bab iv analisis dan pembahasan -...
TRANSCRIPT
���
�
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Klasis Pulau Ambon
Gereja Protestan Maluku memiliki 28 Klasis, dan
Klasis Pulau Ambon merupakan wilayah pelayanan
GPM yang terbesar dengan jumlah jiwa 137.897 jiwa.
Klasis GPM Pulau Ambon secara geografis berada di
sebagian besar kawasan Pulau Ambon dan
berkedudukan di dua pusat pemerintahan, yakni
Pemerintahan Kabupaten Maluku Tengah dan
Pemerintah Kota Ambon. Klasis GPM Pulau Ambon
sendiri memiliki batas-batas wilayah pelayanan sebagai
berikut :
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan
Leihitu
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Banda
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan
Salahutu
• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan
Leihitu Barat
Klasis GPM Pulau Ambon beranggotakan 62
jemaat, yang memiliki komposisi jemaat sebagai berikut
7 (tujuh) jemaat berada di kabupaten Maluku Tengah,
dan 55 jemaat di Kota Ambon. Sesuai data terakhir
(pertengahan) tahun 2010, warga gereja di Klasis Pulau
���
�
Ambon berjumlah 137.897 jiwa dari 32.044 kepala
kelarga (KK) yang tersebar di 62 jemaat. Jumlah jiwa
terbesar ada di beberapa jemaat yakni jemaat
Rehoboth, Passo, Galala, Halong, Latuhalat, Waai, dan
Nehemia. Jemaat-jemaat yang ada dalam proses
pelayanan di dukung oleh Majelis Jemaat yang ada.
Proses pemilihan sesuai dengan ketentuan pemilihan
Majelis Jemaat Gereja Protestan Maluku. Sesuai
dengan data yang ada, jumlah Majelis Jemaat adalah
2.191 orang (Penatua dan Diaken). Dari data yang ada
sebagian besar Majelis Jemaat (Penatua dan Diaken)
pada periode (2010–2015) ini adalah Majelis Jemaat
(Penatua dan Diaken) yang sudah berpengalaman
melayani di periode sebelumnya. Berdasarkan database
pelayanan khusus (pendeta) di Klasis GPM Pulau
Ambon sesuai SK BHP/MPH Sinode GPM di Pulau
adalah 124 orang, yang terdiri dari Pendeta Organik di
kantor Klasis sebanyak 6 orang dan di jemaat sebanyak
117 orang.
Keberhasilan dan efektifitas pelayanan gereja
sangat bergantung pada ketersediaan aparatur pelayan
khusus dalam hal ini Pendeta (pegawai organik gereja).
Pendeta juga merupakan ketua majelis jemaat dan
sebagai pemimpin bagi organisasi gereja. Pendeta
dibantu oleh majelis jemaat (penatua dan diaken)
untuk melakukan tugas dan pelayanan. Proses ini
���
�
diperlukan sebagai faktor pendukung untuk
menunjang proses strategi pelayanan sebagai subyek
penggerak diharapkan dapat berperan secara
maksimal.
4.2 Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini seluruhnya
adalah Majelis Jemaat yakni penatua dan diaken
(Pekerja Harian Majelis Jemaat) Klasis Ambon yang
masih aktif masa pelayanannya. Bagian ini akan
membahas karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan terakhir, status
perkawinan, masa pelayanan yang sudah dijalaninya,
dan jemaat asal. Ringkasan berbagai karakteristk
tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Karakteristik Responden
Karakteristik
Kategori
Jumlah Responden
Prosentase (%)
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
138 92
60.0 40.0
Usia 28–42 43–58 59–73
55 140 35
23.9 60,8 15,2
Pekerjaan Lainnya Nelayan Pegawai Swasta Pensiunan Petani PNS / BUMN Wiraswasta
35 3 9
34 28 99 22
13.5 1.3 3.9
14.8 12.2 43.0 9.6
Pendidikan SD SMP SMA
10 13 90
4.3 5.7
39.1
���
�
S1 S2 S3 Lainnya
86 9 3
20
37.4 3.9 1.3 7.9
Status Perkawinan
Belum Kawin Kawin
11 219
4.8 95.2
Masa Pelayanan
1 Periode 2 Periode
107 123
46.5 53.5
Sumber: Pengolahan data SPSS 2012
Dari tabel di atas tampak bahwa responden
terbanyak dalam penelitian ini berjenis kelain laki-laki
yakni (60%) di mana sebagian besar responden (60,8%)
berada pada kisaran usia 43–58 tahun. Data dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata yang
menjadi majelis berada di usia dewasa akhir, memasuki
masa usia lanjut awal. Sedangkan dari jenis pekerjaan
yang dimiliki, tampak bahwa 43.0 % responden
memiliki pekerjaan sebagai PNS/BUMN. Data ini
menunjukkan bahwa responden tidak hanya
mengabdikan diri pada pelayanan saja, namun tetap
memiliki pekerjaan lainnya yang juga menuntut
tanggung jawab yang tinggi. Sedangkan rata-rata
responden memiliki tingkat pendidikan yang cukup
tinggi, yaitu SMA sebanyak 90 responden (39.1%).
Bila dilihat dari data status perkawinan,
sebanyak 219 (95.2%) responden telah berkeluarga. Hal
ini menandakan bahwa seluruh responden memiliki
kewajiban lain yang harus diembankan, yaitu keluarga,
disamping pekerjaan dan pelayanan di gereja. Data
tentang masa pelayanan juga menunjukkan bahwa
���
�
responden sebagian besar telah menjalani masa 2
periode pelayanan, yaitu sebanyak 123 reponden
(53.5%).
Selanjutnya, tabel berikut ini menunjukkan
seluruh penatua dan diaken (Pekerja Harian Majelis
Jemaat) Klasis Pulau Ambon yang dapat mengisi
kuisioner. Pada Klasis Pulau Ambon terdapat 62
jemaat. Namun dalam prosesnya hanya 61 jemaat yang
bisa diambil datanya karena satu jemaat baru
terbentuk dua minggu, sehingga tidak memungkinkan
untuk diminta mengisi kuisioner dan satu jemaat tidak
mengembalikan kuisioner yang diminta. Masing-masing
jemaat diminta untuk mengisi emapat kuesioner
sehingga kuesioner yang terkumpul seharusnya 248
kuisioner yang dapat dirincikan sebagai berikut. Ada
dua belas jemaat yang hanya mengembalikan tiga
kuisioner dan ada satu jemaat yang hanya
mengembalikan dua kuisioner. Jadi, seluruhnya
terkumpul 230 kuisioner yang bisa digunakan dalam
penelitian ini. Rincian dari keterangan di atas dapat
dilihat pada lampiran.
Secara umum dapat diperoleh gambaran
mengenai responden dalam penelitian ini adalah secara
keseluruhan, responden laki-laki lebih banyak daripada
responden wanitanya, sebagian besar telah memasuki
usia dewasa akhir dan menjelang usai lanjut awal,
��
�
memiliki pekerjaan yang beragam namun didominasi
oleh PNS/BUMN yang rata-rata memiliki tingkat
pendidikan SMA. Sebagian besar responden telah
menikah dan rata-rata status masa pelayanan adalah
dua periode. Semua responden berasal dari Diaken dan
Penatua (Pekerja Harian Majelis Jemaat) Klasis Pulau
Ambon.
4.3. Uji Kualitas Instrumen
4.3.1 Uji Validitas
Validitas suatu item pertanyaan tergantung pada
taraf signifiansinya. Uji signifikansi dilakukan dengan
membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel
degree of freedom (df) = n – 2, di mana n adalah jumlah
sampel. Bila r hitung lebih besar dari r tabel, maka
instrument dianggap valid. (Ghozali, 2006). Dalam
penelitian ini, sampel berjumlah 230, sehingga (df) =
228. Nilai r tabel dengan (df) = 228 adalah 0,1294. Hasil
uji validitas dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas
Variabel
Indikator
Corrected Item Total
Correlation (r hitung)
Keterangan
Kepemimpinan
Melayani
KM 1 .516 Valid KM 2 .630 Valid KM 3 .713 Valid KM 4 .687 Valid KM 5 .419 Valid KM 6 .608 Valid
��
�
KM 7 .682 Valid KM 8 .737 Valid KM 9 .682 Valid KM 10 .640 Valid
Motivasi Pelayanan
MP 11 .507 Valid MP 12 .547 Valid MP 13 .486 Valid MP 14 .507 Valid MP 15 .567 Valid MP 16 .339 Valid MP 17 .493 Valid MP 18 .547 Valid MP 19 .386 Valid MP 20 .593 Valid MP 21 .450 Valid MP 22 .180 Valid
Komitmen Pelayanan
KP 23 .236 Valid KP 24 .308 Valid KP 25 .140 Valid KP 26 .200 Valid KP 27 .504 Valid KP 28 .483 Valid KP 29 .243 Valid KP 30 .354 Valid KP 31 .363 Valid
Sumber : Pengolahan data SPSS 2013
Hasil pengujian pada tabel 4.2 di atas menunjukan
bahwa indikator-indikator yang ada memiliki nilai r
hitung leih besar dari r tabel sehingga data untuk
analisis lebih lanjut.
4.2.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan dengan menghitung
nilai cronbach alpha. Sedang untuk reliabilitas, suatu
kuesioner dikatakan reliabel bila nilai alpha Cronbach >
0.6 (Ghozali: 2006). Berdasarkan hasil uji reliabilitas
���
�
yang dilakukan diperoleh Cronbach Alpha untuk
variabel-variabel dalam penelitian ini. Hasil uji
reliabilitas seperti yang tampak dalam tabel 4.3 di
bahwa ini menunjukan bahwa variabel yang ada
reliable dan dapat digunakan untuk analisis lebih
lanjut.
Tabel 4.3 Reliabilitas Item
Variabel Nilai Cronbach Alpha
Keterangan
Pendeta yang melayani 0.890 Reliabel Motivasi pelayanan 0.786 Reliabel Komitmen Pelayanan 0.610 Reliabel
Sumber : Pengolahan data SPSS 2013
4.4 Analisi Statistik Deskriptif
Gambaran mengenai variabel sevant leadership
(kepemimpinan melayani), motivasi pelayanan, dan
komitmen pelayanan dibahas dalam bagian analisis
statistik deskriptif berikut ini. Baik terhadap variabel
secara keseluruhan maupun terhadap setiap indikator
dari variabel yang diteliti berdasarkan nilai minimum,
maximum, mean, dan standar deviation. Nilai mean atau
rata-rata merupakan penilaian responden terhadap
ketiga variabel dan indikatr-indikatornya yang
dikategorikan mulai dari sangat rendaah sampai
dengan sangat tinggi. Sedangkan nilai standar deviasi
menunjukn seberapa besarnya variasi jawaban
responden terhadap pertanyaan yang diberikan. Jika
���
�
didapati nilai standar deviasi yang menjahui nol (0)
maka data dikatakan bervariasi, tetapi sebaliknya jika
standar deviasi mendekati (0) maka data tersebut tidak
beragam.
4.4.1 Statistik Deskriptif Kepemimpinan Melayani (Servant Leadership)
Servant leadership (kepemimpinan melayani)
adalah orientasi melayani yakni anggota organisasinya.
Kasih menjadi dasar kepemimpinannya, yang terwujud
dalam sikap, tutur kata, dan perilaku, sehingga dapat
memberikan nilai positif, yang dapat berpengaruh bagi
anggota organisasi. Untuk mengukur variabel ini
terdapat 10 pernyataan yang diajukan. Berikut ini
merupakan data statistik deskritif tentang pernyataan-
pernyataan untuk mengukur servant leadership
(kepemimpinan melayani).
Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Variabel
Kepemimpinan Melayani
No.
Indikator Empirik
Min
Max
Mean Standar Deviasi
1 Mendengar secara jelas kata-kata yang disampaikan oleh anggotanya
2 5 4.09 .630
2 Memahami dan merasakan penderitaan yang dialami anggotanya
2 5 4.33 .596
3 Melayani anggotanya dengan tulus dan sepenuh hati
2 5 4.39 .650
4 Kemampuan diri untuk mempengaruhi anggota dengan dapat bersosialisasi
2 5 4.25 .633
���
�
baik dengan anggota
5 Memiliki kepercayaan atau kharisma tersendiri
2 5 4.03 .731
6 Memberikan ide-ide yang baik dalam rapat-rapat
1 5 4.19 .661
7 Memiliki visi dan misi yang jelas
1 5 4.21 .628
8 Melayani dengan tampa pamrih
2 5 4.24 .726
9 Mampu menjadi contoh yang baik bagi anggotanya
1 5 4.24 .720
10 Membina hubungan baik dalam organisasi
1 5 4.30 .674
Kepemimpinan Melayani 1.60 5 4.23 0.665 Sumber : Pengolahan data SPSS 2013
Berdasarkan data statistik deskritif pada tabel
4.4 nampak bahwa nilai mean atau rata-rata
keseluruhan variabel servant leadership (kepemimpinan
melayani) adalah 4,23. Angka ini terletak pada interval
jawaban 4,21–5,00 yang berarti para responden merasa
bahwa pemimpin (pendeta) yang melayani di jemaatnya,
dalam kepemimpinan melayaninya sangat tinggi. Ini
juga dilakukan sesuai panggilannya sebagai seorang
hamba Tuhan. Sedangkan nilai standar deviasi sebesar
0,66 menunjukan bahwa variasi jawaban responden
terhadap variabel ini relatif kecil atau tidak bervariasi.
Hal ini berarti jawaban responden menyebar ke dalam
lima kategori dengan kecenderungan yang sama yaitu
responden merasa bahwa servant leadership
(kepemimpinan melayani) yang dilakukan seorang
pendeta memiliki tinggkat yang sangat tinggi.
���
�
Selanjutnya nilai mean kesepuluh indikator juga
menunjukan bahwa servant leadership (kepemimpinan
melayani) seorang pendeta itu sangat tinggi, tujuh
indikator yang menunjukan kecendrungan dalam
melayani jemaat. Nilai mean sebesar 4,33 menunjukan
bahwa responden juga merasakan bahwa pendeta yang
ada di jemaatnya tidak hanya menjadi pemimpin
jemaat semata, tetapi mampu menjadi pemimpin yang
melayani jemaatnya. Dikarenakan pemimpin yang
diperlukan bukan untuk memikirkan kepentingan
dirinya sendiri tetapi, pemimpin (pendeta) terpanggil
untuk melayani jemaatnya dan mampu merasakan
penderitaan yang dialami jemaatnya. Responden yakin
bahwa keterpanggilan seorang pendeta dalam melayani
jemaatnya akan terbukti melalui, ketulusan hati dalam
melayani jemaatnya. Oleh sebab itu ketulusan hati
dalam melayani mampu menjadi modal bagi seorang
pendeta.
Selanjutnya, dari keseluruhan indikator, tidak
ada indikator yang termasuk dalam rata-rata rendah
atau kategori sangat rendah. Hal ini berarti bahwa rata-
rata responden yakin bahwa pemimpin jemaat atau
pendeta yang ketua majelis jemaat adalah servant
leadership (kepemimpinan melayani), fokus utama
melayani adalah jemaat, dimana cara hidup, tutur
���
�
kata, dan perilaku yang memberikan nilai positif dapat
memberikan pengaruh bagi jemaat.
4.3.2 Statistik Deskriptif Motivasi Pelayanan
Motivasi pelayanan merupakan dorongan yang
timbul dari dalam diri induvidu secara internal, untuk
melakukan panggilan pelayanan demi melayani
pelayanan-Nya. Karena motivasi pelayanan tidak bisa
diukur dari materi namun bentuk pengabdian diri,
sekaligus membagun kehidupan rohani atau spritual
agar tetap bertumbuh sekaligus memiliki relasi yang
baik dengan semua orang. Untuk mengukur variabel
motivasi pelayanan terdapat 12 pernyataan yang
diajukan. Tabel dibahwa ini merupakan data statistik
deskriptif tentang pertanyaan-pertanyaan untuk
mengukur motivasi pelayanan.
Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Variabel
Motivasi Pelayanan
No.
Indikator Empirik
Min
Max
Mean Standar Deviasi
1 Melakukan tanggung jawab pelayanan adalah panggilan pelayanan
1 5 4.61 .539
2 Menyampaikan injil Tuhan
1 5 4.41 .660
3 Melakukan pelayanan tanpa mengharapkan imbalan
1 5 4.46 .690
4 Melayani orang lain merupakan tugas mulia
1 5 4.52 .697
5 Menjadi teladan bagi orang lain
2 5 4.23 .686
���
�
6 Menunjukan hidup kasih kepada sesama
2 5 4.16 .616
7 Berusaha menyelesaikan tugas yang sulit sekalipun
2 5 3.88 .739
8 Bertanggung jawab melayani sesama
1 5 4.40 .582
9 Pertumbuhan hidup rohani
1 5 3.85 .771
10 Mempunyai hubungan baik dengan semua orang
1 5 4.26 .525
11 Menjaga kerja sama antar rekan palayan
1 5 4.40 .588
12 Keinginan yang tinggi untuk selalu terlibat dalam pelaksanaan pelayanan.
1 5 3.30 1.309
Motivasi Pelayanan
1.25
5
4.21
0.700
Sumber : Pengolahan data SPSS 2013
Data statistik deskriptif pada tabel 4.5
menunjukan nilai mean atau rata-rata keseluruhan
variabel motivasi pelayanan hanya sebesar 4,21. Angka
ini terletak pada interval jawaban 4,21–5,00 yang
berarti para responden memiliki tingkat motivasi
pelayanan yang sangat tinggi. Selanjutnya nilai standar
deviasi sebesar 0,70 menunjukan bahwa variasi
jawaban responden terhadap variabel ini relatif kecil
atau tidak bervariasi. Hal ini berarti jawaban responden
menyebar ke dalam lima kategori dengan
kecenderungan yang sama yaitu memiliki tingkat
motivasi pelayanan yang rendah atau netral.
Dalam pengukuran variabel motivasi pelayanan
rata-rata tertinggi berada pada indikator melakukan
���
�
tanggung jawab pelayanan adalah panggilan pelayanan.
Indikator ini berada pada kategori sangat tinggi,
sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata responden
yakin bahwa melakukan pelayanan itu karena
termotivasi dengan memaknai panggilan pelayanan.
Sedangkan rata-rata terendah berada pada indikator
berusaha untuk selalu hadir dalam kegiatan pelayanan.
Indikator ini berada pada kategori tinggi, sehingga
menunjukkan bahwa responden tidak selalu merasa
harus hadir dalam kegiatan pelayanan.
Selanjutnya, dari keseluruhan indikator, tidak
ada indikator yang termasuk dalam sedang atau ada
dalam kategori rendah dan rendah sangat. Hanya ada
satu indikator yang rata-rata responden menjawab
netral, yaitu pada indikator ini berusaha untuk selalu
hadir dalam kegiatan pelayanan, hal ini terlihat dari
rata-rata responden sebesar 3,30. Hal ini berarti bahwa
rata-rata responden yakin bahwa termotivasi untuk
pelayanan.
4.3.3 Statistik Deskriptif Komitmen Pelayanan
Komitmen pelayanan ialah berjanji untuk
melakukan sesuatu baik dengan diri sendiri, orang lain,
atau juga suatu organisasi (gereja), maupun dengan
Tuhan. Komitmen juga dapat diartikan sebagai
pernyataan kehendak atau janji untuk dengan setia
���
�
melakukan sesuatu yang telah diputuskan. Untuk
mengukur variabel ini terdapat 9 pernyataan yang
diajukan. Tabel dibawah ini merupakan data statistik
deskriptif tentang pernyataan-pernyataan untuk
mengukur komitmen pelayanan.
Tabel 4.6 Statistik Deskriptif Variabel Komitmen Pelayanan
No.
Indikator Empirik
Min
Max
Mean
Standar Deviasi
1 Bangga menjadi bagian dari organisasi
1 5 4.11 .934
2 Yakin bahwa setiap keputusan organisasi adalah baik bagi anggota organisasi
1 5 4.40 .790
3 Akan tetap berusaha melakukan tugas demi kemajuan organisasi.
1 5 4.23 .772
4 Tidak merasa rugi jika harus mencurahkan banyak tenaga demi perkembangan dan kemajuan organisasi
1 5 3.55 .817
5 Melakukan tugas pelayanan dengan serius meskipun tidak diawasi
2 5 4.19 .543
6 Mau mengabdikan diri dengan seluruh kemampuan
2 5 4.26 .530
7 Bersedia menghabiskan waktu untuk kegiatan organisasi.
1 5 4.11 .612
8 Tetap memilih organisasi ini meski ada pilihan lain.
2 5 4.08 .641
9 Berkeinginan untuk bergabung kembali walaupun masa jabatan sudah selesai
2 5 3.84 .710
Komitmen Pelayanan 1,44 5 4.05 0.70
Sumber : Pengolahan data SPSS 2013
��
�
Berdasarkan data statistik deskriptif pada tabel
4.6 tampak nilai mean atau rata-rata keseluruhan
variabel komitmen pelayanan adalah sebesar 4.05.
angka ini terletak pada interval 3,41–4,20 yang
menunjukan secara keseluruhan para responden
selaku majelis jemaat (penatua dan diaken) yang
termaksud dalam struktur Pekerja Harian Mejelis
Jemaat (PHMJ) memiliki tingkat komitmen pelayanan
yang tinggi. Sedangkan nilai standar deviasi sebesar
0,70 menunjukkan nilai variasi jawaban responden
terhadap variabel rata-rata untuk variabel ini relatif
kecil atau tidak bervariasi. Hal ini berarti jawaban
responden menyebar ke dalam lima kategori dengan
kecenderungan yang hampir sama yaitu, tinggi bahwa
(penatua dan diaken) memiliki komitmen pelayanan
dalam melaksanakan tugasnya sebagai majelis jemaat
sekaligus Pekerja Harian Mejelis Jemaat (PHMJ).
Dalam pengukuran variabel komitmen
pelayanan rata-rata tertinggi berada pada indikator
mengabdikan diri dengan seluruh kemampuan.
Indikator ini berada pada kategori sangat tinggi,
sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata majelis
yakin bahwa mengabdikan diri dengan seluruh
kemampuan terhadap pelayanan yang dijalani.
Sedangkan rata-rata terendah berada pada indikator
tidak merasa rugi jika harus mencurahkan banyak
��
�
tenaga demi perkembangan dan kemajuan organisasi.
Indikator ini berada pada kategori tinggi, sehingga
menunjukkan bahwa jemaat tidak merasa rugi saat
harus melayani sesamanya.
Selanjutnya, dari keseluruhan indikator, tidak
ada indikator yang termasuk dalam rata-rata rendah
atau ada dalam kategori sangat rendah, rendah dan
sedang. Hal ini berarti bahwa rata-rata responden yakin
bahwa komitmen pelayanan harus didahulukan
daripada kepentingan pribadi.
4.5 Uji Asumsi Klasik
Dalam perhitungan menggunakan analisis regresi
berganda di perlukan uji asumsi klasik. Uji asumsi
klasik dilakukan untuk mengethui apakah model
regresi yang dihasilkan merupakan model regresi yang
baik, sehingga dapat digunakan untuk melihat
pengaruh dari variabel independen terhadap variabel
dependennya (Ghozali: 2006). Jadi uji asumsi klasik
dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan uji
regresi linear.
4.5.1 Uji Multikolinearitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak
���
�
terjadi korelasi di antara variabel independen. Menurut
Ghozali (2006), multikolinearitas dapat dilihat dari nilai
tolenrance dan variance inflantion factor (VIF). Nilai
cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya
multikolenearitas adalah nilai Tolenrance � 0.10 dan
VIF � 10. Dalam penelitian ini, dihasilkan beberapa
tabel tolerance dan VIF sesuai dengan jumlah hipotesis
yang ada. Berikut ini adalah hasil perhitungannya:
Tabel 4.7 Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 2.747 .319 8.612 .000 Motivasi Pelayanan
.353 .075 .296 4.685 .000 1.000 1.000
a. Dependent Variable: Kepemimpinan Melayani
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients
T Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 1.781 .260 6.853 .000 Komitmen Pelayanan
.595 .063 .528 9.389 .000 1.000 1.000
a. Dependent Variable: Motivasi Pelayanan
Coefficientsa
���
�
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 2.054 .244 8.427 .000 Motivasi Pelayanan
.461 .052 .519 8.806 .000 .912 1.096
Kepemimpinan Melayani
.022 .044 .029 .496 .620 .912 1.096
a. Dependent Variable: Komitmen Pelayanan
Sumber: data primer yang diolah 2013
Dari tabel-tabel di atas, terlihat bahwa syarat-
syarat uji multikolinearitas terpenuhi. Jadi dalam
model-model regresi tidak ditemukan adanya
multikolinearitas antar variabel indenpenden.
4.5.2 Uji Autokorelasi
Tujuan diadakannya uji autokorelasi adalah
untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t
dengan kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Model
regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari
autokorelasi. Dalam penelitian ini ada 3 hipotesis,
sehingga ada beberapa nilai Durbin – Watson (DW test)
yang dihasilkan. Berikut ini adalah hasil uji
autokorelasi menggunakan uji Durbin – Watson (DW
test).
���
�
Tabel 4.8 Uji Autokorelasi
No.
Variabel bebas
Nilai DW test
Dl
Du
Keputusan
1 Kepemimpinan
Melayani
1.934
1.664
1.684
Tidak ada autokorelasi, positif atau negatif
2 Motivasi
Pelayanan
1.712
1.654
1.694
Tidak ada autokorelasi, positif atau negatif
3 Pendeta yang melayani dan
Motivasi Pelayanan
1.710
1.653
1.693
Tidak ada autokorelasi, positif atau negatif
Tabel di atas, diketahui nilai DW masing-masing
hipotesis. Kemudian nilai ini akan dibandingkan
dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikan
5%, jumlah sampel 230 (n) dan disesuaikan dengan
jumlah variabel bebasnya, maka didapat nilai tabel dari
Durbin Watson (dl dan du). Dari perbandingan tersebut
di dapat kesimpulan bahwa tidak terdapat autokorelasi
yang positif dan negative pada setiap model regresi.
4.5.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance
dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Model regresi yang baik adalah model regresi yang
tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas
dapat dilihat melalui grafik scatterplot. Berikut ini
���
�
Semua diagram scatterplot di atas, terlihat titik-
titiknya menyebar secara acak baik di atas maupun di
bawah angka 0 pada sumbu Y. Jadi dapat disimpulkan
bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada setiap
model regresi atau setiap model regresi ini dapat
dipakai.
4.5.4 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi, variabel-variabel berdistribusi
normal. Uji normalitas dilakukan dengan melihat hasil
perhitungan uji kolmogorov smirnov. Berikut adalah
hasil perhitungannya:
���
�
Tabel 4.9 Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
Unstandardized
Residual
Unstandardiz
ed Residual
N 230 230 230
Normal
Parametersa
,,b
Mean .0000000 .0000000 .0000000
Std.
Deviation
.37941759 .29961290 .29945063
Most
Extreme
Differences
Absolute .043 .053 .052
Positive .038 .053 .052
Negative -.043 -.032 -.040
Kolmogorov-Smirnov Z .645 .796 .785
Asymp. Sig. (2-tailed) .800 .550 .569
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa semua
model regresi berdistribusi normal. Hal ini dapat di
lihat dari seluruh nilai p > 0,05. Syarat data normal
adalah memiliki p > 0,05 (Ghozali, 2006). Sedangkan
nilai kolmogorov smirnov dapat dilihat pada tabel di
atas.
4.6 Pengujian Hipotesis
Berikut ini adalah output table pengujian
hipotesis 1, 2 dan 3 dengan menggunakan SPSS 20.0
4.6.1 Pengujian Hipetesis 1
Tabel 4.10 Pengujian Hipotesis 1
���
�
Model Summaryb
Model R R
Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .296a .088 .084 .38025 1.934
a. Predictors: (Constant), Kepemimpinan Melayani b. Dependent Variable: Motivasi Pelayanan
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta
Tolerance VIF
1(Constant) 3.160
.226 13.973
.000
Kepemimpinan Melayani
.249 .053 .296 4.685 .000 1.000 1.000
a. Dependent Variable: Motivasi Pelayanan
Hipotesis pertama menyatakan bahwa
kepemimpinan melayani (servant leadership)
berpengaruh signifikan terhadap motivasi pelayanan
dari majelis jemaat. Hasil uji regresi linear sederhana
pada 4.10 uji parsial dilakukan untuk mengetahui
pengaruh dari variabel independen terhadap variabel
dependen. Dari hasil perhitungan di dapat nilai
koefisien signifikan sebesar 0,000, yang berarti bahwa
p < 0,05, menunjukkan bahwa hipotesis pertama
diterima. Artinya hipotesis pertama yang menyatakan
bahwa servant leadership (kepemimpinan melayani)
berpengaruh signifikan terhadap motivasi pelayanan
���
�
dari majelis jemaat terbukti. Ini berarti kepemimpinan
melayani seorang pendeta memberikan pengaruh
positif, yang timbul sebagai motivasi pelayanan dari
majelis jemaat (penatua dan diaken) sebagai patner
kerja dalam mengkordinasikan pelayanan.
4.6.2 Pengujian Hipotesis 2
Tabel 4.11 Gambaran Pengujian Hipotesis 2
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .528a .279 .276 .30027 1.712
a. Predictors: (Constant), Motivasi Pelayanan b. Dependent Variable: Komitmen Pelayanan
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1(Constant) 2.114 .211 10.001 .000
Motivasi Pelayanan
.469 .050 .528 9.389 .000 1.000 1.000
a. Dependent Variable: Komitmen Pelayanan
Hipotesis kedua menyatakan bahwa motivasi
pelayanan berpengaruh signifikan terhadap komitmen
pelayanan dari majelis jemaat. pada tabel 4.11
tampaknya hasil perhitungan didapat nilai
signifikannya sebesar 0,000 yang berarti p � 0,05.
Artinya bahwa, hipotesis H2 yang menyatakan bahwa
��
�
motivasi pelayanan berpengaruh signifikan terhadap
komitmen pelayanan diterima. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa motivasi pelayanan berpengaruh secara positif
terhadap komitmen pelayanan.
4.6.3 Pengujian Hipotesis 3
DESCRIPTIVES STATISTICS AND PEARSON CORRELATIONS Mean SD Komitmen Kepemimp Motivasi Komitmen 4.0894 .3528 1.0000 .1832 .5281 Kepemimp 4.2352 .4735 .1832 1.0000 .2963 Motivasi 4.2127 .3973 .5281 .2963 1.0000 SAMPLE SIZE 230 DIRECT And TOTAL EFFECTS Coeff s.e. t Sig(two) b(YX) .1365 .0485 2.8134 .0053 b(MX) .2486 .0531 4.6849 .0000 b(YM.X) .4613 .0524 8.8059 .0000 b(YX.M) .0218 .0439 .4961 .6203 INDIRECT EFFECT And SIGNIFICANCE USING NORMAL DISTRIBUTION Value s.e. LL 95 CI UL 95 CI Z Sig(two) Effect .1147 .0279 .0601 .1693 4.1153 .0000
Hipotesis ketiga dikemukakan untuk melihat
apakah terdapat peranan motivasi pelayanan sebagai
variabel mediasi antara servant leadership
(kepemimpinan melayani) dan komitmen pelayanan.
Pada hasil perhitungan sobel-test menunjukan bahwa
��
�
ada salah satu nilai signifikannya p > 0,05 (p = 0.6203),
yang berarti bahwa H3 ditolak atau dengan kata lain
motivasi pelayanan tidak bisa menjadi variabel mediasi
antara servant leadership (kepemimpinan melayani) dan
komitmen pelayanan ditolak. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa peranan motivasi pelayanan menjadi variabel
pemediasi antara servant leadership (kepemimpinan
melayani) dan komitmen pelayanan tidak memiliki
pengaruh.
4.7 Kesimpulan Hipotesis
Ringkasan kesimpulan dari pengujian hipotesis
pertama hingga ketiga dapat dilihat pada tabel 4.13
berikut ini.
Tabel 4.13 Ringkasan Hasil Uji Hipotesis
Pernyataan Hipotesis Keputusan
H¹ Kepemimpinan Melayani (Servant Leadership) berpengaruh signifikan terhadap motivasi pelayanan dari Majelis Jemaat
Diterima
H² Motivasi pelayanan berpengaruh signifikan terhadap komitmen pelayanan dari Majelis jemaat
Diterima
H³ Peranan Motivasi pelaynan sebagai variabel mediasi antara Kepemimpinan dan komitmen
Ditolak
���
�
4.9 Pembahasaan dan Analisis
4.9.1 Pengaruh Servant Leadership (Kepemimpinan Melayani) Terhadap Motivasi Pelayanan.
Hipotesis pertama menyatakan bahwa servant
leadership (kepemimpinan melayani) berpengaruh
signifikan terhadap motivasi pelayanan dari majelis
jemaat. Dari pengujian, maka hasilnya mendukung
hipotesis pertama dan pengaruh yang ditunjukkan
bersifat positif, artinya ketika seorang pemimpin yang
melayani jemaatnya, maka hal tersebut secara
langsung juga turut meningkatkan motivasi pelayanan
dari majelis jemaat khususnya (Diaken dan Penatua),
selaku patner kerja dalam melakukan pelayanan
tersebut.
Pendeta sebagai pemimpin di dalam jemaat
(ketua majelis jemaat) diharapkan kepemimpinannya
memberikan makna positif atau pengaruh bagi
jemaatnya. Untuk itu orientasi kepemimpinan melayani
akan tercemin dari dimensi iman Kristen yang
berhubungan dengan, sikap kerendahan hati dan
pelayanan kepada Tuhan bahwa kekuatan
kepemimpinan selalu di bawah pengawasan Allah
(Justin Irving: 2004). Secara sinergi pendeta (pemimpin
jemaat) dan majelis jemaat (diaken dan penatua)
melakukan tugas dan perannya demi mendukung dan
menjalankan proses pelayanan di jemaat. Berdasarkan
���
�
data karakteristik responden, responden yang telah
menjalani masa pelayanan lebih dari satu periode lebih
banyak dibandingkan yang baru menjalankan masa
pelayanan. Dari hasil penelitian yang dilakukan
karakteristik kepemimpinan melayani pendeta menjadi
salah satu ukuran untuk responden termotivasi dalam
melakukan pelayanan.
Temuan ini diperkuat melalui hasil penelitian
Dilakukan oleh, Bront Kark serta Dina Va Dijk (2007);
Anderson et al., (2009). Mengemukakan bahwa
kepemimpinan mempunyai pengaruh dan memaikan
peran penting terhadap motivasi diri dari pengikutnya.
Begitupun dengan penelitian Smith, Monlango,
Kuzmenko (2004) menunjukan bahwa, servant
leadership (kepemimpinan melayani) diarahkan untuk
memotivasi pertumbuhan pribadi pengikut atau
anggotanya. Pendapat selanjutnya menurut Patterson
(2003) kepemimpinan melayani (servant leadership)
dengan menanamkan nilai cinta-kasih terhadap
pengikutnya, akan berpengaruh terhadap motivasi yang
muncul dalam diri pengikutnya untuk melayani. Selain
itu berdasarkan pengujian R-square, motivasi
pelayanan tidak hanya dipengaruhi oleh servant
leadership. Ada variabel-variabel lain yang pengaruhnya
lebih besar namun tidak diteliti dalam penelitian ini.
���
�
4.9.2 Pengaruh Motivasi Pelayanan Terhadap Komitmen Pelayanan
Hipotesis kedua menyatakan bahwa motivasi
pelayanan berpengaruh signifikan terhadap komitmen
pelayanan dari majelis jemaat. Dari pengujian, maka
hasilnya mendukung hipotesis kedua dan pengaruhnya
bersifat positif yang berarti bahwa motivasi pelayanan
majelis akan berpengaruh juga kepada komitmennya
dalam menjalankan pelayanan.
Salah satu tugas (diaken dan penatua) yakni
membantu pendeta (pemimpin jemaat) untuk
menjalankan dan mengarahkan pelayanan jemaat.
Dalam kenyataan (penatua dan diaken) kesehariannya,
memiliki profesi yang berbeda. Namun motivasi
pelayanan setiap induvidu harus jelas dan tidak bisa
diukur dengan materi, karena motivasi pelayanan
merupakan pengabdian individu. Motivasi pelayanan
merupakan sebuah panggilan atau kerja rohani atau
spiritual akan membuat induvidu berkomitmen. Ini
membuktikan bahwa motivasi diri untuk melayani bagi
pelayanan-Nya, memberikan tanggung jawab iman dan
memberikan kekuatan spiritual untuk berkomitmen
terhadap panggilan atau pekerjaan pelayaan.
Temuan ini semakin diperkuat oleh pendapat
Pendapat ini didukung oleh beberapa penelitian antara
lain, Jae (2000) serta Burton et al., (2002) hasil
���
�
menunjukan bahwa terdapat motivasi anggota
organisasi berpengaruh signifikan terhadap komitmen
organisasi. Pendapat selanjutnya penelitian KuVaas
Bard (2006) mengutip Furthermore, Ganesan and
Weitz, berpendapat bahwa ada hubungan positif antara
motivasi dan komitmen yang lebih terikat dengan
induvidu yang timbul dari dalam dirinya. Selain itu jika
dilihat dari nilai R-square, variabel motivasi pelayanan
tidak banyak dipengaruhi oleh variabel komitmen. Ada
variabel-variabel lain yang tidak disebutkan dalam
penelitian ini yang lebih besar pengaruhnya.
4.9.3 Peranan Motivasi pelayanan sebagai variabel pemediasi antara servant leadership dan komitmen pelayanan
Hipotesis ketiga menyatakan bahwa motivasi
pelayanan memiliki peran sebagai variabel pemediasi
antara servant leadership (kepemimpinan melayani) dan
komitmen pelayanan. Dari hasil pengujian, didapat
hasil bahwa hipotesis ketiga tidak terbukti. Hal ini
berarti bahwa variabel motivasi pelayanan tidak bisa
menjadi variabel pemediasi antara servant leadership
(kepemimpinan melayani) dan komitmen pelayanan
dalam penelitian ini. Dikarenakan variabel servant
leadership (kepemimpinan melayani) mempengaruhi
variabel komitmen pelayanan secara langsung.
Sehingga lebih banyak variabel-variabel yang tidak
���
�
diteliti dalam penelitian ini pengaruhnya besar
terhadap variabel komitmen pelayanan.
Hipotesis ini tidak terbukti, diduga seharusnya
komitmen pelayanan bergantung kepada servant
leadership (kepemimpinan melayani). Dikarenakan
servant leadership (kepemimpinan melayani) pedeta itu
juga menjadi pendukung bagi diaken dan penatua
sebagai pelayanan dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya.
Berikut ini adalah beberapa penelitian yang
mendukung hasil penelitian ini, yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Bass, et al., serta Hall Marenda (2002)
sebagaimana dikutip dalam Senthamil dan
Palanichamy (2011) menyatakan bahwa kepemimpinan
mempunyai pengaruh langsung terhadap komitmen
anggota organisasi.