bab iv analisis a. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/c0208071_bab5.pdf ·...

29
BAB IV ANALISIS A. Problem Sosial Pada Kumpulan Buku Sajak, Balada Aku dan Rantai 1. Kemiskinan Kemiskinan sebagai masalah dalam kehidupan kemasyarakatan karena adanya ketidakmampuan oleh suatu masyarakat dalam mencukupi kebutuhan hidupnya. Masyarakat yang dikategorikan miskin di dalam masyarakat adalah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Di dalam Buku Kumpulan sajak, balada Aku dan Rantai karya Ciu Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut, antara lain. a. Berumahlah Di sana Dalam puisi Berumahlah Di Sana karya Ciu Cahyono berisi tentang respon atau suatu tanggapan terhadap dewan yang terhormat yakni para anggota DPR yang menginginkan pembangunan gedung parlemen yang baru, yang ditunjang dengan fasilitas yang serba ada dan mewah. dengan alasan bahwa gedung yang lama sudah tidak layak pakai. Dalam konteks ini pengarang menempatkan dirinya sebagai wakil masyarakat yang mewakili untuk menyuarakan aspirasi dari masyarakat itu sendiri. Pada bait I. baris 1-4 Wahai, jelata Indonesia Telah datang kabar gembira bagi kalian Bersiaplah tinggalkan rumah kardus dan gang becek 26

Upload: lamnguyet

Post on 09-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

BAB IV

ANALISIS

A. Problem Sosial Pada Kumpulan Buku Sajak, Balada Aku dan Rantai

1. Kemiskinan

Kemiskinan sebagai masalah dalam kehidupan kemasyarakatan karena

adanya ketidakmampuan oleh suatu masyarakat dalam mencukupi kebutuhan

hidupnya. Masyarakat yang dikategorikan miskin di dalam masyarakat adalah

yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Di dalam Buku Kumpulan sajak, balada Aku dan Rantai karya Ciu

Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat

tersebut, antara lain.

a. Berumahlah Di sana

Dalam puisi Berumahlah Di Sana karya Ciu Cahyono berisi tentang

respon atau suatu tanggapan terhadap dewan yang terhormat yakni para anggota

DPR yang menginginkan pembangunan gedung parlemen yang baru, yang

ditunjang dengan fasilitas yang serba ada dan mewah. dengan alasan bahwa

gedung yang lama sudah tidak layak pakai. Dalam konteks ini pengarang

menempatkan dirinya sebagai wakil masyarakat yang mewakili untuk

menyuarakan aspirasi dari masyarakat itu sendiri.

Pada bait I. baris 1-4

Wahai, jelata Indonesia

Telah datang kabar gembira bagi kalian

Bersiaplah tinggalkan rumah kardus

dan gang becek

26

Page 2: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

27

( Ciu Cahyono, 2011 )

Pada bait I baris 1-4 terlihat jelas sekali pemaparan potret kehidupan

masyarakat Indonesia yang masih miskin. Disebutkan Wahai Jelata Indonesia ! di

sini ditegaskan dimana rakyat yang masih bingung memikirkan nasib mereka

untuk hidup sehari- hari sedangkan para pejabat tinggi negeri ini dengan gagahnya

yang ingin membangun tempat mereka dengan habis-habisan, bukankah ini

tikaman perlahan untuk rakyat miskin.

Pada bait I baris ke 3 dan 4

Bersiaplah tinggalkan rumah kardus

dan gang becek

(Ciu Cahyono, 2011)

Pada puisi diatas dipaparkan bahwa tempat tinggal masyarakat miskin

berada pada lingkungan yang tidak layak pakai, sedangkan para anggota DPR atau

pejabat tinggi negeri ini tinggal dengan sangat layak. Fenomena yang terjadi di

Indonesia ini menjadi sebuah ironi yang sangat sering terjadi di bangsa yang

sangat besar ini.

Keinginan yang yang disuarakan pertama kali pada tahun 2011 tersebut

langsung mendapat respon negatif dari hampir semua lapisan masyarakat

indonesia. Mengingat gedung DPR/MPR yang masih sangat layak dipakai. dan

mengingat pula kinerja para anggota dewan yang tidak memuaskan termasuk di

dalamnya banyak kasus korupsi, manipulasi, gratifikasi, di tengah kemiskinan

yang terus melanda rakyat indonesia. dan banyak pula kalangan yang mencurigai

keinginan membangun gedung baru tersebut adalah sebagai jalan pihak-pihak

tertentu dapat berkesempatan mengeruk uang negara melalui proyek-proyek

pembangunan parlemen.

Page 3: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

28

b. Kami Tidak Lebih Baik

Puisi yang ditulis pada tahun 2010 untuk menyuarakan nasib sebagian rakyat

Indonesia yang kurang beruntung, yakni: anak jalanan, buruh dan guru honorer,

serta fakir-miskin dan orang terlantar.

Pada Bait I baris 2-4

saat kami terlempar ke jalanan

sedang anjing dan kucing

punya rumah saat terkencing

(Ciu Cahyono, 2010)

Maksud di dalam bait I baris 2-4 adalah bahwa penulis ingin membandingkan

nasib rakyat miskin di Indonesia dengan seekor kucing dan anjing milik orang

kaya, pada puisi ini berisi tentang rakyat miskin saja tidak mempunyai rumah

sampai harus hidup dijalanan, sedangkan orang kaya menyediakan rumah untuk

kucing dan anjingnya.

Pada bait ke II baris 2-4

saat kami terseok kelelahan

sedang babi dan burung

punya harap meski terkurung

(Ciu Cahyono, 2010)

Pada penggalan puisi diatas dimana penulis ingin memaparkan mengenai

sosok para buruh atau pekerja yang bekerja keras hanya untuk mendapatkan

sesuap nasi. Penulis menyamakan posisi buruh dengan babi dan burung, dimana

mereka tidak perlu bekerja susah payah banting tulang dalam hidup mereka guna

Page 4: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

29

mendapatkan penghidupan yang cukup, mereka tidak memiliki beban, tetapi

mereka tetap menjalani hidup mereka dengan cukup.

Pada bait III baris ke 2-4

saat kami lemas kelaparan

sedang cacing dan lalat

punya makan tanpa bergulat

(Ciu Cahyono, 2010)

Pengarang memaparkan mengenai kehidupan rakyat miskin yang rela

bergulat dengan kerasnya kehidupan hanya untuk mengenyangkan perut mereka,

tetapi penulis menyuguhkan sebuah ironi dengan memaparkan perbandingannya

dengan cacing dan lalat, dimana mereka tidak harus bergulat dengan persaingan

hanya untuk mencukupi kebutuhan makan mereka sehari-hari

“Di mana kalian” adalah kalimat awal pada tiap paragraf dalam puisi ini yang

bermaksud bertanya pada penyelenggara negara atau pejabat; turut hadirkah

negara dalam kehidupan rakyat. Kalimat pembuka tiap paragraf tersebut

digunakan penyair untuk menyorot kepedulian para pejabatnya menyangkut nasib

rakyat. Sebab, bisa jadi para pejabat itu dekat secara fisik dengan rakyat, tapi tidak

mau tahu dengan nasibnya. Dan tidak peduli pada nasib rakyat, padahal para

pejabat digaji serta difasilitasi oleh uang rakyat, dan rakyat indonesia masih harus

mencengkeram kemiskinan.

Pada bait IV baris 2-4

saat kami hilang teriakan

sedang ular dan kepik

punya daulat dengan berbisik

(Ciu Cahyono, 2010)

Dipaparkan mengenai rakyat jelata yang tidak memiliki hak untuk berbicara

dan mengemukakan pendapat mereka untuk hidup layak, maka dari itu kehidupan

Page 5: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

30

mereka pun tidak dapat berkembang. Mereka hanya berjalan di satu arah

kehidupan tanpa adanya perkembangan, pemenuhan keinginan, penyampaian

aspirasi untuk hidup layak. Penulis membandingkannya dengan ular dan kepik

yang tidak perlu adanya batasan dalam mengemukakan pendapat atau keinginan

dalam kehidupan mereka.

Sejatinya, kondisi rakyat yang tidak lebih baik tersebut mengingatkan kita

semua. Ada yang tidak beres dalam penyelenggaraan negara kita. Dan puisi ini

mengajak serta mengingatkan pada para pejabat agar meneliti kembali sampai di

mana kepeduliannya serta apa strategi yang dipunyai agar bisa menyelesaikan

persoalan nasib rakyat terutama nasib mereka yang ada dalam puisi ini.

c. Mas Kawin Mas Kaboer

Puisi ini ditulis dengan tema plagiasi atau usaha mengaku-aku karya cipta

orang lain dalam hal ini puisi. Seperti yang kita semua pahami, bahwa plagiasi

adalah salah satu bentuk kejahatan kemanusiaan karena seseorang mencuri

kekayaan intelektual orang lain serta mengambil alih hak orang lain atas hasil

yang bisa diperoleh dari kekayaan intelektual tersebut.

Pada bait II baris ke 1-4

Hidup melarat dilakoninya

Tumpang tindih hutang tak apa

Semua maklum harga puisi

sekedar untuk makan sehari

(Ciu Cahyono, 2011)

Page 6: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

31

Bahwa penulis memaparkan mengenai kehidupan seorang penyair yang

berada pada kondisi miskin, di bait ini dipaparkan bahwa penyair adalah orang

yang tidak punya kehidupan jauh dari kata layak, banyak hutang dan hanya

mengandalkan puisi-puisi yang ia buat hanya untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya sehari-hari, khususnya dalam urusan perut. Padahal karya puisi tidak

seberapa dan mungkin tidak bernilai di era seperti sekarang ini.

Pada bait IV baruis ke 3

Dengan mas kawin sebuah puisi

Masalah kemiskinan dipaparkan dalam bentuk mas kawin. Penulis

memaparkan kemiskinan dalam baris tersebut, karena seorang penyair hanya

memberikan sang istri sebuah puisi sebagai mas kawin. Itu menandakan bahwa

penyair adalah orang tidak berpunya.

Pada bait 8 baris ke 2-4

kesana kemari tanpa daya

Isi kepala tak juga nyata

padahal perut tak bisa ditunda

(Ciu Cahyono, 2011)

Di dalam bait ini penulis menggambarkan keadaan penyair yang terlunta-

lunta karena tidak memiliki rumah dan keahlian atau kepintaran sehingga mereka

hidup di dalam kemiskinan.

Pada baris 9 baris ke 3-4

Lapar dan demam berhari-hari

Keduanya pun menemu mati

(Ciu Cahyono, 2011)

Page 7: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

32

`Dalam bait ini penulis ingin menggambarkan kondisi kemiskinan sang

penyair karena kehidupan mereka yang ada pada taraf yang amat sangat miskin.

Mereka berdua hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, berhari-hari mereka

tidak bisa makan, mereka pasrah pada kejamnya dunia dan berakhir mati.

Pada bait 10 baris ke 1-2

Mayat mereka sungguh nestapa

teronggok biru di sudut TPA

(Ciu Cahyono, 2011)

Pemaparan kemiskinan oleh penulis adalah saat penjelasanpada akhir

kehidupan penyair dan istrinya. Mereka meninggal dunia dalam keadaan yang

memprihatinkan dan diacuhkan begitu saja oleh masyarakat. Karena merak tidak

memiliki nama ataupun derajat yang tinggi di dalam masyarakat.

Masih seringnya terdengar kabar tentang dugaan atau indikasi plagiasi

dalam dunia sastra menginspirasi penyair menulis puisi Mas Kawin Mas Kaboer

ini. Karena tema ini bukan tema umum yang biasa digarap dalam penulisan puisi,

maka penyair memilih menggunakan bentuk balada atau puisi yang bercerita

dengan gaya bahasa sederhana agar isi dan pesan bisa tersampaikan pada publik

pembaca dengan mudah tapi tetap asyik karena pembaca berkesempatan

mengikuti kisah berikut gambaran-gambaran kehidupan dalam puisi ini.

Motif atau dasar plagiasi yang dilakukan tokoh Jaka dalam puisi ini adalah

ambisi manusia dalam mencapai kehendaknya serta didorong pula oleh

kemiskinan, seperti halnya kemiskinan yang membelit tokoh Kaboer yang adalah

korban tindak plagiasi.

Page 8: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

33

2. Kejahatan kemanusiaan

Pada awal Orde Baru mulai tampak adanya pertumbuhan kembali iklim

kebebasan berserikat dan berpendapat. Pemerintah mulai merasa perlu adanya

legitimasi dan partisipasi. Terasa bahwa ada semacam hubungan yang dekat

antara pemerintah dan rakyat. Hanya saja kedekatan itu hanyalah kedekatan semu,

setelah itu ketika pemerintah sudah mulai berbicara soal pembangunan dulu , baru

pembangunan pelita-pelita, hubungan keduanya retak. Kebebasan berserikat mulai

dibatasi tidak saja bagi pegawai negeri tetapi justru bagi masyarakat yang melalu,

kebijakan floating mass ( Bambang Sunggono dan Aries Harianto, 1994:110).

Dalam hal menyatakan pendapat banyak ditemui batasan-batasan yakni

ada semacam kebijaksanaan agar menggunakan saluran-saluran institusional

dalam menyatakan pendapat. Jika masyarakat ingin memakai saluran non-

institusional maka haruslah lebih moderat, lebih tepo sliro ( Bambang Sunggono

dan Aries Harianto, 1994:111). Masyarakat tetap diminta toleran membiarkan

pembangunan lebih dulu, dan belakangan baru berbicara soal pemerataan dan

HAM. Pemerintah betul-betul serius dengan kebijaksanaannya. Hal ini bisa

dibuktikan dengan adanya tindakan keras pemerintah terhadap pers yang berani

berpendapat lain dengan pemerintah.

Dalam kumpulan sajak Aku dan Rantai karya Ciu Cahyono, ditemui

beberapa sajak/ puisi yang menggambarkan keadaan tersebut diantaranya adalah.

a. Jaringan Maling

Burung yang kini nangkring

di atas kepala botakku

adalah burung kesayangan bapakmu

Page 9: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

34

yang sedang membangun sarang

dengan rambut

yang baru saja kaucabut

dari batok kepala

mereka

( Ciu Cahyono, 2010 )

puisi ini penggambaran tentang korupsi sekaligus nepotisme yang merupakan

kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sebelum sampai pada penulisan puisi Jaringan Maling ini, penyair merasa

perlu menunjukkan pada publik pembaca bagaimana praktek korupsi dan

nepotisme telah menyengsarakan masyarakat. Dengan gaya imajinatif, dikisahkan

ada lima (5) tokoh dalam puisi ini: 'aku', 'burung', 'bapakmu', 'kau', dan 'mereka'.

Pada bait I baris ke 1-8

Burung yang kini nangkring

di atas kepala botakku

adalah burung kesayangan bapakmu

yang sedang membangun sarang

dengan rambut

yang baru saja kaucabut

dari batok kepala

mereka

( Ciu Cahyono, 2010 )

Penulis di dalam bait ini ingin menguraikan pemaparan bahwa adanya

penindasan akan hak rakyat kecil yang dilakukan oleh petinggi negara atau orang

Page 10: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

35

yang memiliki jabatan dalam kehidupan bermasyarakat dengan cara korupsi,

nepotisme. Secara tidak langsung, tiu sudah menggambarkan mengenai

perampasan hak kehidupan mereka, dan itu adalah tindakan kejahat kepada

manusia.

Tokoh 'aku' dengan kepala botaknya dihinggapi 'burung' yang sedang

beraksi dengan membangun sarang (baca: korupsi). 'Burung' tersebut adalah

burung kesayangan 'bapakmu'. Dari sini pembaca akan tahu ada relasi (baca:

kroni) antara 'burung' dan 'bapakmu' yang merupakan nepotisme. Nepotisme

terjadi pula antara 'bapakmu' dengan 'kau', yang mana tokoh 'kau' juga melakukan

aksinya yakni mencabut rambut dari batok kepala tokoh 'mereka'. Sementara,

rambut 'mereka' yang dicabut oleh 'kau' digunakan 'burung' untuk membangun

sarang. ini artinya ada relasi juga antara 'burung' dengan 'kau'.

Dengan demikian relasi antara 'burung', 'bapakmu', 'kau' adalah relasi

dalam hal korupsi sekaligus nepotisme. Penyair menggunakan frasa "mencabut

rambut" sebagai ganti untuk istilah korupsi, dan relasi antar ketiga tokoh tersebut

untuk menunjukkan nepotisme. Maka, korupsi sekaligus nepotisme seperti ini bisa

disebut sebagai sebuah jaringan maling. Dengan korban yakni tokoh 'aku' dan

'mereka'.

Gambaran seperti apa korupsi sekaligus nepotisme, secara imajinatif. Ada

kejahatan kemanusiaan di sana. Lebih jauh lagi, ini menjadi waspada atau

pengingat bagi kita semua bahwa kejahatan yang dilakukan secara bersama

(jaringan) tentu lebih dahsyat dan membabi-buta serta lebih susah untuk dibasmi.

Bahkan, saking kuatnya jaringan tersebut, sampai-sampai 'aku' yang sudah botak

alias tidak punya rambut masih dihinggapi 'burung'. Nah, apalagi yang hendak

Page 11: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

36

diambil paksa oleh 'burung' dari kepala botak tokoh 'aku'? Mari bersama-sama

mewaspadai tindak korupsi sekaligus nepotisme dimulai dari diri-sendiri.

b. Aku dan Rantai

Pada bait I baris ke 1-3

Temanku yang bernama Tukas

masih berkeliling negeri. Ia memburu seekor nyamuk

pembunuh Kilah, teman baiknya.

(Ciu Cahyono, 2010)

Berisi tentang terinspirasi oleh kasus terbunuhnya Nasrudin Zulkarnaen

yang membelit mantan KPK, Antasari Azhar, sebagai tersangka utama. Namun

begitu puisi ini sama sekali bukanlah puisi yang menggambarkan seperti apa

kasus tersebut.

Puisi Aku dan Rantai ini ditulis untuk menggambarkan secara umum

tentang kejahatan terhadap kemanusiaan dengan menghalalkan segala cara dan

dalam hal ini secara konspirasi. Adalah kejahatan yang dilakukan oleh manusia-

manusia yang didorong ambisi beroleh kekuasaan, pengkhianatan, serta motif-

motif lainnya.

Pada bait II baris ke 1-4

Tetanggaku yang bernama Dalih

belum selesai diinterogasi polisi. Ia mengatakan bahwa

otak pembunuhan Kilah tak lain adalah Tukas,

dengan seekor nyamuk sebagai eksekutornya.

Di jelaskan pada bait ini menggunakan serta menggabungkan tokoh-tokoh

imajinatif orang dengan hewan seperti 'nyamuk' dan 'ketonggeng', yang

Page 12: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

37

menggambarkan adanya sebuah rekayasa demi menghilangkan nyawa satu tokoh

serta konspirasi untuk menjebak tokoh lain.

Pada bait III baris ke 1-4

Pacarku yang tak mau namanya kusebut

mengabari pagi ini. Ia mengaku pernah melihat

seekor nyamuk satu meja dengan seekor ketonggeng,

di sebuah kafe di ibukota.

Bait ini menerangkan tentang tokoh-tokoh hewan dalam puisi ini untuk

mempertegas bahwa orang pun dapat melakukan hal-hal musykil, menggunakan

segala macam cara, demi memenuhi rencana jahatnya.

Dari puisi Aku dan Rantai ini, pembaca/publik dapat menangkap pesan

tentang kewaspadaan dalam puisi ini, sebab, betapa banyak di sekitar kita orang-

orang yang siap-sedia melancarkan kejahatan dengan cara terencana.

c. Kami Bukan Rakyat

Puisi Kami Bukan Rakyat ini berusaha mengajak publik pembaca dan

rakyat Indonesia untuk menyadari sepenuhnya bahwa mereka tidak lebih dari alat

bagi parpol dan politikus mendapat kekuasaan, yang mana setelah kekuasaan

didapat maka parpol dan politikus dengan mudah melupakan janji-janjinya yang

pernah terucap saat kampanye.

Sungguh ironis, sebab janji-janji parpol dan politikus selalu dan biasanya

kemudian terbukti sebagai tipu-daya belaka. Namun, rakyat tetap berpawai

membela parpol dan politikus, bahkan sering dengan cara berdarah-darah, rela

bentrok dengan pendukung parpol dan politikus lainnya. Padahal, pada akhirnya

Page 13: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

38

toh mereka sendiri yang bekerja keras demi melakoni hidup yang makin sulit.

Seperti pada paragraf pertama:

Kami cuma jelata

yang terhisap dan tertipu

topeng seribu wajah

mulut bisa, nafasnya fitnah

Kami digiring. Berkeliling

Kami tajamkan cakar dan taring

demi kursi dan panji-panji terhormat

Lalu kami dibiarkan melarat

berebut nasi dan garam tinggal sekerat

Dengan puisi ini saya ingin bersama-sama dengan publik pembaca dan

rakyat untuk memberi kesadaran pada diri kita masing-masing, bahwa kita

sebagai rakyat jangan mau lagi hanya dimanfaatkan suaranya saja. Jika kita mau

menyadari akan hal ini dan bersatu-tekad berpandangan kritis terhadap parpol dan

politikus, maka kita bisa benar-benar berperan sebagai rakyat yang berdaulat dan

mendapat haknya. Dan bukan sebagai pihak yang melulu diperalat kemudian

diabaikan.

Puisi ini pun, seperti pada puisi-puisi sebelumnya, menyiratkan tentang persoalan

kejahatan terhadap kemanusiaan, lebih tepatnya menciderai rasa keadilan, dengan

rakyat sebagai korbannya.

Page 14: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

39

d. Kupanggil Nenek Moyang

Sambil kubayangkan mereka ditendang

dan buahdada ditepuk serupa gendang

kupanggili kau, wahai, nenekmoyang

Dengarlah ya dengarlah!

Cucumu mengerang dengan dada terbelah

Lihatlah ya lihatlah!

Cucumu terjengkang tak bisa tengadah

Tolonglah mereka, wahai, nenekmoyang

tolonglah!

( Ciu Cahyono, 2010 )

Puisi Kupanggili Nenekmoyang ini penyair tulis sebagai respon atas

maraknya tindak kekerasan yang diterima oleh TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di

negeri Malaysia.

Gagasan Dasar

Penyair merasa perlu mengungkapkan perasaan dan empati untuk TKI

yang mendapat perlakuan kekerasan dan juga pelecehan seksual di Malaysia.

Sebab tindak kekerasan yang kerap dialami oleh TKI tersebut adalah kejahatan

atas kemanusiaan dalam hal ini disebabkan oleh perbedaan kelas sosial.

Penyair menggunakan judul Kupanggili Nenekmoyang, sebab, setelah

waktu berlalu nyatanya kekerasan demi kekerasan tetap diterima para TKI, seolah

pemerintah Indonesia pun Malaysia tidak mengambil tindakan untuk melindungi

Page 15: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

40

para pekerja dari ulah para majikan yang tidak bertanggung-jawab, atau dengan

kata lain pemerintah kedua negara tidak bisa diharapkan. Sementara pemilihan

kata „nenek-moyang‟ untuk menyindir Malaysia sekaligus mengingatkan kembali

bahwasannya bangsa Indonesia dan bangsa Malaysia adalah serumpun.

Dengan puisi ini penyair ingin menyampaikan perasaan empati dan

pembelaan kepada para TKI sekaligus menyampaikan protes baik kepada para

majikan dan juga pemeritahan Malaysia serta pemerintahan Indonesia. Agar

tindak kekerasan, termasuk di dalamnya pelecehan seksual, tidak lagi menimpa

para TKI.

Dengan puisi ini pula, penyair bermaksud menegaskan kembali bahwa

nasib TKI di luar negeri adalah cermin bagi martabat bangsa dan negara

Indonesia. Nasib TKI yang tidak dihormati di luar negeri bisa menjadi pertanda

bahwa bangsa dan negara Indonesia sedang direndahkan. Dan itu tak boleh

terjadi.

e. Ancaman

Awas kalau kau

jadi awas

Puisi Ancaman ini penyair tulis sebagai potret sosial tentang problem

sosia,l masih seringnya terjadi intimidasi bahkan tindak kekerasan yang dialami

oleh orang-orang yang berpikiran kritis terhadap laju pemerintahan.

Setelah jatuhnya Soeharto dan diganti oleh era reformasi yang diharapkan oleh

rakyat sebagai era kebebasan mengeluarkan pendapat, nyatanya intimidasi dan

tindak kekerasan masih terus berlanjut dan menimpa mereka yang berpikiran

Page 16: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

41

kritis. Di era reformasi masih banyak intimidasi dan tindak kekerasan yang

dialami oleh aktifis dan juga golongan pekerja pers. Khususnya aktifis lingkungan

hidup dan pekerja pers yang memberitakan kasus-kasus lokal atau menyangkut

pejabat-pejabat daerah.

Hal itu, selain bertentangan dengan semangat reformasi juga bertentangan

dengan hak asasi manusia dalam hal kebebasan berpendapat yang adalah suatu

kejahatan terhadap kemanusiaan. Bahkan bisa pula berakibat pada tindak kriminal

sebab pembungkaman terhadap mereka yang berpikiran kritis tak jarang memakan

korban nyawa.

Atas dasar kondisi inilah penyair menggagas puisi Ancaman untuk

mengingatkan kembali pada negara tentang semangat kebebasan berpendapat,

kebebasan pers, dan peran negara dalam menjamin terpenuhinya hak rakyat

mengeluarkan pendapat.

Dalam puisi ini, kata ‘awas’ pada baris pertama menunjukkan suatu

peringatan atau ancaman, yakni bagi mereka yang memiliki „awas‟ pada baris ke

dua. „awas‟ pada baris ke dua mempunyai arti „mengetahui‟, dan bisa juga

diartikan sebagai „waspada‟.

Jika pejabat mengatakan “Awas kalau kau jadi awas.” Maka itu adalah

ancaman atau intimidasi dan usaha pembungkaman bagi mereka yang berpikiran

kritis dan hendak mengeluarkan pendapatnya. Dan itu adalah tindak kejahatan

kemanusian yang tidak main-main akibatnya.

Maka, dengan puisi ini penyair secara singkat ingin mengingatkan kembali

pada publik pembaca, bahwa ancaman bagi mereka yang berpikiran kritis

Page 17: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

42

terhadap laju pemerintahan, masih terus berlanjut bahkan setelah Soeharto

beserta Orde Baru tumbang. Dengan puisi ini pula penyair berharap negara

berperan penuh dan aktif dalam menjamin terpenuhinya hak rakyat

mengeluarkan pendapat.

B. Tanggapan Pengarang terhadap masalah- masalah Sosial

1. Tanggapan pengarang terhadap kemiskinan

Kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang serba kurang atau

berpenghasilan minimum atau rendah. Di dalam buku Kumpulan sajak aku dan

rantai karya ciu cahyono, penyair menaganggap potret kemiskinan adalah sebagai

dampak dari ketidakseriusan dan kesewang-wenangan pemerintah. Hal ini tampak

pada Puisi Berumahlah disana, Sebagai berikut.

Wahai, jelata Indonesia

Telah datang kabar gembira bagi kalian

Bersiaplah tinggalkan rumah kardus

dan gang becek

Sebentar lagi negara membangun

gedung mewah menjulang

di jantung negeri tercinta kalian

Semua itu untuk kalian

( Ciu Cahyono, 2011)

Di dalam isi dari pusi berumahlah disana, pengarang menganggap bahwa

kemiskinan adalah bagian dari permainan kekuasaan pemerintah. Dari sudut

Page 18: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

43

pandang pengarang kemiskinan terjadi adanya kebijaksanaan dari pemerintah

yang kurang memperhatikan nasib rakyat. Pemerintah Cuma sibuk dengan urusan

mereka, pemerintah hanya ingin memfasilitasi diri mereka dengan apa yang

mereka inginkan tanpa melihat dibawah mereka masih membutuhkan.

Penyair menggunakan gagasan dasarnya didalam menuliskan puisi ini

karena sikap menyindir, yakni menyindir pemerintah khususnyapara anggota

dewan yang terhormat agar mengevaluasi diri sendiri sebelum menuntut. Dalam

bahasa yang sederhana : “Kerja tidak bagus aja masih dibayar pakai uang rakyat,

kok malah minta lagi tambahan fasilitas gedung megah pada rakyat yang dilanda

kemiskinan”.

Soekanto ( 1994:406 ) mengemukakan bahwa yang menjadi faktor yang

menyebabkan masyarakat benci terhadap kemiskinan adalah kesadarannya bahwa

mereka telah gagal dalam memperoleh lebih dari pada apa yang telah dimilikinya

dan perasaan akan adanya tindak ketidakadilan.

Kemiskinan bagi pengarang bukannlah sebuah takdir, melainkan akibat

dari permainan penguasa yang mengatasnamakan kebijaksanaan. Kebijaksanaan

pemerintah dalam melakukan pembangunan gedung gedung megah dan segala

fasilitasnyamenjadikan sebab salah satu kemiskinan yang ada pada rakyat.

Puisi ini di buat oleh penyair pada tahun 2011 bermaksud mengajak dan

mengingatkan juga menyindir para anggota dewan agar tidak sedikitpun dan tidak

lupa pada kondisi rakyat yang masih di cengkeram kemiskinan. Seharusnya para

pejabat termasuk didalamnya para anggota dewan memiliki sikap mau dan

mampu mengedepankan kepentingan rakyat.

Page 19: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

44

2. Kami Tidak Lebih Baik

Di mana kalian

saat kami terlempar ke jalanan

sedang anjing dan kucing

punya rumah saat terkencing

Di mana kalian

saat kami terseok kelelahan

sedang babi dan burung

punya harap meski terkurung

(Ciu Cahyono, 2010)

Pada Bait I baris 1-4

Dala bait ini berisi Kondisi rakyat Indonesia setelah sepuluh tahun dalam

iklim reformasi ternyata tidak lebih baik dari masa-masa sebelumnya. Fenomena

anak-jalanan dan pengemis mencuat di era reformasi; satu era yang digadang-

gadang menjadi awal kemakmuran negeri dengan dibenahinya sistem

pemerintahan dengan pejabat yang peduli dengan kondisi rakyatnya.

Di mana kalian

saat kami hilang teriakan

sedang ular dan kepik

punya daulat dengan berbisik

(Ciu Cahyono, 2010)

Page 20: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

45

“Di mana kalian” adalah kalimat awal pada tiap paragraf dalam puisi ini

yang bermaksud bertanya pada penyelenggara negara atau pejabat; turut hadirkah

negara dalam kehidupan rakyat. Kalimat pembuka tiap paragraf tersebut

digunakan penyair untuk menyorot kepedulian para pejabatnya menyangkut nasib

rakyat. Sebab, bisa jadi para pejabat itu dekat secara fisik dengan rakyat, tapi tidak

mau tahu dengan nasibnya. Dan tidak peduli pada nasib rakyat, padahal para

pejabat digaji serta difasilitasi oleh uang rakyat, dan rakyat indonesia masih harus

mencengkeram kemiskinan.

3. Mas Kawin Mas Kaboer

Takdirnya Kaboer jadi penyair

jidat botak kebanyakan mikir

Ciri khas tak dapat ditiru

begitu lahir sudah begitu

Puisi ini penyair tulis dengan tema plagiasi atau usaha mengakui karya

cipta orang lain dalam hal ini puisi. Seperti yang kita semua pahami, bahwa

plagiasi adalah salah satu bentuk kejahatan kemanusiaan karena seseorang

mencuri kekayaan intelektual orang lain serta mengambil alih hak orang lain atas

hasil yang bisa diperoleh dari kekayaan intelektual tersebut.

kemiskinan yang membelit tokoh Kaboer yang adalah korban tindak

plagiasi.

Dengan puisi Mas Kawin Mas Kaboer ini penyair berharap publik

pembaca bisa menyerap pesan moral tentang seberapa bahaya ambisi manusia

yang tidak dibarengi dengan kemampuan bisa menjerumuskan seseorang berlaku

Page 21: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

46

jahat bahkan dengan mematikan rasa dan nurani. Seperti yang tergambar dalam

bait terakhir:

Penyair muda bernama Jaka

sambar kertas tak ada rasa

Biarkan mayat busuk sekalian

pulang kampung jadi tujuan:

Sumi! Sumi! Sumi!

Maukah kau kunikahi

dengan mas kawin puisiku ini?

Dengan puisi ini pula penyair bermaksud mengajak publik pembaca selalu

berusaha menghargai karya cipta orang lain serta meningkatkan kemampuannya

sendiri dalam dunia penulisan sastra agar tidak tergoda melakukan tindak plagiasi

yang adalah termasuk kejahatan kemanusiaan.

A. Tanggapan Pengarang Terhadap kejahatan kemanusiaan

a. Tanggapan pengarang terhadap Korupsi yang terjadi di kalangan elit politik

Kejahatan di dalam penelitian ini mencakup beberapa hal yaitu tentang

Korupsi, Nepotisme, Kemudian tentang perampasan hak kemerdekaan bersuara,

dan juga tentang pelecehan seksual. Berikut ini merupakan tanggapan pengarang

terhadap kejahatan kemanusiaan.

Page 22: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

47

Kejahatan kemanusian yang pertama adalah tentang korupsi. Terdapat di

dalam puisi yang berjudul Aku dan Rantai. Sebagai berikut.

Temanku yang bernama Tukas

masih berkeliling negeri. Ia memburu seekor nyamuk

pembunuh Kilah, teman baiknya.

( Ciu Cahyono, 2011 )

Penulisan puisi ini terinspirasi oleh kasus terbunuhnya Nasrudin

Zulkarnaen yang membelit mantan ketua KPK, Antasari Azhar, sebagai tersangka

utama. Namun begitu puisi ini sama sekali bukanlah puisi yang menggambarkan

seperti apa kasus tersebut.

Puisi Aku dan Rantai ini ditulis untuk menggambarkan secara umum

tentang kejahatan terhadap kemanusiaan dengan menghalalkan segala cara dan

dalam hal ini secara konspirasi. Adalah kejahatan yang dilakukan oleh manusia-

manusia yang didorong ambisi beroleh kekuasaan, pengkhianatan, serta motif-

motif lainnya.

Puisi ini menggunakan serta menggabungkan tokoh-tokoh imajinatif orang

dengan hewan seperti 'nyamuk' dan 'ketonggeng', yang menggambarkan adanya

sebuah rekayasa demi menghilangkan nyawa satu tokoh serta konspirasi untuk

menjebak tokoh lain.

Penggunaan tokoh-tokoh hewan dalam puisi ini untuk mempertegas bahwa

orang pun dapat melakukan hal-hal musykil, menggunakan segala macam cara,

demi memenuhi rencana jahatnya.

Page 23: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

48

Dari puisi Aku dan Rantai ini, pembaca/publik dapat menangkap pesan

tentang kewaspadaan dalam puisi ini, sebab, betapa banyak di sekitar kita orang-

orang yang siap-sedia melancarkan kejahatan dengan cara terencana.

Kemudian ada lagi puisi yang berjudul Jaringan maling, Sebagai berikut.

Burung yang kini nangkring

di atas kepala botakku

adalah burung kesayangan bapakmu

yang sedang membangun sarang

dengan rambut

yang baru saja kaucabut

dari batok kepala mereka

( Ciu Cahyono, 2010 )

puisi ini penggambaran tentang korupsi sekaligus nepotisme yang

merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sebelum sampai pada penulisan puisi Jaringan Maling ini, penyair merasa

perlu menunjukkan pada publik pembaca bagaimana praktek korupsi dan

nepotisme telah menyengsarakan masyarakat. Dengan gaya imajinatif, dikisahkan

ada lima (5) tokoh dalam puisi ini: 'aku', 'burung', 'bapakmu', 'kau', dan 'mereka'.

Tokoh 'aku' dengan kepala botaknya dihinggapi 'burung' yang sedang

beraksi dengan membangun sarang (baca: korupsi). 'Burung' tersebut adalah

burung kesayangan 'bapakmu'. Dari sini pembaca akan tahu ada relasi (baca:

kroni) antara 'burung' dan 'bapakmu' yang merupakan nepotisme. Nepotisme

terjadi pula antara 'bapakmu' dengan 'kau', yang mana tokoh 'kau' juga melakukan

Page 24: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

49

aksinya yakni mencabut rambut dari batok kepala tokoh 'mereka'. Sementara,

rambut 'mereka' yang dicabut oleh 'kau' digunakan 'burung' untuk membangun

sarang. ini artinya ada relasi juga antara 'burung' dengan 'kau'.

Dengan demikian relasi antara 'burung', 'bapakmu', 'kau' adalah relasi

dalam hal korupsi sekaligus nepotisme. Penyair menggunakan frasa "mencabut

rambut" sebagai ganti untuk istilah korupsi, dan relasi antar ketiga tokoh tersebut

untuk menunjukkan nepotisme.

Maka, korupsi sekaligus nepotisme seperti ini bisa disebut sebagai sebuah

jaringan maling. Dengan korban yakni tokoh 'aku' dan 'mereka'.

Gambaran seperti apa korupsi sekaligus nepotisme, secara imajinatif. Ada

kejahatan kemanusiaan di sana. Lebih jauh lagi, ini menjadi warning atau

pengingat bagi kita semua bahwa kejahatan yang dilakukan secara bersama

(jaringan) tentu lebih dahsyat dan membabi-buta serta lebih susah untuk dibasmi.

Bahkan, saking kuatnya jaringan tersebut, sampai-sampai 'aku' yang sudah botak

alias tidak punya rambut masih dihinggapi 'burung'. Nah, apalagi yang hendak

diambil paksa oleh 'burung' dari kepala botak tokoh 'aku'? Mari bersama-sama

mewaspadai tindak korupsi sekaligus nepotisme dimulai dari diri-sendiri.

b. Tanggapan pengarang terhadap perampasan kebebasan atau kemerdekaan

bersuara

Perampasan kebebasan bersuara merupakan salah satu dari tindak

kejahatan kemanusiaan . hal tersebut merupakan pelanggaran hukum dalam hak

mengajukan pendapat. Sesuai dengan UUD, Pasal 44 nomor 39, yang menyatakan

bahwa setiap orang berhak menyatakan pendapat, permohonan, pengaduan dan

Page 25: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

50

atau usulan kepada pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintah yang bersih,

efektif dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan.

Dalam buku kumpulan sajak aku dan rantai karya Ciu Cahyono ini ada puisi

yang menggamparkan keadaan itu. Yaitu berjudul Kami bukan Rakyat, Sebagai

berikut.

Kami bukan rakyat

karena rakyat sudah mampus

sejak lama

Kami cuma jelata

yang terhisap dan tertipu

topeng seribu wajah

mulut bisa, nafasnya fitnah

Kami digiring. Berkeliling

Kami tajamkan cakar dan taring

( Ciu Cahyono, 2003 )

Puisi Kami Bukan Rakyat ini berusaha mengajak publik pembaca dan

rakyat Indonesia untuk menyadari sepenuhnya bahwa mereka tidak lebih dari alat

bagi parpol dan politikus mendapat kekuasaan, yang mana setelah kekuasaan

didapat maka parpol dan politikus dengan mudah melupakan janji-janjinya yang

pernah terucap saat kampanye.

Sungguh ironis, sebab janji-janji parpol dan politikus selalu dan biasanya

kemudian terbukti sebagai tipu-daya belaka. Namun, rakyat tetap berpawai

membela parpol dan politikus, bahkan sering dengan cara berdarah-darah, rela

bentrok dengan pendukung parpol dan politikus lainnya. Padahal, pada akhirnya

Page 26: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

51

toh mereka sendiri yang bekerja keras demi melakoni hidup yang makin sulit.

Seperti pada paragraf pertama:

Kami cuma jelata

yang terhisap dan tertipu

topeng seribu wajah

mulut bisa, nafasnya fitnah

Kami digiring. Berkeliling

Kami tajamkan cakar dan taring

demi kursi dan panji-panji terhormat

Lalu kami dibiarkan melarat

berebut nasi dan garam tinggal sekerat

Dengan puisi ini penyair ingin bersama-sama dengan publik pembaca dan

rakyat untuk memberi kesadaran pada diri kita masing-masing, bahwa kita

sebagai rakyat jangan mau lagi hanya dimanfaatkan suaranya saja. Jika kita mau

menyadari akan hal ini dan bersatu-tekad berpandangan kritis terhadap parpol dan

politikus, maka kita bisa benar-benar berperan sebagai rakyat yang berdaulat dan

mendapat haknya. Dan bukan sebagai pihak yang melulu diperalat kemudian

diabaikan.

Puisi ini pun, seperti pada puisi-puisi sebelumnya, menyiratkan tentang

persoalan kejahatan terhadap kemanusiaan, lebih tepatnya menciderai rasa

keadilan, dengan rakyat sebagai korbannya.

Page 27: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

52

Ancaman

Awas kalau kau

jadi awas

Puisi Ancaman ini penyair tulis sebagai potret sosial tentang masih

seringnya terjadi intimidasi bahkan tindak kekerasan yang dialami oleh orang-

orang yang berpikiran kritis terhadap laju pemerintahan.

Setelah jatuhnya Soeharto dan diganti oleh era reformasi yang diharapkan

oleh rakyat sebagai era kebebasan mengeluarkan pendapat, nyatanya intimidasi

dan tindak kekerasan masih terus berlanjut dan menimpa mereka yang berpikiran

kritis. Di era reformasi masih banyak intimidasi dan tindak kekerasan yang

dialami oleh aktifis dan juga golongan pekerja pers. Khususnya aktifis lingkungan

hidup dan pekerja pers yang memberitakan kasus-kasus lokal atau menyangkut

pejabat-pejabat daerah.

Hal itu, selain bertentangan dengan semangat reformasi juga bertentangan

dengan hak asasi manusia dalam hal kebebasan berpendapat yang adalah suatu

kejahatan terhadap kemanusiaan. Bahkan bisa pula berakibat pada tindak kriminal

sebab pembungkaman terhadap mereka yang berpikiran kritis tak jarang memakan

korban nyawa.

Atas dasar kondisi inilah penyair menggagas puisi Ancaman untuk

mengingatkan kembali pada negara tentang semangat kebebasan berpendapat,

kebebasan pers, dan peran negara dalam menjamin terpenuhinya hak rakyat

mengeluarkan pendapat.

Dalam puisi ini, kata „awas‟ pada baris pertama menunjukkan suatu

peringatan atau ancaman, yakni bagi mereka yang memiliki „awas‟ pada baris ke

Page 28: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

53

dua. „awas‟ pada baris ke dua mempunyai arti „mengetahui‟, dan bisa juga

diartikan sebagai „waspada‟.

Jika pejabat mengatakan “Awas kalau kau jadi awas.” Maka itu adalah

ancaman atau intimidasi dan usaha pembungkaman bagi mereka yang berpikiran

kritis dan hendak mengeluarkan pendapatnya. Dan itu adalah tindak kejahatan

kemanusian yang tidak main-main akibatnya.

Maka, dengan puisi ini penyair secara singkat ingin mengingatkan kembali

pada publik pembaca, bahwa ancaman bagi mereka yang berpikiran kritis

terhadap laju pemerintahan, masih terus berlanjut bahkan setelah Soeharto beserta

Orde Baru tumbang. Dengan puisi ini pula penyair berharap negara berperan

penuh dan aktif dalam menjamin terpenuhinya hak rakyat mengeluarkan

pendapat.

c. Tanggapan pengarang terhadap kejahatan kemanusiaan tentang pelecehan

seksual.

Dari puisi yang ditulis penyair ini adalah sebuah penggambaran tentang pelecehan

seksual yang terjadi pada salah satu rakyat Indonesia yang berada di luar negeri.

Berjudul Kupanggili Nenek Moyang.

Sambil kubayangkan mereka ditendang

dan buahdada ditepuk serupa gendang

kupanggili kau, wahai, nenekmoyang

Dengarlah ya dengarlah!

Cucumu mengerang dengan dada terbelah

Lihatlah ya lihatlah!

Cucumu terjengkang tak bisa tengadah

Page 29: BAB IV ANALISIS A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208071_bab5.pdf · Cahyono terdapat sajak/puisi yang menggambarkan suatu kelas masyarakat tersebut,

54

( Ciu Cahyono, 2010 )

Puisi Kupanggili Nenek Moyang ini penyair tulis sebagai respon atas

maraknya tindak kekerasan yang diterima oleh TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di

negeri Malaysia.

Gagasan Dasar

Penyair menggunakan judul Kupanggili Nenek Moyang, sebab, setelah

waktu berlalu nyatanya kekerasan demi kekerasan tetap diterima para TKI, seolah

pemerintah Indonesia pun Malaysia tidak mengambil tindakan untuk melindungi

para pekerja dari ulah para majikan yang tidak bertanggung jawab, atau dengan

kata lain pemerintah kedua negara tidak bisa diharapkan. Sementara pemilihan

kata „Nenek Moyang‟ untuk menyindir Malaysia sekaligus mengingatkan kembali

bahwasannya bangsa Indonesia dan bangsa Malaysia adalah serumpun.

Dengan puisi ini penyair ingin menyampaikan perasaan empati dan

pembelaan kepada para TKI sekaligus menyampaikan protes baik kepada para

majikan dan juga pemeritahan Malaysia serta pemerintahan Indonesia. Agar

tindak kekerasan, termasuk di dalamnya pelecehan seksual, tidak lagi menimpa

para TKI.

Dengan puisi ini pula, penyair bermaksud menegaskan kembali bahwa

nasib TKI di luar negeri adalah cermin bagi martabat bangsa dan negara

Indonesia. Nasib TKI yang tidak dihormati di luar negeri bisa menjadi pertanda

bahwa bangsa dan negara Indonesia sedang direndahkan. Dan itu tak boleh

terjadi.