bab iv analisis data -...

16
57 BAB IV ANALISIS DATA Bab ini merupakan pembahasan mengenai analisa suatu studi tentang peranan penatalayanan gereja di dalam usaha pencapaian kemandirian gereja dalam bidang dana di GPIB Kasih Karunia Medan. Penulis akan menganalisis data – data yang diperoleh melalui hasil penelitian lapangan. Penulis akan menggunakan penjabaran deskriptif, yakni dengan menjabarkan pelaksanaan penatalayanan dan peranannya terhadap kemandirian gereja dalam bidang dana. Data – data yang diperoleh tersebut akan ditinjau secara kritis dengan menggunakan teori – teori yang telah dituliskan pada Bab II. Analisa ini bertujuan untuk menjawab kedua tujuan penelitian seperti yang tertulis pada Bab I, yakni: a. Mendeskripsikan peranan penatalayanan terhadap kemandirian dan gereja di GPIB Kasih Karunia Medan. b. Mendeskripsikan usaha penatalayanan guna mencapai kemandirian dana gereja di GPIB Kasih Karunia Medan. 4.1. Seputar Penatalayanan GPIB GPIB lahir dari lingkungan GPI, yang hadir pada masa pemerintahan Hindia – Belanda melalui perusahaan dagang VOC. GPI dikenal dan dicirikan sebagai gereja negara selama pemerintahan Hindia – Belanda, yang mana kehadiran GPI masih sarat dengan kepentingan politik pemerintahan Hindia – Belanda. GPI dicirikan dengan gereja negara dikarenakan administrasi dan keuangan gereja menjadi tanggung jawab negara, sehingga teologi dan eksistensi gereja dibatasi oleh pemerintah pada masa itu. Masa pendudukan Jepang, gereja – gereja di Indonesia khususnya gereja yang berasal dari lingkungan GPI mengalami perubahan yang hebat. Gereja – gereja menghadapi tantangan yang berat dalam melaksanakan tugas pelayanannya. Hubungan yang dibangun selama masa pendudukan Belanda antara gereja dengan pihak – pihak luar negeri praktis

Upload: lyhanh

Post on 22-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV ANALISIS DATA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6879/4/T1_712008038_BAB IV.pdf · tantangan yang berat dalam melaksanakan tugas ... Keadaan ini terus

57

BAB IV

ANALISIS DATA

Bab ini merupakan pembahasan mengenai analisa suatu studi tentang peranan

penatalayanan gereja di dalam usaha pencapaian kemandirian gereja dalam bidang dana di

GPIB Kasih Karunia Medan. Penulis akan menganalisis data – data yang diperoleh melalui

hasil penelitian lapangan. Penulis akan menggunakan penjabaran deskriptif, yakni dengan

menjabarkan pelaksanaan penatalayanan dan peranannya terhadap kemandirian gereja dalam

bidang dana. Data – data yang diperoleh tersebut akan ditinjau secara kritis dengan

menggunakan teori – teori yang telah dituliskan pada Bab II. Analisa ini bertujuan untuk

menjawab kedua tujuan penelitian seperti yang tertulis pada Bab I, yakni:

a. Mendeskripsikan peranan penatalayanan terhadap kemandirian dan gereja di

GPIB Kasih Karunia Medan.

b. Mendeskripsikan usaha penatalayanan guna mencapai kemandirian dana

gereja di GPIB Kasih Karunia Medan.

4.1. Seputar Penatalayanan GPIB

GPIB lahir dari lingkungan GPI, yang hadir pada masa pemerintahan Hindia –

Belanda melalui perusahaan dagang VOC. GPI dikenal dan dicirikan sebagai gereja negara

selama pemerintahan Hindia – Belanda, yang mana kehadiran GPI masih sarat dengan

kepentingan politik pemerintahan Hindia – Belanda. GPI dicirikan dengan gereja negara

dikarenakan administrasi dan keuangan gereja menjadi tanggung jawab negara, sehingga

teologi dan eksistensi gereja dibatasi oleh pemerintah pada masa itu.

Masa pendudukan Jepang, gereja – gereja di Indonesia khususnya gereja yang berasal

dari lingkungan GPI mengalami perubahan yang hebat. Gereja – gereja menghadapi

tantangan yang berat dalam melaksanakan tugas pelayanannya. Hubungan yang dibangun

selama masa pendudukan Belanda antara gereja dengan pihak – pihak luar negeri praktis

Page 2: BAB IV ANALISIS DATA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6879/4/T1_712008038_BAB IV.pdf · tantangan yang berat dalam melaksanakan tugas ... Keadaan ini terus

58

terputus. Demikian juga dengan sumber pemasukan dan pembiayaan gereja, yang tidak lagi

menerima bantuan baik dari pemerintah Hindia – Belanda maupun dari lembaga – lembaga

yang ada di luar negeri. Keadaan ini terus berlanjut hingga pada masa kemerdekaan. Keadaan

ini menjadi titik tolak bagi gereja, sehingga gereja dituntut untuk mandiri dalam segala aspek

(teologi, daya dan dana).

Perubahan situasi yang terjadi di Indonesia membuat gereja untuk dapat

menyesuaikan diri dengan konteks yang ada. Lahirnya GPIB ditandai dengan munculnya

semangat kesadaran akan bergereja pada diri bangsa Indonesia dalam bentuk gereja lokal.

Semangat bergereja ini berbenturan dengan perubahan situasi yang ada, sehingga menuntun

GPIB untuk menata dirinya.. Gereja yang dapat membangun teologinya sendiri, mengatur

dan mengembangkan sumber daya yang dimilikinya, serta dapat membiayai kebutuhannya

dalam bidang dana. Semuanya ini menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh GPIB pada

masa awal pelembagaannya.

Sidang Sinode Am ke – III di Bogor pada 30 Mei – 10 Juni 1948 memberikan tiga

tugas pokok kepada badan pekerja Am dalam mempersiapkan pelembagaan GPIB sebagai

gereja yang baru dan berdiri sendiri. Salah satu tugasnya adalah menyiapkan tata gereja dan

peraturan – peraturan gereja. Tata gereja dan peraturan – peraturan ini bertujuan untuk

mendukung pelaksanaan penatalayanan gereja. Tata gereja merupakan susunan seluruh aturan

gereja yang berfungsi untuk mengatur dan memberikan arah bagi seluruh kegiatan gereja

sehingga terdapat keserasian, keseimbangan dan keselarasan dalam kehidupan bergereja.

Peraturan – peraturan yang dimiliki oleh gereja lahir berdasarkan pada tata gereja, karena

didalamnya terdapat seluruh gagasan dasar GPIB. Semenjak pelembangaannya, tata gereja

dan peraturan – peraturan gereja yang dimiliki oleh GPIB terus mengalami perubahan dengan

maksud agar GPIB dapat menyesuaikan diri dengan konteksnya.

Page 3: BAB IV ANALISIS DATA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6879/4/T1_712008038_BAB IV.pdf · tantangan yang berat dalam melaksanakan tugas ... Keadaan ini terus

59

Dalam rangka menata dan mengembangkan panggilan dan pengutusannya GPIB

didasarkan pada sistem presbiterial sinodal. Pada sistem presbiterial sinodal, para presbiter

menata dan mengembangkan persekutuan, pelayanan dan kesaksian. Sistem presbiterial

sinodal yang digunakan oleh GPIB, menetapkan bahwa pelaksana penatalayanan adalah

presbiter. Dalam Tata Gereja pada peraturan no. 1 pasal 1 dituliskan, presbiter adalah warga

sidi jemaat GPIB yang menyediakan diri secara khusus melalui proses perupaan untuk

melayani di GPIB, sebagai pemenuhan panggilan dan pengutusan Kristus dalam rangka

mewujudkan gereja missioner. Presbiter terdiri atas: diaken, penatua dan pendeta.

Pada tingkat jemaat, persekutuan kerja dari para presbiter yang merupakan pimpinan

GPIB di lingkup jemaat kemudian disebut dengan majelis jemaat. Adapun tugas – tugas dari

majelis jemaat yang tertuang dalam tata gereja peraturan no. 2 pasal 2 yakni: menjabarkan

keputusan dan ketetapan persidangan sinode GPIB dan tugas – tugas yang dipercayakan oleh

majelis sinode dengan berpedoman pada visi dan misi GPIB; membuat dan menetapkan

program kerja dan anggaran yang mengacu pada PKUPPG (pokok – pokok kebijakan umum

panggilan dan pengutusan gereja); menetapkan penatalayanan jemaat dan mengawasi

pelaksanaannya. Dalam menjalankan tugas – tugasnya tersebut, majelis jemaat dibantu oleh

pelayanan kategorial (pelkat), komisi – komisi maupun unit – unit missioner yang dimiliki

oleh gereja.

Penjelasan Akardy mengenai etika penatalayan, bahwa penatalayan adalah jabatan

yang diberikan, yang didalamnya terdapat wewenang kemudian penatalayan adalah jabatan

yang ditetapkan dalam jangka waktu tertentu, sehingga tugas penatalayanan hanya dapat

dilaksanakan selama masa jabatan itu masih berlaku. Penjelasan Akardy ini sejalan dengan

sistem penatalayanan yang dirumuskan oleh GPIB. Dalam GPIB penatalayan dilaksanakan

oleh presbiter. Presbiter selaku penatalayan memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus

Page 4: BAB IV ANALISIS DATA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6879/4/T1_712008038_BAB IV.pdf · tantangan yang berat dalam melaksanakan tugas ... Keadaan ini terus

60

dilaksanakan, dan presbiter bertugas dalam jangka waktu yang telah ditetapkan yakni lima

tahun.

GPIB memahami dirinya sebagai gereja misioner, maksudnya gereja yang secara

konsisten menjalankan misi yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus untuk menyebarkan Injil

dalam berbagai bentuk dan pola. Gereja missioner memahami aktivitas misinya dijalankan

sesuai dengan visi gereja, yakni menjadi gereja yang mewujudkan damai sejahtera bagi

seluruh ciptaan-Nya. Selaku gereja misioner, GPIB dibawa untuk tidak terjebak dalam sikap

yang statis, melainkan harus jeli melihat lingkungan serta konteks yang menyekitarinya.

Dengan begitu gereja menjalankan misinya di semua tempat dan waktu.

Penulis berpendapat, bahwa secara garis besar GPIB selaku gereja missioner telah

melaksanakan tugas yang dimandatkan oleh Allah untuk mengatur dan mengelola rumah

tangga gereja dengan baik. Secara historis pelembagaan GPIB sebagai gereja yang mandiri

mendapatkan suatu tantangan yang hebat, karena pada masa itu gereja tidak lagi menjadi

tanggung jawab dari pemerintah. Melainkan gereja bertanggung jawab atas dirinya sendiri.

Hal ini terjadi dikarenakan kebijakan dari pemerintah untuk memisahkan administrasi dan

keuangan gereja dari tanggung jawab negara. Penatalayanan yang baik ini salah satunya,

dapat dilihat dari tata gereja yang dirumuskan dan diamandemen pada tahun 2010 untuk

menyesuaikan dengan konteks yang menyekitari gereja dan PKUPPG yang dirumuskan oleh

gereja sebagai acuan jangka panjang untuk pelaksanaan pelayanan dan kesaksian gereja.

4.2. Penatalayanan Gereja Menurut GPIB Kasih Karunia

Sairin menyatakan, rumusan mengenai eksistensi gereja, yakni: gereja bukan dari

dunia ini, namun ia diutus kedunia. Identitas yang dimiliki oleh gereja sebagai suatu lembaga

menjelaskan kehadirannya yang bukan berasal dari dunia ini melainkan atas campur tangan

Allah yang mengutus gereja. Identitas ini yang membedakan gereja dengan lembaga –

lembaga lainnya. Penulis setuju dengan rumusan yang dinyatakan oleh Sairin. Gereja

Page 5: BAB IV ANALISIS DATA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6879/4/T1_712008038_BAB IV.pdf · tantangan yang berat dalam melaksanakan tugas ... Keadaan ini terus

61

dipahami sebagai persekutuan yang didirikan oleh Allah, dan bersamaan dengan itu gereja

juga diutus untuk berkarya di tengah dunia ini. Tujuan dari gereja ini dimaksudkan untuk

menghadirkan damai sejahtera Allah di dunia. Gereja diutus juga dipahami bahwa gereja

memiliki tugas yang diberikan oleh Allah. Tugas tersebut membawa gereja untuk dapat

memahami konteks yang ada disekitarnya.

Penatalayanan yang dilakukan oleh gereja merupakan penataan terhadap kasih

karunia yang Allah percayakan kepada gereja. Kasih karunia ini dapat berupa non – materi

maupun materi, yang kemudian oleh penulis disebutkan dengan potensi dan sumber daya.

Potensi adalah kemampuan yang dapat dikembangkan, dan sumber daya adalah faktor

produksi yang bersifat materi maupun non-materi yang dimiliki seperti tanah, sumber daya

manusia, uang, barang dan sebagainya.

Hasil wawancara menggambarkan bahwa penatalayanan merupakan suatu tugas yang

dilaksanakan oleh gereja dalam mengatur dan mengelola rumah tangga gereja, yang ditambah

dengan memberdayakan setiap potensi dan sumber daya yang dimiliki untuk menghadirkan

tujuan dari gereja, yakni menghadirkan damai sejahtera. Tugas penatalayanan ini diikuti

dengan tanggung jawab.

Menurut Ihalauw, pelaksanaan penatalayanan harus berdasarkan pada visi gereja.

Disini Ihalauw ingin menyampaikan bahwa pelaksanaan penatalayanan tidak boleh keluar

dari cita – cita GPIB yakni visi GPIB, sehingga pelaksanaan penatalayanan dapat berjalan

dalam koridor tersebut. Adapun Visi GPIB yakni: menjadi gereja yang mewujudkan damai

sejahtera bagi seluruh cipataan – Nya. Visi ini menjadi cita – cita yang akan

diwujudnyatakan oleh GPIB terkait dengan eksistensinya di tengah – tengah dunia khususnya

di Indonesia. Kehadiran GPIB memiliki tujuan untuk menghadirkan damai sejahtera, bukan

hanya terhadap sesama manusia tetapi bagi seluruh ciptaan – Nya. Untuk itu penatalayanan

Page 6: BAB IV ANALISIS DATA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6879/4/T1_712008038_BAB IV.pdf · tantangan yang berat dalam melaksanakan tugas ... Keadaan ini terus

62

yang dilaksanakaan oleh gereja, bertujuan untuk mewujudkan visi GPIB yang telah

dirumuskan.

Menurut Evi, penatalayanan gereja dilaksanakan oleh pengurus harian majelis jemaat

(PHMJ), melalui tugas dan tanggung jawabnya masing – masing. Pengurus harian majelis

jemaat1 merupakan suatu struktur kepemimpinan yang bertujuan sebagai pelaksana sehari –

hari dari keputusan sidang majelis jemaat (SMJ). PHMJ dipilih dan ditetapkan untuk

melaksanakan kegiatan gereja sesuai dengan program kerja gereja yang telah diputuskan dan

berdasarkan PKUPPG. PHMJ merupakan representasi harian dari majelis jemaat yang

memiliki masa jabatan selama dua tahun enam bulan.

Penulis tidak sependapat dengan Evi, karena menurut GPIB seperti yang tertuang

pada tata gereja GPIB 2010 peraturan no. 1 pasal 1 ayat 4, yakni: presbiter adalah pelaksana

penatalayanan di dalam gereja dan jemaat. Berdasarkan tata gereja GPIB peraturan no.1

pasal 1 ayat 4 ini, yang dimaksudkan dengan penatalayan adalah presbiter, yakni diaken,

penatua dan pendeta. Kemudian persekutuan dari para presbiter ini disebut dengan majelis

jemaat yang merupakan pimpinan GPIB pada tingkat jemaat. Presbiter yang dimaksudkan

bukanlah presbiter yang berada dalam struktur kepemimpinan PHMJ melainkan keseluruhan

presbiter. PHMJ hanya representasi dari harian dari majelis jemaat.

Menurut David, penatalayanan memiliki pengertian yang sama dengan manajemen.

Sugiyo Wiryoputro memberikan pengertian manajemen adalah ilmu dan seni dari suatu

proses usaha perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan

pengendalian kegiatan penggunaan sumber daya manusia serta benda dalam suatu organisasi

agar tercapainya tujuan dari organisasi tersebut secara efektif dan efisien.2 Sedangkan

pengertian penatalayanan adalah tugas yang dipercayakan oleh Allah kepada manusia untuk

mengelola setiap sumber daya yang diberikan, yang disertai dengan rasa tanggung jawab.

1 Lihat tugas – tugas PHMJ pada Bab III hal 44. 2 Sugiyanto Wiryoputro, Dasar – Dasar Manajemen Kristiani, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 2.

Page 7: BAB IV ANALISIS DATA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6879/4/T1_712008038_BAB IV.pdf · tantangan yang berat dalam melaksanakan tugas ... Keadaan ini terus

63

Penatalayanan merupakan tugas yang Allah mandatkan sedangkan manajemen adalah ilmu

atau seni untuk mengatur dan mengelolah suatu organisasi untuk mencapai tujuan dari

organisasi. Dengan begitu penulis tidak sependapat dengan David yang menyamakan

penatalayanan dengan manajemen. Menurut penulis, pokok utama yang membedakan antara

penatalayanan dengan manajemen adalah mengenai pemahaman terhadap kepemilikan dan

tanggung jawab. Penulis memahami bahwa manajemen tidak dapat disamakan dengan

penatalayanan, tetapi dalam praksis penatalayanan memerlukan ilmu manajemen.

Penatalayanan gereja harus dipahami bahwa penatalayanan yang dilakukan oleh

gereja merupakan kepercayaan yang Allah berikan kepada gereja untuk melaksanakan

pekerjaanNya. Sehingga pelaksanaan penatalayanan berpedoman pada Firman Tuhan. Cooper

White mengatakan bahwa pelaksanaan penatalayanan harus didasari dengan spiritualitas,

dengan artian bahwa penatalayanan disertai dengan memikul salib Tuhan. Tujuannya agar

penatalayan tidak keluar dari identitasnya sebagai murid Tuhan. Penulis setuju dengan

gagasan Cooper White mengenai hal ini. Menurut penulis, apabila penatalayanan tidak

didasari pada spiritualitas maka penatalayan yang mengurus rumah tangga gereja akan

berpatokan pada kehendaknya sendiri, bukan pada kehendak tuannya yakni Allah.

Penulis disini melihat, GPIB Kasih Karunia Medan melalui para narasumber yang

menjadi representasi telah memiliki pemahaman yang masih kurang akan makna dan

pelaksanaan penatalayanan gereja. Dapat dilihat dalam pernyataan – pernyataan yang

dikeluarkan oleh narasumber. Menurut penulis, hal ini terjadi karena sebagian narasumber

(dua orang) tidak memiliki latar belakang pendidikan teologi. Sehingga sulit bagi narasumber

untuk menjelaskan terminologi penatalayanan secara akurat. Tetapi secara garis besar

narasumber dapat memahami penatalayanan dan bagaimana penatalayanan itu.

Page 8: BAB IV ANALISIS DATA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6879/4/T1_712008038_BAB IV.pdf · tantangan yang berat dalam melaksanakan tugas ... Keadaan ini terus

64

4.3. Peranan dan Usaha Penatalayanan dalam Kemandirian dana GPIB Kasih

Karunia

Praksis penatalayanan gereja tidak hanya berkaitan dengan tanggung jawab untuk

mengatur atau menggunakan potensi dan sumber daya yang ada, melainkan gereja juga

memiliki tanggung jawab untuk mengelola potensi dan sumber daya tersebut. Gereja

dipanggil untuk menjalankan tanggung jawabnya selaku penatalayan dengan

memberdayakan, memanfaatkan, mengelola dan memperbanyak setiap sumber daya yang

dimiliki, untuk pelaksanaan pelayanan dan kesaksian di dalam dunia ini.

Kemandirian gereja menurut LDKG adalah suatu upaya bersama yang dilakukan

secara terus menerus memperkembangkan segala kemampuan atau potensi yang dimilikinya

dan dipergunakan secara bebas dan bertanggung jawab bagi persekutuan, pelayanan dan

kesaksian. Dapat dipahami melalui pengertian kemandirian yang dijabarkan oleh LDKG

bahwa kemandirian gereja merupakan suatu usaha yang dilakukan secara berkelanjutan, tidak

dapat berhenti. Maksudnya adalah kemandirian merupakan suatu keadaan yang dipengaruhi

oleh ruang dan waktu, sehingga kemandirian bukanlah suatu keadaan yang absolut, yang

bilamana telah mencapai suatu keadaan yang mandiri akan tetap bertahan sampai selamanya.

Menurut penulis, pemahaman kemandirian yang seperti diatas adalah kekeliruan karena

suatu keadaan yang mandiri dapat berubah jika usaha yang dilakukan berhenti.

Kemandirian gereja adalah faktor penting yang memungkinkan gereja untuk dapat

melaksanakan tugas panggilannya secara bertanggung jawab. Dengan demikian, kemandirian

merupakan suatu pra-syarat penting untuk menjelaskan identitas gereja sebagai tubuh Kristus.

Sehingga usaha kemandirian gereja adalah tugas yang tidak dapat dikesampingkan.

David dan Ryan mempunyai pemahaman yang sama akan kemandirian gereja dalam

bidang dana. Mereka berpendapat kemandirian dalam bidang dana merupakan suatu

kemampuan gereja untuk mendapatkan dana guna membiayai segala kebutuhannya. Gereja

Page 9: BAB IV ANALISIS DATA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6879/4/T1_712008038_BAB IV.pdf · tantangan yang berat dalam melaksanakan tugas ... Keadaan ini terus

65

merupakan suatu organisasi atau lembaga yang membutuhkan dana untuk menjalankan roda

organisasinya. Selaku gereja yang mandiri, kebutuhan gereja akan dana dapat terpenuhi oleh

gereja itu sendiri tanpa meminta bantuan dari yang lain. Ryan menambahkan, bahwa sumber

– sumber dana yang dimiliki oleh gereja berasal dari warga jemaat melalui persembahan,

perpuluhan maupun sumbangan yang diberikan kepada gereja. Disisi yang lain, David

berpendapat bahwa gereja yang mandiri adalah gereja yang dapat mengusahakan kebutuhan

dananya sendiri. Jadi pemasukan dana gereja tidak lagi bergantung dari pemberian warga

jemaat. Maksudnya, gereja dapat berusaha untuk memenuhi kebutuhannya akan dana.

Banyak sedikitnya pemberian jemaat, tidak menjadi permasalahan bagi gereja, karena gereja

dapat mencukupkan kebutuhannya atas hasil usahanya. Hal serupa juga diutarakan oleh

Ryan, bahwa melalui penatalayanannya gereja dapat berusaha menghasilkan sumber

pemasukan yang baru selain dari pemberian jemaat.

David dan Ryan mengatakan, kemandirian gereja dalam bidang dana dapat tercapai

bilamana gereja mau mengembangkan dan memberdayakan sumber daya yang dimilikinya

agar dapat menghasilkan sumber pemasukan yang baru, dengan kata lain gereja dituntut

untuk berusaha. David menambahkan bahwa usaha yang gereja lakukan bukanlah usaha yang

bersifat sementara melainkan usaha yang berkelanjutan sehingga sumber pemasukan melalui

hasil usaha gereja tetap ada. Tujuan dari usaha yang dilakukan oleh gereja bukanlah semata –

mata untuk memperkaya gereja, melainkan dana yang dihasilkan melalui hasil usaha tersebut

dapat dipergunakan untuk melaksanakan misi dan pelayanan gereja. Sehingga gereja dapat

tertantang untuk melakukan pelayanan yang lebih besar lain. Hal yang sama diutarakan oleh

Ryan, usaha yang dilakukan oleh gereja ini harus tetap berjalan dalam koridornya.

Edgar Walz juga menyampaikan hal yang sama terkait dengan peranan uang dalam

gereja. Gereja yang memahami misinya akan memandang uang sebagai alat untuk digunakan

dalam pelaksanaan misi gereja. Sehingga kemampuan gereja untuk mendapatkan atau

Page 10: BAB IV ANALISIS DATA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6879/4/T1_712008038_BAB IV.pdf · tantangan yang berat dalam melaksanakan tugas ... Keadaan ini terus

66

menghasilkan dana dalam jumlah yang lebih besar akan dijadikan sebagai tantangan bagi

gereja untuk membuat kegiatan pelayanan dan kesaksian yang lebih besar lagi.

Menurut Evi, sumber pemasukan dana yang utama di Kasih Karunia berasal dari

warga jemaat selain itu gereja juga dituntut untuk berusaha agar dapat menghasilkan sumber

pemasukan dana yang baru guna mendukung pelaksanaan misi dan pelayanan gereja. Evi

memiliki pendapat yang hampir mirip dengan David dan Ryan. Evi juga menyatakan bahwa

gereja juga harus berusaha sehingga memiliki sumber pemasukan dana yang lain selain dari

pemberian jemaat. Tetapi pendapat Evi selanjutnya sangat berbeda dengan dua narasumber

tersebut, ia berpendapat bahwa kemandirian dalam bidang dana merupakan tugas dari ketua

IV PHMJ. Sehingga kemandirian dana gereja dapat terwujud jika didukung dengan peran

aktif dari ketua IV PHMJ.

Pandangan Ihalauw terkait dengan penatalayanan dan kemandirian dalam bidang

dana, disampaikan dengan sangat keras. Menurut Ihalauw banyak orang menilai bahwa

peranan penatalayanan terkait dengan keuangan hanyalah mengenai pengaturan. Jika hal

seperti ini terjadi maka warga jemaat akan menjadi korban. Karena gereja hanya mengatur

keluar masuknya keuangannya. Dan bilamana gereja membutuhkan dana maka gereja akan

meminta kepada warga jemaatnya atau menaikkan iuran persembahan tetap bulanan atau

menerapkan perpuluhan, kesemuanya ini dilakukan karena sumber pemasukan keuangan

gereja hanya berasal dari pemberian warga jemaat. Beliau juga menyampaikan bahwa di

GPIB Kasih Karunia praksis penatalayanan terkait dengan kemandirian dalam bidang dana

belum berjalan dengan baik dan semestinya. Karena, pada saat ini gereja masih

mengharapkan pemberian warga jemaat untuk mencukupkan kebutuhannya.

Berdasarkan pendapat Ihalauw, dapat dilihat bahwa peranan penatalayanan penting

dalam pencapaian kemandirian dalam bidang dana. Pemahaman dan penerapan praksis

penatalayanan yang salah oleh gereja akan berdampak pada warga jemaat yang menjadi

Page 11: BAB IV ANALISIS DATA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6879/4/T1_712008038_BAB IV.pdf · tantangan yang berat dalam melaksanakan tugas ... Keadaan ini terus

67

korban. Penatalayanan dalam kaitan dengan kemandirian dalam bidang dana harus dipahami

sebagai suatu kemampuan gereja untuk menggali sumber – sumber kekayaan dan untuk

melipatgandakan, mengamankan dan menggunakannya secara tepat-guna harta benda yang

diberikan oleh Tuhan untuk pelaksanaan misi gereja.

Hasil temuan penulis dalam penelitiannya, yakni: jikalau melihat pemasukan

keuangan gereja yang tertulis dalam program kerja gereja, maka dapat dilihat gereja memiliki

dua sumber pemasukan yakni: pemasukan dari sektor rutin dan sektor program. Sumber

pemasukan rutin diperoleh melalui persembahan syukur, persembahan tetap bulanan, kolekte,

sumbangan dan pengembalian piutang gereja. Sedangkan sumber pemasukan program

diperoleh melalui usaha dana yang dilakukan oleh panitia/ komisi maupun pelkat yang

sifatnya accidentaly. GPIB memahami sumber pemasukan keuangan gereja berasal dari tiga

sumber, yakni: melalui sektor rutin, program dan proyek. Dengan hanya terdapatnya dua

sumber tersebut maka GPIB Kasih Karunia belum memiliki sumber pemasukan keuangan

dari sektor proyek, yang dapat diperoleh melalui usaha pemberdayaan yang dilakukan oleh

gereja terhadap potensi dan sumber daya yang ada.

Berdasarkan rencana program dan anggaran GPIB Kasih Karunia: 92,90% pemasukan

dana gereja berasal dari warga jemaat yakni persembahan dan kolekte; 3,46% pemasukan

dana gereja berasal dari penerimaan rutin yakni dalam bentuk pengembalian pinjaman

pegawai dan jasa giro/ bunga bank; sedangkan 3,64% berasal dari hasil usaha dana komisi –

komisi, penjualan kalender dan keranjang kasih untuk persidangan, yang kesemuanya

merupakan kegiatan yang bersifat sementara. Yang dimaksudkan dengan persembahan adalah

persembahan tetap bulanan (PTB), dan persembahan syukur. Kolekte berasal dari kolekte

ibadah minggu, perjamuan kudus, ibadah jumat agung, ibadah natal, tahun baru, hari

nasional, ibadah syukur, ibadah keluarga dan ibadah pelayanan kategorial (Pelkat).

Page 12: BAB IV ANALISIS DATA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6879/4/T1_712008038_BAB IV.pdf · tantangan yang berat dalam melaksanakan tugas ... Keadaan ini terus

68

Dengan melihat data rencana program dan anggaran GPIB Kasih Karunia ini, maka

pemasukan keuangan GPIB Kasih Karunia Medan masih mengandalkan dari warga

jemaatnya. Gereja masih bersikap pasif, dalam artian bahwa gereja hanya menerima dan

mengatur penerimaan itu tanpa berusaha untuk melakukan tindakan yang lebih jauh terhadap

penerimaan tersebut. Maksudnya adalah gereja tidak memperlihatkan suatu usaha yang lain

untuk memungkinkan gereja agar tidak bergantung dari pemberian warga jemaat. Gereja

melupakan aspek produktivitas melalui hasil usaha yang dilakukan.

Tata gereja GPIB tidak melarang gereja untuk melakukan suatu usaha yang dapat

menghasilkan pemasukan yang baru bagi gereja. Malahan tata gereja memberikan jalan bagi

gereja untuk memiliki suatu usaha. Hal ini terdapat dalam tata gereja no. 12 pasal 1, badan

usaha milik gereja (BUMG) adalah badan hukum GPIB yang merupakan badan pelaksana

kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan semangat gerejawi dan bermanfaat sebagai

saran pendukung yang menunjang dan menumbuh kembangkan kemandirian GPIB. BUMG

dapat menjadi alat bagi gereja yang dapat dipakai untuk kepentingan mendukung pelayanan

gereja. Kegiatan usaha yang dilakukan oleh BUMG akan memberikan sumber pemasukan

keuangan yang baru bagi gereja.

Acuan jangka panjang PKUPPG (2006 – 2026) merumuskan tugas misinya sebagai

berikut, memantapkan spiritualitas umat untuk membangun dan mengembangkan GPIB

sebagai gereja misioner yang membawa damai sejahtera Yesus Kristus di tengah – tengah

masyarakat dan dunia. Eksistensi dari BUMG yang terdapat dalam tata gereja, diharapkan

terwujud dalam acuan jangka panjang PKUPPG sebagai strategi untuk mencapai sasaran

tersebut. Beberapa sasaran yang hendak dicapai oleh GPIB dalam bidang dana dalam

kaitannya dengan jemaat, yakni: badan usaha milik gereja sudah berperan untuk membantu

majelis jemaat, tersedianya sumber dana yang dapat membiayai seluruh kebutuhan pos – pos

Pelkes, tersedianya sumber daya dan dana yang optimal yang dapat digunakan dan dikelola

Page 13: BAB IV ANALISIS DATA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6879/4/T1_712008038_BAB IV.pdf · tantangan yang berat dalam melaksanakan tugas ... Keadaan ini terus

69

secara teratur dalam koridor hukum yang ditaati bersama oleh semua unsur – unsur dalam

sistem GPIB. Salah satu strategi untuk mencapai sasaran tersebut adalah gereja didorong

untuk memanfaatkan aset yang tidak aktif untuk dijadikan modal bagi BUMG.

Pandangan Pipper dalam penatalayanan gereja, uang diikutsertakan dalam pengabdian

kepada Tuhan. Uang tidak lagi diutamakan fungsi materinya, melainkan fungsi rohaninya.

Pipper sejalan dengan Edgar Walz yang mengatakan, melalui uang gereja akan dipanggil

untuk melayani maksud dan kehendak Allah. Sehingga uang dipakai sebagai alat untuk

mengungkapkan kasih dan pelayanan serta menjadi alat untuk memuliakan Allah. Penulis

sependapat dengan Pipper maupun Walz, dengan uang gereja dapat melaksanakan pelayanan

yang lebih besar. Melihat fungsi rohani dari uang, maka gereja dapat melihat betapa

pentingnya posisi uang sebagai alat dalam melaksanakan pelayanan dan kesaksian gereja.

Dengan mengutamakan fungsi rohani dari uang tersebut, maka gereja akan melihat bahwa

kemandirian dalam bidang dana dan memiliki sumber pemasukan baru yang berasal atas hasil

usaha gereja menjadi penting untuk diwujudkan melalui penatalayanan gereja.

Penulis berpendapat bahwa GPIB Kasih Karunia Medan belum dapat dikatakan

sepenuhnya mandiri dalam bidang dana, berdasarkan pemahaman kemandirian dana yang

dirumuskan dalam LDKG. Adapun kemandirian dana menurut LDKG adalah kemampuan

gereja untuk menggali sumber – sumber kekayaan dan untuk melipatgandakan,

mengamankan dan menggunakan secara tepat guna harta benda yang diberikan Tuhan untuk

pelaksanaan misi gereja. Dalam GPIB Kasih Karunia, sumber pemasukan keuangan gereja

masih mengandalkan pemberian dari warga jemaat. Sedangkan kegiatan pelipatgandaan,

ataupun usaha yang dilakukan oleh gereja melalui BUMG nya belum terjuwud-nyata.

Ketergantungan gereja terhadap pemberian warga jemaat dapat berdampak buruk bagi

keberlangsungan gereja. Dengan keadaan seperti ini penulis berpendapat bahwa berkaitan

dengan kemandirian dana, peranan penatalayanan belum dilaksanakan secara maksimal.

Page 14: BAB IV ANALISIS DATA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6879/4/T1_712008038_BAB IV.pdf · tantangan yang berat dalam melaksanakan tugas ... Keadaan ini terus

70

Usaha – usaha maupun peranan penatalayanan dalam pencapaian kemandirian dana

pada GPIB Kasih Karunia Medan masih bersifat konvensional. Konvensial maksudnya

sumber pemasukan dana yang dimiliki oleh gereja masih mengandalkan pemberian dari

warga jemaat. Pentalayanan masih sebatas pengaturan keluar masuknya keuangan, dan belum

sampai pada tahapan untuk memberdayakan dana yang dimiliki oleh gereja. Penulis setuju

dengan teori Cunningham, penatalayanan ketika dipahami secara benar maka akan

menyediakan sebuah model yang unik untuk hidup yang kreatif. Teori Cunningham ini

mendukung pendapat – pendapat para narasumber, bahwa untuk mencapai kemandirian dana

maka gereja harus memiliki suatu usaha dengan memberdayakan segala potensi dan sumber

daya yang ada pada gereja sehingga dapat menghasilkan sumber pemasukan keuangan yang

baru.

4.4. Bisnis Sebagai Suatu Alternatif

Gereja tidak dapat terus bergantung pada pemasukan keuangan yang bersifat

konvensional, sehingga penulis memberikan gagasan bahwa gereja juga dapat memikirkan

pemasukan keuangan yang bersifat inkonvensional yakni sumber pemasukan keuangan yang

tidak berasal dari pemberian jemaat atau dalam GPIB disebut dengan sumber pemasukan dari

sektor proyek. Sumber pemasukan proyek merupakan pemasukan keuangan yang diperoleh

melalui usaha pemberdayaan terhadap potensi atau kemampuan yang dimiliki oleh gereja

sehingga dapat menghasilkan pemasukan bagi gereja.

Menurut penulis, bisnis dapat dijadikan suatu alternatif bagi gereja yang

mendatangkan pemasukan keuangan yang bersifat inkonvensional. Pemasukan keuangan dari

sektor inkonvensional tidak dapat terpisahkan dari pemasukan konvensional. Maksudnya,

usaha inkonvensional yang dilakukan oleh gereja harus dilaksanakan sebagai cara

pengelolahan yang kreatif dan produktif atas pemberian jemaat (persembahan, kolekte dan

lain – lain).

Page 15: BAB IV ANALISIS DATA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6879/4/T1_712008038_BAB IV.pdf · tantangan yang berat dalam melaksanakan tugas ... Keadaan ini terus

71

Menurut Eka Darmaputera, tradisi Kristen memiliki pandangan yang dualistik tentang

bisnis. Disatu sisi, gereja dan bisnis seringkali dilihat dalam bingkai dikotomi sakral – profan.

Gereja dianggap sebagai yang rohani dan suci serta terdapat citra akan kesalehan, kejujuran

dan moral baik, sedangkan bisnis itu duniawi dan kotor serta melekat tipu daya dan moral

jahat. Sedangkan disisi lain, kegiatan bisnis dianggap sebagai sumber pemasukan dana

inkonvensional bagi gereja dan berguna untuk mendukung misi dan pelayanan gereja.3

Bisnis yang dilaksanakan oleh gereja dipandang sebagai alat yang dipakai oleh gereja

yang dapat dipakai untuk mendukung pelayanan dan misi gereja. Bisnis dapat menjadi rohani

jika dilaksanakan sesuai dengan nilai – nilai Kristiani. Sedgwick dalam Mastra

mengemukakan atribut – atribut yang diperlukan untuk keberhasilan bisnis, seperti kreatifitas,

inovasi, inisiatif, kemampuan meyakinkan orang, pengambilan resiko, kemampuan

menganalisa dan kebebasan yang bertanggung jawab, yang kesemuanya itu dilaksanakan

dengan tidak bertentangan dengan nilai – nilai Kristiani.4

Iman Kristen kaya akan nilai – nilai yang sangat fundamental dalam melaksanakan

bisnis. Visi bisnis yang hanya semata – mata mengejar laba tanpa memperdulikan

lingkungan, mengeksploitasi tenaga manusia tanpa memperhatikan kesehatan pekerja,

memakai segala cara termasuk KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), menjual barang dengan

kualitas rendah, dan menggunakan segala cara untuk mematikan bisnis orang lain yang

menjadi kompetitornya, kesemua visi bisnis yang seperti ini bertolak belakang dengan iman

Kristen. Eka darmaputera menekankan bahwa bisnis dilaksanakan dalam iman Kristen dan

menjadikan ajaran Kristus sebagai dasarnya. Bisnis sarat dengan dimensi etika dan moral

3 Eka Darmaputera, Etika Sederhana Untuk Semua: Bisnis, Ekonomi dan Penatalayanan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 19. 4 Made Gunaraksawati Mastra, Teologi Kewirausahaan, (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen dan UKDW, 2009), 127 – 128.

Page 16: BAB IV ANALISIS DATA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6879/4/T1_712008038_BAB IV.pdf · tantangan yang berat dalam melaksanakan tugas ... Keadaan ini terus

72

yang terkait dengan iman Kristen. Oleh karena itu, bisnis yang dijalankan oleh gereja diikuti

dengan pengaplikasian iman Kristen secara utuh.5

Adapun penulis mencoba untuk memberikan suatu alternatif terhadap bisnis yang

dapat dilaksanakan oleh gereja, yakni: usaha katering dan toko buku Kristen. Pertama, usaha

katering yang diusulkan oleh penulis bertujuan untuk menyediakan dan memenuhi kebutuhan

dalam hal santapan makan seperti snack, nasi kotak maupun prasmanan pada masyarakat

umum dan khususnya kepada warga jemaat serta gereja. Kedua, usaha toko buku Kristiani

yang diusulkan oleh penulis bertujuan untuk memenuhi literatur – literatur Kristiani yang

bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman teologi umat Kristen,

khususnya warga jemaat dan para presbiter.

Usaha – usaha yang dilakukan oleh gereja ini bukan sekedar untuk mencari laba,

tetapi juga dapat meningkatkan ekonomi jemaat dengan terbukanya lapangan pekerjaan.

Hasil dari keuntungan dari usaha – usaha dari badan usaha milik gereja ini dapat digunakan

untuk menunjang program dan kegiatan pelayanan gereja. Melalui kegiatan usaha ini gereja

telah mengupayakan sumber pemasukan melalui sektor program dalam pemahaman GPIB

atau sektor inkonvensional dalam pemahaman penulis.

5 Adji Ageng Sutama et.al., Bergumul Dalam Pengharapan: Buku Penghargaan Untuk Pdt. Dr. Eka Darmaputera, (Jakarta: Gunung Mulia, 2004), 318 – 320.