586.

63

dalam pengertian ukuran dan timbangan yang dipergunakan dengan kebajikan

dan kejujuran.5

Dari sikap kebenaran, kebajikan (kesukarelaan) dan kejujuran

demikian, maka suatu jual beli secara otomatis akan melahirkan persaudaraan.

Persaudaraan, antara pihak yang berkepentingan dalam jual beli yang saling

menguntungkan, tanpa adanya kerugian dan penyesalan sedikitpun. Bukan

melahirkan situasi dan kondisi permusuhan dan perselisihan yang diwarnai

dengan kecurangan. Dengan demikian kebenaran, kebajikan, dan kejujuran

dalam suatu proses jual beli akan dilakukan pula secara transparan dan tidak

ada rekayasa.6

Dalam praktek, jual beli buah-buahan di Pasar Johar Semarang, alat

yang dipakai untuk takaran, dengan menggunakan alat timbangan sebagai

media alat berat, seperti ons, kg, kwintal, ton. Sehingga dalam jual beli buah-

buahan dengan menggunakan timbangan sebagai alat takaran dan timbangan

telah begitu rupa berkembang dalam dunia jual beli yang sah.

Perilaku para pedagang buah-buahan di Pasar Johar, sebagian mereka

melakukan pengurangan timbangan. Perilaku semacam itu sering terjadi dalam

berjual beli dengan memakai alat timbangan sebagai media alat misalnya: para

pedagang memberi ganjalan di bawah timbang. Dengan munculnya keresahan

dan kerugian dari para konsumen, maka pemerintah mengeluarkan undang-

5 Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Visi AL-Qur’an tentang Etika dan Bisnis, Jakarta :

Salemba diniyah, 2002, hlm. 21. 6 Ibid.

64

undang perlindungan konsumen. Dengan adanya perlindungan konsumen

tersebut maka pembeli mesti berani menegur atau mengingatkan pedagang.7

Undang-undang perlindungan konsumen ini dikeluarkan guna memberikan

perlindungan kepada konsumen atau pembeli. Dari Badan Perdagangan

(Metrologi) melakukan peneraan timbangan sedikitnya 6 bulan sekali /

setahun sekali menera timbangan kepada semua pedagang yang memakai alat

timbangan dalam berjual beli. Dengan adanya peneraan timbangan ini

merupakan salah satu upaya pemerintah untuk melindungi hak konsumen /

pembeli dalam dunia perdagangan / jual beli.

Hukum Islam dalam muamalah (jual beli) telah menggariskan bahwa

dalam berjual beli dilarang memanipulasi takaran / timbangan. Di dalam al-

Qur’an secara tegas tidak membenarkan dan sangat membenci perilaku

tersebut yaitu mengurangi timbangan sebagaimana perilaku pedagang yang

kita lihat dalam berjual beli buah-buahan di Pasar Johar. Orang yang curang

dalam menimbang mereka akan dapat hinaan dan ancaman berat di kehidupan

kelak nantinya, sebagaimana firman Allah Swt.:

طففنيل للميفون . ووتساس يلى النالوا عإذا اكت الذين . موهنزو أو مإذا كالوهو يخسرون

“Kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka

7 Bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen / pembeli perlu

meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, dan kemandirian konsumen / pembeli melindungi dirinya. Lihat pada Undang-undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999. (PT. Sinar Grafika, Jakarta, cet. I, 1999).

65

memenuhi dan apabila menakar atau menimbang untuk orang lain

mereka mengurangi.” (QS. Al Muthofifin: 1-3)8

Dalam prakteknya, jual beli buah-buahan di Pasar Johar, pedagang

masih banyak melakukan hal itu yang tak lain adalah mengurangi timbangan.

Pedagang buah-buahan yang ada di Pasar Johar mayoritas beragama Islam.

Namun perilaku mereka dalam berdagang, sering menyimpang dari etika

bisnis yang islami. Pedagang yang tidak mau kehilangan pembeli /

pelanggannya, akan selalu memenuhi timbangan dan takarannya agar mereka

tak kapok lagi untuk membeli buah-buahan yang ditawarkan . Pedagang yang

melakukan pengurangan timbangan adalah perilaku pedagang yang hanya

memikirkan keuntungan belaka dan dengan cara begitu mereka mendapatkan

keuntungan yang lebih. Dengan adanya perilaku pedagang yang mengurangi

timbangan maka mereka akan kehilangan pembeli dan setidaknya mereka

kapok membeli lagi buah-buahan yang mereka tawarkan.

Perilaku pedagang yang melakukan pengurangan timbangan yaitu

dengan cara memberi sebuah ganjalan dibawah timbangan, yang bertujuan

untuk mengurangi berat buah-buahan, bukannya sebagai standarisasi

timbangan yang dilakukan oleh peneraan timbangan (Metrologi). Dengan

adanya sebuah ganjalan tersebut mereka menutupi timbangan dengan buah

yang mereka perjual belikan dengan cara itulah dilakukan yang gunanya untuk

menyamarkan ganjalan tersebut. Tidak hanya memberi sebuah ganjalan di

bawah timbangan saja, melainkan mereka juga menjatuhkan salah satu buah-

8 Departemen Agama RI., op.cit., hlm. 235.

66

buahan yang telah ditimbang, pembeli diajak ngomong/ditawari lagi dengan

buah lain agar pembeli tidak mengetahuinya. Perilaku semacam itu sering

dilihat kepada pedagang buah-buahan yang ada di Timur Pasar Induk Johar

atau mereka yang memakai, payung sebagai tempat berteduh dalam berjualan

buah-buahan.9

Perilaku pedagang yang melakukan pengurangan timbangan tersebut

merupakan salah satu kenakalan pedagang buah-buahan yang ingin mendapat

untung yang lebih dalam berjual beli. Kenakalan pedagang semacam tersebut

dapat dikategorikan dalam jual beli ghubun (curang) yaitu memanipulasi

takaran / timbangan.

Tadlisul aib ialah: menyembunyikan cacat atau dalam istilah fiqh, aib

yang terdapat pada barang yang dilakukan akad terhadapnya.10

Menyembunyikan cacat buah-buahan yang mereka perjualbelikan atau

mencampur buah yang kualitasnya baik dengan kualitasnya yang busuk

dengan maksud agar mereka tidak rugi dalam berjual beli buah-buahan.

Dengan perilaku tersebut, mereka dengan mudah untuk mendapat keuntungan

yang lebih banyak.

Gholath, ialah suatu persangkaan yang dikhayalkan oleh salah satu

pihak yang sebenarnya tak ada. Dan karena persangkaan itu dibuatlah aqad,

9 Ibu Alfiyah (pembeli), wawancara pada tanggal 28 Juli 2005. 10 Prof. TM. Hasbi Ash-Shidieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Jakarta : Bulan Bintang,

1974, hlm. 46.

67

seperti orang yang membeli suatu barang karena menyangka barang itu baik,

padahal sebenarnya barang itu buruk atau barang tua.11

Dalam jual beli buah-buahan di Pasar Johar Semarang perilaku

pedagang tidak hanya mengurangi timbangan saja / memanipulasi timbangan

tapi melainkan mereka juga mengganti kualitas buah / ukuran buah-buahan

yang telah dipilih pembeli. Perilaku semacam itu sering dijumpai kepada

pedagang buah-buahan yang ada di pelataran pasar atau PKL-PKL yang ada di

pasar. Tapi ada juga pedagang buah-buahan yang ada di kios-kios yang sudah

disediakan oleh Dinas Pasar, mereka juga melakukan hal tersebut yaitu

mencampur buah yang berukuran kecil misalnya rambutan dan kelengkeng,

pedagang memperjualbelikan buah tersebut ada yang ikatan (pakai tangkai)

meskipun harganya sama dengan buah yang tak ada tangkainya, semua itu

selera dari pembeli. Pembeli yang membeli buah seikat misalnya 1 kg mereka

rugi dengan masalah tangkainya karena tangkai tersebut juga masuk dalam

hitungan berat buah saat ditimbang, kalau buah yang tidak ada tangkainya

sering dijumpai buah yang bagus dicampur dengan buah yang berkualitas

busuk. Meskipun saat membeli, pembeli diperbolehkan memilih-milih buah

yang akan dibeli pada saat buah akan ditimbang. Tapi pedagang mempunyai

cara sendiri dalam berlaku jujur atau curang dalam berjual beli buah-buahan

yang ada di Pasar Johar Induk Semarang. Yaitu dengan cara mengajak

ngomong para pembeli agar mereka tidak mengetahui kecurangan mereka

(pedagang) dalam menimbang.

11 Ibid, hlm. 47.

68

B. Analisis Cara Penawaran dalam Jual Beli Buah-Buahan

Untuk pembahasan lebih lanjut penulis akan menganalisis cara

penawaran dalam jual beli buah-buahan di Pasar Johar Semarang, apakah

dalam jual beli buah-buahan ini sudah memenuhi rukun dan syarat sahnya

dalam jual beli dan apakah dalam penawaran harga dalam jual beli sudah

sesuai dengan ajaran Islam.

Menurut Jumhur Ulama’ ada tiga rukun dalam jual beli, adalah:

1. Sighat (lafal ijab dan qabul)

2. Orang yang berakad (penjual dan pembeli)

3. Ada barang yang dibeli.12

Dalam suatu perbuatan jual beli, tiga rukun ini hendaknya dipenuhi,

apabila salah satu rukun tidak terpenuhi, maka perbuatan tersebut tidak

dikategorikan sebagai perbuatan jual beli.

Dalam prakteknya jual beli buah-buahan di Pasar Johar Semarang ini,

sudah memenuhi rukun dalam jual beli seperti disebutkan di atas. Adapun

syarat sahnya jual beli, yaitu:

1. Tentang subyeknya, yaitu adanya aqid, yaitu adanya penjual dan pembeli

atau dengan kata lain bahwa jual beli tidak akan terlaksana jika tidak ada

keduanya.

12 Abdurrahman al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh ala Madzahib Al Arba’ah, juz III, Beirut, Dar al-

Kutb al-Ilmiyyah, t.th., hlm. 141.

69

2. Tentang obyeknya, yaitu adanya benda yang dijadikan sebagai obyek jual

beli dan benda tersebut haruslah memenuhi beberapa persyaratan dalam

jual beli diantaranya:

- Barang yang halal dipergunakan

- Barang yang bermanfaat

- Barang yang dimiliki

- Barang yang dapat diserahterimakan

- Barang dan harga yang jelas

- Barang yang dipegang.13

3. Tentang lafadz (kalimat ijab qabul), yaitu apabila ijab dan qabul telah

diucapkan dalam akad jual beli maka pemilikan barang atau uang telah

berpindah tangan. Barang yang berpindah tangan itu menjadi milik

pembeli dan nilai tukar / uang berpindah tangan menjadi milik penjual.

Dalam jual beli buah-buahan di Pasar Johar ini sering ditemui dalam

penawaran harga yang begitu tinggi / tidak wajar dalam penawaran harga.

Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas tentang syarat sahnya jual beli

ditinjau dalam akad ma’qud alaihnya yaitu dalam kejelasan barang atau

harganya. Jika barang dan harga tidak diketahui atau salah satu keduanya tidak

diketahui, maka jual belinya tidak sah karena mengandung unsur penipuan.

Menurut Sayyid Sabiq, dalam Fiqh Sunnah sudah menjelaskan

mengenai penentuan harga dan larangannya, yaitu:

13 Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang menurut Islam, Bandung : Diponegoro, 1992, cet.

I, hlm. 90-96.

70

Penentuan Harga adalah : pemasangan nilai tertentu untuk barang yang

akan dijual dengan wajar; penjual tidak zalim dan tidak menjerumuskan

pembeli.

Adapun larangannya adalah Ashabus Sunan dengan sanad yang shahih

meriwayatkan dari Annas ra. ia berkata: Orang-orang berkata kepada

Rasulullah:

فقال رسول اهللا صلعم إن اهللا هو املسعر القابض , يارسول اهللا غال السعر فسعرلنا الباسط الرازق وإىن ألرجو أن ألقى اهللا وليس أحدمنكم يطالبىن مبظلمة ىف دم وال

.مال

“Wahai Rasulullah Saw., harga-harga naik, tentukanlah harga untuk kami, Rasulullah lalu menjawab: “Allah-lah yang sesungguhnya penentu harga, pemahar, pembentang dan pemberi rezeki. Aku berharap agar bertemu kepada Allah, tak ada seorang pun yang meminta padaku tentang adanya kezaliman

dalam urusan darah dan harta.” 14

Para ulama mengambil istinbath dari hadits ini, haramnya intervensi

penguasa di dalam menentukan harga barang, karena hal itu dianggap sebagai

kezaliman. Manusia bebas menggunakan hartanya, membatasi mereka berarti

menafikan kebebasan ini.

Melindungi kemaslahatan pembeli bukanlah hal yang lebih penting

dari melindungi kemaslahatan penjual. Jika hal itu sama perlunya, maka wajib

hukumnya membiarkan kedua belah pihak berijtihad untuk kemaslahatan

mereka.

14 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 12, Terj. Kamaluddin A. Marzuki, Bandung : PT. Al

Ma’arif, 1987, hlm. 101.

71

Imam Asy-Syaukani berkata: “Sesungguhnya manusia mempunyai

wewenang dalam urusan harta mereka. Pembatasan harga berarti penjegalan

terhadap mereka. Imam ditugaskan memelihara kemaslahatan kaum muslimin.

Perhatiannya terhadap pemurahan harga bukanlah lebih utama dari pada

memperhatikkan penjual dengan cara meninggikan harga. Jika dua hal ini

sama perlunya, kedua belah pihak wajib diberikan keluangan berijtihad

kemaslahatan diri mereka masing-masing.15

Pemaksaan terhadap penjual barang untuk menjual kepada yang tidak ia

relakan bertentangan dengan firman Allah:

...نة عاركون تجإال أن ت كماض منر29: النساء .... ( ت(

“Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka

diantara kamu.” (QS. An Nisa: 29)16

Berdasarkan ayat di atas agama Islam melarang memakan harta yang

diperoleh dengan jalan bathil, serta menyuruh mencari harta dengan jalan yang

halal, antara lain cara jual beli. Karena, jual beli merupakan perwujudan dari

hubungan antara sesama manusia sehari-hari, sebagaimana telah diketahui

bahwa agama Islam mensyariatkan jual beli dengan baik tanpa ada unsur

penipuan, kesamaran, diantara kedua belah pihak.

Kemudian penentuan harga dapat membawa kepada menghilangnya

barang dari pasaran, ini berarti membawa kenaikan harga, dan kenaikan harga

berbahaya untuk orang fakir dimana mereka tidak mampu membeli barang,

15 Ibid, hlm. 102. 16 Departemen Agama RI., op.cit., hlm. 65

72

sementara itu akan memperkaya orang-orang yang sudah kaya dengan jalan

mereka membeli barang dari pasar gelap dengan harga yang sangat mahal

sekalip. Dalam keadaan seperti ini kedua belah pihak terjerembab ke dalam

kesempitan dan kesulitan, sama sekali tak mencapai kemaslahatan.17

Islam memberikan kebebasan pasar, dan menyerahkannya kepada

hukum naluri yang kiranya dapat melaksanakan fungsinya, selaras dengan

penawaran dan permintaan. Oleh karena itu, jika penetapan harga itu

mengandung unsur yang zalim atau semata-mata hanya ingin mendapatkan

keuntungan yang lebih banyak, maka penawaran itu tidak diterima oleh

pembeli / haram hukumnya.

Dengan adanya permasalahan tersebut, penulis akan menguraikan

tentang pengertian penawaran dan fungsi penawaran dalam jual beli, yaitu

Pengertian Penawaran adalah pada sistem ekonomi pasar, keputusan alokasi

sumber daya didasarkan pada interaksi antara permintaan dan penawaran.

Pada bagian sebelumnya telah disebutkan bahwa yang melakukan aktivitas

penawaran adalah produsen / pengusaha. Yang dimaksud dengan penawaran

adalah jumlah komoditas untuk output, baik berupa barang maupun jasa yang

akan dijual oleh pengusaha kepada konsumen.18

Fungsi penawaran adalah persamaan yang menunjukkan hubungan

antara jumlah barang yang ditawarkan dengan semua faktor-faktor yang

17 Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 102. 18 Tri Kunawaningsih P., Pengantar Ekonomi Mikro, Jakarta : LPFE, cet. I, 1995, hlm.

44.

73

mempengaruhinya, seperti halnya pada permintaan, maka penawaran pun

dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yaitu harga komoditi itu sendiri,

harga barang lain yang berkaitan, harga barang-barang input dan tahap

perkembangan teknologi. Semakin tingginya harga barang maka akan

mendorong konsumen untuk lebih banyak memproduksi barang tersebut,

sehingga harga dan jumlah penawaran mempunyai hubungan yang searah

(positif).19

Dengan adanya uraian di atas yang sudah penulis paparkan bahwa cara

penawaran dalam menawarkan harga, mereka selalu menawarkan harga yang

begitu tinggi / harga yang tidak wajar dengan harga yang sebenarnya. Dalam

agama Islam telah memberi ketentuan pasar dalam penetapan harga dan

mencari keuntungan dalam berjual beli. Tapi dengan diperbolehkannya

penetapan harga tapi jangan berbuat kecurangan dalam menawarkan harga

karena dengan penawaran harga yang begitu tinggi maka akan membuat resah

pembeli yang tidak pintar dalam menawar harga. Rasulullah pun pernah

mengalami hal itu apabila harga yang ditawarkan begitu tinggi maka

tinggallah penjual tersebut.20 Dengan perilaku pedagang semacam itu maka

mereka akan dibenci oleh pembeli atau setidaknya pembeli tak akan kembali

lagi untuk membeli buah-buahan yang mereka tawarkan. Jadi cara penawaran

harga buah-buahan di Pasar Johar Semarang ini adalah jual beli yang sah

19 Ibid, hlm. 45. 20 Muhammad Quraish Shihab, Etika Bisnis dalam Wawasan Al-Qur’an, Jurnal Ulumul

Qur’an, Jakarta: PT. Grafika Matra Tata Media, 1997, hlm. 9.

74

sesuai dengan syarat sahnya jual beli dilihat dari obyeknya benda yang

diperjualbelikan dan kejelasan harga. Tapi penawaran harga yang begitu tinggi

dalam bisnis Islam tidak diperbolehkan / haram hukumnya.

C. Analisis Hukum Islam Mengenai Timbangan Buah-Buahan di Pasar

Johar Semarang

Pada lazimnya dalam dunia perdagangan berbagai macam ukuran

untuk menentukan banyaknya dan jumlah barang yang ditransaksikan,

diantaranya; ukuran panjang, ukuran volume, ukuran berat, dan ukuran luas.21

Akan tetapi adakalanya menggunakan ukuran berat dalam jual beli buah-

buahan sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para pedagang dengan

menggunakan timbangan sebagai salah satu alat ukuran berat buah-buahan

yang diperjualbelikan.

Alat timbangan atau takaran memainkan peranan penting sebagai alat

bagi keberlangsungan suatu transaksi antara si penjual barang dan pembeli,

yang barang tersebut bersifat material. Dalam perjalanannya, untuk

mendukung sistem ini kemudian dikenal ukuran-ukuran tertentu seperti

ukuran berat jenis dari ons hingga ton, dan takaran literan. Pada kenyataannya,

tidak sedikit penjual yang menggunakan alat timbangan atau takaran, karena

bertujuan mencari keuntungan dengan cepat, mereka melakukan kecurangan

dalam timbangan atau takaran.22

21 Dr. H. Hamzah Ya’qub, op.cit., 1992, hlm. 97. 22 Muhammad dan R. Lukman Fauroni, op.cit., hlm. 155.

75

Sebagaimana dalam jual beli buah-buahan di Pasar Johar yang

merupakan pasar terbesar di kota Semarang kebanyakan dari mereka

(pedagang buah-buahan) telah melakukan kecurangan dalam menimbang yaitu

dengan cara memberi sebuah ganjalan di bawah timbangan dengan maksud

yang tak lain untuk mencari keuntungan dengan cara mengurangi timbangan.

Perilaku pedagang buah-buahan yang melakukan kecurangan dalam

menimbang sudah lama terjadi. Padahal dari Badan Perdagangan (Metrologi)

telah melakukan peneraan timbangan setidaknya 6 bulan sekali atau setahun

sekali Badan Perdagangan (metrologi) bekerja sama dengan Dinas Pasar untuk

melakukan peneraan timbangan kepada semua pedagang yang memakai alat

timbangan sebagai alat bagi keberlangsungan transaksi si penjual dan pembeli

dalam suatu perdagangan. Badan Perdagangan Metrologi dalam peneraan

timbangan mereka melakukan pengecekan langsung kepada semua pedagang

yang memakai alat timbangan dalam berjual beli. Pengecekan timbangan ini

tidak hanya dilakukan kepada pedagang saja, juga kepada pembeli. Barang

yang mereka belipun dicek, apakah timbangannya sudah tepat atau kurang

dengan berat yang sebenarnya maka mereka (pembeli) diminta menunjukkan

pedagang mana yang melakukan kecurangan dalam menimbang maka badan

Metrologi turun langsung untuk mengecek ulang timbangan penjual. Apabila

pedagang masih melakukan kecurangan dalam menimbang maka timbangan

mereka akan disita atau mereka dipinjami timbangan dari badan perdagangan

/metrologi, sementara timbangan yang mereka pakai dicek atau diperiksa

dengan teliti, kemudian timbangan mereka akan dikembalikan. Apabila sudah

76

sesuai dengan peneraan timbangan yang dilakukan oleh badan perdagangan

(metrologi).

Hukum Islam dalam muamalah (jual beli) telah menggariskan bahwa

dalam jual beli dilarang memanipulasi takaran / timbangan. Di dalam al-

Qur’an secara tegas tidak membenarkan dan membenci perilaku ini dengan

menyebutkan sebagai orang-orang yang curang. Karena beratnya perilaku ini,

maka al-Qur’an melukiskan ancaman ini dalam satu surat Makiyyah yaitu

surat al-Muthafifin ayat 1-3, yaitu :

طففنيـل للميفون . ووتساس يلى النالوا عإذا اكت الذين . موهنزو أو مإذا كالوهو يخسرون

Artinya: “Kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka memenuhi dan apabila menakar atau menimbang untuk orang lain

mereka mengurangi.” (QS. Al Muthofifin: 1-3)23

Dalam surat ini secara jelas dan tegas berisi ancaman Allah terhadap

orang-orang yang mengurangi hak orang lain dalam timbangan, ukuran dan

takaran.24

Kata Wail (ويل) dalam al-Qur’an sebagai bentuknya terulang sebanyak

40 kali. Kata ini menggambarkan kesedihan, kecelakaan, dan kenistaan. Dari

penggunaan-penggunaannya, dapat disimpulkan bahwa kata ini digunakan

23 Departemen Agama RI., op.cit., hlm. 1035. 24 Muhammad dan R. Lukman Fauroni, op.cit., hlm. 155

77

untuk menggambarkan kecelakaan atau kenistaan yang sedang dialami, atau

akan dialami.25 Di dalam al-qur’an sebagai sumber utama dalam hukum Islam

telah banyak menggariskan dan menegaskan tentang hal itu diantaranya surat

ar-Rahman ayat 8-9:

تخسروا الميزانوأقيموا الوزن بالقسط وال. أال تطغوا في الميزان

Artinya: “Supaya kamu jangan melampui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu

mengurangi neraca itu.” (QS. Ar-Rahman: 8-9)26

Ahmad Musthofa al-Maraghi menafsirkan ayat tersebut adalah bahwa

orang-orang yang beraqad hendaklah berbuat adil dalam artian menjaga

keseimbangan. Sesungguhnya Allah menyuruh adanya keseimbangan,

kemudian melarang tughyan ( ــيان ,yang berarti melampaui batas ( تغ

selanjutnya Dia melarang khusron ( خـسران ) yang berarti mengurangi dan

berbuat curang.27

Untuk itulah maka penegakan keadilan sesuai yang dijelaskan Imam

Fakhrur Rozi dalam Tafsir al-Kabir adalah untuk menegakkan keadilan itu

seperti perintah menegakkan shalat ( أقـيمو الـصالة ) yang dilakukan terus

25 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’an al-Karim, Tafsir atas Surat Pendek Berdasarkan

Urutan Turunnya Wahyu, Bandung : Pustaka Hidayah, 1997, hlm. 772. 26 Departemen Agama RI., op.cit., hlm. 429. 27 A. Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, juz XXV, Dar al-Ulum Sabiq, t.th., Mesir,

hlm. 108.

78

menerus.28 Hal ini sesuai dengan yang ditandaskan dalam al-Qur’an, sebagai

berikut surat al-Isra’ ayat 35:

وأوفوا الكيل إذا كلتم وزنوا بالقسطاس المستقيم ذلك خير وأحسن تأويال

Artinya: Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar, itulah yang lebih baik akibatnya.” (QS.

Al Isra’: 35)29

Timbangan yang baik adalah timbangan yang memiliki sifat permanen,

universal, dan stabil. Sifat-sifat tersebut dimaksudkan untuk menghindari

kecurangan maupun penipuan dalam berjual beli yang akan merugikan salah

satu pihak khususnya pembeli.

Untuk memberi tanggapan terhadap “ timbangan” sebagai realisasi

perintah dan larangan dalam kandungan beberapa pendapat dan hubungan ayat

al-Qur’an di atas, dimana “ timbangan” sebagai alat ukuran berat dalam jual

beli buah-buahan atau bisa dijadikan / diterima sebagai standarisasi hitungan

berat buah-buahan dalam jual beli, maka hal ini dapat dilihat dari pendapat

berikut:

Diriwayatkan bahwa seseorang yang berlaku curang dalam menakar

atau menimbang perbuatan tersebut telah tersebar luas di Makkah dan

Madinah. Mereka gemar sekali mengurangi takaran dan tidak pernah memberi

takaran yang sempurna kepada pembeli. Bahwa di Madinah ada seseorang

yang dikenal dengan nama Abu Juhainah. Ia mempunyai dua takaran, yang

28 Imam Fakhrur Rozi, Tafsir al-Kabir, juz XXX, Dar al-Kitab al-Ilmiyyah, Mesir, t.th.,

hlm. 81. 29 Departemen Agama RI., hlm. 885.

79

satu besar dan yang lain kecil. Jika ia bermaksud membeli hasil pertanian atau

buah-buahan, ia pakai takaran yang besar. Dan jika ia hendak menjual

kembali, ia menggunakan takaran kecil.30

Orang semacam itu dan mereka yang berbuat serupa, jiwa mereka telah

dipenuhi oleh ketamakan dan ketidakpuasan. Mereka itulah yang dimaksud

oleh ancaman berat pada surat al-Muthafifin ayat 1-3. Dan mereka itu pula

yang diancam oleh Rasulullah Saw dalam salah satu sabdanya:

ما نقض قوم العهر االسلط اهللا عليهم عدوهم وما حكموا بغري ما : مخـس خبمس , وما ظهرت فيهم الفاحشة اال فاشافيهم املوت , انـزل اهللا اال فـشافيهم الفقـر .وال منعو الزكاة اال حبس عنهم املطر, والطففوا اكيل اال منعوا النبات

Artinya: “Lima hal dibalas dengan lima hal: Tidak ada suatu kaum yang merusak perjanjian, kecuali Allah akan menghukum mereka melalui penguasaan musuh atas mereka. Tidak ada mereka mengambil hukum selain yang diturunkan oleh-Nya, kecuali Allah menimpakan kemiskinan yang merata kepada mereka. Tidak berkembang kejahatan pada mereka, kecuali Allah akan memperbanyak kematian pada mereka. Tidak ada mereka yang mengurangi takaran, kecuali Allah akan menimpakan kekeringan. Dan tidak ada mereka yang enggan menunaikan zakat, kecuali Allah menghukum mereka

dengan kekurangan hujan.” 31

Selanjutnya Allah menjelaskan pekerjaan orang-orang yang

mengurangi takaran / timbangan maka mereka akan mendapatkan ancaman

berat atas perbuatan semacam itu melalui firman-Nya:

وإذا كالوهم أو وزنوهم يخسرون.الذين إذا اكتالوا على الناس يستوفون.

30 A. Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, alih bahasa: Bahrun Abu Bakar,

Semarang : PT. Toha Putra, 1985, hlm. 129 31 Ibid.,

80

Sesungguhnya perbuatan mengurangi takaran dan timbangan serta

menggelapkan harta orang banyak – tidak akan terjadi kecuali pada orang-

orang yang ingkar pada hari kiamat, yaitu hari ketika amal perbuatan mereka

akan dihitungkan di hadapan Allah, sebab jika mereka mempercayai adanya

hal-hal tersebut, niscaya mereka akan berani melakukan kecurangan dalam

menakar dan menimbang.32

Dari uraian pendapat di atas memberikan pengertian bahwa

mengurangi timbangan adalah perbuatan hina menurut penulis dapat

dianalogkan ke dalam perilaku pedagang buah-buahan di Pasar Johar

mengenai ketepatan timbangan. Sebab perilaku pedagang / kecurangan dalam

berjual beli buah-buahan mereka telah mengurangi timbangan dengan

memberi sebuah ganjalan di bawah timbangan yang pakai setiap harinya

dalam berjual beli.

Sikap yang demikian itu merupakan sikap yang sepihak, artinya cara

penimbangan yang dilakukan oleh para pedagang buah-buahan ini merupakan

kenakalan dalam jual beli. Meskipun dalam prakteknya penjual dan pembeli

telah melakukan transaksi jual beli buah-buahan. Penimbangannya pun

dilakukan di hadapan pembeli, tetapi pembeli tidak mengetahui kalau

timbangan yang dipakai ada sebuah ganjalan yang gunanya untuk mengurangi

berat buah yang sesungguhnya. Tentang hal ini sesuai dengan hadits Nabi Saw

sebagai berikut:

32 Ibid, hlm. 131.

81

عـن جابر قال ى رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم عن بيع الطعام حىت جيرى فيه 33 )رواه ابن ماجه ودار و قطىن(الصاعان ماغ البائع وصاع املشترى

Artinya: “ Jabir meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: Rasulullah Saw melarang jual beli makanan sebelum ditakar dengan dua sya’ (takaran), yaitu takaran penjual dan pembeli. (HR. Ibnu Majjah dan Daruqudni)

Keuniversalan timbangan sebagai standarisasi hitungan jumlah berat

dalam berjual beli buah-buahan yang adil, lurus dan tidak curang, maka dari

Badan Perdagangan (Metrologi) melakukan peneraan timbangan kepada

semua pedagang buah-buahan baik yang grosir maupun yang eceran, dapatlah

dibuktikan dari hasil penelitian penulis dalam bab III. Dimana masyarakat

yang berkecimpung dalam perdagangan mengenai berat buah-buahan yang

mereka beli dikurangi oleh pedagang.

Di dalam formulasi praktisnya sebagaimana dijelaskan dalam kitab-

kitab fiqh, ada ketentuan bahwasannya diantara lain sahnya jual beli (bai’)

adalah kedua belah pihak mengetahui keadaan barang dagangan untuk

menghindari keghararan. Syeikh zakaria al-Anshari dalam kitab Fath al

Wahhab mengemukakan :

وخامسها علم للعاقدين به عينا وقدرا وصفة حدرا من الغرر

Artinya: “Syarat yang kelima adalah pengetahuan kedua pelaku aqad terhadap barang dagangan baik materi, ukuran, maupun sifatnya, karena

khawatir terjadinya gharar.” 34

33 Ibnu Majjah, Sunan Ibnu Majjah, juz II, Beirut : Dar al-Fikr, t.th., hlm. 750. 34 Syeikh Zakaria, Al-Anshari, Fath al Wahhab, juz I, Dar Al-Fikr, Beirut, t.th., hlm. 159.

82

Dengan demikian ada penekanan khusus terhadap kadar atau kepastian

berat buah-buaha sebagai upaya preventif terhadap terdapatnya unsur gharar

dalam jual beli.

Sekarang yang menjadi permasalahan di sini, apakah jual beli buah-

buahan dimana prakteknya timbangan sebagai standarisasi hitungan berat

buah-buahan dalam masyarakat dikategorikan jual beli yang sah tapi dibalik

semua itu ada unsur penipuan yaitu pengurangan timbangan dan

ketidaksesuaian contoh pada buah-buah yang ditimbang. Sebab sebagaimana

yang banyak dialami oleh para pembeli.

Adapun pengurangan timbangan dengan memberi sebuah ganjalan di

bawah timbangan atau dijatuhkannya salah satu dari buah-buahan yang sudah

ditimbang dengan cara pembeli ditawari lagi dengan buah-buahan yang lain

dengan maksud agar pembeli tidak mengetahui kecurangan para pedagang.

Dengan demikian, dalam pandangan hukum Islam dalam berjual beli

buah-buahan yang memakai alat timbangan sebagai alat berat hitungan ons

sampai ton buah-buahan merupakan sah dalam jual beli. Akan tetapi

timbangan yang dipakai dalam berjual beli buah-buahan tersebut, pedagang

memberi sebuah ganjalan di bawah timbangan dengan maksud untuk

mengurangi berat buah-buahan dan untuk mendapat keuntungan yang lebih.

Dengan perbuatan tersebut maka mereka akan mendapatkan ancaman berat

dari Allah yaitu akan diberikan kesaksian dan hinaan di akhirat nanti.