bab iv analisis kasus
DESCRIPTION
ANALISA KASUSTRANSCRIPT
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini, Anak Fanezel, Laki-laki, 7 Bulan, datang sendiri ke RSUD
Kayuagung dengan keluhan utama sesak nafas dan keluhan tambahan demam
terus menerus disertai batuk dan pilek. Keluhan sesak nafas bisa disebabkan
karena gangguan berbagai organ:
- Pulmonal (ISPA, Bronkopneumonia, Bronkiolitis, Bronkitis, Sindroma
croup, Empiema, Abses paru,)
- Ekstra pulmonal
Jantung: Decompensatio jantung, tamponade jantung
Ginjal: Asidosis, gagal ginjal
Endokrin: ketoasidosis diabetikum
Diare: dehidrasi menjadi asidosis metabolik
Untuk menyingkirkan diagnosis banding perlu dilakukan anamnesis lebih
lanjut. Dari anamnesis pada kasus ini, diketahui sesak tidak dipengaruhi cuaca,
posisi, emosi, dan aktivitas. Suara mengi tidak ada. Sembab pada mata atau kaki
disangkal. Terlihat biru pada sekitar mulut dan ujung jari disangkal. Riwayat
sering berhenti ketika menyusu saat bayi disangkal. Tidur dengan bantal tersusun
lebih dari satu disangkal, tidur lebih nyaman ke salah satu sisi disangkal. Pada
anak, muntah tidak ada dan keluhan saat BAB dan BAK tidak ada. Keluhan pada
BAB ada namun sudah teratasi sebelum pasien MRS.
Pada penyakit jantung sesak biasanya berhubungan dengan aktivitas, dan
terdapat tanda-tanda sianosis di sekitar mulut atau ujung-ujung jari. Pada asidosis
metabolik, sesak didahului bengkak pada kedua kelopak mata atau kedua tungkai
dan dapat ditemukan sianosis. Dan pada asidosis metabolik juga bisa disebabkan
oleh diare, namun pada pasien ini diare telah teratasi dan pasien datang tidak
dalam keadaan dehidrasi. Pada gagal ginjal akut bisa segera dicurigai bila
diketahui terdapat perubahan jumlah produksi urin yang berkurang sampai tidak
ada sama sekali dalam 24 jam. Pada bronkiolitis biasanya disertai suara mengi
dan ekspirasi memanjang. Pada asma sesak biasanya berulang dan disertai suara
31
32
mengi. Pada gangguan saluran nafas atas dapat disertai nyeri menelan. Sehingga
pada kasus ini sesak akibat penyakit jantung, ginjal, endokrin, saluran nafas atas
dan diare dapat disingkirkan.
Dari anamnesis juga diketahui, ± sejak 4 hari SMRS pasien mengeluh
demam terus menerus. Pasien batuk berdahak, pilek (+), nyeri telinga tidak ada,
nyeri kepala tidak ada, nyeri saat menelan tidak ada, suara serak tidak ada, sesak
tidak ada, mual/muntah tidak ada. BAK dan BAB seperti biasa. Pasien dibawa
berobat ke bidan diberi obat penurun panas (Sanmol 0,5 ml 3x1 hari ), panas
hilang kemudian timbul lagi.
± Sejak 1 hari SMRS, pasien mengeluh sesak, sesak tidak dipengaruhi
posisi, cuaca, dan aktivitas. Pasien gelisah di malam hari karena dahak, terdengar
stridor. Pasien demam (+), batuk (+). Batuk berdahak, lendir (+), darah (-),
mual/muntah tidak ada. Pasien BAB 1- 3 x sehari konsistensi lembek dan BAK 6
- 7 x sehari. Saat ini anak tidak lagi mendapat ASI dan mendapat susu formula.
Pada anamnesis juga diketahui riwayat imunisasi dasar tidak lengkap,
anak tidak mendapatkan vaksin BCG, Polio. Asupan makan cukup, dan
perkembangan fisik dalam batas normal. Riwayat penyakit dengan keluhan yang
sama dalam keluarga disangkal.
Pada pemeriksaan umum anak tampak sakit sedang, denyut nadi dalam
batas normal, nafas cepat dan suhu meningkat. Status gizi pada anak ini baik.
Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan adanya dyspneu, retraksi
intercosta, bunyi nafas vesikuler yang meningkat dan ronkhi basah halus nyaring
yang terdengar di seluruh lapangan paru. Dyspneu terjadi akibat adanya
bronkopneumonia, di mana terjadi konsolidasi dari saluran nafas bawah akibat
inflamasi parenkim paru. Konsolidasi ini akan menyebabkan jalan nafas menjadi
lebih sempit sehingga volume udara inspirasi berkurang serta difusi oksigen ke
kapiler darah menjadi berkurang. Tubuh akan berkompensasi dengan cara
meningkatkan usaha nafas, sehingga pada pasien ini tampak dyspneu dan retraksi
otot-otot bantu nafas. Bunyi nafas vesikuler yang meningkat menggambarkan
adanya massa padat yang membantu hantaran suara, dan ronkhi basah halus
nyaring menggambarkan adanya udara yang melewati saluran yang dikelilingi
sekret ataupun konsolidasi.
33
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis
bronkopneumonia dengan dasar diagnosis sesak nafas, batuk, demam dan pada
pemeriksaan fisik ditemukan pernafasan cepat disertai bantuan otot-otot nafas
tambahan, pengingkatan suara nafas vesikuler, serta suara nafas tambahan ronkhi
basah halus nyaring. Lalu direncanakan pemeriksaan lab dan foto thorax.
Pada pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan foto thorax dan
didapatkan hasil lesi konsodilasi yang menunjukan pneumonia. Diagnosis akhir
dari pasien ini adalah bronkopneumonia.
Pada pasien ini ditatalaksana awal dengan oksigen nasal 3 L/menit, IVFD RL
gtt IV makro, injeksi Ampisilin 3 x 215 mg i.v., injeksi Gentamycin 2 x17 mg i.v.,
Ambroxol 3 x 3,5 cc, Nebu NaCl 0,9% 3 x 2 cc.
Prognosis pasien ini untuk fungsional dan vitalnya adalah bonam.
Komplikasi pneumonia bakterial telah jarang ditemukan dengan pengobatan
menggunakan antibiotik. Komplikasi yang mungkin terjadi seperti empiema,
pneumothorax atau abses paru sering terjadi pada fase akut pneumonia yang
disebabkan oleh Staphylococcus, sementara H. Influenza sering menyebabkan
efusi pleura.